Anda di halaman 1dari 8

KEMAS 7 (1) (2011) 83-90

Jurnal Kesehatan Masyarakat


http://journal.unnes.ac.id/index.php/kemas

STUDI KUALITATIF FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI DROP OUT


PENGOBATAN TUBERKULOSIS PARU

Randy Adhi Nugroho

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Hasil pengobatan BTA positif di Balai Pengobatan Penyakit Paru-ParuTegal
Diterima 5 Mei 2011
Disetujui 9 Juni 2011
tahun 2008-2010, menyatakan angka drop out belum mencapai target nasional
Dipublikasikan Juli 2011 (<10%), sehingga permasalahan dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui
faktor yang melatarbelakangi drop out pengobatan tuberkulosis paru di
Keywords: BP4 Tegal. Penelitian ini dilakukan di balai pengobatan penyakit paru Tegal
Drop out;
Treatment;
padatahun 2011.Jenis penelitian ini adalah kualitatif, dengan narasumber
Tuberculosis. penelitian adalah pasien yang drop out dari pengobatan tuberkulosis yang
berjumlah 8 orang. Teknik pengambilan data dilakukan dengan wawancara
mendalam menggunakan pedoman wawancara. Hasil penelitian disimpulkan
faktor yang melatarbelakangi drop out adalah lama pengobatan melewati
tahap intensif sehingga gejala hilang dan pasien merasa sembuh, pembiyaan
pengobatan tidak secara cuma-cuma, pasien tidak mengetahui tentang
tahapan pengobatan, tidak adanya Pengawas Menelan Obat,adanya kesulitan
transportasi menuju BP4, adanya efek samping obat, ketidaktahuan tentang
komplikasi penyakit.
QUALITATIVE STUDY OF FACTORS PREDISPOSING
PULMONARY TUBERCULLOSIS TREATMENT DROP OUT

Abstract
Based on the results of treatment of smear positive in Medicine Center for Lung
Disease Tegal in 2008-2010, drop out rate had not reached the national target
(<10%), were 18%, 14%, and 13%. The purpose of this research was to determine
the factors behind the drop out of tuberculosis treatment. The study was qualitative
research. Informants research was patients who drop out of treatment for
tuberculosis, amounting 8 people. Techniques of data collection was done by in-
depth interviews used an interview guide. Research concluded the factors behind of
drop out were time of treatment through stage of intensive so symptoms disappear
and the patient was cured, treatment was not free financing so that it becomes
a barriers, Informants wasn’t know about the stages of treatment, although
informants had high motivation and family support but barriers make stopped of
treatment, informants had not Swallowing Drugs Controller, easy access to MCLD
easy but difficult if not used the motorcycle, Informants experienced drug side
effects, the perception of informants won’t be severed tuberculosis if the stopped
of treatment, perceptions of treatment benefit was limited sources eliminates
symptoms of tuberculosis, Informant had many barriers in treatment.

© 2011 Universitas Negeri Semarang



Alamat korespondensi: ISSN 1858-1196
Gedung F1, Lantai 2, Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Email: randy_adhi@yahoo.com
Randy Adhi Nugroho / KEMAS 7 (1) (2011) 83-90

