Anda di halaman 1dari 15

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Teknik Pemeliharaan Larva

5.1.1. Persiapan bak

Bak yang digunakan pada Apri Hatchery berbentuk persegi panjang dengan

sudut bak berbentuk seperempat lingkaran yang bertujuan agar tidak tercipta arus

mati di dalam bak. Sudut bak yang berbentuk siku-siku perlu dihindari karena bisa

menghambat gerak larva. Bak pemeliharaan harus tertutup atau berada di dalam

ruangan, ventilasi udara baik,dan suhunya hangat. Atap bangunan terbuat dari

fiberglass bening bergelombang dan asbes. Di atas bak diberi plastik penutup

supaya tercipta ruangan yang redup dan tidak langsung terkena sinar matahari,

tetapi cukup hangat untuk pertumbuhan larva. Hal ini sesuai dengan pendapat

Setianto (2011), yaitu penempatan bak pemeliharaan larva harus tertutup (indoor),

ventilasi udaranya cukup baik, dan suhunya hangat. Diatas bak diberi tutup

(shading) dari terpal berwarna gelap, kain hitam atau penutup berwarna gelap

lainnya untuk menciptakan ruangan yang redup tetapi cukup hangat untuk

pertumbuhan ikan.

Persiapan bak dilakukan dengan cara batu aerasi diambil terlebih dahulu

untuk dicuci menggunakan air tawar. Setelah batu aerasi dicuci bersih

menggunakan air tawar batu aerasi direndam menggunakan air yang dicampur

klorin selama satu hari, setelah itu batu aerasi dicuci menggunakan deterjen dan

dibilas dengan air tawar lagi lalu dijemur. Setelah persiapan aerasi selesai,

dilanjutkan dengan persiapan bak. Bak dikeringkan terlebih dahulu selama ± 3 hari,

setelah bak kering, dilakukan pencucian bak menggunakan klorin. Klorin sebanyak

1,5 liter dicampur dengan air lalu disiram merata ke dinding bak, dasar bak, dan juga
34

di selang aerasi. Kemudian didiamkan selama 2 hari, setelah itu dicuci dengan

deterjen dan dibilas menggunakan air tawar. Hal ini berbeda dengan pendapat

Prayogo dan Isfanji (2014), yaitu sebelum diisi larva, bak dicuci dengan sabun dan

kaporit sebanyak 100-150 ppm kemudian didiamkan selama 1-2 hari. Setelah itu,

bak dibilas dengan air tawar dan dikeringkan. Untuk mengetahui lebih jelasnya

proses pembersihan bak dapat dilihat pada gambar 11.

Gambar 11: Proses Pembersihan Bak Pemeliharaan Larva


Sumber: Data Primer (2019)

5.1.2. Persiapan air media pemeliharaan

Air yang digunakan untuk pemeliharaan larva adalah air yang sudah terlebih

dahulu ditampung di bak penampungan air laut. Sebelum air masuk ke bak

penampungan air laut, air difilter terlebih dahulu. Air ditreatment di bak

penampungan air laut menggunakan klorin. Pada awal pengisian bak, air diisi

dengan setinggi 100 cm, air yang masuk ke bak pemeliharaan larva difilter terlebih

dahulu dengan filterbag agar tidak ada organisme renik yang ikut masuk. Setelah itu

dilakukan penambahan air menggunakan air fitoplankton sebanyak 40 cm, sehingga

tinggi air mencapai 140 cm. Pada fase ini fitoplankton bukan sebagai pakan,

melainkan untuk meningkatkan kualitas air dan untuk mengatur masuknya intensitas

cahaya matahari yang masuk ke kolam pemeliharaan. Fitoplankton juga sebagai


35

cadangan makanan saat egg yolk sudah habis. Hal ini sesuai dengan pendapat

Prayogo dan Isfanji (2014), air laut yang digunakan untuk memelihara larva disaring

melalui filter pasir. Salinitas air media pemeliharaan larva idealnya sebesar 28-35

ppt dan suhu airnya 29-30 oC. Volume awal pengisian bak berkisar 5-7 m 3 atau

minimal separuh dari volume total bak pemeliharaan. Air yang masuk kedalam bak

disaring dengan filterbag untuk menghindari masuknya organisme renik laut. Untuk

mengetahui lebih jelasnya proses pengisian air bak pemeliharaan larva dapat dilihat

pada gambar 12.

