Anda di halaman 1dari 4

SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER

UNIVERSITAS SANG BUMI RUWA JURAI Mata Kuliah :Manajemen Keuangan Daerah

FAKULTAS EKONOMI Kelas : 20- 1 SDM F

Hari/ Tanggal : Sabtu / 14 Agustus 2021

Waktu : 12 JAM

Dosen : Dr. Irwansyah. SE., M.Si., Ak., CA

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN Nama : Dian Meilani Sihite

Nim : 20611011105

Petunjuk Mengerjakan Soal:

- Batas waktu pengumpulan sampai dengan Sabtu 14 Agustus 2021 Pukul 20.00 WIB
- Silahkan di Kumpul Dalam Ruang Kelas Tugas (Classroom).
- Bagi yang mengumpul hasil jawaban di forum akan di anggap tidak mengikuti ujian!!!

SOAL:

1. Jelaskan batasan atau ruang lingkup daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan daerahnya ?
2. Dalam penyusunan APBD ada beberapa masalah yang dihadapi, masalah tersebut bersumber pada apa,
jelaskan?
3. Satker-satker dalam wilayah kerja KPPN sering menggunakan surat keputusan sebagai dasar dokumen
sumber estimasi pendapatan, berkenaan dengan hal tersebut apakah estimasi pendapatan harus
menggunakan mekanisme revisi DIPA apabila estimasi pendapatannya naik? atau dengan surat keputusan
KPA sudah cukup untuk dasar input ke aplikasi SAKPA?.
4. Buatlah item dari realisasi Belanja Daerah dan buat contoh jurnal transaksinya.
5. Jelaskan dasar hukum apa yang digunakan untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah?
6. Permaslahan yang terkait dengan urgensi prakiraan pendapatan di lingkungan organisasi pemerintah daerah
dipengaruhi oleh beberapa faktor, coba anda jelaskan?
JAWABAN

1. hak daerah untuk memungut pajak Daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman
 kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan Pemerintahan daerah dan membayar tagihan
pihak ketiga
 penerimaan daerah, adalah keseluruhan uang yang masuk ke kas daerah. Pengertian ini harus
dibedakan dengan pengertian pendapatan daerah karena tidak semua penerimaan merupakan
pendapatan daerah. Yang dimaksud dengan pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah
yang diakui sebagai penambah nilai kekayan bersih
 pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah. Seringkali istilah pengeluaran
daerah tertukar dengan belanja daerah. yang dimaksud dengan belanja daerah adalah kewajiban
pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih
 kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga,
piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uanga, termasuk kekayaan yang
dipisahkan pada perusahaan daerah
 kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan
tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan umum. UU keuangan Negara menjelaskan
bahwa yang dimaksud dengan kekayaan pihak lain adalah meliputi kekayaan yang dikelola
oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan
kementerian negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah

2. Masalah dalam penyusunan APBD


 waktu penyusunan yang molor
Sebagai contoh, rancangan KUA dan PPAS melebihi waktu dari jadwal yang seharusnya
disampaikan kepala daerah kepada DPRD yakni pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan.
Demikian pula, draf RAPBD yang semestinya sudah harus diserahkan ke DPRD pada pekan
pertama Oktober untuk dibahas, kenyataannya biasa molor yang akhirnya penetapannya juga
molor.
keterlambatan ini berdampak pada sejumlah kabupaten/kota terlambat juga menyerahkan RAPBD
ke Pemprov untuk dievaluasi.
Padahal, keterlambatan penyusunan APBD jelas merugikan masyarakat. Masyarakat yang
semestinya sudah menerima anggaran pembangunan atau pelayanan publik terpaksa harus tertunda
menunggu selesainya penetapan APBD.
Selain itu, Dana Alokasi Umum (DAU) daerah yang terlambat menetapkan APBD juga akan
dipotong 25% oleh pemerintah pusat.
Dari sudut pandang perencanaan, keterlambatan penyusunan APBD merupakan sesuatu yang
kurang masuk akal.
Logikanya,bagaimana mungkin pemerintahan bisa berjalan tanpa ada acuan APBD?
APBD yang seharusnya sudah ditetapkan sebelum tahun anggaran berjalan atau paling lambat
tanggal 31 Desember, kenyataannya tak sedikit yang molor hingga berbulan-bulan. Selama APBD
belum ditetapkan, daerah-daerah tersebut berjalan berpedoman pada apa?
Secara de-jure maupun formal administratif, landasan daerah yang terlambat menetapkan APBD
itu bisa dikatakan lemah.
Kemungkinan molornya waktu penetapan APBD amat besar disebabkan pelantikan anggota
DPRD. Dasar hukum penyusunan tata tertib dan alat kelengkapan DPRD juga terlambat terbit,
sehingga berdampak pada terlambatnya pembahasan RAPBD