Pendahuluan dan wilayah Indonesia Timur angka prevalensi


TB adalah 210 per 100.000 penduduk. Khusus
Tuberkulosis Paru (TB) adalah pe- untuk provinsi DIY dan Bali angka prevalensi
nyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium TB adalah 68 per 100.000 penduduk. Kasus
tuberculosis(Helper, 2010). Setiap detik ada 1 tuberkulosis dengan BTA positif di Indone-
orang yang terinfeksi TB di dunia, setiap ta- sia terus meningkat (Depkes RI, 2008). Angka
hun terdapat 8 juta penderita TB baru, 1% dari Case Detection Rate (CDR) di Indonesia pada
penduduk dunia akan terinfeksi TB setiap ta- tahun 2010 mencapai target nasional dengan
hunnya. Satu orang memiliki potensi menular angka 78,3 dengan CDR tertinggi terdapat
10 sampai 15 orang dalam 1 tahun. Oleh ka- di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 96,2%, di-
rena itu, Pada awal tahun 1995, WHO (World ikuti DKI Jakarta sebesar 79,9% dan Gorontalo
Health Organization)dan IUATLD (Interna- sebesar 77,3%. Sedangkan CDR Jawa Tengah di
tional Union Against TB and Lung Diseases) urutan 14 dengan CDR 54,20 %, angka ini me-
telah merekomendasikan strategi DOTS (Di- ningkat dibanding CDR pada tahun 2009 yaitu
rectly Observed Treatment Short-course) sebagai 46,00 % berada di urutan 17. Hasil pengobatan
strategi dalam penanggulangan TB dan telah TB di Indonesia, proporsi angka kesembuhan
terbukti sebagai strategi penanggulangan yang pada tahun 2008 - 2009 mengalami penurunan
secara ekonomis paling efektif (cost-efective). sebesar 2,8%, sedangkan angka drop out me-
Strategi ini dikembangkan dari berbagi studi, ngalami peningkatan sebesar 0,1%.
uji coba klinik (clinical trials), pengalaman ter- Berdasarkan rekap data TB Jawa Te-
baik (best practices), dan hasil implementasi ngah, jumlah kasus TB pada 3 tahun terakhir
program penanggulangan TB selama lebih dari di Jawa Tengah mengalami peningkatan yaitu
dua dekade (Depkes RI. 2008). Pengembangan pada tahun 2007-2008 peningkatan sebanyak
strategi DOTS sampai dengan tahun 2010 telah 226 kasus atau 0,68% dari tahun sebelumnya.
dilaksanakan di seluruh propinsi (33 provinsi) Kemudian pada tahun 2009 peningkatan se-
pada 497 kabupaten/kota yang ada. banyak 13 kasus atau 0,04 % dari tahun 2008.
Pada bulan Maret 1993 WHO Walaupun angka CDR terdapat kenaikan pada
mendeklarasikan TB sebagai global health tahun 2009 sebesar 2,99% dibandingkan de-
emergency. TB dianggap sebagai masalah ke- ngan tahun 2008, tetapi angka kesembuhan
sehatan dunia yang penting karena lebih kurang (cure rate) TB paru di Provinsi Jawa Tengah
1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh Mycobacte- tahun 2009 sebesar 83,92%, mengalami pe-
rium tuberculosis dan diperkirakan ada 9 juta nurunan bila dibandingkan tahun 2008 yang
pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB mencapai 88,45%. Angka ini masih di bawah
di seluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB target nasional sebesar 85%.
dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi Balai Pencegahan dan Pengobatan Pe-
pada negara-negara berkembang. Di seluruh nyakit Paru (BP4) merupakan unit pelayanan
dunia sekitar 19 – 43% populasi saat ini terin- kesehatan yang menangani masalah TB dan
feksi TB, frekuensi penyakit TB paru di Indo- Jawa Tengah mempunyai 11 BP4 yang tersebar
nesia masih tinggi dan menduduki urutan ke-3 di kabupaten/kota. Berdasarkan rekap data TB
di dunia setelah India dan Cina. Diperkirakan tahun 2010, jumlah kasus BTA positif di BP4
jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 10% dari tertinggi di BP4 Tegal dengan jumlah pen-
total jumlah pasien TB di dunia. derita 443 dengan CDR 172,15 %. Akan tetapi
Hasil Survei Prevalensi TB di Indo- hasil pengobatan BTA positif di BP4 Tegal ang-
nesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka ka drop out belum mencapai target nasional
prevalensi TB BTA positif secara nasional 110 (<10%) yaitu tahun 2008 jumlah kasus TB 437
per 100.000 penduduk. Secara regional, preva- dengan angka drop out 18%, tahun 2009 dengan
lensi TB BTA positif di Indonesia dikelompok- jumlah kasus TB 441 dengan drop out 14%,dan
kan dalam 3 wilayah, yaitu wilayah Sumatera tahun 2010 jumlah kasus TB 443 dengan angka
angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 drop out 13% (BP4 Tegal, 2010). Angka drop out
penduduk, wilayah Jawa dan Bali angka preva- dari tahun 2009-2010 mengalami penurunan,
lensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk, hal ini karena BP4 sudah melakukan beberapa

