Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA

PASIEN DENGAN KONTUSIO PULMONAL DI RUANG ICU RSUD Dr.SOEDONO


MADIUN

Tugas Praktik Klinik Keperawatan Kritis


Yang dibimbing oleh Bapak Dr. Supriyanto, S.Kp.,M.Kes.

Oleh :
HASRINING TRI SUPRAPTI
P27820820022

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kontusi Pulmonal di RSUD Dr.Soedono


Madiun yang dilakukan pada tanggal 14 Juni 2021 sampai dengan 19 Juni 2021 oleh
Hasrining Tri Suprapti NIM: P27820820022 telah disahkan sebagai laporan praktik klinik
Keperawatan Kritis semester II Program Studi Pendidikan Profesi Ners.

Surabaya, 19 Juni 2021

Pembimbing Akademik Mahasiswa

Dr. Supriyanto, S.Kp.,M.Kes. Hasrining Tri Suprapti


NIP. NIM. P27820820022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian

Contusio paru adalah manifestasi trauma tumpul toraks yang paling umum
terjadi. Kontusio pulmonum paling sering disebabkan trauma tumpul pada
dinding dada secara langsung yang dapat menyebabkan kerusakan parenkim,
edema interstitial dan perdarahan yang mengarah ke hipoventilasi pada
sebagian paru. Kontusio juga dapat menyebabkan hematoma intrapulmoner
apabila pembuluh darah besar didalam paru terluka. Diagnosis didapatkan
dari anamnesis, pemeriksaan fisik (adanya suara gurgling pada auskultasi),
foto toraks, dan CT scan toraks. Kontusio lebih dari 30% pada parenkim paru
membutuhkan ventilasi mekanik (Milisavljevic, et al., 2012 ; Lugo, et al.,
2015).

Contusio paru adalah kerusakan jaringan paru yang terjadi pada hemoragie
dan edema setempat (Smeltzer, 2002), sedangkan menurut Asih (2003)
diartikan sebagai memarnya parenkim paru yang sering disebabkan oleh
trauma tumpul. Kelainan ini dapat tidak terdiagnosa saat pemeriksaan rontgen
dada pertama, namun dalam keadaan fraktur scapula, fraktur rusuk atau flail
chest harus mewaspadakan perawat terhadap kemungkinan adanya contusio
pulmonal.

B. Anatomi fisiologi

Dinding toraks merupakan rongga yang berbentuk kerucut, dimana pada


bagian bawah lebih besar dari pada bagian atas dan pada bagian belakang
lebih panjang dari pada bagian depan. Pada rongga toraks terdapat paru - paru
dan mediastinum. Mediastinum adalah ruang didalam rongga dada diantara
kedua paru - paru. Di dalam rongga toraks terdapat beberapa sistem
diantaranya yaitu; sistem pernapasan dan peredaran darah. Organ yang
terletak dalam rongga dada yaitu; esophagus, paru, hati, jantung, pembuluh
darah dan saluran limfe (Ombregt, 2013).

Tulang - tulang yang elastis dan otot - otot pernapasan menyokong dan
mengelilingi rongga toraks. Tiga dari bagian ruangan kompartemen ditempati
oleh dua buah paru - paru dengan lima segmennya yang terhubung oleh
struktur vaskuler kearah pusat kompartemen kardiovaskuler. Sebagai
tambahan, trakea dan bronkus menghubungkan paru - paru dan pharynk, dan
beberapa saraf di dalam rongga toraks. ( Ombregt, 2013 ). Kerangka toraks
meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari sternum, dua
belas pasang kosta, sepuluh pasang kosta yang berakhir di anterior dalam
segmen tulang rawan dan dua pasang kosta yang melayang. Tulang kosta
berfungsi melindungi organ vital rongga toraks seperti jantung, paru-paru,
hati dan Lien ( Drake, et al., 2010; Hansen, 2014).

Dinding toraks terdiri dari elemen tulang dan otot – otot. Bagian posterior
disusun oleh dua belas tulang vertebrae toraks. Bagian lateral dibentuk oleh
tulang costa ( masing – masing 12 pada setiap sisi ) dan 3 lapisan dari otot –
otot datar yang membentang pada ruang intercosta antara tulang osta yang
berdeekatan, menggerakkan kosta dan memberikan kekuatan pada ruang
interkosta. Bagian depan dibatasi oleh sternum yang terdiri dari manubrium
sternum, body sternum dan processus xiphoideus. (Drake, et al., 2010; Assi &
Nazal, 2012; Hansen, 2014).
Muskulatur dinding dada terdiri atas otot-otot yang mengisi dan
menyokong spatium interkostalis, otot-otot yang berada antara sternum dan
tulang rusuk, dan otot-otot yang melintang melewati beberapa tulang rusuk di
antara perlekatan tulang kosta seperti gambar 2.4 dan 2.5. Otot-otot dinding
dada, bersama dengan otot-otot di antara vertebra dan tulang rusuk secara
posterior (m.levatores costarum, m.serratus posterior superior, dan m.serratus
posterior inferior) merubah posisi tulang rusuk dan sternum sehingga
merubah volume torakal selama bernapas. Otot-otot ini juga memperkuat
dinding thorakal seperti gambar 2.4 (Drake, et al., 2010).