Gambar 12: Proses Pengisian Air Bak Pemeliharaan Larva


Sumber: Data Primer (2019)

5.1.3. Penebaran dan Penetasan Telur

Telur didapat dari hasil hibridisasi dari apri hatchery Pada setiap bak

pemeliahraan larva dilakukan penebaran telur sebanyak 150.000 butir telur. Telur

yang datang langsung dilakukan aklimatisasi selama ± 15 menit. Setelah dilakukan

aklimatisasi telur, dilakukan penebaran secara perlahan dan hati-hati agar

meminimalisir kontak fisik antara telur dengan kantong plastik.

Telur yang sudah ditebar akan menetas ±18-20 jam setelah penebaran,

dalam aerasi yang sedang, agar larva yang baru menetas tidak teraduk oleh arus

yang ditimbulkan oleh aerasi sehingga larva yang baru menetas terhindar dari stres.
36

5.2. Pengelolaan Pakan

Pengelolaan pakan bertujuan untuk menentukan keberhasilan dalam

memelihara larva kerapu cantang karena mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan kerapu cantang yang dipelihara.

5.2.1. Jenis pakan hidup

a. Nannochloropsis sp

Kultur Nannochloropsis sp dilakukan pada bak kultur berukuran 4m x 4m x

1,5m. Sebelum digunakan bak kultur dibersihkan dari kotoran dan lumut yang

menempel pada dinding dan dasar bak terlebih dahulu. Setelah itu, dilakukan

pemasukan bibit Nannochloropsis sp sebanyak 25% dari volume bak dengan

kepadatan awal 1x106 ind/ml. Kemudian ditambahkan pupuk Urea, ZA dan TSP

dengan dosis Urea sebanyak 40 ppm, ZA sebanyak 27 ppm dan TSP sebanyak 13

ppm. Bak berada di luar ruangan (outdoor), tujuannya agar bak langsung terkena

paparan sinar matahari, sehingga membantu mempercepat kultur dari

Nannochloropsis sp. Bak kultur diaerasi agar pupuk tidak mengendap dan juga

menambah suplai oksigen terlarut dalam media kultur. Hari kedua setelah

penebaran bibit dilakukan penambahan air laut setinggi 50 cm. Pada hari kelima dan

hari keenam setelah penebaran bibit tetap dilakukan penambahan air laut sebagai

media kultur, selain itu dapat pula dipanen dan dijadikan sebagai pakan rotifer serta

untuk pakan larva. Pemanenan dilakukan secara parsial setiap harinya, dan

pemanenan total dilakukan pada satu bulan setelah penebaran bibit pertama kali.

b. Rotifera
37

Kultur Rotifera dilakukan pada bak kultur rotifera berukuran 3m x 3m x 1,5m.

Kultur rotifera diawali dengan pengisian bak kultur dengan Nannochloropsis sp

sebanyak 25% dari volume bak kultur. Setelah itu bibit rotifera dimasukkan kedalam

bak kultur rotifera sebanyak 1 liter dengan kepadatan 40 ind/ml. Penambahan

Nannochloropsis sp setiap hari yang disalurkan melalui instalasi pipa penyaluran

plankton. Pemanenan dan pemberian rotifera pada larva dapat dilakukan 3 atau 4

hari setelah bibit ditebar, dimana pemanenan tersebut dilakukan secara parsial

setiap harinya. Pemanenan dilakukan setiap hari secara parsial dengan selang spiral

yang disaring menggunakan saringan rotifera. Kepadatan rotifera saat panen

sebanyak 100 ind/ml.

c. Artemia

Bak yang digunakan untuk kultur artemia adalah bak fiber berbentuk bulat

dengan volume 250 liter. Penetasan artemia diawali dengan pemasukan kista

artemia kedalam bak kultur sebanyak 3 gram, kemudian ditambahkan air laut

sampai memenuhi bak kultur dan diaerasi selama 18 sampai 24 jam. Pada saat

stadia larva berumur 25 – 45 hari dilakukan peningkatan penetasan artemia dari

dosis 3 gram menjadi 5 gram, hal ini dilakukan karena kebutuhan larva terhadap

pakan yang semakin meningkat serta daya konsumsi rotifera yang semakin

menurun. Satu jam sebelum pemanenan permukaan bak kultur ditutup, agar artemia

yang telah menetas dapat turun menuju pipa pengeluaran. Pada ujung pipa

pengeluaran diberi saringan rotifer untuk menampung artemia, kemudian kran

dibuka untuk mengeluarkan larva artemia dan ditampung dalam ember berwarna

putih berukuran 15 liter.

d. Pemberian pakan
38

Larva D1 tidak diberikan pakan karena larva masih memiliki yolk egg.