84
Randy Adhi Nugroho / KEMAS 7 (1) (2011) 83-90

upaya untuk meminimalkannya, antara lain bel agar mudah dibaca serta dipahami.
sering melakukan pemberian penyuluhan dan
leaflet kepada pasien TB tentang pengobatan Hasil dan Pembahasan
TBC, membagi jadwal pelayanan di BP4 yaitu
jadwal untuk pasien TB dan pasien non TB se- Hasil didapatkan beberapa faktor yang
hingga mengurangi antrian pelayanan, penam- melatarbelakangi drop out pengobatan tu-
bahan beberapa fasilitas seperti, memperluas berkolusis di BP4 adalah sebagai berikut:
ruang tunggu apotik, memasang poster. Lama Pengobatan TB
Penghentian pengobatan sebelum wak- Berdasarkan penelitian yang telah di-
tunya (drop out) di Indonesia merupakan faktor lakukan, terdapat 7 dari 8 narasumber yang
terbesar dalam kegagalan pengobatan pende- telah melakukan pengobatan lebih dari 2 bulan,
rita TBC yang besarnya 50% . Drop out adalah artinya narasumber tersebut sudah melakukan
pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 pengobatan tahap intensif selama 2 bulan. Dari
bulan atau lebih dengan BTA positif. Masalah keterangan narasumber mengaku mendapat
yang di timbulkan oleh drop out tuberkulosis manfaat selama menjalani pengobatannya ya-
adalah resistensi obat yaitu kemunculan strain itu sembuh dari sakit TB. Sehingga dapat di-
resisten obat selama kemoterapi, dan pende- asumsikan narasumber menghentikan pengo-
rita tersebut merupakan sumber infeksi untuk batannya karena setelah melakukan pengobatan
individu yang tidak terinfeksi. Angka drop out intensif (>2 bulan) narasumber merasa sudah
tidak boleh lebih dari 10%, karena akan meng- sembuh.
hasilkan proporsi kasus retreatment yang tinggi Hasil ini sesuai dengan Depkes RI (2008)
dimasa yang akan datang yang disebabkan bahwa pengobatan TB diberikan dalam 2 ta-
karena ketidakefektifan dari pengendalian tu- hapan, yaitu tahap awal (intensif), dan tahap
berkulosis. Menurunnya angka drop out karena lanjutan. Pada tahap awal atau intensif pasien
peningkatan kualitas penanggulangan TB akan mendapat obat setiap hari, bila pengobatan
menurunkan proporsi kasus pengobatan ulang tahap intesif tersebut diberikan secara tepat,
antara 10-20 % dalam beberapa tahun (Depkes maka pasien TB yang menular menjadi tidak
RI, 2008).Permasalahan dalam penelitian ini menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagi-
adalah faktor-faktor ap asajakah yang mela- an besar pasien BTA positif akan menjadi BTA
tarbelakangi drop out pengobatan tuberculosis negatif (konversi) dalam waktu 2 bulan. Sedang-
di BP4 Tegal. kan tahap pada tahap lanjutan pasien menda-
pat obat yang lebih sedikit. Pada tahap lanjutan
Metode berguna untuk membunuh kuman persister se-
hingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Penelitian ini menggunakan metode Uraian tersebut maka dapat disimpulkan
kualitatif,pengumpulan data dengan melaku- lama pengobatan lebih dari 2 bulan dapat me-
kan wawancara mendalam (indepht interview) ngakibatkan pasien drop out dari pengobatan
yang direkam menggunakan tape recorder. TB karena setelah melakukan pengobatan ta-
Fokus penelitian berisi pokok kajian tentang hap intensif tersebut biasanya pasien merasa
faktor yang melatarbelakangi drop out pengo- sembuh dan menghentikan pengobatannya.
batan TB.Pemilihan informan menggunakan Pengobatan TB membutuhkan waktu yang le-
purposive sample. Informan utama dalam pe- bih lama dibandingkan dengan mengobati in-
nelitian ini adalah pasien yang berhenti dari feksi bakteri lainnya. Jika terinfeksi TB, pen-
pengobatan TB sebelum waktunya pada kurun- derita harus minum antibiotik setidaknya enam
waktu 2010-2011, sedangkan informan tria- bulan sampai sembilan bulan, jika pengobatan
ngulasi dari keluarga/saudara pasien, Kepala TB tidak dilakukan sampai selesai maka akan
BP4 Tegal, dan Petugas Administrasi Kesehatan terjadi resistensi obat. Oleh karena itu, perlu
BP4 Tegal.Analisis data yang digunakan ada- adanya edukasi atau penyuluhan kepada pasien
lah dengan menelaah seluruh data yang terse- TB tentang pentingya menyelesaikan setiap ta-
dia dari hasil wawancara dengan melakukan hapan pengobatan TB, sehingga pasien dapat
reduksi data dalam sebuah rangkuman dan ta- menyelesaikan pengobatan TB (Salim, 2010;

