Anda di halaman 1dari 62

RADIKALISME

Apakah yang dimaksud dengan radikalisme?


Pengertian Paham Radikalisme
Radikalisme dalam artian bahasa berarti paham atau aliran
yang mengingikan perubahan atau pembaharuan social dan
politik dengan cara kekerasan atau drastis. Namun, dalam
artian lain, esensi radikalisme adalah konsep sikap jiwa dalam
mengusung perubahan. Sementara itu Radikalisme Menurut
Wikipedia adalah suatu paham yang dibuat-buat oleh
sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau
pembaharuan sosial dan politik secara drastis dengan
menggunakan cara-cara kekerasan.
Namun bila dilihat dari sudut pandang keagamaan dapat
diartikan sebagai paham keagamaan yang mengacu pada
fondasi agama yang sangat mendasar dengan fanatisme
keagamaan yang sangat tinggi, sehingga tidak jarang penganut
dari paham / aliran tersebut menggunakan kekerasan kepada
orang yang berbeda paham / aliran untuk mengaktualisasikan
paham keagamaan yang dianut dan dipercayainya untuk
diterima secara paksa
Yang dimaksud dengan radikalisme adalah gerakan yang
berpandangan kolot dan sering menggunakan kekerasan
dalam mengajarkan keyakinan mereka. Sementara Islam
merupakan agama kedamaian. Islam tidak pernah
membenarkan praktek penggunaan kekerasan dalam
menyebarkan agama, paham keagamaan serta paham politik.
Dawinsha mengemukakan defenisi radikalisme
menyamakannya dengan teroris.Tapi ia sendiri memakai
radikalisme dengan membedakan antara keduanya.
Radikalisme adalah kebijakan dan terorisme bagian dari
kebijakan radikal tersebut. defenisi Dawinsha lebih nyata
bahwa radiklisme itu mengandung sikap jiwa yang membawa
kepada tindakan yang bertujuan melemahkan dan mengubah
tatanan kemapanan dan menggantinya dengan gagasan
baru.Makna yang terakhir ini, radikalisme adalah sebagai
pemahaman negatif dan bahkan bisa menjadi berbahaya
sebagai ekstrim kiri atau kanan.
Kata radikalisme ditinjau dari segi terminologis berasal dari
kata dasar radix yang artinya akar (pohon). Makna kata akar
(pohon), dapat diperluas kembali sehingga memiliki arti
pegangan yang kuat, keyakinan, pencipta perdamaian dan
ketenteraman. Kemudian kata tersebut dapat dikembangkan
menjadi kata radikal, yang berarti lebih adjektif. Sehingga
dapat dipahami secara kilat, bahwa orang yang berpikir
radikal pasti memiliki pemahaman secara lebih detail dan
mendalam, layaknya akar tadi, serta keteguhan dalam
mempertahankan kepercayaannya. Memang terkesan tidak
umum, namun hal inilah yang  menimbulkan kesan
menyimpang di masyarakat. Setelah itu, penambahan sufiks –
isme, memberikan makna tentang pandangan hidup
(paradigma), sebuah faham, dan keyakinan atau ajaran.
Penggunaannya juga sering disambungkan dengan suatu
aliran atau kepercayaan tertentu.
Pengertian radikalisme menurut bahasa yaitu paham atau
aliran yang mengingikan perubahan atau pembaharuan social
dan politik dengan cara kekerasan atau drastis.
Berikut ini adalah beberapa definisi mengenai radikalisme
menurut beberapa ahli.
1. Dawinsha
Dawinsha mengemukakan bahwa defenisi radikalisme adalah
sikap dari jiwa yang membawa kepada tindakan yang
bertujuan melemahkan dan mengubah tatanan kemapanan
dan menggantinya dengan gagasan baru.
2. Ketua umum Dewan Masjid Indonesia, Dr. dr. KH.
Tarmidzi Taher
Memberikan komentarnya tentang radikalisme bemakna
positif, yang memiliki makna tajdid (pembaharuan) dan islah
(peerbaikan), suatu spirit perubahan menuju kebaikan.
Hingga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara para
pemikir radikal sebagai seorang pendukung reformasi jangka
panjang.

Munculnya isu-isu politis mengenai radikalisme merupakan


tantangan baru bagi kalangan masyarakat untuk
menjawabnya. Isu radikalisme ini sebenarnya sudah lama
mencuat di permukaan wacana internasional. Munculnya
radikalisme pertama kali diperkeisakan sekitar abad ke-19 dan
terus berkembang sampai sekarang. Dalam tradisi barat
sekuler hal ini ditandai dengan keberhasilan industrialisasi
pada hal-hal positif di satu sisi tetapi negative disisi yang lain.

Apakah tujuan adanya paham Radikalisme?


Tujuan Paham Radikalisme
Tujuan radikal adalah mengadakan perubahan sampai
keakarnya dan untuk ini selalu menggunakan metode
kekerasan serta menentang struktur masyarakat yang ada.
Mempunyai program yang cermat dan memiliki landasan
filsafat unutk membenarkan adanya rasa ketidakpuasan dan
mengintrodusir inovasi-inovasi. Radikalisme erat sekali
hubungannya dengan revolusi.

Apakah ciri-ciri dari paham radikalisme?


Ciri Ciri Paham Radikalisme
Syaikh Yusuf Qordawi mengungkapkan bahwa kelompok
fundamentalis radikal yang fanatik dapat dicirikan oleh
beberapa karakter, sebagai berikut:
1.    Acapkali mengklaim kebenaran tunggal. Sehingga
mereka dengan mudahnya menyesatkan kelompok lain yang
tak sependapat dengannya. Mereka memposisikan diri seolah-
olah "nabi" yang diutus oleh Tuhan untuk meluruskan
kembali manusia yang tak sepaham dengannya.
2.    Cenderung mempersulit agama dengan menganggap
ibadah mubah atau sunnah seakan-akan wajib dan hal yang
makruh seakan-akan haram. Sebagai contoh ialah fenomena
memanjangkan jenggot dan meninggikan celana di atas mata
kaki. Bagi mereka ini adalah hal yang wajib.. Jadi mereka
lebih cenderung fokus terhadap kulit daripada isi.
3.    Mereka kebanyakkan mengalami overdosis agama yang
tidak pada tempatnya. Misalnya, dalam berdakwah mereka
mengesampingkan metode gradual, "step by step", yang
digunakan oleh Nabi dan Walisanga. Sehingga bagi orang
awam, mereka cenderung kasar dalam berinteraksi, keras
dalam berbicara dan emosional dalam menyampaikan. Tetapi
bagi mereka sikap itu adalah sebagi wujud ketegasan, ke-
konsistenan dalam berdakwah, dan menjunjung misi "amar
ma'aruf nahi munkar". Sungguh suatu sikap yang kontra
produktif bagi perkembangan dakwah Islam ke depannya.
4.    Mudah mengkafirkan orang lain yang berbeda pendapat.
Mereka mudah berburuk sangka kepada orang lain yang tak
sepaham dengan pemikiran serta tindakkannya. Mereka
cenderung memandang dunia ini hanya dengan dua warna
saja, yaitu hitam dan putih.
5.    Menggunakan cara-cara antara lain seperti : pengeboman,
penculikan, penyanderaan, pembajakan dan sebagainya yang
dapat menarik perhatian massa/publik.

