Anda di halaman 1dari 139

TESIS – TM142501

PENGARUH X-RATIO AIR PREHEATER TERHADAP


PERFORMA PLTU KAPASITAS 2x12,5 MW PADA VARIASI
BEBAN TURBIN 50%, 75%, DAN 100% DENGAN
MENGGUNAKAN SOFTWARE CYCLE TEMPO

ROMI DJAFAR
NRP. 2114202017

DOSEN PEMBIMBING
Dr. Ir. BUDI UTOMO KUKUH WIDODO, M.E.

PROGRAM MAGISTER
BIDANG KEAHLIAN REKAYASA KONVERSI ENERGI
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2017
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
PENGARUH X-RATIO AIR PREHEATER TERHADAP PERFORMA PLTU
KAPASITAS 2x12,5 MW PADA VARIASI BEBAN TURBIN 50%, 75%
DAN 100% DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE CYCLE TEMPO

Nama : Romi Djafar


NRP : 2114202017
Jurusan : Teknik Mesin, FTI-ITS
Dosen Pembimbing : Dr.,Ir.,Budi Utomo Kukuh Widodo.,M.E

ABSTRAK

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) tersusun atas komponen utama


boiler, turbin, pompa, dan kondensor. Boiler memiliki alat bantu yang berfungsi
untuk memanaskan udara pembakaran dengan memanfaatkan sisa panas dari gas
buang. Efisiensi pembakaran akan tercapai secara maksimal, ketika udara
mengalami proses pemanasan ulang pada air preheater dan jumlah excess air
yang disuplai hingga pada nilai tertentu. Dengan demikian, udara pembakaran
memerlukan pengontrolan dengan baik agar terjadi keseimbangan antara jumlah
massa udara dan massa gas yang melewati air preheater. Indikator air prehater
beroperasi dalam kesetimbangan, maka rasio kapasitas panas sisi udara dan panas
sisi gas (x-ratio) tidak berbeda dengan data desain. Nilai x-ratio (XR) yang rendah
mengindikasikan adanya kelebihan aliran massa udara atau gas pada air
preheater. Dengan demikian kinerja air preheater menjadi rendah, yang ditandai
peningkatan temperatur flue gas. Peningkatan temperatur flue gas dapat terjadi,
akan menyebabkan penurunan temperatur udara pembakaran pada air preheater.
Sehingga jumlah heat rate akan mengalami peningkatan dan akhirnya berdampak
penurunan performa pada PLTU.
Studi ini dilakukan pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Molotabu
Gorontalo dengan daya gross 2x12,5MW. Tujuan penelitian adalah mengetahui
pengaruh x-ratio terhadap performa PLTU pada variasi beban turbin 50%, 75%
dan 100%. Analisis nilai x-ratio pada air preheater dapat ditentukan dengan
terlebih dahulu memvariasi udara aktual atau rasio ekuivalen (Ø) pembakaran
bahan bakar. Variasi rasio ekuivalen yang digunakan pada studi ini yaitu 1,0
1,075, 1,15, 1,225, 1,30, 1,375 dan 1,45. Pemodelan sistem PLTU menggunakan
software cycle-tempo.
Hasil studi menunjukkan bahwa rasio ekuivalen sebesar 1,0 pada beban
turbin 50%, 75% dan 100% menghasilkan nilai x-ratio masing-masing sebesar
836,1x10-3, 838,3x10-3 dan 840x10-3. Sedangkan rasio ekuivalen 1,45 pada beban
turbin yang sama menghasilkan nilai x-ratio sebesar 834,2 x10-3, 836,1x10-3 dan
837,6x10-3. Performa PLTU yang dihasilkan yaitu efisiensi termal tertinggi
masing-masing 14,99%, 22,37% dan 29,83%, sedangkan efisiensi termal PLTU
terendah sebesar 10,287%, 15,431% dan 20,57%. Hasil analisis energi PLTU pada
kondisi normal, maka sistem PLTU beroperasi pada rasio ekuivalen sebesar 1,25
dengan nilai XR air prehater sebesar 833,8x10-3, jumlah GPHR sebesar 15979.59

iii
kJ/kW.h, efisiensi termal boiler yaitu 85,03% dan efisiensi gross electricity
sebesar 23,803%. Sedangkan kerugian energi terbesar terjadi pada kondensor
sebesar 46,688% dari total energi yang hilang ke lingkungan. Oleh karena itu,
sebagai kesimpulan bahwa PLTU beroperasi dengan rasio ekuivalen minimum
sebesar ≥1,225 dan maksimum sebesar ≤ 1,45 dihasilkan efisiensi boiler
mendekati efisiensi data desain yaitu 85,09% dengan net power sebesar 12260,04
kW (20,679%).
Kata Kunci: Air Preheater, X-Ratio, Efisiensi Energi, Software Cycle-Tempo.

iv
EFFECT OF X-RATIO FOR AIR PREHEATER WITH VARYING 50%, 75%
AND 100 % TURBINE LOAD ON PERFORMANCE OF THERMAL PLANT
2X12,5 MW USING CYCLE-TEMPO.

By : Romi Djafar
Student Indentity Number : 2114202017
Supervisor : Dr.,Ir.,Budi Utomo Kukuh Widodo.M.,E

ABSTRACT

Steam power plant composed of several main components of boilers,


turbines, pumps, and condensers. Boiler has auxiliary that serves to preheat the
combustion air by utilizing residual heat from flue gases. In actual conditions, the
combustion efficiency will be achieved to the maximum, when the air is re-
heating process in the air preheater with a mount of excess air supplied to the
predetermined value. Thus, the combustion air requires fine control so that a
proper balance between the amount mass of air and gas which passing through air
preheater. Air prehater operates in equilibrium when ratio of heat capacity of hot
air side and gas side (x-ratio) is not different from design. Lower x-ratio values
indicates the presence of excess gas mass flow air preheater. Therefore,
performance of air preheater to be low, which indicated rise in flue gas
temperature. Increasing the temperature of flue gas may occur will cause a
decrease temperature of combustion air in the air preheater. So that the amount of
heat rate will increase and eventually affect a decrease in performance on the
plant.
This work was conducted on Steam Power Molotabu Gorontalo with gross
power output 2x12,5MW. The objective of research was to determine the effect of
x-ratio on the performance of the power plant with turbine load varying at 50%
75% and 100%. Analysis of x-ratio on air preheater can be determined by varying
the ratio of actual air or equivalent ratio (Ø) of fuel combustion. Equivalent ratio
used in this study are 1,0, 1,075, 1,15, 1,225, 1,30, 1,375 and 1,45 respectively.
Steam power plant modeling by using software-tempo.
The results showed that ratio of equivalent of 1,0 at turbine load of 50%
75% and 100% will produce x-ratio are 836,1x10-3, 838,3x10-3 and 840x103
respectively. While equivalent ratio of 1,45 in the same turbine load are
produce x-834,2 x10-3, 836,1x10-3 and 837,6x10-3 respectively. Performance of
the power plant is thermal efficiency of system which the highest 14,99%,
22,37% and 29,83% respectively, while the result of low system efficiency of
10,287%, 15,431% and 20,57% obtained. The results of the analysis of energy
power plants with normal conditions, the power plant systems operating at the
equivalent ratio of 1,25 with x-ratio of 833,8x10-3 air prehater, Gross Plant Heat
Rate (GPHR) is 15979,59 kJ/kW.h, boiler thermal efficiency is 86,03 % and a
gross efficiency of electricity 23,803% obtained. While the greatest energy loss
occurs in the condenser at 46,688% from total energy is lost to the environment.
Hence, as a conclusion that the power plant operates with a minimum equivalent

v
ratio is ≥1,225 and maximum of ≤ 1,45 boiler efficiency close to the value of
design data that is 85,09% with generated a net power is 12260,04 kW (20,679%).

Key words: Cycle-Tempo Software, Energy Efficiencies, X-Ratio, Air Preheater

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan
hidayah serta anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelasaikan tesis ini dengan
lancar. Selawat beriring salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW. Penulisan tesis dengan judul “pengaruh x-ratio air preheater terhadap
performa PLTU kapasitas 2x12,5 mw pada variasi beban turbin 50%, 75%
dan 100% dengan menggunakan software cycle tempo” telah selesai
dilaksanakan. Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh untuk
menyelesaikan pendidikan guna memperoleh gelar Magister Teknik (M.T) di
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya tahun 2017.
Penulis menyadari selama penyusunan tesis ini telah melibatkan banyak
pihak yang sangat membantu. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Budi Utomo Kukuh Widodo. M.E selaku dosen pembimbing
tesis yang telah banyak memberikan nasehat, saran, motivasi dan ilmu
pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis.
2. Bapak Ir. Bambang Pramujati, M.Sc.Eng., Ph.D, selaku Ketua Jurusan Teknik
Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
dan jajarannya.
3. Bapak Prof. Dr. Eng. Prabowo, M.Eng. selaku Kaprodi Pascasarjana Jurusan
Teknik Mesin, FTT-ITS, sekaligus menjadi penguji pada ujian tesis bagi
penulis, serta telah memberi arahan dan kemudahan dalam penyelesaian tesis.
4. Bapak Prof. Dr.Ir Djatmiko Ichsani, M.Eng selaku penguji pada ujian tesis
sekaligus telah banyak memberikan nasehat, saran, motivasi bagi penulis.
5. Bapak Ary Bachtiar K.P, ST.,MT.,Ph.D selaku penguji pada ujian tesis
sekaligus telah banyak memberikan nasehat, saran, motivasi bagi penulis.
6. Pihak Pascasarjana Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya yang
telah memberikan kesempatan penulis dalam mengenyam pendidikan
Magister di Teknik Mesin lewat pemberian program beasiswa Pra S2-S2

vii
Saintek 3T di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya pada tahun
2013.
7. Istri tercinta D. Ayu Rusilawati, belahan hatiku Nadyah Paramitha R. Djafar
yang selalu jadi motivasi dan memberi dukungan, semangat dan do’a.
8. Orang tua dan keluarga tercinta yang telah memberi dukungan dan do’a.
9. Teman-teman Teknik Mesin, khususnya Bidang Rekayasa Konversi Energi,
Melvin Simanjuntak, Izhary Siregar, Alfi Tranggono, Satrio, Lutfi, Erwiyan
Sulaiman Ali, Masrur, yang telah sama-sama berjuang dalam menuntut ilmu.
10. Teman-teman Teknik Mesin Bidang Sistem Manufaktur, Anhar, Firman,
Balwakdrag, Teni Daus, Jarianti, Sufiyanto, atas kebersamaannya.
11. Teman-teman Teknik Material dan Metalurgi, Fahriadi Pakaya, Saddam
Husen, Mustofa, Yulianti Malik dan Nia Sasria yang selalu memberikan
semangat dan dukungan.
12. Seluruh karyawan Jurusan Teknik Mesin yang banyak membantu dalam
penyelesaian pengerjaan tesis ini.
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah
banyak memberi dorongan dan bantuan dalam menyelesaikan tesis ini baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan atas keterbatasan
pengetahuan dan penelitian sehingga dimungkinkan ada kekeliruan dan kesalahan
yang tidak sengaja. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat
dibutuhkan guna perbaikan dan pengembangan lebih lanjut. Semoga tesis dapat
bermanfaat dan memenuhi apa yang diharapkan.

Surabaya, Januari 2017

Penulis

viii
DAFTAR ISI
Hal

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i


ABSTRAK ......................................................................................................... iii
ABSTRACT ....................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvii
DAFTAR SIMBOL ........................................................................................... xix
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
1.3. Batasan Masalah ........................................................................................ 4
1.4. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5
1.5. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka....................................................................................... 7
2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) ............................................... 19
2.2.1 Analisis Sistem Pembangkit Tenaga Uap Siklus Rankine...................... 20
2.2.2 Siklus Rankine Regenerative ................................................................... 21
2.2.3 Analisis Energi Volume Atur pada Komponen Utama PLTU ................ 24
2.2.4 Analisis Kinerja Kinerja pada PLTU....................................................... 29
2.2.5 Analisis Efiseinsi dan Heat Rate pada PLTU .......................................... 30
2.3 Konsep Air Heater dan Air Preheater .................................................... 32
2.4 Analisis X-Ratio ...................................................................................... 35
2.5 Analisis Energi Bahan Bakar Padat Batubara ........................................ 35
2.6 Analisis Reaksi Kimia dalam Pembakaran Bahan Bakar Batubara ........ 37
2.7 Software Cycle-Tempo ............................................................................ 38
2.8 Apparatus pada Software Cycle Tempo .................................................. 39
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Sistematika Penelitian............................................................................. 45
3.2 Spesifikasi Komponen PLTU Molotabu Gorontalo ................................ 46
3.3 Studi Literatur PLTU Molotabu Gorontalo ............................................. 50
3.4 Model Simulasi Sistem PLTU Menggunakan Software Cycle Tempo ... 53
3.5 Hasil Data Simulasi Sistem PLTU Menggunakan Software
Cycle Tempo............................................................................................ 56

ix
Metode Sistem Matrix Perhitungan Cycle Tempo ................................... 57
BAB 4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Bahan Bakar ................................................................................ 59
4.2 Analisis Kebutuhan Udara Pembakaran pada Ruang Bakar ..................... 60
4.3 Analisis Volume Gas Buang Tipe Kering (dry flue gas) .......................... 61
4. 4 Hasil Variasi Rasio Ekuivalen Menggunakan Software Cycle-Tempo .... 62
4.4.1 Analisis Pengaruh X-Ratio terhadap Performa Sistem PLTU .................. 63
4.4.2 Hubungan X-Rasio (XR) terhadap Laju Kapasitas Panas/Heat
Capacity Rate (UA). ................................................................................ 63
4.4.3 Pengaruh X-Rasio terhadap Gross Plant Heat Rate (GPHR) .................... 66
4.4.4 Pengaruh X-Ratio terhadap Nett Plant Heat Rate (NPHR) ....................... 68
4.4.5 Pengaruh Excess Air (EA) terhadap Temperatur Gas Buan ...................... 69
4.4.6 Pengaruh X-Ratio pada Efisiensi Termal .................................................. 73
4.4.7 Pengaruh Rasio Ekuivalen terhadap Efisiensi Termal ............................... 74
4.5 Analisis Kesetimbangan Massa dan Energi pada Komponen
Utama PLTU ............................................................................................. 76
4.5.1 Perhitungan Massa dan Energi pada Boiler .............................................. 77
4.5.2 Hubungan X-Ratio terhadap Efisiensi boiler ............................................. 80
4.5.3 Analisis Kesetimbangan Massa dan Energi pada Turbin .......................... 84
4.5.4 Analisis Kesetimbangan Massa dan Energi pada Kondensor ................... 85
4.5.5 Analisis Kesetimbangan Massa dan Energi pada Condensate Water
Pump (CWP) .............................................................................................. 86
4.5.6 Analisis Kesetimbangan Massa dan Energi pada Low Pressure
Feedwater Heater, (LP-FWH) .................................................................. 87
4.5.7 Analisis Kesetimbangan Massa dan Energi pada Open
Feedwater Heater/Deaerator. ................................................................... 88
4.5.8 Analisis Kesetimbangan Massa dan Energi pada Boiler Feed Pump,
(BFP).......................................................................................................... 89
4.5.9 Analisis Kesetimbangan Massa dan Energi pada High Pressure
Feedwater Heater (HP FWH) .................................................................... 90
4.5.10 Analisis Kesetimbangan Massa dan Energi pada Circulating
Cooling Water Pump (CCWP) .................................................................. 92
4.5.11 Analisis Kesetimbangan Massa dan Energi pada Tubular
Horizontal air preheater ............................................................................ 92
4.6 Analisis dan Perhitungan Kesetimbangan Massa dan Energi
Komponen Utama PLTU. .......................................................................... 94
4.7 Analisis Performa PLTU Kondisi Existing ............................................... 95
4.8 Evaluasi Kinerja Sistem PLTU .................................................................. 96
4.9 Neraca Diagram Sankey Energy Flow pada Sistem PLTU ......................... 97

x
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ...................................................................................................99
5.2 Saran .......................................................................................................... 100
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi
Halaman ini sengaja dikosongkan

xii
DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 2.1 Effectiveness Sebagai Fungsi X-Ratio ......................................... 8


Gambar 2.2 Corrected VS Uncorrected Efficiencies....................................... 8
Gambar 2.3 Model Sistem Pembakaran Menggunakan Air Preheater
(APH) .......................................................................................... 10
Gambar 2.4 (a) Perbandingan Efisiensi Termal Menggunakan Air Preheater
(b) Efisiensi Termal Tanpa Menggunakan Air Preheater
Temperatur Aliran Massa Uap dan FeedWater Heater ......... 11
Gambar 2.5 (a) Hubungan Efisiensi Electricity terhadap Jumlah Bahan Bakar.
(b) Pengaruh Steam/fuel Rasio vs Efisiensi Electricity................ 12
Gambar 2.6 (a) Hasil Pengukuran Jumlah Bahan Bakar dan Aliran Udara
(b) Hubungan Massa Udara dengan Daya Listrik
(c) Hubungan Temperatur dan Daya Listrik ............................... 13
Gambar 2.7 Presentase CO2 dan X-Ratio pada Air Heater PLTU .................. 13
Gambar 2.8 Pengukuran dan Evaluasi Kebocoran Udara serta Efisiensi
Sisi Gas ........................................................................................ 14
Gambar 2.9 Pengaruh Excess Air terhadap Temperatur Flue Gas .................. 17
Gambar 2.10 (a) Kerugian Eksergi Tiap Komponen Sistem (b) T-Q Diagram . 17
Gambar 2.11 Grafik Perfoma PLTU Kapasitas 66 MW ................................... 19
Gambar 2.12 Skema Siklus Rankine Sederhana. ............................................ 21
Gambar 2.13 Siklus Regeneratif Menggunakan Feedwater Heater ................. 22
Gambar 2.14 Volume Atur pada Turbin ............................................................ 24
Gambar 2.15 Volume Atur pada Boiler ............................................................. 25
Gambar 2.16 Volume Atur pada Kondensor..................................................... 26
Gambar 2.17 Volume Atur pada Open Feedwater Heater ................................ 27
Gamabr 2.18 Volume Atur Close pada Feedwater Heater ............................... 28
Gambar 2.19 Volume Atur pada Pompa ............................................................ 29
Gambar 2.20 Penunjukkan Posisi Heat Rate pada Siklus Pembangkit.............. 30
Gambar 2.21 Rekuperatif Tubular Air Preheater .............................................. 33
Gambar 2.22 Validasi Komposisi Batu bara dan Kebutuhan Jumlah Bahan
Bakar............................................................................................ 36
Gambar 2.23 Tipe Boiler Siklus Tertutup pada Software Cycle Tempo ......... 39
Gambar 2.24 Tipe Turbine pada Software Cycle Tempo ................................... 40
Boiler ........................................................................................... 24
Gambar 2.25 Tipe Kondensor pada Softwarre Cycle Tempo ........................... 41

xiii
Gambar 2.26 Tipe Heat Exchanger pada Software Cycle Tempo .................. 41
Gamabr 2.27 Tipe Apparatus Pompa pada Software Cycle Tempo. ............... 43
Gambar 2.28 Efisiensi Electromotors dan Mekanik Sebagai Fungsi
Daya Pompa. ............................................................................. 43
Gambar 2.29 Tipe Apparatus Pembakar (Combustor) pada Software
Cycle Tempo................................................................................ 44
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian .............................................................. 45
Gambar 3.2 Procces Flow Diagram pada Sistem PLTU................................ 51
Gambar 3.3 Skema Boiler dari Data CCR dari Sistem PLTU ........................ 52
Gambar 3.4 Sistem Matriks Pemodelan PLTU pada Software Cycle Tempo ... 54
Gambar 3.5 Hasil Pemodelan Sistem PLTU Kapasitas 2x12,5 MW
Kondisi Normal pada Software Cycle-Tempo. ........................... 55
Gambar 3.6 T-s Diagram Model PLTU Kondisi Normal ............................... 56
Gambar 4.1 Hubungan Nilai XR terhadap Kapasistas Panas Air Preheater.. 64
Gambar 4.2 Pengaruh X-Ratio Air Preheater terhadap Gross Plant Heat
Rate ............................................................................................. 66
Gambar 4.3 Pengaruh X-Ratio Air Preheater terhadap Nett Plant Heat
Rate ............................................................................................. 68
Gambar 4.4 Pengaruh Excess Air (EA) terhadap Temperatur Flue gas.......... 71
Gambar 4.5 Pengaruh Excess Air (EA) terhadap Temperatur Flue Gas
Beban Turbin 100% .................................................................... 71
Gambar 4.6 Hubungan X-Ratio terhadap Efisiensi Termal
pada Sistem PLTU ...................................................................... 73
Gambar 4.7 Pengaruh Rasio Ekuivalen terhadap Efisiensi Termal ................ 75
Gambar 4.8 Volume Atur Boiler yang Digunakan pada Sistem PLTU......... 78
Gambar 4.9 Hubungan X-Ratio terhadap Efisiensi Boiler dan Daya Turbin.. 81
Gambar 4.10 Hasil Parameter Data Termodinamika pada Volume
Atur Turbin ................................................................................. 84
Gambar 4.11 Hasil parameter Data Termodinamika pada Volume
Atur Kondensor ........................................................................... 85
Gambar 4.12 Hasil parameter Data Termodinamika pada Volume Atur CWP.. 86
Gambar 4.13 Hasil parameter Data Termodinamika pada Volume Atur
LP-FWH ....................................................................................... 87
Gambar 4.14 Hasil parameter Data Termodinamika pada Volume
Atur Open FWH.......................................................................... 88
Gambar 4.15 Hasil parameter Data Termodinamika pada Volume Atur BFP.. 90
Gambar 4.16 Hasil parameter Data Termodinamika pada Volume
Atur HP- FWH ............................................................................ 92
Gambar 4.17 Hasil parameter Data Termodinamika pada Volume
Atur CCWP ................................................................................. 93
Gambar 4.18 Hasil parameter Data Termodinamika Volume Atur Air

xiv
preheater pada Cycle Tempo ....................................................... 93
Gambar 4.19 Neraca Energi Berdasarkan Diagram Sankey (Sankey diagram)
PLTU ........................................................................................... 97

xv
Halaman ini sengaja dikosongkan

xvi
DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 2.1 Perbandingan Virtual Plant antara Design Coal dan PRB Coal ...... 7
Tabel 2.2 Hasil Koreksi Efisiensi Air Preheater .............................................. 9
Tabel 2.3 Sistem Menggunakan Air Preheater pada Pembakaran Narural
Gas ...................................................................................................... 10
Tabel 2.4 Hasil Analisis Berdasarkan Kesetimbangan Energi dari PF
Power Plant Berdasarkan Batubara High Ash (Ha) ......................... 15
Tabel 2.5 Kesetimbangan Eksergi dari PPCC Power Plant pada Batubara
High Ash (Ha)................................................................................... 16
Tabel 2.6 Kesetimbangan Energi pada Komponen Power Plant ..................... 18
Tabel 2.7 Tipe Air Preheater yang Umum Digunakan pada PLTU ................ 32
Tabel 2.8 Tingkat Kebutuhan Excess Air yang Dibutuhkan
Untuk Pembakaran bahan bakar sebagai berikut ............................. 38
Tabel 2.9 Parameter Input pada Komponen Turbin ......................................... 40
Tabel 3.1 Data Spesifikasi Turbin Uap PLTU Molotabu Gorontalo ............... 46
Tabel 3.2 Data Spesifikasi Kondensor ............................................................ 47
Tabel 3.3 Data Spesifikasi High Pressure feedwater Heater ........................... 48
Tabel 3.4 Data Spesifikasi Low Pressure Feedwater Heater ......................... 48
Tabel 3.5 Data Spesifikasi Deaerator pada Sistem PLTU ............................... 49
Tabel 3.6 Spesifikasi Air Preheater pada Sistem PLTU .................................. 49
Tabel 3.7 Parameter Data Termal Komponen-Komponen Boiler ................... 50
Tabel 3.8 Data Sistem Efisiensi Hasil Simulasi Menggunakan Cycle Tempo. 57 .
Tabel 4.1 Komposisi Batubara Tipe Kalori Rendah ........................................ 59
Tabel 4.2 Analisis Reaksi Volume Gas Buang Tipe Kering ............................ 61
Tabel 4.3 Hasil Variasi Rasio Ekuivalen dan Parameter Data
Termodinamika dari Simulasi software Cycle-Tempo. ................... 62
Tabel 4.4 Data Boiler Kondisi Maximum Continuous Rating (MCR) ............ 77
Tabel 4.5 Energi Panas yang Dihasilkan Heat exchanger pada Komponen
Boiler ................................................................................................ 79
Tabel 4.6 Efisiensi Boiler Masing-Masing Beban Turbin ............................... 82
Tabel 4.7 Perbandingan Efisiensi Boiler .......................................................... 83
Tabel 4.8 Parameter Data Termodinamika pada Turbin .................................. 84
Tabel 4.9 Parameter Data Termodinamika pada Kondensor ........................... 85
Tabel 4.10 Parameter Data Termodinamika pada Condensat Water Pump ....... 87
Tabel 4.11 Parameter DataTermodinamika pada Low Pressure FWH .............. 88
Tabel 4.12 Parameter Data Termodinamika pada Open FWH ........................... 89
Tabel 4.13 Parameter Data Termodinamika Boiler Feed Pump ......................... 90

xvii
Tabel 4.14 Parameter Data termodinamika pada High Pressure FWH .............. 91
Tabel 4.15 Parameter Data Termodinamika Circulating Cooling Water Pump 92
Tabel 4.16 Kesetimbangan Energi pada Air Preheater ...................................... 93
Tabel 4.17 Hasil Analisis dan perhitungan Energi berdasarkan
Kesetimbangan Masa Dan Energi pada Sistem PLTU .................... 94
Tabel 4.18 Perbandingan Hasil Analisis Heat Rate pada Sistem PLTU ............ 96

xviii
Halaman ini Sengaja dikosongkan

xix
DAFTAR SIMBOL

A : Luasan Area ( m2 )
BFP : Boiler Feed Pump
FWH : Feedwater Heater
GGO : Gross Generator Output ( kW )
HHV : Highter Heating Value ( cal. KJ/ kg )
H : Entalpi (kJ/kg)
LHV : Lower Heating Value ( Cal. kJ / kg )
NTU : Number Thermal Unit
NPHR : Net Plant Heat Rate (kW)
NTHR : Net Turbine Heat Rate
GPHR : Gross Plant Heat Rate
HR : Heat Rate

M : Laju aliran massa (kg/s)


SEC : Self Energy Comsumption ( kW)
T : Temperatur ( °C )
P : Tekanan (Bar)

Q : Laju perpindahan Kalor (kJ/s)


XR : X-Ratio
APH : Air preheater
Ø : Rasio Ekuivalen
PFD : Process Flow Diagram
AFR : Air Fuel-Rasio
EA : Excess Air
AAS : Actuan Air Supply
UA : Heat Capacity Rate

xx
Halaman ini sengaja dikosongkan

xxi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) tersusun atas komponen utama
turbin, kondensor, feedwater heater, pompa, dan boiler. Komponen penyusun
PLTU yang vital adalah boiler atau bejana tertutup. Boiler memiliki dua proses
utama yaitu proses pelepasan panas pembakaran bahan bakar pada furnace dan
proses transfer panas ke fluida air hingga menjadi uap. Uap panas hasil
pembakaran dapat terjadi melalui beberapa tahapan pada komponen boiler yang
meliputi economizer evaporator, superheater dan air preheater.
Air preheater merupakan heat exchanger yang berfungsi untuk
memanaskan udara pembakaran. Air preheater memiliki dua tipe yaitu
rekuperative dan regenerative. Horizontal tubular air preheater (APH)
merupakan heat exchanger tipe rekuperative jenis shell and tube, yang fluida
panas (flue gas) pada sisi shell, dan fluida dingin (cold air) di dalam tube. Air
preheater digunakan untuk memanaskan udara luar sebelum masuk ke ruang
bakar, sehingga proses pembakaran menjadi lebih cepat. Pemanasan udara luar
dapat terjadi dengan memanfaatkan gas buang dari sisa hasil pembakaran sebelum
dibuang ke atmosfer. Oleh karena itu, air preheater digunakan untuk memberi
penghematan pemakaian jumlah bahan bakar, serta membantu beban termal boiler
untuk menghasilkan uap.
Evaluasi kondisi operasi air preheater dinyatakan dengan x-ratio (XR).
Nilai XR merupakan bilangan non dimensional yang diperoleh dari perbandingan
kapasitas panas sisi udara dan kapasitas panas sisi gas pada air preheater. Pada
dasarnya, nilai XR dapat berubah signifikan dari kondisi desain akibat
ketidaksetimbangan antara massa udara dan flue gas. Kinerja air preheater
menjadi tidak setimbang disebabkan oleh kebocoran udara atau perubahan
komposisi bahan bakar (Mclaughlin David C., dkk., 2010). Nilai XR yang rendah
mengindikasikan terdapat kelebihan massa gas buang atau massa udara yang
melewati air preheter. Oleh karena itu, nilai XR menjadi faktor penting untuk

1
dihitung dan dievaluasi, sehingga perubahan nilai XR yang terjadi dapat
dibandingkan dengan nilai XR desain. Pada saat nilai XR yang rendah, maka
terjadi penurunan efisiensi boiler dan jumlah heat rate pembangkit listrik
meningkat dan akhirnya menyebabkan penurunan performa sistem PLTU.
Beberapa penelitian terdahulu berkaitan dengan pengaruh nilai x-ratio
terhadap performa PLTU, diantaranya penelitian tentang aplikasi XR untuk
mengoreksi perhitungan efisiensi air heater sebagai metode alternatif (Mclaughlin
David C. dkk., 2010). Analisis x-ratio dilakukan pada air preaheater untuk
menghitung penyimpangan nilai XR kondisi desain menggunakan metode analisis
heat exchanger yaitu effectiveness-NTU. Penelitian dilakukan untuk memahami
perubahan nilai XR yang disebabkan oleh proses pembakaran pada virtual plant.
Simulasi proses pembakaran dilakukan pada dua jenis komposisi bahan bakar
yaitu komposisi batubara desain dan PRB Coal yang kadar moisture lebih rendah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi boiler terendah diperoleh pada PRB
coal. Hal ini terjadi disebabkan oleh parameter excess air dari air preheater dalam
keadaan konstan. Oleh karena itu, sebagai kesimpulan bahwa perubahan nilai XR
yang diakibatkan oleh komposisi bahan bakar menyebabkan efisiensi boiler
menjadi rendah.
Penelitian yang lain yaitu analisis performa primary air heater tipe tubular
pada PLTU Mae Moh Lignite-Fired Plant-Thailand (Juangjandee Pipat, 2007).
Analisis x-ratio dilakukan pada pembangkit listrik, dengan kondisi beban turbin
yang berbeda. Tujuan penelitian yaitu mengevaluasi efisiensi sisi gas dan nilai XR
primary air heater. Hasil penelitian primary air heater menunjukkan bahwa
pengaruh kebocoran udara menyebabkan penurunan efisiensi dan kondisi operasi
primary air preheater.
Penelitian lebih lanjut yaitu evaluasi dan optimasi performa PLTU
Nagarjuna-India (Shruti dkk.,2014). Analisis dilakukan pada air preheater tipe
regenerative menggunakan metode eksperimen. Percobaan pengaruh kebocoran
udara dilakukan dengan cara membandingkan pengaruh pengaturan gap pelat
radial antara sebelum dan sesudah optimasi. Hasil penelitian air preheater
menunjukkan bahwa semakin berkurang kebocoran udara, maka efisiensi sisi gas
semakin baik dan nilai XR juga mengalami peningkatan.

