PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1
bangunan baja, aluminium dan kontruksi mesin. Luasnya penggunaan teknologi
pengelasan dikarenakan dalam proses pembuatan suatu kontruksi bangunan atau
mesin akan menjadi lebih ringan dan lebih sederhana, sehingga biaya produksi
menjadi lebih murah dan lebih efisien (Wijayanto,2012).
Mesin las SMAW menurut arusnya dibedakan menjadi tiga macam yaitu
mesin las arus searah atau Direct Current (DC), mesin las arus bolak-balik atau
Alternating Current (AC) dan mesin las arus ganda yang merupakan mesin las
yang dapat digunakan untuk pengelasan dengan arus searah (DC) dan pengelasan
2
dengan arus bolak-balik (AC). Mesin las arus DC dapat digunakan dengan dua
cara yaitu polaritas lurus dan polaritas terbalik. Mesin las DC polaritas lurus (DC)
digunakan bila titik cair bahan induk tinggi dan kapasitas besar, untuk pemegang
elektrodanya dihubungkan dengan kutub negatif dan logam induk dihubungkan
dengan kutub positif, sedangkan untuk mesin las DC polaritas terbalik (DC+)
digunakan bila titik cair bahan induk rendah dan kapasitas kecil, untuk pemegang
elektrodanya dihubungkan dengan kutup positif dan logam induk dihubugkan
dengan kutub negatif. Tidak semua logam memiliki sifat mampu las yang baik.
Bahan yang mempunyai sifat mampu las yang baik diantaranya adalah baja
karbon rendah. Baja ini dapat dilas dengan las busur elektroda terbungkus, las
busur redam dan las MIG (las logam gas mulia). Baja karbon rendah biasa
digunakan untuk pelat-pelat tipis dan konstruksi umum (Okumura T,
Wiryosumarto H, 2004).
Penyetelan kuat arus pengelasan akan mempengaruhi hasil las. Bila kuat
arus yang digunakan terlalu rendah akan menyebabkan sukarnya penyalaan busur
listrik. Busur listrik yang terjadi menjadi tidak stabil. Panas yang terjadi tidak
cukup untuk melelehkan elektroda dan bahan dasar sehingga hasilnya merupakan
rigi-rigi las yang kecil dan tidak rata serta penembusan kurang dalam. Sebaliknya
bila kuat arus terlalu tinggi maka elektroda akan mencair terlalu cepat dan akan
menghasilkan permukaan las yang lebih lebar dan penembusan yang dalam
sehingga menghasilkan kekuatan tarik yang rendah dan menambah kerapuhan
dari hasil pengelasan (Arifin, 1997).
Kekuatan hasil lasan dipengaruhi oleh tegangan busur, besar busur,
kecepatan pengelasan, besarnya penembusan dan polari las listrik. Penentuan
besarnya kuat arus dalam penyambungan logam menggunakan las busur
mempengaruhi efisiensi pekerjaan dan bahan las. Penentuan besar kuat arus
dalam pengelasan ini mengambil 90 A dan 105 A.
1.2 Rumusan Masalah
3
1. Bagaimana pengaruh kuat arus listrik 90 A dan 105 A terhadap struktur
mikro sambungan butt joint (single v) aluminium paduan 5083 dengan
menggunakan pengelasan SMAW (Shield Metal Arc Welding)?
2. Bagaimana pengaruh kuat arus listrik 90 A dan 105 A terhadap nilai
kekerasan sambungan butt joint (single v) aluminium paduan 5083 dengan
menggunakan pengelasan SMAW (Shield Metal Arc Welding)?
3. Bagaimana pengaruh kuat arus listrik 90 A dan 105 A terhadap nilai
kekuatan tarik sambungan butt joint (single v) aluminium paduan 5083
dengan menggunakan pengelasan SMAW (Shield Metal Arc Welding)?
1.3 Batasan Masalah
4
2. Mengetahui pengaruh kuat arus listrik 90 A dan 105 A terhadap nilai
kekerasan sambungan butt joint (single v) aluminium paduan 5083
dengan menggunakan pengelasan SMAW (Shield Metal Arc Welding)
3. Mengetahui pengaruh kuat arus listrik 90 A dan 105 A terhadap nilai
kekuatan tarik sambungan butt joint (single v) aluminium paduan
5083 dengan menggunakan pengelasan SMAW (Shield Metal Arc
Welding).
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pengelasan
6
melalui sebuah stang yang menjepit elektroda dan di tempelkan ke base metal.