Mengapa paham radikalisme muncul di kalangan kelompok


tertentu?
Gerakan radikalisme sesungguhnya bukan sebuah gerakan
yang muncul begitu saja tetapi memiliki latar belakang yang
sekaligus menjadi faktor pendorong munculnya gerakan
radikalisme. Diantara faktor-faktor itu adalah sebagai berikut.
1. Faktor Sosial-Politik
Yaitu adanya pandangan yang salah atau salah kaprah
mengenai suatu kelompok yang dianggap sebagai kelompok
radikalisme. Secara historis kita dapat melihat bahwa konflik-
konflik yang ditimbulkan oleh kalangan radikal dengan
seperangkat alat kekerasannya dalam menentang dan
membenturkan diri dengan kelompok lain ternyata lebih
berakar pada masalah sosial-politik. Dalam hal ini kaum
radikalisme memandang fakta historis bahwa kelompok
tersebut tidak diuntungkan oleh peradaban global sehingga
menimbulkan perlawanan terhadap kekuatan yang
mendominasi.Dengan membawa bahasa dan simbol tertentu
serta slogan-slogan agama, kaum radikalis mencoba
menyentuh emosi keagamaan dan mengggalang kekuatan
untuk mencapai tujuan “mulia” dari politiknya.
2. Faktor Emosi Keagamaan
Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan radikalisme
adalah faktor sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya
adalah solidaritas keagamaan untuk kawan yang tertindas oleh
kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih tepat dikatakan sebagai
faktor emosi keagamaannya, dan bukan agama (wahyu suci
yang absolut) walaupun gerakan radikalisme selalu
mengibarkan bendera dan simbol agama seperti dalih
membela agama, jihad dan mati syahid. Dalam konteks ini
yang dimaksud dengan emosi keagamaan adalah agama
sebagai pemahaman realitas yang sifatnya interpretatif. Jadi
sifatnya nisbi dan subjektif.
3. Faktor Kultural
Faktor ini juga memiliki andil yang cukup besar yang
melatarbelakangi munculnya radikalisme. Hal ini wajar
karena memang secara kultural, sebagaimana diungkapkan
Musa Asy’ari, bahwa di dalam masyarakat selalu
diketemukan usaha untuk melepaskan diri dari jeratan jaring-
jaring kebudayaan tertentu yang dianggap tidak sesuai.
Sedangkan yang dimaksud faktor kultural di sini adalah
sebagai anti tesa atau pertentangan terhadap budaya
sekularisme. Budaya Barat merupakan sumber sekularisme
yang dianggap sebagai musuh yang harus dihilangkan dari
bumi. Sedangkan fakta sejarah memperlihatkan adanya
dominasi Barat dari berbagai aspeknya atas negeri-negeri dan
budaya Muslim. Peradaban Barat sekarang inimerupakan
ekspresi dominan dan universal umat manusia. Negara Barat
telah dengan sengaja melakukan proses marjinalisasi seluruh
sendi-sendi kehidupan Muslim sehingga umat Islam menjadi
terbelakang dan tertindas.Negara Barat dengan
sekularismenya, sudah dianggap sebagai bangsa yang
mengotori budaya-budaya bangsa Timur dan Islam, juga
dianggap bahaya terbesar bagi keberlangsungan moralitas
Islam.
4. Faktor Ideologis Anti Westernisme
Westernisme merupakan suatu pemikiran yang
membahayakan Muslim dalam mengaplikasikan syari’at
Islam. Sehingga simbol-simbol Barat harus dihancurkan demi
penegakan syarri’at Islam. Walaupun motivasi dan gerakan
anti Barat tidak bisa disalahkan dengan alasan keyakinan
keagamaan tetapi jalan kekerasan yang ditempuh kaum
radikalisme justru menunjukkan ketidakmampuan mereka
dalam memposisikan diri sebagai pesaing dalam budaya dan
peradaban.
5. Faktor Kebijakan Pemerintah
Ketidakmampuan pemerintah untuk bertindak memperbaiki
situasi atas berkembangnya frustasi dan kemarahan sebagian
orang atau kelompok yang disebabkan dominasi ideologi,
militer maupun ekonomi dari negera-negara besar. Dalam hal
ini elit-elit pemerintah belum atau kurang dapat mencari akar
yang menjadi penyebab munculnya tindak kekerasan
(radikalisme) sehingga tidak dapat mengatasi problematika
sosial yang dihadapi umat. Di samping itu, faktor media
massa (pers) Barat yang selalu memojokkan umat Islam juga
menjadi faktor munculnya reaksi dengan kekerasan yang
dilakukan oleh umat Islam. Propaganda-propaganda lewat
pers memang memiliki kekuatan dahsyat dan sangat sulit
untuk ditangkis sehingga sebagian “ekstrim” yaitu perilaku
radikal sebagai reaksi atas apa yang ditimpakan kepada
komunitas Muslim.
Selain itu, ada yang beranggapan bahwa radikalisme terutama
radikalisme islam munculdisebabkan oleh faktor-faktor
berikut ini.
1. Faktor Internal
Faktor internal yang dimaksud adalah adanya legitimasi teks
keagamaan, dalam melakukan “perlawanan” itu sering kali
menggunakan legitimasi teks (baik teks keagamaan maupun
teks “cultural”) sebagai penopangnya. Untuk kasus gerakan
“ekstrimisme islam” yang merebak hampir di seluruh
kawasan islam (termasuk indonesia) juga menggunakan teks-
teks keislaman (Alquran, hadits dan classical sources- kitab
kuning) sebagai basis legitimasi teologis, karena memang teks
tersebut secara tekstual ada yang mendukung terhadap sikap-
sikap eksklusivisme dan ekstrimisme ini.Seperti ayat-ayat
yang menunjukkan perintah untuk berperang
seperti;  Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada
Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka
tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan
RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar
(agama Allah), (Yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab
kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan
patuh sedang mereka dalam Keadaan tunduk. (Q.S. Attaubah:
29).
Menurut gerakan  radikalisme hal ini adalah sebagai pelopor
bentuk tindak kekerasan dengan dalih menjalankan syari’at,
bentuk memerangi kepada orang-orang yang tidak beriman
kepada Allah dan lain sebagainya. Tidak sebatas itu,
kelompok fundamentalis dengan bentuk radikal juga sering
kali menafsirkan teks-teks keislaman menurut “cita rasa”
merka sendiri tanpa memperhatikan  kontekstualisasi dan
aspek aspek historisitas dari teks itu, akibatnya banyak fatwa
yang bertentangan  dengan hak-hak kemanusiaan yang
Universal dan bertentangan dengan emansipatoris  islam
sebagai agama pembebas manusia dari belenggu hegemoni.
Teks-teks keislaman yang sering kali ditafsirkan secara bias
itu adalah tentang perbudakan, status non muslim dan
kedudukan  perempuan.
Faktor internal lainnya adalah dikarenakan gerakan ini
mengalami frustasi yang mendalam karena belum mampu
mewujudkan cita-cita berdirinya ”negara islam
internasional”    sehingga pelampiasannya dengan cara
anarkis; mengebom fasilitas publik dan terorisme.
Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan radikalisme
adalah faktor sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya
adalah solidaritas keagamaan untuk kawan yang tertindas oleh
kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih tepat dikatakan sebagai
faktor emosi keagamaannya, dan bukan agama (wahyu suci
yang absolut). Hal ini terjadi pada peristiwa pembantaian
yang dilakukan oleh negara Israel terhadap palestina, kejadian
ini memicu adanya sikap radikal di kalangan umat islam
terhadap Israel, yamni menginginkan agar negara Israel
diisolasi agar tidak dapat beroperasi dalam hal ekspor impor.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal  yang dianggap sebagai latar belakang atau
penyebab munculnya radikalisme adalah sebagai berikut.
Pertama, faktor ekonomi-politik.
Kekuasaan pemerintah yang menyeleweng dari nilai-nilai
fundamental islam. Itu artinya, rezim di negara-negara islam
gagal menjalankan nilai-nilai idealistik islam. Rezim-
rezim  itu bukan menjadi pelayan rakyat, sebaliknya berkuasa
dengan sewenang-wenang bahkan menyengsarakan
rakyat.  Penjajahan Barat yang serakah, menghancurkan serta
sekuler justru datang belakangan, terutama setelah ide
kapitalisme global dan neokapitalisme menjadi pemenang.
Satu ideologi yang kemudian mencari daerah jajahan untuk
dijadikan “pasar baru”. Industrialisasi dan ekonomisasi pasar
baru yang dijalankan dengan cara-cara berperang inilah yang
sekarang mengejawantah hingga melanggengkan kehadiran
fundamentalisme islam. Karena itu, fundamentalisme dalam
islam bukan lahir karena romantisme tanah (seperti Yahudi),
romantisme teks (seperti kaum bibliolatery), maupun
melawan industrialisasi (seperti kristen Eropa). Selebihnya, ia
hadir karena kesadaran akan pentingnya realisasi pesan-pesan
idealistik islam yang tak dijalankan oleh para rejim-rejim
penguasa dan baru berkelindan dengan faktor-faktor eksternal
yaitu ketidakadilan global.
Kedua, faktor budaya.
Faktor ini menekankan pada budaya barat yang mendominasi
kehidupan saat ini. Budaya sekularisme yang dianggap
sebagai musuh besar yang harus dihilangkan dari bumi.
Ketiga, faktor sosial-politik.
Pemerintah yang kurang tegas dalam mengendalikan masalah
teroris ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu faktor masih
maraknya.

Bagaimanakah latar belakang dari paham Radikalisme?


Latar Belakang Paham Radikalisme
Sepuluh tahun terkhir dunia (Islam), termasuk Indonesia,
terus diguncang berbagai tindakan terorisme, anarkisme, dan
radikalisme beragama. Realitas ini jelas bukan sesuatu yang
lumrah dan tidak menyenangkan bahkan justru
dapatmenghancurkan citra Islam. Hal itu secara otomatis telah
menjadi tugas bagi paraulama dan pemimpin Islam dunia
dengan bersama-sama merapatkan barisan, berpegangan
tangan untuk maju bersama dalam membangun dan
mengembalikan peran dan posisi Islam sebagai agama yang
´rahmatan Lil alamin. Sehingga kita mulai bertanya mengapa
radikalisme agama itu bisa terjadi? Mengapa agama
dijadikan kendaraan untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan nilai-nilai hakiki dari agama itu sendiri?
Menurut Horace M.Kallen (1972), radikalisme ditandai tiga
kecenderungan umum. Pertama, radi- kalisme merupakan
respons terhadap kondisi yang sedang berlangsung. Respons
ini muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan, bahkan
perlawanan. Masalah yang ditolak dapat berupa asumsi, ide,
lembaga atau nilai-nilai yangdapat bertanggung jawab
terhadap kelangsungan keadaan yang ditolak.
Kedua,radikalisme tak berhenti berhenti pada upaya
penolakan, melainkan terus berupaya mengganti tatanan lain.
Ciri ini menunjukkan dalam radikalisme terkandung
pandangan tersendiri. Kaum radikalis berupaya kuat
menjadikan tatanan tersebutganti dari tatanan yang sudah ada.
Prof. Dr. H. Afif Muhammad, MA(2004:25) menyatakan
bahwa munculnya kelompok-kelompok radikal (dalamIslam)
akibat perkembangan sosio-politik yang membuat
termarginalisasi, danselanjutnya mengalami kekecewaan,
tetapi perkembangan sosial-politik tersebut bukan satu-
satunya faktor. Di samping faktor tersebut, masih terdapat
faktor-faktor lain yang dapat menimbulkan kelompok-
kelompok radikal, misalnya kesenjangan ekonomi dan
ketidak-mampuan sebagian anggota masyarakat untuk
memahami perubahan yang demikian cepat terjadi.Selain
karena faktor tersebut, radikalisme terjadi karena beberapa
faktor lain,yaitu:
a) Faktor Pemikiran:
Merebaknya dua trend paham yang ada dalam masyarakat
Islam, yang pertamamenganggap bahwa agama merupakan
penyebab kemunduran ummat Islam.Sehingga jika umat ingin
unggul dalam mengejar ketertinggalannya maka ia
harusmelepaskan baju agama yang ia miliki saat ini.
Pemikiran ini merupakan produk sekularisme yang secara
pilosofi anti terhadap agama.Sedang pemikiran yangkedua
adalah mereflesikan penentangannya terhadap alam relaitas
yangdianggapnya sudah tidak dapat ditolerir lagi, dunia saat
ini dipandanganya tidak lagi akan mendatangkan keberkahan
dari Allah Swt, penuh dengan kenistaan,sehingga satu-satunya
jalan selamat hanyalah kembali kepada agama. Namun jalan
menuju kepada agama itu dilakukan dengan cara-cara yang
sempit, keras,kaku dan memusuhi segala hal yang berbau
modernitas.Pemikiran ini merupakananak kandung dari pada
paham fundamentalisme.
b) Faktor Ekonomi :
Stabilitas politik yang diimbangi dengan pertumbuhan
ekonomi yang berkeadilan bagi rakyat adalah cita-cita semua
Negara. Kehadiran para pemimpin yang adil, berpihak pada
rakyat, tidak semata hobi bertengkar dan menjamin kebebasan
danhak-hak rakyat, tentu akan melahirkan kebanggaan dari
ada anak negeri untuk selalu membela dan memperjuangkan
negaranya. Mereka akan sayang dan menjaga kehormatan
negaranya baik dari dalam maupun dar luar.
Namunsebaliknya jika politik yang dijalankan adalah politik
kotor, politik yang hanya berpihak pada pemilik modal,
kekuatan-kekuatan asing, bahkan politik pembodohan rakyat,
maka kondisi ini lambat laun akan melahirkan tindakanskeptis
masyarakat. Akan mudah muncul kelompok-kelompok atas
nama yang berbeda baik politik, agama ataupun sosial yang
mudah saling menghancur- kan satu sama lainnya.
c) Faktor Sosial:
Diantara faktor munculnya pemahaman yang menyimpang
adalah adanya kondisikonflik yang sering terjadi di dalam
masyarakat. Banyaknya perkara-perkara yangmenyedot
perhatian massa yang berhujung pada tindakan-tindakan
anarkis, padaakhirnya melahirkan antipati sekelompok orang
untuk bersikap bercerai denganmasyarakat. Pada awalnya
sikap berpisah dengan masyarakat ini diniatkan untuk
menghindari kekacauan yang terjai.Namun lama kelamaan
sikap ini berubahmenjadi sikap antipati dan memusuhi
masyarakat itu sendiri. Terdapat kesalahpahaman di tengah
sebagian masyarakat dalam menyikapi tindakan radikalisme,
dimana mereka berasumsi bahwa tindakan radikal hanya
dilakukan oleh orang yang fanatik dalam beragama. Terdapat
sebagian pihak yang memanfaat isu radikalisme untuk
menghambat laju perjalanan dakwah sunnah di bumi nusantra
ini. Dan menyebarkan informasi yang menyesatkan di media
masa bahwa radikalisme disebabkan oleh kepanatikan
terhadap ajaran Islam.