Muskulus interkostal merupakan tiga otot pipih yang terdapat pada tiap
spatium interkostalis yang berjalan di antara tulang rusuk yang bersebelahan.
Setiap otot pada kelompok otot ini dinamai berdasarkan posisi mereka
masingmasing :
 m.interkostal eksternal merupakan yang paling superfisial
 m.interkostal internal terletak diantara m.interkostal eksternal dan profundal
Muskulus interkostal diinervasi oleh nervus interkostal terkait. Sebagai
suatu kelompok otot. Otot-otot interkostal menyediakan sokongan struktural
untuk spatium interkostalis selama respirasi. Mereka juga menggerakkan
tulang rusuk. Sebelas pasang m.interkostal eksternal memanjang dari tepi
bawah tulang rusuk yang berada di atas hingga tepi atas tulang rusuk di
bawahnya. Otot-otot ini memanjang mengelilingi dinding toraks dari regio
tuberkel rusuk hingga kartilage kosta, dimana tiap lapisan berlanjut sebagai
suatu aponeurosis jaringan ikat tipis yang dinamai membrane interkostal
eksternal. Muskulus interkostal eksternal merupakan otot yang paling aktif
saat inspirasi.

Sebelas pasang m.interkostal internal berjalan diantara tepi lateral


terbawah lekuk kosta tulang rusuk, hingga permukaan superior rusuk di
bawahnya. Otot otot ini memanjang dari regio parasternal, dimana mereka
berjalan diantara kartilage kosta yang bersebelahan, menuju angulus rusuk di
posterior. Lapisan ini berlanjut ke medial menuju kolumna vertebralis, pada
setiap spatium interkostalis, sebagai membrane interkostal internal. Serabut
otot ini berjalan kearah yang berlawanan dengan m.interkostal eksternal.

Muskulus interkostal internal merupakan otot yang paling aktif selama


ekspirasi. (Drake, et al., 2010) Muskulus interkostal profunda memiliki
serabut dengan orientasi yang sama dengan muskulus interkostal internal.
Otot ini paling tampak pada dinding toraks lateral. Mereka melekat pada
permukaan internal rusuk - rusuk yang bersebelahan sepanjang tepi medial
lekuk kosta. Satu hal yang penting disini, berkas neurovaskular yang terkait
dengan spatium interkostalis berjalan mengelilingi dinding toraks pada suatu
bidang di antara muskulus interkostal profunda dan internal.

Muskulus subkostal berada pada bidang yang sama dengan m.interkostal


profunda, merentang diantara multiple rusuk, dan jumlahnya semakin banyak
di regio bawah dinding toraks posterior seperti gambar 2.4 dan 2.5. Otot - otot
ini memanjang dari permukaan interna satu rusuk sampai dengan permukaan
interna rusuk kedua atau ketiga di bawahnya. Serabut ototnya paralel terhadap
jalur m.interkostal internal dan memanjang dari angulus rusuk menuju posisi
yang lebih medial pada rusuk di bawahnya (Drake, et al., 2010).

Muskulus torakal transversus terdapat pada permukaan dalam dinding


toraks anterior dan berada pada bidang yang sama dengan m.interkostal
profunda seperti gambar 2.4 dan 2.5. Muskulus torakal transversus muncul
dari aspek posterior prosesus xiphoideus, pars inferior badan sternum, dan
kartilage kosta rusuk sejati di bawahnya. Otot - otot ini berjalan secara
superior dan lateral untuk memasuki tepi bawah kartilage kostal tulang rusuk
III hingga VI. Muskulus torakal transversus terletak di bawah pembuluh -
pembuluh torakal internal dan mengunci pembuluh ini ke dinding toraks.
C. Etiologi

Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul
65% dan trauma tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks
tersering adalah kecelakaan kendaraan bermotor (63-78%) (Saaiq, et al.,
2010). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis benturan (impact)
yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar, dan terguling
(Sudoyo, 2010). Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk
mendapatkan riwayat yang lengkap karena setiap orang memiliki pola
trauma yang berbeda. Penyebab trauma toraks oleh karena trauma tajam
dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat energinya, yaitu berenergi rendah
seperti trauma tusuk berenergi sedang seperti tembakan pistol, dan berenergi
tinggi seperti pada tembakan senjata militer.
Penyebab utama terjadinya contusio paru adalah trauma tumpul pada dada.
(Smeltzer, 2012) Penyebab lain:
1) Kecelakaan lalu lintas
2) Cedera ledakan atau gelombang kejut yang terkait dengan trauma penetrasi.
3) Trauma tumpul dengan fraktur Iga yg multipel
4) Flail chest
5) Dapat pula terjadi pada trauma tajam dengan mekanisme perdarahan dan
edema parenkim.
6) Memar akibat penetrasi oleh sebuah proyektil bergerak cepat
biasanya mengelilingi jalan sepanjang perjalanan jaringan yang di lalui oleh
proyektil
Kontusio paru terjadi pada 25-35% dari semua trauma dada tumpul. Terjadi pada
30-75% dari luka dada yang parah dengan angka kematian diperkirakan 14-40%.
Sekitar 70% dari kasus hasil dari tabrakan kendaraan bermotor, cedera olah raga,
ledakan adalah penyebab lainnya.

