Anda di halaman 1dari 8

MANAJEMEN OSTEOPOROSIS (BONE LOSS) :

PERAN KALSIUM, VITAMIN D DAN BISPHOSPHONATE


dr.B.P.Putra Suryana SpPD-KR, FINASIM
Divisi Reumatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
RSUD dr.Saiful Anwar – Universitas Brawijaya, Malang

PENDAHULUAN

Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai dengan kehilangan massa
tulang (bone loss) dan perubahan mikroarsitektur jaringan tulang, yang menyebabkan
tulang rapuh dan mudah patah. Diagnosis osteoporosis ditetapkan berdasarkan
pengukuran kuantitatif bone mineral density (BMD), yang merupakan determinan utama
dari kekuatan tulang (bone strength). Masalah klinis akibat osteoporosis timbul apabila
terjadi patah tulang. Hal tersebut analog dengan penyakit kronis lainnya seperti,
hipertensi yang ditegakkan berdasarkan pemeriksaan tekanan darah, dan konsekuensi
klinisnya adalah stroke (Kanis et al, 2008).
Osteoporosis adalah masalah kesehatan global yang memberikan dampak
serius pada mortalitas dan kualitas hidup, juga biaya perawatan yang mahal. Banyak
panduan penatalaksanaan osteoporosis telah diterbitkan oleh berbagai badan
kesehatan nasional dan internasional. Panduan internasional yang banyak dipakai
rujukan adalah panduan yang diterbitkan oleh World Health Organization (WHO),
International Osteoporosis Foundation (IOF), National Osteoporosis Foundation (NOF)
dan lain-lain.
Bahan makanan yang mengandung kalsium dan vitamin D serta sinar matahari
di Indonesia berlimpah, namun asupan kalsium dan vitamin D masih rendah, dimana
menurut IOF asupan kalsium masih kurang dari 400 mg perhari. Oleh karena itu edukasi
dan suplementasi kalsium dan vitamin D sangat perlu ditingkatkan untuk mencegah dan
terapi osteoporosis, terutama pada wanita paska menopause. Tulisan ini mengulas
secara singkat tentang manajemen osteoporosis terutama peran kalsium, vitamin D dan
bisphosphonate.

TATALAKSANA UMUM

Beberapa faktor risiko telah terbukti mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap
osteoporosis, sehingga pengendalian faktor risiko tersebut telah direkomendasikan
secara umum untuk terapi osteoporosis seperti tercantum pada Tabel 1 (National
Osteoporosis Guideline Group, 2000)

Mobilitas dan resiko jatuh

Imobilisasi adalah penyebab penting terjadinya bone loss, oleh karena itu imobilisasi
lama harus dihindari. Latihan fisik terutama weight-bearing exercise, merupakan
komponen terapi osteoporosis yang penting. Demikian juga pada penderita patah
tulang, program fisioterapi juga sangat penting setelah patah tulang teratasi. Latihan fisik
juga berpengaruh terhadap kecenderungan terjatuh pada penderita osteoporosis, yang
dapat menyebabkan patah tulang (Myers et al, 1996). Faktor risiko jatuh yang perlu
diperhatikan adalah penurunan ketajaman penglihatan, mengurangi konsumsi obat yang
mempengaruhi kesadaran dan keseimbangan, dan memperbaiki lingkungan rumah
tinggal (lantai yang licin, pencahayaan yang cukup, dan pegangan pada tangga).
Nutrisi

Prevalensi insufisiensi kalsium, protein dan vitamin D meningkat pada orang tua.
Suplementasi vitamin D lebih dari 700 IU perhari dapat mengurangi resiko terjatuh.
Suplementasi kalsium dan vitamin D mengurangi hiperparatiroidisme sekunder dan
mengurangi resiko patah tulang pada femur proksimal. Asupan kalsium minimal 1000
mg perhari, 800 IU vitamin D perhari dan protein 1 g/kg berat badan perhari dapat
direkomendasikan secara umum kepada pasien osteoporosis. Asupan protein yang
cukup diperlukan untuk menjaga fungsi muskuloskeletal (Tang et al,2007).