Sebenarnya prinsip ini merupakan pemanfaatan dari kontak dua kutup listrik yaitu
phase (+) dan nol/ground (-) yang menghasilkan percikan api, atau sederhananya
korsleting listrik. Arus yang mengalir ini dinamakan busur (arc) yang dapat
mencairkan logam.Hal tersebut mengakibatkan base metal meleleh dan elektroda
juga meleleh sehingga terjadi percampuran dua buah cairan logam. Berdasarkan
beberapa konsep tersebut, maka muncul sebutan bagi pengelasan menggunakan
electrode ini sebagai pengelasan SMAW (Shield Metal Arc Welding).
Gambar dibawah memperlihatkan bentuk rangkaian pengelasan SMAW.
7
Busur arus dan elektroda di dalam pengelasan SMAW ini membentuk gas
pelindung ketika elektroda terselaput itu mencair, sehingga dalam proses ini tidak
diperlukan tekanan/pressure gas inert untuk menghilangkan pengaruh oksigen
atau udara yang dapat menyebabkan korosi atau gelembung-gelembung di dalam
hasil pengelasan (Sukaini, 2013). Suhu yang tercipta dalam proses pengelasan
mencapai 3000º C pada ampere tertentu, sehingga menghasilkan pencairan dan
penetrasi terhadap base metal. Pengelasan ini masih menjadi favorit untuk pelaku
usaha skala kecil.
Pengelasan SMAW menjadi teknik pengelasan listrik paling dasar yang
harus di kuasai juru las. Berbagai macam jenis elektroda dan cara penyelaan busur
menjadi tolak ukur seorang juru las. Hal tersebut yang mempengaruhi setiap juru
las harus melewati masa adaptasi jika beralih dari satu elektroda ke elektroda lain.
2.2. Aluminium
Aluminium adalah golongan dari jenis logam Non-Ferrous yang memiliki
kelebihan tertentu dibandingkan logam lainnya yang dipergunakan dalam dunia
industri, aluminium merupakan logam ringan, mempunyai ketahanan korosi yang
baik dan hantaran listrik yang baik dan sifat-sifat baik lainya sebagai sifat logam,
selain itu aluminium juga mempunyai sifat mampu bentuk (Wrought alloy)
dimana paduan aluminium ini dapat dikerjakan atau diproses baik dalam
pengerjaan dingin maupun pengerjaan panas (dengan peleburan). Karena sifat-
sifat inilah maka banyak dilakuan penelitian untuk meningkatkan kekuatan
mekaniknya, diantaranya dengan menambahkan unsur-unsur seperti: Cu,Mg, Si,
Mn, Zn, Ni, dan sebagainya, baik dicampur secara satu persatu maupun secara
bersama-sama, bahan-bahan tersebut juga memberikan sifat-sifat baik lainya
seperti ketahanan korosi, ketahanan aus, koefisien pemuaian rendah. Material ini
dipergunakan dalam bidang yang sangat luas, bukan saja untuk peralatan rumah
tangga tetapi juga dipakai untuk keperluan material pesawat terbang, mobil, kapal
laut, kontruksi dan sebagainya (Davis, 1998)
Aluminium murni adalah logam yang lunak, tahan lama, ringan, dan dapat
ditempa dengan penampilan luar bervariasi antara keperakan hingga abu-abu,
8
tergantung kekasaran permukaannya. Kekuatan tarik Aluminium murni adalah 90
MPa, sedangkan aluminium paduan memiliki kekuatan tarik berkisar hingga 600
MPa. Aluminium memiliki berat sekitar satu pertiga baja, mudah ditekuk,
diperlakukan dengan mesin, dicor, ditarik (drawing) dan diekstrusi.
9
lebih katodik, karena dapat mencegah oksidasi aluminium. Adapun sifat-sifat
mekanik dari aluminium adalah sebagai berikut:
a. Kekuatan tarik
Kekuatan tarik adalah besar tegangan yang didapatkan ketika
dilakukan pengujian tarik. Kekuatan tarik ditunjukkan oleh nilai tertinggi
dari tegangan pada kurva tegangan-regangan hasil pengujian, dan biasanya
terjadi ketika terjadinya necking. Kekuatan tarik bukanlah ukuran kekuatan
yang sebenarnya dapat terjadi di lapangan, namun dapat dijadikan sebagai
suatu acuan terhadap kekuatan bahan. Kekuatan tarik pada aluminium murni
pada berbagai perlakuan umumnya sangat rendah, yaitu sekitar 90 MPa,
sehingga untuk penggunaan yang memerlukan kekuatan tarik yang tinggi,
aluminium perlu dipadukan. Dengan dipadukan dengan logam lain,
ditambah dengan berbagai perlakuan termal, aluminium paduan akan
memiliki kekuatan tarik hingga 600 Mpa (Dewa, 2009).
b. Kekerasan
Kekerasan gabungan dari berbagai sifat yang terdapat dalam suatu bahan
yang mencegah terjadinya suatu deformasi terhadap bahan tersebut.