2
Analisis dan pemodelan sistem PLTU dilakukan pada sistem konvensional
plant yang dimodifikasi dengan penambahan pressurized coal combustion
(Surresh, M V JJ dkk., 2011). Analisis sistem PLTU dievaluasi berdasarkan
konsep hukum termodinamika pada software cycle tempo. Simulasi dilakukan
pada kondisi existing PLTU pulverized coal firing (PF) yang dimodifikasi menjadi
presurized pulverized coal firing combine cycle (PPCC). Tujuan penelitian adalah
mengindentifikasi parameter yang paling mempengaruhi penurunan efisiensi
energi dan eksergi. Parameter yang digunakan berupa excess air, temperatur inlet
turbin, dan temperatur air pendingin kondensor.
Analisis dan simulasi hibrid system gas turbin molten fuel carbone (MCFC)
menggunakan bahan bakar gas cair. (Hazarika.M.M, dan Ghosh.S, 2013).
Pemodelan sistem kogenerasi pada software cycle tempo terhadap gas turbin dan
MCFC untuk produksi energi panas dan energi listrik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa fuel cell dapat mengubah energi kimia menjadi energi listrik,
dengan tingkat efisiensi tinggi dan memiliki pengaruh yang rendah terhadap
lingkungan.
Analisis pengaruh excess air pada FBC boiler (Harish Ghritlahre dan Tej
Pratap Singh, 2014). Tujuan penelitian yaitu mengurangi gas buang kering dengan
mengontrol excess air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengurangan jumlah
excess air ke ruang bakar, maka diperoleh penurunan temperatur gas buang.
Analisis sistem energi terbarukan, dengan merancang berbagai model sistem
pembakaran pada software cycle-tempo (Woudstra Nico dkk.,2010). Hasil analisis
menunjukkan bahwa energi panas hasil pembakaran bahan bakar selalu berkaitan
dengan kerugian eksergi. Selain itu proses pembakaran dapat dipengruhi oleh
faktor bahan bakar dan rasio udara pembakaran (air factor). Semakin besar faktor
udara yang digunakan, maka efisiensi termal akan terjadi penurunan.
Oleh karena itu, sebagai kesimpulan bahwa faktor bahan bakar
menunjukkan peranan penting yang dapat mempengaruhi efisiensi eksergi.
Sedangkan nilai rasio ekuivalen (Ø) dibatasi antara 1,05-1,2 untuk bahan bakar
batubara.
Analisis siklus daya uap menurut konsep hukum pertama dan kedua
termodinamika yaitu pengaruh tingkat keadaan temperatur lingkungan. (Aljundi

3
H, 2008). Tujuan penelitian yaitu mengukur besar energi yang tersimpan dan
kerugian eksergi pada subsistem. Hasil analisis yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa kerugian energi yang besar terjadi pada kondensor.
Sedangkan kerugian eksergi maksimum terjadi pada boiler. Dengan demikian,
sebagai kesimpulan bahwa kerugian eksergi dapat terjadi disebabkan oleh tingkat
irreversibilitas sistem.
Beranjak dari uraian latar belakang dan penelitian terdahulu, maka studi ini
dilakukan pada PLTU Molotabu Gorontalo dengan kapasitas 2x12,5 MW yaitu
pengaruh nilai x-ratio (XR) air preheater terhadap performa sistem PLTU pada
kondisi desain. Analisis x-ratio air preheater pada variasi beban turbin 50%, 75%
dan 100% menggunakan software cycle tempo. Nilai XR dapat ditentukan dengan
terlebih dahulu memvariasi rasio ekuivalen (Ø) yaitu 1,0, 1,075, 1,15, 1,225, 1,30,
1,375 dan 1,45.

1.2 Perumusan Masalah


Beranjak dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
perumusan masalah pada studi ini sebagai berikut.
1. Bagaimana menentukan x-ratio data desain PLTU dengan mengubah
beban turbin pada software cycle tempo.
2. Bagaimana pengaruh x-ratio terhadap terhadap efisiensi boiler dengan
mengubah rasio ekuivalen.
3. Bagaimana pengaruh x-ratio terhadap efisiensi termal PLTU dengan
mengontrol rasio ekuivalen pada software cycle tempo.
4. Bagaimana menaksir lokasi kerugian energi subsistem dan efisiensi energi
sistem PLTU pada software cycle tempo.

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah diberlakukan agar penelitian terarah untuk mencapai tujuan
yang diinginkan sebagai berikut.
1. Analisis sistem PLTU Molotabu Gorontalo menggunakan data desain.
2. Kondisi operasi sistem adalah tunak.
3. Analisis x-ratio mengabaikan pengaruh kebocoran udara pada air preheater.
4. Pressure drop fluida kerja sepanjang aliran pipa diabaikan.

4
5. Pengaruh perubahan energi kinetik dan potensial diabaikan.
6. Pipe line yang memiliki katup/expansion valve pada kondisi off service.
7. Analisis sistem menggunakan konsep hukum termodinamika dan
perpindahan panas.
8. Simulasi sistem PLTU menggunakan software cycle-tempo.
9. Temperatur combustor pembakaran bahan bakar adalah adiabatik.
10. Tidak menganalisis kesetimbangan eksergi pada subsistem PLTU.

1.4 Tujuan Penelitian


Beberapa tujuan penelitian didasarkan pada perumusan masalah sebagai
berikut.
1. Menentukan nilai x-ratio data desain PLTU pada beban turbin yang
berbeda.
2. Mengetahui pengaruh perubahan x-ratio terhadap efisiensi boiler.
3. Mengetahui pengaruh rasio ekuivalen terhadap efisiensi energi pada sistem
PLTU.
4. Menaksir kerugian energi pada komponen utama PLTU.

1.5 Manfat Penelitian


Manfaat penelitian ini yaitu mengembangkan ilmu pengetahuan berkaitan
dengan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) menggunakan software cycle-
tempo. Dalam konteks ini, diharapkan menjadi bahan konstribusi bagi dunia
industri pembangkit listrik, untuk pengembangan dan perbaikan performa PLTU
ke depan.

5
Halaman ini sengaja dikosongkan

6
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka


Beberapa penelitian telah dilakukan yang berkaitan dengan pengaruh nilai x-
ratio air pada preheater terhadap performa sistem PLTU sebagai berikut.
Analisis nilai x-ratio (XR) dan efisiensi air preheater kondisi desain
menggunakan metode effectiveness-NTU (Mclaughlin David C. dkk., 2010).
Analisis dilakukan untuk menentukan penyimpangan nilai XR antara desain dan
aktual dengan cara membandingkan dua jenis komposisi bahan bakar. Tujuan
penelitian yaitu mengetahui pengaruh nilai XR terhadap efisiensi boiler pada
virtual plant. Hasil analisis nilai XR divalidasi menggunakan hasil pengujian
lapangan, serta mengabaikan kebocoran udara pada air preheater. Komposisi
bahan bakar yang digunakan pada Tabel 2.1 sebagai berikut.
Tabel 2.1 Perbandingan Virtual Plant antara Design Coal dan PRB Coal
Parameter Design coal PRB Coal
Boiler efficiency, % 86,8 85,3
Air Heater,Tgas in,F 895 899
Air Heater Tgas,out 370 350
Air Heater,Tair in,F 80 80
Air Heater,Tair out,F 771 752
Air Heater Efficiency, % 64,4 67
Air Heater X-ratio 0,76 0,817
Sumber: Mclaughlin David C. dkk, 2010

Hasil Tabel 2.1 menunjukkan bahwa pemodelan virtual plant 1


menggunakan desain coal dan excess air sebesar 20%, diperoleh efisiensi boiler
sama dengan rekomendasi pada data desain. Selanjutnya percobaan kedua
menggunakan komposisi batubara tipe khusus yang memiliki kadar moisture lebih
rendah (PRB Coal). Dalam percobaan kedua tersebut parameter input dijaga
konstan pada daya turbin yang sama. Namun, secara menyeluruh efisiensi boiler
menunjukkan penurunan yaitu sebesar 85,3%. Hal ini terjadi disebabkan oleh
PRB coal memiliki volatile matter lebih tinggi yang tidak cocok beroperasi pada

7
jumlah excess air yang tinggi. Dengan demikian, dalam waktu yang sama excess
air dikurangi dari jumlah 20% menjadi sebesar 12%. Hasil simulasi menunjukkan
bahwa efisiensi boiler mengalami peningkatan sebesar 0,4%. Dengan demikian,
analisis x-ratio yang dikembangkan menggunakan metode effectiveness-NTU air
preheater dapat ditunjukkan pada Gambar 2.1 sebagai berikut.

Gambar 2.1 Effectiveness Sebagai Fungsi X-Ratio


(Mclaughlin David C. dkk., 2010)

Gambar 2.1 merupakan hubungan effectiveness air preheater sebagai


fungsi nilai XR. Dari nilai NTU heat exchanger berkisar antara 2,5-5
menghasilkan perubahan effectiveness dan nilai XR yang hampir linear. Sebagai
kesimpulan Gambar 2.1 bahwa nilai XR yang semakin besar seiring dengan
bertambah nilai NTU, maka diperoleh hasil penurunan effectiveness heat
exchanger. Sedangkan perubahan efisiensi sisi gas ditunjukkan pada Gambar 2.2
sebagai berikut.

Gambar 2.2 Corrected VS Uncorrected Efficiencies


(Mclaughlin David C. dkk., 2010)

8
Trend grafik Gambar 2.2 merupakan ilustrasi dua nilai efisiensi air preheater dari
boiler A dan B. Analisis efisiensi boiler didasarkan pada tiga persoalan pokok
yaitu ketidaksetimbangan massa gas buang di antara dua air preheater, pengaruh
pengaturan kebocoran (leakage) yang ditandai “corrected” dan ketiga mengubah
bahan bakar, “uncorrected”. Tabel 2.2 menunjukkan hasil pengukuran efisiensi
pada air preheater sebagai berikut.
Tabel 2.2 Hasil Koreksi Efisiensi Air Preheater
Design
Measured ƞ Correctecd AH ƞ
ƞ
AH (A) AH (B) AH (A) AH (B)
Unbalanced Flows 58,3 64,8 51,9 58,8 58,1
Air Inleakage 58,3 50 50 58 58
Fuel Change 64,4 67 63,4
Sumber: Mclaughlin David C. dkk, 2010

Tabel 2.2 merupakan hasil pengukuran efisiensi pada air preheater. Hasil
pengukuran nilai XR menunjukkan bahwa perbedaan nilai XR tidak kurang dari
1% yaitu 64,4% dan 63,4%. Sedangkan hasil pengukuran XR dengan mengganti
bahan bakar adalah 67%. Dengan demikian, hasil pengukuran XR hampir
mengakibatkan penafsiran yang kurang tepat. Sebagai kesimpulan bahwa koreksi
nilai XR yang dikembangkan dapat membantu operator PLTU, agar tidak
membuat keputusan yang salah untuk kegiatan maintenance.
Analisis energi terbarukan dengan merancang sistem pembakaran berbagai
jenis bahan bakar pada software cycle-tempo. (Woudstra Nico., 2010). Tujuan
penelitian yaitu memahami berbagai desain sistem yang berpengaruh pada sistem
pembakaran bahan bakar. Analisis sistem efisiensi eksergi dilakukan dengan cara
membandingkan tiga model sistem yaitu sistem pembakaran tanpa air preheater,
menggunakan air preheater dan pengaruh bahan bakar. Khusus model sistem
pembakaran menggunakan air preheater ditunjukkan pada Gambar 2.3 sebagai
berikut.

9
Gambar 2.3 Model Sistem Pembakaran Menggunakan Air Preheater (APH)
(Woudstra Nico, 2010 )

Secara prinsip dapat dikatakan bahwa atmospheric combustion pada boiler


atau ruang bakar memiliki tingkat efisiensi panas ≥ 90% bahkan mendekati 100%.
Namun, efisiensi pembakaran bergantung pada tipe boiler dan bahan bakar yang
digunakan. Gambar 2.3 merupakan model sistem pembakaran bahan bakar yang
menggunakan APH. Model sistem menggunakan APH memiliki efisiensi lebih
tinggi dibandingkan tanpa menggunakan APH. Tabel 2.3 menunjukkan sistem
mengunakan APH pada pembakaran bahan bakar natural gas.
Tabel 2.3 Sistem Menggunakan Air Preheater pada Pembakaran Narural Gas
Combustion of natural gas (air preheat with split flow gas flow)
Parameter unit Natural
Gas
Air factor - 1.05 1,10 1,15 1,2
Temp. Combustion °C 297 288 298 307
air
Adiab. Comb. Temp. °C 2106 2050 1998 1950
System exergy eff. % 72,80 72,48 72,21 71,92
Exergy losses: %
Combustor 23,14 23,46 23,74 24,00
Preheater % 1,01 1,09 1,16 1,26
Stack % 3,34 3,28 3,23 3,18
Sumber: Fuel conversion woudstra hal.79 (2010)

Tabel 2.3 menunjukkan sistem yang menggunakan APH pada pembakaran


bahan bakar natural gas. Hasil analisis efisiensi eksergi diperoleh sebesar 72,8 %

10
pada faktor udara sebesar 1,05 menghasilkan temperatur pembakaran adibatik
sebesar 2106°C. Sedangkan faktor udara dengan 1,2 diperoleh hasil efisiensi
eksergi lebih tinggi yaitu 71,91%. Perbandingan faktor udara pembakaran
berbagai terhadap bahan bakar ditunjukkan pada Gambar 2.4 sebagai berikut.

(a) (b)

Gambar 2.4 (a) Perbandingan Efisiensi Termal Menggunakan Air Preheater dan
Efisiensi Termal Tanpa Menggunakan Air Preheater.
(b) (Fuel conversion woudstra hal. 78&80, 2010).

Gambar 2.4 menunjukkan grafik hubungan antara efisiensi pembakaran


bahan dan faktor udara pada sistem APH. Hasil grafik dapat diamati bahwa
efisiensi termal tertinggi dihasilkan oleh natural gas. Namun, pada waktu yang
sama faktor udara terjadi peningkatan sehingga menyebabkan penurunan efisiensi
eksergi. Oleh karena itu, sebagai kesimpulan bahwa semakin besar faktor udara
yang masuk ke ruang pembakaran, maka efisiensi termal yang dihasilkan semakin
menurun.
Evaluasi sistem kogenerasi terdiri dari gas turbin (GT) dan molten fuel
carbone cell (MCFC) pada cycle-tempo, (Hazarika.M.M, dan Ghosh.S., 2013).
Simulasi kogenerasi GT-MCFC hibrid system dan MCFC pada tekanan atmosfer
(atm). MCFC ditempatkan pada downstream turbin gas untuk menangkap CO2
yang keluar dari turbin gas. Sedangkan gas cair (natural gas) digunakan sebagai
bahan bakar menuju gas turbin. Tujuan penelitian yaitu menentukan performa
power plant yang optimal berupa efisiensi tinggi dan memiliki tingkat polusi yang

11
rendah terhadap lingkungan. Hasil penelitian ditunjukkan pada Gambar 2.5
sebagai berikut.

(a) (b)
Gambar 2.5 (a) Hubungan Efisiensi Electricity terhadap Jumlah Bahan Bakar.
(b) Pengaruh Steam/fuel Rasio vs Efficiency Electricity.
(Hazarika.M.M, dan Ghosh.S 2013).

Gambar 2.5 menunjukkan hubungan efisiensi electricity terhadap jumlah


bahan bakar. Grafik Gambar 2.5a menunjukkan bahwa efisiensi maksimal yang
dihasilkan sebesar 46% pada jumlah bahan bakar 77%, dengan temperatur masuk
turbin 1200ºC. dengan demikian, semakin besar jumlah bahan bakar yang
dimasukkan ke ruang bakar, maka efisiensi listrik yang dihasilkan semakin
meningkat. Sedangkan Gambar 2.5b menunjukkan variasi efisiensi electricity
pada steam/fuel ratio sebesar 2,59 dari dua jenis jumlah bahan bakar yaitu 75%
dan 77%. Dari hasil analisis sistem diperoleh efisiensi maksimum sebesar 46%
pada jumlah penggunaan bahan bakar adalah 77%. Oleh karena itu, sebagai
kesimpulan bahwa dengan kenaikan steam fuel ratio, maka power output juga
semakin meningkat. Namun, pada waktu yang sama, steam fuel ratio akan
menyebabkan efisiensi electricity pada sistem menjadi berkurang.
Penelitian cross flow heat exchanger pada PLTU berkapasitas 300 MW
(Juangjandee Pipat, 2007). Analisis x-ratio dengan cara membandingkan
pengaruh kebocoran udara dan tanpa kebocoran pada primary air heater.
Verifikasi performa dilakukan pada primary air heater pada beban turbin 60%,
80% dan 100%. Hasil evaluasi efisiensi sisi gas dan XR pada APH ditunjukkan
pada Gambar 2.6 sebagai berikut.

12
(a) (b)
Gambar 2.6 (a) Hasil Pengukuran Jumlah Bahan Bakar dan Aliran Udara
terhadap Daya Listrik. (b) Hubungan Massa Udara dengan Daya Listrik. (c)
Hubungan Temperatur dan Daya Listrik, (Juangjandee Pipat, 2007)

Gambar 2.6a menunjukkan hubungan peningkatan beban turbin, jumlah


bahan bakar dan jumlah kebutuhan udara primary. Hasil grafik menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara jumlah bahan bakar dan kebutuhan udara
meningkat seiring dengan penambahan beban pada turbin. Sedangkan pada
Gambar 2.6b merupakan hasil pengukuran parameter laju aliran udara dan laju
aliran gas pada sisi air heater. Hasil parameter data dapat diamati bahwa
temperatur udara dan gas buang yang masuk air heater relatif konstan. Namun,
perubahan temperatur udara dan gas buang yang keluar terjadi signifikan pada
primary air heater. Selain itu, hasil lain yaitu hubungan antara persentase CO2,
nilai XR dan efisiensi sisi gas ditunjukkan pada Gambar 2.7 sebagai berikut.

(a) (b)
Gambar 2.7 Presentase CO2 dan X-Ratio pada Air Heater PLTU
(a)Hubungan Kebocoran Udara terhadap Daya Listrik. (b)Hubungan
Efisiensi Gas terhadap Daya Listrik. (Juangjandee Pipat, 2007)

13
Ilustrasi Gambar 2.7a merupakan hubungan antara kebocoran CO2 dan daya
turbin pada penelitian. Hasil grafik menunjukkan bahwa penurunan daya turbin
terjadi seiring dengan peningkatan persentase CO2 yang masuk dan keluar dari
primary air heater. Sedangkan Gambar 2.7b merupakan hubungan antara daya
turbin dan efisiensi sisi gas pada penelitian. Hasil grafik dapat diketahui bahwa
semakin besar daya turbin yang dihasilkan, maka efisiensi sisi gas semakin
meningkat sehingga menyebabkan terjadi peningkatan pada nilai XR.
Evaluasi dan optimasi performa air preheater pada PLTU Nagarjuna-India
(Shruti dkk.,2014). Metode eksperimen digunakan untuk menguji performa air
preheater (APH) regenerative. Tujuan penelitian yaitu menguji kebocoran udara
efisiensi sisi gas dan XR pada kondisi full load. Hasil penelitian ditunjukkan pada
Gambar 2.8 sebagai berikut.

(a) (b)

(c)

Gambar 2.8 Pengukuran dan Evaluasi Kebocoran Udara serta Efisiensi Sisi Gas
(a)Hubungan Optimasi APH terhadap Kebocoran Udara. (b) Hubungan Optimasi
APH terhadap Efisiensi Gas. (c) Hubungan Optimasi APH terhadap Nilai XR.
(Shruti dkk, 2014)

14
Gambar 2.8a merupakan hasil pengukuran terhadap kebocoran udara pada
air heater. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa kebocoran udara mengalami
penurunan disebabkan oleh pengaturan gap dan seal air preheater. Sedangkan
Gambar 2.8b merupakan hasil pengukuran terhadap efisiensi sisi gas pada APH.
Hasil eksperimen dapat dipahami bahwa jumlah massa udara yang melalui
cashing air preheater berkurang. Sementara itu, Gambar 2.8c merupakan hasil
pengukuran terhadap nilai x-ratio pada APH. Hasil pengujian dapat diketahui
bahwa nilai XR meningkat disebabkan oleh pengaturan seal dan gap bidang radial
pada air preheater. Oleh karena itu, sebagai kesimpulan bahwa kebocoran udara
terjadi penurunan yang mengakibatkan energi panas yang diserap dapat
dimanfaatkan secara maksimal oleh air preheater.
Analisis performa existing PLTU pulverized coal firing (PF) yang
dimodifikasi menjadi presurized pulverized coal firing combine cycle (PPCC)
pada cycle tempo, (Surresh, M V JJ dkk., 2011). Tujuan penelitian yaitu evaluasi
performa power plant PPCC yang sesuai dengan kondisi iklim India (cooling
water ~33ºC) dan komposisi batubara dengan kadar abu yang tinggi. Beberapa
parameter data yang digunakan pada penelitian berupa excess air, temperatur inlet
turbin dan temperatur air pendingin pada kondensor. Dari parameter data yang
telah ditetapkan pada penelitian, diamati bagian yang paling mempengaruhi
efisiensi energi dan eksergi pada sistem. Tabel 2.4 dan 2.5 merupakan
kesetimbangan energi dari PPCC power plant sebagai berikut.
Tabel 2.4 Hasil Analisis Berdasarkan Kesetimbangan Energi pada PF Power
Plant Berdasarkan Batubara High Ash (Ha)
Components Value (%)
Power (efficiency of the system) 34,6
Heat Rejected in cooling water 25,4
Heat Rejected through stack 37,9
Heat rejected through bottom ash 0,8
Other losses (by difference) 1,3
Sumber: Surresh, M V JJ dkk, 2011.

15
Tabel 2.5 Kesetimbangan Eksergi dari PPCC Power Plant pada Batubara High
Ash (Ha)
Components value (%)
Power (efficiency of the system) 31,6
Loss in Combustor 38,6
Loss in Steam Generator (exluding combustor) 2,3
Loss in Stack 9,2
Loss in GasTurbine 6,7
Loss in Steam Turbine 3,1
Loss in Compressor 3,1
Loss in Condenser and Cooling Water 1
Loss in FHWs 0,4
Loss through bottom ash 0,5
Other Losses 3,5
Sumber: Surresh, M V JJ dkk, 2011

Hasil kesetimbangan energi dan eksergi pada Tabel 2.4 dan 2.5
menunjukkan bahwa kerugian energi terbesar terjadi pada combustor sebesar
38,6%, sedangkan kerugian energi panas yang dilepaskan ke lingkungan paling
tinggi terjadi pada stack yaitu 37,9%. Selain itu, kerugian panas yang tinggi terjadi
pada kondensor adalah 25,4%. Sebagai kesimpulan bahwa parameter input
kondensor paling mempengaruhi perubahan efisiensi energi dan eksergi pada
sistem.
Analisis pengaruh excess air terhadap FBC boiler, (Harish Ghritlahre dan
Tej Pratap Singh, 2014). Tujuan penelitian yaitu untuk meningkatkan efisiensi
boiler dengan cara mengurangi kerugian panas pada flue gas loss. Hasil analisis
data dipahami bahwa flue gas tipe basah (wet flue gas) sulit dikontrol dan
bergantung pada tipe batubara. Sedangkan flue gas tipe kering (dry flue gas) dapat
dikontrol menggunakan excess air dan temperatur gas buang yang keluar pada
stack. Jumlah excess air dapat ditentukan sesuai standar peralatan pembakar dan
tipe bahan bakar. Hasil penelitian yang telah dilakukan pada variasi excess air
sebesar 20% - 40% ditunjukkan pada Gambar 2.9 sebagai berikut.

