Anda di halaman 1dari 7

RETENSI O

PLASENTA

Oleh: Eko Prabowo

A. Pengertian
Retensio plasenta (placental retention) merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah
 jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya
 bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini
(early postpartum hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (late postpartum
hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan.
Menurut Sarwono Prawirohardjo : Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya
 plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir.

B. Jenis retensio plasenta :


1.Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2.Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian
lapisan miometrium.
3.Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/memasuki
miometrium.
4.Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot
hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus .
5.Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh
konstruksi ostium uteri.
C.Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena :
1. plasenta belum lepas dari dinding uterus; atau
2. plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas sebagian,
terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas
dari dinding uterus karena:
1.Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva);

PDF Creator - PDF4Free v2.0 http://www.pdf4free.com


2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua
sampai miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).
3.Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh
tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III,
sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya
 plasenta (inkarserasio plasenta).

D. Anatomi
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20 cm dan tebal
lebih kurang 2.5 cm. beratnya rata-rata 500 gram. Tali-pusat berhubungan dengan plasenta
 biasanya di tengah (insertio sentralis). Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada
kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum
uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian
janin, yaitu vili koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang
berasal dari desidua basalis.
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada di desidua
 basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air mancur ke
dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon
 janin. Darah tersebut membasahi semua vili koriales dan kembali perlahan-lahan dengan
tekanan 8 mmHg ke vena-vena di desidua.
Plasenta berfungsi: sebagai alat yang memberi makanan pada janin, mengeluarkan sisa
metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon, serta
 penyalur berbagai antibodi ke janin.

E. Etiologi
1.Etiologi dasar meliputi :
a. Faktor maternal
1)Gravida berusia lanjut
2) Multiparitas
 b. Faktor uterus
1)Bekas sectio caesaria, sering plasenta tertanam pada jaringan cicatrix uterus
2)Bekas pembedahan uterus
3) Anorrali dan uterus
4) Tidak efektif kontraksi uterus
5) Pembentukan kontraksi ringan
6) Bekas curetage uterus, yang terutama dilakukan setelah abortus
7) Bekas pengeluaran plasenta secara manual
8) Bekas endometritis
c. Faktor plasenta
1) Plasenta previa
2) Implantasi corneal
3) Plasenta akreta
4) Kelainan bentuk plasenta

F. Patofisiologi
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot
uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel
miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan
kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum
uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecian mendadak uterus ini disertai
mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat
 berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya
menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan
 plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-
serat oto miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan
 pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan
 berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi
secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan.
Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1.Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat plasenta, namun
dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2.Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari
ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3.Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari
dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus
dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang
 pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi
 permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4.Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun,
daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam
rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih
merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan
oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89%
 plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya. Tanda-tanda lepasnya
 plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan
konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang
telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.
Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh
dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas
vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-
abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat
mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial
untuk menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah
dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan tarikan ringan pada tali
pusat

G. Gejala Klinis
1.Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai
episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan
 polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara
spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
2.Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis
tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.

H.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Plasenta :


1.Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan
tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan
constriction ring.
2.Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa; implantasi di
cornu; dan adanya plasenta akreta.
3.Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang tidak 
 perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik;
pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan
serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang
melemahkan kontraksi uterus.

I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:
1.Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan.
2.Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi
organ.
3. Sepsis
4.Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki anak selanjutnya

J. Prognosis
Prognosis tergantung dari lamanya, jumlah darah yang hilang, keadaan sebelumnya serta
efektifitas terapi. Diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat sangat penting.

K.Pemeriksaan Penunjang
1.Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct),
melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai
dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
2. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan
activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting
Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang
disebabkan oleh faktor lain.

L. Diagnosa Banding
Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat pada miometrium tanpa
garis pembelahan fisiologis melalui garis spons desidua.

M. Pencegahan
a. Pencegahan resiko plasenta adalah dengan cara mempercepat proses separasi dan
melahirkan plasenta dengan memberikan uterotonika segera setelah bayi lahir dan
melakukan penegangan talipusat terkendali. Usaha ini disebut juga penatalaksanaan
aktif kala III
 b. Mengamati dan melihat kontraksi uterus.

 N. Penanganan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
1. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang
 berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan
ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah
dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil
 pemeriksaan darah.
2.Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl
0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
3.Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips
oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual
 plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio
 plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep
tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat
 putus.
5.Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan
tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa
 plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan
hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
6.Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat
uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7.Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi
sekunder.

Anda mungkin juga menyukai