Kekerasan suatu bahan dipengaruhi oleh elastisitas, plastisitas,
viskoelastisitas, kekuatan tarik, ductility dan sebagainya. Kekerasan dapat
diuji dan diukur dengan berbagai metode.Yang paling umum adalah metode
Brinnel, Vickers, dan Rockwell. Kekerasan bahan aluminium murni
sangatlah kecil, yaitu sekitar 20 skala Brinnel, sehingga dengan sedikit gaya
saja dapat mengubah bentuk logam. Untuk kebutuhan aplikasi yang
membutuhkan kekerasan, aluminium perlu dipadukan dengan logam lain
dan/ atau diberi perlakuan termal atau fisik. Aluminium dengan 4,4% Cu
dan diperlakukan quenching, lalu disimpan pada temperatur tinggi dapat
memiliki tingkat kekerasan Brinnel sebesar 160.
c. Ductility (kelenturan)
10
Ductility didefinisikan sebagai sifat mekanis dari suatu bahan untuk
menerangkan seberapa jauh bahan dapat diubah bentuknya secara plastis
tanpa terjadinya retakan.
Seri Jenis
1xxx Al Murni
2xxx Al – Cu
3xxx Al – Mn
4xxx Al –Si
11
5xxx Al – Mg
6xxx Al – Mg –Si
7xxx Al – Zn
Sebagai contoh paduan Al-Cu dinyatakan dengan angka 2xxx atau 2000,
angka pada tempat kedua menyatakan modifikasi paduan. Jika angka kedua dalam
penandaan ini menunjukan nol, hal ini menyatakan paduan yang orisinil. Urutan
angka 1 sampai 9 digunakan untuk menunjukan modifikasi dari paduan orisinil,
untuk paduan percobaan diberi penandaan awalan X. Dalam paduan Al perubahan
yang berarti dari material disebabkan perlakuan panas, seperti 7075-T6.
Berdasarkan unsur-unsur paduan yang dikandungnya, aluminium dibagi menjadi
tujuh jenis, yaitu:
12
dingin dalam proses pembuatannya. Bila dibandingkan dengan jenis Al-
murni paduan ini mempunyai sifat yang sama dalam hal daya tahan korosi,
mampu potong dan sifat mampu lasnya.
13
2.2.4 Aluminium 5083
Paduan aluminium 5083 merupakan paduan aluminium yang cocok untuk
temperatur kerja yang sangat rendah (cryogenic) sampai pada desain temperatur -
165o C (-265o F) karena jenis paduan ini tidak menunjukkan fenomena transisi
ulet-getas. Memiliki lapisan pasif Al2O3 yang titik leburnya sampai 2200 o C.
Paduan ini juga umum digunakan untuk perancangan bahan bodi kapal, peralatan
dan kendaraan bawah laut, dll. Maka dari itu, aluminium seri 5 ini biasa disebut
sebagai marine used. Aluminium 5083 juga merupakan material yang tidak dapat
berubah kekuatan mekaniknya dengan perlakuan panas atau disebut dengan non
heat treatable (George, 2003).
Table 2.2 Tabel penggolongan dari aluminium 5083 tipe non - heat treatable sesuai dengan
penggunaanya (sumber : Welding Handbook Eight Edition).
14
pertama(Xxxx) menunjukan jenis paduan alumunium berkaitan dengan kemurnian
aluminium atau jenis unsur paduan utama. Digit kedua (xXxx) menunjukan
modifikasi dari paduan orisinil . Digit 0 untuk paduan orosinil dan digit 1 sampai
9 untuk modifikasi. Digit ketiga dan keempat (xxXX) merupakan identitas
campuran khusus paduan utama. Pada paduan 5183, angka 5 menunjukan jenis
paduannya adalah magnesium, angka 1 merupakan modifikasi pertama dari 5083,
dan angka 83 merupakan identifikasi pada 5083 (Anderson, Tony, 2008).