85
Randy Adhi Nugroho / KEMAS 7 (1) (2011) 83-90

Guy, 2009). TB. Pengetahuan tentang tahap pengobatan TB


Pembiayaan Pengobatan Tuberkulosis sangat penting untuk keberhasilan pengobatan
Bedasarkan penelitian yang telah di- TB karena dalam tahap pengobatan TB dapat
lakukan, seluruh narasumber (100%) mengaku memberikan informasi tentang lama pengo-
pembiayaan pengobatan TB perbulan adalah batan dan tujuan pengobatan pada masing-ma-
Rp. 80.000,-. Dari 8 narasumber tersebut, 3 na- sing tahap pengobatan.
rasumber (38%) mengaku hambatan melaksa- Kejadian drop out penderita TB paru
nakan pengobatan TB dikarenakan pem- dari program pengobatan dapat dipandang
biayaan pengobatan, serta biaya transportasi. sebagai respon penderita terhadap rendahnya
Berdasarkan hasil cross check dengan pengetahuan tentang penyakit TB dan pengo-
Kepala BP4 Kota Tegal mengatakan pem- batan pengobatan TB paru. Sebagai asumsi,
biayaan pengobatan TB di BP4 Tegal ada 3 semakin baik tingkat pengetahuan yang ber-
macam yaitu pengobatan gratis dengan obat hubungan dengan penyakit TB paru dan pe-
paket FDC, pengobatan gratis dengan Askes ngobatannya, maka penderita akan sa-
atau Jamkesmas, dan pengobatan mandiri. Se- dar untuk menjalani program pengobatan
dangkan menurut Petugas Bagian Administrasi secara teratur (Anton, 2008; Mitnick, 2008). Pe-
BP4 Tegal, untuk pemakaian obat paket FDC, ngetahuan tentang penyakit TB merupakan ba-
pasien harus dapat menyelasaikan pengobatan gian penting dalam promosi kesehatan untuk
selama 6 bulan, jika pasien tidak dapat menye- mencapai suatu masyarakat atau individu yang
lesaikan pengobatan atau berhenti dari pengo- berperilaku sehat dengan cara memelihara,
batan maka pasien harus mengembalikan dana melindungi, dan meningkatkan kesehatannya
dari obat FDC tersebut. Berdasarkan penjela- sehingga terhindar dari penyakit TB. Penge-
san tersebut dapat diasumsikan bahwa pem- tahuan yang baik dan menyeluruh tentang
biayaan pengobatan seluruh narasumber de- penyakit TB dan pengobantannya berkaitan
ngan mandiri. dengan tindakan yang akan diambil seseorang
Seseorang kurang memanfaatkan pela- dalam melaksanakan tindakan pengobatan se-
yanan kesehatan yang ada karena tidak mem- hingga dapat meningkatkan kesadaran pasien
punyai cukup uang untuk membeli obat, untuk menyelesaikan pengobatannya. Selain
membayar transport, dan sebagainya. Penye- berhubungan dengan tindakan, pengetahuan
baran masalah kesehatan pada umumnya dipe- yang dimiliki oleh pasien TB juga berhubungan
ngaruhi oleh terdapatnya perbedaan ekonomi dengan persepsi bahwa penyakit TB merupa-
dalam mencegah atau mengobati penyakit. Bagi kan penyakit yang berbahaya dan menular.
mereka yang mempunyai keadaan ekonomi Hal sesuai dengan teori yang dikemukan
yang baik tentu tidak sulit melakukan pencega- oleh Depkes RI (2008), dalam program penang-
han dan pengobatan penyakit, tetapi bagi gulangan TB, penyuluhan langsung perorangan
mereka yang mempunyai keadaan ekonomi sangat penting artinya untuk menentukan ke-
yang kurang baik akan sulit untuk melakukan berhasilan pengobatan. Sehingga penyuluhan
pencegahan dan pengobatan (Currie, 2005). TB perlu dilaksanakan karena masalah TB ba-
Pengetahuan tentang Penyakit Tuberku- nyak berkaitan dengan masalah pengetahuan
losis dan Pengobatannya dan perilaku masyarakat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Motivasi Penderita
sebagian besar narasumber mempunyai penge- Berdasarkan penelitian terhadap nara-
tahuan yang cukup karena dapat menjawab se- sumber, sebagian besar narasumber mempu-
tiap pertanyaan dengan benar walaupun tidak nyai motivasi yang tinggi terhadap pengobatan
dapat menyebutkan secara lengkap dan detail TB mereka. Motivasi tersebut timbul karena
mengenai penyebab penyakit TB, gejala, cara dorongan dari keluarga atau orang lain, dan
penularan, cara mengobati, lama pengobatan, dorongan dari dalam diri narasumber agar
dan kemungkinan efek samping obat karena sembuh dari penyakit TB. Ada seorang nara-
dapat menjawab pertanyaan dalam wawancara sumber (12%) yang mempunyai motivasi yang
dengan benar. Seluruh narasumber (100%) rendah dalam pengobatan TB karena narasum-
tidak mengetahui tentang tahap pengobatan ber merasa bosan untuk minum obat TB setiap

