Anda di halaman 1dari 51

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Aluminium tipe 5083 merupakan jenis aluminium yang biasa digunakan


dalam dunia industri karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan material
baja. Dalam industri perkapalan, aluminium type 5803 sangat diminati karena
memiliki ketahanan terhadap korosi sehingga umumnya digunakan untuk struktur
kapal, lambung kapal, water storage dan fuel storage. Jika dilihat dalam segi
konstruksi kapal, lambung kapal merupakan area yang pertama kali bersentuhan
dengan air laut sehingga dibutuhkan material dengan ketahanan korosi yang baik
untuk mengurangi sifat korosif yang disebabkan oleh kandungan ion klorida,
oksigen, kecepatan aliran dan temperatur pada air laut.

Pengelasan pada baja sudah pasti berbeda dengan proses pengelasan


aluminium. Jika dibandingkan dengan baja, sifat aluminium lebih lunak akan
tetapi mempunyai massa yang lebih ringan. Salah satunya adalah jenis seri 5083.
Pada seri ini, unsur aluminuim akan dipadukan dengan unsur Mg (magnesium)
(ASME section IX, 2001). Salah satu kelebihan seri ini adalah pada waktu
pengelasan lebih mudah karena bersifat non - heat treatable alloys. paduan seri
5083 adalah jenis yang banyak digunakan dalam dunia industri, karena
mempunyai sifat mekanik (mechanical properties) dan kemampuan mampu las
(weldability) yang baik. Penggunaan yang paling banyak adalah untuk konstruksi
perkapalan dan bejana tekan (pressure vessel) (Sonawan, dkk. 2003). Sedangkan
untuk aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari adalah untuk bahan pembuatan
badan truk dan kereta api, bangunan, kendaraan tempur, bodi kapal dan boat,
tangki bahan-bahan kimia, pressure vessels serta tangki cryogenic (Anderson.
2008).

Pengelasan adalah proses penyambungan setempat antara dua bagian logam


atau lebih dengan memanfaatkan energi panas. Pengelasan merupakan teknik
penyambungan logam yang dipergunakan secara luas, seperti pada kontruksi

1
bangunan baja, aluminium dan kontruksi mesin. Luasnya penggunaan teknologi
pengelasan dikarenakan dalam proses pembuatan suatu kontruksi bangunan atau
mesin akan menjadi lebih ringan dan lebih sederhana, sehingga biaya produksi
menjadi lebih murah dan lebih efisien (Wijayanto,2012).

Pada umumnya pengelasan aluminium menggunakan proses fusion welding


seperti MIG (Metal Inert Gas) maupun TIG, namun pada kedua metode tersebut
terdapat kemungkinan terbentuknya cacat berupa porositas, retak (crack) dan
rawan terjadi deformasi selama proses pendinginan dan pembentukan logam las.
Selain itu terdapat juga kekurangan pada proses TIG dan MIG, yaitu terdapat asap
yang berbahaya bagi kesehatan. Sehingga untuk mengatasi kekurangan proses
TIG dan MIG pada pengelasan aluminium, digunakan alternatif lain yaitu dengan
metode SMAW (Shield Metal Arc Welding). Seiring dengan sifat- sifat aluminium
yang mudah bereaksi maka perlu dilakukan penelitian-penelitian agar proses
penyambungan paduan aluminium menjadi lebih mudah dan memiliki kekuatan
yang optimal.

Salah satu proses penyambungan paduan aluminium dilakukan dengan cara


pengelasan SMAW (Shield Metal Arc Welding). Proses pengelasan SMAW
(Shield Metal Arc Welding) adalah proses pengelasan di mana panas dihasilkan
dari busur nyala listrik antara ujung elektroda dengan logam yang dilas. Las
SMAW merupakan pengelasan yang dilakukan dengan jalan mengubah arus
listrik menjadi panas untuk melelehkan atau mencairkan permukaan benda yang
akan disambung dengan membangkitkan busur nyala listrik melalui sebuah
elektroda. Busur nyala listrik diakibatkan perbedaan tegangan listrik antara kedua
kutub, yaitu benda kerja dan elektroda. Perbedaan tegangan ini disebut dengan
tegangan busur nyala. Besarnya tegangan busur nyala ini antara 20 volt sampai 40
volt (Siswanto,2011)

Mesin las SMAW menurut arusnya dibedakan menjadi tiga macam yaitu
mesin las arus searah atau Direct Current (DC), mesin las arus bolak-balik atau
Alternating Current (AC) dan mesin las arus ganda yang merupakan mesin las
yang dapat digunakan untuk pengelasan dengan arus searah (DC) dan pengelasan

2
dengan arus bolak-balik (AC). Mesin las arus DC dapat digunakan dengan dua
cara yaitu polaritas lurus dan polaritas terbalik. Mesin las DC polaritas lurus (DC)
digunakan bila titik cair bahan induk tinggi dan kapasitas besar, untuk pemegang
elektrodanya dihubungkan dengan kutub negatif dan logam induk dihubungkan
dengan kutub positif, sedangkan untuk mesin las DC polaritas terbalik (DC+)
digunakan bila titik cair bahan induk rendah dan kapasitas kecil, untuk pemegang
elektrodanya dihubungkan dengan kutup positif dan logam induk dihubugkan
dengan kutub negatif. Tidak semua logam memiliki sifat mampu las yang baik.
Bahan yang mempunyai sifat mampu las yang baik diantaranya adalah baja
karbon rendah. Baja ini dapat dilas dengan las busur elektroda terbungkus, las
busur redam dan las MIG (las logam gas mulia). Baja karbon rendah biasa
digunakan untuk pelat-pelat tipis dan konstruksi umum (Okumura T,
Wiryosumarto H, 2004).

Penyetelan kuat arus pengelasan akan mempengaruhi hasil las. Bila kuat
arus yang digunakan terlalu rendah akan menyebabkan sukarnya penyalaan busur
listrik. Busur listrik yang terjadi menjadi tidak stabil. Panas yang terjadi tidak
cukup untuk melelehkan elektroda dan bahan dasar sehingga hasilnya merupakan
rigi-rigi las yang kecil dan tidak rata serta penembusan kurang dalam. Sebaliknya
bila kuat arus terlalu tinggi maka elektroda akan mencair terlalu cepat dan akan
menghasilkan permukaan las yang lebih lebar dan penembusan yang dalam
sehingga menghasilkan kekuatan tarik yang rendah dan menambah kerapuhan
dari hasil pengelasan (Arifin, 1997).
Kekuatan hasil lasan dipengaruhi oleh tegangan busur, besar busur,
kecepatan pengelasan, besarnya penembusan dan polari las listrik. Penentuan
besarnya kuat arus dalam penyambungan logam menggunakan las busur
mempengaruhi efisiensi pekerjaan dan bahan las. Penentuan besar kuat arus
dalam pengelasan ini mengambil 90 A dan 105 A.
1.2 Rumusan Masalah

Pada studi eksperimen ini akan dilakukan penelitian:

3
1. Bagaimana pengaruh kuat arus listrik 90 A dan 105 A terhadap struktur
mikro sambungan butt joint (single v) aluminium paduan 5083 dengan
menggunakan pengelasan SMAW (Shield Metal Arc Welding)?
2. Bagaimana pengaruh kuat arus listrik 90 A dan 105 A terhadap nilai
kekerasan sambungan butt joint (single v) aluminium paduan 5083 dengan
menggunakan pengelasan SMAW (Shield Metal Arc Welding)?
3. Bagaimana pengaruh kuat arus listrik 90 A dan 105 A terhadap nilai
kekuatan tarik sambungan butt joint (single v) aluminium paduan 5083
dengan menggunakan pengelasan SMAW (Shield Metal Arc Welding)?
1.3 Batasan Masalah

Untuk menyederhanakan masalah maka dilakukan pembatasan masalah sebagai


berikut:

1. Material yang di gunakan adalah aluminium paduan 5083 dengan posisi


pengelasan 1G dengan bentuk sambungan butt join (single v).
2. Jenis material yang digunakan adalah aluminiuim seri 5083 dengan
panjang material per test piece 300 mm, lebar 150 mm, ketebalan 10 mm
(BKI Vol VI rules of welding sec III)
3. Proses pengelasan mengunakan metode SMAW dengan elektroda E 5356
diameter 3,2 mm dan arus yang digunakan 90 A dan 105 A
4. Prosedur pengelasan dan pengujian berdasarkan AWS D1.2 dan ASME
section IX.
5. Pengujian kekerasan permukaan dilakukan dengan metode Hardness
Vickers pada 3 titik (Base Metal, HAZ, dan Weld Metal) pada Test
Coupon.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui pengaruh kuat arus listrik 90 A dan 105 A terhadap


struktur mikro sambungan butt joint (single v) aluminium paduan 5083
dengan menggunakan pengelasan SMAW (Shield Metal Arc Welding).