Si max 0.4
Fe max 0.4
Cu max 0.1
Mn 0.4 - 1.0
Mg 4.0 - 4.9
Cr 0.05 - 0.25
Zn max 0.25
Ti max 0.15
Al remainder
15
Strength (MPa) (Mpa) Vickers (kg/m3 (Gpa)
Aluminium
5083 317 228 96 2660 71
Table 2.4 Spesifikasi dan material properties Alumunium 5083 (http://asm.matweb.com)
16
Kekerasan (hardness) adalah salah satu sifat mekanik (mechanical
properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui
khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mengalami pergesekan
(frictional force) dan deformasi plastis. Deformasi plastis sendiri suatu keadaan
dari suatu material ketika material tersebut diberikan gaya maka struktur mikro
dari material tersebut sudah tidak bias kembali ke bentuk asal. Dengan kata lain
material tersebut tidak dapat kembali ke bentuk semula. Lebih ringkasnya
kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban
identasi atau penetrasi (penekanan). [http://www.alatuji.com]
17
Gambar 2.3 Bentuk Indentor Vickers [ http://www.qualitydigest.com]
Dimana,
18
Pada bagian tengah dari batang uji (pada bagian yang paralel) merupakan bagian
yang menerima tegangan yang uniform dan pada bagian ini diukurkan “panjang
uji” (gauge length), yaitu bagian yang dianggap menerima pengaruh dari
pembebanan, bagian ini yang selalu diukur panjangnya selama proses pengujian.
Dengan kata lain uji tarik adalah tes di mana sampel dipersiapkan ditarik sampai
benda uji patah. Sampel uji tarik dalam pengelasan dapat mengungkapkan
kekuatan tarik lasan, batas elastis, titik luluh, dan daktilitas.
Tujuan pengujian tarik adalah untuk mengetahui sifat mekanis dari suatu
material terhadap tarikan dimana sifat mekanis tersebut antara lain meliputi batas
lumer, kekuatan tarik, kekenyalan, pertambahan panjang dan pengecil luas
penampang.
Dalam pengujian tarik banyak hal yang dapat diambil untuk dipelajari. Pada
saat material uji menerima beban sebesar P kg maka material uji akan mengalami
pertambahan panjang sebesar ∆ Lmm. Pada saat itu juga pada material uji bekerja:
P
- Tegangan Sebesar : σ= [kg/mm2]
Ao
❑
∆ L ( L−Lo)❑
- Regangan Sebesar : ε= = [%]
Lo Lo
19
Di mana :
2
: Besarnya tegangan (N/ mm )
F max : Beban atau gaya yang diberikan (Newton)
2
A0 : Luas mula-mula dari penampang batang uji (mm )
: Regangan (%)
E : Elastisitas (Mpa)
Untuk semua logam pada tahap awal dari uji tarik, hubungan antara beban
atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan
tersebut. Ini disebut daerah linear atau linear zone. Di daerah ini kurva
pertambahan panjang mengikuti aturan Hooke.
20
2.6 Jenis Elektroda Pengelasan
Jenis elektroda yang digunakan sesuai standar menurut Larry Jeffus dalam
bukunya welding: principles and application penggunaan material aluminium
5083 dalam pengelasan SMAW menggunakan elektroda E 5356, E 5183, E 5556.
21
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Diagram Alir Penelitian
22
MULAI
IDENTIFIKASI MASALAH
PROSES PENGELASAN
(PENGELASAN SMAW DENGAN ELECTRODA E 5356 diameter 3,2 mm)
HASIL PENGUJIAN
KESIMPULAN
SELESAI
23
3.2 Prosedur Penelitian
P = 300 mm
t = 10 mm
L = 150 mm
24
1. Membentuk spesimen sesuai dengan ukuran coupon test dengan
gergaji mesin dengan ukurun 150 mm x 300 mm x 10 mm.
o
2. Membuat sudut bevel 30 pada coupon test, dengan gap 2 mm dengan
menggunakan mesin skrap.
25
Gambar 3.3 pembersihan permukaan aluminium dengan thinner dan gerinda
Elektrode Supply
Penggunaan kuat arus 105 A pada test piece 1 dan 90 A pada test
piece 2
Material (aluminium seri 5083)
26
Sarung tangan
Helm dan topeng las dengan kaca pelindung
Pakaian las
Safety shoes
Palu dan penjepit
27
Penggaris / mistar
Sikat baja
Spidol penanda
Welding gauge
Kamera
Lightmeter
Cahaya putih (dengan intensitas minimal 1000 lux).
1. Plat yang sudah dilas harus dibersihkan dulu dari sisa – sisa spatter,
debu, oli dll untuk memudahkan pemeriksaan cacat yang
sesungguhnya.
2. Mempersiapkan sumber cahaya yang cukup terang agar dapat
menganalisa dengan baik cacat sesungguhnya atau bukan.
3. Intensitas cahaya harus benar – benar mencapai minimal 1000 lux atau
100 fc untuk jarak sumber cahaya dan benda uji minimal sejauh–
jauhnya 30 cm.
4. Untuk meyakinkan bahwa cahaya telah mencapai intensitas 1000 lux
maka cahaya harus diukur dengan lightmeter dan harus terkalibrasi
untuk pengukurnya tersebut.