Tabel 1. Rekomendasi umum terapi osteoporosis


(dikutip dari National Osteoporosis Guideline Group,2000)

Rekomendasi :Grade A : evidence levels Ia dan Ib ; Grade B : evidence levels IIa, IIb dan III ; Grade C :
evidence level IV

SUPLEMENTASI KALSIUM

Sebagian besar kalsium tersimpan di dalam tulang (sekitar 99% dari kalsium tubuh),
tergantung pada kebutuhan. Faktor utama yang mempengaruhi efisiensi cadangan
kalsium dalam tulang bukan dari makanan, akan tetapi secara fisiologis berkaitan
dengan pertumbuhan, kehamilan, dan menyusui. Deposisi dan resorpsi pada tulang
diatur oleh berbagai hormon (seperti hormon paratiroid, kalsitonin, kalsitriol dan
estrogen). Kelebihan absorpsi kalsium tidak dapat disimpan dalam tulang dan akan
diekskresikan dalam urin, feses dan keringat. Keseimbangan kalsium pada orang
dewasa adalah nol, sehingga seluruh kalsium yang diabsorpsi diekskresikan melalui
jalur tersebut, kemungkinan setelah mengalami inkorporasi ke dalam tulang dan
pelepasan dari tulang. Hampir seluruh kalsium yang direabsorpsi oleh saluran cerna
berasal dari sekresi seperti cairan empedu, dan kalsium endogen yang diekskresikan
dalam feses adalah fraksi yang tidak direabsorpsi (Le´on Gue´guen and Alain Pointillart,
2000).
Gambar 1 menunjukkan bahwa jalur utama kalsium pada orang dewasa.
Manusia dewasa kehilangan massa tulang sekitar 0,3% setiap tahun, yang berarti
bahwa keseimbangan kalsium adalah negatif dan kehilangan kalsium sekitar 10 mg
perhari. Kehilangan massa tulang tersebut terjadi 10 kali lebih besar pada wanita post-
menopause. Tujuan utama dari regulasi hormonal kalsium pada absorpsi saluran cerna
(intestinal), resorpsi tulang dan reabsorpsi renal tubular adalah untuk menjaga
konsentrasi kalsium plasma konstan, terutama 50% kalsium dalam bentuk ion. Hormon
paratiroid dan kalsitriol adalah hormon yang paling penting dalam homeostasis kalsium
(Le´on Gue´guen and Alain Pointillart, 2000).
Gambar 1. Jalur utama kalsium pada orang dewasa
(Dikutip dari Le´on Gue´guen and Alain Pointillart, 2000)

Efek yang menguntungkan dari kalsium fosfat adalah terutama terletak pada
metabolisme intestinal seperti metabolisme asam empedu, ekskresi asam lemak dan
modulasi mikrobiota saluran cerna (Bovee-Oudenhoven and Van der Meer,1997 ;
Ditscheid et al, 2005 ; Govers and Van der Meer, 1993 ; Trautvetter et al, 2012).
Kalsium yang berasal dari tricalcium phosphate sebagian diserap pada saluran cerna
manusia, tapi sebagian besar kalsium dan fosfat mengalami presipitasi menjadi kalsium
fosfat amorfus yang tidak dapat diserap. Sedangkan kalsium fosfat dikombinasi dengan
vitamin D3 mempunyai efek modulasi yang menguntungkan bagi metabolisme tulang
pada wanita usia lanjut (Trautvetter et al, 2013 ; Chapuy et al, 1992).
Penelitian double-blind, placebo-controlled parallel design pada 60 orang subjek
sehat berusia 20-70 tahun yang mendapatkan suplementasi kalsium fosfat 1 gram
perhari dan vitamin D3 10 µ gram perhari yang digabungkan ke dalam roti (wholewheat
bread) menunjukkan bahwa setelah 4 minggu dan 8 minggu terjadi peningkatan yang
bermakna pada kadar 25-(OH) vitamin D plasma, tetapi tidak mempengaruhi
metabolisme tulang secara bermakna (Trautvetter et al, 2014).
Penelitian randomized, 2-arm, single-blind, active comparator trial pada 241
orang wanita post-menopause dengan osteoporosis sedang sampai berat yang
mendapat terapi 20 µg perhari teriparatide injeksi subkutan, juga mendapatkan terapi
1800 mg kalsium perhari dalam bentuk karbonat atau triphosphate selama 12 bulan
menunjukkan peningkatan bone mineral density (BMD) yang bermakna secara statistik
yaitu 7,2% pada tulang belakang dan 2,1% pada panggul. Kedua kelompok tidak
menunjukkan perbedaan bermakna pada petanda resorpsi tulang, kadar kalsium dan
fosfat, dan konsentrasi kalsium dalam urin (Heaney et al,2010).