4
2. Mengetahui pengaruh kuat arus listrik 90 A dan 105 A terhadap nilai
kekerasan sambungan butt joint (single v) aluminium paduan 5083
dengan menggunakan pengelasan SMAW (Shield Metal Arc Welding)
3. Mengetahui pengaruh kuat arus listrik 90 A dan 105 A terhadap nilai
kekuatan tarik sambungan butt joint (single v) aluminium paduan
5083 dengan menggunakan pengelasan SMAW (Shield Metal Arc
Welding).

1.5 Sistematika Penulisan

Sistimatika penulisan yang digunakan oleh penulis dalam menyusun laporan


adalah sebagai berikut:

Bab 1 Pendahuluan, Berisikan tentang latar belakang masalah, rumusan


masalah, batasan masalah, tujuan penelitian dan sistematika penulisan dari
penelitian skripsi ini.
Bab 2 Tinjauan Pustaka, Berisikan tentang tedasar teori yang berhubungan
dan mendukung pembahasan tentang metode SMAW (Shield Metal Arc
Welding) dan kekuatan sambungan pengelasan menggunakan aluminium
paduan 5083.
Bab 3 Metodologi Penelitian, Berisikan tentang metode-metode penulis dalam
melakukan pengumpulan informasi, tempat, waktu penelitian dan
menerangkan tentang alur penelitian.
Bab 4 Analisa Hasil dan Pembahasan, Berisikan tentang data pengamatan
yang di peroleh, hasil perhitungan dan pembahasan tentang pengaruh kuat
arus listrik terhadap struktur mikro, kekerasan, dan kekuatan tarik sambungan
butt joint aluminium paduan 5083 dengan pengelasan SMAW.
Bab 5 Kesimpulan dan Saran, Berisikan kesimpulan yang diambil dari hasil
perhitungan dan pembahasan masalah serta saran-saran yang ingin
disampaikan dari penelitian ini.

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pengelasan

Pengelasan merupakan penyambungan dua bahan atau lebih yang


didasarkan pada prinsip-prinsip proses difusi, sehingga terjadi penyatuan bagian
bahan yang disambung (Dwi, 2008). Proses pengelasan adalah proses
penyambungan material dengan menggunakan energi panas. Pemanasan lokal
pada pelat hingga temperatur lebur dan proses pendinginan yang cepat dapat
menghasilkan tegangan sisa akibat adanya distribusi panas yang tidak merata
(Anam, 2009). Menurut Deutsche Industrie Normen (DIN), las adalah ikatan
metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan cair.
Dari definisi tersebut dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa las adalah suatu proses
dimana bahan dengan jenis yang sama digabungkan menjadi satu sehingga
terbentuk suatu sambungan melalui ikatan kimia yang dihasilkan dari pemakaian
panas dan tekanan.

Menurut Okumura T, Wiryosumarto H,(2004) menjelaskan bahwa luasnya


penggunaan teknologi ini disebabkan karena bangunan dan mesin yang dibuat
dengan memperjuangkan teknik penyambungan ini menjadi lebih ringan dan
proses pembuatannya juga lebih sederhana, sehingga biaya keseluruhannya
menjadi lebih murah. berdasarkan penjelasan tersebut, tidak dapat dipungkiri
bahwa perkembangan teknologi pengelasan logam memberikan kemudahan umat
manusia dalam menjalankan kehidupannya. Saat ini kemajuan ilmu pengetahuan
di bidang elektronik melalui penelitian yang melihat karakteristik atom,
mempunyai kontribusi yang sangat besar terhadap penemuan material baru dan
sekaligus bagaimanakah menyambungnya. Hal ini memicu munculnya teknologi
penyambungan logam yang beragam.
Pengelasan yang paling banyak digunakan adalah las electrode, dimana
electrode dibungkus (shielded) dengan flux , Okumura T, Wiryosumarto H,
(2004). Arus listrik dibangkitkan dengan menggunakan generator yang dialirkan

6
melalui sebuah stang yang menjepit elektroda dan di tempelkan ke base metal.
Sebenarnya prinsip ini merupakan pemanfaatan dari kontak dua kutup listrik yaitu
phase (+) dan nol/ground (-) yang menghasilkan percikan api, atau sederhananya
korsleting listrik. Arus yang mengalir ini dinamakan busur (arc) yang dapat
mencairkan logam.Hal tersebut mengakibatkan base metal meleleh dan elektroda
juga meleleh sehingga terjadi percampuran dua buah cairan logam. Berdasarkan
beberapa konsep tersebut, maka muncul sebutan bagi pengelasan menggunakan
electrode ini sebagai pengelasan SMAW (Shield Metal Arc Welding).
Gambar dibawah memperlihatkan bentuk rangkaian pengelasan SMAW.

Gambar 2.1 Konstruksi Mesin Las SMAW (Okumura T, Wiryosumarto H, 2004)

Gambar 2.2 Prinsip Kerja Pengelasan.(Dwi, 2008)

7
Busur arus dan elektroda di dalam pengelasan SMAW ini membentuk gas
pelindung ketika elektroda terselaput itu mencair, sehingga dalam proses ini tidak
diperlukan tekanan/pressure gas inert untuk menghilangkan pengaruh oksigen
atau udara yang dapat menyebabkan korosi atau gelembung-gelembung di dalam
hasil pengelasan (Sukaini, 2013). Suhu yang tercipta dalam proses pengelasan
mencapai 3000º C pada ampere tertentu, sehingga menghasilkan pencairan dan
penetrasi terhadap base metal. Pengelasan ini masih menjadi favorit untuk pelaku
usaha skala kecil.
Pengelasan SMAW menjadi teknik pengelasan listrik paling dasar yang
harus di kuasai juru las. Berbagai macam jenis elektroda dan cara penyelaan busur
menjadi tolak ukur seorang juru las. Hal tersebut yang mempengaruhi setiap juru
las harus melewati masa adaptasi jika beralih dari satu elektroda ke elektroda lain.
2.2. Aluminium
Aluminium adalah golongan dari jenis logam Non-Ferrous yang memiliki
kelebihan tertentu dibandingkan logam lainnya yang dipergunakan dalam dunia
industri, aluminium merupakan logam ringan, mempunyai ketahanan korosi yang
baik dan hantaran listrik yang baik dan sifat-sifat baik lainya sebagai sifat logam,
selain itu aluminium juga mempunyai sifat mampu bentuk (Wrought alloy)
dimana paduan aluminium ini dapat dikerjakan atau diproses baik dalam
pengerjaan dingin maupun pengerjaan panas (dengan peleburan). Karena sifat-
sifat inilah maka banyak dilakuan penelitian untuk meningkatkan kekuatan
mekaniknya, diantaranya dengan menambahkan unsur-unsur seperti: Cu,Mg, Si,
Mn, Zn, Ni, dan sebagainya, baik dicampur secara satu persatu maupun secara
bersama-sama, bahan-bahan tersebut juga memberikan sifat-sifat baik lainya
seperti ketahanan korosi, ketahanan aus, koefisien pemuaian rendah. Material ini
dipergunakan dalam bidang yang sangat luas, bukan saja untuk peralatan rumah
tangga tetapi juga dipakai untuk keperluan material pesawat terbang, mobil, kapal
laut, kontruksi dan sebagainya (Davis, 1998)

Aluminium murni adalah logam yang lunak, tahan lama, ringan, dan dapat
ditempa dengan penampilan luar bervariasi antara keperakan hingga abu-abu,

8
tergantung kekasaran permukaannya. Kekuatan tarik Aluminium murni adalah 90
MPa, sedangkan aluminium paduan memiliki kekuatan tarik berkisar hingga 600
MPa. Aluminium memiliki berat sekitar satu pertiga baja, mudah ditekuk,
diperlakukan dengan mesin, dicor, ditarik (drawing) dan diekstrusi.

2.2.1 Klasifikasi Aluminium


Aluminium diklasifikasikan dalam beberapa jenis golongan tergantung dari
proses pencetakannya dan penggunaannya, karena aluminium jenis logam yang
memiliki sifat mampu bentuk yang baik, logam aluminium mampu mengganti
logam lain seperti baja, tembaga, dan lainnya. Penggunaannya secara volumetrik
telah melampaui konsumsi tembaga, timah, timbal, seng secara bersama-sama.