5. Apabila cacat ditemukan dapat ditandai dengan spidol khusus atau
kapur untuk dilakukan pembenahan supaya cacat visual tidak
membuat masalah pada pengujian berikutnya.
3.5 Pengujian Mikro
Pengujian makro adalah untuk memeriksa permukaan yang terdapat celah-
celah, lubang-lubang pada struktur logam yang sifatnya rapuh, bentuk-bentuk
28
patahan benda uji bekas pengujian mekanis yang selanjutnya dibandingkan
dengan beberapa logam menurut bentuk dan strukturnya antara satu dengan yang
lain menurut kebutuhannya.
29
Gambar 3.6 Proses persiapan material dan peralatan uji metalografi
30
5. Jangka sorong.
6. Tabel pengamatan dan alat tulis.
Gambar 3.7 Proses persiapan material dan peralatan uji kekerasan Vickers
Setelah alat – alat yang dbutuhkan telah tersedia maka langkah – langkah yang
dijalankan selanjutnya yaitu :
31
3. Pada mesin uji hardness, karena terdapat 2 metode pengujian yaitu
Brinell dan Vickers maka tuas harus dirubah ke bagian Vickers
dengan cara menarik tuas beban bersamaan dengan memindah tuas
jenis pengujian kekerasan ke mode Vickers.
4. Setelah semua siap maka, benda uji ditempelkan ke identor sebagai
tahap initial force ke permukaan.
5. Setelah itu, beban diset pada range 10 kgf – 30 kgf untuk pengujian
Vickers ini. Kemudian tuas beban dilepas menandakan proses
identasi sedang berlangsung.
6. Stopwatch dinyalakan, sampai 10 detik – 30 detik maka tuas ditahan
untuk dipindah ke daerah selanjutnya yang akan diidentasi.
7. Daerah – daerah yang perlu dilakukan proses identasi antara lain
yaitu logam induk, HAZ, dan logam lasan.
8. Setelah identasi semua selesai dilakukan maka pengamatan untuk
ukuran bekas identasi diukur dan dimasukkan ke dalam rumus
perhitungan kekerasan Vickers yaitu :
32
75 mm
10 mm
20 mm
150 mm
Gambar 3.8 Bentuk standar material yang akan diuji tarik.
Dengan kata lain uji tarik adalah tes di mana sampel dipersiapkan ditarik
sampai benda uji patah. Sampel uji tarik dalam pengelasan dapat mengungkapkan
kekuatan tarik lasan, batas elastis, titik luluh, dan daktilitas. Batas elastis logam
adalah batas tegangan (beban) yang menahan dan masih kembali ke panjang
aslinya setelah beban dilepaskan. Kekuatan tarik lasan terjadi saat benda uji tidak
kembali ke panjang aslinya. Daktilitas adalah kemampuan logam untuk
meregangkan atau memanjang sebelum rusak.
33
BAB 4
ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN
34
Gambar 4.2 Plat aluminium seri 5083 dengan kampuh V sebelum dilakukan pengelasasan
Gambar 4.3 Hasil pengelasan plat aluminium seri 5083 dengan menggunakan metode SMAW
Test
Piec Proces Amper
e s Filler Metal e Volt Travel Speed Heat Input
class diameter
1 SMAW E 5356 3,2 mm 105 A 20 V 20 mm/min 6.3 kj/mm
2 SMAW E 5356 3,2 mm 90 A 20 V 24 mm/min 4.5 kj/mm
Tabel 4.1 Hasil record proses pengelasan menggunakan metode SMAW
Dari variasi kuat arus dalam proses pengelasan yang telah dilakukan, dapat
diperoleh data untuk masing-masing spesimen yang berupa proses pengelasan dan
35
hasil pengelasan. Untuk diambil data pertama kali yaitu uji visual. Setelah itu di
adakan pengujian diantaranya, uji struktur mikro, uji kekerasan, dan uji kekuatan
tarik. Dari data-data hasil pengujian kemudian dianalisa dan diambil kesimpulan.
Hasil pengujian visual dari masing-masing metode pengelasan pada test piece 1
dan 2 menghasilkan kondisi permukaan yang baik dan menurut dari standar
kriteria penerimaan pada AWS D1.2 semua hasil uji visual adalah accepted.
Dari hasil visual tersebut maka diukur ketinggian dari masing – masing mahkota
las maupun akar lasnya dengan menggunakan welding gauge yang digambarkan
pada gambar dibawah ini:
Gambar 4.5 Hasil pengukuran pada mahkota dan akar las dengan welding gauge.