SUPLEMENTASI VITAMIN D
Alfacalcidol adalah analog sintetis dari vitamin D metabolite calcitriol (1,25-
dihydroxyvitamin D3) dan dimetabolisme di hati menjadi calcitriol. Keduanya,
alfacalcidol dan calcitriol digunakan di berbagai negara untuk terapi osteoporosis.
Beberapa penelitian menunjukkan terjadinya penurunan resiko fraktur vertebra (Richy et
al,2004), namun efeknya pada BMD belum banyak diteliti. Beberapa penelitian juga
menunjukkan efeknya pada kekuatan otot dan menurunkan resiko terjatuh pada orang
tua.

TERAPI FARMAKOLOGIS

Beberapa obat telah direkomendasikan untuk terapi osteoporosis dan telah dibuktikan
pengaruhnya terhadap fraktur vertebra, non-vertebra dan tulang panggul seperti
tercantum pada Tabel 2 (National Osteoporosis Guideline Group,2000).

Selective estrogen-receptor modulator

Selective estrogen-receptor modulator (SERM) adalah obat non-steroid yang berikatan


dengan reseptor estrogen dan dapat memberikan efek estrogen agonis atau antagonis
tergantung pada jaringan target. Raloxifene adalah satu-satunya SERM yang tersedia
saat ini untuk pencegahan dan terapi osteoporosis post-menopause. Raloxifene dapat
mencegah bone loss dan menurunkan resiko fraktur vertebra sekitar 30-50% pada
wanita post-menopause dengan low bone mass dan osteoporosis. Tetapi tidak terjadi
penurunan resiko fraktur non-vertebra yang bermakna. Selain itu, raloxifene juga
menurunkan resiko kanker payudara invasif (sekitar 60%), dan obat tersebut tidak
mempengaruhi kejadian insiden penyakit jantung koroner dan stroke ( Ettinger et
al,1999).

Bisphosphonate

Bisphosphonate adalah obat yang mempunyai afinitas kuat terhadap apatite tulang.
Obat tersebut merupakan inhibitor yang poten terhadap resorpsi tulang dengan cara
menekan rekruitmen dan aktivitas osteoklas dan meningkatkan apoptosis osteoklast.
Bioavailabilitas oral bisphosphonate adalah rendah, sekitar 1 dan 3% dari dosis
yang diminum, dipengaruhi oleh makanan, kalsium, besi, kopi, teh dan jus jeruk. Obat
tersebut cepat hilang dari plasma, sekitar 50% akan mengalami deposisi dalam tulang,
dan sisanya diekskresikan lewat urin. Waktu paruhnya dalam tulang berlangsung sangat
lama.
Alendronate 70 mg tiap minggu dan risedronate 35 mg tiap minggu adalah
bisphosphonate yang paling sering dipakai. Alendronate terbukti menurunkan insiden
fraktur vertebra, pergelangan tangan dan tulang panggul sampai sekitar 50% pada
wanita yang telah mengalami fraktur vertebra sebelumnya (Black et al,1996).
Risedronate juga telah terbukti menurunkan insiden fraktur vertebra 40-50% dan fraktur
non-vertebra 30-36% pada wanita dengan fraktur vertebra (Harris et al,1999).
Ibandronate 2,5 mg perhari menurunkan resiko fraktur vertebra 50-60%, sedangkan
efeknya pada fraktur non-vertebra hanya nampak pada wanita dengan hasil BMD T-
score kurang dari -3 SD (Chesnut et al,2004). Ibandronate oral 150 mg perbulan
menunjukkan hasil yang ekuivalen dan lebih baik dibandingkan dengan dosis harian
dalam hal peningkatan BMD dan penurunan petanda resorpsi tulang ( Reginster et
al,2006). Ibandronate intravena 3 mg tiap 3 bulan juga telah disetujui untuk terapi
osteoporosis (Delmas et al, 2006). Zoledronate infus 5 mg tiap tahun selama 3 tahun
telah diberikan pada lebih dari 7500 wanita post-menopause dengan osteoporosis
menunjukkan penurunan insiden fraktur vertebra 70% dan fraktur tulang panggul 40%
(Black et al,2007).
Secara keseluruhan bisphosponate adalah obat yang aman. Pemberian oral
berkaitan dengan gangguan gastrointestinal ringan, jarang menyebabkan esofagitis.
Pemberian intravena dapat menimbulkan reaksi fase akut yang bersifat sementara
seperti demam, nyeri tulang dan otot. Osteonekrosis rahang dilaporkan pada pasien
kanker yang mendapat bisphosphonate dosis tinggi. Akan tetapi hubungan kausal-nya
dengan terapi bisphosphonate tidak dapat dibuktikan.