D. Manifestasi Klinis

Adapun tanda gejala pada pasien dengan kontusio pulmonal menurut


Smeltzer ( 2012) adalah :
1. Ringan : nyeri saja.
2. Sedang : sesak nafas, mucus dan darah percabangan
bronchial, batuk tetapi tidak mengeluarkan sekret.
3. Berat : sesak nafas hebat, takipnea, takhikardi, sianosis,agitasi,
batuk produktif dan kontinyu, secret berbusa, berdarah dan mukoid.
Tanda dan gejala klinis yang tampak termasuk :
1. Takikardi
2. Dyspnoe
3. Bronchoorhea/ Sekresi bercampur darah
4. Takipnea
5. Hipoksia
6. Perubahan Kesadaran
7. Membutuhkan waktu untuk berkembang, dan sebanyak setengah dari
8. kasus tidak menunjukkan gejala pada presentasi awal
9. Dapat timbul atau memburuk dalam 24-72 jam setelah trauma
10. Hipoksemia
11. Sianosis
Kontusio hebat dapat juga mengakibatkan peningkatan puncak tekanan
jalan napas, hipoksemia, respiratori asidosis. Dimana 50-60% pasien dengan
kontusio pulmonum yang berat akan menjadi ARDS. Walaupun angka
kematian ARDS menurun dalam decade terakhir, ARDS masih merupakan
salah satu komplikasi trauma toraks yang sangat serius dengan angka
kematian 20-43% (Nugroho, 2015).
E. Patofisiologi
Kontusio paru menghasilkan perdarahan dan kebocoran cairan ke dalam
jaringan paru-paru, yang dapat menyebabkan paru menjadi kaku dan
kehilangan elastisitas normal. Kandungan air dari paru-paru meningkat
selama 72 jam pertama setelah cedera, berpotensi menyebabkan edema paru
pada kasus yang lebih serius. Sebagai hasil dari ini dan proses patologis
lainnya, memar paru berkembang dari waktu ke waktu dan dapat
menyebabkan hipoksia.
Perdarahan dan edema; robeknya parenkim paru menyebabkan cairan
kapiler bocor ke dalam jaringan di sekitarnya. Kerusakan membran kapiler-
alveolar dan pembuluh darah kecil menyebabkan darah dan cairan bocor ke
dalam alveoli dan ruang interstisial (ruang sekitar sel) dari paru-paru. Memar
paru ditandai oleh microhemorrhages (pendarahan kecil) yang terjadi ketika
alveoli yang traumatis dipisahkan dari struktur saluran napas dan pembuluh
darah. Darah awalnya terkumpul dalam ruang interstisial, dan kemudian
edema terjadi oleh satu atau dua jam setelah cedera. Sebuah area perdarahan
di paru-paru yang mengalami trauma, umumnya dikelilingi oleh daerah
edema. Dalam pertukaran gas yang normal, karbon dioksida berdifusi
melintasi endotelium dari kapiler, ruang interstisial, dan di seluruh epitel
alveolar, oksigen berdifusi ke arah lain. Akumulasi cairan mengganggu
pertukaran gas, dan dapat menyebabkan alveoli terisi dengan protein dan
robek karena edema dan perdarahan. Semakin besar daerah cedera,
kompromi pernafasan lebih parah, menyebabkan konsolidasi.
Memar paru dapat menyebabkan bagian paru-paru untuk
mengkonsolidasikan, alveoli kolaps, dan atelektasis (kolaps paru parsial atau
total) terjadi. Konsolidasi terjadi ketika bagian dari paru-paru yang biasanya
diisi dengan udara digantkan dengan bahan dari kondisi patologis, seperti
darah. Selama periode jam pertama setelah cedera, alveoli di menebal daerah
luka dan dapat menjadi konsolidasi. Sebuah penurunan jumlah surfaktan
yang dihasilkan juga berkontribusi pada rusaknya dan konsolidasi alveoli,
inaktivasi surfaktan meningkatkan tegangan permukaan paru.
Radang paru-paru, yang dapat terjadi ketika komponen darah memasuki
jaringan karena memar, juga bisa menyebabkan bagian dari paru-paru rusak.
Makrofag, neutrofil, dan sel-sel inflamasi lainnya dan komponen darah bisa
memasuki jaringan paru-paru dan melepaskan faktor-faktor yang
menyebabkan peradangan, meningkatkan kemungkinan kegagalan
pernapasan. Sebagai tanggapan terhadap peradangan, kelebihan lendir
diproduksi, berpotensi masuk ke bagian paru-paru dan menyebabkan
rusaknya paru-paru. Bahkan ketika hanya satu sisi dada yang terluka, radang
juga dapat mempengaruhi paru-paru lainnya. akibat terluka jaringan paru-
paru dapat menyebabkan edema, penebalan septa dari alveoli, dan perubahan
lainnya. Jika peradangan ini cukup parah, dapat menyebabkan disfungsi paru-
paru seperti yang terlihat pada sindrom distres pernapasan akut.
Ventilasi/perfusi mengalami mismatch, biasanya rasio ventilasi perfusi
adalah sekitar satu banding satu. Volume udara yang masuk alveoli
(ventilasi) adalah sama dengan darah dalam kapiler di sekitar perfusi. Rasio
ini menurun pada kontusio paru, alveoli terisi cairan, tidak dapat terisi
dengan udara, oksigen tidak sepenuhnya berikat hemoglobin, dan darah
meninggalkan paru-paru tanpa sepenuhnya mengandung oksigen Kurangnya
inflasi paru-paru, hasil dari ventilasi mekanis tidak memadai atau yang
terkait, cedera seperti flail chest, juga dapat berkontribusi untuk
ketidakcocokan ventilasi/perfusi. Sebagai ketidakcocokan antara ventilasi dan
perfusi, saturasi oksigen darah berkurang. Vasokonstriksi pada hipoksik paru,
di mana pembuluh darah di dekat alveoli yang hipoksia mengerut (diameter
menyempit) sebagai respons terhadap kadar oksigen rendah, dapat terjadi
pada kontusio paru. Para resistensi vaskular meningkat di bagian paru-paru
yang memar, yang mengarah pada penurunan jumlah darah yang mengalir ke
dalamnya, mengarahkan darah ke daerah yang lebih baik-berventilasi. Jika
sudah parah cukup, hipoksemia yang dihasilkan dari cairan dalam alveoli
tidak dapat dikoreksi hanya dengan memberikan oksigen tambahan, masalah
ini adalah penyebab sebagian besar kematian yang diakibatkan trauma.
Kontusio Pulmo
F. Pemeriksaan Penunjang