Aluminium merupakan bahan baku yang mudah diperoleh, mempunyai


produksi yang unggul, sifat mekanik dan sifat fisik yang menguntungkan dan
harga relatif murah. Aluminium merupakan logam ringan karena mempunyai
berat jenis yang ringan. Selain itu dalam paduan aluminium juga ditambahkan
beberapa paduan yang lain sesuai dengan penggunaan aluminium tersebut,
sebagai penambah kekuatan mekaniknya yang sangat mengikat yaitu Cu, Mg, Si,
Mn, Zn, Ni dan lainnya. Dalam meningkatkan sifat mekanik aluminium terutama
kekuatan tariknya dilakukan perpaduan dengan unsur Tembaga (Cu), Besi (Fe),
Magnesium (Mg), Seng (Zn), Silikon (Si) sesuai dengan Aluminium Assosiation
paduan Al terdiri dari produk tempa (wrought) dan cor (cast), Klasifikasi produk
tempa (Wrought) berdasarkan standar internasional (Davis, 1998)

2.2.2 Sifat-Sifat Aluminium


Sifat teknik bahan aluminium murni dan aluminium paduan dipengaruhi
oleh konsentrasi bahan dan perlakuan yang diberikan terhadap bahan tersebut.
Aluminium terkenal sebagai bahan yang tahan terhadap korosi. Hal ini disebabkan
oleh fenomena pasivasi, yaitu proses pembentukan lapisan aluminium oksida di
permukaan logam aluminium segera setelah logam terpapar oleh udara bebas.
Lapisan aluminium oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh. Namun,
pasivasi dapat terjadi lebih lambat jika dipadukan dengan logam yang bersifat

9
lebih katodik, karena dapat mencegah oksidasi aluminium. Adapun sifat-sifat
mekanik dari aluminium adalah sebagai berikut:

a. Kekuatan tarik
Kekuatan tarik adalah besar tegangan yang didapatkan ketika
dilakukan pengujian tarik. Kekuatan tarik ditunjukkan oleh nilai tertinggi
dari tegangan pada kurva tegangan-regangan hasil pengujian, dan biasanya
terjadi ketika terjadinya necking. Kekuatan tarik bukanlah ukuran kekuatan
yang sebenarnya dapat terjadi di lapangan, namun dapat dijadikan sebagai
suatu acuan terhadap kekuatan bahan. Kekuatan tarik pada aluminium murni
pada berbagai perlakuan umumnya sangat rendah, yaitu sekitar 90 MPa,
sehingga untuk penggunaan yang memerlukan kekuatan tarik yang tinggi,
aluminium perlu dipadukan. Dengan dipadukan dengan logam lain,
ditambah dengan berbagai perlakuan termal, aluminium paduan akan
memiliki kekuatan tarik hingga 600 Mpa (Dewa, 2009).

b. Kekerasan
Kekerasan gabungan dari berbagai sifat yang terdapat dalam suatu bahan
yang mencegah terjadinya suatu deformasi terhadap bahan tersebut.
Kekerasan suatu bahan dipengaruhi oleh elastisitas, plastisitas,
viskoelastisitas, kekuatan tarik, ductility dan sebagainya. Kekerasan dapat
diuji dan diukur dengan berbagai metode.Yang paling umum adalah metode
Brinnel, Vickers, dan Rockwell. Kekerasan bahan aluminium murni
sangatlah kecil, yaitu sekitar 20 skala Brinnel, sehingga dengan sedikit gaya
saja dapat mengubah bentuk logam. Untuk kebutuhan aplikasi yang
membutuhkan kekerasan, aluminium perlu dipadukan dengan logam lain
dan/ atau diberi perlakuan termal atau fisik. Aluminium dengan 4,4% Cu
dan diperlakukan quenching, lalu disimpan pada temperatur tinggi dapat
memiliki tingkat kekerasan Brinnel sebesar 160.

c. Ductility (kelenturan)

10
Ductility didefinisikan sebagai sifat mekanis dari suatu bahan untuk
menerangkan seberapa jauh bahan dapat diubah bentuknya secara plastis
tanpa terjadinya retakan.

Dalam suatu pengujian tarik, ductility ditunjukkan dengan bentuk


neckingnya material dengan ductility yang tinggi akan mengalami necking
yang sangat sempit, sedangkan bahan yang memiliki ductility rendah,
hampir tidak mengalami necking. Sedangkan dalam hasil pengujian tarik,
ductility diukur dengan skala yang disebut elongasi. Elongasi adalah
seberapa besar pertambahan panjang suatu bahan ketika dilakukan uji
kekuatan tarik.

d. Recyclability (daya untuk didaur ulang)


Aluminium adalah 100% bahan yang dapat didaur ulang tanpa
penurunan dari kualitas awalnya, peleburannya sendiri memerlukan sedikit
energi, hanya sekitar 5% dari energi yang diperlukan untuk memproduksi
logam utama yang pada awalnya diperlukan dalam proses daur ulang .

2.2.3 Seri aluminium dan jenis-jenis aluminium.


Aluminium dan paduan aluminium termasuk logam ringan yang mempunyai
kekuatan tinggi, tahan terhadap karat dan merupakan konduktor listrik yang cukup
baik. Logam ini dipakai secara luas dalam bidang kimia, listrik, bangunan,
transportasi dan alat-alat penyimpanan. Kemajuan akhir-akhir ini dalam teknik
pengelasan busur listrik dengan gas mulia menyebabkan pengelasan aluminium
dan paduannya menjadi sederhana dan dapat dipercaya.Paduan Al di
klasifikasikan dalam berbagai standar oleh berbagai negara didunia.

Seri Jenis

1xxx Al Murni
2xxx Al – Cu
3xxx Al – Mn
4xxx Al –Si

11
5xxx Al – Mg
6xxx Al – Mg –Si
7xxx Al – Zn

Tabel 2.1 Standard Aluminium Association (AA) (Sumber: Dewa, 2009)

Sebagai contoh paduan Al-Cu dinyatakan dengan angka 2xxx atau 2000,
angka pada tempat kedua menyatakan modifikasi paduan. Jika angka kedua dalam
penandaan ini menunjukan nol, hal ini menyatakan paduan yang orisinil. Urutan
angka 1 sampai 9 digunakan untuk menunjukan modifikasi dari paduan orisinil,
untuk paduan percobaan diberi penandaan awalan X. Dalam paduan Al perubahan
yang berarti dari material disebabkan perlakuan panas, seperti 7075-T6.
Berdasarkan unsur-unsur paduan yang dikandungnya, aluminium dibagi menjadi
tujuh jenis, yaitu:

a. Jenis Al-murni teknik (seri 1000)


Yaitu aluminium dengan kemurnian antara 99,0% dan 99,9%.
Aluminium dalam seri ini disamping sifatnya yang baik dalam tahan karat,
konduksi panas dan konduksi listrik juga memiliki sifat yang memuaskan
dalam mampu las dan mampu potong.

b. Jenis paduan Al-Cu (Seri 2000)


Jenis paduan Al-Cu adalah jenis yang dapat diperlaku-
panaskan.Dengan melalui pengerasan endap atau penyepuhan sifat mekanik,
paduan ini dapat menyamai sifat dari baja lunak, tetapi daya tahan korosinya
rendah bila dibandingkan dengan jenis paduan yang lainnya. Sifat mampu-
lasnya juga kurang baik, karena itu paduan jenis ini biasanya digunakan
pada konstruksi keling clan banyak sekali digunakan dalam konstruksi
pesawat terbang.

c. Jenis Paduan Al-Mn (seri 3000)


Paduan ini adalah jenis yang tidak dapat diperlaku-panaskan
sehingga penaikan kekuatannya hanya dapat diusahakan melalui pengerjaan

12
dingin dalam proses pembuatannya. Bila dibandingkan dengan jenis Al-
murni paduan ini mempunyai sifat yang sama dalam hal daya tahan korosi,
mampu potong dan sifat mampu lasnya.

d. Jenis Paduan Al-Si (Seri 4000)


Paduan Al-Si sangat baik kecairannya dan cocok untuk paduan
coran. Paduan ini mempunyai ketahanan korosi yang baik, sangat ringan,
koefisien pemuaian yang rendah dan sebagai pengantar panas dan listrik
yang baik. Material ini biasa dipakai untuk torak motor dan sebagai filler las
(setelah dilakukan beberapa perbaikan komposisi).

e. Paduan jenis Al-Mg (Seri 5000)


Jenis ini termasuk paduan yang tidak dapat diperlaku-panaskan,
tetapi mempunyai sifat yang baik dalam daya tahan korosi, terutama korosi
oleh air laut dan dalam sifat mampu lasnya.

f. Paduan jenis Al-Mg-Si (seri 6000)


Paduan ini termasuk dalam jenis yang dapat diperlaku-panaskan dan
rnempunyai sifat mampu potong, mampu las dan daya tahan korosi yang
cukup. Sifat yang kurang baik dari paduan ini adalah terjadinya pelunakan
pada daerah las.

g. Paduan jenis Al-Zn (seri 7000)


Paduan ini termasuk jenis yang dapat diperlaku- panaskan. Biasanya
kedalam paduan pokok Al-Zn ditambahkan Mg, Cu dan Cr. Kekuatan tarik
yang dapat dicapai lebih dari 50 kg/mm2, sehingga paduan ini dinamakan
juga ultraduralumin. Berlawanan dengan kekuatan tariknya, sifat mampu las
dan daya tahannya terhadap korosi kurang menguntungkan.