16
Gambar 2.9 Pengaruh Excess Air terhadap Temperatur Flue Gas
(Harish Ghritlahre dan Tej Pratap Singh, 2014)

Gambar 2.9 merupakan hubungan antara jumlah excess air dan temperatur
flue gas. Hasil grafik penelitian menunjukkan bahwa semakin besar jumlah excess
air yang masuk ke ruang pembakaran, maka temperatur gas buang dihasilkan
semakin meningkat. Dengan demikian, excess air yang lebih besar menyebabkan
kerugian energi panas dalam pembakaran, sehingga mengakibatkan temperatur
gas buang terjadi peningkatan.
Pal dkk. (2015) melakukan simulasi combined cycle (CCP) menggunakan
software cycle-tempo. Tujuan simulasi untuk mengetahui tempat dan mengukur
besar kerugian eksergi. Analisis sistem CCP digunakan lingkungan berupa
temperatur ambient dan temperatur water cooling. Gambar 2.10 merupakan
kerugian eksergi subsistem yang ditunjukkan pada diagram perpindahan panas
sebagai berikut.

(a) (a)

Gambar 2.10 (a) Kerugian Eksergi Tiap Komponen Sistem (b) T-Q Diagram.
(Pal, 2015)

17
Gambar 2.10 merupakan diagram perpindahan panas heat exchanger pada
cycle tempo. Hasil analisis dan simulasi diketahui bahwa bahwa parameter
lingkungan yang digunakan meliputi temperatur ambient sebesar 5-45°C, water
cooling sebesar 5-30°C dan excess air antara 5%-10%. Hasil analisis performa gas
buang dan temperatur combustor menunjukkan peningkatan seiring dengan
adanya kenaikan temperatur ambient. Sedangkan daya netto pembangkit akan
menurun pada saat temperatur water cooling meningkat. Pada penelitian
merekomendasi bahwa jumlah excess air yang optimum adalah 0,2-0,5% pada
temperatur water cooling sebesar 10°C.
Aljundi (2008) melakukan kajian energi dan eksergi pada power plant
PLTU kapasitas 66 MW. Tujuan penelitian yaitu untuk menentukan kerugian
energi dan eksergi dari subsistem PLTU. Analisis menggunakan konsep hukum
kesetimbangan massa, energi dan eksergi untuk mengukur besar eksergi spesifik
tiap kondisi aliran pada sistem berdasarkan referensi keadaan lingkungan. Tabel
2.6 merupakan nilai kerugian energi dan eksergi pada subsistem menurut
persentase rasio kerugian total energi sebagai berikut.
Tabel 2.6 Kesetimbangan Energi pada Komponen Power Plant
Component Heat loss Kw Percent ratio
Condenser 133,597 65,97
Net power 53,321 26,33
Boiler 12,632 6,24
Piping 1665 0,82
Heaters 856 0,42
Turbine 452 0,22
Total 202,523 100
Sumber: Aljundi, 2008

Data Tabel 2.6 dapat diketahui bahwa kerugian energi terbesar terjadi pada
kondensor sebesar 133,597 kW. Dengan persentase rasio kerugian energi
kondensor sebesar 65,97% yang terbuang kelingkungan. Sedangkan daya netto
yang dihasilkan sebesar 53,32% dengan persentase rasio kerugian energi adalah
26,33%. Gambar 2.11 menunjukkan kerugian eksergi dan efisiensi energi pada
subsistem sebagai berikut.

18
9AAAA

(a) (b)
Gambar 2.11 Grafik Perfoma PLTU Kapasitas 66 MW (a) Kerugian Eksergi. (b)
Efisiensi Eksergi. (Aljundi, 2008)

Grafik Gambar 2.11a menunjukkan bahwa komponen sistem PLTU yang


memiliki kerugian eksergi yang paling besar terjadi pada boiler sebesar 120,54
kW atau 77% dari total eksergi losses. Kerugian eksergi terbesar yang terjadi
disebabkan oleh pencampuran bahan bakar dan excess air pada bagian combustor
yang kurang maksimal. Sedangkan Gambar 2.11b menunjukkan bahwa semakin
tinggi temperatur lingkungan menuju ruang bakar, maka efisiensi boiler
mengalami penurunan. Pada saat kinerja boiler menjadi rendah, maka daya turbin
juga mengalami penurunan.

2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)


PLTU merupakan pembangkit listrik yang memanfaatkan energi panas
berupa uap untuk memutar turbin-generator dan menghasilkan listrik. Uap panas
yang dihasilkan diperoleh dari pembakaran bahan bakar yang menyebabkan fase-
air menjadi uap pada boiler. Beberapa komponen utama sistem pembangkit listrik
tenaga uap sebagai berikut.
a. Boiler
Boiler atau ketel uap merupakan suatu perangkat pembangkit yang
berfungsi mengubah air menjadi uap. Ditinjau dari fluida yang mengalir, maka
boiler dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu ketel pipa api (fire tube boiler) dan
ketel pipa air (water tube boiler). Menurut jenis teknologi yang digunakan tipe
boiler dibedakan menjadi boiler CFB dan boiler FBC.
b. Turbin

19
Turbin uap memiliki berbagai tipe dan berbagai rancangan. Tipe turbin yang
kecil berupa turbin yang tidak menggunakan reheater dan hanya memiliki single
turbine. Model Turbin seperti ini, aliran uap masuk dan diekspansi di dalam turbin
selanjutnya langsung menuju kondensor. Sedangkan tipe turbin besar tanpa
menggunakan reheater, dengan uap diekspansi pada turbin pertama selanjutnya ke
turbin kedua dan terakhir menuju kondensor.
c. Kondensor
Kondensor merupakan alat untuk mengubah uap dari turbin menjadi fase cair-
jenuh dengan sistem kondensasi. Hasil kondensasi ditampung pada hotwell
sebelum temperatur ditingkatkan oleh feedwater heater pump menuju boiler.
Instalasi kondensor yang digunakan adalah jenis shell and tube yaitu air
pendingin berasal dari air laut yang mengalir di dalam pipa dan uap mengalir
pada sisi shell.
d. Pompa
Pompa merupakan peralatan untuk mengalirkan fluida dari tekanan rendah
ke tekanan tinggi. Pompa pembangkit tenaga uap terdiri dari berbagai jenis dan
fungsi. Salah satunya adalah boiler feed pump. Boiler feed pump merupakan
komponen utama dari sebuah pembangkit tenaga uap. Komponen pompa tersebut
memiliki fungsi untuk memompakan air yang akan diuapkan pembakaran di
boiler.

2.2.1 Analisis Sistem Pembangkit Tenaga Uap Siklus Rankine


Siklus Rankine adalah siklus termodinamika yang mengubah energi panas
menjadi energi mekanik yang ditransmisikan melalui poros turbin untuk
menggerakkan generator listrik. Siklus Rankine pada Gambar 2.12 menunjukkan
empat proses, setiap proses dapat mengubah keadaan properties fluida kerja
sebagai berikut.

20
(a) (b)
Gambar 2.12 Skema Siklus Rankine Sederhana. (a) Model Sistem Siklus Rankine
(b) T-S Diagram (Cengel dan Boles, 2006)

Gambar 2.12 merupakan ilustrasi fluida kerja melewati urutan proses yang
reversible secara internal sebagai berikut.
- Proses 1–2 ( Proses kompresi isentropik di dalam pompa ).
- Proses 2–3 ( Proses tekanan konstan dan penambahan termal di dalam boiler )
- Proses 3–4 ( Proses isentropik dalam turbin ).
- Proses 4–1 ( Perpindahan kalor dari fluida kerja pada tekanan konstan melalui
kondensor menjadi cairan jenuh).

2.2.2 Siklus Rankine Regenerative


Siklus regenerative tenaga uap berfungsi untuk mengurangi kebutuhan
bahan bakar (Qin) dan meningkatkan temperatur feedwater heater dengan
memanfaatkan uap ekstraksi dari turbin. Siklus regenerasi tidak hanya
meningkatkan efisiensi siklus tetapi juga mengurangi deareasi. Deaerasi
merupakan proses menghilangkan kadar oksigen dalam air yang menyebabkan
korosi pada jalur pipa. Proses regenerasi umumnya menggunakan alat yang
disebut feedwater heater (FWH). Pada PLTU terdapat 2 tipe FWH yaitu tipe
terbuka dan tertutup. Feedwater heater tipe terbuka merupakan fluida kerja
bercampur secara langsung. Sedangkan FWH tipe tertutup fluida kerja tidak
bercampur secara langsung. Gambar 2.13 menunjukkan siklus regenerative pada
komponen utama PLTU Molotabu Gorontalo sebagai berikut.

21
Gambar 2.13 Siklus Regenerative Menggunakan Feedwater Heater
(PLTU Molotabu Gorontalo 2x12.5 MW)

Gambar 2.13 merupakan skema PLTU yang terdiri tiga ekstraksi aliran
massa uap. Ekstraksi uap pada 2, 3, dan 4 merupakan kerugian sejumlah energi
yang terevaporasi sebagai panas laten. Sedangkan keadaan 14 dan 22 merupakan
panas sensibel akibat ekstraksi. Aliran massa uap ekstraksi m2, m3 dan m4 adalah
bagian kecil fraksi massa dengan laju aliran yang bervariasi. Tetapi laju aliran
massa uap di antara 1 dan 2 bernilai tinggi, sedangkan laju aliran massa di antara
4 dan 5 memiliki nilai yang terendah. Analisis siklus regenerative menggunakan
kesetimbangan energi dan massa yang melingkupi feedwater heater. Jumlah aliran
massa ekstraksi dapat dihitung menurut persamaan El Wakil M.M sebagai
berikut.
Aliran massa antara 1 dan 2 = 1

Aliran massa antara 2 dan 3 = 1  m


2
Aliran massa antara 3 dan 4 = 1  m
 2  m 3

Aliran massa antara 4 dan 5 = 1  m


 2  m 3  m 4
Aliran massa antara 1 dan 22 = 1

Aliran massa antara 2 dan 12 = m 2

3
Aliran massa antara 3 dan 14 = m

 2  m 3  m 4
Aliran massa antara 1 dan 5 = m

22
Siklus termodinamika merupakan suatu urutan proses yang berawal dan
berakhir pada keadaan sama. Evaluasi kerja sistem PLTU menggunakan kekekalan
massa dan energi volume atur sebagai berikut.
a. Kekekalan massa untuk volume atur.
Untuk beberapa jalur inlet dan outlet, maka persamaan neraca massa dan
volume atur sebagai berikut.
dmCV
  m i _  m e (2.1)
dt i e

Dalam kondisi stedi/tunak, maka ditulis menjadi persamaan sebagai berikut.


i
m i _  m e
e
(2.2)

b. Kekekalan energi untuk volume atur


Penurunan hukum kekekalan energi pada volume atur dapat dilakukan
berdasarkan massa atur. Evaluasi aliran massa yang masuk dan keluar sistem,
maka persamaan energi dan untuk volume atur dapat ditulis menggunakan
persamaan sebagai berikut.
dmCV  v1i   v2e 
 Q CV  WCV   m
 i hi   gzi    m
 e he gze  (2.3)
dt i  2  e  2 

Penerapan hukum kesetimbangan laju massa dan energi pada volume atur
yang melingkupi setiap komponen sistem, maka digunakan beberapa asumsi
sebagai berikut.
1. Perpindahan kalor terjadi di antara komponen PLTU dengan keadaan
sekililingnya diabaikan.
2. Perbedaan perubahan energi kinetik dan potensial diabaikan.
3. Setiap komponen dianggap bekerja pada kondisi tunak.
4. Pressure drop aliran fluida sepanjang pipa diabaikan.

23
2.2.3 Analisis Energi Volume Atur pada Komponen Utama Pada PLTU
 1 ) merupakan laju massa yang masuk
Laju aliran massa pada set poin 1 ( m

5
 2, m 3 m 4 merupakan laju massa yang diekstraksi dan m
ke turbin. Sedangkan m

adalah laju massa yang keluar dari turbin. Gambar 2.14 menunjukkan volume atur
yang melingkupi turbin sebagai berikut.
a. Analisis Turbin Uap

Gambar 2.14 Volume Atur pada Turbin

Uap dari boiler pada kondisi 1 atau m 1 berada pada temperatur dan tekanan
yang sudah tingkatkan dan berekspansi melalui turbin untuk menghasilkan kerja.
 5 dengan
Kemudian aliran massa dibuang ke kondenser pada kondisi 5 atau m
tekanan relatif rendah. Dengan mengabaikan perpindahan kalor di sekelilingnya,
maka kesetimbangan laju energi dan massa untuk volume atur di sekitar turbin
pada kondisi tunak sebagai berikut.
- Balance massa
dmCV
 m
i _ m
e (2.4)
dt i e

m 2  h2  h19   h21  h18 (2.5)

m 3  h3  h16   m 2 h2  h16   m 3 h14  h16  (2.6)

m 4  h4  h10   h14  h11 (2.7)

24
- Sehingga energy balance untuk turbin dapat ditulis pada persamaan (El Wakil
M.M) sebagai berikut.

h1  h2   1  m 2  . h2  h3   1  m 2  m 3  . h3  h4   (2.8)


WT  
  1  m 2  m3  m 4  . h4  h5 
dengan:

 = Laju aliran massa fluida kerja.


m
WT = Laju kerja yang dihasilkan per unit massa uap melalui turbin.
b. Analisis Boiler
Siklus fluida kerja berupa air yang meninggalkan pompa, dipanaskan dan
diuapkan oleh boiler dengan memanfaatkan energi panas dari hasil pembakaran
bahan bakar. Gambar 2.15 menunjukkan volume atur untuk boiler sebagai berikut.

Gambar 2.15 Volume Atur pada Boiler

Analisis boiler menggunakan hukum kesetimbangan laju massa dan energi


dapat ditulis pada persamaan sebagai berikut.

dECV  v1i   v2e 


 Q CV  WCV   m i hi   gzi    m e he gze  (2.9)
dt i  2  e  2 

- Massa Balance
dmCV
 m
i _ m
e
dt i e

m 22  m 1  m (2.10)

25
- Energy Balance
Q in
 h1  h22 (2.11)
m
dengan :
Q in
= Laju perpindahan kalor dari sumber energi ke dalam fluida kerja
m
per unit massa pada boiler.

c. Analisis Kondenser
Kondensor merupakan alat berfungsi untuk mengkondensasikan uap air
yang berasal dari turbin, sehingga terjadi perpindahan kalor dari uap ke air
pendingin yang mengalir pada aliran terpisah. Dengan demikian, uap akan
terkondensasi seiring dengan peningkatan temperatur air pendingin. Gambar 2.16
menunjukkan volume atur yang melingkupi bagian kondensor sebagai berikut.

Gambar 2.16 Volume Atur pada Kondensor

Hasil analisis sistem untuk kondisi tunak volume atur kondensor, maka
kesetimbangan laju aliran massa dan energi dapat ditulis dengan persamaan
sebagai berikut.

- Massa Balance
dmCV
  m i _  m e (2.12)
dt i e

m 10  m 5  m 6  m
- Energy Balance
dECV
-   m i .hi _  m e .he (2.13)
dt i 3 e2

26
Sehingga kesetimbangan energi pada kondensor sebagai berikut.

m6  m5  m10

m8 m9  m cw

Qsteam  Qcooling, water

 5. h5  m
m  10. h10m
 6 . h6  m
 9 . h9  m8. h8

 5  (h5  h6 )  m
m  10 (h10h6 )  m
 cw (h9  h8 )

EQondensor  m
 CW (h9  h8 ) (2.14)

d. Analisis Open Feedwater Heater/Deaerator


Deaerator merupakan salah jenis heat exchanger dengan mekanisme
perpindahan panasnya yang terjadi secara langsung. Aliran fluida yang berbeda
temperatur akan bercampur secara langsung tanpa adanya penyekat. Gambar 2.17
merupakan volume atur yang melingkupi open feedwater heater sebagai berikut.

Gambar 2.17 Volume Atur pada Open Feedwater Heater

Beberapa asumsi digunakan untuk menyelesaikan kesetimbangan massa dan


energi pada open FWH yaitu tidak terjadi perpindahan kalor antara open FWH
dengan lingkungan sekitar serta mengabaikan pengaruh energi kinetik dan
potensial pada sistem. Maka penerapan prinsip konservasi massa dan energi pada
volume atur disekeliling open feedwater heater. persamaan 2.14 pada kondisi
tunak pada open FWH menurut El Wakil M.M sebagai berikut.

Q out  m
 3. h3  m19. h19  m14 . h14 )  m
 16. h16 (2.15)

27
e. Analisis Closed Feedwater Heater
Close feedwater heater merupakan jenis heat exchanger yang aliran fluida
berbeda temperatur tidak bercampur secara langsung karena adanya pembatas
pada alat tersebut. Close feedwater heater memiliki dua jenis yaitu bertekanan
rendah dan bertekanan tinggi. Gambar 2.18 merupakan volume atur dari close
feedwater heater sebagai berikut.

Gambar 2.18 Volume Atur Close pada Feedwater Heater

Fraksi massa dari aliran total yang diekstraksi ( m ) dapat dihitung dengan
menerapkan prinsip konservasi massa dan konservasi energi pada volume atur
closed feedwater heater. Beberapa asumsi yang digunakan dalam penerapan heat
and mass balance yaitu tidak terjadi perpindahan kalor antara closed feedwater
heater dengan lingkungan sekelilingnya, perbedaan energi kinetik dan potensial
pada control volume close FWH diabaikan. Sehingga kesetimbangan energi pada
kondisi tunak menurut persamaan El Wakil M.M dapat dihitung sebagai berikut.

a. High pressure feedwater heater

 2 h2  h19 
Q out  m (2.16)

b. Low pressure feedwater heater


 4 h4  h10 
Q out  m (2.17)

28
f. Pompa
Kondensat yang meninggalkan kondensor pada tekanan yang sudah di
tingkatkan kondisi inlet menuju deaerator menggunakan pompa yang ditunjukkan
pada Gambar 2.19 sebagai berikut.

Gambar 2.19 Volume Atur pada Pompa

Dengan menggunakan penerapan hukum energy balance pada volume atur


disekitar pompa yang ditunjukkan pada Gambar 2.19 dan mengasumsikan tidak
ada perpindahan kalor dengan sekitar. Maka kesetimbangan energi pada pompa
dapat dihitung dengan persamaan 2.18 sebagai berikut.
(h  h )
W pump  m out in (2.18)
 pump

2.2.4 Analisis Parameter Kinerja pada PLTU


Efisiensi termal digunakan untuk mengukur seberapa banyak energi bahan
bakar yang dapat dikonversi ke dalam fluida kerja pada boiler. Sehingga
dihasilkan keluaran kerja netto. Dengan demikian, keluaran kerja netto dan
efisiensi termal dirumuskan menjadi persamaan 2.19 dan 2.20 sebagai berikut.
Keluaran kerja netto siklus:

Wnet  WT  W p (2.19)

Efisiensi termal siklus:


W
th   net (2.20)
Q in

Parameter lain yang digunakan untuk mengukur kinerja pembangkit tenaga


uap adalah rasio kerja balik. Rasio kerja balik didefinisikan sebagai rasio masukan
kerja pompa terhadap kerja yang dihasilkan turbin. Persamaan 2.21 menunjukkan
rasio kerja balik dari sistem PLTU sebagai berikut.

29
W net
WR  (2.21)
WT

2.2.5 Analisis Efisiensi dan Heat Rate pada PLTU


Designer dan operator power plant sangat memperhatikan tingkat efisiensi
dan ekonomis sistem. Pada saat sistem beroperasi maksimal, maka berdampak
pada biaya produksi, bahan bakar, dan biaya operasi lain. Namun, sebaliknya
efisiensi yang rendah akan menyebabkan pemborosan pada bahan bakar. Sehingga
perlu penambahan analisis terhadap parameter lain yang dikenal dengan heat rate.
Heat rate merupakan laju energi pada boiler yang diperlukan untuk menghasilkan
1 kilowatt energi listrik (kWh)/Btu. Jumlah heat rate memiliki nilai yang
berbanding terbalik secara proporsional dengan efisiensi termal. Nilai heat rate
yang rendah sangat baik siklus karena menghemat kebutuhan bahan bakar.
Beberapa jenis heat rate pada pembangkit listrik yang sering digunakan adalah net
plant heat rate (NPHR), turbine heat rate (THR) dan gross plant heat rate
(GPHR). Gambar 2.20 menunjukkan perbandingan berbagai nilai posisi heat rate
pada siklus Pembangkit Listrik Tenapa Uap sebagai berikut.

Gambar 2.20 Penunjukkan Posisi Heat Rate pada Siklus Pembangkit.


(Mechanical Engineer At ECP Power Plant Company )

Penerapan metode energy balance adalah untuk menghitung massa bahan


bakar yang dibutuhkan, dengan terlebih dahulu mengetahui efisiensi kerja netto.
Efisiensi siklus Rankine yaitu membandingkan dan mengukur seberapa banyak
energi yang masuk ke dalam fluida kerja boiler yang dapat dikonversi menjadi

30
keluaran kerja netto dan gross. Sehingga efisiensi boiler menggunakan direct
method dapat ditulis dalam persamaan 2.22 sebagai berikut.
Usefull Energy m . (h  h )
 boiler   steam steam water X 100% (2.22)
Input Energy m fuel . HHV
dengan :
m steam = Massa Uap (kg/s)

h steam = Entalpi uap keluar boiler (kJ/kg)

hwater = Entalpi air masuk boiler (kJ/kg)


Menghitung konsumsi batubara yang dibutuhkan sebagai berikut.
m Steam (hsteam  hwater )
m bb  (2.23)
 boiler . HHV
Menghitung gross plant heat rate (GPHR) dapat ditentukan dengan
perbandingan energi bahan bakar disuplai dengan daya gross output. Menghitung
laju panas masuk ke boiler terlebih dahulu mengetahui massa bahan bakar yang
digunakan pada sistem. Sehingga GPHR dapat ditulis menggunakan persamaan
2.24 sebagai berikut.
m fuel . HHV
Gross Plant Heat rate  (2.24)
GGO
HHV = Highter Heating Value (kJ/kg atau Kcal/kg)
GGO = Gross Generator Out (KW)
Menghitung net plant heat rate (NPHR) dapat diketahui dari perbandingan
energi bahan bakar panas yang masuk boiler dan daya net output. Daya net
output adalah daya (power) yang dihasilkan pembangkit setelah dikurangi dengan
pemakaian sendiri oleh power station, (selft energy comsumption). Menentukan
NPHR menggunakan persamaan 2.25 sebagai berikut.
m fuel. LHV
Nett plant heat rate  (2.25)
GGO  SEC

Keterangan: SEC = Selft energy consumption

31
2.3 Konsep Air Heater dan Air Preheater
Air Heater merupakan cross flow heat exchanger yang berfungsi sebagai
alat pemanas awal udara pembakaran. Udara yang dihisap oleh forced draft fan
(FDF) memiliki temperatur sekitar 30ºC, selanjutnya mengalir pada air heater
sehingga dihasilkan temperatur udara sekitar 120ºC. Fluida panas yang digunakan
yaitu auxilarry steam heater, pada temperatur steam sekitar 180ºC memanaskan
udara pada air heater.
Air preheater merupakan salah satu alat yang digunakan untuk
meningkatkan efisiensi ketel. Udara ditingkatkan temperaturnya dengan
memanfaatkan kalor dari gas buang hasil pembakaran. Udara mengalami proses
pemanasan awal pada air heater, selanjutnya dialirkan melewati air preheater
untuk dipanaskan kembali. Proses transfer panas dalam air preheater terjadi
secara konveksi. Temperatur udara setelah dipanaskan tersebut diharapkan
mencapai 230ºC. Tabel 2.7 menujukkan pengelompokkan air preheater sebagai
berikut.
Tabel 2.7 Tipe Air Preheater yang Umum Digunakan pada PLTU
Rekuperative Type Regenerative Type
(Tubular Air Preheater) (Rotary Pre-Heater)
Vertical Tube Rotating baskets (Ljungstrom)
Horizontal Tube Rotating hood (Rothemuhle)
Sumber: R.Venkateshkumar dkk, 2016

Air preheater tipe rekuperative pada Tabel 2.7 merupakan heat exchanger
yang memanfaatkan kalor secara langsung dari panas gas buang (flue gas) untuk
memanaskan udara yang melalui pada penukar kalor. Sedangkan air preheater
tipe regenerative merupakan penukar kalor yang mempunyai sistem atau cara
kerja berdasarkan regenerasi. Model regenerative terdiri dari rotor yang diputar
oleh motor listrik melalui roda gigi reduksi yang menghasikan kecepatan putar
rendah sekitar 1-3 rpm. Rotor dibagi oleh ruji-ruji terbuat dari plat dan beberapa
sektor. Setiap sektor diisi oleh beberapa pelat tipis dan bergelombang sehingga
terjadi suatu saluran yang sangat sempit yang menjadi laluan udara dan asap.
Skema air preheater ditunjukkan pada Gambar 2.21 sebagai berikut.

32
(a) (b)

Gambar 2.21 Rekuperative Tubular Air Preheater (a); Regenerative Rotary Air
Preheater (b) (Dr. T.K Ray 2013)

Gambar 2.21a merupakan air preheater tipe rekuperative horizontal dengan


aliran flue gas tegak lurus untuk memanasi udara yang terdapat di dalam tube.
Sebaliknya air preheater tipe vertikal aliran flue gas di dalam tube dan udara luar
mengalir melintasi tube bundles. Sedangkan air preheater tipe regenerative
merupakan alat yang berputar pada porosnya yang digerakkan oleh rotor.
Menurut hukum termodinamika kedua “ bahwa tidak mungkin menukar
tenaga kalor keseluruhan menjadi tenaga bersih”. Akan tetapi, menurut persamaan
energi “ bahwa panas yang diserap sama dengan panas yang dilepas”, sehingga
dapat ditulis menjadi:

Qserap = Qlepas

Prinsip kerja air preheater merupakan fluida kerja atau udara yang
menyerap panas, sedangkan gas buang merupakan fluida yang melepas panas.
Dalam hal ini, besar panas yang diserap oleh udara dan besar panas yang dilepas
oleh gas buang dapat dihitung menggunakan persamaan 2.25 sebagai berikut.
Menurut Holman J.P (1993), sifat fluida dingin dievaluasi pada temperatur
rata-rata sebagai berikut.

Tci  Tco
Tc  (2.26)
2
dengan:

Tci = Temperatur udara masuk (ºC)

33
Tco = Temperatur udara keluar (ºC)
Sedangkan fluida panas

Thi  Tho
Th 
2
dengan:
Thi = Temperatur gas buang masuk (ºC)

Tho = Temperatur gas buang keluar (ºC)


Menurut William J.S (1988) besar panas yang diserap fluida dingin (udara)
ditulis dengan persamaan 2.27 dan 2.28 sebagai berikut.
Q  m Cp x T (2.27)

Qserap  mudara x Cpudara x (Tudara,out  Tudara,in ) (2.28)

dengan:
Qserap : besar panas yang diserap udara (kJ∕h)
mudara : laju aliran massa udara (kg∕s)
Cp,udara : panas jenis udara (kJ∕kg.°k)
Tudara.out : temperatur udara keluar (°C)
Tudara.in : temperatur udara masuk (ºC)
Menghitung panas yang dilepas gas buang dapat dihitung dengan
mengunakan persamaan 2.29 sebagai berikut.