Siapa sajakah yang menganut paham Radikalisme?


      Internasional
a.    ISIS
ISIS disebut sebagai gerakan atau kelompok ekstremis
radikal karena tindakan yang dilakukannya sangat sadis, salah
satunya dengan memenggal kepala korbannya. ISIS mengikuti
ekstrem anti-Barat, mempromosikan kekerasan agama dan
menganggap mereka yang tidak setuju dengan tafsirannya
sebagai kafir dan murtad Oleh karena cara yang dilakukannya
radikal dan biadab, ISIS menjadi perhatian khusus masyarakat
internasional. Bukan hanya karena jumlah korbannya telah
mencapai ribuan, namun juga karena kelompok tersebut terus
melakukan ekspansi dan menduduki wilayah-wilayah di Irak
dan Suriah. Serta, menimbulkan teror bagi masyarakat
internasional karena korban yang dipenggal acap kali
ditampilkan lewat media sosial. Mereka tidak peduli siapa pun
korbannya, baik warga sipil, anak-anak dan perempuan,
militer serta jurnalis.
September 2014 sekitar 9.347 warga sipil tewas di tangan
ISIS. Berdasarkan data PBB, pada Juni 2014 ISIS juga
membantai sekitar 1.500 tentara Irak dan petugas keamanan
dari bekas markas militer AS (Reuters.com 2014). ISIS juga
menjadikan ratusan gadis sebagai budak seks, merekrut anak-
anak sebagai pasukan, melakukan penculikan dan
pemerkosaan, penjarahan, perusakan fasilitas publik, serta
berbagai bentuk kekerasan dan tindakan radikal. Beberapa
negara, termasuk PBB, kemudian menyebutnya sebagai
organisasi teroris yang mengancam keamanan dunia.
Atas dasar itu, pada 15 September 2014, sebanyak 40
negara, termasuk sepuluh negara-negara Arab, bertemu di
Paris untuk membahas strategi melumpuhkan ISIS yang
dipandang telah melakukan kejahatan kemanusiaan dan
mengancam dunia internasional. Hasilnya, pasukan koalisi
internasional yang dipimpin AS bersama beberapa negara
kemudian melancarkan serangan militer terhadap ISIS. Begitu
juga PBB, menjadikan ISIS sebagai pembahasan di Sidang
Umum maupun Sidang Dewan Keamanan PBB, yang
melahirkan misalnya resolusi terkait ISIS sebagai organisasi
teroris dan resolusi pejuang asing.

      Domestic
a) Jamaah Salafi (Bandung)
Di Bandung, Abu Haedar adalah tokoh utama salafi, Gerakan
salafi dipengaruhi oleh gerakan Wahabi di Saudi Arabia.
Muhammad Bin Abdul Wahab adalah pendiri Wahabi yang
berusaha mengubah wajah Islam sebelumnya agar sesuai
dengan yang dipraktekkan oleh Nabi. salafi berusaha
melakukan purifikasi, karena Islam yang ada dianggap
terkotori oleh pengaruh atau praktek dan pemikiran yang tidak
berasal dari sahabat Nabi. Karena itulah, mereka dalam hal ini
selalu menolak pemikiran-pemikiran baru yang datang dari
ulama atau intelektual Islam lain selain kelompok
mereka.misalnya, berbeda pendapat dengan apa yang
dilakukan oleh kelompok Islam lain yang menghancurkan
beberapa tempat yang dianggap maksiat.
b) Front Pemuda Islam Surakarta (FPIS)
Di Surakarta, gerakan radikal Islam pernah muncul di zaman
Orde Baru. tokoh utama gerakan tersebut adalah Abu Bakar
Basyir yang harus menyingkir ke negara tetangga. Konflik
Ambon tahun 1999 merupakan faktor pendorong munculnya
gerakan ini karena terjadinya pembantaian umat Islam oleh
kalangan Kristiani di Ambon.
c) Dengan prinsipnya untuk amar ma'ruf nahi munkar, FPIS
telah tampil sebagai kelompk yang lebih "berani"
dibandingkan dengan organisasi lain yang ada di Surakarta,
tampilan FPIS dengan kegiatannya untuk melawan
kemaksiatan telah memberi kesan bahwa organisasi ini
radikal. Pandangan awam seperti ini terdukung oleh
penampilan keseharian FPIS yang biasa menggunakan baju
putih dengan sorban dan jidat berwarna hitam serta jenggot
bergelajut di wajah mereka, suatu stereotip yang biasanya
melekat pada kaum fundamentalis garis keras.Kalangan
pemimpin maupun pendukung FPIS, misalnya, merespon dan
bahkan mengecam Abdurahman Wahid, sebagai presiden RI
yang dinilai "anti" formalisasi syariat Islam seperti dia
perlihatkan melalui ketidaksetujannya terhadap Piagam
Jakarta. Dukungan FPIS terhadap Piagam Jakarta karena
dalam piagam tersebut
d) Front Pembela Islam (FPI)
Kelahiran FPI secara resmi dideklarasikan pada tanggal 17
agustus 1998 di Pondok Pesantren Al Umm, Cempaka Putih,
Ciputat. Organisasi ini sejak pertama kali dideklarasikan
hingga saat ini dipimpin oleh seorang habieb yang masih
cukup muda, yaitu Habieb Muhammad Rizieq Shihab.
Dasar berdirinya FPI sendiri menurut Habieb Rizieq lebih
dilatari oleh keprihatinan terhadap semakin maraknya tindak
kemaksiatan dan pornografi. Sementara aparat keamanan
yang semestinya memberantas berbagai macam kemaksiatan
tersebut seperti tidak berdaya dan bahkan membiarkan begitu
saja.
e) Majelis Mujahidin Indonesia
Lahir pada masa transisi politik, dan kemudian banyak
menyita perhatian. MMI ini di deklarasikan melalui sebuah
kongres yang cukup meriah pada tanggal 5-6 agustus 2002 di
Yogyakarta. Yang melatar belakangi diadakanya kongres ini
adalah diilhami sebuah semangat untuk mendzahirkan syariah
ilahi dan dilatari oleh kesadaran akan pentingnya
menyelaraskan langkah perjuangan utnuk menuntaskan
persoalan krisis dan krusial keumatan maupun kemanusiaan,
yaitu tegaknya syariah Islam.
Konsolidasi yang dilakukan para aktivis kelompok radikal
yang mempelopori terselenggaranya Kongres Mujahidin itu
sendiri sebenarnya dalam prosesnya telah berlangsung cukup
lama. Para aktivis MMI, terutama beberapa kelompok
mudanya, telah merintis beberapa langkah konsolidasi untuk
menyatukan beberapa elemen Islam, terutama mereka yang
berasal dari kubu Darul Islam semenjak tahun 1993. Seiring
saat keluarnya beberapa tahanan politik Darul Islam.
Kelompok pemuda bekas tahanan inilah yang menggagas
betemunya para tokoh Islam radikal di Jogjakarta tersebut.
f) Hizbut Tahrir Indonesia
Hizbut Tahrir adalah sebuah partai politik Islam yang
didirikan oleh Taqiyuddin An-Nabhany di Al-Quds, Palestina
pada tahun 1952. Kegiatan utama partai ini adalah politik dan
berideologi Islam. Hizbut Tahrir bercita-cita membangun
tatanan masyarakat dan sistem politik berdasarkan akidah
Islam. Islam harus menjadi tata aturan kemasyarakatan dan
menjadi dasar konstitusi dan undang-undang. Hizbut Tahrir
juga berniat membangun kembali Daulah Khilafah Islamiyah
di seluruh dunia melalui ini Hizbut Tahrir berkeyakinan
bahwa hukum Islam dapat di berlakukan.