1. AGD (Analisa Gas Darah)


Cukup oksigen dan karbondioksida berlebihan, namun kadar gas tidak
menunjukkan kelainan pada awal perjalanan luka memar paru.
2. Rontgen Thorax

Menunjukkan memar paru yang berhubungan dengan patah tulang


rusuk dan emfisema subkutan. Ro thoraks menunjukkan gambaran
Infiltrat, tanda infiltrat kadang tidak muncul dalam 12 - 24 jam.
4. CT Scan Thorax : memberikan gambaran kontusio.

5. EKG : memberikan gambaran iskemik.


6. USG : menunjukkan memar paru awal, terdapat garis putiih vertical B-
garis.

7. Penatalaksanaan Medis
Tidak ada perawatan yang dikenal untuk mempercepat penyembuhan luka
memar paru;. Perawatan utama adalah mendukung upaya yang dilakukan
untuk menemukan luka memar yang menyertai, untuk mencegah cedera
tambahan, dan untuk memberikan perawatan suportif sambil menunggu luka
memar pada tahap proses penyembuhan. Pemantauan, termasuk melacak
keseimbangan cairan, fungsi pernapasan, dan saturasi oksigen dengan
menggunakan pulse oximetry juga diperlukan untuk monitor kondisi pasien.
Monitoring untuk komplikasi seperti sindrom gangguan pneumonia dan
pernapasan akut yang sangat penting. Pengobatan bertujuan untuk mencegah
kegagalan pernapasan dan untuk memastikan oksigenasi darah yang memadai.
Oksigen tambahan dapat diberikan dan mungkin dihangatkan dan
dilembabkan. Ketika tidak merespon maka tindakan lainnya dalam perawatan
harus dilakukan, seperti oksigenasi membran extracorporeal dapat digunakan,
memompa darah dari tubuh ke mesin yang oxygenates dan menghilangkan
karbon dioksida sebelum memompa kembali masuk. 
Penatalaksanaan Utama : Patency Air way, Oksigenasi adekuat, kontrol nyeri
Perawatan utama: menemukan luka memar yang menyertai, mencegah cedera
tambahan, dan memberikan perawatan suportif sambil menunggu luka memar
paru sembuh.
- Bronchial toilet, batasi pemberian cairan (iso/hipotonik), O2, pain control,
diuretika, bila perlu ventilator dengan tekanan positif (PEEP > 5)
- Intubasi ET untuk dapat melakukan penyedotan dan memasang ventilasi
mekanik dengan continuous positive end-expiratory pressure (PEEP)
Penatalaksanaan pada kontusio ringan :
- Nebulisasi
- Postural drainase
- Fisio terapi dada Suctioning
- Anastesi Spinal, Opioid
- Oksigenasi Jam pertama
- Antibiotik
Penatalaksanaan pada kontusio sedang :
- Intubasi
- Ventilator PEP
- Deuretik
- NGT
- Cek Kultur
Penatalaksanaan pada kontusio berat :
- Penaganan Agresif Intubasi Endotracheal
- Ventilator
- Deuretik
- Anti mikrobal
- Pembatasan cairan
Penalalaksanaan Keperawatan :
1. Berikan analgesic sesuai pesanan tiap 3 jam
2. Pantau tanda-tanda kelebihan cairan
a. Pertahankan semua catatan masukan dan haluaran dengan adekuat
b. Pantau tanda-tanda vital setiap 30 menit. Frekuensi nadi dan
pernapasan dapat diperkirakan meningkat pada keadaan kelebihan
cairan
c. Pantau bunyi napas setiap 30 menit
3. Pantau status ventilator setiap 30 menit
a. Periksa terhadap tanda gawat napas; dispnea, peningkatan frekuensi
napas, dan perubahan dalam bunyi napas.
b. Periksa hasil pemeriksaan AGD
4. Pantau terhadap tanda dan gejala flail chest, yang umumnya sering
menyertai kontusio pulmonal
5. Dukung klien untuk tetap tirah baring sampai status fisik stabil (Asih,
2013).
8. Komplikasi
Memar paru dapat mengakibatkan kegagalan pernafasan, sekitar setengah
dari kasus terjadi dalam beberapa jam dari trauma awal. Komplikasi lainnya,
termasuk infeksi akut dan sindrom gangguan pernapasan (ARDS). Sekitar
50% pasien dengan ARDS memar paru, dan 80% pasien dengan kontusio paru
melibatkan lebih dari 20% dari volume paru-paru. Orang tua dan mereka yang
punya penyakit hati, paru-paru, atau penyakit ginjal sebelum cedera lebih
mungkin untuk tinggal lebih lama di rumah sakit dan memiliki komplikasi
dari cedera. Komplikasi terjadi pada 55% orang dengan jantung atau penyakit
paru-paru dan 13% dari mereka tanpa penyakit tertentu dengan memar paru
saja, 17% mengembangkan ARDS, sementara 78% orang dengan setidaknya
dua cedera tambahan mengembangkan kondisi. Pneumonia, komplikasi lain
potensial, berkembang pada sebanyak 20% dari orang dengan memar paru.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
A. Pengkajian