Qlepas  mgas x Cpgas x (Tgas,in  Tgas,out ) (2.29)

dengan :

Qlepas : besar panas yang dilepas gas buang (kJ∕h)


M g ,buang : laju aliran gas buang (kg∕s)
C p , gasbuang : panas jenis gas buang (kJ∕kg.°k)
Tg ,buang, in : Temperatur gas buang masuk (°C)
Tg ,buang, out : Temperatur gas buang keluar (°C)

34
2.4 Analisis X-Ratio
Analisis fundamental heat exchanger, maka efisiensi air preheater
merupakan rasio antara temperatur flue gas drop (Tgas,in-Tgas,out) dan temperatur
a head atau Tudara,out -Tudara,in. Semua parameter ini berlaku jika diasumsikan tanpa
ada kebocoran (leakage) udara. Untuk menghitung efisiensi gas maksimum yang
melewati air preheater ditunjukkan pada persamaan 2.28 dan 2.29 (Mclaughlin
David C. dkk., 2010) sebagai berikut.

g 
T
gi  Tgo 
x100 (2.30)
Tgi  Tai

Sehingga nilai x-ratio merupakan kapasitas sisi panas sisi udara dan
kapasitas panas sisi gas yang melalui air preheater dapat dihitung menggunakan
persamaan sebagai berikut.

m a c p , a T T
XR   gi go (2.31)
m g c p , g . Tao  Tai

Keterangan:

Tgi :Temperatur gas masuk (ºC)

Tao : Temperatur udara keluar (ºC)

Tai : Temperatur udara masuk (ºC)

C pa : Panas spesifik dari temperatur udara keluar dan temperatur Tae dan
Tgl = 1.023 kJ/kg/°K
C pg : Panas spesifik antara temperatur Tgl dan Tae dan = 1.109 kJ/kg°K

2.5 Analisis Energi Bahan Bakar Padat (Batubara)


Data batubara yang digunakan pada PLTU Molotabu Gorontalo yaitu
batubara berkalor rendah. Nilai kalor batubara berkalor rendah berkisar antara
3600-4200 kJ/kg. Namun, komposisi bahan bakar yang digunakan pada
pemodelan sistem ini tidak menggunakan komposisi batubara aktual lapangan.
Hal ini disebabkan oleh tidak tersedianya data hasil pengujian batubara pada

35
pembangkit tersebut. Oleh karena itu, komposisi batubara yang digunakan
diperoleh dari referensi. Namun heating value mendekati nilai LHV bahan bakar
yang direkomendasi oleh boiler designer yaitu Qnet,ar = 16580 kJ/kg. Komposisi
bahan bakar dianggap valid, maka dilakukan dua pendekatan untuk memvalidasi
heating value dari batubara. Sehingga nilai HHV dan LHV batubara mendekati
data desain. Selanjutnya, validasi yang kedua yaitu jumlah konsumsi bahan bakar
menggunakan perangkat lunak khusus analisis boiler. Gambar 2.22 menunjukkan
komposisi batubara dari jurnal Xiaoqu Han dkk.,2014 sebagai berikut.

Gambar 2.22 Validasi Komposisi Batu bara dan Kebutuhan Jumlah Bahan Bakar.

Gambar 2.22 merupakan validasi komposisi batubara pada perangkat


analisis boiler. Hasil validasi menunjukkan bahwa jenis batubara yang digunakan
adalah low rank coal (lignite). Dari hasil validasi diperoleh nilai berupa GVC
sebesar 4196,87 kcal/kg atau 17658,08 kJ/kg. Sedangkan LVH sebesar 16511.26
kJ/kg dengan jumlah konsumsi bahan bakar sebesar 11435,88 kg/h. Dengan
demikian, sebagai kesimpulan bahwa hasil validasi dibandingkan dengan data
desain coal LHV sebesar 16580 kJ/kg dan konsumsi bahan bakar 11226 kg/h.
Maka nilai error yang diperoleh masing-masing sebesar 0,4% dan 1,86%.
Pendekatan selanjutnya adalah menghitung HHV dan LVH menggunakan
persamaan (2.32 dan 2.33) menurut Francis dan Lioyd’s sebagai berikut.

HHV Btu / lb = 149 x C + 150 ( H- 0,835 x O 8 )  26,7 xsulfur (2.32)

LHV Btu / lb   HHV  10,30 H x 9  moisture  (2.33)

36
2.6 Analisis Reaksi Kimia dalam Pembakaran Bahan Bakar Batubara
Proses pembakaran bahan bakar, maka komposisi kimia batubara yang dapat
bereaksi dengan oksigen (O2) untuk proses pembakaran sempurna adalah karbon
(C), hidrogen (H2) dan sulfur (S) sedangkan nitrogen tidak terjadi reaksi dengan
oksigen. Contoh hasil reaksi pembakaran untuk komposisi batubara yang
digunakan pada pemodelan sebagai berikut.
a. Reaksi kimia pembakaran bahan bakar.
Unsur karbon (C)
C + O2 CO2
1 kg mol C + 1 kg mol O2 2 kg mol CO2
12 kg C + 32 kg O2 44 kg CO2
1 kg C + 32/12 kg O2 44/12 kg O2
Sehingga setiap pembakaran 1 kg C secara sempurna dibutuhkan oksigen
minimum 2.66 kg, menghasilkan karbon dioksida sebesar 3.66kg.
b. Menghitung udara teoritis.
Reaksi pembakaran unsur C, H2 dan S turut terbakar dengan O2, sedangkan
nitrogen (N2) tidak terjadi reaksi dengan O2, sehingga kebutuhan udara teoritis
dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut.
Total oksigen (AFR stoikiometrik) dibutuhkan untuk membakar 1 kg batubara
secara sempurna sebagai berikut.

Total O2 membakar unsur (C, H dan S) - O2bahan bakar (2.34)

c. Menghitung Udara Akual (AFR aktual)


Actual Air Suply (AAS) = Udara teoritis + (fa x udara teoritis) (2.35)
fa : faktor excess air bergantung pada jenis boiler
Tabel 2.8 menunjukkan jumlah tingkatan kebutuhan excess air dari berbagi
macam bahan bakar sebagai berikut.

37
Tebel 2.8 Tingkat Kebutuhan Excess Air yang Dibutuhkan Untuk Pembakaran
Bahan Bakar Sebagai Berikut.
Fuel System Excess Air (%)
Coal Pulverized, completely water cooled
15-20
furnance
Pulverized, Partially water cooled
15-40
furnace
Spreader stoker 30-60
Chanin gate and traveling stoker 15-50
crushed, cyclone furnace 15-15
Fuel oil oil burner 15-10
Multifuel burner 10-120
Gas Gas burner
Multifuel burner 15-13
Sumber: El. Wakil M.M, 1988

Dengan cara yang lain untuk menghitung excess air menurut persamaan
standar ASME PTC 4.1 berdasarkan dry flue gas analysis sebagai berikut.

Excess air supplied (EA) = O2/(21% - O2%) x 100 % (2.36)

Dengan demikian, rasio ekuivalen dapat ditentukan dengan persamaan


sebagai berikut.

AFRaktual
 (2.37)
AFRstoik

2.7 Software Cycle-Tempo


Software cycle-tempo merupakan perangkat lunak pemodelan analisis
termodinamika ( Delf University 2006 ) yang dikembangkan dan dibuat oleh
Technische Univesiteit Delft, Nederland. Cycle tempo menjadi perangkat yang
dipakai untuk simulasi refrigerasi dan pembangkit listrik. Keunggulan perangkat
lunak yaitu dapat digunakan untuk mensimulasikan sistem yang fluida kerja selain
menggunakan fluida air. Dalam studi ini cycle tempo digunakan untuk simulasi
pembangkit listrik tenaga uap dan analisis perhitungan energi pada sistem PLTU.
Secara garis besar semua apparatus dapat ditentukan menggunakan
parameter data termodinamika sebagai berikut.

38
PIN = Tekanan Masuk (bar)
POUT = Tekanan Keluar (bar)
DELP = Penurunan Tekanan (bar)
TIN = Temperatur Masuk (°C)

TOUT = Temperatur Keluar (°C)


DELT = Kenaikan Temperatur (ºC)

2.8 Apparatus pada Perangkat Lunak Cycle Tempo


Software cycte-tempo memiliki berbagai apparatus yang dapat digunakan
untuk desain instalasi sistem. Beberapa komponen utama PLTU yang memerlukan
pembahasan khusus terdapat pada Gambar 2.23 sebagai berikut.
a. Boiler

Gambar 2.23 Tipe Boiler Siklus Tertutup pada Software Cycle tempo
(Reference Guide Cycle Tempo,2006)

Tipe boiler pada Gambar 2.23 digunakan untuk siklus tertutup. Dalam
penggunaannya sumber panas (Qin) diumpankan ke dalam siklus dengan mengisi
parameter berupa tekanan, temperatur dan LHV bahan bakar. Sedangkan
temperatur flue gas tidak dapat dimodelkan lebih detail pada boiler. Oleh karena
itu, untuk mengetahui parameter flue gas secara detail dengan cara merancang
boiler yang tersusun atas komponen economizer, evaporator, superheater,
reheater dan air preheater. Keunggulan merancang boiler tersusun atas beberapa
komponen yaitu komposisi batubara dapat dimasukkan berdasarkan nilai kalor
bahan bakar yang digunakan. Gambar 2.24 menunjukkan berbagai tipe turbin
yang dapat digunakan pada pemodelan sistem.

39
b. Turbin

(a) (b)

Gambar 2.24 Tipe Turbine pada Software Cycle Tempo (a). Single high Pressure
Turbine (b) (Reference Guide Cycle Tempo,2006)

Jenis turbin pada Gambar 2.24a digunakan untuk berbagai pemodelan siklus
termodinamika. Maksimum inlet dan outlet memiliki 8 ekstraksi. Sedangkan
Gambar 2.24b menunjukkan contoh hasil pemodelan untuk turbin tunggal. Contoh
parameter input turbin ditunjukkan pada Tabel 2.9 sebagai berikut.
Tabel 2.9 Parameter Input pada Komponen Turbin

Sumber: Turbine Modeling Operation by TuDelf University

Keterangan:
TUCODE : 10000 (Intermediate pressure section with double reheating)
GCODE :1
ETHAM : Mechanical Efficiency =1

40
ETHAI : Isentropic Efficiency (Default = Unknown For TUCODE =0
c. Kondensor

Gambar 2.25 Tipe Kondensor pada Softwarre Cycle Tempo.


(Reference Guide Cycle Tempo,2006)

Dalam proses pemodelan kondensor pada Gambar 2.25 terdapat dua jenis
metode perhitungan energi yang dapat digunakan yaitu EEQCOD ( Energy
EQuation Code ) = 1 yaitu mendefinisikan jika persamaan energi untuk
menghitung temperatur yang tidak diketahui. Sedangkan EEQCOD ( Energy
EQuation Code ) = 2 yaitu persamaan energi untuk menghitung jumlah aliran
massa yang tidak diketahui.

d. Heat Exchanger

Gambar 2.26 Tipe Heat exchanger pada Software Cycle Tempo


(Reference Guide Cycle Tempo,2006)

Tipe apparatus terdapat pada Gambar 2.26 secara umum dapat digunakan
sebagai penukar kalor, evaporator dan furnace. Parameter input digunakan yaitu
EEQCOD = 1 yaitu persamaan energi untuk mass flow jika tidak diketahui.
Sedangkan EEQCOD =2 yaitu persamaan energi untuk menghitung entalpi.

41
Apparatus heat exchanger pada software cycle tempo dapat memberikan
pemahaman lebih mendalam terutama pemodelan design condition atau Off design
condition. Khusus kondisi design sangat penting untuk memahami laju
perpindahan panas atau heat capacity rate (UA). Pada kondisi normal nilai UA
bergantung pada aliran massa primary dan aliran secondary. Dengan mengisi nilai
UA pada heat exchanger, maka temperatur dapat dihitung dengan sendirinya.
Sehingga metode menghitung laju UA pada heat exchanger sebagai berikut.

Heat exc.  UA X Tln (kW) (2.38)

Jumlah energi panas pada heat exchanger yaitu jumlah energi yang dilepas
sama dengan besar energi yang diterima. Maka temperatur rata-rata dapat dihitung
dengan persamaan sebagai berikut.
ΔT1 - Δ T2
ΔTlm  (2.39)
ln( T1 /T2 )

Dengan cara yang lain untuk menghitung nilai UA pada off condition
sebagai berikut.


  
UA  UA X  m, prim 
'
(2.40)
 DSMAS1
Keterangan : DSMAS1 yaitu desain mass flow primary
Menghitung efisiensi heat exchanger menggunakan persamaan sebagai
berikut.
- Efisiensi universal

,out
ex , heatexchanger  (2.41)
,int

- Efisiensi fungsional
, produck
ex , heatexchanger  (2.42)
,source

42
e. Pompa

Gambar 2.27 Tipe Apparatus Pompa pada Software Cycle Tempo.


(Cycle-Tempo Manual Operation, 2006)

Apparatus pompa pada Gambar 2.27 memiliki 1 inlet dan 1 outlet dalam
penggunaannya. Parameter input yang standar yaitu PIN, POUT,TIN,TOUT dan
DELT. Sedangkan efisiensi mekanik dan efisiensi isentropik pompa dapat
ditentukan dengan memperhatikan Gambar 2.28 sebagai berikut.

Gambar 2.28 Efisiensi Electromotors dan Mekanik Sebagai Fungsi Daya


Pompa. (Cycle-Tempo Manual Operation, 2011).

Grafik pada Gambar 2.28 digunakan sebagai pedoman untuk menentukan


besarnya nilai efisiensi isentropik pompa. Sedangkan efisiensi mekanik dapat
ditentukan menurut daya pompa yang dihasilkan.

43
f. Combustor.

Gambar 2.29 Tipe Apparatus Pembakar (Combustor) pada Software Cycle


Tempo. (Cycle-Tempo Manual Operation, 2006)

Gambar 2.29 merupakan apparatus combustor terdapat parameter input


yang standar berupa PIN POUT, DELP, TIN and TOUT. Sedangkan parameter
penting yang lain sebagai berikut.

EEQCOD :1 Persamaan energi untuk menentukan mass flow


EEQCOD :2 Persamaan energi untuk menentukan temperatur flue gas out
LAMBDA : Air factor (actual oxidant fuel-fuel ratio/stoichiometric
oxidant fuel-ratio.
ESTOFR : Estimate of the oxidant-fuel ratio for the first iteration.

44
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Sistematika Penelitian


Tahapan penelitian yang dilakukan pada pelaksanaan tesis ini mengikuti
diagram alir yang ditunjukkan pada Gambar 3.1 sebagai berikut.

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

45
Model pembangkit yang digunakan adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap
Molotabu Gorontalo dengan daya gross sebesar 2x12,5MW. Komponen utama
PLTU terdiri atas satu boiler, satu turbin uap yang dihubungkan dengan generator,
kondensor, dua close feedwater dan satu deaerator. Jenis turbin uap yang
digunakan adalah high pressure turbine yang memiliki tiga ekstraksi. Ekstraksi
pertama dan ketiga menuju closed feedwater heater dan kedua menuju open
feedwater atau deaerator.

3.2 Spesifikasi Komponen PLTU Molotabu Gorontalo


Spesifikasi komponen utama PLTU sebagai berikut.
a. Turbin
Jenis Turbin yang terdapat pada PLTU adalah single high pressure turbine
dengan spesifikasi ditunjukkan pada Tabel 3.1 sebagai berikut.

Tabel 3.1 Data Spesifikasi Turbin Uap PLTU Molotabu Gorontalo


Parameter Input Spesifikasi Satuan
Code name of steam turbine G121500 -
Model of steam turbine N12,5-4,9 -
Dimension size 6235x3590x2828 mm
Economic Power 12,5 MW
Rated speed 3000 RPM
Inlet Pressure 4,9 MPa
Inlet Temperature 470 °C
Reted steam flow 52,9 t/h
Feeding water temperature 30 °C
Rated exhausted pressure 0,0082 MPa
Quantity of feed water stage 3 (JG+CY+JD)
Steam rate under rate work condition 4,23 kg/kW.h
Heat rate under rated working condition 11566 kg/kW.h
Critical speed 1910 r/min
Higher limit alarm value exhaust
0,012 MPa
pressure
Higher limit alarm value exhaust
65 °C
temperature
Sumber: Manual Book Operation Shandong Machinery & Group, 2011

46
b. Kondensor
Media air pendingin yang digunakan untuk mengkondensasi aliran massa
uap hasil keluaran turbin adalah air laut. Tabel 3.2 merupakan data spesifikasi
kondensor terdapat pada PLTU sebagai berikut.
Tabel 3.2 Data Spesifikasi Kondensor
Parameter Input Spesifikasi Satuan
Condensor model N-1250
Type Surface type mm
Cooling Area 1250 m2
Steam pressure 0,0082 MPa
Steam flow 43,5 t/h
Cooling water flow 3400-3800 t/h
Cooling water temperature 30 °C
Cooling water pressure 0,22 MPa
Tube size Ø 20x0,5 mm
Weight of no water 24,14 t
Sumber: Manual Book Operation Shandong Machinery & Group, 2011

c. Spesifikasi High Pressure Feedwater Heater


Komponen high pressure feedwater heater mendapat suplai ekstraksi turbin
kondisi superheated yang dinyatakan sebagai secondary flow pada temperatur
sebesar 274ºC dan tekanan 6,36 bar. Sedangkan primary outlet flow memiliki
temperatur sebesar 150ºC dan tekanan 4,7 bar. Pada pipe line high pressure heater
kondisi aktual terpasang katup atau by pass ke deaerator. Hal ini sebagai alternatif
untuk pengaman ketika saat tertentu jika terjadi kelebihan aliran massa ekstraksi
uap yang mengakibatkan high pressure FWH over heating. Dengan demikian,
kelebihan aliran massa ekstraksi dapat dikurangi ke deaerator. Data spesifikasi
high pressure feedwater heater sebagai berikut.

47
Tabel 3.3 Data Spesifikasi High Pressure Feedwater Heater
Parameter Input Spesification Unit
High pressure heater model JG-100 ˗
Type Surface type ˗
Heating surface area 100 m2
Pressure in steam side (Max) 1,3 MPa
Pressure in water side (Max) 8 MPa
Tube material 20CR ˗
Water resistance < 0,05 MPa
Sumber: Manual Book Operation Shandong Machinery & Grup 2011

d. Spesifikasi Low Feedwater Heater


Data spesifikasi desain low pressure memiliki temperatur dan tekanan yang
lebih rendah dari high pressure heater yang ditunjukkan pada Tabel 3.4 sebagai
berikut.
Tabel 3.4 Data Spesifikasi Low Pressure Feedwater Heater
Parameter Input Spesification Unit
Low pressure heater model JD-40 ˗
Type Surface type ˗
Heating surface area 40 m2
Pressure in steam side (Max) 0,196 MPa
Pressure in water side (Max) 0,588 MPa
Tube Size Ø15x1 mm
Tube Material HSN70-1A ˗
Water resistance <0,05 MPa
Sumber: Manual Book Operation Shandong Machinery & Group, 2011

e. Deaerator
Deaerator merupakan alat yang berfungsi sebagai penampungan air
sebelum ke economizer. Parameter input deaerator yang terdapat pada heat and
massa balance diagram yaitu desain tekanan inlet sebesar 1,57 bar dan temperatur

48
uap ekstraski 144,9 ºC. Spesifikasi Deaerator ditunjukkan pada Tabel 3.5 sebagai
berikut.
Tabel 3.5 Data Spesifikasi Deaerator pada Sistem PLTU
Parameter Input Spesification Unit
Deaerator JD-40 ˗
Model CQ19-J ˗
Heating surface area 20 m2
Pressure in water side (Max) 1.6 MPa
Cooling water flow t/h 40-60
Tube size Ø 15x1 mm
Tube material HSN70-1A ˗
Power 2,2 kW
Sumber: Manual Book Operation Shandong Machinery & Group, 2011

f. Air Preheater
Air preheater merupakan salah satu alat untuk memanaskan kembali udara
yang disuplai oleh secondary air atau yang dikenal dengan forced draft fan (FDF)
yang diperlukan di boiler. Pada air preheater, udara berada di dalam pipa
mendapat transfer panas secara konveksi dengan memanfaatkan flue gas yang
berada di luar pipa. Spesifikasi air preheater dapat ditunjukkan pada Tabel 3.6
sebagai berikut.
Tabel 3.6 Spesifikasi Air Preheater pada Sistem PLTU
Parameter Input Type mm
Horizontal Tubular ˗
Air preaheater
Rekuperative
Model Three segments ˗
Tube Size Ø 40 x 1,5 m2
Transversal and Longitudinal
62 x 60 mm
pitch
Sumber: Manual Book Operation Shandong Machinery & Group, 2011

49
g. Data termal komponen-komponen pada boiler
Data termal boiler digunakan untuk menunjukkan arah aliran udara dan flue
gas secara detail pada pemodelan PLTU. Komponen-komponen yang ada pada
boiler menunjukkan bahwa komponen cyclone memiliki temperatur flue gas yang
tertinggi. Sedangkan temperatur terendah terdapat pada udara masuk menuju air
preheater. Parameter data termal komponen yang terdapat pada boiler
ditunjukkan pada Tabel 3.7 sebagai berikut.
Tabel 3.7 Parameter Data Termal Komponen-Komponen Boiler.
Hi-temp Low-temp
Sec.
Unit Cyclone Super Super Econ. Prim.AH
AH
heater heater
Gas Outlet
ºC 913 713 508 220 187 141
Temperature
Working
Subtance Inlet ºC 368 296 150 45 45
Temperature
Working
Subtance outlet ºC 485 414 260 141 142
Temperature
Sumber: Manual Book Operation Shandong Machinery & Group, 2011

3.3 Studi Literatur PLTU Molotabu Gorontalo

Pembuatan model sistem PLTU pada studi ini, melalui dua proses
penyusunan apparatus. Pertama membuat sistem komponen PLTU terdiri dari
boiler close system, turbin, condensor, pompa, low pressure heater dan high
pressure heater dengan memasukkan data dari process flow diagram (PFD) dan
run-succes. Tahap kedua memodifikasi skema komponen boiler didasarkan pada
data CCR tersusun atas combustor, air preheater, evaporator, economizer, low
dan high superheater dengan memasukkan data dari termal desain boiler dan
selanjutnya run-secces. Hal ini dilakukan supaya rancangan simulasi dapat
memodelkan parameter flue gas dan udara pembakaran secara detail. Namun
proses simulasi pada cycle-tempo, parameter data yang dihasilkan tidak
sepenuhnya mewakili data desain. Dengan demikian, diperlukan beberapa acuan

50
agar studi PLTU dapat diselesaikan. Gambar 3.2 menunjukkan process flow
diagram (PFD) dari sistem PLTU sebagai berikut.

Gambar 3.2 Process Flow Diagram pada PLTU Molotabu Gorontalo 2X12,5 MW
Manual Book Operation Shandong Machinery & Group, 2011

Process Flow Diagram (PFD) pada Gambar 3.2 merupakan diagram


kesetimbangan massa yang digunakan pada tahap awal proses pemodelan PLTU.

51
Tujuan pemodelan awal yaitu untuk mempermudah proses simulasi sistem
sekaligus mengamati data termodinamika antara air dan uap yang dapat mewakili
data desain. Ketika hasil pemodelan konvergen (no error), maka dilanjutkan
dengan memodifikasi komponen boiler menjadi open system boiler yang
diperoleh dari skema data CCR. Kemudian analisis difokuskan pada parameter
input air preheater berupa temperatur flue gas in, dan temperatur udara oultet
APH. Sedangkan parameter yang lain yang menjadi fokus acuan yaitu gross
power output dan jumlah massa bahan bakar. Skema boiler dari data CCR
ditunjukkan pada Gambar 3.3 sebagai berikut.

Gambar 3.3 Skema Boiler Data CCR dari Sistem PLTU

Skema Gambar 3.3 merupakan rangkaian sistem pembakaran boiler dari


data CCR pada sistem PLTU. Secara umum diagram sistem pembakaran pada
boiler, awalnya jalur pipa air pengumpan yang disuplai oleh high pressure
feedwater heater menuju economizer, kemudian ditampung pada drum dan
mengalir ke down corner dan mulai terevaporasi pada bagian tersebut, selanjutnya
ditampung pada drum. Dalam komponen drum terdapat dua fase fluida yaitu
fluida air dengan temperatur jenuh yang akan diproses lagi mengalir menuju down
corner. Sedangkan fluida fase uap keluaran drum berupa uap jenuh mengalami
proses tahapan peningkatan temperatur pada low dan high superheater dan
selanjutnya uap superheted tersebut menuju turbin. Skema procces flow diagram

52
yang ditunjukkan pada Gambar 3.2 selanjutnya dikombinasi dengan skema boiler
dari data CCR pada Gambar 3.3 sehingga diperoleh satu skema sistem PLTU
yang utuh dan dapat digunakan untuk proses simulasi yang akan dilakukan pada
pada software cycle tempo.
Beranjak dari skema sistem PLTU serta parameter data input telah
ditentukan sebelumnya, maka proses selanjutnya yaitu pelaksanaan simulasi dan
menggunakan software cycle tempo yang mengikuti tahapan-tahapan pemodelan
sistem sebagai berikut.
1. Pembuatan model sistem PLTU sesuai dengan data process flow diagram yang
dikombinasi data skema boiler dari data CCR
2. Memasukkan parameter yang dibutuhkan masing-masing apparatus.
3. Dilakukan simulasi sampai konvergen, ketika proses simulasi terjadi error
maka dilakukan proses input data parameter pada apparatus lagi.
4. Proses simulasi sudah konvergen, selanjutnya dipilih menu bar, general data
dan production functions untuk mengetahui gross output power, net power
output, net thermal efficiency serta jumlah energi bahan bakar yang disuplai.

3.4 Model Simulasi Sistem PLTU Menggunakan Software Cycle-Tempo.


Analisis studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh x-ratio terhadap
performa PLTU. Namun x-ratio tidak dapat ditentukan secara bebas, dengan
demikian yang ditetapkan menjadi variabel bebas adalah rasio ekuivalen (Ø).
Beranjak dari variabel bebas tersebut, maka dapat ditentukan nilai x-ratio (XR).
Ekuivalen ratio ditetapkan dengan nilai 1,0, 1,15, 1,225, 1,30, 1,375 dan 1,45
yang akan divariasi dengan beban turbin 50%, 75% dan 100%. Dengan demikian,
dapat diamati parameter data termodinamika yang dihasilkan software cycle-
tempo akibat perubahan setiap nilai rasio ekuivalen pada beban turbin yang
berbeda. Sehingga diperoleh model operasi PLTU yang akan dianalisis
performanya.
Proses iterasi pada cycle tempo dapat dinyatakan valid apabila setelah
dijalankan iterasi tercapai kondisi konvergen. Pemodelan pada cycle tempo
dikatakan konvergen ketika sistem matriks dapat dibuat yang ditunjukkan pada
Gambar 3.4 merupakan matriks gabungan open and close process sebagai berikut.

53
Gambar 3.4 Sistem Matriks Pemodelan PLTU pada Software Cycle Tempo

54
37 33 23
1.076 220.09
1.031 45.00
-2557.80 24.021 45 1
FORCE -68.54 21.420 11.80 448.46
DRAFT 35 44 49.00 470.00
27 3365.53 0.000
FAN 3365.53 14.694
ECONOMIZER 8 49.00 470.00 34 Pm = 12512.51 kW
STEAM Pel = 12500.00 kW
27 19 3365.53
1.031 45.00 1.076 352.61 H 14.694 PRESSURE LOSS
35
-68.54 21.420 -2410.46 24.021 HIGH
34
41 53.00 150.00 1.570 162.21 PRESSURE 1
STAG 53.00 267.61 635.26 0.000 2797.05 0.789 TURBINE
9
36 2791.60 14.694 5 14 SPRAY GENERATOR
H 25 ATEMPERATOR 2
LOW H
1.076 139.52 AIR 22 53.00 380.67 3 1.570 162.21
SUPER HEATER
PREHEATER 6.360 274.10
-2644.80 24.021 53.00 73
380.67 3142.40 14.694 2797.05 0.789
3007.05 1.121
3142.40 14.694 33 40 39
1.031 141.09
1.076 537.42 23 53.00 150.00 0.08200 41.98
29.03 21.420 46 15 4
-2195.88 24.021 635.26 0.000 STEAM 1.570 162.21 5 2445.85 12.194
6 REDUCTION PIPE
2797.05 0.789
HIGH 24 15 32
STEAM H
SUPER HEATER 53.00 481.77
1.570 112.72 1.570 68.57 CONDENSOR
DRUM
26 3388.15 14.694 2.200 36.63

55
472.90 1.121 287.15 12.784 9
53.00 204.95 42 25 0.08200 41.98 153.64 1000.000
28 32 14 8
876.13 14.694 1.076 661.92 SHOOT BLOWN DEAERATOR 175.81 12.784
20 17 2
10 2.200 30.01
53.00 267.61 -2045.56 24.021 CCWP
28 43 22 0.3500 72.68 125.96 1000.000
1172.97 17.562 7 13
24 16 16 17 2606.32 0.590
1.570 104.00 6
EVAPORATOR H 12
30 436.02 14.694 LP-FWH 7
1.081 1838.76
31 53.00 448.83 21 HP-FWH 13 11 10
-483.18 24.021 11 4 CWP0.08200 41.98
3309.98 17.562 3 BFP 31
COAL 21 18 F 175.81 12.784
30 20 19
FEEDER 26 29 F 2.200 68.56
ASH 287.15 12.784

Normal pada Software Cycle-Tempo.