 Persoalan anggaran yang tekor atau defisit anggaran.


Daerah yang mengalami defisit anggaran bisa jadi secara faktual memang tidak mampu menutup
besarnya pengeluaran belanja daerah. Ada kemungkinan pula kondisi defisit tersebut “direkayasa”
sebagai sarana untuk menekan pemerintah pusat agar menambah dana perimbangan atau dana
kontingensi.
Tidak mudah menyusun APBD yang benar-benar bebas dari defisit ketika paradigma “besar pasak
daripada tiang” dan terlalu menggantungkan bantuan dari eksternal masih menjadi pedoman dalam
penyusunannya. Kenyataannya, daerah masih amat tergantung kepada sumber pembiayaan dari
pemerintah pusat. Terbukti, sebagian besar penerimaan daerah berasal dari DAU dan Dana Alokasi
Khusus (DAK).
Ketergantungan Pemda terhadap pusat menyebabkan kreativitas daerah terkadang terhambat.

 Minimnya semangat efisiensi.


Di Permendagri No 25/2009 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2010 juga
telah disebutkan guna mencapai sasaran pembangunan, dalam penyusunan program dan kegiatan
daerah wajib menerapkan prinsip-prinsip efisiensi.
Perjalanan dinas dan studi banding agar dibatasi frekuensi dan jumlah pesertanya serta dilakukan
sesuai dengan substansi kebijakan yang sedang dirumuskan, yang hasilnya dilaporkan secara
transparan dan akuntabel. Bahkan ditentukan pula pembatasan penganggaran untuk
penyelenggaraan rapat-rapat yang dilaksanakan di luar kantor, workshop, seminar dan lokakarya.
Namun, kepatuhan terhadap aturan tertulis tersebut tampaknya masih jauh dari harapan. Lihat saja,
tidak sedikit daerah yang justru melakukan pembahasan RAPBD-nya di luar daerah.

 Kurang berpihaknya anggaran pemerintah kepada publik


Hampir semua APBD di Indonesia anggarannya mayoritas dialokasikan guna memenuhi belanja
pegawai. Seperti untuk membayar gaji, tunjangan, honor dan uang lembur.
Biaya untuk belanja barang/jasa, perjalanan dinas, dan pemeliharaan gedung/kendaraan semakin
memperbesar kebutuhan anggaran untuk pegawai. Belanja pegawai yang menyedot biaya besar
berdampak pada kecilnya anggaran untuk publik. Kebanyakan daerah lebih dari 75% anggarannya
digunakan dalam rangka membiayai internal birokrasi, sedangkan anggaran untuk pembangunan
dan pelayanan publik relatif terbatas.
Seberapa jauh anggaran pemerintah berpihak pada publik, bisa diamati dari bagaimana pelayanan
publik; seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pembangunan infrastruktur; diselenggarakan
pemerintah.

3. ……
4. ……
5. Dasar hukum dalam penyelenggaraan keuangan daerah dan pembuatan APBD yang berisi tentang
pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah adalah Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan
Daerah.
Adapun dasar hukum keuangan daerah dan APBD adalah :

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan
kedua Undang-Undang dasar 1945

2. UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839).

3. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah


Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 70, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3848).
Di dalam pasal 20 UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah disebutkan bahwa :

- APBD ditetapkan dengan peraturan daerah paling lambat satu bulan setelah APBN ditetapkan.

- Perubahan APBD ditetapkan paling lambat tiga bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.

- Perhitungan APBD ditetapkan paling lambat tiga bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang
bersangkutan.

4. PP No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.

6.

Anda mungkin juga menyukai