36
4.2.2 Analisa Uji Visual
Dari hasil permukaan plat aluminium 5083 pada test piece 1 dan test piece
2 dapat dilihat semua bagian increment per increment tidak ada cacat visual yang
cukup berarti. Hasil manik las yang dihasilkan juga sangat baik sesuai dengan
ayunan saat proses pengelasan dilakukan. Serta pengukuran ketinggian
menunjukan untuk mahkota las setinggi 2 mm dan akar las setinggi 3 mm.
Sehingga sesuai dengan standar kriteria penerimaan uji visual menurut standar
AWS D1.2 untuk plat aluminium dinyatakan diterima atau accepted.
(Fe,Mn)₃SiAl₁₂
37
Mg2Si
Mg2Si
(Fe,Mn)₃SiA
l₁₂
38
Mg2Si
Mg2Si
39
halus pada base metal ini dapat menyebabkan kekerasan
Struktur mikro daerah HAZ pada test piece 1 seperti pada Gambar 4.7
menunjukkan terjadinya pertumbuhan butir pada saat pengelasan. Butir-butir
pada daerah HAZ mengalami pengasaran dan berbentuk poligonal. Munculnya
partikel halus pada daerah ini merupakan presipitat (Mg2Si), sedangkan struktur
mikro daerah HAZ pada test piece 2 seperti pada Gambar 4.10 juga
menunjukkan terjadinya pertumbuhan butir pada saat pengelasan. Butir-butir
pada daerah HAZ mengalami pengasaran dan berbentuk poligonal. Munculnya
partikel halus pada daerah ini merupakan presipitat (Mg 2Si), tetapi jumlah butir
halus yang mengalami pengasaran dan berbentuk poliganol lebih sedikit
daripada test piece 1.
Struktur mikro daerah weld metal seperti pada Gambar 4.8 dan Gambar
4.11 secara umum berbentuk dendrit dengan warna gelap yang menunjukkan fasa
silikon-magnesium (Mg2Si) dan atau silikon (Si), sedangkan warna terang
merupakan fasa α aluminium seperti telah disampaikan oleh Chakrabarti dan
Laughlin (2004). Dari analisa struktur mikro diketahui bahwa kenaikan kuat arus
pengelasan dari 90 A ke 105 A diikuti dengan bertambahnya jumlah dendrit yang
terbentuk, hal ini menyebabkan spesimen paling keras di dalam daerah weld metal
dan lebih jelas struktur (Mg2Si) nya, sehingga dapat dipastikan bahwa nilai
kekerasan juga meningkat.
40
4.4 Pengujian Kekerasan
Pengujian kekerasan (hardness) pada penelitian ini menggunakan jenis
Vickers Hardness. Pada pengujian kekerasan bertujuan untuk mengetahui
kemampuan benda dalam menerima pembebanan atau identasi dengan beban dan
waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Untuk pengujian kekerasan pada
spesimen ini direncanakan pada tabel di bawah ini :
HAZ Time = 10 s
Equiation = 1,854
VHN = (1,854)p/d²
Test piece 1
Objek koefisien p d¹ VHN¹
Base Metal 1.854 10 0.4656 85.53
HAZ 1.854 10 0.4518 90.84
Weld Metal 1.854 10 0.4405 95.55
Tabel 4.2 Hasil record dari uji kekerasan Test piece 1.
Test piece 2
Objek koefisien p d² VHN²
Base Metal 1.854 10 0.4692 84.2
HAZ 1.854 10 0.4727 85.97
Weld Metal 1.854 10 0.4579 88.43
Tabel 4.3 Hasil record dari uji kekerasan Test piece 2
41
Kuat Arus Kuat Arus
Objek 105 A 90 A
Base Metal 85.53 84.2
HAZ 90.84 85.97
Weld Metal 95.55 88.43
Tabel 4.3 Hasil record variasi arus terhadap nilai kekerasan
42
4.5 Pengujian Tarik (Tensile Test)
Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan
suatu bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang berlawanan arah.
Hasil yang didapatkan dari pengujian tarik sangat penting untuk rekayasa teknik
dan desain produk karena mengahsilkan data kekuatan material. Pengujian uji
tarik digunakan untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis
yang diberikan secara lambat. Sifat mekanis logam yang dapat diketahui setelah
proses pengujian ini seperti kekuatan tarik, keuletan dan ketangguhan. Pengujian
tarik sangat dibutuhkan untuk menentukan desain suatu produk karena
menghasilkan data kekuatan material. Pengujian tarik banyak dilakukan untuk
melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data
pendukung bagi spesifikasi bahan. Karena dengan pengujian tarik dapat diukur
ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang diberikan secara perlahan.
43
Gambar 4.14 material dan alat pengujian untuk uji tarik.