86
Randy Adhi Nugroho / KEMAS 7 (1) (2011) 83-90

hari. Yang menjadi alasan gagalnya pengobatan nentukan tentang program pengobatan yang
adalah pasien tidak mau minum obat yang se- diterima. Keluarga juga memberi dukungan
harusnya dianjurkan. Pasien biasanya bosan dan membuat keputusan mengenai perawatan
harus minum obat setiap hari selama beberapa dari anggota keluarga yang sakit. Pasien dengan
bulan, oleh karena itu pasien cenderung meng- dukungan keluarga yang rendah berpotensi 36
hentikan pengobatannya secara sepihak. kali menghentikan pengobatannya dibanding-
Pasien yang mempunyai motivasi yang kan orang yang mempunyai dukungan keluarga
rendah berpotensi 27 kali untuk menghentikan yang tinggi.
pengobatan TB dibandingkan dengan pasien Dukungan emosional yang mencakup
yang mempunyai motivasi tinggi. Motivasi ungkapan empati, kepedulian, dan perha-
yang rendah dalam diri seseorang menyebab- tian terhadap narasumber karena dia men-
kan orang tersebut tidak mempunyai dorongan derita penyakit TB. Dukungan penghargaan ini
dalam dirinya untuk melakukan suatu kegiatan. melibatkan pemberian ungkapan pujian yang
Melakukan keteraturan berobat butuh motivasi positif pada pasien karena minum obat TB, se-
yang tinggi dalam diri seseorang. baliknya jika pasien tidak minum obat keluarga
Motivasi merupakan dorongan dalam akan menegur, hal tersebut dapat. Dukungan
diri seseorang yang menyebabkan orang terse- instrumental adalah bantuan langsung yang di-
but melakukan kegiatan tertentu guna menca- berikan oleh keluarga untuk narasumber yang
pai tujuan tertentu. Motivasi yang ada dalam berupa bantuan pembiayaan pengobatan TB,
pasien bertujuan agar mereka dapat sembuh keluarga yang ikut mengantar berobat, dan me-
dari sakit TB yang dideritanya. Dalam peneli- nyediakan makanan yang bergizi. Dukungan
tian ini, beberapa narasumber merasa sudah informatif mencakup memberi nasihat, petun-
sembuh, artinya mereka merasa sudah men- juk, informasi, saran dan umpan balik.
capai tujuan dalam pengobatan TB, kemudian Walaupun beberapa penelitian menya-
dapat diasumsikan bahwa motivasi akan hilang takan dukungan keluarga yang rendah akan
jika seseorang sudah mencapai tujuan yang di- membuat seseorang menghentikan pengo-
inginkan. Oleh karena itu, perlu adanya pem- batannya, tetapi dalam penelitian ini, narasum-
berian informasi dan penyuluhan agar moti- ber mempunyai dukungan keluarga yang baik
vasi yang dimiliki pasien tidak hanya sebatas tetapi narasumber tetap menghentikan pengo-
bertujuan agar pasien tidak merasakan gejala batannya. Hal tersebut terjadi karena dukungan
TB, tetapi memberi motivasi untuk melakukan keluarga tidak menjadi alasan yang kuat nara-
pengobatan TB sampai selesai dengan tujuan sumber menghentikan pengobatannya tetapi
penyakit TB yang diderita dapat sembuh total persepsi tentang hambatan dalam melakukan
dengan dibuktikan pada pemeriksaan dahak pengobatan. Hal tersebut dari hambatan yang
pada akhir pengobatan dengan konversi negatif diungkapkan narasumber berkaitan dengan
(Storla, 2008). dukungan keluarga seperti, biaya pengobatan,
Dukungan Keluarga tidak ada yang mengantar saat ke BP4, keluar
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, kota karena urusan keluarga.
sebagian besar narasumber (88%) mendapat Keberadaan Pengawas Menelan Obat
dukungan dari keluarga. Dukungan kelurga (PMO)
tersebut terwujud melalui dukungan emosio- Bedasarkan penelitian, 7 dari 8 narasum-
nal, dukungan penghargaan, dukungan instru- ber (88%) tidak mempunyai PMO yang me-
mental, dan dukungan informatif. Sedangkan ngawasi pengobatannya. Sedangkan dari hasil
seorangnarasumber(12%) mengaku tidak men- wawancara 5 narasumber (62%) menganggap
dapat dukungan dari keluarga. bahwa keberadaan PMO sangat penting untuk
Keluarga mempunyai peran yang pen- mengawasi dan memantau pengobatan pasien.
ting dalam penentuan keputusan untuk men- Dari hasil tersebut dapat diasumsikan bahwa
cari dan mematuhi anjuran pengobatan. tidak adanya PMO dapat membuat pasien TB
Keluarga juga menjadi faktor yang sangat ber- menghentikan pengobatannya. Berdasarkan
pengaruh dalam menentukan keyakinan dan hasil penelitian tidak adanya PMO bagi pasien
nilai kesehatan individu serta dapat juga me- dikarenakan pasien tidak mengajak keluar-