Kapan munculnya perkembangan paham radikalisme?


Munculnya isu-isu politis mengenai radikalisme Islam
merupakan tantangan baru bagi umat Islam untuk
menjawabnya. Isu radikalismeIslam ini sebenarnya sudah
lama mencuat di permukaan wacanainternasional.
Radikalisme Islam sebagai fenomena historis-sosiologis
merupakan masalah yang banyak dibicarakan dalam wacana
politik dan peradaban global akibat kekuatan media yang
memiliki potensi besar dalam menciptakan persepsi
masyarakat dunia6. Banyak label label yang diberikan oleh
kalangan Eropa Barat dan Amerika Serikat untuk menyebut
gerakan Islam radikal, dari sebutan kelompok garis keras,
ekstrimis, militan, Islam kanan, fundamentalisme sampai
terrorisme. Bahkan di negara-negara Barat pasca hancurnya
ideology komunisme (pasca perang dingin) memandang Islam
sebagai sebuah gerakan dari peradaban yang menakutkan.
Tidak ada gejolak politik yang lebih ditakuti melebihi
bangkitnya gerakan Islam yang diberinya label sebagai
radikalisme Islam. Tuduhan-tudujan dan propaganda Barat
atas Islam sebagai agama yang menopang gerakan
radikalisme telah menjadi retorika internasional.
Label radikalisme bagi gerakan Islam yang menentang
Barat dan sekutu-sekutunya dengan sengaja dijadikan
komoditi politik. Gerakan perlawanan rakyat Palestina,
Revolusi Islam Iran, Partai FIS Al-Jazair, perilaku anti-AS
yang dipertunjukkan Mu’ammar Ghadafi ataupun Saddam
Hussein, gerakan Islam di Mindanao Selatan, gerakan
masyarakat Muslim Sudan yang anti-AS, merebaknya
solidaritas Muslim Indonesia terhadap saudara-saudara yang
tertindas dan sebagainya, adalah fenomena yang dijadikan
media Barat dalam mengkapanyekan label radikalisme
Islam.Tetapi memang tidak bisa dibantah bahwa dalam
perjalanan sejarahnya terdapat kelompok-kelompok Islam
tertentu yang menggunakan jalan kekerasan untuk mencapai
tujuan politis atau mempertahankan paham keagamaannya
secara kaku yang dalam bahasa peradaban global sering
disebut kaum radikalisme Islam.
Menurut Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama
(PBNU), Ahmad Bagja, radikalisme muncul karena
ketidakadilan yang terjadi di dalam masyarakat. Kondisi
tersebut bisa saja disebabkan oleh negara maupun kelompok
lain yang berbeda paham, juga keyakinan. Pihak yang merasa
diperlakukan secara tidak adil, lalu melakukan perlawanan.
Radikalisme tak jarang menjadi pilihan bagi sebagian
kalangan umat Islam untuk merespons sebuah keadaan. Bagi
mereka, radikalisme merupakan sebuah pilihan untuk
menyelesaikan masalah. Namun sebagian kalangan lainnya,
menentang radikalisme dalam bentuk apapun.
Sebab mereka meyakini radikalisme justru tak
menyelesaikan apapun. Bahkan akan melahirkan masalah lain
yang memiliki dampak berkepanjangan. Lebih jauh lagi,
radikalisme justru akan menjadikan citra Islam sebagai agama
yang tidak toleran dan sarat kekerasan.
Cendekiawan Muslim, Nazaruddin Umar, mengatakan
radikalisme sebenarnya tak ada dalam sejarah Islam. Sebab
selama ini Islam tak menggunakan radikalisme untuk
berinteraksi dengan dunia lain. ‘’Dalam sejarahnya, Nabi
selalu mengajarkan umatnya untuk bersikap lemah lembut,’’
tegasnya.
Ini berarti, jelas Nazaruddin, bahwa penyebaran ajaran
Islam yang diemban oleh Nabi Muhammad dilakukan dengan
cara yang santun dan lemah lembut. Nabi mengajarkan untuk
memberikan penghormatan kepada orang lain meski mereka
adalah orang yang memiliki keyakinan yang berbeda.
Nazaruddin menambahkan bahwa ajaran Islam yang
masuk ke Indonesia juga dibawa dengan cara yang sangat
damai. Pun penyebaran Islam yang terjadi di Negara lainnya.
Ini sangat berbeda dengan negara-negara lain, terutama
imperialis.

Bagaimanakah cara untuk menghadapi paham


radikalisme?
A. Sikap Mahasiswa Terhadap Paham Radikalisme
Cara kita menghadapi aliran-aliran ini yaitu Perlu diadakan
pembinaan yang baik melalui pendidikan untuk
mengantisipasi masuknya pahan radikalisme. Banyak
penduduk Indonesia yang berusia muda dan bila tidak
dilakukkan pembinaan yang positf bisa membahayakan.
Faktor yang bisa menimbulkan radikalisme yaitu emosi
keagamaan atau solidaritas keagamaan dan berbahaya bila
melekat pada orang yang pengetahuan agamanya minim.
Radikalisme bisa melibatkan semua agama, namun selama ini
yang dikenal sebagai radikal adalah umat Islam. Waspadai
setiap ada ajaran dan ajakan yang mencurigakan seperti
umbroh gratis, berjihad, janji-janji kehidupaan yang lebih
baik, ajakan yang mengharuskan menggunakan cadar. Cara
merekrut anggota mendekati kelompok atau organisasi yang
se-aliran dan ekonomi pas-pasan, mencari orang dikampung
yang militan dan mengisahkan perjuangan dan mengiming
imingi jihad. Untuk itu, mengharapkan adanya kebersamaan
semua elemen masyarakat khususnya para tokoh agama untuk
bersatu
Apabila ada organisasi mengganggu ketertiban umum,
memecah belah umat dan NKRI, bertentangan dengan
ideologi Pancasila, maka Pemerintah harus campur tangan.
Pemerintah untuk tidak sekadar berwacana dalam menangkal
perkembangan ISIS di Indonesia, namun harus berupa
tindakan reaktif cepat dan tepat sasaran. Pemerintah agar
menegakan undang-undang terorisme secara maksimal
sehingga terorisme tidak berkembang di Indonesia. Ada 3
komponen yang berperan penting terhadap situasi suatu
negara, yaitu agama, ekonomi dan politik. ISIS kegiatannya
dapat dikategorikan sebagai terorisme dimana terdapat suatu
ancaman, kekerasan dan mengambil hak asasi manusia. Untuk
itu, bangsa Indonesia harus bekerjasama menentang dan
melawan untuk meminimalisir dampak dari ISIS serta
mendorong pemerintah untuk mencoba mengurai potret
kemunculan ISIS dengan mencoba membatasi potensi-potensi
perkembangan ISIS dari luar, yakni dengan cara membentengi
rumah tangga dari paham-paham yang tidak dibenarkan oleh
agama. Salah satunya bentengi rumah tangga dengan
pemahaman sesuai ajaran Islam melalui pengajian, melalui
pendekatan anak dengan orangtua, dan melalui diskusi-
diskusi.
Mahasiswa sebagai agen perubahan memiliki peran penting
dalam mencegah radikalisme. Yang tidak kurang kalah
penting adalah revitalisasi lembaga, badan, dan organisasi
kemahasiswaan intra maupun ekstra kampus. Organisasi-
organisasi yang ada di kampus memegang peranan penting
untuk mencegah berkembangnya paham radikalisme ini
melalui pemahaman keagamaan dan kebangsaan yang
komprehensif dan kaya makna. Disini peran mahasiswa dalam
mencegah paham radikal berkembang.
Keanggotaan dan aktivisme organisasi merupakan faktor
penting untuk mencegah terjerumusnya seseorang ke dalam
gerakan radikal yang ekstrem. Sebaliknya terdapat gejala kuat
para mahasiswa yang non aktivis dan kutu buku sangat mudah
terkesima sehingga segera dapat mengalami cuci otak dan
indoktrinasi pemikiran radikal dan ekstrem. Mereka
cenderung naïf dan polos karena tidak terbiasa berpikir
analitis, kritis, seperti lazimnya dalam kehidupan dunia
aktivis.
  Menggalakkan propaganda anti radikalisme seharusnya
menjadi salah satu agenda utama untuk memerangi gerakan
radikalisme dari dalam kampus. Peran itu menjadi semakin
penting karena organisasi mempunyai banyak jaringan dan
pengikut sehingga akan memudahkan propaganda-propaganda
kepada kader-kadernya. Jika ini dilaksanakan dengan
konsisten, maka pelan tapi pasti gerakan radikalisme bisa
dicegah tanpa harus menggunakan tindakan represif yang
akan banyak memakan korban dan biaya.
  Perlu langkah strategis, inovatif, terpadu, sistematis,
serius, dan komprehensif. Yang diperlukan bukan hanya
pendekatan keamanan dan ideologi, tetapi juga memerhatikan
jaringan, modus operandi, dan raison d’entre gerakan ini.
Perlu perpaduan langkah ideologis, program deradikalisasi
melalui masyarakat sipil, serta pendekatan ekonomi dan
sosial. Ini guna mencegah para mantan aktivis gerakan radikal
dan teroris agar tak kembali pada komunitas lamanya.
Program ”memanusiakan” ini, juga jadi salah salah satu
prasyarat mencegah meluasnya aksi radikalisme dan terorisme
(Noorhaidi Hasan, 2010).
  Untuk menjalankan langkah itu, pemerintah harus berdiri
di garda depan sebagai pihak yang paling bertanggung jawab
terhadap keamanan warga negaranya. Ketegasan dan
keseriusan negara dalam melindungi warganya, menciptakan
rasa aman, serta mencegah aksi kekerasan akibat radikalisme
keagamaan ini menjadi amanah konstitusi yang mendesak
dilakukan. Dalam hal ini, pemahaman kembali Pancasila
sebagai pilar bangsa dan pilihan terhadap paham keagamaan
yang toleran dan moderat harus menjadi agenda yang
dipertimbangkan. Ketegasan negara dan dukungan masyarakat
tentu akan jadi kekuatan strategis guna membendung
proliferasi radikalisme keagamaan ini.
Agar kita terhindar dari terorisme yang mengatas namakan
organisasi keagamaan, ada beberapa hal yang dapat dilakukan
seperti :
1. pertama, jangan mudah percaya pada sembarang
organisasi keagamaan, banyaklah bertanya tentang identitas
organisasi keagamaan tersebut.
2. Kedua, organisasi haruslah tersebut cukup terbuka,
dalam artian organisasi tersebut tidak menutup-nutupi diri dari
masyarakat.
3. Yang ketiga, jangan mau jika organisasi tersebut
meminta kita melakukan sesuatu yang terkesan aneh seperti
meminta uang dalam jumlah besar, mengganti nama kita, atau
memutus hubungan dengan keluarga.
4. Selanjutnya jangan tertipu penampilan yang alim atau
kalem, karena belum tentu ajaranya benar. Biasanya
organisasi keagamaan yang menyeleweng akan langsung
membahas hal-hal yang berat seperti seperti permasalahan
Negara atau tentang kekafiran. Namun kita juga tidak harus
terlalu anti atau menghindari organisasi keagamaan, karena
tidak semua organisasi keagamaan itu nyeleneh, banyak juga
organisasi keagamaaan yang sangat bermanfaat.