1. Keadaan Umum : pada pasien kontusio pulmonal mendapat tanda-tanda


kulit pucat, sianosis, banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
2. Keluhan Utama Pasien :
1) Kualitas Nyeri Dada : seperti tertimpa beban berat, tercekik, rasa
menyesakkan nafas atau seperti tertindih barang berat.
2) Lamanya dan faktor-faktor yang meringankan : berlangsung lama,
berakhir lebih dari 20 menit, tidak menurun dengan istirahat,
perubahan posisi ataupun minum nitrogliserin.
3) Tanda dan gejala : kesadaran menurun, takipnea, pening.
3. Pengkajian persistem pada pasien dengan kontusio pulmonal :
1) B1: Breath
Pada pasien KP kesulitan bernafas,mempunyai riwayat bedah atau
trauma, pneumothoraks spontan sebelumnya, takipneu (peningkatan
kerja nafas), bunyi nafas turun atau tidak ada, fremitus menurun,
perkusi dada hipersonan, gerakan dada tidak simetris, sianosis,
penggunaan ventilator mekanik tekanan positif .
2) B2: Blood
Pada pasien dengan KP denyut nadi cepat, tidak teratur, EKG iskemik,
Suara jantung bisa tidak terdengar pada VF. Tekanan darah sukar /
tidak dapat diukur/ tidak normal, Saturasi oksigen bisa menurun <
90%, hasil dari AGD PO2 menurun, karbondioksida berlebihan.
3) B3: Brain
Pada pasien KP terjadi hipoksia yang akan menyebabkan
menurunnya/hilangnya kesadaran, gelisah, disorientasi waktu, tempat
dan orang,reflek fisiologis tidak ada.
4) B4: Bladder
Pada pasien dengan KP produksi urine menurun, warna urine lebih
pekat dari biasanya.
5) B5: Bowel
Pada pasien dengan KP biasanya konstipasi atau tidak bisa
mengeluarkan feses, mukosa bibir lembab, lidah kotor, terpasang ngt.
6) B6: Bone
Perfusi dingin basah pucat, CRT < 2 detik, diaforesis, kelemahan.
B. Pemeriksaan Penunjang
1. AGD (Analisa Gas Darah)
Cukup oksigen dan karbondioksida berlebihan, namun kadar gas tidak
menunjukkan kelainan pada awal perjalanan luka memar paru.
2. Rontgen Thorax

Menunjukkan memar paru yang berhubungan dengan patah tulang


rusuk dan emfisema subkutan. Ro thoraks menunjukkan gambaran
Infiltrat, tanda infiltrat kadang tidak muncul dalam 12 - 24 jam.
9. CT Scan Thorax : memberikan gambaran kontusio.