87
Randy Adhi Nugroho / KEMAS 7 (1) (2011) 83-90

ganya saat pasien melakukan pemeriksaan dan tor. Walaupun narasumber menganggap akses
pengambilan obat, hal tersebut terjadi karena yang cukup mudah, tetapi mereka mengalami
penunjukan PMO oleh petugas BP4 hanya ke- hambatan jika tidak menggunakan motor ka-
pada keluarga pasien yang ikut dengan pasien. rena narasumber mengaku sulit mendapatkan
Penelitian ini sesuai dengan teori yang kendaraanumum untuk sampai ke BP4 karena
dikemukakan oleh Depkes RI (2008), salah satu mereka harus berganti kendaraanumumlebih
komponen DOTS adalah pengobatan OAT dari 1 kali dan harus mengeluarkan biaya yang
dengan pengawasan langsung. Untuk menja- lebih besar.
min keteraturan pengobatan diperlukan se- Rendahnya fasilitas kesehatan sering
orang PMO yang bertugas mengawasi pasien kali disebabkan oleh faktor jarak antara fasili-
TB agar menelan obat secara teratur sampai tas kesehatan dengan masyarakat yang terlalu
selesai, memberi dorongan kepada pasien un- jauh. Hal ini disebabkan setiap orang mempu-
tuk berobat terarur, mengingatkan pasien un- nyai penilaian sendiri terhadap jarak. Jika sa-
tuk periksa ulang dahak, dan memberi peny- rana untuk mencapai fasilitas kesehatan seper-
uluhan keluarga tentang penyakit TB.Untuk ti transportasi mudah maka meskipun dalam
menjamin pengobatan diperlukan PMO karena kilometer termasuk jauh maka orang akan
obat TB harus diminum selama 6 bulan tanpa menganggap dekat, sedangkan jika sarana un-
putus. Bila penderita berhenti ditengah pengo- tuk mencapai fasilitas kesehatan tidak mudah
batan maka harus diulangi dari awal. Untuk itu maka akan dianggap jauh walaupun dalam kilo-
diperlukan PMO yaitu orang lain yang dikenal meter dekat.
baik oleh penderita (biasanya keluarga pasien) Efek Samping Obat
sehingga kepatuhan obat sesuai. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, 4
Uraian diatas dapat dilihat bahwa ke- dari 8 narasumber (50%) mengaku mengalami
beradaan PMO sangat penting baik untuk ke- efek samping obat. Keluhan efek samping yang
sembuhan pasien dan untuk memberi penyu- dirasakan berupa kepala pusing, mual, ganggu-
luhan penyakit TB karena tugas PMO selain an telinga, dan kaki bengkak. Walaupun mera-
mengawasi pengobatan juga sebagai penyuluh sakan efek samping tersebut, narasumber eng-
yang memberikan informasi kepada pasien dan gan untuk memeriksakannya di BP4, sehingga
keluarganya. Sesuai dengan Depkes RI (2008) diasumsikan efek samping obat ini membuat
yaitu informasi penting yang perlu dipahami pasien berhenti dari pengobatannya. Oleh ka-
PMO untuk disampaikan kepada pasien dan rena itu, perlu adanya penyuluhan oleh petugas
keluarganya adalah TB disebabkan kuman, bu- BP4 tentang kemungkinan efek samping OAT,
kan penyakit keturunan atau kutukan, TB dapat sehingga pasien segera memeriksakan ke BP4
disembuhkan dengan berobat teratur, cara pe- dan tidak menghentikan pengobatannya. Hal
nularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan, ini juga berkaitan dengan keberadaan PMO ka-
dan cara pencegahannya, cara pemberian pe- rena tugas PMO memberi dorongan dan saran
ngobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan), agar pasien memeriksaan keluhannya di UPK.
pentingnya pengawasan supaya pasien berobat Adanya efek samping obat merupakan salah
secara teratur, dan kemungkinan terjadinya satu penyebab terjadinya kegagalan dalam
efek samping obat dan perlunya segera me- pe-ngobatan TB paru. Hal ini bisa berkurang
minta pertolongan ke UPK. de-ngan adanya penyuluhan terhadap pender-
Akses ke Balai Pengobatan Penyakit Pa- ita sebelumnya, sehingga penderita akan me-
ru-Paru (BP4) Tegal ngetahui lebih dahulu tentang efek samping
Berdasarkan penelitian, 7 narasumber obat dan tidak cemas apabila pada saat pengo-
(88%) mengaku akses menuju BP4 Tegal mu- batan terjadi efek samping obat.
dah dan seorang narasumber (12%) mengaku Selain itu, penelitian ini juga sesuai de-
akses ke BP4 sangat sulit. Menurut persepsi dari ngan penelitian Erni Erywatyningsih, dkk
narasumber yang mengaku aksesnya mudah (2009) yang menyimpulkan bahwa semakin
beberapa narasumber (34%) mengaku jarak penderita memiliki banyak keluhan semakin
ke BP4 Tegal sangat jauh, hal tersebut terjadi penderita menghentikan pengobatannya. Pada
karena akses mudah jika menggunakan mo- umumnya gejala efek samping yang ditemukan

