DRONES An Inhumanly Attack Analisa Hukum
DRONES An Inhumanly Attack Analisa Hukum
PENDAHULUAN
4
UN News Centre, UN Rights Expert Voices Concern Use of Unmanned Drones by United States
(http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID= 32764&Cr=alston&Cr1. Diunduh pada Kamis, 21 Mei 2013.
5
Peter Bergen & Katherine Tiedemann, The Year of the Drone: An Analysis of US Drone Strikes in Pakistan, 2004-
2010, NEW AMERICA FOUNDATION, 1 (2010), available at
http://www.newamerica.net/publications/policy/the_year_of_the_drone; The Bush Years: Pakistan Strikes 2004-
2009.
Universitas Al Azhar 1
Indonesia
penyerangan terhadap Pakistan dengan jumlah lima kali lipat lebih banyak
dibandingkan pada masa pemerintahan Bush sebelumnya. 6 Tentara militer
Amerika Serikat telah melepaskan serangan sebanyak 297 kali dan
menyebabkan terbunuhnya 1.800 rakyat sipil.7 Penggunaan drones semakin
dikenal dengan adanya penyerangan yang menewaskan terdakwa teroris Osama
Bin Laden di Pakistan pada 2011 silam.8
Amerika Serikat telah mereformasi salah satu kebijakan pertahannya
untuk selalu mengandalkan penggunaan drones, yang digunakan untuk
mendukung upaya tempur dalam memerangi kontraterorisme, termasuk
disejumlah wilayah konflik-bersenjata, maupun di luar teritori Amerika Serikat. 9
Drones Targeting atau kemampuan bekerja drones terbukti berhasil dalam
mencari serta membunuh musuh yang memang sengaja menjadi target sekaligus
memiliki efektivitas dibandingkan dengan penggunaan kekuatan tradisional
lainnya.10 Akan tetapi, sejumlah kritikus pemerhati kebijakan pertahanan
Amerika berpendapat bahwa terdapat sejumlah alasan yang menyangkut
masalah legalitas serta moralitas dalam menggunakan drones sebagai sebuah
senjata untuk membunuh atau mencari pelaku terorisme dan kaum belligerent
dalam konflik non-tradisional, yang Amerika Serikat terus perangi.11
Hukum Internasional yang mewadahi tata cara perang ataupun
pelaksanaan suatu agresi dirampungkan dalam sub-hukum yang disebut Hukum
Humaniter Internasional.12 Keterkaitan penggunaan drones oleh negara manapun
diharuskan untuk sesuai dengan ketentuan berdasarkan Konvensi Jenewa,
dengan pasal-pasal terkait. Hukum Humaniter Internasional sengaja dibuat untuk
menciptakan kondisi yang sesuai serta cara yang ideal untuk menggunakan
kekuatan bersenjata, akan tetapi penggunaan drones di dalam suatu perang harus
6
Lihat Covert War on Terror—The Data, supra note 16.
7
Iraq An Attack Is Imminent, Articles of International Movement for A Just World
(http://www.justinternational.org/index.php?option=com_content&view=article&id=173&catid=44:archived-articles-
2002-older&Itemid=152). Diunduh pada Kamis, 21 Mei 2013.
8
Bin Laden Is Dead. Obama Says. Doug Mills. New York Times (http://www.nytimes.com/2011/05/02/world/asia/
osama-bin-laden-is- killed.html?_r=1&pagewanted=all). Diunduh pada Kamis, 21 Mei 2013.
9
See, e.g., Special Rapporteur on Extrajudicial, Summary or Arbitrary Executions, Study on Targeted Killings,
Human Rights Council, ¶¶ 7, 18-22, U.N. Doc. A/HRC/14/24/Add.6 (May 28, 2010) (by Phillip Alston).
10
See, e.g., Special Rapporteur on Extrajudicial, Summary or Arbitrary Executions, Study on Targeted Killings,
Human Rights Council, ¶¶ 7, 18-22, U.N. Doc. A/HRC/14/24/Add.6 (May 28, 2010) (by Phillip Alston).
11
See, e.g., Special Rapporteur on Extrajudicial, Summary or Arbitrary Executions, Study on Targeted Killings,
Human Rights Council, ¶¶ 7, 18-22, U.N. Doc. A/HRC/14/24/Add.6 (May 28, 2010) (by Phillip Alston).
12
Reference Guide to the Geneva Conventions
Universitas Al Azhar 2
Indonesia
memenuhi sejumlah prinsip yang diadopsi dari Konvensi Jenewa, seperti
distinction, proportionality dan precautions.13 Sedangkan, penggunaan drones
yang telah dioperasikan belum menjamin terpenuhinya prinsip-prinsip umum
tersebut.14
13
Texts and commentaries of 1949 Conventions & Additional Protocols
14
Robin Geib and Michael Siegrist, Has the Armed Conflict in Afghanistan Affected the Rules on the Conduct of
Hostilities?, International Review of ICRC, Volume 93 Number 881, March 2011.