10. EKG : memberikan gambaran iskemik.


11. USG : menunjukkan memar paru awal, terdapat garis putiih vertical B-
garis.
C. ANALISA DATA

N DATA ETIOLOGI MASALAH


Penyebab: Trauma tumpul Bersihan jalan nafas tidak
efektif
1. Fisiologis (misal:
spasme jalan napas, Thorax
hipersekresi jalan
napas, fungsi Cidera jaringan lunak/ hilangnya
neuromuskuler, benda kontunitas
asing dalam jalan
napas, adanya jalan Perdarahan jarinan interstitium,
napas buatan, sekresi perdarahan intra alveolar, kolaps
yang bertahan, arteri, pembuluh darah paru
hiperplasia dinding meningkat
jalan napas, proses
infeksi, respon alergi, Reabsorbsi darah oleh pleura tidak
dan efek agen memadai/ tidak optimal
farmakologis)
2. Situsional (misal: Kontusio pulmonal
merokok aktif,
merokok pasis, dan Ekspansi paru
terpajan polutan).
Tanda dan Gejala: Edema tracheal faringeal,
1. Gelisah peningkatan produksi secret dan
2. Sianosis penurunan kemampuan batuk efektif
3. Bunyi napas menurun
4. Frekuensi napas Bersihan jalan nafas tidak efektif
berubah
5. Pola napas berubah
6. Batuk tidak efektif
7. Tidak mampu batuk
8. Mengi, wheezing
dan/atau ronkhi kering

Penyebab: Trauma tumpul Pola nafas tidak efektif


1. Depresi pusat
pernafasan Thorax
2. Hambatan upaya nafas
(mis. Nyeri saat Cidera jaringan lunak/ hilangnya
bernafas, kelemahan kontunitas
otot pernafasan)
3. Deformitas dinding Perdarahan jarinan interstitium,
dada perdarahan intra alveolar, kolaps
4. Deformitas tulang dada arteri, pembuluh darah paru
5. Gangguan meningkat
neuromuscular
6. Gangguan neurologis Reabsorbsi darah oleh pleura tidak
(mis. memadai/ tidak optimal
Elektroensefalogram
(EEG) positif, cedera Kontusio pulmonal
kepala, gangguan
kejang) Ekspansi paru
7. Imaturitas neurologis
8. Penurunan energy Gangguan Ventilaasi
9. Posisi tubuh yang
menghambat ekspansi Pola nafas tidak efektif
paru
10. Sindrom hipoventilasi
11. Kerusakan inervasi
diafragma (kerusakan
saraf C5 ke atas)
12. Cedera pada medulla
spinalis
13. Efek agen farmakologis
Tanda dan Gejala:
1. Penggunaan otot bantu
pernafasa
2. Fase ekspirasi
memanjang
3. Pola nafas abnormal
(mis. Takipnea,
bradipnea,
hiperventilasi)
4. ventilasi semenit
menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi
menurun
7. Tekanan inspirasi
menurun
Penyebab : Trauma tumpul Gangguan pertukaran gas

1. Ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi Thorax
2. Perubahan membran
alveolus-kapiler. Perdarahan jarinan interstitium,
perdarahan intra alveolar, kolaps
Tanda dan Gejala arteri, pembuluh darah paru
meningkat
1. Dispnea.
2. PCO2 meningkat / Reabsorbsi darah oleh pleura tidak
menurun memadai/ tidak optimal
3. PO2 menurun
4. Takikardia Kontusio pulmonal
5. pH arteri
meningkat/menurun. Ekspansi paru
6. Bunyi napas tambahan Gangguan Ventilaasi
7. Pusing
8. Penglihatan kabur Gangguan pertukaran gas
9. Sianosis.
10. Diaforesis
11. Gelisah
12. Napas cuping hidung
13. Pola napas abnormal
(cepat / lambat,
regular/iregular,
dalam/dangkal).
14. Warna kulit abnormal
(mis. pucat, kebiruan)
15. Kesadaran menurun.

D. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan atau hepersekresi jalan nafas (D.0001)
b. Pola nafas tidak efektif  berhubungan dengan hambatan upaya napas
(kelemahan otot pernafasan) (D.0005)
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi (D.0003)
d. Nyeri akut berhubugan dengan agen pencedera fisik (trauma) (D.0077)
E. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA PERENCANAAN
NO
KEPERAWATAN (SDKI) LUARAN KEPERAWATAN (SLKI) INTERVENSI KEPERAWATAN (SIKI)
1 (D.0001) Bersihan Jalan Napas (L.01001) Manajemen Jalan Nafas (I.01011)
Bersihan Jalan Napas Tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Observasi
Efektif diharapkan klien dapat mempertahankan 1. Monitor pola napas ( frekuensi, kedalaman, usaha
Penyebab: jalan napas agar efektif dengan, napas)
3. Fisiologis (misal: spasme Kriteria Hasil: 2.Monitor bunyi napas tambahan
jalan napas, hipersekresi (mis.Gurgling,mengi,wheezing,ronkhi)
1. Batuk efektif menurun
jalan napas, fungsi 3. Monitor sputum (jumlah,warna,aroma)
2. Produksi sputum menurun
neuromuskuler, benda asing Terapeutik
3. Mengi menurun
dalam jalan napas, adanya 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt
4. Wheezing menurun
jalan napas buatan, sekresi dan chin-lift (jaw trust jika dicurigai trauma servikal)
5. Dyspnea menurun
yang bertahan, hiperplasia 2. Posisikan semi-fowler atau fowler
6. Gelisah menurun
dinding jalan napas, proses 3. Berikan minum hangat
7. Frekuensi membaik
infeksi, respon alergi, dan 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
efek agen farmakologis) (12-20 x/menit) 5. Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
4. Situsional (misal: merokok 8. Pola napas membaik 6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
aktif, merokok pasis, dan endotrakeal
terpajan polutan). 7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep
Tanda dan Gejala: McGill
9. Gelisah 8. Berikan oksigen, jika perlu
10. Sianosis Edukasi
11. Bunyi napas menurun 1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
12. Frekuensi napas berubah kontraindikasi
13. Pola napas berubah 2. Ajarkan teknik batuk efektif
14. Batuk tidak efektif Kolaborasi
15. Tidak mampu batuk 1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
16. Mengi, wheezing dan/atau mukolitik, jika perlu
ronkhi kering