Resistansi terhadap korosi terjadi akibat fenomena pasivasi, yaitu


terbentuknya lapisan aluminium oksida ketika aluminium terpapar dengan
udara bebas. Lapisan aluminium oksida ini mencegah terjadinya oksidasi
lebih jauh (Dewa, 2009)

13
2.2.4 Aluminium 5083
Paduan aluminium 5083 merupakan paduan aluminium yang cocok untuk
temperatur kerja yang sangat rendah (cryogenic) sampai pada desain temperatur -
165o C (-265o F) karena jenis paduan ini tidak menunjukkan fenomena transisi
ulet-getas. Memiliki lapisan pasif Al2O3 yang titik leburnya sampai 2200 o C.
Paduan ini juga umum digunakan untuk perancangan bahan bodi kapal, peralatan
dan kendaraan bawah laut, dll. Maka dari itu, aluminium seri 5 ini biasa disebut
sebagai marine used. Aluminium 5083 juga merupakan material yang tidak dapat
berubah kekuatan mekaniknya dengan perlakuan panas atau disebut dengan non
heat treatable (George, 2003).

Table 2.2 Tabel penggolongan dari aluminium 5083 tipe non - heat treatable sesuai dengan
penggunaanya (sumber : Welding Handbook Eight Edition).

Paduan aluminium dapat digolongkan menjadi aluminium Wrought Alloy


dan Casting Alloy. Aluminium Wrought Alloy berupa barang setengah jadi
misalnya batang, pelat. Ini dapat diklasifikasikan menurut komposisi kimianya.
Tiap-tiap jenis paduan diberi kode dengan empat digit angka. Digit

14
pertama(Xxxx) menunjukan jenis paduan alumunium berkaitan dengan kemurnian
aluminium atau jenis unsur paduan utama. Digit kedua (xXxx) menunjukan
modifikasi dari paduan orisinil . Digit 0 untuk paduan orosinil dan digit 1 sampai
9 untuk modifikasi. Digit ketiga dan keempat (xxXX) merupakan identitas
campuran khusus paduan utama. Pada paduan 5183, angka 5 menunjukan jenis
paduannya adalah magnesium, angka 1 merupakan modifikasi pertama dari 5083,
dan angka 83 merupakan identifikasi pada 5083 (Anderson, Tony, 2008).

Paduan dalam sistem ini mempunyai kekuatan kurang sebagai barang


tempaan dibandingkan dengan paduan-paduan lainnya, tetapi sangat liat, sangat
baik mampu bentuknya untuk penempaan, ekstrusi dan sangat baik untuk mapu
bentuk yang tinggi pada temperatur biasa (Surdia, T., Shinroku, S, 2005)

Element present (%)

Si max 0.4

Fe max 0.4

Cu max 0.1

Mn 0.4 - 1.0

Mg 4.0 - 4.9

Cr 0.05 - 0.25

Zn max 0.25

Ti max 0.15

Al remainder

Table 2.3 Spesifikasi Alumunium 5083 (http://asm.matweb.com)

Material Properties Aluminium 5083


Densit Elastic
Tipe material Ultimate Tensile Yield Strength Hardnes y modulus

15
    Strength (MPa) (Mpa) Vickers (kg/m3 (Gpa)
Aluminium
5083 317 228 96 2660 71
Table 2.4 Spesifikasi dan material properties Alumunium 5083 (http://asm.matweb.com)

2.3 Uji Struktur Mikro

Pengujian makro adalah untuk memeriksa permukaan yang terdapat celah-


celah, lubang-lubang pada struktur logam yang sifatnya rapuh, bentuk-bentuk
patahan benda uji bekas pengujian mekanis yang selanjutnya dibandingkan
dengan beberapa logam menurut bentuk dan strukturnya antara satu dengan yang
lain menurut kebutuhannya.

Pengamatan makro pada dasarnya adalah melihat perbedaan intensitas sinar


pantul permukaan logam yang dimasukkan ke dalam mikroskop sehingga terjadi
gambar yang berbeda (agak terang, terang, gelap). Dengan demikian apabila
seberkas sinar dikenakan pada permukaan spesimen maka sinar tersebut akan
dipantulkan sesuai dengan orientasi sudut permukaan bidang yang terkena sinar.
Semakin tidak rata permukaan, maka semakin sedikit intensitas sinar yang
terpantul ke dalam mikroskop. Akibatnya, warna yang tampak pada mikroskop
adalah warna hitam. Sedangkan permukaan yang sedikit terkorosi akan tampak
berwarna terang (putih). Struktur mikro dan sifat paduannya dapat diamati dengan
berbagai cara tergantung pada sifat yang dibutuhkan. Salah satu cara dalam
mengamati struktur suatu bahan yaitu dengan teknik metalographic (pengujian
mikroskopik). Proses terjadinya perbedaan warna, besar butir, bentuk dan ukuran
butir yang mendasari penentuan dari jenis dan sifat fasa pada hasil pengamatan
foto mikro adalah diakibatkan adanya proses pengetsaan. Prinsip dari pengetsaan
sebenarnya merupakan proses pengikisan mikro terkendali yang menghasilkan
alur pada permukaan akibat crystal faceting yaitu orientasi kristal yang berbeda,
akan terjadi reaksi kimia yang berbeda intensitasnya. Standar uji yang digunakan
dalam pengujian ini adalah ASTM E3 (Standard Practice for Preparation of
Metallographic Specimens).

2.4 Pengujian Kekerasan

16
Kekerasan (hardness) adalah salah satu sifat mekanik (mechanical
properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui
khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mengalami pergesekan
(frictional force) dan deformasi plastis. Deformasi plastis sendiri suatu keadaan
dari suatu material ketika material tersebut diberikan gaya maka struktur mikro
dari material tersebut sudah tidak bias kembali ke bentuk asal. Dengan kata lain
material tersebut tidak dapat kembali ke bentuk semula. Lebih ringkasnya
kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban
identasi atau penetrasi (penekanan). [http://www.alatuji.com]

Nilai kekerasan dapat diketahui dengan beberapa metode. Metode tersebut


diantaranya Rockwell test, Brinnel test, dan Vickers test. Metode pengujian
Vickers menggunakan indentor berbentuk piramida intan.

Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan untuk menentukan


kekerasan suatu material terhadap indentor intan yang cukup kecil dan
mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid. Beban yang dikenakan juga jauh
lebih kecil dibanding dengan pengujian Rockwell dan brinell yaitu antara 1
sampai 1000 gram.

Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien)


dari beban uji (F) dengan luas permukaan bekan luka tekan (injakan) dari
indentor (A) yang dikalikan dengan sin (136o/2).Rumus untuk menentukan
besarnya nilai kekerasan dengan metode Vickers.

17
Gambar 2.3 Bentuk Indentor Vickers [ http://www.qualitydigest.com]

Dimana,

HVN (Hardness Vickers Number) dapat ditentukan dari persamaan seperti di


bawah ini :
Di mana :

HVN : Hardness Vickers Number


P : beban yang digunakan (kg)
D : panjang diagonal rata- rata (mm)
Ɵ : sudut antara permukaan intan yang berhadapan = 1360
2.5 Pengujian Tarik
Pengujian tarik adalah salah satu metode pengujian material yang paling
luas penggunaannya. Pada pengujian tarik spesimen uji mengalami pembebanan
satu sumbu (uniaxial loading) yang menyebabkan terjadinya deformasi baik
elastis maupun plastis. Tujuan pengujian ini dapat dipelajari perilaku dari material
sebagai respon terhadap beban yang diberikan.[hhtp://www.teknikmesin.org]

18
Pada bagian tengah dari batang uji (pada bagian yang paralel) merupakan bagian
yang menerima tegangan yang uniform dan pada bagian ini diukurkan “panjang
uji” (gauge length), yaitu bagian yang dianggap menerima pengaruh dari
pembebanan, bagian ini yang selalu diukur panjangnya selama proses pengujian.
Dengan kata lain uji tarik adalah tes di mana sampel dipersiapkan ditarik sampai
benda uji patah. Sampel uji tarik dalam pengelasan dapat mengungkapkan
kekuatan tarik lasan, batas elastis, titik luluh, dan daktilitas.

Tujuan pengujian tarik adalah untuk mengetahui sifat mekanis dari suatu
material terhadap tarikan dimana sifat mekanis tersebut antara lain meliputi batas
lumer, kekuatan tarik, kekenyalan, pertambahan panjang dan pengecil luas
penampang.

Gambar 2.5.1 Gambaran Hasil Pengujian Tensile/Tarik [http://www.infometric.com]

Dalam pengujian tarik banyak hal yang dapat diambil untuk dipelajari. Pada
saat material uji menerima beban sebesar P kg maka material uji akan mengalami
pertambahan panjang sebesar ∆ Lmm. Pada saat itu juga pada material uji bekerja:

P
- Tegangan Sebesar : σ= [kg/mm2]
Ao

∆ L ( L−Lo)❑
- Regangan Sebesar : ε= = [%]
Lo Lo

19
Di mana :

2
 : Besarnya tegangan (N/ mm )
F max : Beban atau gaya yang diberikan (Newton)

2
A0 : Luas mula-mula dari penampang batang uji (mm )

 : Regangan (%)

L : Panjang batang uji yang diberikan pembebanan (mm)

L0 : Panjang batang uji mula-mula atau sebelum pembebanan (mm)

E : Elastisitas (Mpa)

Untuk semua logam pada tahap awal dari uji tarik, hubungan antara beban
atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan
tersebut. Ini disebut daerah linear atau linear zone. Di daerah ini kurva
pertambahan panjang mengikuti aturan Hooke.

Rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan

Selanjutnya didapatkan yang merupakan kurva standar ketika melakukan


eksperimen uji tarik .Kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan stress
seperti ini kerap disingkat dengan kurva SS (SS curve).

Gambar 2.4 Kurva Tegangan Regangan [http://www.infometric.com]

20
2.6 Jenis Elektroda Pengelasan

Jenis elektroda yang digunakan sesuai standar menurut Larry Jeffus dalam
bukunya welding: principles and application penggunaan material aluminium
5083 dalam pengelasan SMAW menggunakan elektroda E 5356, E 5183, E 5556.

Dalam penelitian ini menggunakan E 5356 diameter 3,2 mm merk Grilumin


dikarenakan memiliki komposisi kimia yang hampir sama dengan aluminium
paduan 5083.

21
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Diagram Alir Penelitian

Dalam menjalankan tahap tahap pemecahan permasalahan, maka diperlukan


kerangka yang sistematis guna menunjang kelancaran berjalannya penelitian.
Dengan disusunya kerangka yang sistematis di harapkan akan mempermudah
tahapan dan menghasilkan hasil yang di inginkan. Berdasarkan diagram alir
penelitian berikut ini:

22
MULAI

IDENTIFIKASI MASALAH

STUDI LITERATUR DAN


PENGUMPULAN DATA

PERSIAPAN BAHAN DAN ALAT PENELITIAN


(ALUMINIUM 5083 UKURAN test pieces 300 X 150 X 10 mm)

PROSES PENGELASAN
(PENGELASAN SMAW DENGAN ELECTRODA E 5356 diameter 3,2 mm)

KUAT ARUS KUAT ARUS


90 A 105 A

PENGERJAAN LANJUTAN SPESIMEN DAN VISUAL INSPECTION

UJI KEKERASAN UJI STRUKTUR UJI TARIK


ASTM E 92 MIKRO ASTM E3 ASTM E8

HASIL PENGUJIAN

ANALISA DAN PEMBAHASAN

KESIMPULAN

SELESAI

23
3.2 Prosedur Penelitian

Langkah-langkah penelitian pengerjaan tugas akhir ini tertera dalam gambar


diagram alir dan dapat dijelaskan sebagai berikut:
3.2.1 Studi Literatur dan Pengumpulan Data
Tugas akhir ini diawali dengan pemahaman materi baik yang didapatkan
dari kuliah, text book, maupun jurnal dan pengumpulan data meliputi propertis
material (thickness, tensile strength, yield strength, poisson’s ratio, chemical
composition, melting point, dll.) dan parameter pengelasan (voltage, ampere, wire
speed, pass, dll.)
3.2.2 Pembuatan Spesimen
Eksperimen kali ini diawali dengan pembuatan spesimen. Spesimen yang
digunakan adalah 5083 yang memiliki ketebalan 10 mm, sedangkan jenis bevel
yang digunakan adalah single V groove yang dibuat dengan menggunakan grinda.
Jumlah spesimen yang dibuat sebanyak empat buah. Peralatan yang diperlukan
untuk pembuatan spesimen ini adalah gerinda, meja kerja, penjepit benda kerja
dan meteran.

P = 300 mm

t = 10 mm
L = 150 mm

Gambar 3.1 Material plat aluminium 5083

3.2.3 Dimensi Spesimen

Langkah- langkah dalam pembuatan coupon test adalah:

24
1. Membentuk spesimen sesuai dengan ukuran coupon test dengan
gergaji mesin dengan ukurun 150 mm x 300 mm x 10 mm.
o
2. Membuat sudut bevel 30 pada coupon test, dengan gap 2 mm dengan
menggunakan mesin skrap.

Gambar 3.2 pembentukan sudut pada coupon test

3.2.4. Pembersihan permukaan

Pembersihan sebelum pengelasan perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil


pengelasan yang berkualitas. Pembersihan dilakukan dengan cara mengelap
permukaan dengan thinner grade A, cara mekanik yaitu dengan menggunakan
mesin gerinda dan kombinasi cara mekanik dan cairan kimia. Pengikisan
menggunakan batu gerinda aluminium 4 inchi pada permukaan material
aluminium yang masih terdapat lapisan millscale atau kotoran yang menempel
(lemak, debu, atau sisa cat).

25
Gambar 3.3 pembersihan permukaan aluminium dengan thinner dan gerinda

3.3 Proses Pengelasan SMAW

Langkah selanjutnya adalah proses pengelasan. Pengelasan kali ini


menggunakan las jenis SMAW dengan jenis elektroda E 5356 diameter 3,2 mm
dan arus listrik yang digunakan adalah 100 A.

Gambar 3.4 electrode 5356 diameter 3.2 mm

Peralatan yang digunakan dalam proses pengelasan SMAW, yaitu:

 Elektrode Supply
 Penggunaan kuat arus 105 A pada test piece 1 dan 90 A pada test
piece 2
 Material (aluminium seri 5083)

26
 Sarung tangan
 Helm dan topeng las dengan kaca pelindung
 Pakaian las
 Safety shoes
 Palu dan penjepit

Gambar 3.5 Pelaksanaan proses pengelasan SMAW di kampuh welding

3.4 Pengerjaan lanjutan specimen dan pemeriksaan visual

Setelah proses pengelasan dilakukan, langkah pertama pengujian yang


dapat dilakukan yaitu pengujian secara visual.

3.4.1 Peralatan dan bahan untuk melaksanakan pengujian

27
 Penggaris / mistar
 Sikat baja
 Spidol penanda
 Welding gauge
 Kamera
 Lightmeter
 Cahaya putih (dengan intensitas minimal 1000 lux).

Pemeriksaan visual dilaksanakan sebelum pengelasan juga sesudah semua


proses pengelasan selesai dilakukan. Pemeriksaan visual (Visual Inspection) ini
bertujuan untuk memeriksa pada kondisi fisik atau permukaan plat aluminium
5083 dari cacat–cacat permukaan yang mungkin timbul dari proses pengelasan.

3.4.2 Langkah–langkah pemeriksaan visual

1. Plat yang sudah dilas harus dibersihkan dulu dari sisa – sisa spatter,
debu, oli dll untuk memudahkan pemeriksaan cacat yang
sesungguhnya.
2. Mempersiapkan sumber cahaya yang cukup terang agar dapat
menganalisa dengan baik cacat sesungguhnya atau bukan.
3. Intensitas cahaya harus benar – benar mencapai minimal 1000 lux atau
100 fc untuk jarak sumber cahaya dan benda uji minimal sejauh–
jauhnya 30 cm.
4. Untuk meyakinkan bahwa cahaya telah mencapai intensitas 1000 lux
maka cahaya harus diukur dengan lightmeter dan harus terkalibrasi
untuk pengukurnya tersebut.
5. Apabila cacat ditemukan dapat ditandai dengan spidol khusus atau
kapur untuk dilakukan pembenahan supaya cacat visual tidak
membuat masalah pada pengujian berikutnya.
3.5 Pengujian Mikro
Pengujian makro adalah untuk memeriksa permukaan yang terdapat celah-
celah, lubang-lubang pada struktur logam yang sifatnya rapuh, bentuk-bentuk

28
patahan benda uji bekas pengujian mekanis yang selanjutnya dibandingkan
dengan beberapa logam menurut bentuk dan strukturnya antara satu dengan yang
lain menurut kebutuhannya.

3.5.1 Peralatan Pengujian Mikro

1. Microscope metallography terintegrasi dengan komputer.


2. Kamera bermode mikro.
3. Spesimen uji mikro
4. Plastisin.
5. Kertas gosok waterproof grade 180, 240, 320, 400, 600, 800, 1200,
1500, 2000.
6. Bubuk alumina (digantikan dengan pasta gigi yang mengandung
alumina).
7. Kain Wol.
8. Mesin Polisher.
9. Larutan etsa untuk micro yaitu 2 (4ml) HF 40% (Floric acid), 3 (6ml)
HCL 38% (Cloric acid), 5 (10ml) HNO3 70% (Nitrit Acid) dan air
distilasi 190 ml.

29
Gambar 3.6 Proses persiapan material dan peralatan uji metalografi

3.6. Pengujian Kekerasan

Kekerasan (Hardness) menyatakan kemampuan bahan untuk tahan


terhadap goresan, abrasi dan indentasi. Kekerasan memiliki korelasi dengan
kekuatan. Pada pengujian kekerasan ini bertujuan untuk mengetahui nilai
kekerasan pada material aluminium yang dilakukan pengelasan dari masing
masing mesin las. Ada beberapa metode pengujian kekerasan yang digunakan
untuk menguji kekerasan logam, yaitu :

1. Metode Pengujian Kekerasan Brinell


2. Metode Pengujian Kekerasan Vickers
3. Metode Pengujian Kekerasan Rockwell
Dari ketiga metode yang tersebut di atas, pada kasus ini digunakan jenis
pengujian kekerasan Vickers. Dari pengujian Vickers ini sangat sering digunakan
karena kepresisian dari identor berlian piramidanya yang bisa digunakan untuk
mengindentasi daerah yang sempit.