B. Fakta-Fakta Aksi Radikalisme dan Implikasinya dalam


Masyarakat
Berbicara tentang radikalisme, tidak mungkin menampik
adanya aksi-aksi yang memang berasaskan kekerasan,
pemankasaan, bahkan pembinasaan. Salah satunya
adalah  pemboman-pemboman yang dilakukan di Paris oleh
kelompok-kelompok Islam Aljazair seperti pegawai islam
bersenjata telah memperburuk ketegangan-ketegangan di
Perancis dan menambah jumlah dukungan untuk mereka yang
mempersoalkan apakah islam sesuai dengan budaya Perancis,
entah itu budaya Yahudi-Kristen atau budaya sekuler, dan
apabila muslim dapat menjadi warga negara Perancis yang
sejati dan loyal. Penasehat menteri dalam negeri tentang
imigrasi mengingatkan, “Sekarang ini, memang benar-benar
terdapat ancaman Islam di Perancis itu adalah bagian dari
gelombang besar fundamentalisme muslim dunia. Di tengah-
tengah perdebatan Perancis terhadap suatu kecenderungan
untuk melihat islam sebagai agama asing, menempatkannya
sebagai agama yang bertolak belakang dengan tradisi Yahudi-
Kristen. Sementara itu, banyak orang menekankan proses
asimilasi yang menyisakan hanya sedikit ruang untuk
pendekatan multikultural, sebagian yang lain berpendapat
bahwa muslim harus diizinkan untuk mengembangkan
identitas muslim Perancis yang khas yang mencampur antara
nilai-nilai asli ke-Perancis-an, dengan akidah dan nilai-nilai
islam.
Realita lain yang dikenal sebagai awal berkibarnya bendera
perang terhadap terorisme oleh AS, yaitu peristiwa 11
September yang merontokkan Gedung WTC dan Pentagon
merupakan tamparan berat buat AS. Maka, agar tidak
kehilangan muka di dunia internasional, rezim ini segera
melancarkan “aksi balasan” dengan menjadikan Afghanistan
dan Irak sebagai sasarannya. Jika benar “benturan peradaban”
antara Barat dan Islam terjadi tentu aksi koboi AS (dan
Inggris) ke Afghanistan dan Irak disambut gembira oleh umat
Kristiani. Faktanya ribuan rakyat (entah Kristen atau bukan)
di berbagai belahan dunia Barat justru menggalang solidaritas
sosial untuk menentang aksi keji dan biadab ini. Begitu ketika
WTC dan Pentagon diledakkan, ribuan umat islam turut
mengutuknya.
Reaksi di beberapa negara Amerika Latin banyak yang tidak
simpati terhadap peristiwa 11 September itu. Sebab, selama
berpuluh-puluh tahun, rakyat di sana tidak pernah menikmati
kemajuan sekalipun sumber daya alam mereka yang sudah
habis dikuras. China juga bersikap kurang lebih sama dengan
Amerika Latin ini. Pasalnya mereka justru menganggap
adalah AS sendiri yang bersikap hostile karena surplus
perdagangan bilateral memang berada di pihak China.
Akhirnya China, oleh AS, justru dianggap sebagai pesaing
strategis ketimbang mitra strategis dalam ekonomi.

C. Peran Idiologi Pancasila untuk Membentengi Diri dari


Radikalisme
Pancasila merupakan pegangan hidup Bangsa Indonesia yang
kini mulai terkikis seiring pesatnya perkembangan Teknologi
dan kuatnya arus Informasi di era globalisasi saat ini.
Pemerintah juga sekarang ini tengah sibuk terhadap
masyarakat yang berpergian ke Syiria terkait ISIS.
Padahal, jika nilai-nilai Pancasila ini diserap baik oleh bangsa
Indonesia maka tidak perlu takut terhadap paham-paham
Radikalisme seperti ISIS, sebab Pancasila mengandung nilai-
nilai luhur yang bersifat fleksibel terhadap perkembangan
zaman namun tetap memiliki ciri khas tersendiri. Pancasila di
era globalisasi merupakansebuah pegangan sekaligus
pedoman hidup yang dapat menjadi jawaban atas tantangan
baru yang dihadapi bangsa ini. Arus informasi yang semakin
cepat sehingga paham-paham dunia barat  sangat mudah
diakses oleh masyarakat Indonesia. Liberalisme yang dianut
oleh dunia barat kini merambat ke tengah-tengah masyarakat
Indonesia sebagai dampak negatif globalisasi.
Ideologi Pancasila sebenarnya dapat menyesuaikan diri
dengan perkembangan zaman, hanya saja nilai-nilai yang
terkandung didalamnya tidak terjiwai oleh masyarakat
Indonesia itu sendiri. Sehingga paham liberalis dan radikalis
dapat dengan mudahnya menembus pemikiran bangsa ini.
Banyak yang berpandangan bahwa Pancasila identik dengan
Orde baru (Orba), maka setelah runtuhnya Orba nilai luhur
Pancasila juga ikut runtuh. Padahal pancasila sebagai ideologi
bangsa ini sangatlah penting difahami dan dijiwai. Sebab
nilai-nilai yang secara tersirat maupun tersurat memiliki
tujuan yang mulia dan dapat membawa bangsa ini kedalam
peradaban yang baik. Ketika kita mampu menjiwai Pancasila,
tidak perlu takut dengan paham radikal dan riberal yang
meracuni pemikiran kita. Sebab pancasila telah merumuskan
nilainya sendiri mengenai “MAU DIBAWA KEMANA
BANGSA INI KEDEPANNYA”.
Saat ini MPR tengah sibuk mensosialisasikan 4 Pilar
Berkehidupan Berbangsa dan Bernegara yang mana terdiri
dari Pancasila, UU 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI. Ini
memang harus ditanamkan sejak dini kepada anak cucu
bangsa ini kedepannya. Dan ini bukan hanya menjadi tugas
MPR, tetapi tugas kita bersama selaku warga negara yang
baik dan menjujung tinggi ideologi Pancasila.

D. Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Menghadapi


Radikalisme
Dalam masa orde baru, untuk menanamkan dan
memasyarakatkan kesadaran akan nilai
nilai Pancasila dibentuk satu badan yang bernama BP7. 
Badan tersebut merupakan penanggung jawab (leading
sector) terhadap perumusan, aplikasi, sosialisasi, internalisasi
terhadap pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila,
dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara.
Saat ini Pancasila adalah ideologi yang terbuka., dan sedang
diuji daya tahannya terhadap
gempuran, pengaruh dan ancaman ideologi-ideologi besar
lainnya, seperti liberalisme (yang menjunjung kebebasan dan
persaingan), sosialisme (yang menekankan harmoni),
humanisme (yang menekankan kemanusiaan), nihilisme
(yang menafikan nilai-nilai luhur yang mapan), maupun
ideologi yang berdimensi keagamaan.
Pancasila, sebagai ideologi terbuka pada dasarnya memiliki
nilai-nilai universal yang sama
dengan ideologi lainnya, seperti keberadaban, penghormatan
akan HAM, kesejahteraan, perdamaian dan keadilan. Dalam
era globalisasi, romantisme kesamaan historis jaman lalu
tidak lagi merupakan pengikat rasa kebersamaan yang kokoh.
Kepentingan akan tujuan yang akan dicapai lebih kuat
pengaruhnya daripada kesamaan latar kesejarahan. Karena
itu, implementasi nilai-nilai Pancasila, agar tetap aktual
menghadapi ancaman radikalisme harus lebih ditekankan
pada penyampaian tiga message berikut :
a..............................................................................Negara ini
dibentuk berdasarkan kesepakatan dan kesetaraan, di mana di
dalamnya tidak boleh ada yang merasa sebagai pemegang
saham utama, atau warga kelas satu.
b..............................................................................Aturan
main dalam bernegara telah disepakati, dan Negara memiliki
kedaulatan penuh untuk menertibkan anggota negaranya yang
berusaha secara sistematis untuk merubah tatanan, dengan
cara-cara yang melawan hukum.
c..............................................................................Negara
memberikan perlindungan, kesempatan, masa depan dan
pengayoman seimbang untuk meraih tujuan nasional
masyarakat adil dan makmur, sejahtera, aman, berkeadaban
dan merdeka.
Nilai-nilai Pancasila dan UUD NRI 1945 yang harus tetap
diimplementasikan itu adalah :
............................................................................Kebangsaa
n dan persatuan
............................................................................Kemanusia
an dan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia
............................................................................Ketuhanan
dan toleransi
............................................................................Kejujuran
dan ketaatan terhadap hukum dan peraturan
............................................................................Demokrasi
dan kekeluargaan