2 (D.0005) Pola Napas ( L.01004) Pemantauan respirasi (I.01014)


Pola Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Observasi
Penyebab: diharapkan klien dapat mempertahankan 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan
1. Depresi pusat pernafasan pola nafas agar efektif dengan, upaya napas
2. Hambatan upaya nafas (mis. Kriteria Hasil: 2. Monitor pola napas (seperti bradipnea,
Nyeri saat bernafas, kelemahan 1. Dyspnea menurun takipnea, hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes,
otot pernafasan) 2. Penggunaan otot bantu napas menurun Biot, ataksik0
3. Deformitas dinding dada 3. Pernapasan cuping hidung menurun 3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Deformitas tulang dada 4. Frekuensi napas membaik 4. Monitor adanya produksi sputum
5. Gangguan neuromuscular (12-20 x/menit) 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
6. Gangguan neurologis (mis. 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Elektroensefalogram (EEG) 7. Auskultasi bunyi napas
positif, cedera kepala, gangguan 8. Monitor saturasi oksigen
kejang) 9. Monitor nilai AGD
7. Imaturitas neurologis 10. Monitor hasil x-ray  toraks
8. Penurunan energy Terapeutik
9. obesitas 1. Atur interval waktu pemantauan respirasi
10. Posisi tubuh yang sesuai kondisi pasien
menghambat ekspansi paru 2. Dokumentasikan hasil pemantauan
11. Sindrom hipoventilasi Edukasi
12. Kerusakan inervasi 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
diafragma (kerusakan saraf C5 2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
ke atas)
13. Cedera pada medulla spinalis
14. Efek agen farmakologis
15. Kecemasan
Tanda dan Gejala:
1. Penggunaan otot bantu
pernafasan
2. Fase ekspirasi memanjang
3. Pola nafas abnormal (mis.
Takipnea, bradipnea,
hiperventilasi)
4. ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun

3. D0003 Pertukaran Gas Terapi oksigen (I.01026)


Ganguan Pertukaran Gas Observasi
Penyebab : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, 1. Monitor kecepatan aliran oksigen
1. Ketidakseimbangan ventilasi- diharapkan klien dapat memenuhi dengan, 2. Monitor posisi alat terapi oksigen
perfusi. Kriteria Hasil: 3. Monitor aliran oksigen secara periodic dan
2. Perubahan membran alveolus- pastikan fraksi yang diberikan cukup
1. Dispnea menurun
kapiler. 4. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis.
2. Bunyi napas tambahan menurun
Gejalan dan Tanda Mayor – oksimetri, analisa gas darah ), jika perlu
3. PCO2 membaik
Subjektif :  5. Monitor kemampuan melepaskan oksigen
4. PO2 membaik
1. Dispnea. saat makan
5. pH arteri membaik
Gejalan dan Tanda Mayor – 6. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
6. Takikardia membaik
Objektif : 7. Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen
7. Pola napas membaik
1. PCO2 meningkat / menurun. dan atelektasis
8. Kesadaran membaik
2. PO2 menurun. 8. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi
9. Rasa nyaman meningkat
3. Takikardia. oksigen
10. Warna kulit membaik
4. pH arteri meningkat/menurun. 9. Monitor integritas mukosa hidung akibat
5. Bunyi napas tambahan.
GEJALA dan TANDA pemasangan oksigen
MINOR – Subjektif : Terapeutik
1. Pusing. 1. Bersihkan secret pada mulut, hidung dan
2. Penglihatan kabur. trachea, jika perlu
GEJALA dan TANDA MINOR – 2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
Objektif : 3. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
1. Sianosis. 4. Tetap berikan oksigen saat pasien

2. Diaforesis. ditransportasi

3. Gelisah. 5. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai


dengat tingkat mobilisasi pasien
4. Napas cuping hidung.
Edukasi
5. Pola napas abnormal (cepat /
1. Ajarkan pasien dan keluarga cara
lambat, regular/iregular,
menggunakan oksigen dirumah
dalam/dangkal).
Kolaborasi
6. Warna kulit abnormal (mis.
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
pucat, kebiruan).
2. Kolaborasi penggunaan oksigen saat
7. Kesadaran menurun.
aktivitas dan/atau tidur