3.6.1 Peralatan Pengujian Kekerasan Vickers


1. 1 set mesin uji kekerasan manual
2. spesimen uji kekerasan Vickers.
3. Identor Vickers.
4. Stopwatch.

30
5. Jangka sorong.
6. Tabel pengamatan dan alat tulis.

Gambar 3.7 Proses persiapan material dan peralatan uji kekerasan Vickers

Setelah alat – alat yang dbutuhkan telah tersedia maka langkah – langkah yang
dijalankan selanjutnya yaitu :

1. Setelah sepesimen uji makro yang telah dilakukan pengamatan


selesai, maka spesimen ini dapat digunakan untuk pengujian
kekerasan Vickers.
2. Setelah mesin telah siap maka spesimen diletakkan pada meja
pengidentasian.

31
3. Pada mesin uji hardness, karena terdapat 2 metode pengujian yaitu
Brinell dan Vickers maka tuas harus dirubah ke bagian Vickers
dengan cara menarik tuas beban bersamaan dengan memindah tuas
jenis pengujian kekerasan ke mode Vickers.
4. Setelah semua siap maka, benda uji ditempelkan ke identor sebagai
tahap initial force ke permukaan.
5. Setelah itu, beban diset pada range 10 kgf – 30 kgf untuk pengujian
Vickers ini. Kemudian tuas beban dilepas menandakan proses
identasi sedang berlangsung.
6. Stopwatch dinyalakan, sampai 10 detik – 30 detik maka tuas ditahan
untuk dipindah ke daerah selanjutnya yang akan diidentasi.
7. Daerah – daerah yang perlu dilakukan proses identasi antara lain
yaitu logam induk, HAZ, dan logam lasan.
8. Setelah identasi semua selesai dilakukan maka pengamatan untuk
ukuran bekas identasi diukur dan dimasukkan ke dalam rumus
perhitungan kekerasan Vickers yaitu :

HV = 2P sin (a/2)/d2 = 1.8544P/d2

3.7 Pengujian Tarik (Tensile Test)

Pengujian tarik biasanya dilakukan terhadap material uji (spesimen) yang


standar. Bahan yang akan diuji tarik mula-mula dibuat menjadi material uji
(batang) dengan bentuk sesuai standar. Pada bagian tengah dari batang uji (pada
bagian yang paralel) merupakan bagian yang menerima tegangan yang uniform
dan pada bagian ini diukurkan “panjang uji” (gauge length), yaitu bagian yang
dianggap menerima pengaruh dari pembebanan, bagian ini yang selalu diukur
panjangnya selama proses pengujian.

32
75 mm

10 mm
20 mm
150 mm
Gambar 3.8 Bentuk standar material yang akan diuji tarik.

Dengan kata lain uji tarik adalah tes di mana sampel dipersiapkan ditarik
sampai benda uji patah. Sampel uji tarik dalam pengelasan dapat mengungkapkan
kekuatan tarik lasan, batas elastis, titik luluh, dan daktilitas. Batas elastis logam
adalah batas tegangan (beban) yang menahan dan masih kembali ke panjang
aslinya setelah beban dilepaskan. Kekuatan tarik lasan terjadi saat benda uji tidak
kembali ke panjang aslinya. Daktilitas adalah kemampuan logam untuk
meregangkan atau memanjang sebelum rusak.

33
BAB 4
ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan yang dilakukan pada material aluminium 5083 dengan panjang


300 mm menggunakan metode SMAW dengan parameter pengelasan sebagai
berikut :

Welder : Rahmat Hidayat (Welder Kampuh Welding)


Tempat Pengelasan : Kampuh Welding Indonesia
Jl. Sawo VI/ 28 Bringin Sambikerep, Surabaya

Proses Pengelasan : SMAW (Shielded Metal Arc Welding)


Desain Sambungan : Butt Joint
Kampuh : Single V
Material : Aluminium seri 5083
Elektroda : Grilumin E 5356 diameter 3,2 mm
Dimensi material : 300 mm x 150 mm x 10 mm
Posisi : 1G

4.1. Sketsa dan Hasil Pengelasan


Dalam penelitian pengelasan kali ini arus yang digunakan 90 A dan 105 A
untuk SMAW dan setiap kampuh terdapat 2 kali pengelasan sehingga dapat
menutup penuh pada kampuh V dengan jarak pelat 2 mm dan sudut kampuh 60º
tersebut.

Gambar 4.1 Sketsa plat dengan kampuh V menggunakan AutoCAD

34
Gambar 4.2 Plat aluminium seri 5083 dengan kampuh V sebelum dilakukan pengelasasan

Gambar 4.3 Hasil pengelasan plat aluminium seri 5083 dengan menggunakan metode SMAW

Pencatatan pada saat proses pengelasan menggunakan metode SMAW


didapatkan data-data seperti pada tabel berikut :

Test
Piec Proces Amper
e s Filler Metal e Volt Travel Speed Heat Input
    class diameter        
1 SMAW E 5356 3,2 mm 105 A 20 V 20 mm/min 6.3 kj/mm
2 SMAW E 5356 3,2 mm 90 A 20 V 24 mm/min 4.5 kj/mm
Tabel 4.1 Hasil record proses pengelasan menggunakan metode SMAW

4.2 Pengujian Visual (Visual Examination Test)

Dari variasi kuat arus dalam proses pengelasan yang telah dilakukan, dapat
diperoleh data untuk masing-masing spesimen yang berupa proses pengelasan dan

35
hasil pengelasan. Untuk diambil data pertama kali yaitu uji visual. Setelah itu di
adakan pengujian diantaranya, uji struktur mikro, uji kekerasan, dan uji kekuatan
tarik. Dari data-data hasil pengujian kemudian dianalisa dan diambil kesimpulan.

4.2.1 Uji Visual (Visual Inspection Test)

Hasil pengujian visual dari masing-masing metode pengelasan pada test piece 1
dan 2 menghasilkan kondisi permukaan yang baik dan menurut dari standar
kriteria penerimaan pada AWS D1.2 semua hasil uji visual adalah accepted.

Gambar 4.4 Hasil uji visual dari pengelasan SMAW

Dari hasil visual tersebut maka diukur ketinggian dari masing – masing mahkota
las maupun akar lasnya dengan menggunakan welding gauge yang digambarkan
pada gambar dibawah ini:

Gambar 4.5 Hasil pengukuran pada mahkota dan akar las dengan welding gauge.

36
4.2.2 Analisa Uji Visual

Dari hasil permukaan plat aluminium 5083 pada test piece 1 dan test piece
2 dapat dilihat semua bagian increment per increment tidak ada cacat visual yang
cukup berarti. Hasil manik las yang dihasilkan juga sangat baik sesuai dengan
ayunan saat proses pengelasan dilakukan. Serta pengukuran ketinggian
menunjukan untuk mahkota las setinggi 2 mm dan akar las setinggi 3 mm.
Sehingga sesuai dengan standar kriteria penerimaan uji visual menurut standar
AWS D1.2 untuk plat aluminium dinyatakan diterima atau accepted.

4.3 Pengujian Mikro

Pengujian mikro dilakukan bertujuan untuk mengetahui bentuk struktur


mikro (microstructure) setelah dilakukan proses pengelasan. Pengujian mikro
dilakukan dengan pembesaran 400x. Hasil foto mikro dapat dilihat berturut-turut
pada gambar:

(Fe,Mn)₃SiAl₁₂

Gambar 4.6 Test piece1 Base Metal 400x

37
Mg2Si

Gambar 4.7 Test piece 1 HAZ 400x

Mg2Si

Gambar 4.8 Test piece 1 Weld metal 400x

(Fe,Mn)₃SiA
l₁₂

Gambar 4.9 Test piece 2 Base metal 400x

38
Mg2Si

Gambar 4.10 Test piece 2 HAZ 400x

Mg2Si

Gambar 4.11 Test piece 2 Weld Metal 400x

4.3.1 Analisa Uji Mikro

Pengamatan struktur mikro dilakukan untuk mengetahui perubahan struktur


mikro yang terjadi akibat adanya proses pengelasan, dari gambar uji specimen
mikro diatas dapat dijelaskan untuk pengujian mikro di bagian base metal, HAZ,
dan weld metal. Struktur mikro daerah base metal pada test piece 1 pada Gambar
4.6 dan test piece 2 Gambar 4.9 menunjukkan tidak adanya perbedaan yang
terjadi baik pada metode las dengan arus 105 A dan 90 A. Hal ini dapat terjadi
karena daerah logam induk tidak terkena proses pemanasan selama proses
pengelasan. Struktur mikro pada daerah ini berupa butir halus, dimana butir

