DEFINISI
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler
selama beberapa tahun (Smeltzer C. Suzanne, 2002)
Stroke adalah suatu penyakit yang menunjukkan adanya kelainan otak baik secara fungsional
maupun structural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral dari
seluruh system pembuluh darah otak.
Stroke adalah suatu manifestasi neurologik umum yang timbul secara mendadak sebagai akibat
gangguan suplai darah ke otak.
Stroke adalah suatu menifestasi deficit neurologist yang timbul secara mendadak sebagai akibat
dari gangguan suplai darah ke otak
ETIOLOGI
1.Stroke hemoragik:
a.Hipertensi
b.Perdarahan subaracnoid kerena pecahnya pembuluh darah dalam otak
c.Perdarahan intra serebral
2.Stroke non hemoragik:
a.Thrombus pada pembuluh darah
b.Emboli
c.Kelainan pembekuan darah
d.Factor predisposisi:
e.Merokok
PATOFISIOLOGI
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi pada stroke di
otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen yang terjadi dalam
3 sampai dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah
arteri serebral dan arteri karotis Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui
empat mekanisme, yaitu :
1.Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga aliran darah dan
suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan
iskemik otak.
2.Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke kejaringan
(hemorrhage).
3.Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak.
4.Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada aliran darah dan
baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis terjadi pengurangan darah secara
drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan
otak normal sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai
darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat
oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan
sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini. Selama
berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga aliran darah mengikuti
secara pasif segala perubahan tekanan darah arteri.. Berkurangnya aliran darah serebral sampai
ambang tertentu akan memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan
jaringan secara permanen
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah:
1.Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi
otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen
suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan
membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
2.Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas
pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus menjamin penurunan viskositas
darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari
untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
3.Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat berasal
dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya
akan menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak
konsisten dan penghentian trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus
serebral dan harus diperbaiki.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penyakit
stroke adalah:
1.Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.
2.CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
3.Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis, emboli
serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak sepintas. Tekanan
meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid
atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan
dengan adanya proses inflamasi.
4.MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik,
dan malformasi arteriovena.
5.Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6.EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada gelombang otak
dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7.Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari
massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral.
KLASIFIKASI STROKE
Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan menjadi :
1. stroke hemoragik
Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yeng disebabkan
pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun
juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang
paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol.
2. Strok ringan
a. Beberapa atau semua dari gejala strok sementara
b. Kelemahan /kelumpuhan tangan atau kaki
c. Bicara tidak jelas
3) strok berat
a. Semua/ beberapa dari segala strok sementara dan strok ringan.
b. Koma jangka pendek (kehilangan kesadaran)
c. Kelemahan / kelumpuhan dari satu sisi tubuh.
d. Sukar menelan
e. Kehilangan kontrol terhadap pengeluaran air seni dan kotoran
f. Kehilangan daya ingat / konsentrasi perubahan perilaku, misalnya bicara tidak menentu,
mudah marah, tingkah laku seperti anak kecil.
(Prayogo Utomo.2005.Apresiasi Penyakit: pengobatan secara tradisional dan modern.
Jakarta:PT RiNEKA CIPTA)
PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan tindakan sebagai
berikut:
Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang sering, oksigenasi, kalau
perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha memperbaiki hipotensi
dan hipertensi.
Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah
posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan,
Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh
manusia belum dapat dibuktikan.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi
thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya trombosis atau emboli di
tempat lain di sistem kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di
leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh
pasien TIA.
A. Pengkajian
pengkajian pada klien dengan stroke (Doenges dkk, 1999) adalah :
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala: merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi
atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/ kejang
otot).
Tanda: gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan umum,
gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.
b. Sirkulasi
Gejala: adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi postural.
Tanda: hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/ malformasi vaskuler,
frekuensi nadi bervariasi, dan disritmia.
c. Integritas Ego
Gejala: perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
Tanda: emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan gembira, kesulitan
untuk mengekspresikan diri.
d. Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih
Tanda: distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.
e. Makanan/ Cairan
Gejala: nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut, kehilangan sensasi pada lidah,
dan tenggorokan, disfagia, adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
Tanda: kesulitan menelan, obesitas.
f. Neurosensori
Gejala: sakit kepala, kelemahan/ kesemutan, hilangnya rangsang sensorik kontralateral
pada ekstremitas, penglihatan menurun, gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Tanda: status mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap awal
hemoragis, gangguan fungsi kognitif, pada wajah terjadi paralisis, afasia, ukuran/ reaksi
pupil tidak sama, kekakuan, kejang.
g. Kenyamanan / Nyeri
Gejala: sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
Tanda: tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot
h. Pernapasan
Gejala: merokok
Tanda: ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas, timbulnya pernafasan
sulit, suara nafas terdengar ronchi.
i. Keamanan
Tanda: masalah dengan penglihatan, perubahan sensori persepsi terhadap orientasi
tempat tubuh, tidak mampu mengenal objek, gangguan berespons terhadap panas dan
dingin, kesulitan dalam menelan, gangguan dalam memutuskan.
j. Interaksi Sosial
Tanda: masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
k. Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala: adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaian kontrasepsi oral,
kecanduan alkohol.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien dengan Stroke (Doenges dkk, 1999) meliputi :
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan:
1) Interupsi aliran darah
2) Gangguan oklusif, hemoragi
3) Vasospasme serebral
4) Edema serebral
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan:
1) Kerusakan neuromuskuler
2) Kelemahan, parestesia
3) Paralisis spastis
4) Kerusakan perseptual/ kognitif
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan
1) Kerusakan sirkulasi serebral
2) Kerusakan neuromuskuler
3) Kehilangan tonus otot/ kontrol otot fasial
4) Kelemahan/ kelelahan
d. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan:
1) Perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis atau defisit)
2) Stress psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas)
e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan:
1) Kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/
koordinasi otot
2) Kerusakan perseptual/ kognitif
3) Nyeri/ ketidaknyamanan
4) Depresi
f. Gangguan harga diri berhubungan dengan:
1) Perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif
g. Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan:
1) Kerusakan neuromuskuler/ perceptual
h. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan:
1) Kurang pemajanan
2) Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat
3) Tidak mengenal sumber-sumber informasi
C. Intervensi
Rencana tindakan keperawatan yang disusun pada klien dengan Stroke ( Doenges dkk,
1999) adalah sebagai berikut :
Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah ditentukan dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah di susun pada tahap pencanaan. (Nasrul Effendy,
1995)