Hormon paratiroid

Pemberian hormon paratiroid (PTH) secara intermitten dapat menyebabkan peningkatan


jumlah dan aktivitas osteoblast, sehingga terjadi peningkatan massa tulang dan
perbaikan mikroarsitektur tulang, baik tulang cancellous maupun tulang kortikal.
Teriparatide terbukti menurunkan resiko fraktur vertebra dan non-vertebra. Dosis yang
direkomendaskan adalah 20 µg injeksi subkutan tiap hari. Pemberian selama 18-24
bulan mempunyai efek terhadap fraktur non-vertebra sampai 30 bulan sejak injeksi
dihentikan (Prince et al,2005). Efek yang sering dilaporkan adalah mual, nyeri pada
tungkai, sakit kepala dan pusing. Golongan PTH tidak boleh diberikan (kontra-indikasi)
pada pasien dengan peningkatan turnover tulang yang abnormal seperti hiperkalsemia,
penyakit tulang metabolik selain osteoporosis primer seperti hiperparatiroidism dan
penyakit Paget, peningkatan alkali fosfatase yang tidak diketahui penyebabnya atau
pasien yang mendapatkan terapi radiasi.

Tabel 2. Rekomendasi terapi farmakologis untuk osteoporosis menurut efek anti-fraktur


(dikutip dari National Osteoporosis Guideline Group,2000)

Rekomendasi :Grade A : evidence levels Ia dan Ib ; Grade B : evidence levels IIa, IIb dan III ; Grade C :
evidence level IV

Strontium ranelate

Strontium ranelate adalah obat yang baru terdaftar sebagai pilihan terapi osteoporosis
post-menopause untuk menurunkan resiko fraktur vertebra dan fraktur panggul. Ada
bukti yang menunjukkan bahwa strontium ranelate dapat menghambat resorpsi tulang
dan merangsang formasi tulang. Penelitian sampai dengan 5 tahun menunjukkan efek
anti-fraktur dari strontium ranelate pada vertebra dan non-vertebra pada pasien yang
bervariasi dari osteopenia sampai wanita berusia lebih dari 80 tahun, termasuk pasien
osteoporosis dengan atau tanpa fraktur vertebra. Penurunan insiden fraktur oleh
strontium ranelate adalah mirip dengan bisphosphonate oral (Meunier et al,2004). Dosis
harian yang dianjurkan adalah 2 gram peroral. Absorpsinya dihambat oleh makanan dan
susu, sebaiknya diberikan sebelum tidur, atau 2 jam setelah makan. Efek sampingnya
ringan dan berlangsung sementara, yang paling sering adalah mual dan diare.
Strontium ranelate harus diberikan dengan hati-hati pada pasien dengan riwayat
tromboemboli vena.

Calcitonin

Calcitonin adalah hormon polipeptida endogen yang mampu menghambat resorpsi


tulang oleh osteoklast. Salmon calcitonin 40-50 kali lebih poten dibandingkan human
calcitonin, diberikan dengan cara injeksi atau per nasal. Calcitonin terbukti mampu
meningkatkan BMD pada lumbar spine dan lengan bawah. Calcitonin menurunkan
resiko fraktur vertebra, namun besar penurunan yang terjadi belum diketahui secara
pasti (Chesnut et al,2000). Demikian juga efeknya pada fraktur non-vertebra belum
dapat dipastikan. Calcitonin mempunyai efek analgesia pada wanita dengan fraktur
vertebra akut, yang tampaknya independen dengan efeknya pada osteoklast.

Terapi sulih hormon ( hormone replacement therapy = HRT )

Estrogen menurunkan akselerasi turnover tulang yang diinduksi oleh menopause, dan
mencegah bone loss pada semua bagian tulang, tidak dipengaruhi umur dan durasi
terapi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa estrogen menurunkan resiko fraktur
vertebra dan non-vertebra (termasuk fraktur panggul) sampai 30%. Bila terapi
dihentikan, kecepatan bone loss sama dengan kecepatan saat menopause, tapi proteksi
terhadap fraktur bertahan sampai beberapa tahun (Torgerson et al,2001). Penelitian
oleh Women’s Health Initiative (WHI) menunjukkan resiko jangka panjang pemberian
HRT melebihi manfaatnya pada tulang. Penelitian pada kohort wanita post-menopasue
dengan jumlah yang besar menunjukkan pemberian kombinasi estrogen dan
medroksiprogesteron asetat menyebabkan peningkatan 30% resiko penyakit jantung
koroner dan kanker payudara, dan peningkatan 40% resiko stroke (Roussow et al,2002).
Di sebagian besar negara, saat ini HRT hanya direkomendasikan untuk gejala
klimakterik, dengan dosis sekecil mungkin dan waktu yang singkat. HRT tidak
direkomendasikan lagi sebagai pilihan terapi lini pertama untuk pencegahan dan terapi
osteoporosis.

MONITORI TERAPI

Tujuan terapi farmakologis pada pasien dengan osteoporosis adalah meningkatkan


kekuatan tulang (bone strength) untuk menurunkan resiko fraktur. Pemeriksaan BMD
merupakan cara yang paling utama yang digunakan untuk memonitor respon terapi.
BMD adalah determinan utama untuk bone strength, dan BMD yang rendah adalah
prediktor penting untuk terjadinya fraktur. Peningkatan BMD akibat pemberian obat-obat
antiresorptif mempunyai kontribusi antara 4-16% terhadap terjadinya penurunan resiko
fraktur, dengan golongan bisphosphonate yang memberi kontribusi paling besar.
Selain BMD, petanda turnover tulang juga dapat dipakai untuk monitor respon
terapi. Terapi antiresorptif seperti calcitonin, estrogen, SERM dan bisphosphonate
menginduksi penurunan petanda metabolisme tulang kembali keadaan premenopause
dalam waktu 3-6 bulan untuk petanda resorpsi tulang dan 6-9 bulan untuk petanda
formasi tulang.

RINGKASAN

Osteoporosis adalah masalah kesehatan global yang meningkatkan resiko fraktur dan
memerlukan biaya perawatan yang mahal. Selain itu, fraktur juga menurunkan kualitas
hidup dan meningkatkan mortalitas penderitanya. Oleh karena itu diperlukan panduan
penatalaksanaan osteoporosis untuk mendapatkan hasil yang optimal dengan biaya
yang rasional. Latihan fisik yang teratur, asupan kalsium, vitamin D dan nutrisi yang baik
merupakan rekomendasi umum dalam terapi osteoporosis. Obat-obat anti-osteoporosis
telah dipakai dalam terapi osteoporosis adalah bisphosphonate, selective estrogen-
receptor modulators (SERM), strontium ranelate, calcitonin, dan hormon paratiroid.
Teapi sulih hormon tidak dianjurkan lagi sebagai obat lini pertama untuk terapi
osteoporosis, hanya diindikasikan terbatas pada wanita dengan gejala-gejala
klimakterik. Pemeriksaan BMD dipakai sebagai indikator utama dalam monitor respon
terapi osteoporosis.