39
halus pada base metal ini dapat menyebabkan kekerasan

Struktur mikro daerah HAZ pada test piece 1 seperti pada Gambar 4.7
menunjukkan terjadinya pertumbuhan butir pada saat pengelasan. Butir-butir
pada daerah HAZ mengalami pengasaran dan berbentuk poligonal. Munculnya
partikel halus pada daerah ini merupakan presipitat (Mg2Si), sedangkan struktur
mikro daerah HAZ pada test piece 2 seperti pada Gambar 4.10 juga
menunjukkan terjadinya pertumbuhan butir pada saat pengelasan. Butir-butir
pada daerah HAZ mengalami pengasaran dan berbentuk poligonal. Munculnya
partikel halus pada daerah ini merupakan presipitat (Mg 2Si), tetapi jumlah butir
halus yang mengalami pengasaran dan berbentuk poliganol lebih sedikit
daripada test piece 1.
Struktur mikro daerah weld metal seperti pada Gambar 4.8 dan Gambar
4.11 secara umum berbentuk dendrit dengan warna gelap yang menunjukkan fasa
silikon-magnesium (Mg2Si) dan atau silikon (Si), sedangkan warna terang
merupakan fasa α aluminium seperti telah disampaikan oleh Chakrabarti dan
Laughlin (2004). Dari analisa struktur mikro diketahui bahwa kenaikan kuat arus
pengelasan dari 90 A ke 105 A diikuti dengan bertambahnya jumlah dendrit yang
terbentuk, hal ini menyebabkan spesimen paling keras di dalam daerah weld metal
dan lebih jelas struktur (Mg2Si) nya, sehingga dapat dipastikan bahwa nilai
kekerasan juga meningkat.

40
4.4 Pengujian Kekerasan
Pengujian kekerasan (hardness) pada penelitian ini menggunakan jenis
Vickers Hardness. Pada pengujian kekerasan bertujuan untuk mengetahui
kemampuan benda dalam menerima pembebanan atau identasi dengan beban dan
waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Untuk pengujian kekerasan pada
spesimen ini direncanakan pada tabel di bawah ini :

Hardness Vickers Test Point Placement Planning Specimen


Load = 10 kgf

HAZ Time = 10 s

Middle BM WM Indentor = Diamond

Equiation = 1,854

Gambar 4.12 Hardness Vickers Test Point Placement Planning Specimen

Standar pengujian kekerasan dengan metode Vickers dalam ASTM E92

VHN = (1,854)p/d²

Test piece 1
Objek koefisien p d¹ VHN¹
Base Metal 1.854 10 0.4656 85.53
HAZ 1.854 10 0.4518 90.84
Weld Metal 1.854 10 0.4405 95.55
Tabel 4.2 Hasil record dari uji kekerasan Test piece 1.

Test piece 2
Objek koefisien p d² VHN²
Base Metal 1.854 10 0.4692 84.2
HAZ 1.854 10 0.4727 85.97
Weld Metal 1.854 10 0.4579 88.43
Tabel 4.3 Hasil record dari uji kekerasan Test piece 2

41
Kuat Arus Kuat Arus
Objek 105 A 90 A
Base Metal 85.53 84.2
HAZ 90.84 85.97
Weld Metal 95.55 88.43
Tabel 4.3 Hasil record variasi arus terhadap nilai kekerasan

Gambar 4.13 Grafik variasi kuat arus terhadap nilai VHN

4.4.1 Analisa Uji Kekerasan


Dari data hasil penelitian tabel 4.3 dan gambar grafik 4.13 menunjukkan
pada test piece 1 dengan menggunakan kuat arus 105 A dan voltage 20 metode
pengelasan SMAW menunjukkan nilai heat input 6.3 kj/mm dan nilai kekerasan
Vickers pada daerah base metal sebesar 85.53 HVN, nilai kekerasan Vickers pada
daerah HAZ sebesar 90.84 HVN, dan nilai kekerasan Vickers pada daerah weld
metal sebesar 95.55 HVN. Dan pada test piece 2 dengan menggunakan kuat arus
90 A dan voltage 20 metode pengelasan SMAW menunjukkan nilai heat input 4.5
kj/mm dan nilai kekerasan coupon test Vickers pada daerah base metal sebesar
84.2 HVN, nilai kekerasan Vickers pada daerah HAZ sebesar 85.57 HVN, dan
nilai kekerasan Vickers pada daerah weld metal sebesar 88.43 HVN. Melihat
perbedaan nilai HVN pada base metal, HAZ dan weld metal material aluminium
5083 metode pengelasan SMAW pada test piece 1 dan test piece 2 dapat
menjelaskan bahwa kenaikan kuat arus pengelasan diikuti dengan bertambahnya
nilai kekerasan. (Raharjo, Samsudi & Rubijanto J.P, 2012)

42
4.5 Pengujian Tarik (Tensile Test)

Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan
suatu bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang berlawanan arah.
Hasil yang didapatkan dari pengujian tarik sangat penting untuk rekayasa teknik
dan desain produk karena mengahsilkan data kekuatan material. Pengujian uji
tarik digunakan untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis
yang diberikan secara lambat. Sifat mekanis logam yang dapat diketahui setelah
proses pengujian ini seperti kekuatan tarik, keuletan dan ketangguhan. Pengujian
tarik sangat dibutuhkan untuk menentukan desain suatu produk karena
menghasilkan data kekuatan material. Pengujian tarik banyak dilakukan untuk
melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data
pendukung bagi spesifikasi bahan. Karena dengan pengujian tarik dapat diukur
ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang diberikan secara perlahan.

4.5.1 Peralatan Uji Tarik

a. Mesin uji tarik


b. Jangka sorong
c. Meteran
Bahan yang digunakan untuk uji tarik adalah batang uji yang telah dibentuk sesuai
standar BKI untuk uji tarik.

43
Gambar 4.14 material dan alat pengujian untuk uji tarik.

Gambar 4.15 Hasil material yang telah dilakukan uji tarik.

F
Thick(T Width( Yield Ultimt F Ultim
Code ) W) CSA strength strength Yield t
Materi
al mm mm mm² Mpa Mpa KN KN
Test 267.9
piece 1 10.62 25.23 4 179.15 210.87 48 56.5
Test 262.6
piece 2 10.37 25.33 7 156.09 177.03 41 46.5
Tabel 4.4 Hasil record dari uji tarik.

objek Kuat Arus 105 A kuat arus 90 A


Yield strength 179.15 Mpa 156.09 Mpa

44
Ultimate strength 210.87 Mpa 177.03 Mpa
Tabel 4.5 Hasil record variasi arus terhadap nilai kekuatan tarik dan kekuatan luluh

Gambar 4.16 Perbandingan grafik variasi arus terhadap nilai kekuatan tarik dan luluh

objek Kuat Arus 105 A kuat arus 90 A


F Yield 48 KN 41 KN
F Ultimate 56.5 KN 46.5 KN
Tabel 4.6 Hasil record variasi arus terhadap nilai beban yang diberikan

Gambar 4.17 Perbandingan grafik variasi arus terhadap nilai beban yang diberikan
4.5.2 Analisa Uji Tarik.
Sifat material aluminium 5083 ini ulet dikarenakan mempunyai daerah
deformasi plastis yang luas disertai penyerapan energi yang besar. Patah ulet
ditandai dengan adanya deformasi platis yang luas di sekitar retakan. Proses
pemanjangan retak ini terjadi cukup lama dan bisa dikatakan stabil. Hal ini
menandakan bahwa material melakukan perlawanan terhadap pemanjangan
retakan kecuali apabila tegangan yang terjadi diperbesar. Dilihat dari gambar
Gambar 4.15 Hasil material yang telah dilakukan uji tarik pada test piece 1 dan

45
test piece 2 material aluminium 5083 terjadi patahan pada weld metal, dan
mengalami patah ulet dikarenakan terlihat deformasi plastis yang kasar pada
permukaannya. penyebaran retakan patah ulet material adalah stabil asalkan
tegangan yang terjadi sama dan tidak berubah.

Dan dari data hasil penelitian sesuai Tabel 4.4 Hasil record dari uji tarik
menunjukkan pada test piece 1 dengan menggunakan kuat arus 105 A dan voltage
20 metode pengelasan SMAW menunjukkan nilai heat input 6.3 kj/mm, nilai
yield strength (titik kekuatan luluh) sebesar 179.15 Mpa dengan nilai beban yang
diberikan sebesar 48 KN, dan nilai ultimate strength (titik kekuatan tarik) sebesar
210.87 Mpa dengan nilai beban yang diberikan sebesar 56.5 KN. Dan pada test
piece 2 dengan menggunakan kuat arus 90 A dan voltage 20 metode pengelasan
SMAW menunjukkan nilai heat input 4.5 kj/mm, nilai yield strength (titik
kekuatan luluh) sebesar 156.09 Mpa dengan nilai beban yang diberikan sebesar
41 KN, dan nilai ultimate strength (titik kekuatan tarik) sebesar 177.03 Mpa
dengan nilai beban yang diberikan sebesar 46.5 KN. Melihat perbedaan nilai yield
strength (titik kekuatan luluh) dan nilai ultimate strength (titik kekuatan tarik)
material aluminium 5083 metode pengelasan SMAW pada test piece 1 dan test
piece 2 dapat menjelaskan bahwa perbedaan arus dalam metode pengelasan
SMAW dan penggunaan kuat arus yang tepat dapat meningkatkan kekuatan tarik
pada pengelasan aluminum 5083.

Pada hal ini variasi kuat arus pengelasan sangat berpengaruh pada struktur
mikro, nilai kekerasan dan nilai kekuatan tarik aluminium 5083. Dimulai dari
rapuh, yakni pada kuat arus yang sangat rendah. Pada tahap ini, akibat kuat arus
yang sangat rendah mengakibatkan ukuran butir mengecil sehingga jarak antar
butir semakin jauh, ikatan melemah, dan rapuh (Raharjo, Samsudi & Rubijanto
J.P, 2012). Dengan demikian material amat mudah patah, sehingga energi yang
dibutuhkan untuk menarik dan mematahkannya sangat kecil pula. Selanjutnya
dengan bertambahnya kuat arus pengelasan, maka ukuran butir makin membesar
sehingga jaraknya semakin dekat dan ikatannya menguat serta kekuatan tarik dan
ketangguhannya meningkat, namun masih getas (Raharjo, Samsudi & Rubijanto

46
J.P, 2012). Dengan demikian kekerasan dan kekuatan tarikya meningkat.
Kemudian apabila temperatur makin meningkat, hingga material mencapai
keuletan sampai pada temperatur maksimalnya, energi yang dibutuhkan untuk
menarik dan mematahkannya akan bertambah pula sampai nilai maksimum.
Selanjutnya jika lewat dari titik ini, maka energi akan menurun karena adanya
deformasi (Suherman, 1987).

47
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang dilaksanakan yaitu hasil perbandingan dari proses


pengelasan menggunakan metode SMAW pada sambungan aluminium seri 5083
dapat ditarik beberapa kesimpulan berdasarkan dari hasil pengujian yang telah
dilakukan antara lain sebagai berikut :

1. Variasi kuat arus pengelasan sangat berpengaruh pada struktur mikro,


diketahui bahwa kenaikan kuat arus pengelasan dari 90 A ke 105 A diikuti
dengan bertambahnya jumlah dendrit yang terbentuk, hal ini menyebabkan
spesimen paling keras di dalam daerah weld metal dan lebih jelas struktur
(Mg2Si) nya dan dapat dipastikan bahwa nilai kekerasan juga meningkat,
sehingga penggunaan kuat arus 105 A dan voltage 20 lebih baik dalam
mempengaruhi struktur mikro pada weld metal.
2. Melihat perbedaan nilai HVN pada base metal, HAZ dan weld metal
material aluminium 5083 metode pengelasan SMAW pada test piece 1 dan
test piece 2 dapat menjelaskan bahwa kenaikan kuat arus pengelasan
diikuti dengan bertambahnya nilai kekerasan, sehingga dalam penelitian
ini penggunaan kuat arus 105 A dan voltage 20 lebih baik nilai
kekerasannya, dengan nilai kekerasan vickers pada daerah base metal
sebesar 85.53 HVN, nilai kekerasan Vickers pada daerah HAZ sebesar
90.84 HVN, dan nilai kekerasan Vickers pada daerah weld metal sebesar
95.55 HVN.
3. Melihat perbedaan nilai yield strength (titik kekuatan luluh) dan nilai
ultimate strength (titik kekuatan tarik) material aluminium 5083 metode
pengelasan SMAW pada test piece 1 dan test piece 2 dapat menjelaskan
bahwa perbedaan arus dalam metode pengelasan SMAW dan penggunaan
kuat arus yang tepat dapat meningkatkan kekuatan tarik pada pengelasan

48
aluminum 5083, sehingga dalam penelitian ini penggunaan kuat arus 105
A dan 20 V lebih baik nilai yield strength (titik kekuatan luluh) dan nilai
ultimate strength (titik kekuatan tarik), dengan nilai yield strength (titik
kekuatan luluh) sebesar 179.15 Mpa dengan nilai beban yang diberikan
sebesar 48 KN, dan nilai ultimate strength (titik kekuatan tarik) sebesar
210.87 Mpa dengan nilai beban yang diberikan sebesar 56.5 KN.

5.2 Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti mempunyai saran yang perlu
dilakukan untuk penelitian kedepannya antara lain :

1. Dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengelasan aluminium 5083


metode pengelasan SMAW dengan melakukan uji bending dan uji
radiografi
2. Melakukan perbandingan dengan menggunakan metode pengelasan
GTAW atau TIG

49
DAFTAR PUSTAKA

Anam, Muhammad Syaiful. 2009. “Analisa Perilaku Tegangan Sisa Dan Sudut
Distorsi Pada Sambungan Fillet Dengan Variasi Tebal Pelat
Menggunakan Metode Elemen Hingga”. Surabaya : Institut
Teknologi Sepuluh Nopember
Anderson, Tony. 2008. “Understanding The Aluminum Alloys”. ESAB
Group, Michigan : USA.
Anonymous http://asm.matweb.com , diunduh 14 Juli 2020 pukul 12:30 wib
Anonymous http://www.alatuji.com, diunduh 14 Juli 2020 pukul 13:30 wib
Anonymous hhtp://www.teknikmesin.org, diunduh 14 Juli 2020 pukul 13:30 wib
Anonymous http://www.infometrik.com, diunduh 20 Juli 2020 pukul 21:00 wib
Arifin, S. 1997. Las Listrik dan Otogen. Jakarta: Ghalia Indonesia
ASME section II. 2001. “Materials”. New York : The American Society of
Mechanical Engineers New York.
ASME section IX. 2001. “Qualification Standard For Welding And Brazing
Procedures, Welders, Brazers, And Welding And Brazing
Operators”. New York : The American Society of Mechanical
Engineers New York.
Annual book of standards ASTM 3 Standard Guide for Preparation of
Metallographic Specimens, West Conshohocken, PA : United States.
Annual book of standards ASTM 8 Standard Test Methods for Tension Testing
of Metallic Materials, West Conshohocken, PA : United States.
Annual book of standards ASTM 92 Standard Test Methods for Vickers
Hardness and Knoop Hardness of Metallic Materials, West
Conshohocken, PA : United States.
BKI Vol VI rules of welding sec III, 2019
Davis,J.R.,1998,“Aluminium and Aluminium Alloys”, 4 ed., ASM International,
United States of Amarica.

50
Fahmi Pamungkas,2016 skripsi Analisa Perbandingan Hasil Pengelasan
Menggunakan Metode SMAW Dan Metode GMAW Terhadap
Ketahanan Bending Pada Sambungan Aluminium Seri 5083
Handbook AWS D1.2, Structural Welding Code Aluminum., 1997
Larry Jeffus  Welding: Principles and Applications 5th Edition 
Muku I.Dewa.M.K,2009. Kekuatan Sambungan Las Aluminium Seri 1100
dengan Variasi Kuat Arus Listrik Pada Proses Las Metal Inert
Gas (MIG). Jurnal Ilmiah Teknik Mesin, Universitas Udayana. Vol.3
(1): 11-17.
Okumura T, Wiryosumarto H. 2004 “Teknologi Pengelasan Logam = Welding
Engineering”.Jakarta : Pradnya Paramita.

Raharjo, Samsudi & Rubijanto J.P. 2012. “Variasi Arus Listrik Terhadap Sifat
Mekanis Sambungan Las Shielding Metal Arc Welding (SMAW)”
Jurnal FT UMS, 1412-9612.
Riswan Dwi Djatmiko, MPD pada Modul Teori Pengelasan Logam : 2008
Siswanto. 2011. Konsep Dasar Teknik Las (Teori dan Praktik). Jakarta : P.T.
Prestasi Pustakarya.
Sonawan, Hery, Suratman R. 2003 “Pengelasan Logam”. Bandung.
Suherman. 1987. Ilmu Logam I. Institut Teknologi Sepuluh November :
Surabaya.
Sukaini.2005, Teknik Las Busur Listrik Manual/SMAW. PPPTK VED Malang
Surdia, T., Shinroku, S., 2005, Pengetahuan Bahan Teknik, PT. Pradnya
Paramita, Jakarta.
Totten E, George. (2003), “Handbook of Aluminium Volume 1, Physical
Metallurgy and Processes”. Marcell Dexter. Inc., New York.,
USA.170.
Wijayanto, Dian.Pengantar Manajemen. Jakarta: GramediaPustakaUtama.
2012.
Volume 2 of the American Welding Society’s Welding Handbook, 8th edition

51

Anda mungkin juga menyukai