88
Randy Adhi Nugroho / KEMAS 7 (1) (2011) 83-90

pada penderita adalah sakit kepala, mual-mual, kitnya. Seharusnya pengobatan TB yang dian-
muntah, serta sakit sendi tulang. Gejala efek jurkan minimal 6 bulan harus diselesaikan teta-
samping obat terjadi pada fase intensif bahwa pi karena pasien sudah merasa sembuh maka
penderita harus minum obat yang banyak se- pengobatan dihentikan sebelum pengobatan
hingga membuat penderita malas untuk bero- selesai. Hal ini disebabkan karena kurangnya
bat. Perilaku sakit (dalam hal ini sakit karena pengetahuan narasumber tentang pentingnya
efek samping obat) berkaitan dengan tindakan pengobatan sampai selesai. Oleh karena itu,
seseorang untuk mencari kesembuhan atas untuk mengurangi hal tersebut sebaiknya ada
sakitnya. Tindakan yang sering muncul dalam penyuluhan mengenai pentingnya melakukan
masyarakat yaitu mendiamkan saja sakitnya pengobatan TB dan akibat menghentikan pe-
(no action), artinya seseorang mengabaikan ngobatan TB.
sakitnya. Jika hal ini terus terjadi tanpa adanya Ada juga kalanya faktor-faktor yang
tindakan maka akan menimbulkan rasa malas terkait pada pengobatan tuberculosis paru
pada diri pasien untuk mengkonsumsi obat TB menghentikan pengobatannya karena ke-
lagi. habisan dana berobat, merasa sudah sembuh
Persepsi tentang Keparahan Penyakit dan juga faktor ekonomi ikut berperan dalam
Berdasarkan penelitian, seluruh nara- kepekaan host sehingga berperan pula dalam
sumber (100%) mengaku TB merupakan penurunan angka kejadian tuberculosis. Alasan
penyakit yang berbahaya karena dapat menu- untuk drop out yang utama adalah karena su-
lar, merusak paru-paru, dan bahaya lainnya. dah merasa enak dan tidak punya biaya. Kebi-
Walaupun persepsi narasumber menyatakan asaan masyarakat pada umumnya (tidak hanya
penyakit TB berbahaya tetapi 4 orang narasum- pada penyakit TBC, tapi penyakit lainnya juga)
ber (50%) mengaku penyakit TB tidak akan walau baru minum obat beberapa kali dirasa-
parah jika berhenti dari pengobatan karena kan badan sudah enak mereka menghentikan
narasumber tersebut mengaku bahwa penya- pengobatannya. Padahal untuk obat antibiotika
kitnya sudah sembuh. Dari uraian tersebut hal ini sangat berbahaya karena akan menim-
dapat diasumsikan bahwa narasumber meng- bulkan resistensi.
hentikan pengobatannya karena narasumber Persepsi tentang Hambatan Melakukan
mempunyai persepsi bahwa jika berhenti dari Pengobatan
pengobatan TB penyakit yang diderita tidak Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
akan parah. narasumber mempunyai jawaban yang berva-
Penelitian ini sesuai dengan teori HBM, riasi yang menghambat narasumber melaku-
persepsi tentang keparahan penyakitnya akan kan pengobatan TB, yaitu merasa sudah sehat,
mengacu pada sejauh mana seorang berpikir merasa malas karena jarak ke BP4 jauh, pem-
penyakitnya benar-benar merupakan ancaman biayaan pengobatan, waktu antri yang lama di
kepada dirinya. Asumsinya adalah bila kepara- BP4, tidak dapat mengambil obat karena ala-
han yang dirasakannya tersebut meningkat san pekerjaan, efek samping obat yang dirasa-
maka perilaku pencegahan atau pengobatan kan, putus berobat karena pindah ke luar kota.
akan meningkat, tapi sebaliknya jika keparahan Dari hambatan tersebut, narasumber mengaku
yang dirasakan sedikit maka seseorang akan alasan tersebut yang membuat narasumber
membiarkan penyakitnya. menghentikan pengobatannya. Penilaian atau
Persepsi tentang Manfaat Melakukan persepsi tentang hambatan melakukan perilaku
Pengobatan kesehatan dapat menentukan keputusan sese-
Berdasarkan penelitian, semua narasum- orang untuk melakukkan tindakan pencega-
ber (100%) mengaku mendapat manfaat dari han atau pengobatan. Kemungkinan seseorang
pengobatan TB yang telah dilakukannya. Man- akan menyelesaikan pengobatannya tergantung
faat yang dirasakan oleh narasumber adalah pada penilaian tentang manfaat dan hambatan
sembuh dari sakit TB yang dideritanya. Akan yang dirasakan. Jika pasien merasa hambatan
tetapi persepsi manfaat yang dirasakan nara- jauh lebih besar dari pada manfaat maka pasien
sumber mengenai kesembuhan penyakit TB akan menghentikan pengobatannya, sebalik-
membuat narasumber menghentikan penya- nya jika manfaat lebih besar dari pada hamba-