Ketahanan Nasional merupakan suatu kondisi kehidupan


nasional yang harus diwujudkan dan dibina secara terus
menerus secara sinergis dan dinamis mulai dari pribadi,
keluarga, lingkungan dan nasional yang bermodalkan
keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan
pengembangan kekuatan nasional. Salah satu unsur
ketahanan nasional adalah Ketahanan Ideologi. Ketahanan
Ideologi perlu ditingkatkan dalam bentuk :
............................................................................Pengamala
n Pancasila secara objektif dan subjektif
............................................................................Aktualisasi,
adaptasi dan relevansi ideologi Pancasila terhadap nilai-nilai
baru
............................................................................Pengemban
gan dan penanaman nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika dalam
seluruh kehidupan berbangsa, bermasyarakat.

E. Membentengi Pemuda dari Radikalisme


Tidak bisa dipungkiri bahwa pemuda adalah aset bangsa yang
sangat berharga. Masa depan negeri ini bertumpu pada
kualitas mereka. Namun ironisnya, kini tidak sedikit para
pemuda yang justru menjadi pelaku terorisme dan
radikalisme. Serangkaian aksiterorisme dan radikalisme mulai
dari bom Bali-1, bom Gereja Kepunton, bom di JW Marriot
dan Hotel Ritz-Carlton, hingga aksi penembakan Pos Polisi
Singosaren di Solo dan bom di Beji sertaTambora, melibatkan
para pemuda. Sebut saja, Dani Dwi Permana, salah satu
pelaku bom di JW Marriot dan Hotel Ritz-Carlton, yang saat
itu berusia 18 tahun dan baru lulus SMA.
Fakta di atas diperkuat oleh riset yang dilakukan Lembaga
Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP). Dalam risetnya
tentang radikalisme di kalangan siswa dan guru Pendidikan
Agama Islam (PAI) di Jabodetabek, pada Oktober 2010-
Januari 2011, LaKIP menemukan sedikitnya 48,9 persen
siswa menyatakan bersedia terlibat dalam aksi kekerasan
terkait dengan agama dan moral. Bahkan yang mengejutkan,
belasan siswa menyetujui aksi ekstrem bom bunuh diri
tersebut.
Rentannya para pemuda terhadap aksi kekerasan dan
terorisme patut menjadi keprihatinan kita bersama. Banyak
faktor yang menyebabkan para pemuda terseret ke dalam
tindakan terorisme, mulai dari kemiskinan, kurangnya
pendidikan agama yang damai, gencarnya infiltrasi kelompok
radikal, lemahnya semangat kebangsaan, kurangnya
pendidikan kewarganegaraan, kurangnya keteladanan, dan
tergerusnya nilai kearifan lokal oleh arus modernitas negatif.
Apapun faktor yang melatari, adalah tugas kita bersama untuk
membentengi mereka dari radikalisme dan terorisme. Untuk
membentengi para pemuda dan masyarakat umum dari
radikalisme dan terorisme, Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT), menggunakan upaya pencegahan melalui
kontra-radikalisasi (penangkalan ideologi). Hal ini dilakukan
dengan membentuk Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme
(FKPT) di daerah, Pelatihan anti radikal-terorisme bagi
ormas, Training of Trainer (ToT) bagi sivitas akademika
perguruan tinggi, serta sosialiasi kontra radikal terorisme
siswa SMA di empat provinsi. Di atas upaya-upaya tersebut,
sejatinya ada beberapa hal yang patut dikedepankan dalam
pencegahan terorisme di kalangan pemuda.
 Pertama, memperkuat pendidikan kewarganegaraan
(civic education) dengan menanamkan pemahaman yang
mendalam terhadap empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila,
UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Melalui
pendidikan kewarganegaraan, para pemuda didorong untuk
menjunjung tinggi dan menginternalisasikan nilai-nilai luhur
yang sejalan dengan kearifan lokal seperti toleransi antar-
umat beragama, kebebasan yang bertanggungjawab, gotong
royong, kejujuran, dan cinta tanah air sertakepedulian antar-
warga masyarakat.
 Kedua, mengarahkan para pemuda pada beragam
aktivitas yang berkualitas baik di bidang akademis, sosial,
keagamaan, seni, budaya, maupun olahraga. Kegiatan-
kegiatan positif ini akan memacu mereka menjadi pemuda
yang berprestasi dan aktif berorganisasi di lingkungannya
sehingga dapat mengantisipasi pemuda dari pengaruh ideologi
radikal terorisme.
 Ketiga, memberikan pemahaman agama yang damai dan
toleran, sehingga pemuda tidak mudah terjebak pada arus
ajaran radikalisme. Dalam hal ini, peran guru agama di
lingkungan sekolah dan para pemuka agama di masyarakat
sangat penting. Pesan-pesan damai dari ajaran agama perlu
dikedepankan dalam pelajaran maupun ceramah-ceramah
keagamaan.
 Keempat, memberikan keteladanan kepada pemuda.
Sebab, tanpa adanya keteladanan dari para penyelenggara
negara, tokoh agama, serta tokoh masyarakat, maka upaya
yang dilakukan akan sia-sia. Para tokoh masyarakat harus
dapat menjadirole model yang bisa diikuti dan diteladani oleh
para pemuda.Berbagai upaya dan pemikiran di atas penting
dan mendesak untuk dilakukan. Kita tidak bisa hanya
mengandalkan penegakan hukum terhadap para pelaku
terorisme semata. Tetapi, kita patut bersyukur, upaya-upaya
tersebut telah dan sedang dilakukan, baik pemerintah maupun
masyarakat sipil seperi tokoh agama, akademisi, pemuda,
organisasi masyarakat, serta media massa.
F. Peran Mahasiswa Dalam Menghadapi Paham
Radikalisme
a. Gerakan mahasiswa berbasis wirausaha
Banyak cara mengatasi persoalan ini, misalnya menyuburkan
tradisi wirausaha. Menggalakkan seminar, workshop, dan
diskusi wirausaha dapat menjadi alternatif gerakan
perekonomian. Sehingga membantu percepatan mengatasi
masalah ekonomi dan kesenjangan sosial artinya cara ini
merupakan salah satu pencegahan adanya pemuda ikut dalam
jaringan terorisme. Munculnya aktivitas mahasiswa
berbasiskan wirausaha berpotensi membantu mengurangi
angka pengangguran kaum intelektual dan pemikiran
mahasiswa karena kurangnya pekerjaan sehingga dapat
melarikan dia atau masuk dalam jaringan teroris. Sehingga
pascakampus, tidak hanya dilahirkan mahasiswa
pengangguran.melainkan mahasiswa yang betul menjadi
mahasiswa intelektual dan khususnya dapat memerangi
masalah terorisme.
b. Merubah pemikiran mahasiswa
Mahasiswa harus memahami kembali hakikat dirinya bisa
menjadi mahasiswa. Dilihat dari bentukan katanya,
mahasiswa berasal dari dua kata, yaitu “maha” yang berati
besar, dan “siswa” yang berarti orang yang belajar. Jadi,
mahasiswa adalah pelajar yang mempunyai derajat paling
tinggi dibandingkan dengan pelajar-pelajar lainnya. Oleh
sebab itu, mahasiswa harus menggunakan akal dan hati
nuraninya, dalam setiap mengatasi masalah yang ada. Sudah
diketahui, bahwasannya mahasiswa adalah agent of social
change, yaitu agen perubahan sosial. Mahasiswa sudah
seharusnya menjadi pengawal perubahan tatanan masyarakat
dalam kehidupan bernegara. Sehingga, tujuan untuk
menciptakan masyarakat adil dan makmur akan tercapai serta
bebas dari aksi teror yang dilakukan oleh pemuda. Merubah
pemikiran mahasiswa tidak segampang yang kita pikirkan.
Maka dari itu kami hanya menunjukkan bagaimana
mahasiswa memahami kembali hakikat dirinya.
c. Mengadakan Komunitas belajar muslim (KBM)
Terkhusus untuk mahasiswa muslim. Peran dalam
pemberantasan terorisme ini bisa dilakukan dengan cara
mengadakan komunitas belajar muslim sebut saja tarbiyah.
Karena Banyaknya pelajar dan mahasiswa yang terjebak
aliran sesat karena guru-guru agama lebih mementingkan
pengetahua agama dari pada pendidikan agama yang
membentuk prilaku anak didik. Tokoh pendidikan Dr. Arif
Rahman, mengingatkan akibat pendidikan agama yang hanya
sekedar memberi pengetahuan agama terhadap anak didik
menyebabkan mereka rentan dengan ajaran yang bertentangan
denga ajaran agama termasuk aliran sesat. “Ketika orang
menemui banyak masalah, maka masalah yang dihadapinya
itu tidak bisa dijawab oleh agamanya. Hal itu terjadi karena
pendidikan agama yang diperolehnya hanya untuk mengetahui
tentang agama, tidak membiasakan agama sebagai pemecah
masalah,” ujarnya. Penyebab lain orang rentan tersusupi
ajaran sesat karena tidak semua orang mempunyai
kemampuan menyesuaikan diri dengan kesulitan yang
diahadapi. Karena itu, ketika dia menemui kesulitan dalam
hidupnya, dia mencari jalan keluar pada hal-hal yang di luar
aturan agama seperti masuk dalam jaringan terorisme padahal
mereka tidak mengetahui ia akan masuk dalam jaringan itu,
hal itu yang dilakukan para terorisme untuk mencari
jaringannya. Mereka melakukannya secara bertahap mulai
dari pengenalan hingga keakraban mereka sehingga banyak
pemuda yang masuk dalam jaringan tersebut dan ditambah
lagi pemikiran mahasiswa yang masih labil. Maka dari itu
dengan adanya kelompok ini dapat menggambarkan Islam
dengan jelas. Tarbiyah memberikan gambaran Islam dengan
benar (shahih) menyeluruh (syamil), sehingga menjadi Islam
sebagai pedoman hidup (minhajul hayah)Islam benar dan
menyeluruh pada semua aspek kehidupan, tidka hanya ritual,
Islam tidak hanya mengatur akidah dan ibadah, mencakupp
juga ideology, politik, ekonomi, budaya, dan masyarakat.
Alloh SWT menciptakan manusia dengan aturan yang
lengkap dan jelas. Karena itu Islam dijadikan pedoman hidup
RADIKALISME AGAMA DI INDONESIA
Source : http://www.nu.or.id/post/read/78246/radikalisme-
agama-di-indonesia