F
Thick(T Width( Yield Ultimt F Ultim
Code ) W) CSA strength strength Yield t
Materi
al mm mm mm² Mpa Mpa KN KN
Test 267.9
piece 1 10.62 25.23 4 179.15 210.87 48 56.5
Test 262.6
piece 2 10.37 25.33 7 156.09 177.03 41 46.5
Tabel 4.4 Hasil record dari uji tarik.
44
Ultimate strength 210.87 Mpa 177.03 Mpa
Tabel 4.5 Hasil record variasi arus terhadap nilai kekuatan tarik dan kekuatan luluh
Gambar 4.16 Perbandingan grafik variasi arus terhadap nilai kekuatan tarik dan luluh
Gambar 4.17 Perbandingan grafik variasi arus terhadap nilai beban yang diberikan
4.5.2 Analisa Uji Tarik.
Sifat material aluminium 5083 ini ulet dikarenakan mempunyai daerah
deformasi plastis yang luas disertai penyerapan energi yang besar. Patah ulet
ditandai dengan adanya deformasi platis yang luas di sekitar retakan. Proses
pemanjangan retak ini terjadi cukup lama dan bisa dikatakan stabil. Hal ini
menandakan bahwa material melakukan perlawanan terhadap pemanjangan
retakan kecuali apabila tegangan yang terjadi diperbesar. Dilihat dari gambar
Gambar 4.15 Hasil material yang telah dilakukan uji tarik pada test piece 1 dan
45
test piece 2 material aluminium 5083 terjadi patahan pada weld metal, dan
mengalami patah ulet dikarenakan terlihat deformasi plastis yang kasar pada
permukaannya. penyebaran retakan patah ulet material adalah stabil asalkan
tegangan yang terjadi sama dan tidak berubah.
Dan dari data hasil penelitian sesuai Tabel 4.4 Hasil record dari uji tarik
menunjukkan pada test piece 1 dengan menggunakan kuat arus 105 A dan voltage
20 metode pengelasan SMAW menunjukkan nilai heat input 6.3 kj/mm, nilai
yield strength (titik kekuatan luluh) sebesar 179.15 Mpa dengan nilai beban yang
diberikan sebesar 48 KN, dan nilai ultimate strength (titik kekuatan tarik) sebesar
210.87 Mpa dengan nilai beban yang diberikan sebesar 56.5 KN. Dan pada test
piece 2 dengan menggunakan kuat arus 90 A dan voltage 20 metode pengelasan
SMAW menunjukkan nilai heat input 4.5 kj/mm, nilai yield strength (titik
kekuatan luluh) sebesar 156.09 Mpa dengan nilai beban yang diberikan sebesar
41 KN, dan nilai ultimate strength (titik kekuatan tarik) sebesar 177.03 Mpa
dengan nilai beban yang diberikan sebesar 46.5 KN. Melihat perbedaan nilai yield
strength (titik kekuatan luluh) dan nilai ultimate strength (titik kekuatan tarik)
material aluminium 5083 metode pengelasan SMAW pada test piece 1 dan test
piece 2 dapat menjelaskan bahwa perbedaan arus dalam metode pengelasan
SMAW dan penggunaan kuat arus yang tepat dapat meningkatkan kekuatan tarik
pada pengelasan aluminum 5083.
Pada hal ini variasi kuat arus pengelasan sangat berpengaruh pada struktur
mikro, nilai kekerasan dan nilai kekuatan tarik aluminium 5083. Dimulai dari
rapuh, yakni pada kuat arus yang sangat rendah. Pada tahap ini, akibat kuat arus
yang sangat rendah mengakibatkan ukuran butir mengecil sehingga jarak antar
butir semakin jauh, ikatan melemah, dan rapuh (Raharjo, Samsudi & Rubijanto
J.P, 2012). Dengan demikian material amat mudah patah, sehingga energi yang
dibutuhkan untuk menarik dan mematahkannya sangat kecil pula. Selanjutnya
dengan bertambahnya kuat arus pengelasan, maka ukuran butir makin membesar
sehingga jaraknya semakin dekat dan ikatannya menguat serta kekuatan tarik dan
ketangguhannya meningkat, namun masih getas (Raharjo, Samsudi & Rubijanto
46
J.P, 2012). Dengan demikian kekerasan dan kekuatan tarikya meningkat.
Kemudian apabila temperatur makin meningkat, hingga material mencapai
keuletan sampai pada temperatur maksimalnya, energi yang dibutuhkan untuk
menarik dan mematahkannya akan bertambah pula sampai nilai maksimum.
Selanjutnya jika lewat dari titik ini, maka energi akan menurun karena adanya
deformasi (Suherman, 1987).