1.101 25.00
OUTLET 12 18
-4755.44 3.096 COMBUSTOR 53.00 150.00 6.360 113.01 53.00 104.51 0.3500 47.61
2.200 42.01
635.26 14.694 474.47 1.121 441.99 14.694 199.36 0.590
176.12 12.784
Hasil pemodelan konvergen sistem PLTU dapat ditunjukkan pada Gambar 3.5

Gambar 3.5 Hasil Pemodelan Sistem PLTU Kapasitas 2x12,5 MW dengan Beban
Hasil pemodelan sistem PLTU pada Gambar 3.4 merupakan pemodelan
sistem PLTU pada kondisi normal atau beban turbin 100%. Metode untuk
memperoleh pemodelan PLTU pada kondisi normal, dapat dicapai dengan cara
memasukkan komposisi bahan bakar batubara pada pipe fuel coal feeder yang
terhubung dengan combustor. Kemudian memasukkan kebutuhan udara aktual
atau secondary air yang diperlukan untuk proses pembakaran yang temperaturnya
ditingkatkan pada air preheater. Jumlah udara aktual diperoleh dari udara teoritis
hasil reaksi pembakaran setiap unsur dari komposisi batubara sebesar 5.519 kg/kg
coal dan penetapan faktor excess air sebesar 25%. Dengan demikian, udara aktual
yang diperoleh sebesar 6,89 kg/kg coal. Sehingga rasio ekuivalen yang
dimasukkan sebagai data input pada combustor sebesar 1,25.
Hasil pemodelan sistem kondisi normal rasio ekuivalen sebesar 1,25
digunakan untuk analisis energi subsistem. Sedangkan variasi rasio ekuivalen
antara 1,0 sampai dengan 1,45 digunakan untuk mendapatkan nilai x-ratio yang
kondisi operasi desain PLTU yang dikaitkan dengan performa subsistem ( boiler
dan air preheater ) dan performa sistem PLTU. Dari rancangan dan proses
simulasi, maka variasi rasio ekuivalen merupakan variabel bebas (independent
variable) sedangkan jumlah massa bahan bakar menjadi variable terikat
(dependent variable). Skema dan pemodelan sistem merupakan urutan siklus
termodinamika yang menggambarkan kurva hubungan antara temperatur (T) dan
entropi (s) dan fluida kerja. Kurva antara temperatur dan entropi yang dikenal
dengan diagram T-s yang ditunjukkan pada Gambar 3.6 sebagai berikut.

Gambar 3.6 T-s Diagram Model PLTU Kondisi Normal

56
Diagram T-s terdapat garis lengkung berbentuk kubah yang disebut kubah
uap. Pada puncak kubah uap terdapat sebuah titik yaitu pertemuan garis antara
cair jenuh dan uap jenuh yang pada saat itu mencapai temperatur titik kritis. Titik
kondisi kritis menunjukkan bahwa semua molekul fluida akan berubah secara
cepat dari fase cair menjadi fase gas (uap) tanpa ada proses panas laten.

3.5 Hasil Data Simulasi Sistem PLTU Menggunakan Software Cycle


Tempo.
Hasil simulasi yang dilakukan pada software cycle tempo, dapat diketahui
dari data efisiensi sistem pada menu bar. Hasil data efisiensi sistem pada Tabel
3.8 menunjukkan beberapa hasil data utama dari cycle tempo di antaranya
efisiensi gross, netto, jumlah energi-eksergi masuk, energi yang diserap, daya
output dan produksi total panas sebagai berikut.
Tabel 3.8 Data Sistem Efisiensi Hasil Simulasi Menggunakan Cycle Tempo.
Energy Exergy Total
No Apparatus TOTALS
Type [kW] (kW) (kW)
(1) (2) (4)
(3) (5) (6)
Absorb 30 Fuel Source 58796,54 58796,54
10 52515,79 52515,79
Power
Delivered 1 Generator
G 12512,00 12512,00 12512,00
Gross Power
Aux. Power 11 BFP 8 95,64 95,64
Comsump. 12 CWP 8 5,11 5,11
13 CCWP 8 139,21 139,21
239,96 239.96
Delivered
Net Power 12260,04 12260,04
Eff. system Gross 23,802% 21,260
Net 23,345% 20,852

Tabel 3.8 merupakan data perhubungan software cycle tempo dari hasil
pemodelan sistem PLTU. Hasil data simulasi menunjukkan bahwa daya gross
keluaran sebesar 12512,00 kW pada kolom (3) dan daya netto sebesar
12260,04kW pada kolom (6). Output kerja netto dievaluasi dari seberapa banyak
energi yang masuk ke dalam fluida kerja pada boiler. Hasil pemodelan sistem
menunjukkan bahwa total energi yang masuk ke sistem sebesar 52515,79 kW
menurut basis LHV bahan bakar pada kolom (4). Sedangkan total eksergi dihitung
menurut basis HHV dari bahan bakar sebesar 58796,54 kW pada kolom (5). Nilai
kalori bahan bakar yang masuk sistem dan hasil efisiensi termal siklus berupa
energi gross serta netto sebesar 23,802% dan 23,345%.

57
Halaman ini sengaja dikosongkan

58
BAB 4

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Bahan Bakar


Bahan bakar yang digunakan pada PLTU Molotabu Gorontalo merupakan
tipe kalori rendah (low rank coal). Karena komposisi batubara tidak dapat diakses
dengan mudah pada PLTU tersebut. Maka komposisi batubara yang digunakan
pada pemodelan sistem PLTU diperoleh dari referensi dengan nilai kalori
mendekati data desain boiler. Nilai kalori batubara yang diperoleh dari designer
boiler pada PLTU adalah Q.ar = 16580 kJ/kg. Dengan demikian, nilai kalori
batubara dapat digunakan sebagai acuan untuk pemilihan batubara kondisi
existing. Komposisi batubara tipe rendah (lignite as-received basis) dari referensi
ditunjukkan pada Tabel 4.1 sebagai berikut.
Tabel 4.1 Komposisi Batubara Tipe Kalori Rendah
No Unsur Kimia Simbol Persentase
1 Carbon C 45,74
2 Hidrogen H2 2,68
3 Oksigen O2 14,94
4 Nitrogen N2 0,46
6 Sulfur S 0,19
7 Moisture H2O 20
8 Ash Ash 15,99
Sumber: Xiaoqu Han dkk, 2014

Komposisi batubara yang ditunjukkan pada Tabel 4.1 memiliki nilai lower
heating value (LHV) yang mendekati dengan data desain. Nilai kalor batubara
dibedakan antara:
1. Nilai kalor tertinggi atau higher heating value (HHV) yaitu jumlah kalor yang
dihasilkan dari proses pembakaran 1 kg bahan bakar tanpa ada kandungan air,
dapat dihitung menurut persamaan Francis dan Lioyd’s sebagai berikut.

HHV Btu / lb = 149 x C + 150 ( H- 0,835 x O 8 )  26,7 xsulfur


HHV  149 x 45,74  530 2,68  0,835 x14,94 8  26,7 x 0,19
HHV  7414,591 Btu/lb atau 17246,33 kJ/kg
Hasil perhitungan nilai kalor tertinggi (HHV) batubara yang digunakan
untuk kondisi existing sebesar 7414,591 Btu/lb atau 17246,33 kJ/kg.

59
2. Nilai kalor terendah atau low heating value (LHV) adalah jumlah kalor yang
dihasilkan pada proses pembakaran 1 kg bahan bakar dan sebagian
dimanfaatkan untuk penguapan, sehingga kandungan air pada bahan bakar akan
habis. Dalam menentukan nilai LHV digunakan persamaan sebagai berikut.
LHV Btu / lb   HHV  10,30 H x 9  moisture 
 7414,591  30,30 (2,68 x 9  20)
LHV  6960,155 Btu/lb atau 16960,155 kJ/kg
Hasil perhitungan nilai kalor rendah (LHV) batubara yang digunakan untuk
kondisi existing sebesar 6960,155 Btu/lb atau 16960,155 kJ/kg.

4.2 Analisis Kebutuhan Udara Pembakaran pada Ruang Bakar


Kebutuhan udara pembakaran bahan bakar memiliki perbandingan nilai
minimal, pada pembakaran sempurna. Perbandingan udara dan bahan bakar
dinyatakan dalam kg udara per kg bahan bakar atau kg mol udara per kg mol
bahan bakar. Pada proses pembakaran sempurna, maka unsur-unsur kimia
batubara berupa C, H2 dan S bereaksi dengan O2, sedangkan N2 tidak bereaksi
dengan O2. Hasil reaksi pembakaran batubara yang digunakan pada kondisi
existing sebagai berikut.
1. Reaksi kimia pembakaran
Unsur karbon (C)
C + O2 CO2
1 kg mol C + 1 kg mol O2 2 kg mol CO2
12 kg C + 32 kg O2 44 kg CO2
1 kg C + 32/12 kg O2 44/12 kg O2

Reaksi kimia pembakaran menggunakan cara yang sama pada basis 1 kg


batubara yang digunakan pada pemodelan sebagai berikut.
a. 0,4575 kg karbon (C) memerlukan oksigen (O2):
O2  0,4574 x32 12  1,22 product  0,4574 x44 12 1,67
b. 0,0268 kg Hidrogen (H) memerlukan oksigen (O2):
O2  0,0268 x16 2  0,214 product  0,0268x18 2  0,241
c. 0,0019 kg Sulfur (S) memerlukan oksigen (O2)

60
O2  0,0019 x32 32  0,0019 product  0,0019 x 64 32  0,0038
Total oksigen (O2 total) yang dibutuhkan untuk membakar 1 kg batubara
secara sempurna yaitu 1,22 + 0,214 + 0,0019 = 1,286 kg
Oleh karena itu, secara teoritis udara yang dibutuhkan oleh pembakaran
sempurna sebagai berikut.
O2 total - O2(fuel mass basis)

1,286 / 0,233 = 5,519 kg/kg coal


Catatan: nilai 0233 konstanta fraksi massa oksigen dalam udara kering
2. Kebutuhan udara aktual
Analisis udara aktual dapat ditentukan dari excess air didasarkan
pengukuran pada flue gas. Dalam hal ini, analisis data flue gas tidak dimiliki oleh
PLTU sebagai objek penelitian. Oleh karena itu, nilai excess air ditentukan
langsung menggunakan faktor udara yang didasarkan pada tipe boiler yang
digunakan. Udara aktual dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut.

Actual Air Supply = Udara teoritis + (fa x udara teoritis)


(AAS) = 5,52 + ( 0,25 x 5,52 )
AAS = 6,89 kg/kg coal
Keterangan

fa : faktor excess air (15 – 40 % ) ditetapkan sebesar 25 % karena jenis boiler


yang digunakan oleh PLTU adalah pulverizer partially water cooled (CFBC).
Dengan demikian, hasil perbandingan udara aktual dan teoritis atau rasio
ekuivalen (Ø) sebesar 1,25

4.3 Analisis Volume Gas Buang Tipe Kering (dry flue gas)
Dengan mengasumsikan proses pembakaran sempurna, maka gas buang
kering akan tersusun atas unsur gas-gas yang ditunjukkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Analisis Reaksi Volume Gas Buang Tipe Kering.
Gas Massa [kg/kg coal] Mol. Weight Massa molar [Kmol/kgcoal]
CO2 1,67 44 1,67/44 = 0,03 0,03/0,223 = 13,44%
SO2 0,0038 64 0,0038/64 = 0,000059 0,000059/0,223 = 0,026%
O2 0,25 x 1,2862 32 0,32155/32 = 0,0100 0,0100/0,223 = 4,48 %
N2 0,767x6,89 28 5,13/28 = 0,1832 0,1832/0,223 = 82,078%
Total = 0,223 = 100

61
4.4 Hasil Variasi Rasio Ekuivalen Menggunakan Software Cycle-Tempo.
Hasil desain simulasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa variasi
rasio ekuivalen (Ø) terhadap beban turbin 50%, 75% dan 100% menghasilkan 21
sampel variabel data penelitian. Setiap variabel data penelitian dilakukan pada
kondisi main steam konstan sesuai dengan masing-masing beban turbin. Hasil
variasi rasio ekuivalen ditunjukkan pada Tabel 4.3 sebagai berikut.
Tabel 4.3 Hasil Variasi Rasio Ekuivalen dan Parameter Data Termodinamika dari
Simulasi software Cycle-Tempo.
Aktual T,ud JLh
Total Heat
Main air ara Tudara, Tgas in T Gas out Bahan Eff. Load
No Ø Require transmitt X-Ratio
steam kg/kg in out (ºC) (ºC) (ºC) Bakar Termal (%)
d ed (Q)
of coal (ºC) (kg/s)

1 1 7,347 5,52 17,089 45 170, 249,8 144,62 2.470 14,941 2187,06 0,83608 50

2 1 11,02 5,52 17,089 45 143,16 222,16 139,87 2.470 22,376 1703,64 0,83832 75

3 1 14,694 5,52 17,089 45 123,44 202,44 136,55 2,470 28,835 1359,83 0,84001 100

4 1,075 7,347 5,943 18,371 45 176,24 255,24 145,57 2,656 13,876 2453,63 0,83564 50

5 1,075 11,02 5,943 18,371 45 148,91 227,91 140,85 2,656 20,815 1939,35 0,83784 75

6 1,075 14,694 5,943 18,371 45 129,00 208,00 137,48 2,656 27,753 1566,01 0,83952 100

7 1,15 7,347 6,348 19,653 45 181,08 260,08 146,42 2,841 12,971 2722,44 0,83524 50

8 1,15 11,02 6,438 19,653 45 154,24 233,24 141,76 2,841 19,475 2181,82 0,83742 75

9 1,15 14,694 6,438 19,653 45 134,42 213,28 138,37 2,841 25,942 1781,07 0,83904 100

10 1,225 7,347 6,672 20,93 45 185,48 264,48 147,19 3,026 12,177 2994,7 0,83492 50

11 1,225 11,02 6,672 20,93 45 159,19 238,19 142,61 3,026 18,265 2430,10 0,83702 75

12 1,225 14.694 6,672 20,93 45 139,28 218,28 139,21 3,026 24,354 2003,92 0,83867 100

13 1,3 7,347 7,176 22,21 45 189,49 268,49 147,9 3,211 11,475 3269,66 0,83459 50

14 1,3 11,02 7,176 22,21 45 163,78 242,78 143,4 3,211 17,172 2683,19 0,83650 75

15 1,3 14,694 7,176 22,21 45 143,99 222,99 140,01 3,211 22,950 2233,41 0,83826 100

16 1,375 7,347 7,59 23,498 45 193,17 272,17 148,55 3,397 10,849 5347,34 0,83431 50

17 1,375 11,02 7,59 23,498 45 168,05 247,05 144,14 3,397 16,273 2940,81 0,83640 75

18 1,375 14,694 7,59 23,498 45 148,44 227,44 140,77 3,397 21,697 2469,12 0,83787 100

19 1,45 7,347 8,004 24,87 45 152,63 231,63 141,49 3,582 20,575 2710,13 0,83440 50

20 1,45 11,02 8,004 24,87 45 172,02 251,05 144,83 3,582 15.431 2302,21 0,83601 75

21 1,45 14,694 8,004 24,87 196,55 275,55 149,15 3,582 10,287 3827,16 0,83749 100

Hasil pemodelan sistem PLTU pada Tabel 4.3 menunjukkan bahwa hasil
desain simulasi menggunakan variasi rasio ekuivalen (Ø) masing-masing 1,0,
1,075, 1,15, 1,225, 1,30, 1,375 dan 1,45. Metode variasi rasio ekuivalen dilakukan
secara urut pada tiga beban turbin yang berbeda yaitu 50%, 75% dan 100%. Dari
parameter data termodinamika pada software cycle tempo, digunakan untuk
menentukan nilai x-ratio masing-masing pada beban turbin yang berbeda.

62
4.4.1 Analisis Pengaruh X-Ratio terhadap Performa Sistem PLTU
X-Ratio merupakan bilangan non dimensional yang menunjukkan kondisi
operasi dan desain pada air preheaher. X-ratio bernilai rendah, maka
menggambarkan adanya ketidaksetimbangan antara massa udara dan gas buang
pada air preheater. Ketidaksetimbangan aliran massa udara dan gas menyebabkan
efisiensi boiler menjadi rendah, dan akhirnya berdampak penurunan performa
sistem pada PLTU. Beberapa analisis pengaruh x-ratio pada sistem atau subsistem
PLTU sebagai berikut.

4.4.2 Hubungan X-Ratio (XR) terhadap Laju Kapasitas Panas/Heat Capacity


Rate (UA).
Performa air preheater (APH) dan x-ratio dapat diprediksi langsung dari
data sheet manufaktur boiler. Namun, analisis performa APH yang lebih akurat,
dengan cara pengujian langsung dilapangan atau menggunakan virtual plant.
Efisiensi air preheater menggambarkan kondisi internal pada air preheater
sedangkan x-ratio menunjukkan kondisi operasi dari alat tersebut. X-ratio
merupakan perbandingan kapasitas panas antara sisi udara dan sisi gas pada air
preheater, yang dinyatakan menurut konsep analisis heat exchanger pada Persama
an 2.31. X-Ratio air preheater selalu berubah signifikan dari kondisi desain, hal
ini disebabkan oleh ketidaksetimbangan antara jumlah massa udara dan massa gas
pada air preheater, dan berbagai masalah resistensi sistem. Secara umum
beberapa hal yang dapat mengubah nilai XR dari kondisi desain yaitu pengaruh
kebocoran udara, kelembaban batubara, kapasistas panas antara massa udara dan
massa gas (David C. McLaughlin, PE, 2010).
Nilai XR air preheater pada studi sistem PLTU ini, tidak ditetapkan oleh
boiler designer dan tidak dapat diprediksi secara langsung dari data sheet boiler.
Hal ini disebabkan oleh perubahan XR yang terjadi akibat jumlah massa udara
dan massa gas yang melewati air preheater. Oleh karena itu, untuk memperoleh
nilai XR data desain yang lebih akurat, maka analisis air preheater dilakukan
terintegrasi dengan sistem PLTU. Hasil pemodelan sistem menggunakan cycle
tempo diperoleh hubungan XR dan heat capacity rate (UA) kondisi desain seperti
pada Gambar 4.1 sebagai berikut.

63
42.6
Heat Capacity Rate (kW)

39.5
36.4 Beban 50%
Beban 75%
33.2
Beban 100%
30.1
27.0
23.9
20.7
17.6
14.5
834.0 834.5 835.0 835.5 836.0 836.5 837.0 837.5 838.0 838.5 839.0 839.5 840.0
X-RATIO [x103]

Gambar 4.1 Hubungan Nilai XR terhadap Kapasitas Panas Air Preheater

Hasil grafik Gambar 4.1 menunjukkan bahwa nilai XR tertinggi sebesar


840x10-3 pada beban turbin 100%, sedangkan terendah adalah 834,2x10-3 pada
beban turbin 50%. Hasil analisis data nilai XR pada Lampiran 1 menunjukkan
bahwa nilai XR akan berubah seiring dengan perubahan jumlah aliran massa
udara atau rasio ekuivalen (Ø). Hal ini diketahui dari rasio ekuivalen dengan nilai
1 (satu) menghasilkan nilai XR sebesar 840x10-3 pada beban turbin 100%.
Sedangkan nilai rasio ekuivalen 1,45 diperoleh nilai XR sebesar 834,2x10-3 pada
beban turbin 50%. Dengan demikian, Gambar 4.1 dipahami bahwa rasio ekuivalen
yang rendah menghasilkan nilai XR yang tinggi. Sedangkan setiap perubahan
rasio ekuivalen menghasilkan persentase perubahan nilai XR yang berbanding
lurus dengan daya turbin. Dengan demikian, pola grafik dari Gambar 4.1
menunjukkan bahwa trend nilai XR cenderung menurun seiring dengan
penurunan daya turbin. Namun, rentang perubahan nilai XR relatif semakin
menurun pada tiap kondisi beban turbin. Hal ini diketahui dari data analisis nilai
XR tertinggi yaitu 840x10-3 pada beban turbin 100% diperoleh persentase
perubahan penurunan 0,057%. Sedangkan nilai XR terendah yaitu 837,6x10-3
diperoleh persentase perubahan penurunan sebesar 0,027%. Dengan demikian,
perubahan nilai XR yang terjadi disebabkan oleh perubahan rasio ekuivalen pada
udara pembakaran bahan bakar. Selain itu, perubahan variasi rasio ekuivalen yang
digunakan adalah 1-1,45. Dalam konteks ini, jumlah excess air yang digunakan
antara 0%-45% pada kelipatan sebesar 7,5%. Hasil data analisis menunjukkan

64
bahwa udara aktual akan berubah seiring dengan peningkatan excess air, maka
nilai XR yang dihasilkan menjadi semakin rendah. Perubahan parameter antara
excess air dan x-ratio menghasilkan laju kapasitas panas yang berbeda. Perubahan
kapasitas panas yang terjadi diketahui dari Gambar 4.1. Hubungan antara nilai x-
ratio dan UA menunjukkan bahwa semakin besar nilai XR, maka kapasitas panas
atau heat capacity rate (UA) pada air preheater cenderung menurun.
Analisis heat exchanger menggunakan cycle tempo menurut Joris Ijzermans
(2000) yaitu dalam menentukan nilai heat capacity rate (UA) pada kondisi desain
menggunakan Persamaan 2.38. Hasil analisis UA menunjukkan bahwa delta
temperatur akan terjadi menghasilkan transfer panas yang berbeda, sehingga nilai
UA mengalami perbedaan pada air preheater. Hasil grafik yang ditunjukkan pada
Gambar 4.3 terdapat hubungan antara nilai XR dan nilai UA pada beban turbin
50%, 75% dan 100%. Hasil ini dapat diketahui dari data analisis Lampiran 1,
pada saat beban turbin 100%, posisi nilai XR rendah sebesar 837,6x10-3,
dihasilkan nilai UA tertinggi sebesar 31,03 kW. Sedangkan nilai XR tertinggi
pada beban yang sama sebesar 840x10-3 dihasilkan nilai UA sebesar 15,97 kW.
Dengan demikian, nilai XR berbanding terbalik terhadap nilai UA. Sedangkan
nilai UA meningkat apabila beban turbin menurun. Hal ini terjadi disebabkan oleh
rancangan simulasi pada beban turbin 50%, 75% dan 100%, bahan bakar yang
digunakan dalam jumlah massa yang sama.
Ditinjau dari persentase perubahan penurunan nilai UA, maka nilai UA yang
dihasilkan searah dengan nilai rasio ekuivalen. Hal ini dapat dipahami dari data
analisis Lampiran 1a yaitu saat beban turbin 100% diperoleh persentase
perubahan penurunan UA tertinggi sebesar -8.5% pada rasio ekuivalen 1,45.
Sedangkan nilai UA terendah sebesar -14,2% dengan rasio ekuivalen 1. Dengan
demikian, rasio ekuivalen meningkat menyebabkan laju kapasitas panas pada air
preheater mengalami penurunan sehingga nilai XR yang dihasilkan menjadi
rendah. XR bernilai rendah mengindikasikan bahwa terjadi ketidaksetimbangan
antara jumlah massa udara dan gas pada air preheater.
Hasil analisis pengaruh nilai XR terhadap laju kapasitas panas yang telah
dilakukan sependapat dengan penelitian David C. McLaughlin, PE dkk., 2010,
yaitu hubungan XR terhadap efektivitas penukar kalor dinyatakan bahwa x-ratio

65
sebagai fungsi dari range nilai NTU. Oleh karena itu, sebagai kesimpulan bahwa
semakin rendah nilai XR pada air preheater, maka laju kapasitas panas (UA) air
preheater mengalami peningkatan. Namun persentase perubahan menunjukkan
penurunan seiring meningkatnya rasio ekuivalen, maka konsumsi bahan
meningkat tetapi nilai XR menunjukkan penurunan pada air preheater.

4.4.3 Pengaruh X-Rasio terhadap Gross Plant Heat Rate (GPHR)


Hasil analisis performa PLTU dievaluasi dari gross plant heat rate
(GPHR). Jumlah GPHR yang tinggi tidak diharapkan pada operasi sistem
pembangkit listrik. Konsumsi bahan bakar yang rendah menyebabkan penyerapan
energi panas terjadi secara maksimal pada boiler. Proses pembakaran bahan bakar
terjadi secara maksimal pada boiler, ketika suplai udara yang dibutuhkan pada
kondisi stoikiometri. Namun, proses pembakaran sempurna pada kondisi aktual
dapat terjadi, maka dibutuhkan udara berlebih atau excess air (EA) hingga sampai
pada nilai tertentu. Hasil data analisis EA yang terdapat pada Lampiran 2a
menunjukkan bahwa penambahan jumlah massa excess air menjadi lebih tinggi,
menyebabkan nilai x-ratio menjadi rendah. Dengan demikian, penurunan nilai XR
akan mengakibatkan penurunan efisiensi boiler. Pada saat efisiensi boiler
menurun, maka jumlah heat rate yang terjadi pada sistem mengalami
peningkatan. Analisis hubungan nilai XR terhadap gross plant heat rate (GPHR)
ditunjukkan pada Gambar 4.2 sebagai berikut.
38541.1
Gross Plant Heat Rate (kJ/kW.h)

35036.0 Beban 100%


Beban 50%
31530.9 Beban 75%

28025.7

24520.6

21015.5

17510.4

14005.2

10500.1
834.0 834.6 835.2 835.8 836.4 837.0 837.6 838.2 838.8 839.4 840.0
X-RATIO [x103]

Gambar 4.2 Pengaruh X-Ratio Air Preheater terhadap Gross Plant Heat Rate

66
Hasil grafik pada Gambar 4.2 menunjukkan bahwa nilai XR tertinggi
sebesar 840x10-3, sedangkan nilai XR terendah adalah 837,6x10-3. Perubahan nilai
XR menjadi rendah disebabkan oleh adanya perbandingan air fuel-rasio
(AFR,aktual) dan air fuel-rasio (AFR,stoich) atau rasio ekuivalen yang semakin tinggi
pada air preheater. Peningkatan rasio ekuivalen menyebabkan peningkatan
jumlah konsumsi bahan bakar. Sehingga menyebabkan gross plant heat rate pada
sistem mengalami peningkatan. Hal ini dapat diketahui dari Persamaan 2.24.
Persamaan 2.24 dinyatakan bahwa konsumsi bahan bakar semakin
meningkat, maka jumlah GPHR yang dihasilkan terjadi kenaikan seiring
penurunan pada beban turbin. Hasil analisis GPHR diperoleh nilai tertinggi terjadi
pada kondisi beban turbin 50%. Hal ini terjadi disebabkan oleh rancangan
simulasi variasi rasio ekuivalen memerlukan jumlah massa bahan bakar yang
sama meskipun beban turbin berbeda. Namun, secara prinsip dari hasil analisis
menunjukkan bahwa jumlah GPHR terjadi penurunan ketika beban turbin
semakin meningkat. Hasil Gambar 4.2 menunjukkan bahwa jumlah GPHR
berkurang pada saat nilai XR semakin tinggi, dalam konteks ini dapat diartikan
bahwa rasio ekuivalen semakin rendah atau mendekati nilai 1.
Ditinjau dari persentase perubahan penurunan jumlah GPHR, maka
dihasilkan penurunan trend grafik seiring dengan meningkatnya nilai XR. Dengan
demikian, perubahan nilai XR mempengaruhi nilai GPHR pada sistem PLTU. Hal
ini dapat diketahui dari data hasil analisis Lampiran 2 yaitu pada saat daya turbin
100% menunjukkan bahwa posisi nilai XR tertinggi diperoleh jumlah GPHR
sebesar 12828,2 kJ/kW.h pada persentase perubahan penurunan sebesar -7,0%.
Sedangkan nilai XR terendah dihasilkan jumlah GPHR sebesar 18603,5 kJ/kW.h
pada persentase perubahan adalah -5,16%. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa nilai XR semakin rendah menghasilkan jumlah GPHR semakin tinggi.
Namun, tingkat persentase perubahan jumlah GPHR cenderung menurun seiring
dengan meningkatnya nilai XR dan bertambahnya daya turbin.
Hasil analisis pengaruh x-ratio terhadap gross plant heat rate dengan
mengubah beban turbin jika dibandingkan dengan penelitian Juangiandee Pipat
(2007). Hasil analisis hubungan x-ratio terhadap GPHR menunjukkan adanya
korelasi yaitu nilai XR yang terendah diperoleh pada beban turbin yang terendah.

67
Namun, perbedaan penelitian dari sebelumnya yaitu nilai XR ditinjau dari segi
kebocoran udara. Sedangkan analisis yang dilakukan pada studi ini, perubahan
nilai XR terjadi disebabkan oleh perubahan jumlah suplai udara untuk
pembakaran bahan bakar.
Disamping itu, indikator lain dari analisis nilai XR yang telah dilakukan
yaitu semakin tinggi efisiensi sisi gas air preheater, maka dihasilkan nilai XR
yang rendah. Hal ini disebabkan oleh rasio ekuivalen yang semakin tinggi, maka
gross plant heat rate akan meningkat. Berkaitan dengan hal tersebut, efisiensi sisi
gas meningkat, maka jumlah heat rate juga mengalami peningkatan. Hasil analisis
GPHR relevan dengan air preheater performance test yaitu kenaikan jumlah heat
rate pada sistem PLTU terjadi, disebabkan oleh ketidaksetimbangan jumlah
massa udara dan massa gas pada air preheater.

4.4.4 Pengaruh X-Ratio terhadap Net Plant Heat Rate (NPHR)


Heat rate netto (Net Plant Heat Rate - NPHR) merupakan heat rate yang
dihitung dengan menggunakan daya output berupa kWh net yang diukur setelah
pemakaian sendiri pembangkit untuk menjalankan berbagai peralatan (auxiliary
power) seperti pompa, motor-motor, kompressor, water treatment, dan lainnya.
Hasil variasi rasio ekuivalen mengakibatkan perubahan jumlah bahan bakar yang
diperlukan pada ruang bakar. Maka dari itu, perubahan net plant heat rate
(NPHR) akan terjadi yang ditunjukkan pada Gambar 4.3 sebagai berikut.

36004
Nett Plant Heat Rate (kJ/kW.h)

33754
31503
29253
27003
Beban 100%
24752
Beban 75%
22502 Beban 50%
20251
18001
15751
13500
11250
834.0 834.6 835.2 835.8 836.4 837.0 837.6 838.2 838.8 839.4 840.0

XR RATIO [x103]

Gambar 4.3 Pengaruh X-Ratio Air Preheater terhadap Net Plant Heat Rate

68
Tren grafik yang ditunjukkan pada Gambar 4.3 merupakan hubungan antara
x-ratio terhadap net plant heat rate (NPHR) pada beban turbin 50%, 75% dan
100%. Hasil data analisis diperoleh menggunakan Persamaan 2.25 untuk
menghasilkan perubahan nilai NPHR. Rancangan simulasi variasi rasio ekuivalen
menunjukkan perubahan peningkatan yang diikuti peningkatan jumlah konsumsi
bahan bakar, sehingga nilai NPHR juga semakin meningkat. Namun peningkatan
rasio ekuivalen menghasilkan penurunan nilai XR pada masing-masing beban
turbin. Dari data hasil analisis rasio ekuivalen sebesar 1 pada beban 50%, 75%
dan 100% dengan nilai x-ratio sebesar 836x10-3, 838x10-3 dan 840x10-3
menghasilkan NPHR masing-masing sebesar 24747,66 kJ/kW.h, 16369,56
kJ/kW.h dan 12228,27 kJ/kW.h. Sedangkan rasio ekuivalen 1,45 pada beban
turbin 50%, 75% dan 100% dengan x-ratio 834,2x10-3, 836x10-3 dan 837,6x10-3
menghasilkan NPHR masing-masing sebesar 35889,1 kJ/kW.h, 23739,17 kJ/kW.h
dan 17733,47 kJ/kW.h. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa rasio ekuivalen
memiliki nilai berbanding terbalik dengan nilai x-ratio. Sedangkan x-ratio
semakin meningkat maka dihasilkan NPHR yang semakin rendah pada beban
100%. NPHR yang tertinggi dimiliki oleh beban turbin 50%, hal ini terjadi
disebabkan oleh rancangan atau desain simulasi pada beban turbin yang berbeda
menghasilkan jumlah konsumsi bahan bakar yang sama. (Lampiran 2b). Ketika
ditinjau dari persentase perubahan penurunan yaitu semakin menurun NPHR,
maka perubahannya terjadi penurunan. Hal ini dapat diketahui dari nilai
perubahan beban turbin 100% yaitu NPHR yang tinggi, maka persentase
perubahan yang dihasilkan sebesar -5,16%. Sedangkan NPHR yang terendah
menghasilkan persentase perubahan sebesar -7,00% pada beban turbin yang sama.

4.4.5 Pengaruh Excess Air (EA) terhadap Temperatur Gas Buang


Pada umumnya, jumlah excess air yang dibutuhkan untuk pembakaran
bergantung pada jenis bahan bakar dan tipe alat pembakar (coal firing system)
yang digunakan. Pada kondisi aktual efisiensi pembakaran akan meningkat
dengan adanya peningkatan jumlah excess air hingga mencapai pada nilai
tertentu. Namun, semakin tinggi jumlah excess air yang masuk ke ruang bakar,
maka semakin tinggi panas hasil pembakaran yang terbawa oleh udara sisa. Pada

69
saat excess air dengan jumlah yang rendah, maka proses pembakaran menjadi
yang kurang sempurna. Pembakaran tidak sempurna menyebabkan penurunan
efisiensi pada boiler. Hal ini dapat diketahui ditandai adanya kenaikan temperatur
pada flue gas. Dengan demikian, pengaturan jumlah udara pembakaran harus
dikontrol agar diperoleh kondisi yang optimal pada proses pembakaran.
Secara teoritis, pembakaran batubara secara sempurna, maka standar
jumlah excess air ditetapkan antara 15%- 40 % pada tipe fulverized coal partially
water cooled furnace. Data hasil analisis pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa
kebutuhan udara yang diperlukan pada pembakaran pada kondisi existing sebesar
5,52 kg/kg coal. Setelah itu, jumlah excess air yang digunakan pada pemodelan
sistem yaitu 0%-45% dengan kelipatan 7,5%. Dalam konteks ini, penentuan
jumlah excess air pada studi ini, telah berbeda dari standar yang ditetapkan. Hal
bersebut bertujuan untuk mengamati pengaruh efisiensi yang dihasilkan boiler
ketika terjadi perubahan udara pembakaran. Hasil analisis kebutuhan udara aktual
dapat dihitung dari Persamaan 2.35.
Menghitung kebutuhan udara aktual menggunakan Persamaan 2.33. Hasil
analisis udara aktual untuk pembakaran 1 kg bahan bakar secara sempurna dengan
jumlah sebesar 7,5% excess air dihasilkan jumlah udara aktual sebesar 5,934
kg/kg coal atau rasio ekuivalen (Ø) sebesar 1,075. Dari hasil analisis udara
pembakaran menunjukkan bahwa jumlah suplai udara aktual akan mempengaruhi
nilai XR pada air preheater. Hal ini dapat diketahui dari jumlah massa udara atau
massa gas dalam kondisi tidak setimbang pada air preheater, maka nilai XR
mengalami penurunan. Sehingga penurunan nilai x-ratio mengakibatkan
peningkatan temperatur pada buang gas. Oleh karena itu, jumlah excess air
merupakan parameter penting yang dapat mengubah nilai XR dan sekaligus
berdampak penurunan efisiensi boiler dari sistem PLTU. Pengaruh suplai excess
air terhadap termperatur flue gas ditunjukkan pada Gambar 4.4 sebagai berikut.

70
Temperatur Flue Gas (C°) 149.984

147.861

145.738

143.615

141.492

139.369
Beban 100%
137.246
Beban 75%
135.123 Beban50%

133.000
0.00% 7.50% 115.00% 122.50% 130.00% 137.50% 145.00%

Excess Air

Gambar 4.4 Pengaruh Excess Air (EA) terhadap Temperatur Flue Gas

Tren grafik yang ditunjukkan pada Gambar 4.4 merupakan hubungan antara
temperatur flue gas dan excess air. Temperatur flue gas terjadi peningkatan akibat
perubahan rasio ekuivalen dan jumlah massa bahan bakar. Hal ini diketahui dari
korelasi Gambar 4.4 dan Gambar 4.5 pada beban turbin 100 % sebagai berikut.

142.000 3.600
Temperatur Flue Gas (C°)

141.000 3.400

140.000 3.200
Bahan Bakar (kg/s)

139.000 3.000

138.000 2.800

Beban 100%
137.000 2.600
Beban50%
136.000 2.400
0.00% 7.50% 115.00% 122.50% 130.00% 137.50% 145.00%

EXCESS AIR

Gambar 4.5 Pengaruh Excess Air (EA) terhadap Temperatur Flue Gas Beban
Turbin 100%

Korelasi Gambar 4.4 dan 4.5 merupakan perhubungan antara excess air dan
temperatur flue gas serta jumlah massa bahan bakar. Hasil analisis data
ditunjukkan pada Lampiran 3 yang memiliki trend grafik dihasilkan pada Gambar

71
4.4 dan 4.5 dapat dipahami bahwa posisi awal excess air sebesar 0% atau rasio
ekuivalen sebesar 1, maka temperatur flue gas keluaran stack yang dihasilkan
sebesar 144,62ºC pada beban turbin 50%. Pada saat rasio ekuivalen ditingkatkan
menjadi sebesar 1,075 sampai dengan nilai sebesar 1,45, maka temperatur flue gas
yang dihasilkan sebesar 145,57oC pada beban turbin yang sama. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa rasio ekuivalen semakin meningkat, maka
terjadi peningkatan temperatur pada gas buang. Hal ini dapat diamati dari semua
tren grafik yang ditunjukkan pada Gambar 4.4 dan 4.5. Pada saat penambahan
beban turbin menunjukkan terjadi kenaikan temperatur flue gas pada stack
disebabkan oleh pasokan bahan bakar yang semakin bertambah, (Gambar 4.5).
Ditinjau dari persentase perubahan kenaikan temperatur flue gas, maka
persentase perubahan menunjukkan penurunan seiring dengan kenaikan rasio
ekuivalen. Hal ini dapat diamati dari data analisis dan pola grafik yang terbentuk
pada beban turbin 50%, ketika jumlah excess air semakin bertambah maka trend
line sedikit melengkung. Hal yang sama juga terjadi pada beban turbin 75% dan
100%. Pada saat posisi excess air pada nilai sebesar 7,5%, maka persentase
perubahan penurunan yang terjadi masing-masing 0,701% dan 0,681%.
Sedangkan posisi excess air tertinggi sebesar 45%, maka dihasilkan temperatur
pada flue gas masing-masing sebesar 141,49Cº dan 144,83Cº. Dengan demikian,
persentase perubahan penurunan masing-masing yang terjadi sebesar 0,479% dan
0,551%.
Hasil analisis perhubungan excess air dan temperatur flue gas pada studi ini,
menunjukkan hasil yang relevan terhadap penelitian sebelumnya. (Ghritlahre
Harish dkk., 2014) yaitu tren grafik temperatur flue gas terjadi peningkatan seiring
penambahan jumlah dari excess air sampai dengan nilai tertentu. Namun,
perbedaan hasil penelitian terletak pada parameter input dan perubahan beban
turbin yang digunakan. Oleh karena itu, sebagai kesimpulan bahwa jumlah
kebutuhan excess air dipengaruhi oleh tipe bahan bakar dan jenis alat pembakar
(firing system) pada boiler. Semakin besar jumlah excess air yang digunakan,
maka peningkatan temperatur akan terjadi pada flue gas.

72
4.4.6 Pengaruh X-Ratio pada Efisiensi Termal
Efisiensi termal dari siklus Rankine merupakan perbandingan antara kerja
yang dihasilkan oleh turbin uap yang sudah dikurangi kerja pompa dan energi
panas yang masuk pada boiler. Menurut Changel and Boles (2006) terdapat tiga
cara untuk meningkatkan termal siklus Rankine yaitu menurunkan tekanan
kondensor, meningkatkan tekanan pada boiler, dan meningkatkan temperatur
fluida kerja yang berada pada kondisi superheated. Uap superheated dapat terjadi
ketika fluida kerja berupa air yang dikonversi menjadi uap pada kondisi tekanan
tinggi dan konstan. Dengan demikian, uap superheated bergantung pada
bagaimana cara trasfer energi panas pada proses pembakaran bahan bakar dan
udara pada ruang bakar. Efisiensi pembakaran yang maksimal dapat terjadi, ketika
perbandingan bahan bakar dan udara sesuai dengan kebutuhan proses
pembakaran. Suplai udara pada jumlah yang berlebihan, maka mempengaruhi
penurunan nilai XR pada air preheater. Dengan demikian, efisiensi termal pada
sistem juga mengalami penurunan. Hal ini diketahui dari Gambar 4.6 sebagai
berikut.

30.5
28.0
25.4
Efisiensi Termal (%)

22.9
20.3
17.8
15.2 Beban 50%
12.7 Beban 75%
Beban 100%
10.1
7.6
5.0
834.0 834.6 835.2 835.8 836.4 837.0 837.6 838.2 838.8 839.4 840.0
X-RATIO [x103]

Gambar 4.6 Hubungan X-Ratio terhadap Efisiensi Termal pada Sistem PLTU

Grafik yang terdapat Gambar 4.6 menunjukkan bahwa terdapat


perhubungan antara nilai XR dan efisiensi termal sistem. Trend grafik nilai XR
pada air preheater mengalami peningkatan, maka terjadi peningkatan pada
efisiensi termal seiring dengan perubahan beban turbin. Sedangkan konsumsi

73
bahan bakar yang masuk ke ruang pembakaran menunjukkan penurunan dan
menyebabkan nilai XR yang dihasilkan juga semakin meningkat. Hasil desain
simulasi yang ditunjukkan pada Lampiran 4 yaitu efisiensi termal tertinggi sebesar
29,853% pada beban turbin 100% dengan XR sebesar 840x10-3 Sedangkan
efisiensi terendah sebesar 20,575% dengan XR sebesar 837,6x10-3 pada beban
yang sama. Sementara itu, konsumsi bahan bakar yang dibutuhkan masing-masing
sebesar 2,47 dan 3,585 kg/s.
Ditinjau dari persentase perubahan kenaikan pada bahan bakar, maka saat
suplai bahan bakar semakin besar menyebabkan persentase perubahan cenderung
menurun. Hal ini dapat diketahui dari data analisis persentase perubahan yang
dihasilkan sebesar -5,16% dan -7,00%. Namun, hal yang lain terjadi yaitu
persentase perubahan efisiensi termal menunjukkan peningkatan sebesar 5,45%
dan 7,502%. Oleh karena itu, Sebagai kesimpulan bahwa peningkatan efisiensi
termal dapat terjadi seiring dengan kenaikan pada daya turbin. Sehingga nilai x-
ratio dapat dikatakan memiliki konstribusi terhadap peningkatkan efisiensi termal.

4.4.7 Pengaruh Rasio Ekuivalen terhadap Efisiensi Termal


Proses pembakaran bahan bakar pada kondisi aktual harus dipastikan bahwa
bahan bakar dapat berubah menjadi energi secara sempurna. Pembakaran bahan
bakar yang sempurna dapat terjadi ketika excess air lebih tinggi dari stoikiometri.
Dengan demikian, excess air dengan jumlah tertentu sangat diperlukan untuk
pembakaran secara sempurna pada ruang bakar. Perbandingan udara aktual dan
stoikiometri atau rasio ekuivalen diupayakan serendah mungkin pada ruang
pembakaran.
Pada prinsipnya, rasio ekuivalen yang digunakan bergantung pada tipe
bahan bakar dan desain boiler. Rasio ekuivalen pada tipe bahan bakar padat lebih
tinggi dibanding dengan bahan bakar gas. Disamping itu, rasio ekuivalen
dipengaruhi oleh parameter desain boiler berupa laju pembakaran dan temperatur
tekanan pada boiler. Pengaruh rasio equivalen ditunjukkan pada Gambar 4.7
sebagai berikut.

74
32.484
Efisiensi Termal (%) 29.361 Beban 100%
Beban 75%
26.238
Beban 50%
23.115

19.992

16.869

13.746

10.623

7.500
1.000 1.075 1.150 1.225 1.300 1.375 1.450
Rasio Ekuivalen
Gambar 4.7 Pengaruh Rasio Ekuivalen terhadap Efisiensi Termal

Hasil tren grafik pada Gambar 4.7 menunjukkan hubungan variasi rasio
ekuivalen dan efisiensi energi termal pada pemodelan software cycle tempo. Dari
analisis data pada Lampiran 6 yaitu variasi rasio ekuivalen yang digunakan adalah
1-1,45. Dalam konteks ini, diartikan bahwa excess air yang digunakan sebesar
0%-45%. Penentuan nilai excess air tentunya sudah melampaui standar excess air
pada boiler pulverized coal partiall combustion water cooled yaitu 15%-40%.
Hasil analisis rasio ekuivalen menunjukkan terjadi peningkatan, maka efisiensi
energi yang dihasilkan mengalami penurunan. Hal ini dapat diamati dari beban
turbin 50%, 75% dan 100%. Khusus beban turbin 100% disaat rasio ekuivalen
pada nilai sebesar 1, maka efisiensi energi yang dihasilkan sebesar 29,853%.
Sedangkan rasio ekuivalen sebesar 1,45, maka efisiensi energi yang diperoleh
sebesar 20,575% pada beban turbin yang sama.
Ditinjau dari persentase perubahan peningkatan menunjukkan bahwa pada
saat rasio ekuivalen bertambah sebesar 0,75%, maka persentase perubahan
semakin meningkat. Hal ini dapat diketahui dari beban turbin 100%, pada efisiensi
energi tertinggi, maka persentase perubahan yang dihasilkan sebesar -6,978%.
Sedangkan pada efisiensi terendah, maka persentase perubahan yang hasilkan
meningkat menjadi sebesar -5,17%. Hal yang sama juga terjadi pada beban 50%
dan 75%. Ketika excess air ditingkatkan menjadi sebesar 7,5% atau rasio
ekuivalen pada nilai 1,075, maka efisiensi energi yang dihasilkan masing-masing

75
sebesar 13,87% dan 20,81%. Sedangkan rasio ekuivalen pada nilai 1,45, maka
efisiensi energi yang hasilkan menurun menjadi sebesar 10,287% dan 15,431%.
Jika ditinjau dari persentase perubahan penurunan, maka efisiensi tertinggi
pada beban 50% dan 75% dihasilkan tingkat persentase perubahan penurunan
menjadi sebesar -7,12% dan -6,976%. Sedangkan pada efisiensi energi terendah,
maka dihasilkan persentase perubahan lebih besar yaitu -5,18% dan -5,17%.
Dengan demikian, perubahan penurunan efisiensi energi disebabkan oleh jumlah
udara yang disuplai pada proses pembakaran semakin tinggi, sehingga sebagian
energi panas terbawa oleh udara sisa yang keluar dari stack
Sebagai kesimpulan bahwa perhubungan rasio ekuivalen dan efisiensi
termal relevan dengan penelitian sebelumnya, Woudstra (2012). yaitu semakin
besar rasio ekuivalen menyebabkan efisiensi energi dan eksergi menjadi rendah.
Namun, perbedaan hasil analisis rasio ekuivalen terjadi pada kondisi sistem
yang berbeda yaitu sistem yang dimodelkan pada cycle tempo. Penelitian
sebelumnya analisis difokuskan pada sistem pembakaran sedangkan penelitian
yang telah dilakukan simulasi pada sistem PLTU.

4.5 Analisis Kesetimbangan Massa dan Energi pada Komponen Utama


PLTU
Analisis energi menggunakan penerapan hukum pertama termodinamika,
dapat dijelaskan dengan menggunakan konsep interaksi kerja dan sistem tertutup.
Sistem tertutup merupakan kondisi yang tidak terjadi perpindahan kalor dari
sistem kelingkungan (adiabatik). Proses adiabatik berlangsung pada dua titik
keadaan awal dan akhir dengan nilai kerja netto yang dihasilkan adalah sama,
kerja netto pada sistem tertutup dipengaruhi oleh keadaan awal dan akhir proses.
Analisis kesetimbangan massa dan energi dilakukan pada komponen utama
PLTU menggunakan data desain. Skema boiler yang digunakan adalah
berdasarkan skema boiler dari CCR. Sedangkan parameter input yang digunakan
yaitu data termal boiler (Tabel 3.7) dan data boiler maximum continous rating
(MCR). Data MCR sebagai referensi untuk analisis termodinamika ditunjukkan
pada Tabel 4.4 sebagai berikut.

76
Tabel 4.4 Data Boiler Kondisi Maximum Continuous Rating (MCR)
Rated steam output : 60,000t/h

Rated steam pressure : 53 MPa

Tempeature inlet turbine 485ºC

Feedwater water temperature : 150ºC

Flue gas temperature : 145ºC

Lower heating value : 16580 kJ/Kg

Coals type : Low Rank Coals

Fuel comsumption 11226 kg/h

Boiler efficiencies 3,11 kg/s (Design)


88 %
Manual book boiler operations, 2011

4.5.1 Perhitungan Massa dan Energi pada Boiler


Boiler memiliki dua proses kerja yaitu proses suplai bahan bakar dan fluida
kerja. Bagian pertama adalah suplai fuida kerja berupa air yang konversi menjadi
fase uap. Sedangkan fuida kerja berupa air keluaran economizer menuju
ditampung pada drum selanjutnya ke down corner dan terjadi perubahan fase pada
evaporator. Sehingga uap jenuh terjadi pada temperatur berkisar 260ºC. Setelah
itu, air ditampung pada steam drum. Uap jenuh selanjutnya dipanaskan kembali
dengan tujuan untuk meningkatkan temperatur dengan melewati low superheater
hingga mencapai temperatur 414ºC. Kemudian dipanaskan lagi menuju high
superheater hingga temperatur mencapai 485ºC sebelum menuju turbin.
Bagian kedua adalah suplai bahan bakar dan udara pembakaran menuju
ruang bakar. Temperatur udara pembakaran ditingkatkan pada air preheater
sampai sebesar 141ºC. Skema susunan boiler yang digunakan pada sistem PLTU
adalah circulating fluidized bed (CFB) yang ditunjukkan pada Gambar 4.8 sebagai
berikut.

77
Gambar 4.8 Volume Atur Boiler yang Digunakan pada Sistem PLTU.

Parameter data berupa aliran massa air dan massa uap yang diketahui dari
pemodelan sistem. Sehingga perhitungan kapasitas panas dapat dilakukan pada
heat exchanger. Kapasitas panas merupakan jumlah panas (Q) yang ditransfer
oleh penukar panas dihitung dalam kW. Kapasitas panas dinyatakan dalam jumlah
steam yang dihasilkan tiap kg/h. Namun, massa uap pada temperatur berbeda
memerlukan sejumlah panas dan nilai berbeda. Oleh karena itu, banyaknya uap
yang terbentuk menggambarkan berapa banyak energi yang dibutuhkan.
Kapasitas uap pada boiler dinyatakan sebagai jumlah panas keseluruhan yang
dihasilkan oleh tiap permukaan penukar panas (kW). Perpindahan panas yang
terjadi pada tiap komponen sistem, yaitu perpindahan panas yang berlangsung
sebanding dengan perubahan entalpi cair. Sehingga, menurut konsep hukum
pertama termodinamika pada heat exchanger yaitu energi yang keluar merupakan
energi yang diperlukan untuk pembentukan uap pada boiler. Dengan demikian,
menghitung kapasitas panas dapat ditulis menggunakan Persamaan 4.1 sebagai
berikut.
Q  m
 x (hin  hout ) (4.1)

Terdapat dua cara untuk menentukan efisiensi boiler menurut ASME


PTC4.1 (The american society of mechanical engineers) yaitu metode langsung
(direct method) dan metode tidak langsung (indirect method). Namun pemodelan

78
boiler Gambar 4.8 dianalisis menggunakan metode langsung yaitu menggunakan
konsep heat duty multiphase stream method.
Output didefinisikan sebagai jumlah kalor yang diserap oleh fluida kerja
atau losses yang terjadi pada sistem. Sedangkan input didefinisikan sebagai
jumlah kalor kimia bahan bakar yang ditambahkan pada fluida kerja, yang
melewati batas sistem. Pada pemodelan boiler terdapat komponen heat exchanger
berupa evaporator, low superheater, high superheater, economizer. Analisis
kapasitas panas heat exchanger menggunakan konsep yaitu panas yang diserap
(Qabsorb) sama dengan panas yang diberikan (Qdeliver). Perhitungan efisiensi boiler
menggunakan metode heat duty heat exchanger multiphase streams yaitu
panas total adalah penjumlahan total panas yang dihasilkan oleh seluruh heat
exchanger pada boiler menggunakan Persamaan 4.2 sebagai berikut.
Q out,(Total)  Q evaporator  Q Highsuperheater  Q Lowsuperheater  Q economizer (4.2)

Sedangkan Q in merupakan penjumlahan kalor energi kimia bahan bakar dan


Qin air preheater yang dirumuskan pada Persamaan 4.3 sebagai berikut.
Q in,( fuel)  m , fuel x HHV  Q,air preheater (4.3)

Hasil pemodelan dari cycle tempo diperoleh nilai kapasitas panas tiap heat
exchanger yang tersusun pada boiler yang ditunjukkan pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Energi Panas yang Dihasilkan Heat Exchanger pada Komponen Boiler
Efisiensi Boiler Kondisi Normal Qfuel
(Q) Beban (Q) Beban (Q) Beban
Rasio Ekuivalen = 1,25 Unit (HHV)
Turbin 50% Turbin 75% Turbin 100%
Low superheater 3066,47 4286,26 5154,55 kW
High superheater 977 2318,83 3610,89 kW
Evaporator 43206,55 40103,89 37530,36 kW
Economizer 2326,78 3016,74 3539,32 kW
Air preheater 3098,49 2525,37 2090,05 kW
Total heat trasnfered 52675,29 52251,09 51925,17 kW
High heating Value Base on
Existing 18033,4 kJ/kg
Massa Bahan Bakar Base on
Existing 3,096 kg/s
TOTAL Q,fuel(in)+Q Air Preheater 58929,773 58356,65 57921,33
BOILER EFFICIENCY 0,8492143 0,850231 0,850956 58929.8
BOILER EFFICIENCY (%) 84,92 85,023 85,095

79
Hasil analisis efisiensi boiler pada Tabel 4.5 menurut neraca kalor tiap heat
exchanger pada beban 50%, 75% dan 100% yaitu 84,92%, 85,023% dan 85,09%.
Efisiensi boiler untuk kondisi normal yaitu beban turbin 100% jika dibandingkan
dengan efisiensi data desain adalah sebesar 88%, dari hasil ini terdapat perbedaan
nilai data desain dan efisiensi kondisi existing adalah 3,3%. Dan perubahan
efisiensi boiler pada tiap beban turbin adalah ± 1%. Sehingga total energi bahan
bakar yang dapat dikonversi menjadi energi yang berguna dihasilkan dari boiler
adalah 85,09% pada beban 100%. Dengan demikian, kerugian energi dapat
ditentukan sebagai berikut.
Energy lo ss  58769,54 kW 14,694 kg s 3365,53  635,26 kJ kg
Energy lo ss  18650,95 kW
Sehingga energi yang masuk turbin sebagai berikut.
Total Energi Fuel – Losses = Usefull energy
= 4011858 kW

4.5.2 Hubungan X-Ratio terhadap Efisiensi boiler


Performa boiler dapat diamati dari indikator efisiensi dan rasio evaporasi
yang berkurang seiring dengan berjalan waktu operasi. Penurunan performa boiler
disebabkan beberapa faktor diantaranya yaitu pembakaran yang kurang sempurna,
proses perpindahan panas yang kurang maksimal pemeliharaan yang kurang
menjadi prioritas. Selain itu, penyebab penurunan efisiensi boiler karena
penurunan kualitas bahan bakar dan kualitas air yang digunakan. Dalam konteks
proses pembakaran bahan bakar, maka faktor excess air menjadi yang paling
penting mempengaruhi efisiensi boiler. Boiler akan memiliki unjuk kerja yang
efisien ketika excess air yang diperlukan pada pembakaran hanya sedikit lebih
tinggi dari udara minimum.
Beranjak dari studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa nilai XR
dapat mempengaruhi efisiensi boiler dengan cara mengontrol udara pada proses
pembakaran. Variasi jumlah excess air yang digunakan adalah 0%-45% atau rasio
ekuivalen antara 1-1,45. Dengan demikian, jumlah excess air yang ditetapkan
berada pada range yang tidak sama dengan standar excess air pada pulverized coal
partiall water cooled sebesar 15%-40%. Tujuan dari penentuan jumlah udara

80
maksimum berbeda dengan standar yang ada yaitu untuk mengamati efisiensi
boiler yang mungkin dapat dicapai berdasarkan rekomendasi data desain. Dengan
demikian, Efisiensi boiler maksimum dapat tercapai dengan cara mengontrol
udara aktual yang diperlukan pada pada proses pembakaran. Sehingga x-ratio
dapat ditentukan pada kondisi desain. Hubungan XR dan efisiensi boiler
ditunjukkan pada Gambar 4.9 sebagai berikut.

100.0
97.5
95.0
Efisiensi Boiler (%)

92.5
90.0
87.5
85.0
82.5
80.0 Beban 50%
77.5 Beban 75%
75.0 Beban 100%
72.5
70.0
834.0 834.6 835.2 835.8 836.4 837.0 837.6 838.2 838.8 839.4 840.0

X-RATIO [x10-3]

Gambar 4.9 Hubungan X-Ratio terhadap Efisiensi Boiler dan Daya Turbin.

Salah satu metode dapat digunakan untuk menghitung efisiensi boiler yaitu
heat duty HE multiphase streams metdod (Persamaan 4.2). Hubungan x-ratio
terhadap efisiensi boiler yang ditunjukkan pada Gambar 4.9 merupakan
perbandingan antara hasil penjumlahan energi panas (Qexch.) yang dihasilkan dari
pemodelan software cycle tempo dan jumlah energi bahan bakar yang digunakan.
Susunan heat exchanger pada komponen boiler berupa economizer, evaporator,
low temperature superheater dan high temperature superheater. Sedangkan
energi masuk ke ruang pembakaran merupakan penjumlahan energi bahan bakar
dan energi panas yang dilepas pada air preheater.
Data analisis yang ditunjukkan pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa nilai
XR terendah diperoleh sebesar 837,6x10-3 dan efisiensi boiler terendah sebesar
74,4% dengan rasio ekuivalen 1,45 pada beban 100%. Sedangkan nilai XR
sebesar 839,4x10-3 dihasilkan efisiensi boiler sebesar 94,4% dengan rasio
ekuivalen 1,075 pada beban turbin yang sama. Dengan demikian, dapat dikatakan

81
bahwa perubahan nilai XR yang terjadi seiring dengan kenaikan beban turbin
yang ditunjukkan pada Gambar 4.9. Namun, pada sisi yang lain, efisiensi boiler
semakin meningkat saat rasio ekuivalen mendekati nilai stoikiometri.
Ketika ditinjau dari persentase perubahan peningkatan efisiensi boiler
kondisi minimum, maka persentase perubahan kenaikan sebesar 5,21%, dengan
beban turbin 100%. Sedangkan persentase perubahan efisiensi boiler pada kondisi
maksimum, maka perubahan persentase terjadi peningkatan sebesar 6,28%.
Dengan demikian, semakin besar rasio ekuivalen, maka tingkat persentase
perubahan efisiensi boiler juga semakin menurun, yang akhirnya menyebabkan
nilai XR juga semakin rendah. Tabel 4.6 menunjukkan efisiensi boiler masing-
masing beban turbin sebagai berikut.
Tabel 4.6 Efisiensi Boiler Masing-Masing Beban Turbin
Rasio XR Eff. Boiler Eff. Boiler Eff. Boiler Ket
Ekuivalen (Φ ) Load 100% Load 50% Load 75% Load 100%

1,45 0,8376 7,405 74.411 74,408


1,375 0,8378 78,1 78,1 78,1
1,3 0,8382 82,2 82,2 82,3
1,25 0,8384 84,92 85,02 85,09 Normal
1,225 0,8386 86,7 86,8 86,9
1,15 0,8390 91,7 91,9 92,0
1,075 0,8395 97,4 97,6 97,8
Stoich (1) - - - -

Tabel 4.6 merupakan data perhitungan efisiensi boiler pada beban 50%,
75% dan 100% menggunakan nilai XR pada beban turbin 100%. Rasio ekuivalen
yang digunakan antara 1.075-1,45 yang divariasi dengan beban turbin 50%, 75%
dan 100%. Hasil variasi pada cycle tempo diperoleh efisiensi boiler kondisi
maksimum masing-masing sebesar 97,4%, 97,6% dan 97,8% dengan rasio
ekuivalen sebesar 1,075. Sedangkan efisiensi boiler kondisi minimum pada beban
turbin yang sama diperoleh efisiensi boiler sebesar 74,408%, 74,411% dan
74,408%. Sementara itu, nilai XR maksimum yang dihasilkan akibat variasi Ø
diperoleh sebesar 840x10-3 pada beban turbin 100%. Sedangkan nilai XR
minimum diperoleh sebesar 837,6x 10-3. Dengan demikian, hasil analisis efisiensi

82
boiler dapat dibandingkan dengan tiga metode yang berbeda yang ditunjukkan
pada Tabel 4.7 sebagai berikut.
Tabel 4.7 Perbandingan Efisiensi Boiler

Eff. Boiler By Design 88 %


Eff.boiler By Heat duty HE method 85,09 %
Eff. Boiler By ASME PTC 4.1 71.8 %
AFR minimum kondisi normal ≥ 1,225
AFR kondisi normal/eksisting 1,25
AFR maksimum kondisi normal ≤ 1,45

Tabel 4.7 merupakan perbandingan hasil perhitungan efisiensi boiler


menggunakan dua metode yang berbeda. Hasil analisis efisiensi boiler
menggunakan metode heat duty heat exchanger multiphase stream diperoleh
sebesar 85,09%. Sedangkan hasil efisiensi boiler menggunakan metode ASME
PTC 4.1 diperoleh efisiensi boiler sebesar 71,8%. Dengan demikian, untuk
menghasilkan efisiensi boiler yang lebih akurat jika dibandingkan dengan nilai
efisiensi pada data desain boiler sebesar 88%. Maka hasil analisis efisiensi boiler
multiphase stream memiliki nilai yang hampir sama dengan data desain.
Sementara itu menunjukkan bahwa PLTU beroperasi pada rasio ekuivalen
minimum ≥ 1,225 dan maksimum ≤ 1,45.
Hubungan efisiensi boiler dan rasio ekuivalen relevan jika dibandingkan
dengan penelitian sebelumnya, woudstra (2012) yaitu terdapat korelasi bahwa
semakin besar rasio ekuivalen yang digunakan, maka efisiensi termal boiler akan
menurun. Hal ini sebanding dengan efisiensi boiler terhadap x-ratio yang
semakin besar seiring dengan peningkatan rasio ekuivalen, maka efisiensi boiler
juga semakin menurun.
Disamping itu, hasil simulasi menggunakan software cycle tempo diperoleh
beberapa kondisi khusus yaitu rasio ekuivalen jika ditingkatkan sampai sebesar
1,47 atau excess air 47% pada beban turbin 50%, maka hasil simulasi mengalami
error pada cycle tempo. Hal yang demikian itu dapat terjadi sebagai indikator dari

83
dua faktor yaitu nilai x-ratio pada nilai yang sangat rendah dan kondisi operasi
pada air preheater berada pada ketidaksetimbangan.

4.5.3 Analisis Kesetimbangan Massa dan Energi pada Turbin


Pada sistem PLTU memiliki satu tingkatan turbin yaitu high pressure
turbine yang terdiri dari 3 (tiga) ekstraksi dan 1 (satu) exhaust turbine.
Konfigurasi turbin hasil software cycle-tempo ditunjukkan pada Gambar 4.10
sebagai berikut.

Gambar 4.10 Hasil Parameter Data Termodinamika pada Volume Atur Turbin

Hasil simulasi menggunakan software cycle tempo diperoleh parameter data


berupa energi yang masuk turbin pada Tabel 4.8 sebagai berikut.
Tabel 4.8 Parameter Data Termodinamika pada Turbin
Extraction Turbin P (bar) T (°C) m (kg/s) h (kJ/Kg) E (kW)

Initial Condition (Pipa1) 49 470 14,694 3365,53 49453,1


Extraction 1 (Pipa 2) 6,36 254,44 1,121 3007,05 3370,9
Extraction II (Pipa 3) 1,57 136,70 0,789 2797,05 2206,9
Extraction III (Pipa 4) 0,35 72,68 0,590 2606,32 1537,7
Exhaust Turbine (Pipa 5) 0,082 42,66 12,194 2445,84 29458,9

Parameter data pada Tabel 4.8 merupakan hasil kesetimbangan massa dan
energi pada turbin menggunakan persamaan sebagai berikut.

84
a. Kesetimbangan massa pada turbin
dmCV
  m i _  m e  0
dt i 1 e 4

b. Kesetimbangan energi pada turbin

WT  m h1  h2   m1  m 2  . h2  h3   m 1  m2  m3  . h3  h4 


 m1  m2  m3  m4  . h4  h5   Eloss

4.5.4 Analisis Kesetimbangan Massa dan Energi pada Kondensor


Hasil simulasi yang telah dilakukan pada software cycle tempo memperoleh
hasil pemodelan untuk volume atur kondensor ditunjukkan pada Gambar 4.11
sebagai berikut.

Gambar 4.11 Hasil Parameter Data Termodinamika pada Volume Atur


Kondensor

Volume atur kondensor pada Gambar 4.11 menunjukkan bahwa besar


energi yang dihasilkan setiap tingkat keadaan ditunjukkan pada Tabel 4.9 sebagai
berikut.
Tabel 4.9 Parameter Data Termodinamika pada Kondensor
No Pipa P (bar) T (°C) m (kg/s) h (kJ/kg) E (kW)
5 0,082 41,98 12,194 2445,85 29824,6949
6 0,082 41,98 12,784 175,81 2247,55504
8 2,2 30,1 1000 125,96 125960
9 2,2 36,63 1000 153,64 153640
10 0,082 41,98 0,590 175,81 103,7279

85
Parameter data termodinamika untuk volume atur kondensor memperoleh
kesetimbangan massa dan energi pada Tabel 4.9 yang dapat dihitung sebagai
berikut.
a. Kesetimbangan massa pada kondensor

dmCV
  m i _  m e
dt i 3 e2
5  m
m 8  m
 10  (m
 6  m9 )  0
b. Kesetimbangan energi pada kondensor
m6  m5  m10
m7 m8  m
 cw
QDelivered  QAbsorb
 5 h5  m
m  10.h10 m
 6 .h6  m 9 .h9  m8 .h9
 5  (h5  h6 )  m
m  10 (h10 h6 )  m  cw (h9  h8 )
EQondensor  m CW (h9  h8 )

4.5.5 Analisis Kesetimbangan Massa dan Energi pada Condensate Water


Pump (CWP).
Analisis Control volume dari CWP ditunjukkan pada Gambar 4.12 sebagai
berikut.

Gambar 4.12 Hasil parameter Data Termodinamika pada Volume Atur CWP

Condensate water pump berguna untuk meningkatkan tekanan air kondensat


pada kondensor menuju low pressure feedwater heater. Sehingga analisis
kesetimbangan masa dan energi diketahui pada Tabel 4.10 sebagai berikut.

86
Tabel 4.10 Parameter Data Termodinamika pada Condensat Water Pump
No P (bar) T (ºC) m (kg/s) H (kJ/kg) E (kW)
Pipa
6 0,082 41,98 12,784 175,81 2247,555
11 2,2 41,98 12,784 176,12 2251,5181

Parameter data pada Tabel 4.10 merupakan kesetimbangan massa dan energi
yang dapat dihitung sebagai berikut.
a. Kesetimbangan massa pada condensate water pump
dmCV
  m i _  m e
dt i 1 e1
m
 in  m
 out  0
b. Kesetimbangan energi pada kondensat water pump
 Condesate water pump (CWP)  m
 6 (h11  h6 )  ELoss
Eloss  m
 6 (h11  h6 )  CWP

4.5.6 Analisis Kesetimbangan Massa dan Energi pada Low Pressure


Feedwater Heater (LP-FWH).
Low pressure feedwaterheater merupakan alat penukar kalor untuk
pemanasan awal air pengumpan (feedwater) menuju deaerator. Gambar 4.13
menunjukkan kesetimbangan massa dan energi LP-FWH pada sistem PLTU.

Gambar 4.13 Hasil parameter Data Termodinamika pada Volume Atur LP-FWH

87
Hasil simulasi diperoleh kesetimbangan masa dan energi volume atur low
pressure feedwater heater. Parameter data termodinamika ditunjukkan pada Tabel
4.11 sebagai berikut.
Tabel 4.11 Parameter DataTermodinamika pada Low Pressure FWH
No Pipa P (bar) T (°C) m (kg/s) h (kJ/kg) E (kW)
4 0,35 72,68 0,590 2606,32 1537,73
11 2,2 44,01 12,784 176,12 2251,51
12 35 47,61 0,590 199,36 117,62
13 2,2 66,56 12,784 287,15 3670,92

Parameter data pada Tabel 4.11 merupakan Kesetimbangan Massa dan


Energi volume atur low pressure feedwater heater dapat dihitung menggunakan
persamaan sebagai berikut.
a. Kesetimbangan massa pada low pressure feedwater heater.
dmCV
  m i _  m e
dt i 2 e 2
m
 in  m
 out  0
b. Kesetimbangan energi pada low pressure feedwater heater
0m  4 (h4  h12 )  m
 11(h11  h13 )  ELoss
ELoss  m 4 (h4  h12 )  m
 11(h13  h11)

4.5.7 Analisis Kesetimbangan Massa dan Energi pada Open Feedwater


Heater/Deaerator.
Hasil pemodelan subsistem diperoleh hasil parameter data pada volume atur
open FWH yang terdapat Gambar 4.14 sebagai berikut.

Gambar 14 Hasil parameter Data Termodinamika pada Volume Atur Open FWH

88
Volume atur open feedwater heater memiliki 3 (tiga) aliran massa yang
masuk dan satu keluar sistem. Tabel 4.12 menunjukkan parameter data
termodinamika pada open feed water heater sebagai berikut.
Tabel 4.12 Parameter Data Termodinamika pada Open FWH
No Pipa m (kg/s) h (kJ/kg) E (kW)
14 12,784 287,15 3670,92
15 0,789 2797,05 2206,87
16 14,694 438,02 6436,26
17 1,121 472,90 530,12

Parameter data termodinamika yang ditunjukkan pada Tabel 4.12


merupakan kesetimbangan massa dan energy dari open FWH dihitung
menggunakan persamaan sebagai berikut.
a. Kesetimbangan massa pada open feedwater heater

dmCV
  m i _  m e
dt i 3 e1
m
 in  m
 out  0
b. Kesetimbangan energi pada open feedwater heater
0m
 15h15  m17h17  m14h14 )  m
 16h16  ELoss

 16  m14  m15  m16


dengan : m

ELoss  m
 15h15  m14h14  m17h17 )  m
 16h16

4.5.8 Analisis Kesetimbangan Massa dan Energi pada Boiler Feed Pump,
(BFP)
Boiler feed pump merupakan alat untuk memompa air pengisi melewati
high pressure heater menuju boiler. Volume atur boiler feed pump pada sistem
PLTU ditunjukkan pada Gambar 4.15 sebagai berikut.

89
Gambar 4.15 Hasil parameter Data Termodinamika pada Volume Atur BFP

Hasil pemodelan dengan software cycle tempo, maka parameter data


ditunjukkan pada Tabel 4.13 sebagai berikut.
Tabel 4.13 Parameter Data Termodinamika boiler feed pump
No Pipa m (kg/s) h (kJ/kg) E (kW)
16 14,694 436,02 6406,87
18 14,694 441,99 6494,60

Parameter data termodinamika pada Tabel 4.13 menunjukkan hasil


kesetimbangan massa dan energi dari boiler feed pump yang dapat dihitung
dengan persamaan sebagai berikut.
a. Kesetimbangan massa pada boiler feed pump

dmCV
  m i _  m e
dt i 3 e1
m
 in  m
 out  0

b. Kesetimbangan energi pada boiler feed pump

 WBFP  m 16 h16  h18   ELoss


 16 h18  h16   WBFP
ELoss  m

4.5.9 Analisis Kesetimbangan Massa dan Energi pada High Pressure


Feedwater Heater ( HP-FWH )
Jenis heat exchanger yang mensuplai air pengisian menuju economizer
adalah high pressure feedwater heater (FWH). Hasil pemodelan subsistem
volume atur dari HP-FWH ditunjukkan pada Gambar 4.16 sebagai berikut.

90
Gambar 4.16 Hasil parameter Data Termodinamika pada Volume Atur HP- FWH

High pressure feedwater heater pada sistem PLTU merupakan pemanas air
yang memanfaatkan uap hasil ekstraksi dari turbin. Parameter temperatur air pada
HP FWH ini pada kondisi cair jenuh sebelum ke economizer. Tabel 4.14
menunjukkan paramater data termodinamikan dari HP-FWH sebagai berikut.
Tabel 4.14 Parameter Data termodinamika pada High Pressure FWH
No Pipa m (kg/s) h (kJ/kg) E (kW)
18 14,694 441,99 6494,60
19 1,121 474,47 531,88
20 1,121 3007,05 3370,90
21 14,694 635,26 9334,51

Menentukan kesetimbangan massa dan energi HP FWH dapat dihitung


menggunakan persamaan sebagai berikut.

a. Kesetimbangan massa pada High Pressure FWH.


dmCV
  m i _  m e
dt i 2 e 2
m
 in  m
 out  0
b. Kesetimbangan energi pada high pressure FWH.
0m
 20 (h20  h19 )  m
 18 (h21  h18 )  ELoss

4.5.10 Analisis Kesetimbangan Massa dan Energi pada Circulating Cooling


Water Pump (CCWP)

91
Circulating Cooling Water Pump (CCWP) merupakan pompa yang
berfungsi untuk mensirkulasikan air pendingin ke dalam kondensor. Volume atur
dari CCWP terdapat pada Gambar 4.17 sebagai berikut.

Gambar 4.17 Hasil parameter Data Termodinamika pada Volume Atur CCWP

Hasil pemodelan menggunakan software cycle-tempo diperoleh parameter


data termodinamika dari CCWP ditunjukkan pada Tabel 4.15 sebagai berikut.
Tabel 4.15 Parameter Data Termodinamika Circulating Cooling Water Pump
No Pipa m (kg/s) h (kJ/kg) E (kW)
7 1000 125,83 125830
8 1000 125,96 125960

Hasil parameter data pada Tabel 4.15 merupakan kesetimbangan massa dan
energi dari CCWP yang dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut.
a. Kesetimbangan massa pada circulating cooling water pump

dmCV
  m i _  m e
dt i 1 e1
m
 in  m
 out  0
b. Kesetimbangan energi pada circulating cooling water pump
 CWP  m  7 (h7  h8 )  ELoss
Eloss  m
 8 (h8  h7 )  CCWP

4.5.11 Analisis Kesetimbangan Massa dan Energi pada Tubular Horizontal


Air Preheater
Air preheater berfungsi meningkatkan temperatur udara sebelum masuk
ruang bakar. Air preheater ditempatkan setelah ekonomizer dengan memanfaatka
n gas buang dari hasil pembakaran. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat
pemanasan udara yaitu tipe bahan bakar, perlengkapan alat bakar, laju boiler dan

92
tungku bakar. Volume atur dari air preheater ditunjukkan pada Gambar 2.18
sebagai berikut.

Gambar 4.18 Hasil Parameter Data Termodinamika Volume Atur Air preheater
pada Software Cycle Tempo

Hasil parameter data termodinamika air preheater yang ditunjukkan pada


Gambar 4.18 merupakan hasil simulasi software cycle tempo. Jumlah energi yang
dimiliki setiap aliran fluida yang melewati air preheater dapat ditunjukkan pada
Tabel 4.16 sebagai berikut.
Tabel 4.16 Kesetimbangan Energi pada Air Preheater
No m (kg/s) Temp. (Cº) h (kJ/kg) E (kW)
Keterangan
Pipa
27 21,420 Tair,in = 45 68,54 1398,974 Reaksi Endoterm
28 21,420 Tair,out = 141,09 29,03 621,822
35 24,021 Tgas,in = 220,09 2557,80 63998,71 Reaksi Eksoterm
36 24,021 Tgas,out = 139,52 2644 63511,524 Reaksi Eksoterm

a. Kesetimbangan massa pada air preheater (APH)


dmCV
  m i _  m e
dt i 1 e1
m
 in  m
 out  0

b. Kesetimbangan energi pada air preheater (APH)

Qabsorb = Qdeliver
Q APH  mudara x Cpudara x (Tudara,out  Tudara,in )
Q APH  21,42 x 1,02 x (141,09  45)
= 2099,41 kW
4.6 Analisis dan Perhitungan Kesetimbangan Massa dan Energi
Komponen Utama PLTU.

93
Hasil analisis kesetimbangan massa dan energi PLTU diperoleh nilai
kerugian energi pada masing-masing subsistem. Kerugian (Qloss) indentik dengan
kerugian eksergi (cycle tempo reference guide) yang diperoleh dari selisih entalpi
drop antara kondisi inlet dan outlet masing-masing subsystem. Sedangkan persen
rasio merupakan penjumlahan kerugian (Qloss) dari semua subsistem. Tabel 4.17
menunjukkan hasil analisis kesetimbangan energi dari subsistem PLTU.
Tabel 4.17 Hasil Analisis dan Perhitungan Energi berdasarkan Kesetimbangan
Masa dan Energi pada Sistem PLTU
Mass
flow Entalphy Energy Rasio Aux.
Main comp. Hidden Q loss (kW)
No rate (kJ/kg) (kW) Energi Energy (%) Consu
No Capacity
Pipe (kg/s) inlet kW outlet kW mp.
kW
(1) (kW)
(3) (4) (5) (6) (7)

1 Boiler 1 14,69 3365,53 49453,10 49453,10 9684,96 40118,59 31,459


18650,95
22 14,69 635,26 9334,51
2 Turbine 1 14,69 3365,53 49453,10 49453,10 36940,20 12512,90 239,96 0,405 239,96
2 1,121 3007,05 3370,90
3 0,789 2797,05 2206,87

4 0,59 2606,32 1537,73


5 12,19 2445,85 29824,69
3 Condensor 5 12,19 2445,85 29824,69 155124,42 155887,5 763,13 27680 46,688
6 12,78 175,81 2247,56
8 1000 125,196 125196,00
9 1000 153,64 153640,00

10 0,59 175,81 103,73


4 CWP 6 12,78 175,81 2247,56 2247,56 2251,52 3,96 9,07 0,015 5,11
11 12,78 176,12 2251,52
5 LP-FWH 4 0,59 2606,32 1537,73 3789,25 3788,55 0,70 0,70 0,001
11 12,78 176,12 2251,52
12 0,59 199,36 117,62

13 12,78 287,15 3670,93


6 OPEN-FWH 14 12,78 287,15 3670,93 6407,92 6406,88 1,04107 1,04107 0,002
15 0,789 2797,05 2206,87
16 14,69 436,02 6406,88
17 1,121 472,9 530,12

7 BFP 16 14.69 436,02 6406,88 6406,88 6494,60 87,72 184,36 0,311 96,64

18 14,69 441,99 6494,60


8 HP-FWH 18 14,69 441,99 6494,60 9865,50 9866,39 0,887 0,8872 0,001
19 1,121 474,47 531,88
20 1,121 3007,05 3370,90
21 14,69 635,26 9334,51
9 CCWP 7 1000 125,83 125830,00 125830,00 125960,0 130,00 260,00 0,439 130,00

8 1000 125,96 1259,60

Total energy flow by LHV 53618,93 47026,97 79,321


Net Power 12260,04 20,679
Total energy flow by HHV 59287,013 100,00

Hasil analisis dan perhitungan energi yang terdapat pada Tabel 4.17 yaitu energi
masuk dan keluar sistem terdapat pada kolom (5), kerugian energi pada subsistem

94
terletak dalam kolom (6), sedangkan rasio kerugian energi terhadap total energi
yang hilang ditunjukkan pada kolom (7).

4.7 Analisis Performa PLTU Kondisi Existing


Menghitung laju panas ( heat rate) pada sistem perubahan laju panas pada
sistem menggunakan persamaan sebagai berikut.

 Gross Plant Heat Rate (GPHR)


m fuel. HHV
Gross plant Heat rate (GPHR) 
GGO
 3,096 kg s x 18033,36 kJ kg  3600s
=   x 1h
 12512,51 kW 
GPHR = 16063,33 kJ/kW.h

 Net Plant Heat Rate (NPHR)


m fuel. LHV
Net Plant Heat Rate 
GGO  SEC
 3,096 kg h x 16960,2 kJ kg  3600s
=  x
 12512,51 kW-239,96 kW  1h
= 15402,79 kJ/kW.h
 Turbine Heat Rate
m Steam (h steam  hwater )
Turbine Heat Rate 
Gross Output
 3,096 kg/h 3365.53  635.26 kJ kg  3600s
  x 1h
 12512,51 kW 

 11542,60 kJ / kW .h
 Heat Rate (HR)
1 1
HR    4,201 kJ / kW.h
th 0,23802
Heat rate merupakan laju panas yang diperlukan untuk memproduksi satu
unit kerja untuk menghasilkan 1 kilowatt energi listrik (kWh)/Btu. Jumlah heat
rate berbanding terbalik secara proporsional dengan efisiensi termal. Jumlah heat

95
rate rendah sangat baik untuk sistem karena menghemat kebutuhan bahan bakar.
Perbandingan antara jumlah heat rate hasil analisis dan data desain ditunjukkan
pada Tabel 4.18 sebagai berikut.
Tabel 4.18 Perbandingan Hasil Analisis Heat Rate pada Sistem PLTU
Parameter Data Desain Hasil Pemodelan Error (%)
Gross plant Heat rate - 16063,33 -
Net plant Heat rate - 15402,79 -
Turbin Heat rate 11566 11542,60 0,203
Heat rate 4,23 4,201 0,67
Units kJ/kW.h

Perbandingan jumlah heat rate antara data desain dan hasil pemodelan
sistem ditunjukkan pada Tabel 4.18 yaitu jumlah turbine heat rate (THR) dan heat
rate (HR). Dari hasil penelitian diperoleh perbedaan hasil analisis dengan data
desain yang tidak terlalu signifikan. Dari analisis sistem didapat perbedaan nilai
(error) antara THR dan HR masing-masing adalah 0,202% dan 0,67%

4.8 Evaluasi Kinerja Sistem PLTU


Kinerja sistem dari siklus daya (power cycle) dapat ditentukan dari besar
energi kalor masuk (Q,in) yang dikonversi menjadi keluaran kerja netto, Wsiklus.
Besarnya konversi energi dari kalor menjadi kerja diberikan sebagai suatu rasio,
yang dikenal sebagai efisiensi termal. Untuk menghitung kerja siklus dan efisiensi
termal menurut persamaan EL Wakil, M.M sebagai berikut.
a. Keluaran kerja netto sistem PLTU

Wnet  WT  (W p1  W p2  W p3 )


Wnet  12512,51  (195,64  5,11  139,21)
 12272,55 kW
b. Efisiensi termal sistem PLTU
W
th   net  0,2334 atau 23,34%
Q in

4.9 Neraca Diagram Sankey Energy Flow pada Sistem PLTU

96
Hasil gabungan antara perhitungan aliran energi dan simulasi cycle tempo
dari siklus PLTU dapat digambarkan dalam bentuk Sankey diagram yang
ditunjukkan pada Gambar 4.19 sebagai berikut.