Pasca lengsernya Presiden Soeharto yang ditandai dengan


berawalnya era reformasi Indonesia, rakyat Indonesia
menghirup angin segar atas kebebasan berpendapat. Kabar
baik ini dilegitimasikan oleh DPR dalam Undang-Undang
Republik Indonesia No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum sekaligus
menunjukkan komitmen negara sebagai penganut sistem
demokrasi (Pancasila). Selain sebagai kabar baik, UU tersebut
juga menjadi sebuah kabar buruk—ibarat dua belah mata
pisau yang tajam ke depan dan belakang—bagi bangsa
Indonesia, yakni terancam masuk dan berkembangnya
ideologi non-Pancasila dalam masyarakat. Perkembangan
ideologi non-Pancasila dalam konteks ini dianggap
mengancam negara apabila dipahami secara radikal oleh
penganutnya dan bertentangan dengan Pancasila sebagai dasar
negara.
Ancaman fundamentalisme agama tidak hanya sekedar
ancaman “penyakit nalar” seseorang dalam melihat sesuatu,
akan tetapi lebih jauh dari itu. Di Jakarta pada tahun 1998
misalnya didirikan organisasi Laskar Pembela Islam (FPI)
yang dipimpin oleh Muhammad Rizieq Shihab dan aktivitas
utamanya adalah melakukan serangan secara fisik ke “tempat-
tempat maksiat” menurut kacamata ideologi mereka.
Tindakan main hakim sendiri ini dapat dinilai bahwa mereka
telah melakukan kekerasan tanpa dasar hukum negara atas
penegakan syariat Islam. Terjadi peristiwa mengenaskan juga,
beberapa bom bunuh diri yang didalangi oleh kelompok JI
(Jamaah Islamiyah)—yang merupakan organisasi
fundamentalisme Islam—pada malam Natal tahun 2000 di
Bali dan 2002 di hotel Marriot Jakarta memakan korban yang
semuanya adalah non muslim. Kasus Bom bunuh diri ini juga
terjadi lagi di tahun berikutnya: Bom Bali II 2005, Bom
Tentena 2005, Bom Solo 2011 dan 2012, dan Bom Sarinah
2016 silam.

Di tahun 1982 bersamaan masih jayanya Orde Baru


dibentuklah organisasi cabang Hizbut Tahrir Indonesia—yang
merupakan organisasi pengusung sebuah negara dan
masyarakat Islam global atau kekhalifahan universal, di
tingkat internasional bernama Hizbut Tahrir Internasional—
namun karena menolak demokrasi, organisasi ini baru dapat
beroperasi lebih leluasa pasca jatuhnya rezim Soeharto. Di
tahun berikutnya (1998) didirikan juga oleh aktivis gerakan
tarbiyah yang berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin Mesir
sebuah partai politik baru yang bernama Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) dan bertujuan untuk memperjuangkan syariah
Islam dengan jalur demokrasi. Kemudian di beberapa tahun
terakhir (2004) partai ini bersifat lebih sedikit pragmatis agar
memperoleh suara dalam pemilu, namun tidak meninggalkan
unsur “syariat Islam”nya. 

Data terkini terkait ideologi negara yang diinginkan


mahasiswa pernah dihasilkan dari penelitian aktivis Gerakan
Mahasiswa dan Pemuda Indonesia (GMPI) tahun 2006 yang
dimuat dalam Koran Kompas 4 Maret 2008 halaman 2.
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa 4,5% mahasiswa
tetap sepakat bahwa Pancasila sebagai ideologi bangsa.
Dilanjutkan 80% mahasiswa berikutnya lebih menyetujui
syariah sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara,
dan 15,5 % sisanya memilih sosialisme sebagai acuan hidup.
Responden penelitian diambil dari 11 kampus besar di
Indonesia, UI, UGM, ITB, IPB, Unair, Unibraw, Unpad,
Unhas, Unand, Unsri, dan Unsyiah.

Di tahun 2016 lalu, Saidi dari LIPI (Lembaga Ilmu


Pengetahuan Indonesia) juga merilis hasil survey terhadap
mahasiswa di kampus umum. Beberapa temuanya, 25% siswa
dan 21% guru menyatakan Pancasila tidak relevan, sementara
84,8% siswa dan 76,2% guru menyatakan setuju dengan
penerapan syariat Islam. Sementara di tahun sebelumnya 4%
penduduk Indonesia menyetujui negara ISIS, dan 5%
diantaranya adalah mahasiswa. Beberapa organisasi yang
disebut menyebarkan ideologi ini adalah KAMMI (Kesatuan
Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia), Salafi, dan HTI, di mana
mereka juga disebut sebagai penguasa perpolitikan mahasiswa
saat ini.

Selain dalam tingkat mahasiswa, terdapat penelitian juga yang


menyebutkan bahwa radikalisasi agama telah menjangkit
masyarakat sejak dari siswa. Penelitian ini dilakukan oleh
Rokhmad (2012) dengan menghasilkan beberapa kesimpulan.
Pertama, paham radikal telah merasuk ke siswa yang memiliki
pengetahuan agama minim melalui guru Pendidikan Agama
Islam (PAI) yang telah berideologi Islam radikal. Kedua,
Kegiatan mabit dan daurah dalam organisasi ekstra
Kerohanian Islam (rohis) di sekolah sangat rentan menjadi
sasaran kegiatan ideologisasi Islam radikal khususnya di
sekolah umum. Ketiga, dalam buku paket dan LKS
bermunculan berbagai pernyataan yang mendorong siswa
untuk membenci atau anti terhadap agama atau bangsa lain.
Data-data di atas menunjukkan bagaimana penyebaran dan
ancaman radikalisme di Indonesia saat ini.

Paham radikalisme agama di Indonesia sebenarnya sudah


mulai nampak sebelum negara Indonesia terbentuk. Kebijakan
politik etis Kolonial Belanda terhadap masyarakat Hindia
Belanda (Nusantara) memberi kesempatan pada haji-haji
pribumi untuk melakukan ibadah haji ke Makkah. Dengan
intensitas yang awalnya minim, kemudian mendekati awal
abad 20 menjadi semakin bertambah, banyak orang Nusantara
yang juga belajar agama di Makkah. Pada saat itu kondisi
politik di Arab juga sedang mengalami pergolakan, yakni
banyak munculnya gerakan pembaharuan Islam yang ditokohi
oleh Al Afghani, Rasyid Rida, dan Muhammad Abduh.
Gerakan ini mengangkat kembali ide pemurnian Islam atau
puritanisme—yang secara arti berdekatan dengan radikalisme
Islam—namun konteksnya adalah untuk melawan penjajahan
(Eropa) masa itu. Hasil dari pendidikan orang Nusantara tadi
melahirkan tokoh seperti Ahmad Dahlan (Muhamadiyah),
Hamka, Tahir Tamaluddin, Surkati (Persis) dan beberapa
tokoh lainya, yang kemudian menjadi tokoh pembaharu Islam
(modernisme Islam) yang berbeda dengan Islam tradisional.

Demikian juga konteks sejarah muncul wacana


radikalisme/fundamentalisme Islam yang kemudian dicap
teroris—selain dari runtuhnya Orde Baru jika di Indonesia—
oleh Barat adalah pasca peristiwa ditabraknya WTC pada 11
September 2001 oleh milisi Taliban. Peristiwa ini
memberikan sebuah pukulan besar bagi Amerika, karena
menewaskan banyak warganya. Atas dasar ini, mereka
mencap Islam sebagai teroris. Pelabelan ini, bahkan tidak
hanya ditujukan pada kaum fundamental Islam, tetapi semua
umat Islam di dunia. Ketegangan ini juga mengakibatkan
wacana dunia internasional tentang radikalisme agama (Islam)
dan terorisme menjadi perhatian utama di abad 21. Hubungan
antara Amerika dengan fundamentalis Taliban awalnya terjadi
karena misi penguasaan minyak di Asia Tengah oleh
Amerika. Meskipun akhirnya Taliban membelot dan malah
menyerang WTC. Peristiwa ini dapat dilihat bahwa
berkembangnya paham radikal berkaitan erat juga dengan
geopolitik-ekonomi dunia. Sehingga tidak menutup
kemungkinan  juga dengan di Indonesia, bahwa gerakan
radikalisme Islam juga memiliki keterkaitan yang sama
dengan ekonomi-politik yang ada di Indonesia sendiri maupun
di dunia.
Mengetahui Eksistensi Gerakan Radikalisme di Indonesia.
Jika dilihat dari letak Indonesia yang strategis dan merupakan
kumpulan dari pulau-pulau, Indonesia sering dilewati oleh
negara lain. Baik sebagai tempat transit atau berhenti dengan
berbagai tujuan.Selain itu, Indonesia terdiri dari beraneka
ragam budaya sehingga radikalisme dapat dengan mudah
masuk ke Indonesia.Baik melalui jalur darat maupun laut
bahkan karena luasnya Indonesia, banyak wilayah yang
belum terjangkau oleh aparatur negara.
Selain agama, radikalisme juga sudah “menjangkiti” aliran-
aliran sosial, politik, budaya, dan ekonomi.Ada anggapan di
kalangan masyarakat awam bahwa radikalisme hanya
dilakukan oleh agama tertentu saja.sebenarnya bukan karena
agamanya namun lebih kepada perilaku manusia itu sendiri.
Di Indonesia, aksi kekerasan (teror) yang terjadi selama ini
kebanyakan dilakukan oleh sekelompok orang yang
mengatasnamakan/mendompleng agama tertentu. Agama
dijadikan tameng oleh mereka untuk melakukan
aksinya.Selain itu mereka juga memelintir sejumlah
pengertian dari kitab suci. Teks agama dijadikan dalih oleh
mereka untuk melakukan tindak kekerasan atas nama jihad.
Beberapa contoh radikalisme keagamaan yang terjadi di
Indonesia adalah munculnya berbagai kelompok agama
yang berhaluan keras, seperti Jama’ah Salafi, Front
Pembela Islam (FPI), Komite Persiapan Penegakan
Syariat Islam (KPPSI) Sulawesi Selatan, Darul
Islam/Negara Islam Indonesia, Jama’ah Tabligh (JT),
Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), dan Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI), Pesantren Al-Mukmin (Ngruki), Laskar
Jihad Ahlussunnah Wal Jama’ah, HAMMAS, dan Ikhwanul
Muslimin.1
Dosen Fisip Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, M
Zaki Mubarak dalam diskusi yang mengupas tentang dilema
penanganan terorisme di Indonesia di Wisma Intra Asia,
Jalan dr Soepomo, Tebet, Jaksel, Rabu (3/7/2013)
menuturkanalasan utama kenapa kelompok-kelompok ini
melakukan aksi radikal adalah karena ketidakpuasan kepada
pemerintahan yang ada. Menurut mereka, tidak adanya
pemimpin yang baik, menyebabkan negara diambang
kehancuran.Selain itu, mereka percaya negara ini terlalu
mudah disetir oleh kepemimpinan dunia barat.Ideologi yang
mereka peroleh dari pendahulu mereka, bagi para kelompok

1
Natamarga., Rimbun, Wahabi di Arus Radikalisme Islam di Indonesia (Bandung :
https://unpad.academia.edu, 2013), hlm.06-07.
radikal masa kini dianggap sebagai acuan dan alasan kuat
untuk melakukan teror agar tujuan mereka dapat tercapai. 2
I.1 Dampak Negatif Gerakan Radikalisme Terhadap
Ketatanegaraan NKRI yang Tidak Sesuai dengan Pancasila.
Semua gerakan yang dilakukan oleh orang-orang radikalisme
sangat tidak sesuai dengan Pancasila.Banyak gerakan
radikalisme yang mengatasnamakan agama. Tentu dalam sila
pertama pancasila yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha
Esa”, di dalam sila ini tidak mengartikan tentang bagaimana
gerakan radikalisme di sebarkan, tetapi sila ini memberi tahu
bahwa semua masyarakat yang berada di Indonesia berhak
memeluk agamanya sendiri-sendiri. Dampak negatif dari
gerakan radikalisme itu sendiri adalah banyaknya
pemberontakan yang mengatasnamakan agama, contohnya
saja terorisme yang melakukan pemberontakan dengan cara
membunuh atau melakukan bom bunuh diri.
Tujuannya adalah sebagai peringatan bagi orang-orang yang
melakukan maksiat. Mesikipun agama berbeda-beda tetapi
ajaran agama tersebut tidak ada yang mengajarkan bahwa
pemborantakan harus dilakukan apalagi dengan cara
membunuh atau mengebom. Dampak lainnya adalah jika di

2
Syam, M.Si., Prof. Dr. Nur, Tantangan Multikulturalisme Indonesia Dari Radikalisme Menuju
Kebangsaan, Percetakan Kanisius(Yogyakarta : 2009), hlm.10
suatu negara terdapat gerakan radikalisme dan gerakan
tersebut sangat eksis, negara tersebut akan di klaim sebagai
negara yang melahirkan orang-orang yang khusus mengikuti
gerakan radikalisme.
Salah satu kejadian di Indonesia adalah bom bunuh diri di
Bali yang terjadi hingga 2x yang mengakibatkan
kematian.Pada saat itu para turis mancanegara sangat
ketakutan, sehingga meraka kembali ke tempat asal
mereka.Kita tahu bahwa pulau Bali adalah salah satu
investasi besar di Indonesia.Setalah kejadian itu, di susul oleh
bom bunuh diri di Hotel J.W Marriott. Bom bunuh diri ini
semakin merepotkan Pemerintah Indonesia untuk mengetahui
sebenarnya apa alasan mereka melakukan hal tersebut.

I.2 Upaya Pemerintah Selama Ini dalam Mengatasi Gerakan


Radikalisme di Indonesia
Menurut Irjen Pol Bambang Suparno, SH, M.Hum selaku
Deputi Bidang Koordinasi Keamanan Nasional
Kemenkopolhukam RI, radikalisme tidak identik dengan
agama.Upaya menanggulangi radikalisasi ini salah satunya
dapat dilakukan dengan memberi akses kepada bekas pelaku
radikalisasi untuk hidup normal.“Kalau tidak ada akses untuk
hidup normal, dia akan kembali bergabung dengan
kelompoknya,” jelas Bambang Suparno3.
Sependapat dengan Bambang Suparno, Prof. Dr. Arief
Rahman, MA selaku (Guru Besar UNJ/Ketua Harian Komisi
Nasional Indonesia untuk UNESCO) mengatakan dalam
menanggulangi radikalisme, pendidikan di Indonesia
sebaiknya tidak terlalu berat kepada kecerdasan akal saja.
“Semua pendidik harus mampu menumbuhkan kecerdasan
spiritual dalam diri individu,” kata Arief Rahman. 4
Pemerintahan Indonesia perlu melakukan pendekatan
prefentiv kepada generasi penerus bangsa, agar menghentikan
penyebaran radikalisme di kalangan generasi penerus bangsa
yang semakin memprihatinkan. Banyak dari organisasi
radikalisme yang merekrut muda-mudi Bangsa Indonesia
karena lebih mudah terprovaokasi daripada golongan dewasa
yang sudah lebih paham kenegaraan. Semakin banyak muda-
mudi yang terpengaruh pemikiran radikal maka semakin
cepat pula penyebaran gerakan radikalisme di Indonesia,
http://www.lemhannas.go.id/portal/in/berita/178-umum/2434-
3

round-table-discussion-rtd-sebagai-upaya-lemhannas-ri-dalam-mengatasi-
permasalahan-radikalisme-di-indonesia.html

http://www.lemhannas.go.id/portal/in/berita/178-umum/2434-round-
4

table-discussion-rtd-sebagai-upaya-lemhannas-ri-dalam-mengatasi-
permasalahan-radikalisme-di-indonesia.html
karena bisa memprovokasi sesama pemuda dalam melakukan
tindakan radikalisme.
Melihat dari ketatanegaraan di Indonesia, sebenarnya pendiri
bangsa ini telah memberikan antisipasi dalam menangkal
radikalisme.Yaitu dengan membuat dan menjadikan undang-
undang dasar 1945 sebagai pedoman dan pancasila sebagai
dasar negara.Pancasila merupakan jiwa Bangsa Indonesia
untuk mencapai cita-cita bangsa.Sehingga sebenarnya rakyat
Indonesia sendiri terikat aturan-aturan yang memiliki sifat
berbudi luhur. Pancasila harus diterapkan dalam kehidupan
bemasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dengan
menerapkan Pancasila, paham – paham radikalisme akan
melemah jika penerapannya dipahami betul pada setiap sila
dalam pancasila.
Namun tidak bisa dipungkiri, radikalisme dapat dengan
mudah masuk di Indonesia seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya.Untuk itu, pemerintah telah menyiapkan
berbagai upaya untuk mengatasi radikalisme di
Indonesia.Instansi kepolisian misalnya, mereka menyiapkan
pasukan khusus untuk memberantas gerakan radikalisme di
Indonesia.
Sapto Waluyo, staf ahli Menteri Sosial Indonesia, berkata
bahwa kelompok-kelompok islam moderat juga perlu
melibatkan diri dalam pencegahan radikalisme dan
terorisme.Organisasi-organisasi Islam moderat dapat
membantu menyebarkan Islam yang damai.Karena dari segi
pemahaman agama, kelompok moderat lebih kuat dalam
menolak logika kekerasan yang dikembangkan oleh
kelompok-kelompok radikal.5Islam moderat sendiri dimaknai
sebagai Islam yang anti-kekerasan dan anti-terorisme.Islam
moderat identik dengan Islam yang bersahabat, tidak ekstrem
kanan dan tidak ekstrim kiri.6

Afadlal, M.Riza Sihbudi. 2005. Islam dan Radikalisme di


Indonesia. Jakarta Pusat: Yayasan Obor Indonesia.
Bakry, Noor Ms. 2002. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Zubaidi, Achmad. & Kaelan. 2007. Pendidikan
Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta:
Paradigma.

5
http://apdforum.com/id/article/rmiap/articles/online/features/2014/10/3
1/moderate-islam-efforts?format=mobile
6
http://muhammadiyahstudies.blogspot.com/2010/02/islam-moderat-adalah-sebuah-paradoks.html

Anda mungkin juga menyukai