Dalam dekade terakhir, kita telah pemrosesan biomassa dan biasanya
melihat kemajuan teknologi pada
kendaraan yang menggunakan Energi Baru
Terbarukan(EBT). Permintaan bahan bakar
nabati terus meningkat seiring
ditemukannya EBT ditambah dengan
menipisnya bahan bakar fosil. Hal itu
membuat EBT mengalami pertumbuhan
pada pasar global dan menyebabkan
ketergantungan karena pemerintah
berusaha untuk mengurangi masalah
perubahan iklim akibat tingginya
permintaan pada bahan bakar kendaraan
dengan mengganti bahan bakar fosil
dengan biofuel.
Apa itu biofuel dan bagaimana cara
membuatnya?
Biofuel adalah bahan bakar cair yang
berasal dari bahan alami seperti pohon,
pertanian, limbah, atau rumput. Contohnya
seperti bioetanol, biodiesel, dan bahan
bakar “hijau” lainnya.
Biofuel diproduksi langsung dari bahan
organik atau biomassa. Penghasil yang
paling umum adalah bahan tanaman dan
kotoran hewan. Dalam hal pertanian,
biofuel dapat diambil dari tanaman,
kehutanan, dan produk sampingan hewan.
Teknologi telah memungkinkan kami
untuk memperluas variasi biofuel untuk
memasukkan padatan, cairan dan gas dari
bahan-bahan seperti kayu, tanaman, dan
limbah. Kami biasanya menggunakan
biofuel sebagai pengganti bahan bakar
fosil seperti minyak bumi, propana, batu
bara, dan gas alam. Biofuel terdiri dari dua
jenis: primer dan sekunder. Biofuel primer
mengacu pada bahan organik yang
terutama digunakan untuk tujuan
pemanasan dan produksi listrik. Ini
termasuk serpihan kayu dan pelet yang
digunakan untuk membuat api dan
biasanya disimpan dalam keadaan
alaminya. Biofuel sekunder mengacu pada
mencakup biofuel cair seperti etanol dan
biodiesel yang biasa digunakan dalam
produksi kendaraan.
Seiring waktu, dengan penemuan listrik
dan kendaraan bermotor, popularitas
penggunaan biofuel menurun seiring
dengan meningkatnya penggunaan bahan
bakar fosil. Banyak kendaraan awal di
Amerika Serikat menggunakan etanol
berbasis jagung; ini telah dihapus selama
Depresi Hebat ketika bensin berbasis
bahan bakar fosil yang lebih murah
tersedia. Selama Perang Dunia II, beberapa
negara, termasuk Jerman, tidak dapat
memperoleh bensin, sehingga mereka
beralih ke biofuel sebagai alternatif.
Inggris datang dengan campuran alkohol
gandum dan bensin sebagai bahan bakar
darurat karena kekurangan. Pada tahun-
tahun pascaperang, dengan kemajuan
teknologi penyulingan minyak, Timur
Tengah menjadi pemasok terbesar minyak
mentah berbasis hidrokarbon murah.
Biofuel kembali muncul pada tahun 1990-
an karena kenaikan harga minyak dan
emisi gas rumah kaca. Meskipun upaya
untuk meningkatkan penggunaan biofuel,
bensin masih lebih banyak digunakan
daripada alkohol nabati.
Dua jenis biofuel yang paling umum
digunakan saat ini adalah etanol dan
biodiesel. Etanol adalah bahan bakar
terbarukan yang terdiri dari bahan tanaman
atau dikenal sebagai biomassa. Ketika
etanol — alkohol — dicampur dengan
bensin, ini memungkinkan kendaraan
bahan bakar fleksibel berjalan dengan
kandungan etanol lebih tinggi daripada
bensin biasa. Di Amerika Serikat sekitar
97% bensin mengandung beberapa
campuran etanol. Proses fermentasi, yang
merupakan proses kimia di mana molekul
glukosa dipecah secara anaerobik, adalah
metode umum yang digunakan untuk
konversi biomassa menjadi etanol.
Jenis biofuel yang kedua adalah ethanol,
yang merupakan bahan bakar cair yang
dihasilkan dari minyak nabati dan lemak
hewani. Ini biasanya digunakan sebagai
pengganti bahan bakar diesel berbasis
minyak bumi. Itu juga dapat dicampur
bersama dengan minyak bumi untuk bahan
bakar mesin. Campuran yang paling umum
digunakan adalah B20 yang terdiri dari
20% biodiesel dan 80% minyak solar.
Argumen umum yang menentang biofuel,
terutama etanol, adalah bahwa biofuel
membutuhkan lebih banyak energi untuk
diproduksi daripada yang dihasilkannya.
Memang, biofuel membutuhkan lebih
banyak energi untuk diproduksi daripada
bahan bakar fosil; Namun, itu sebenarnya
kurang dari energi yang dihasilkannya.
Gagasan bahwa biofuel memiliki
keseimbangan energi bersih negatif agak
ketinggalan zaman, dengan kemajuan di
bidang pertanian (misalnya, tanaman
rekayasa genetika dan pupuk) bersama
dengan teknik konversi yang lebih baik
telah menurunkan energi yang dibutuhkan
untuk menghasilkan satu galon etanol.
Menurut Departemen Energi AS, etanol
yang diproduksi oleh jagung menghasilkan
setidaknya 30% lebih banyak energi
daripada yang digunakan untuk
memproduksinya. Neraca energi bersih ini
jauh lebih tinggi untuk gula dan etanol
berbasis kedelai, seperti yang diproduksi di
Brasil. Demikian pula, biodiesel cenderung
memiliki keseimbangan energi bersih yang
lebih tinggi.
Dengan demikian, kasus terhadap biofuel
terutama bersifat ekonomis, dengan masa
depan biofuel sangat bergantung pada
profitabilitasnya. Itu perlu memenuhi
faktor-faktor seperti stabilitas lingkungan
dan ekonomi serta bagaimana teknologi
memungkinkan produk-produk ini
membuat kemajuan. Sampai sekarang,
produksi biofuel secara alami paling
menguntungkan di daerah tropis yang
langka karena lingkungan karena hasil
biofuel lebih tinggi per acre sementara
biaya input relatif lebih rendah.
Brasil adalah negara berpenghasilan
menengah terkemuka kedua yang
memproduksi dan mengekspor etanol yang
dihasilkan dari tebu dan kedelai.
Mereka menggunakan etanol dan biodiesel
di banyak model mobil dan truk mereka
dan pada satu waktu menyumbang 70%
dari produksi biofuel dunia. Sebaliknya,
Amerika Serikat, yang saat ini merupakan
negara terdepan dalam bahan bakar nabati,
mampu menggantikan 75% minyak impor
pada tahun 2006 dengan bahan bakar
nabati. Biofuel Amerika terutama berbasis
jagung, meskipun intensif untuk
membudidayakan tanaman ini baik dari
segi sumber daya maupun lahan. Masalah
utama dengan mengganti pasokan bahan
bakar global dengan biofuel adalah
membutuhkan sejumlah besar lahan dan
produksi pertanian untuk mempertahankan
sumber daya tersebut. Singkatnya, itu akan
membutuhkan tingkat pertanian dua kali
lipat, yang sulit diprediksi jika ada cukup
lahan yang tersedia untuk budidaya
biomassa.
Meskipun penggunaannya meningkat,
bahan bakar fosil masih lebih murah untuk
diproduksi daripada biofuel, sehingga
perlu dipertanyakan penggunaan biofuel
dari sudut pandang ekonomi. Harga bahan
baku telah meningkat 37% untuk ampas
tebu di Brasil dan 40-50% untuk jagung di
Amerika Serikat selama dekade terakhir.
Dengan kenaikan harga ini, biayanya
bahkan lebih tinggi sekarang daripada
hampir satu dekade lalu. Karena minyak
mentah terjadi secara alami dan
membutuhkan pemurnian minimal untuk
membuat bensin dan solar, maka biaya
produksinya lebih rendah; namun, harga
minyak mentah didorong oleh sejumlah
faktor sosial-politik dan spekulasi biaya.
Dengan demikian, rasio minyak mentah
terhadap bahan baku biofuel tetap agak
konstan, seperti pengurangan biaya biofuel
biasanya bertepatan dengan penurunan
harga minyak mentah.
Namun, karena minyak menjadi lebih
langka dan hanya tersedia di daerah yang
tidak stabil, bahan bakar nabati menjadi
lebih menarik dari sudut pandang
ekonomi. Selain itu, pasar minyak agak
bergejolak dengan gangguan sosial-politik
di Iran atau Venezuela yang
mengakibatkan fluktuasi besar dalam
harga minyak mentah. Fluktuasi harga ini
membuat sulit untuk bergantung pada
minyak untuk terus menjadi sumber bahan
bakar yang berkelanjutan.
Ketidakpastian ini menyebabkan industri
motor beralih ke mobil listrik yang tidak
membutuhkan oli, sehingga menyebabkan
gangguan lebih lanjut terhadap permintaan
oli.
Karena dampak dari pandemi COVID-19
telah melanda banyak industri di Amerika
Serikat, hal itu terbukti menyebabkan efek
negatif pada industri biodiesel juga. Situasi
di mana permintaan bahan bakar jauh lebih
rendah karena rantai pasokan dan
gangguan distribusi serta penurunan
produksi bahan baku telah memberikan
tekanan besar pada industri biodiesel.
Negara-negara Eropa yang menerima
produk bahan bakar mereka dari jagung
juga mengalami penurunan permintaan
minyak jagung yang cukup besar.
Hal ini disebabkan oleh berkurangnya
orang yang makan di luar sebagai akibat
dari pandemi, yang menyebabkan
permintaan minyak jagung yang lebih
rendah dan produksi yang lebih sedikit.
Di negara-negara Kanada seperti Quebec,
di mana industri biofuel menjulang
sebelum pandemi COVID-19, pabrik
biodiesel mereka juga tetap menganggur
pada bulan April. Saat ini, mereka
beroperasi pada kapasitas 50-70% dan
industri biodiesel perlahan mulai pulih.
Ekspor etanol Kanada juga telah dipenuhi
dengan kenaikan harga pada bulan Mei
dan Juni di mana mereka telah
menghasilkan sekitar 17 juta liter alkohol
murni. Dengan permintaan bensin yang
lebih rendah di bulan Mei 2020, yang
tercermin dari permintaan domestik yang
lebih rendah untuk etanol, turun 60% di
bulan Mei. Meski pandemi telah
meningkatkan pasar produk berbasis etanol
seperti hand sanitiser, produk tersebut
kurang menguntungkan dibandingkan
etanol berbasis bahan bakar. Ini karena
pembersih tangan membutuhkan lebih
banyak pekerjaan dan bahan untuk
diproduksi yang pada akhirnya mengarah
pada biaya produksi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan biofuel.
Akibatnya, permintaan etanol yang lebih
rendah telah menciptakan banyak
tantangan ekonomi untuk kemajuan
biofuel di Kanada.
Wilayah lain di dunia yang memimpin
dalam produksi biofuel adalah Amerika
Latin. Biofuel menyumbang transisi ke
energi bersih di Amerika Latin karena
menggunakan kurang dari 8% energi
transportasi dunia tetapi bertanggung
jawab atas 23% permintaan dunia akan
biofuel. Argentina dan Brasil hanyalah dua
contoh pasar dunia terbesar. Selain itu,
kedua setelah Amerika, Brasil memiliki
pangsa transportasi energi terbarukan
terbesar dalam upaya krisis minyak tahun
1973.
Sejak itu, mereka telah mencoba untuk
mempromosikan sumber energi yang lebih
bersih seperti biofuel sebagai alternatif generasi pertama biasanya dibuat dari
bahan bakar fosil. bahan baku yang terbuat dari makanan
seperti jagung dan produk sampingan
Seperti disebutkan sebelumnya, Brasil
hewan. Karena keterbatasan bahan baku
menerima sebagian besar sumber daya
mencakup kuantitas yang dapat
energi biofuel mereka dari industri tebu
diproduksi, kemungkinan besar mereka
karena melimpah di negara mereka. Ini
telah mencapai pangsa pasar ekonomi
bertanggung jawab untuk menciptakan
mereka untuk menjaga harga tetap rendah.
lapangan kerja dan lapangan kerja di
perusahaan mobil dan kendaraan bahan Biofuel generasi kedua biasanya dibuat
bakar fleksibel yang memungkinkan lebih dari bahan baku yang biasanya tidak terdiri
banyak konsumen mengakses variasi dari makanan seperti etanol atau residu
energi baru ini. pertanian. Biaya ini tetap tinggi karena
proses yang panjang dalam penanganan
Demikian pula, ini memberi konsumen
dan produksi. Terakhir, kami memiliki
pilihan untuk memompa etanol atau bensin
biofuel generasi ketiga yang juga dibuat
yang tergantung pada harga dan preferensi
dari bahan baku yang tidak terdiri dari
konsumen. Seperti kebanyakan ekonomi
makanan tetapi ditemukan terutama dalam
global, pandemi COVID-19 juga
produk minyak bumi.
berdampak pada industri biofuel Amerika
Latin. Masalah serupa juga terjadi pada Ini adalah biofuel yang paling menjanjikan
penurunan permintaan bahan bakar yang untuk masa depan karena mereka biasanya
berdampak pada penurunan harga tebu. disebut sebagai biofuel canggih atau
Dampak pandemi ini bisa menimbulkan hidrokarbon hijau. Kami sedang mencari
utang yang besar akibat kalah bersaing untuk menggunakan ganggang sebagai
dengan industri bensin. Meskipun bahan baku dalam waktu dekat.
pertumbuhan penggunaan bahan bakar
Penggunaan biofuel ini sebagai substitusi
nabati tampaknya stagnan, mereka
langsung untuk bensin dan solar dapat
memperkirakan permintaan akan
berarti bahwa akan ada opsi terbarukan
meningkat seiring waktu karena investasi
yang berkembang jauh melampaui
jangka panjang dilakukan dalam upaya
cakupan bahan bakar. Penggunaan rumput
untuk menggantikan harga minyak yang
laut adalah inovasi dalam biofuel yang
rendah.
banyak peneliti harapkan untuk
Tantangan terberat dalam pengembangan dikembangkan dalam waktu dekat.
biofuel untuk beberapa tahun ke depan
Kelp adalah bahan baku yang
adalah biaya bahan baku yang ekonomis.
membutuhkan sumber daya alam minimal
Bahan baku ini yang merupakan bahan
dan merupakan organisme yang tumbuh
mentah yang dibutuhkan untuk memasok
cepat yang berarti memproduksinya tidak
atau mengisi bahan bakar mesin atau
akan menjadi masalah. Para peneliti di
proses industri menyumbang 80 hingga
University of Southern California sedang
90% dari harga bahan bakar akhir untuk
mengembangkan pertumbuhan rumput laut
sebagian besar proses pembuatan bahan
dalam skala yang lebih besar dan mereka
bakar dan penting untuk menjaga
berencana untuk menggunakan pelampung
kelangsungan hidup bahan bakar nabati di
tenaga surya dan struktur tetrahedron
masa depan. Ketika kita mengacu pada
bawah air untuk membawa rumput laut ke
generasi biofuel, biasanya menunjukkan
permukaan laut.
30 tahun antara setiap generasi. Biofuel
Siklus ini akan menghasilkan lebih banyak
biomassa dan akan dipertahankan pada
skala yang lebih besar sehingga suatu saat
mungkin dapat memenuhi kebutuhan
industri bahan bakar di AS dan bersaing
untuk menggantikan industri bahan bakar
fosil.