Gambar 4.19 Neraca Energi Berdasarkan Diagram Sankey (Sankey diagram )

Diagram Sankey Gambar 4.19 menunjukkan bahwa total energi bahan


bakar yang masuk (Q,in) ke boiler sebesar 58796,54 kW basis HHV pada cycle
tempo. Namun, hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah energi yang masuk
menuju sistem diperoleh sebesar 59287,01 kW dengan nilai error sebesar 0,83 %.
Dari total energi yang masuk boiler yang dikonversi menjadi energi listrik sebesar
12500,00 kW pada efisiensi termal gross sebesar 23,34%. Hal ini
mengindikasikan bahwa terjadi kerugian energi pada masing-masing subsistem
PLTU. Hasil pemodelan dan analisis menunjukkan bahwa kerugian energi
terbesar yang terbuang ke lingkungan terjadi pada kondensor sebesar 27680 kW
atau 46,68%. Sedangkan kerugian energi besar yang lain terjadi pada boiler
sebesar 31,459%. Hal ini disebabkan oleh proses pembakaran bahan bakar yang
tidak sempurna pada bolier. Sehingga dari neraca energi dapat diketahui bahwa
subsistem yang memiliki jumlah losses besar direkomendasi untuk dapat
dilakukan optimasi subsistem yang kurang efisien, agar menghasilkan performa
PLTU yang lebih baik.
Hasil evaluasi dan analisis energi sistem PLTU jika dibandingkan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Al Jundi (2008) bahwa kerugian energi terbesar

97
terjadi terbuang percuma ke lingkungan. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa terdapat korelasi dari penelitian yang telah dilakukan yaitu kerugian energi
yang besar terjadi pada kondensor

98
Halaman ini sengaja dikosongkan

99
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Analisis pengaruh x-ratio (XR) terhadap peforma PLTU menggunakan
software cycle tempo pada beban turbin 50%, 75% dan 100%. Nilai XR
ditentukan dari hasil variasi udara pembakaran batubara atau rasio ekuivalen (Ø)
antara 1-1,45. Hasil analisis dan simulasi sistem PLTU diperoleh parameter data
sebagai kesimpulan sebagai berikut.
1. Variasi rasio ekuivalen dengan nilai sebesar 1 pada beban turbin 50%, 75%
dan 100% dihasilkan nilai x-rasio tertinggi kondisi desain masing-masing
yaitu 836,1x10-3, 838,3x10-3 dan 840x10-3. Sedangkan rasio ekuivalen
sebesar 1,45 dihasilkan nilai x-ratio terendah kondisi desain sebesar 834,2
x10-3, 836,1x10-3 dan 837,6x10-3
2. Variasi rasio ekuivalen mengakibatkan nilai x-ratio mempengaruhi jumlah
Gross Plant Heat Rate (GPHR) sistem PLTU pada beban turbin 50%, 75%
dan 100%. Rasio ekuivalen dengan nilai sebesar 1 menghasilkan nilai XR
yang tertinggi pada GPHR masing-masing sebesar 25656,38 kJ/kW.h;
17104,25 kJ/kW.h dan 12828.19 kJ/kW.h. Sedangkan Rasio ekuivalen
dengan nilai sebesar 1,45 pada nilai XR yang terendah pada GPHR masing-
masing sebesar 37206,94 kJ/kW.h 24804,63 kJ/kW.h dan 18603,4718
kJ/kW.h.
3. Pemodelan sistem menggunakan softwate cycle tempo pada variasi rasio
ekuivalen 1,0 sampai 1,45, menghasilkan x-ratio yang mempengaruhi
efisiensi termal sistem PLTU pada beban turbin 50%, 75% dan 100%. Nilai
rasio ekuivalen dengan nilai sebesar 1 menghasilkan x-ratio tertinggi, dan
diperoleh efisiensi termal sistem masing-masing sebesar 14,991%;
22,376% dan 29,835%. Sedangkan rasio ekuivalen dengan nilai 1,45
menghasilkan x-ratio terendah, dan diperoleh efisensi termal sistem masing-
masing sebesar 10,287%, 15,431% dan 20,575%.
4. Performa PLTU Molotabu Gorontalo beroperasi pada kondisi desain,
dengan rasio ekuivalen sebesar 1,25 dihasilkan x-ratio pada air prehater

99
sebesar 833,8x10-3 dengan jumlah GPHR sebesar 15979,59 kJ/kW.h pada
efisiensi boiler 85,09% dengan net power 12260,04 kW
5. PLTU beroperasi pada rasio ekuivalen minimum sebesar ≥1,225 dan
maksimum dengan nilai ≤ 1,45
6. Hasil analisis energi pada sistem PLTU diperoleh efisiensi berupa daya
gross sebesar 23,803% dan daya netto adalah 23,345%. Hasil analisis energi
kerugian terbesar yang terbuang ke lingkungan terjadi pada komponen
kondensor yaitu 46,688%. Sedangkan kerugian energi besar yang lain
terjadi pada boiler yaitu 31,459%.

5.2 Saran
Beberapa saran diberikan setelah pelaksanaan studi sebagai berikut.
1. Analisis x-ratio air preheater pada sistem PLTU dapat dikembangkan lebih
lanjut dengan memerhatikan aspek pengaruh kebocoran dan dibandingkan
dengan nilai x-ratio kondisi desain yang telah dilakukan pada studi ini.
2. Menentukan udara teoritis sebaiknya dihitung melalui reaksi unsur
komposisi bahan bakar batubara yang digunakan sehingga udara aktual pada
parameter input combustor lebih akurat.
3. Menentukan efisiensi boiler kondisi desain yang terdiri dari beberapa
subsistem sebaiknya digunakan metode heat duty heat exchanger
multiphase stream sehingga diperoleh efisiensi boiler mendekati efisiensi
data desain.

100
Halaman ini sengaja dikosong
DAFTAR PUSTAKA

Black And Veatch, (1996). Power Plant Engineering.


Yunus A Chengel and Michael Boles (2006) Thermodynamics An engineering Approach
Chaibakhsh Ali and Ghaffary Ali, (2008), Steam Turbine Iran: Elsevier Vol 1145-1162.
David C. McLaughlin and Joseph R. Nasal, (2010) Applying the x-ratio correction to
calculated air heater efficiency an alternate Method. Proceedings of ASME Power
Conference. Chocago, USA
El MM.Wakil, (1988). Power Plant Technology 2nd Printing.
G.Shruti, Ravinarayan Bhat, Gangadhar Sheri, (2014). Performance Evaluation And
Optimization Of Air Preheater In Thermal Power Plant. IAEME.India
Harish Ghritlahre and Tej Pratap Singh, (2014). Effect of Excess Air on 30 TPH AFBC.
.India. 2321-9637
Hsin Chu (Stoichiometric Calculations)
Isam H. Aljundi, (2008) Energy and exergy analysis of a steam power plant in Jordan:
Elsevier.Applied Thermal Engineering 29 (2009) 324–32
Kumar Rayaprolu,(2009) Boilers For Power And Process.
Moran Shapiro, (2006). Fundamentals of Engineering Thermodynamics. John Wiley &
Sons Inc.
M. M. Hazarika and S. Ghosh, (2013) Simulated Performance Analysis Of A Gt-Mcfc
Hybrid System Fed With Natural Gas. ICERTSD: 2250-2459 –India
Pipat Juangjandee, (2007). Performance Analysis of Primary Air Heater Under Particulate
Condition in Lignite-Fired Power Plant. Journal of Engineering.Thailand. 9413-7197
Training Manual. Cycle Tempo Version Release 5.1 Delft University of Technology
(TU Delft).
V. Mallikarjuna, N. Jashuva, B. Rama Bhupal Reddy, (2014) Improving Boiler Efficiency
By Using Air Preheater. International Journal of Advanced Research in Engineering
and Applied Sciences. India. 2278-6252.
Woudstra Nico, Woudstra Theo, Pirone Armando, Stelt der van Teus, (2010)
Thermodinamic Evaluation of Combined Cycle. Netherlands.Elsevier.51.10090-
1110.
Woudstra Nico Thesis, (2012) Sustainable Energy Systems Limitations and Challenges
Based On Exergy Analysis.
Xiaoqu Han , Ming Liu , Jinshi Wang , Junjie Yan , Jiping Liu , Feng Xiao, (2014).
Simulation study on lignite-fired power system integrated with flue gas drying and
waste heat recovery Performances under variable power loads coupled with off-
design parameters. China. Elsevier. 76 - 406e418
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERHITUNGAN HEAT CAPACITY RATE (UA) (kW)
Total Total
AFR ∆𝑻𝟏 − ∆𝑻𝟐 Q
Daya Parameter Air Preheater mass massa
Turbin 𝑳𝒏(∆𝑻𝟏 /∆𝑻𝟐 )ΔT1 ΔT2 Deliver
gas udara
UA=Q/ΔLMD
Tgas,in Tgas,out Tudara,in Tudara,out Preheater
keluar masuk
(ºC) (ºC) (ºC) (ºC)
50% 1 249.8 144.62 45 170.8 88.911 79 99.62 2187.06 27.85 17.089 24.598
75% 1 222.16 139.87 45 143.16 86.69 79 94.87 1703.74 27.85 17.089 19.653
100% 1 202.44 136.55 45 123.44 85.12 79 91.55 1359.83 27.85 17.089 15.975

1.075 255.24 145.57 45 176.24 79 100.57 27.85 18.371 27.461


50% 89.351 2453.63
75% 1.075 227.91 140.85 45 148.91 87.153 79 95.85 1939.35 27.85 18.371 22.252
100% 1.075 208 137.48 45 129 84.03 79 92.48 1566.01 27.85 18.371 18.636

1.15 260.08 146.42 45 181.08 79 101.42 27.85 19.653 30.336


50% 89.743 2722.44
75% 1.15 233.24 141.76 45 154.24 87.58 79 96.76 2181.82 27.85 19.653 24.912
100% 1.15 213.28 138.37 45 134.28 85.984 79 93.37 1781.06 27.85 19.653 20.714

1.225 264.48 147.19 45 185.48 79 102.19 27.85 20.935 33.238


50% 90.098 2994.7
75% 1.225 238.19 142.61 45 159.19 87.977 79 97.61 2430.1 27.85 20.935 27.622
100% 1.225 218.28 139.21 45 139.28 86.381 79 94.21 2003.92 27.85 20.935 23.199

1.3 268.49 147.9 45 189.49 79 102.9 27.85 22.216 36.159


50% 90.424 3269.66
75% 1.3 242.780 143.400 45.000 163.780 88.345 79 98.4 2683.19 27.85 22.216 30.372
100% 1.3 222.99 140 45 143.99 86.754 79 95 2233.41 27.85 22.216 25.744

1.375 272.17 148.55 45 193.17 79 103.55 27.85 23.498 39.101


50% 90.722 3547.34
75% 1.375 247.05 144.14 45 168.05 88.689 79 99.14 2940.81 27.85 23.498 33.159
100% 1.375 227.44 140.77 45 148.44 87.116 79 95.77 2469.12 27.85 23.498 28.343

1.45 274.46 148.95 45 195.46 79 103.95 27.85 24.78 42.103


50% 90.9 3827.16
75% 1.45 249.73 144.61 45 170.73 88.907 79 99.61 3202.21 27.85 24.78 36.018
100% 1.45 230.26 141.25 45 151.26 87.34 79 96.25 2710.13 27.85 24.78 31.030
HUBUNGAN X-RATIO TERHADAP UA
X-RASIO*10^3 Heat Capacity Rate (UA)
50% 75% 100% 50% 75% 100%
834.154 836.01 837.644 42.103 36.018 31.030
834.312 836.41 837.877 39.101 33.159 28.343
834.591 836.50 838.266 36.159 30.372 25.744
834.923 837.03 838.672 33.238 27.622 23.199
835.244 837.42 839.046 30.336 24.912 20.714
835.645 837.84 839.524 27.461 22.252 18.636
836.089 838.33 840.005 24.598 19.653 15.975
Lampiran 1

Persentase Perubahan
XR XR XR UA UA UA %
Ø
50% 75% 100% (50%) (75%) (100%) perubahan
0.83405 0.83601 0.83740 1.45 42.103 36.018 31.030
0.83431 0.83641 0.83788 1.375 39.10 33.159 28.343 -8.658669
0.83459 0.83650 0.83827 1.3 36.16 30.372 25.744 -9.168878
0.83492 0.83703 0.83867 1.225 33.24 27.622 23.199 -9.887881
0.83524 0.83742 0.83905 1.15 30.336 24.912 20.714 -10.71084
0.83564 0.83784 0.83952 1.075 27.461 22.252 18.636 -10.02968
0.83609 0.83833 0.84001 1 24.598 19.653 15.975 -14.27789

Lampiran 1a

Persentase perubahan XR dan Ekuivalen Rasio


Rasio XR Beban Perubahan XR Beban Perubahan XR Beban Perubahan
Ekivalen 50% (%) 75% (%) 100% (%)
1.45 834.15446 0.00000 836.07080 0.00000 837.64395 0.00000
1.375 834.31194 0.01888 836.40796 0.04033 837.87703 0.02783
1.30 834.59063 0.03340 836.50446 0.01154 838.26649 0.04648
1.225 834.92312 0.03984 837.02601 0.06235 838.67204 0.04838
1.15 835.24397 0.03843 837.42219 0.04733 839.04570 0.04455
1.075 835.64462 0.04797 837.84044 0.04994 839.52381 0.05698
1 836.08903 0.05318 838.32518 0.05786 840.00510 0.05733
Rata-rata 0.04 0.04 0.05
Lampiran 2 Hubungan X-Ratio Terhadap Gross Plant Heat Rate (GPHR)
X-RASIO*10^3 GPHR
BAHAN
BAKAR Ø
XR XR GPHR Perubahan GPHR Perubahan GPHR Perubahan
Kg/s XR
50% 100% 50% 50% 75% 75(%) 100.00% 100%
75%
3.5820 1.4500 834.1545 836.0708 837.6439 37206.9435 24804.6290 18603.4718

3.3970 1.3750 834.3119 836.4080 837.8770 35285.3119 -5.1647 23523.5413 -5.1647 17642.6559 -5.1647

3.2110 1.3000 834.5906 836.5045 838.2665 33353.2930 -5.4754 22235.5287 -5.4754 16676.6465 -5.4754

3.0260 1.2250 834.9231 837.0260 838.6720 31431.6614 -5.7614 20954.4409 -5.7614 15715.8307 -5.7614

2.8410 1.1500 835.2440 837.4222 839.0457 29510.0297 -6.1137 19673.3532 -6.1137 14755.0149 -6.1137

2.6560 1.0750 835.6446 837.8404 839.5238 27588.3981 -6.5118 18392.2654 -6.5118 13794.1991 -6.5118

2.4700 0.0000 836.0890 838.3252 840.0051 25656.3793 -7.0030 17104.2528 -7.0030 12828.1896 -7.0030

Lampiran 2a

Lampiran 2b. Hubungan X-Ratio Terhadap Net Plant Heat Rate


X-RASIO*10^3 NPHR

BAHAN
Ø Perubaha Perubahan7 Peruba
BAKAR 50% 75% 100% 50% 100.00% Perubaha
n% 5% han
n%
(%)

3.582 1.45 834.15 836.07 837.64 35889.1 23739.17 17733.47


-
3.397 1.38 834.31 836.41 837.88 34035.55 -5.165 22513.11 16817.59 -5.165
5.1647
-
3.211 1.30 834.59 836.50 838.27 32171.96 -5.475 21280.42 15896.76 -5.475
5.4754
-
3.026 1.23 834.92 837.03 838.67 30318.39 -5.761 20054.36 14980.87 -5.761
5.7614
-
2.841 1.15 835.24 837.42 839.05 28464.82 -6.114 18828.30 14064.99 -6.114
6.1137
-
2.656 1.08 835.64 837.84 839.52 26611.25 -6.512 17602.24 13149.11 -6.512
6.5118
-
2.47 0 836.09 838.33 840.01 24747.66 -7.003 16369.56 12228.27 -7.003
7.0030
Lampiran 2b
Lampiran 3. Hubungan Temperatur Flue Gas terhadap Excess air

TEMPERATUR FLUE GAS VS EXCESS AIR


Bahan T. Gas Perubah
Perubaha Perubahan T. Gas T. Gas Perubahan
Ø EA Bakar out an
n (%) (%) out 75% out 50% (%)
(kg/s) 100% (%)
1.000 0% 2.470 0.000 136.550 0.000 139.870 0.000 144.620 0.000
1.075 75% 2.656 7.530 137.480 0.681 140.850 0.701 145.570 0.657
1.150 15% 2.841 6.965 138.370 0.647 141.760 0.646 146.420 0.584
1.225 22.5% 3.026 6.512 139.210 0.607 142.610 0.600 147.190 0.526
1.300 30% 3.211 6.114 140.010 0.575 143.400 0.554 147.900 0.482
1.375 37.5% 3.397 5.793 140.770 0.543 144.140 0.516 148.550 0.439
1.450 45% 3.582 5.446 141.490 0.511 144.830 0.479 149.150 0.404
6.393 0.594 0.583 0.515
Lampiran 3

Lampiran 4. Hubungan X-Ratio terhadap Efisiensi Termal


% Efisiensi Termal Vs Rasio Ekivalen
Perubahan
Penurunan Rasio
Eff. Eff. Eff.
EA Ekivalen EA Perubahan (%) Perubahan (%) Perubahan (%)
100% 75% 50%
Ø
0 1.000 0.000 29.835 0.000 22.376 0.000 14.941 0.000
7.5 1.075 0.075 27.753 -6.978 20.815 -6.976 13.876 -7.128
6.97674 1.150 0.150 25.942 -6.525 19.457 -6.524 12.971 -6.522
6.52174 1.225 0.225 24.354 -6.121 18.265 -6.126 12.177 -6.121
6.12245 1.300 0.300 22.950 -5.765 17.212 -5.765 11.475 -5.765
5.76923 1.375 0.375 21.697 -5.460 16.273 -5.455 10.849 -5.455
5.45455 1.450 0.450 20.575 -5.171 15.431 -5.174 10.287 -5.180
-5.146 -6.004 -6.029
Lampiran 4
Lamp. 5a Hubungan X-Ratio terhadap Efisiensi boiler

X-Rasio Efisiensi Boiler


Peru
Rasio XR Perub XR XR Beban Beban Beban
baha Perubah Perubah Perubah Perubah
Ekival Beban ahan Beban Beban Turbin50 Turbin Turbin
n an (%) an (%) an (%) an (%)
en 50% (%) 75% 100% % 75% 100%
(%)
1.45 834.15 0.00 836.07 0.00 837.64 0.00 74.4 0.0 74.4 0.0 74.4
1.375 834.31 0.02 836.41 0.04 837.88 0.03 78.1 4.9 78.1 5.0 78.1 5.021
1.3 834.59 0.03 836.504 0.01 838.27 0.05 82.2 5.2 82.2 5.3 82.3 5.316
1.225 834.92 0.04 837.03 0.06 838.67 0.05 86.7 5.5 86.8 5.5 86.9 5.583
1.15 835.24 0.04 837.42 0.05 839.05 0.04 91.7 5.8 91.9 5.9 92.0 5.913
1.075 835.64 0.05 837.84 0.05 839.52 0.06 97.4 6.2 97.6 6.2 97.8 6.285
1 - - - - - - - - - - - -

Lamp. 5b Efisiensi Boiler dan X-Ratio kondisi normal

Efisiensi Boiler Kondisi Normal

RASIO EKIVALEN =1.248 50% 75% 100% Unit

LOW SUPERHEATER 3066.47 4286.26 5154.55 kW


HIGH SUPERHEATER 977 2318.83 3610.89 kW
EVAPORATOR 43206.55 40103.89 37530.36 kW
ECONOMIZER 2326.78 3016.74 3539.32 kW
AIR PREHEATER 3098.49 2525.37 2090.05 kW
TOTAL HEAT TRASNFERED 52675.29 52251.09 51925.17 kW
HIGH heating Value Base on Existing 18033.4 kJ/kg
Mass Bahan Bakar Base on Existing 3.096 kg/s
TOTAL Q, FUEL(IN)+Q Air Preheater 58929.773 58356.65 57921.33
BOILER EFFIECIENCIES 0.8492143 0.850231 0.850956 58929.8
Lampiran 5b
DATA HASIL SIMULASI PADA BEBAN TURBIN 100 %

Jlh udara JLh


Udara
Rasio Jumlah aktual Total udara T,udara Tudara, T Gas out Bahan Rasio
Teoritis Tgas in (ºC) Eff. Termal X-RATIO
Ekuivalen Excee air (Kg udara/kg dibutuhkan in (ºC) out (ºC) (ºC) Bakar Ekuivalen
(kg/s)
coal) (kg/s)
Stioch 1 5.52 0 5.52 17.08992 45 123.440 202.440 136.550 2.470 29.835 0.84001 19.164

1.075 5.52 0.414 5.934 18.37166 45 129.000 208.000 137.480 2.656 27.753 0.839524 20.602

1.15 5.52 0.828 6.348 19.65341 45 134.28 213.28 138.37 2.841 25.942 0.839046 22.04

1.225 5.52 1.242 6.762 20.93515 45 139.28 218.28 139.21 3.026 24.354 0.838672 23.477

1.3 5.52 1.656 7.176 22.2169 45 143.99 222.99 140.01 3.211 22.95 0.838266 24.914

1.375 5.52 2.07 7.59 23.49864 45 148.44 227.44 140.77 3.397 21.697 0.837877 26.352

1.45 5.52 2.484 8.004 24.78038 45 152.63 231.63 141.49 3.582 20.575 0.837499 27.789

Jlh udara
JLh
Udara aktual
Rasio Jumlah Total udara T,udara in Tudara, out T Gas out Bahan Eff. Rasio
Teoritis (Kg Tgas in (ºC) X-RATIO
Ekuivalen Excee air dibutuhkan (ºC) (ºC) (ºC) Bakar Termal Ekuivalen
(kg/s) udara/kg
(kg/s)
coal)

Stoich 1 5.52 0 5.52 17.08992 45 143.160 222.160 139.870 2.470 22.376 0.838325 19.164

1.075 5.52 0.414 5.934 18.37166 45 148.91 227.91 140.85 2.656 20.815 0.837840 20.602

1.15 5.52 0.828 6.348 19.65341 45 154.24 233.24 141.76 2.841 19.457 0.837422 22.04

1.225 5.52 1.242 6.762 20.93515 45 159.19 238.19 142.61 3.026 18.265 0.837026 23.477

1.3 5.52 1.656 7.176 22.2169 45 163.78 242.76 143.4 3.211 17.212 0.836504 24.914

1.375 5.52 2.07 7.59 23.49864 45 168.05 247.06 144.14 3.397 16.273 0.836408 26.352
1.45 5.52 2.484 8.004 24.78038 45 172.02 251.02 144.83 3.583 15.431 0.836010 27.789
DATA HASIL SIMULASI PADA BEBAN TURBIN 75 %
DATA HASIL SIMULASI PADA BEBAN TURBIN 50 %

Udara Jlh udara aktual JLh Bahan


Rasio Jumlah Total udara T,udara in Tudara, out T Gas out
Teoritis (Kg udara/kg Tgas in (ºC) Bakar Eff. Termal X-RATIO
Ekuivalen Excee air dibutuhkan (ºC) (ºC) (ºC)
(kg/s) coal) (kg/s)

Stioch 1 5.52 0 5.52 17.08992 45 170.8 249.8 144.62 2.47 0.836089


14.991
1.075 5.52 0.414 5.934 18.37166 45 176.24 255.24 145.57 2.656 0.835645
13.876
1.15 5.52 0.828 6.348 19.65341 45 181.08 260.08 146.42 2.841 0.835244
12.971
1.225 5.52 1.242 6.762 20.93515 45 185.48 264.48 147.19 3.026 0.834923
12.172
1.3 5.52 1.656 7.176 22.2169 45 189.49 268.49 147.9 3.211 0.834591
11.475
1.375 5.52 2.07 7.59 23.49864 45 193.17 272.17 148.55 3.397 0.834312
10.849
1.45 5.52 2.484 8.004 24.78038 45 196.55 275.55 149.15 3.582 0.834048
10.287

Catatan: 1. Massa bahan bakar kondisi normal = 3.09 kg/s


2. Udara teoritis x (7.5% EA) = 0,414 k/s
`
RIWAYAT HIDUP
Romi Djafar lahir di Gorontalo, 12 Desember 1984,
merupakan anak pertama dari pasangan Ayahanda
Ibrahim Djafar dan Ibunda Sartin A. Dukalang.
Penulis menyelesaikan pendidikan pada jenjang
sekolah dasar (SD) pada tahun 1997 di SD Inpres 1
Puncak, selanjutnya meneruskan pendidikannya di
SLTP N 2 Tibawa, Gorontalo. Setelah melaksanakan studi di SLTP, penulis
melanjutkan studi di SMK Negeri 3 Gorontalo jurusan Teknik Mesin Produksi
dan lulus tahun 2003. Pada tahun 2003 penulis mengikuti program Diploma 3
beasiswa Guru Kejuruan di PPPGT Medan pada jurusan manufaktur dan lulus
tahun 2006. Selanjutnya tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan Sarjana
lewat lintas jalur jurusan Teknik Mesin Di Universitas Gorontalo. Selanjutnya
penulis mengikuti beasiswa BPPDN Calon Dosen 3T (Terdepan, Terluar,
Tertinggal) dengan mengikuti pendidikan Pra S2 Fisika di Institut Teknologi
Sepuluh November (ITS) selama 1 tahun. Selanjutnya mulai melanjutkan studi S2
tahun 2014 di Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS. Penulis melakukan studi tesis
mengenai pengaruh x-ratio terhadap performa PLTU menggunakan software
cycle-tempo. Penelitian ini mengantarkan penulis memperoleh gelar Magister
Teknik (M.T.). Semenjak tahun 2008 penulis sebagai dosen tetap di politeknik
Gorontalo, (POLIGON).
Pendidikan Non Gelar dan Kegiatan yang pernah di ikuti.
1. Pendidikan dan Pelatihan Pengelolaan Laboratorium Di Politeknik Manufaktur
Bandung tahun 2008
2. Pendidikan dan Pelatihan welding pada Welding Training Center POLBAN
Bandung tahun 2008
3. Pendidikan dan Pelatihan desain autodesk inventor Selangor Malaysia Tahun
2009
4. Pendidikan dan Pelatihan Programing and Operation Mesin CNC POLMAN
Bandung Tahun 2010

romidjafar@poligon.ac.id HP: 081356342126


romidjafar@poligon.ac.id HP: 081356342126

Anda mungkin juga menyukai