89
Randy Adhi Nugroho / KEMAS 7 (1) (2011) 83-90

tannya maka pasien akan menyelesaikan pe- Daftar Pustaka


ngobatannya.
Anton, Mak., Adam Thomas. 2008. Influence
Penutup of Multidrug Resistance on Tuberculosis
Treatment Outcomes with Standardized
Dari Uraian di atas dapat disimpulkan Regimens. American Journal of Respiratory
and Critical Care Medicine, 178(3): 306-312
bahwa: 1)lama pengobatan yang telah melalui
Balai Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Paru
tahap intensif (2 bulan) membuat pasien me- Tegal. 2010. Rekap Hasil Pengobatan BTA
rasa sembuh karena gejala TB sudah hilang, 2) Positif tahun 2009. Tegal : BP4 Tegal
jenis pembiayaan pengobatan TB yang dilaku- Currie, Christine SM. 2005.Cost, affordability and
kan tidak gratis, 3)pasien tidak mengetahui cost-effectiveness of strategies to control
tentang tahapan dalam pengobatan TB, 4) mo- tuberculosis in countries with high HIV
tivasi untuk melakukan pengobatan yang dimi- prevalence. BMC Public Health, 5:130 
liki pasien cukup tinggi, tetapi karena pasien Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
sudah merasa sembuhlalu menghentikan pe- 2008.Pedoman Nasional Penanggulangan
ngobatannya, 5) dukungan keluarga tidak men- Tuberkulosis. Jakarta :Depkes RI
ErniErawatyningsih, Purwanta, dan Heru Subekti.
jadi alasan yang kuat narasumber menghen-
2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
tikan pengobatannya, 6) transportasi menuju Ketidakpatuhan Berobat pada Penderita TB
BP4 Tegal membutuhkankendaraanbermotor, Paru. (Online), 25(3)
7) informan tidak mempunyai PMO, 8) adanya Guy, Thwaites. 2009. British Infection Society
efek samping obat, 9) tidak mengetahui adanya guidelines for the diagnosis and treatment
komplikasi pengobatan TB, 10) merasa ham- of tuberculosis of the central nervous system
batan lebih besar daripada manfaat pengo- in adults and children. Journal of Infection,
batan. 59(3): 167–187
Ucapan terimakasih disampaikan ke- Helper Sahat P Manalu. 2010. Faktor-Faktor Yang
pada: Mempengaruhi Kejadian Tb Paru Dan Upaya
Penanggulangan, Jurnal Ekologi Kesehatan,
1) Kepala Balai Pengobatan Penyakit
9(4): 1340 – 1346
Paru Paru Tegal yang memberi izin dan seba- Mitnick, Carole D. 2008. Comprehensive Treatment
gai narasumber dalam penelitian, 2)Petugas of Extensively Drug-Resistant Tuberculosis.N
kesehatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru Engl J Med, 359: 563-574
Paru Tegal atas bantuan dan kerjasama , dan 3) Salim, S. AbdoolKarim, M.B. 2010.Timing of
pasien drop out TB sebagai informan dalam pe- Initiation of Antiretroviral Drugs during
nelitian ini yang telah membantu terselesainya Tuberculosis Therapy.N Engl J Med, 362:697-
karya penelitian. 706
Storla, Dag Gundersen. 2008. A systematic review
of delay in the diagnosis and treatment of
tuberculosis. BMC Public Health, 8:15

90

Anda mungkin juga menyukai