Pemberian pakan pada larva kerapu cantang diberikan pada umur D2. Setelah umur

D2 kuning telur atau yolk egg mulai terserap habis. Hal ini sesuai dengan pendapat

Subyakto dan Cahyaningsih (2009). Secara alami larva kerapu cantang yang baru

menetas dibekali dengan cadangan makanan berupa yolk egg. Pakan hidup yang

diberikan pada kerapu cantang antara lain rotifera, artemia dan udang rebon.

Nannochloropsis sp dan rotifer mulai diberikan saat larva berumur D2-D38.

Nannochloropsis sp diberikan sebagai pakan rotifer.

Nannochloropsis sp yang digunakan sebagai pakan larva diberikan

sebanyak 1800 L atau 1.800.000 ml dan diberikan 1x sehari pada pagi hari. Per ml

air terdapat 500.000 sel. Kemudian Nannochloropsis sp ditebar pada bak

pemeliharaan dengan kapasitas air 9 m3 atau 9.000 L. Diperoleh hasil perhitungan =

1.800.000 x 500.000 / 9.000.000 = 100.000 sel/ml. Pemberian Nannochloropsis sp

bertujuan untuk menjaga warna air, mengatur intensitas cahaya yang masuk

kedalam bak dan sebagai pakan rotifera yang ada dalam bak pemeliharaan.

Intensitas cahaya perlu diatur karena cahaya merupakan salah satu faktor

keberhasilan yang sangat penting pada pemeliharaan larva kerapu cantang, sebab

cahaya sangat berperan dalam aktivitas pemangsaan pakan yang diberikan. Jika

intensitas cahaya sangat lemah atau lamanya penyinaran cahaya sangat pendek

maka dapat menyebabkan pemangsaan pakan kurang optimal.

Nannochloropsis sp yang diberikan sebagai pakan larva berkisar antara

100.000-150.000 sel/ml. Pemberian awal D2-D7 rotifera (Brachionus plicatilis)

diberikan dengan kepadatan 10-15 ind/ml. Selain organ yang belum terbentuk

sempurna, pemberian rotifera pada 5 hari setelah pemberian pertama diduga rotifera

akan berkembang menjadi semakin besar baik dari segi ukuran maupun jumlahnya.
39

Apabila kepadatan rotifera kurang maka perlu dilakukan penambahan rotifera, dan

apabila lebih maka pemberian rotifera tidak dilakukan untuk mencegah kenaikan

kadar amonia pada air media pemeliharaan larva.

Sebelum rotifera diberikan kembali dilakukan pengamatan kepadatan rotifera

menggunakan mikroskop atau dapat pula menggunakan lup. Pada larva umur D8-

D38 kepadatan rotifera dalam bak dinaikkan menjadi 15-20 ind/ml. Pemberian

artemia dilakukan dari D18-D45. Pada saat larva berumur D18-D27 pemberian

artemia dengan kepadatan 3 ind/ml. Pemberian artemia dilakukan 2 (dua) kali sehari

yaitu pagi dan sore hari pada pukul 08.00 WITA dan pukul 16.00 WITA. Saat larva

berumur D28-D45 pemberian pakan artemia diberikan sebanyak 3 kali sehari yaitu

pada pagi, siang dan sore hari pada pukul 08.00 WITA, pukul 13.00 WITA dan pukul

16.00 WITA dengan kepadatan 5 ind/ml.

Hal ini dilakukan untuk mencukupi kebutuhan nutrisi pada larva. Artemia

diberikan karena memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap sehingga

pertumbuhan larva akan lebih optimal. Udang rebon mulai diberikan pada umur D36-

D45. Udang rebon berfungsi sebagai pakan selingan untuk mempercepat

pertumbuhan larva.Jumlah pemberian pakan rebon diberikan berdasarkan

kepadatan dan tingkat makan larva.