Universitas Al Azhar 3
Indonesia
adalah hukum yang mengatur tentang perang. Seperti yang Oppenheim
ungkapkan, lalu dikutip oleh Yoram Dinstein, menyatakan perang adalah suatu
pertarungan di antara dua Negara atau lebih melalui angkatan bersenjata mereka
dengan tujuan menaklukkan satu dengan lainnya dan memaksakan syarat-syarat
perdamaian yang menguntungkan pihak pemenang. 15 Hukum humaniter tidak
memfokuskan pada sebuah legalitas dimana konflik bersenjata terjadi, namun
menurut Konvensi Jenewa 1949 beserta kedua Protokol Tambahan 1977, yaitu
menyediakan perlindungan hukum bagi orang-orang yang tidak, ataupun yang
tidak lagi, ikut serta secara langsung dalam permusuhan (korban luka, korban
sakit, korban karam, orang yang ditahan sehubungan dengan konflik bersenjata,
dan orang sipil) dan membatasi dampak kekerasan dalam pertempuran demi
mencapai tujuan perang .16 Hukum ini terkandung dalam Konvensi Jenewa.17
Setidaknya terdapat dua kondisi terkait dengan Hukum Humaniter Internasional,
yaitu; jus ad bellum (law on the use of force) dan jus in bello (law in war). Jus
ad bellum berotasi pada peraturan yang diatur dalam Statuta PBB atau peraturan
yang mengesahkan suatu negara dalam mengambil tindakan kekerasan.18
Sedangkan, Jus ad bello merupakan bentuk aplikasi sejumlah peraturan yang
dilakukan pada saat peperangan. Kedua kondisi tersebut memiliki beberapa
prinsip yang harus diterapkan, baik prinsip pada jus ad bellum agar dapat
mengkategorikan bahwa penggunaan kekuatan bersenjata suatu negara dapat
diakui keabsahannya ataupun prinsip dalam jus in bello yang terkait dengan
apakah negara-negara yang sedang dalam peperangan tidak melanggar atau
bertindak jauh dari apa yang seharusnya dilakukan.19
1.4.2 Proportionality (Prinsip Proporsionalitas)
Menyadur dari salah satu situs resmi yang membahas Hukum Humaniter
Internasional, prinsip proporsionalitas ditujukan agar perang atau penggunaan
15
Yoram Dinstein, War and Agression, and Self Defence, Cambridge University, Cambridge, New York,
Melbourne, Madrid, Cape Town, Singapore, São Paulo, 2005, p. 5.
16
http://www.icrc.org/eng/assets/files/other/indo-irrc_857_henckaerts.pdf
17
Lihat National Defence, Law of the Armed Conflict at the Operational and Tactical Level, Joint Manual, Issued on
Authority of the Chief of Defence Staff, 2001-08-13. Pada halaman 1-1 ditegaskan bahwa: The Law of Armed
Conflict (the LOAC), considered in the broadest sense, determines when states may resort to the use of armed force
and how they may conduct hostilities during armed conflicts. This guide is concerned primarily with the LOAC in the
narrow sense, that is, with the body of law that governs the conduct of hostilities during an armed conflict
18
Keichiro Okimoto. 2012. The Cumulative Requirements of Jus Ad Bellum and Jus In Bello in the Context of Self-
Defense. Chinese Journal of International Law. Hlm. 3.
19
Alexander Moseley. Just War Theory (http://www.iep.utm.edu/justwar/). Diakses pada Kamis, 21 Mei 2013. Pukul
13.56 WIB
Universitas Al Azhar 4
Indonesia
senjata tidak menimbulkan korban, kerusakan dan penderitaan yang berlebihan
yang tidak berkaitan dengan tujuan-tujuan militer (the unnecessary suffering
principles).20 Prinsip ini tercantum dalam Pasal 35 (2) Protokol Tambahan I: “It
is prohibited to employ weapons, projectiles and material and methods of
warfare of a nature to cause superfluous injury or unnecessary suffering”.21
Prinsip ‘unnecessary suffering’ juga harus dilihat dengan membandingkan
senjata yang dipakai yaitu bahwa ‘it is unlawful to use a weapon which causes
more suffering or injury than another which offers the same or similar military
advantages’.22
1.4.3 Distinctions (Prinsip Diskriminasi)
Prinsip diskriminasi mengandung tiga komponen: 1). larangan tentang
serangan terhadap penduduk sipil dan obyek-obyek sipil yang lain; 2). bahkan
jika target serangan adalah sasaran militer, serangan terhadap obyek tersebut
tetap dilarang jika “May be expected to cause incidental loss of civilian life,
injury to civilians, damage to civilian objects or a combination thereof, which
would be excessive in relation to the concrete and direct military advantage
anticipated”; 3). jika terdapat pilihan dalam melakukan serangan, minimalisasi
korban dan kerusakan atas obyek-obyek sipil harus menjadi prioritas. 23 Selain itu
semua senjata yang ketika digunakan tidak bisa membedakan sasaran militer dan
sipil dan memiliki tingkat akurasi yang rendah harus dilarang.24
20
http://www.propatria.or.id/download/Positions%20Paper/perang_hukum_humaniter_ep.pdf
21
http://www.propatria.or.id/download/Positions%20Paper/perang_hukum_humaniter_ep.pdf
22
Lihat Additional Protocol I Geneva Conventions. Pasal 35 dan Pasal 51
23
Dictionary of Military and Associated Terms, US Department of Defence, 2005, dapat diakses
pada http://usmilitary.about.com/od/glossarytermsm/g/m3987.htm
24
http://www.propatria.or.id/download/Positions%20Paper/perang_hukum_humaniter_ep.pdf
Universitas Al Azhar 5
Indonesia
BAB 2
THE USING OF DRONES: AN INHUMANLY ATTACK OF AMERICA
25
Witny Tanod mengutip dalam International Humanitarian Law and New Weapon. International Committee of the
Red Cross 34th Round Table. (http://www.icrc.org/eng/resources/documents/sta tement/new-weapontechnologies-
statement-2011- 09-08.htm).