47
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
48
aluminum 5083, sehingga dalam penelitian ini penggunaan kuat arus 105
A dan 20 V lebih baik nilai yield strength (titik kekuatan luluh) dan nilai
ultimate strength (titik kekuatan tarik), dengan nilai yield strength (titik
kekuatan luluh) sebesar 179.15 Mpa dengan nilai beban yang diberikan
sebesar 48 KN, dan nilai ultimate strength (titik kekuatan tarik) sebesar
210.87 Mpa dengan nilai beban yang diberikan sebesar 56.5 KN.
5.2 Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti mempunyai saran yang perlu
dilakukan untuk penelitian kedepannya antara lain :
49
DAFTAR PUSTAKA
Anam, Muhammad Syaiful. 2009. “Analisa Perilaku Tegangan Sisa Dan Sudut
Distorsi Pada Sambungan Fillet Dengan Variasi Tebal Pelat
Menggunakan Metode Elemen Hingga”. Surabaya : Institut
Teknologi Sepuluh Nopember
Anderson, Tony. 2008. “Understanding The Aluminum Alloys”. ESAB
Group, Michigan : USA.
Anonymous http://asm.matweb.com , diunduh 14 Juli 2020 pukul 12:30 wib
Anonymous http://www.alatuji.com, diunduh 14 Juli 2020 pukul 13:30 wib
Anonymous hhtp://www.teknikmesin.org, diunduh 14 Juli 2020 pukul 13:30 wib
Anonymous http://www.infometrik.com, diunduh 20 Juli 2020 pukul 21:00 wib
Arifin, S. 1997. Las Listrik dan Otogen. Jakarta: Ghalia Indonesia
ASME section II. 2001. “Materials”. New York : The American Society of
Mechanical Engineers New York.
ASME section IX. 2001. “Qualification Standard For Welding And Brazing
Procedures, Welders, Brazers, And Welding And Brazing
Operators”. New York : The American Society of Mechanical
Engineers New York.
Annual book of standards ASTM 3 Standard Guide for Preparation of
Metallographic Specimens, West Conshohocken, PA : United States.
Annual book of standards ASTM 8 Standard Test Methods for Tension Testing
of Metallic Materials, West Conshohocken, PA : United States.
Annual book of standards ASTM 92 Standard Test Methods for Vickers
Hardness and Knoop Hardness of Metallic Materials, West
Conshohocken, PA : United States.
BKI Vol VI rules of welding sec III, 2019
Davis,J.R.,1998,“Aluminium and Aluminium Alloys”, 4 ed., ASM International,
United States of Amarica.
50
Fahmi Pamungkas,2016 skripsi Analisa Perbandingan Hasil Pengelasan
Menggunakan Metode SMAW Dan Metode GMAW Terhadap
Ketahanan Bending Pada Sambungan Aluminium Seri 5083
Handbook AWS D1.2, Structural Welding Code Aluminum., 1997
Larry Jeffus Welding: Principles and Applications 5th Edition
Muku I.Dewa.M.K,2009. Kekuatan Sambungan Las Aluminium Seri 1100
dengan Variasi Kuat Arus Listrik Pada Proses Las Metal Inert
Gas (MIG). Jurnal Ilmiah Teknik Mesin, Universitas Udayana. Vol.3
(1): 11-17.
Okumura T, Wiryosumarto H. 2004 “Teknologi Pengelasan Logam = Welding
Engineering”.Jakarta : Pradnya Paramita.
Raharjo, Samsudi & Rubijanto J.P. 2012. “Variasi Arus Listrik Terhadap Sifat
Mekanis Sambungan Las Shielding Metal Arc Welding (SMAW)”
Jurnal FT UMS, 1412-9612.
Riswan Dwi Djatmiko, MPD pada Modul Teori Pengelasan Logam : 2008
Siswanto. 2011. Konsep Dasar Teknik Las (Teori dan Praktik). Jakarta : P.T.
Prestasi Pustakarya.
Sonawan, Hery, Suratman R. 2003 “Pengelasan Logam”. Bandung.
Suherman. 1987. Ilmu Logam I. Institut Teknologi Sepuluh November :
Surabaya.
Sukaini.2005, Teknik Las Busur Listrik Manual/SMAW. PPPTK VED Malang
Surdia, T., Shinroku, S., 2005, Pengetahuan Bahan Teknik, PT. Pradnya
Paramita, Jakarta.
Totten E, George. (2003), “Handbook of Aluminium Volume 1, Physical
Metallurgy and Processes”. Marcell Dexter. Inc., New York.,
USA.170.
Wijayanto, Dian.Pengantar Manajemen. Jakarta: GramediaPustakaUtama.
2012.
Volume 2 of the American Welding Society’s Welding Handbook, 8th edition
51