Udang rebon yang masih hidup sebelum diberikan pada larva disimpan

dalam bak sterofoam berbentuk persegi panjang yang didalamnya diberi air laut dan

diberikan aerasi. Pada umur D15-45 larva juga diberikan pakan buatan berupa

pakan bubuk atau powder merek Otohime dosis pemberian secara adlibitum dan

frekwensi pemberian 5 kali sehari. Pemberian pakan bubuk pada umur ini bertujuan

sebagai latihan untuk mengkonsumsi pakan bubuk sesering mungkin, sehingga


40

pada saat penggelondongan, ikan tidak kaget yang kemudian dapat menyebabkan

kematian dengan perubahan pakan yang terjadi.

Pemberian pakan bubuk ini diberikan secara adlibitum. Pakan bubuk

diberikan sampai panen dengan perubahan ukuran menyesuaikan dengan bukaan

mulut pada ikan. Pakan bubuk yang digunakan diantaranya, Otohime A, Otohime A1

dengan ukuran 50-100 µ, Otohime A2 dengan ukuran 100-250 µ, Otohime B1

dengan ukuran 250-360 µ Otohime B2 dengan ukuran 360-650 µ, Otohime C1

dengan ukuran 580-910 µ, Otohime S1 dengan ukuran 1,00mm, Otohime S2

dengan ukuran 1,4mm dan Otohime EP1 dengan ukuran 1,5mm. Biasanya

pergantian ukuran pakan akan terjadi 3-5 hari. Adapun pemberian pakan larva

kerapu cantang dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Pemberian Pakan Larva Kerapu Cantang

Umur Ikan
Jenis Pakan Dosis Keterangan
(Hari)

1 2 3 4

D0 Yolk egg - -

D2 Nannochloropsis sp 100 – 150 ribu sel/ml 1 kali sehari

D2 – D7 Rotifer 10 – 15 individu/ml Dipertahankan

Nannochloropsis sp 500 ribu sel/ml 1 kali sehari

1 2 3 4

Rotifer 15 – 20 ind/ml Dipertahankan

D8 – D38 Nannochloropsis sp 500 ribu – 1 juta 1 kali sehari


sel/ml

D15 – D45 Pakan buatan Adlibitum 5 kali sehari

D18 – D45 Artemia 3 – 5 ind/ml D18-D27 2 kali


sehari dan D28-D45
41

3 kali sehari

D36-D45 Udang rebon Adlibitum 2 kali sehari

Sumber : Data Primer (2019)

5.2.2. Pengelolaan Kualitas Air

Setelah pengelolaan pakan, faktor lainnya yang tidak kalah penting adalah

pengelolaan kualitas air sebagai media hidup larva agar tumbuh dan berkembang

dengan baik. Pengelolaan kualitas air bertujuan untuk menjaga kualitas air tetap

optimal dan stabil karena kualitas air merupakan salah satu kunci keberhasilan

dalam pemeliharaan larva kerapu cantang. Pengelolaan kualitas air dilakukan

dengan cara pergantian air dan dilakukan penyiponan.

Pergantian air dilakukan pada saat larva sudah berumur D13, dan dilakukan

setiap pagi hari dengan cara saluran outlet dibuka hingga menyisakan air dengan

ketinggian 90 cm. Hal ini sesuai dengan pernyataan Beksi (2013), bahwa pergantian

air dilakukan dengan cara pipa pengeluaran dicabut, sehingga air akan terbuang.

Setelah air tersisa 90 cm, air diisi menggunakan air fitoplankton sebanyak 5 cm, dan

sisanya ditambah air laut yang ada di bak penampungan air laut.

Penyiponan dilakukan pada saat D15 keatas. Penyiponan dilakukan pada

pagi hari pada saat pergantian air sebelum penambahan air fitoplankton dan air laut.

Penyiponan dilakukan 2 hari sekali. Penyiponan bertujuan untuk membersihkan

kotoran larva dan pakan yang tidak termakan yang berada didasar bak. Penyiponan

dilakukan dengan cara menggerakkan alat sipon perlahan-lahan dan berhati-hati di

dasar bak agar kotoran dari larva tidak terangkat atau teraduk. Alat sipon

menggunakan pipa paralon ukuran 0,5 dim yang ujungnya disambung dengan
42

selang spiral dan dipasang alat khusus sipon dari belahan pipa T berukuran 0,5 dim

serta pada bagian yang dipotong terdapat karpet halus untuk menggosok kotoran

yang menempel di dasar bak. Sebelum dilakukan penyiponan aerasi bagian kolam

yang akan disipon dimatikan terlebih dahulu agar tidak mengaduk kotoran yang

terangkaat. Alat sipon yang digunakan di Apri Hatchery dapat dilihat pada gambar

14.

Gambar 14 : Alat sipon


Sumber : Data Primer(2019)

Untuk mengukur suhu menggunakan termometer dan hasil yang didapat

adalah 320C. Pengukuran parameter kualitas air hanya menggunakan termometer,

hal ini disebabkan karena minimnya peralatan pengukuran parameter kualitas air.

Berikut adalah gambar termometer yang digunakan untuk mengukur suhu media

pemeliharaan larva.
43

Gambar 15 :Termometer
Sumber : Data Primer (2019)

5.2.3. Pengendalian Penyakit

Pada pelaksanaan PKL IV kemarin tidak ditemukan penyakit yang

menyerang larva. Tetapi dari hasil data sekunder ditemukan penyakit-penyakit yang

pernah menyerang. Penyakit-penyakit tersebut adalah penyakit hitam, bibir merah,

dan mabuk. Ciri-ciri apabila larva terserang penyakit adalah nafsu makan menurun,

warna tubuh berubah menjadi hitam, berdiam di dasar bak, larva tampak lemas dan

berenang tidak beraturan. Hal ini sesuai dengan pendapat Soemarjati et al. (2015),

bahwa ciri-ciri larva yang terserang penyakit adalah warna tubuh yang berubah

menjadi pucat, nafsu makan menurun, pertumbuhan lambat, berenang tidak aturan,

dan luka di sekitar tubuh ikan.

Penyakit yang menyerang larva tidak ada penanganan untuk pengobatan.

Apabila larva terserang penyakit maka satu-satunya penanganan adalah

pembuangan larva seluruhnya kemudian dilanjutkan dengan pengeringan bak yang

bertujuan untuk menghilangkan bakteri yang ada didalam bak pemeliharaan larva.

5.3 Grading Benih


44

Grading bertujuan menyeragamkan ukuran benih yang ditempatkan dalam

suatu wadah dengan tujuan mengurangi sifat kanibal. Grading sudah dapat

dilakukan pada ikan kerapu cantang pada umur D35. Hal ini sama dengan pendapat

Prayogo dan Isfanji (2014), bahwa benih kerapu sudah dapat digrading pada umur

D35 sampai dengan umur D40. Setelah itu dilakukan dengan jangka waktu satu

minggu sekali.Hal tersebut dilakukan karena sifat kanibal yang tinggi. Dan dapat

menyebabkan berkurangnya presentase SR (Survival Rate) yaitu tingkat kehidupan

ikan.

Metode grading dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu grading didalam bak

pemeliharaan dan grading di luar bak pemeliharaan. Pengambilan ikan didalam bak

dilakukan dengan cara menyurutkan air sehingga tinggi air + 30 cm dari dasar bak.

Kemudian ikan di grading menggunakan koli berukuran 40 cm x 60 cm dengan

kepadatan 500 - 800 ekor/koli. Ikan di giring menggunakan koli hingga ikan

menyudut setelah itu ikan diambil dan ditampung pada baskom yang berisi air,

kemudian ikan dipilih sesuai dengan ukuran dengan menggunakan mangkok kecil.

Untuk mengetahui lebih jelasnya proses grading dapat dilihat pada gambar 16.

Gambar 16: Proses Grading


Sumber: Data Primer (2019)
Pengukuran panjang ikan dengan menggunakan pipa yang dibelah menjadi

dua lalu diberi penggaris didalamnya. Ukuran grading awal dibedakan menjadi tiga
45

jenis yaitu kecil (< 1 cm), tanggung (1,5 - 2 cm), besar (> 2 cm) dan ukuran grading

selanjutnya dapat disesuaikan dengan panjang benih kerapu cantang. Pada proses

grading kedua dan grading selanjutnya juga dilakukan seleksi benih dari benih yang

cacat. Proses seleksi benih cacat yaitu dengan memilah satu persatu dilihat dari

benih yang bengkok dan benih yang kerdil,overculum bolong.

Untuk mengetahui lebih jelasnya proses seleksi benih dapat dilihat pada
gambar 17.

Gambar 17: Proses Seleksi


Sumber: Data Primer (2019)

5.3. Panen dan Pasca Panen

5.3.1. Panen

Panen dilakukan pada saat ikan kerapu berumur D35 sampai dengan D40,

dengan ukuran 2,5 cm sampai dengan ukuran 4 cm. Panen dilakukan pada pagi hari

dan selesai pada sore hari. Larva yang akan dipanen dipuasakan terlebih dahulu

agar bisa mengurangi proses metabolisme selama pengangkutan. Hal ini sesuai

dengan pendapat Cahyaningsih dan Subyakto (2005), bahwa sebelum dilakukan


46

pemanenan dipuasakan terlebih dahulu untuk mengurangi kotoran (feces) dan

mencegah muntah didalam plastik selama pengangkutan. Berikut tahapan panen

yang dilakukan di Apri Hatchery :

1) Menyiapkan peralatan panen seperti tudung saji (keranjang panen), ember,

gayung, baskom, mangkok kecil.

2) Air dalam bak dikurangi hingga setinggi 30 cm dengan membuka pipa outlet

yang dilapisi happa.

3) Setelah itu, benih diambil dengan mangkok kecil dan di grading

4) Lalu dimasukkan ke dalam tudung saji yang di apungkan dalam bak sesuai

dengan ukurannya dan di aerasi.

Setelah pemanenan biasanya dilakukan perhitungan SR (Survival Rate)

dengan menggunakan rumus :

Σ ikanhasilpanen
SR= Χ 100 %
Σlarvaawal

Di Apri Hatchery padat penebaran telur dalam satu kali tebar sebanyak

150.000 butir. Telur yang menetas sebanyak 112.500 butir; sehingg HR yang

diperoleh pada saat penetasan yaitu 75%.

maka perhitungan SR dapat dilihat pada perhitungan dibawah ini.

Σ ikan hasil panen = 22.500

Σ larva awal = 112.500

SR = Σ ikan hasil panen : Σ larva awal x (100%)

= 22.500 : 112.500 x (100%)

= 0,2 x 100%

= 20%
47

5.3.2. Pasca Panen

Peralatan yang digunakan dalam proses packing adalah tabung oksigen,

plastik packing berukuran 125 cm x 54 cm, karet, box styrofoam ukuran 75 x 40 x 30

cm, ember untuk menampung air packing dan lakban. Tahapan dalam pengepakan

adalah penurunan suhu air dalam wadah penampungan yaitu ember, air yang akan

digunakan sebagai media di beri es batu agar suhunya turun, setelah itu air

dimasukan kedalam plastik packing lalu benih yang telah digrading dimasukan ke

dalam plastik packing dengan kepadatan 500 ekor/plastik. Hal ini sesuai dengan

pendapat Prayogo dan Isfanji (2014), air yang digunakan untuk packing harus

diturunkan suhunya terlebih dahulu sebelum dimasukkan kedalam plastik packing.

Kemudian kantong diberi oksigen dengan perbandingan air dan oksigen

adalah 1:3 setelah itu diikat dengan karet gelang. Plastik packing tersebut kemudian

dimasukan ke dalam box styrofoam. Kemudian ditutup rapat dan dilakban hingga

rekat agar posisi plastik didalamnya tidak bergeser agar ikan tidak stress. Tahapan

akhir adalah memasukan box styrofoam ini ke dalam mobil pick up dan disusun rapi,

kemudian diikat agar selama perjalanan box styrofoam ini tidak jatuh. Apabila

pengiriman hanya berjarak dekat maka tidak perlu menggunakan styrofoam.

Pengiriman langsung menggunakan mobil pick up. Untuk mengetahui lebih jelasnya

pengepakan dapat dilihat pada gambar 18.

Gambar 18: Pengepakan


Sumber: Data Primer (2019)

Anda mungkin juga menyukai