DAFTAR PUSTAKA

Black DM, Cummings SR, Karpf DB et al. Randomised trial of effect of alendronate on risk of
fracture in women with existing vertebral fractures. Fracture Intervention Trial Research
Group. Lancet 1996;348:1535-1541.
Black DM, Delmas PD, Eastell R et al. Once-yearly zoledronic acid for treatment of
postmenopausal osteoporosis. N Engl J Med 2007;356:1809-1822.
Bovee-Oudenhoven I, Van der Meer R: Protective effects of dietary lactulose and calcium
phosphate against Salmonella infection. Scand J Gastroenterol Suppl 1997, 222:112–
114.119S–136S.
Chapuy MC, Arlot ME, Duboeuf F, Brun J, Crouzet B, Arnaud S, Delmas PD, Meunier PJ:
Vitamin D3 and calcium to prevent hip fractures in the elderly women. N Engl J Med
1992, 327:1637–1642.
Chesnut CII III, Silverman S, Andriano K et al. A randomized trial of nasal spray salmon
calcitonin in postmenopausal women with established osteoporosis: the prevent
recurrence of osteoporosis fracture study. PROOF Study Group. Am J Med
2000;109:267-276.
Chesnut IC, Skag A, Christiansen C et al. Effects of oral ibandronate administered daily or
intermittently on fracture risk in postmenopausal osteoporosis. J Bone Miner Res
2004;19:1241-1249.
Delmas PD, Adami S, Strugala C et al. Intravenous ibandronate injections in postmeopausal
women with osteoporosis: one-year results from the Dosing Intravenous Administration
Study. Arthritis Rheum 2006;54:1838-1846.
Ditscheid B, Keller S, Jahreis G: Cholesterol metabolism is affected by calcium phosphate
supplementation in humans. J Nutr 2005, 135:1678–1682.
Ettinger B, Black DM, Mitlak BH et al. Reduction of vertebral fracture risk in postmenopausal
women with osteoporosis treated with raloxifene: results from a 3-year randomized
clinical trial. Multiple Outcomes and Raloxifene Evaluation (MORE) Investigators.
JAMA 1999;282:637-645.
Govers MJ, Van der Meer R: Effects of dietary calcium and phosphate on the intestinal
interactions between calcium, phosphate, fatty acids, and bile acids. Gut 1993,
34:365–370.
Harris ST, Watts NB, Genant HK et al. Effects of risedronate treatment on vertebral and
nonvertebral fractures in women with postmenopausal osteoporosis: a randomized
controlled trail. Vertebral Efficacy with Risedronate Therapy (VERT) Study Group.
JAMA 1999;282:1344-1352.
Heaney RP, Recker RR, Watson P, Lappe JM. Phosphate and carbonate salts of calcium
support robust bone building in osteoporosis. Am J Clin Nutr 2010;92:101–5.
Kanis JA, Burlet N, Cooper C et al. European guidance for the diagnosis and management of
osteoporosis in postmenopausal women. International Osteoporosis Foundation and
National Osteoporosis Foundation 2008.
Le´on Gue´guen and Alain Pointillart. The Bioavailability of Dietary Calcium. Journal of the
American College of Nutrition 2000;19( No. 2):
Meunier PJ, Roux C, Seeman E et al. The effects of strontium ranelate on the risk of vertebral
fracture in women with postmenopausal osteoporosis. N Engl J Med 2004;350:459-
468.
Myers AH, Young Y, Langlois JA. Prevention of falls in the elderly. Bone 1996;18:87S-101S.
National Osteoporosis Foundation. Clinician’s guide to prevention and treatment of
osteoporosis, 2008.
National Osteoporosis Guideline Group. Osteoporosis. Clinical guideline for prevention and
treatment. Executive Summary 2000.
Prince R, Sipos A, Hossain A et al. Sustained nonvertebral fragility fractures risk reduction
after discontinuation of teriparatide treatment. J Bone Miner Res 2005;20:1507-1513.
Reginster JY, Adami S, Lakatos P et al. Efficacy and tolerability of once monthly oral
ibandronate in postmenopausal osteoporosis: 2 year results from the MOBILE study.
Ann Rheum Dis 2006;65:654-661.
Richy F, Ethgen O, Bruyere O et al. Efficacy of alfacalcidol and calcitriol in primary and
corticosteroid-induced osteoporosis: a meta-analysis of their effects on bone mineral
density and fracture rate. Osteoporosis Int 2004;15:301-310.
Roussow JE, Anderson GL, Prentice RL et al. Risk and benefits of estrogen plus progestin in
healthy postmenopausal women : principal results from the Women’s Health Initiative
randomized controlled trail. JAMA 2002;288:321-333.
Tang B, Eslick GD, Nowson C, et al. Use of calcium or calcium in combination with vitamin D
supplementation to prevent fractures and bone loss in older people: a meta-analysis.
Lancet 2007;370:657-666.
Torgerson DJ, Bell-Syer SE. Hormone replacement therapy and prevention of non-vertebral
fractures: a meta-analysis of randomized trials. JAMA 2001;285:2891-2897.
Trautvetter U, Ditscheid B, Kiehntopf M, Jahreis G: A combination of calcium phosphate and
probiotics beneficially influences intestinal lactobacilli and cholesterol metabolism in
humans. Clin Nutr 2012, 31:230–237.
Trautvetter U, Kiehntopf M, Jahreis G: Postprandial effects of calcium phosphate
supplementation on plasma concentration-double-blind, placebo-controlled cross-over
human study. Nutr J 2013, 12:30.
Trautvetter U, Neef N, Leiterer M, Kiehntopf M, Kratzsch J, Jahreis G. Effect of calcium
phosphate and vitamin D3 supplementation on bone remodelling and metabolism of
calcium, phosphorus, magnesium and iron. Nutr J 2014 : 13:6.

Anda mungkin juga menyukai