26
Air Force officials announce remotely piloted aircraft pilot training pipeline", www.af.mil.
27
Taylor, A. J. P. Jane's Book of Remotely Piloted Vehicles.
28
Mayer. "The Predator War". Retrieved 2009
29
Ibid.
Universitas Al Azhar 6
Indonesia
Amerika Serikat adalah negara pertama yang menggunakan drone pada
masa pemerintahan Bush, bertepatan paska peritiwa 9/11.30 Penyerangan dengan
menggunakan drone dilakukan pertama kali di Afganistan. 31 Pada masa Presiden
Obama, penyerangan dengan menggunakan pesawat tanpa awak mengalami
peningkatan yang signifikan32, sehingga kemudian perkembangan drone ini
berimplikasi terhadap Hukum Internasional.33 Setelah Amerika mengembangkan
operasional drone secara lebih komprehensif, terlihat bahwa terdapat suatu
kompetisi antara pelucutan senjata oleh sejumlah negara dengan pengadaan
kontrol kekuatan bersenjata pada waktu bersamaan. 34 Pelucutan senjata berarti
secara sepenuhnya melepaskan persenjataan dan mengontrol kekuatan
bersenjata, lebih sederhana lagi merujuk pada pembatasan penggunaan kekuatan
bersenjata.35
30
Bill Yenne. 2004. Attack of the Drones: A History of Unmanned Aerial Combat. USA. Zenith Press. Hlm. 9.
31
Ibid.
32
Theresa Reinold. 2011. State Weakness. Irregular Warfare and the Right to Self-Defense Post 9-11. American
Journal International Law. Hlm. 9 – 11.
33
Michael Nas. 2008. Pilots by Proxy: Legal Issues Raised by the Development of Unmanned Aerial Vehicles.
Hlm.1
34
Conway Henderson. 2010. Understanding International Law. United Kingdom. Wiley-Blackwell. Hlm. 181 – 184.
35
Conway Henderson. 2010. Understanding International Law. United Kingdom. Wiley-Blackwell. Hlm. 181 – 184.
36
Texts and commentaries of 1949 Conventions & Additional Protocols
37
Agenda (2012). [( Agenda. 2012. The Morality of Drone Warfare. Available
from:http://castroller.com/podcasts/TheAgendaVideo/3019369 "he Morality of Drone Warfare"].
Universitas Al Azhar 7
Indonesia
tahap apa yang sering disebut sebagai security dilemma.38
38
Radsan, AJ; Murphy (2011). "Measure Twice, Shoot Once: Higher Care for Cia-Targeted Killing". Univ. Ill. Law
Rev.:1201–1241.
39
Martin Dixon and Robert Moccorquodale. 1998. Cases and Materials on International Law. UK. Blackstone Press
Limit. Hlm. 559.
40
Conway Henderson. 2010. Understanding International Law. United Kingdom. Wiley-Blackwell. Hlm.29; The
1970 Declaration; Resolution 2625 (xxv) 24 October 1970.
41
UN News Centre. UN Rights Expert Voices Concern Use of Unmanned Drones by United States
(http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID= 32764&Cr=alston&Cr1).
Universitas Al Azhar 8
Indonesia
sipil, sehingga hal ini memicu legalitas penggunaan drone sebagai sebuah
terobosan alat tempur abad ke-20. Hingga saat ini, belum ada sebuah prokol
maupun konvensi internasional yang secara khusus dan terperinci membahas
legalitas daripada penggunaan drone, namun telaah dari akibat yang ditimbulkan
menjadi indikasi bahwa dunia internasional membutuhkan sebuah peraturan
yang binding dan compulsory obeyed demi menjaga, mengantisipasi
kemungkinan dan memelihara situasi tatanan global yang damai.
BAB 3
KESIMPULAN
Universitas Al Azhar 10
Indonesia