4. D.0077 Tingkat Nyeri


Manajemen Nyeri
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan,
Observasi
Penyebab : diharapkan klien memenuhi kriteria hasil:
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
agen pencedera fisiologis 1) Tidak mengeluh nyeri
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
(misal: Inflamasi, 2) Tidak meringis
2. Identifikasi skala nyeri
iskemia,neoplasma), agen 3) Tidak bersikap protektif
3. Identifikasi respons nyeri non verbal
pencedera kimiawi (misal : 4) Tidak gelisah
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
terbakar, bahan kimia iritan), 5) Tidak mengalami kesulitan tidur
memperingan nyeri
agen pencedera fisik (misal : 6) Frekuensi nadi membaik
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
abses, amputasi, terbakar, 7) Tekanan darah membaik
nyeri
trauma) . 8) Melaporkan nyeri terkontrol
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
Tanda dan Gejala : 9) Kemampuan mengenali onset nyeri
nyeri
- Tampak meringis meningkat
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Bersikap protektif 10) Kemampuan mengenali penyebab
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer
- Gelisah nyeri meningkat
yang sudah diberikan
- Frekuensi nadi meningkat 11) Kemampuan menggunakan teknik non-
9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
- Sulit tidur farmakologis
Terapeutik
- Tekanan darah meningkat
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
- Pola napas berubah
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
- Nafsu makan berubah
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
- Proses berpikir terganggu
pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
- Menarik diri
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Berfokus pada diri sendiri
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
- Diaphoresis
nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik
F. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat melaksanakan


rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Berdasarkan terminologi
SIKI, implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan yang merupakan
tindakan khusus yang digunakan untuk melaksanakan intervensi (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018).

Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas perawat.


Sebelum melakukan tindakan, perawat harus mengetahui alasan mengapa tindakan
tersebut dilakukan. Implementasi keperawatan berlangsung dalam tiga tahap. Fase
pertama merupakan fase persiapan yang mencakup pengetahuan tentang validasi
rencana, implementasi rencana, persiapan pasien dan keluarga. Fase kedua merupakan
puncak implementasi keperawatan yang berorientasi pada tujuan. Fase ketiga merupakan
transmisi perawat dan pasien setelah implementasi keperawatan selesai dilakukan
(Asmadi, 2008). Tahap ini akan muncul bila perencanaan diaplikasikan pada pasien.
Tindakan yang dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda denga urutan yang
dibuat pada perencaan sesuai dengan kondisi pasien (Debora, 2012).

Implementasi keperawatan akan sukses sesuai dengan rencana jika perawat


mempunyai kemampuan kognitif, kemampuan hubungan interpersonal, dan
keterampilan dalam melakuka tindakan yang berpusat pada kebutuhan pasien
(Dermawan, 2012).

G. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tahapan terakhir dari proses keperawatan untuk
mengukur respons klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien ke arah
pencapaian tujuan (Potter & Perry, 2010). Evaluasi keperawatan merupakan tindakan
akhir dalam proses keperawatan (Tarwoto & Wartonah, 2015). Evaluasi dapat berupa
evaluasi struktur, proses dan hasil. Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu
menghasilkan umpan balik selama program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif
dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan informasi efektivitas pengambilan
keputusan (Deswani, 2011).
Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP yaitu S
(Subjektif) dimana perawat menemui keluhan pasien yang masih dirasakan
setelahdiakukan tindakan keperawatan, O (Objektif) adalah data yang berdasarkan hasil
pengukuran atau observasi perawat secara langsung pada pasien dan yang dirasakan
pasien setelah tindakan keperawatan, A (Assesment) yaitu interpretasi makna data
subjektif dan objektif untuk menilai sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dalam
rencana keperawatan tercapai. Dapat dikatakan tujuan tercapai apabila pasien mampu
menunjukkan perilaku sesuai kondisi yang ditetapkan pada tujuan, sebagian tercapai
apabila perilaku pasien tidak seluruhnya tercapai sesuai dengan tujuan, sedangkan tidak
tercapai apabila pasien tidak mampu menunjukkan perilaku yang diharapkan sesuai
dengan tujuan, dan yang terakhir adalah planning (P) merupakan rencana tindakan
berdasarkan analisis. Jika tujuan telah dicapai, maka perawat akan menghentikan rencana
dan apabila belum tercapai, perawat akan melakukan modifikasi rencana untuk
melanjutkan rencana keperawatan pasien. Evaluasi ini disebut juga evaluasi proses
(Dinarti, Aryani, Nurhaeni, Chairani, & Utiany., 2013).
Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan masalah yang pasien hadapi yang telah
dibuat pada perencanaan tujuan dan kriteria hasil. Evaluasi penting dilakukan untuk
menilai status kesehatan pasien setelah tindakan keperawatan. Selain untuk menilai
pencapaian tujuan, baik tujuan jangka panjang maupun jangka pendek, dan mendapatkan
informasi yang tepat dan jelas untuk meneruskan, memodifikasi, atau menghentikan
asuhan keperawatan yang diberikan (Deswani, 2011).
DAFTAR PUSTAKA

Aru W, Sudoyo. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
darurat. Padang : Medical book

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international Nursing Diagnoses:


Definitions & classification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell.

Hudak dan Gallo. (2011). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi
Interna Publishing

Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher, L.(2014).Medical surgical Nursing.
Mosby: ELSIVER

Nugroho, T. Putri, B.T, & Kirana, D.P. (2015). Teori asuhan keperawatana gawat - VIII
Jakarta: EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), 
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),  Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),  Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai