Anda di halaman 1dari 19

Nama : Komang Apriliana Devi

NIM : 1913021013
Kelas : 4A

RESUME TERMODINAMIKA : USAHA


A. Usaha dalam Berbagai Proses
Dalam fisika khususnya termodinamika, usaha adalah salah satu bentuk
interaksi pertukaran energi antara sistem dengan lingkungan. Sistem yang berada
dalam keadaan seimbang cenderung mempertahankan keadaannya. Adanya
interaksi antara sistem dengan lingkungan akan mampu mengubah keadaan sistem
yang seimbang. Usaha dapat dilakukan oleh sistem dapat pula dilakukan terhadap
sistem. Dalam mekanika definisi untuk usaha W dapat didefinisikan dalam
persamaan berikut.
𝑊 = 𝐹. 𝑑 atau 𝑊 = 𝐹. ∆𝑆
F adalah besarnya gaya yang bekerja pada benda sedangkan d atau ∆𝑆 adalah
besar perpindahan benda. Definisi tersebut hanya mendefinisikan besarannya
usaha yang dilakukan pada suatu benda ketika gaya konstan dan sejajar dengan
perpindahan sepanjang sepanjang garis lurus. Di dalam sistem gas yang
diperhatikan perubahan volume sistem (dV), untuk lebih memahami usaha di dalam
termodinamika dapat dijelaskan sebagai berikut.
dF

dA
dS

Usaha akibat gaya luar.


Sistem yang ditunjukkan pada gambar berada pada tekanan p. Gaya luar
sebesar dF dikerjakan pada permukaan seluas dA, dengan dF = P . dA . Apabila
akibat gaya luar bagian sistem bergerak sejauh dS, maka kerja yang dilakukan gaya
luar tersebut adalah:
dW = dF . dS
jika nilai dF = p . dA , maka :
dW = P . dA . dS
Dengan A merupakan luas total permukaan dan dA . dS merupakan perubahan
volume sistem (dV), sehingga usaha luarnya adalah sebagai berikut
dW = P . dV
Keterangan :
dW = Usaha luar (Joule)
P = Tekanan sistem (N/m2)
dV = Perubahan volume sistem (m3)
Konversi tanda :
1. dW positif jika sistem melakukan usaha pada lingkungan, contoh: gas panas di
dalam silinder mesin mobil menggerakkan piston, piston terdorong keluar
maka dalam hal ini sistem melakukan usaha, tanda dW positif.
2. dW negatif jika sistem dikenakan usaha oleh lingkungan, contoh memasukkan
udara ke dalam ban sepeda dengan pompa dalam hal ini usaha dikerjakan pada
sistem, maka dW negatif.
a. Menentukan Usaha Melalui Diagram P-V
Pada diagram tersebut terdapat garis pada bidang P-V yang mendefinisikan
sebuah proses reversibel. Luas bagian yang diarsir menyatakan besar usaha
untuk perubahan volume dV.

b
Pb

Pa a

Va dV Vb V

Usaha pada diagram P-V


Diagram menunjukkan sebuah sistem mengalami proses sehinga keadaannya
berubah dari keadaan a menjadi keadaan b. Usaha per unit massa/mol untuk
perubahaan volume kecil digambarkan oleh daerah diarsir. Pada perubahan
volume sebesar dV, maka besar usaha oleh sistem adalah dW = P.dV. Secara
matematis dinyatakan oleh luas bagian yang bergaris. Jika volume berubah
dari Va ke Vb, maka usaha seluruhnya diperoleh melalui pengintegralan seperti
pada persamaan Secara matematis dinyatakan oleh luas bangun yang dibatasi
oleh grafik antara dua garis vertikal dari Va ke Vb serta sumbu V.
Usaha akan bernilai positif jika volume bertambah besar (berekspansi) dan
akan negatif jika volume berkurang (kompresi). Jadi usaha adalah luas daerah
dibawah kurva pada bidang P-V. Usaha total untuk perubahan volume dari
keadaan a ke keadaan b adalah sebagai berikut.
𝑉𝑎
𝑊 = ∫ 𝑃. 𝑑𝑉
𝑉𝑏

Umumnya dalam proses itu P tidaklah tetap, sehingga tidak boleh dikeluarkan
dari tanda integral. Disini perlu diadakan perjanjian mengenai tanda untuk
usaha (W). Jika usaha dilakukan oleh sistem, W akan diberi tanda positif dan
sebaliknya jika usaha dilakukan terhadap sistem, maka W diberi tanda negatif.
b. Usaha dalam Proses Siklus
Proses siklus adalah suatu proses yang mana pada akhir proses, keadaan
sistem kembali seperti keadaan awal.

Pb b

Pa a

Va Vb V

Usaha dalam proses siklus.


Pada gambar menyatakan suatu sistem mengalami proses siklus dari a
ke b kemudian dilanjutkan dengan bagian b ke a.
1. Pada bagian a → b sistem melakukan usaha, sehingga usaha bertanda
positif, besarnya usaha sama dengan luas daerah di bawah kurva a ke b.
2. Pada bagian b → a sistem dikenakan usaha, sehingga bertanda negatif,
besarnya usaha sama dengan luas daerah di bawah kurva b ke a.
Usaha total sistem adalah Wab - Wba sama denga luas daerah di bawah
kurva ab dikurangi dengan luas daerah di bawah kurva ba sama dengan luas
daerah di dalam siklus.
c. Usaha Tergantung pada Lintasan

Pb c b

Pa d
a

Va Vb

Pada gambar menyatakan bahwa terdapat suatu sistem yang keadaannya


berubah dari keadaan a menjadi b, banyak proses reversibel yang bisa ditempuh
dari a ke b diantaranya : ab, acb, dan adb
1. Wacb = Wac + Wcb = Wcb = luas daerah di bawah kurva cb
2. Wadb = Wad + Wdb = Wad = luas daerah di bawah kurva ad
3. Wab = luas daerah di bawah kurva ab
Berdasarkan dengan luas daerah di bawah kurva, maka dapat diperoleh
bahwa Wacb ≠ Wadb ≠Wab. Jadi, dapat disimpulkan bahwa besar usaha tergantung
pada proses yang dijalani sistem, selain itu besar usaha juga tergantung pada
keadaan awal dan keadaan akhir sistem.
Catatan :
1. W bukan merupakaan fungsi keadaan sistem (variabel sistem)
2. dW atau dw bukan merupakan diferensial eksak sehingga ditulis dengan
tanda coret đW atau đw.
3. dw bukan merupakan perubahan kecil usaha melainkan sejumlah kecil
usaha.
d. Usaha dalam Berbagai Proses
1. Proses Isobarik : proses isobarik adalah proses dimana tekanan (P) dijaga
agar tetap konstan, jadi prosesnya direpresentasikan dengan garis
horizontal lurus pada diagram P-V gambar.
P

Pa= Pb a b

V
Va Vb

Diagram P-V proses isobarik

Berdasarkan diagram, maka besarnya usaha adalah sama dengan luas


daerah di bawah kurva a-b.
b
W =  P d V , karena P konstan, maka P bisa dikeluarkan
a

b
W = P d V
a

W = P Vb − Va 
2. Proses Isokhorik : proses isokhorik (atau isovolumetrik) adalah proses
dimana volume tidak berubah.
P
b
Pb

Pa
a

Diagram P-V proses isokhorik.

Pada diagram mendefinisikan proses isokorik, karena volume konstan s


maka usaha yang dilakukan sebesar nol (W = 0) atau besar usaha sama
dengan luas daerah di bawah kurva a-b = 0
Karena V= C maka dV=0 sehingga W=0
W =  P dV
W =0

3. Proses Isotermal : selama proses isotermal, suhu sistem tidak berubah atau
suhu sistem konstan.

Va Vb VV

Diagram P-V proses isotermal


Proses isotermal terjadi berdasarkan hukum Boyle yang menyatakan
volume gas berbanding terbalik dengan tekanan absolut ketika suhu dijaga
konstan.
1
𝑉∝
𝑃
Grafik P- V untuk suhu tetap ditunjukkan pada gambar 10. Hukum Boyle
bisa juga ditulis sebagai berikut.
PV = C (T konstan)
Untuk menghitung usaha yang dilakukan oleh sistem, terlebih dahulu
menentukan persamaan tekanan sebagai fungsi volume berdasarkan
nRT
persamaan keadaan gas ideal, yaitu: P =
V
Diagram menunjukkan proses isotermal a-b. Maka diperoleh usaha pada
proses isotermal sebagai berikut.

W =  P dV
b
n RT
W = dV → nRT = C
a
V
b
dV
W = n RT 
a
V
W = n R T ln V
W = n R T ln Vb − ln Va 
V 
W = n R T ln  b 
 Va 
4. Proses Adiabatik : Proses adiabatik adalah proses yang terjadi begitu cepat
atau terjadi di sistem yang terisolasi dengan baik sehingga tidak ada
transfer energi seperti panas yang terjadi di antaranya. Dalam hal ini
sistem terisolasi dari lingkungan. Antara sistem dengan lingkungan hanya
terjadi interaksi melalui usaha luar.
P

Ket :
= proses isotermal
a
= proses adiabatik

T1
T2
Va Vb V
Diagram P-V proses adiabatik.

Hubungan antara tekanan dan volume selama proses adiabatik dinyatakan


dengan persamaan berikut.

𝑃𝑉 𝛾 = 𝐶 (persamaan Poisson)

𝐶
Dimana 𝛾 = 𝐶𝑃 merupakan hasil perbandingan kapasitas kalor gas pada
𝑉

tekanan tetap CP dan kapasitas kalor pada volume tetap CV. Besaran ᵞ
disebut konstanta Laplace. Pada diagram P-V seperti pada gambar 10,
proses adiabatik terjadi di sepanjang garis biru dengan 𝑃𝑉 𝛾 adalah konstan.
Karena gas berasal dari keadaan awal a ke keadaan akhir b, maka
persamaan dapat ditulis ulang sebagai berikut.
𝛾 𝛾
𝑃𝑎 𝑉𝑎 = 𝑃𝑏 𝑉𝑏

Untuk menulis persamaan proses adiabatik dalam T dan V, dapat


menggunakan persamaan gas ideal (𝑃𝑉 = 𝑛𝑅𝑇) untuk menghilangkan P
dari persamaan 6, maka diperoleh.

𝑛𝑅𝑇 𝛾
( )𝑉 = 𝐶
𝑉

Usaha yang dilakukan oleh sistem (gas) hanya mengubah energi dalam,
sebab sistem tidak menerima ataupun melepas kalor. Besarnya usaha yang
dilakukan oleh sistem dapat ditentukan dengan menerapkan persamaan
sehingga menghasilkan hubungan sebagai berikut.
1
𝑊= (𝑃 𝑉 − 𝑃𝑎 𝑉𝑎 )
𝛾−1 𝑏 𝑏
B. Diferensial Parsial
Dalam mendalami persamaan keadaan diperlukan pemahaman yang baik
tentang konsep diferensial suatu fungsi dengan dua atau lebih variabel. Persamaan
keadaaan suatu sistem P-V-T, misalnya untuk sistem yang terdiri atas satu mol gas,
secara umum adalah f (P, V, T) = 0 , karena variabel-variabel itu dihubungkan oleh
satu persamaan, maka hanya dua dari tiga variabel itu adalah variabel bebas dan
yang ketiga variabel tak bebas. Jika dua dari ketiga variabel itu diketahui, maka
yang ketiga dapat dihitung. Variabel yang satu merupakan fungsi dari kedua
variabel yang lain (Hadi, 1993). Jadi dapat dipilih:
P= f ( V, T), V = f (P, T,), T = f (P, V)
secara umum, untuk sembarang sistem, hubungan ketiga variabel itu dapat
dipaparkan sebagai berikut.
Dengan meninjau fungsi tiga variabel (x,y,z) yang dinyatakan dengan f (x,y,z) = 0,
yang secara ekplisit dapat pula dinyatakan dengan:
z = f(x,y), x = f(y,z), dan y = f(x,z).
Jika x dan y berubah maka perubahan z dapat dinyatakan dengan;
 z   z 
dz =   dx +   dy
 x  Y  y  X
Dari persamaan di atas terlihat bahwa variabel yang dianggap sebagai tetapan
dicantumkan sebagai indeks. Dengan cara yang sama akan diperoleh :
 x   x 
dx =   dy +   dz
 y  Z  z  Y

 y   y 
dy =   dx +   dz
 x  Z  z  X
dengan substitusi persamaan dy ke persamaan dz, maka diperoleh:
 z   z   y   y  
dz =   dx +     dx +   dz 
 x  Y  y  X  x  Z  z  X 

  z   y    z   z   y  
1 −      dz =   +      dx
  y  X  z  X   x  Y  y  X  x  Z 
Perubahan dz dan dx adalah bebas, karena itu boleh diberi nilai berapapun. Jika dx
= 0 dan dz ≠ 0 diperoleh:
  z   y  
1 −      = 0
  y  X  z  X 

 z  1  y  1
  = atau   =
 y  X  y   z  X  z 
 
 z  X  y  X
Begitu juga dengan substitusi dx ke persamaan dz, diperoleh:

 z   x   x    z 
dz =     dy +   dz  +   dy
 x  Y  y  Z  z  Y   y  X

  z   x    z   x   z  
1 −      dz =     +    dy
  x  Y  z  Y   x  Y  y  Z  y  X 
Jika dy = 0 dan dz ≠ 0 diperoleh:
  z   x  
1 −      = 0
  x  Y  z  Y 

 z  1  x  1
  = atau   =
 x  Y  x   z  Y  z 
   
 z  Y  x  Y
Demikian pula apabila persamaan dy dimasukkan ke persamaan dx, diperoleh :
 x   y   y    x 
dx =     dx +   dz  +   dz
 y  Z  x  Z  z  X   z  Y

  y   x    x   x   y  
1 −      dx =   +      dz
  x  Z  y  Z   z  Y  y  Z  z  X 
  z   y    z   z   y  
Dari persamaan 1 −      dz =   +      dx , Jika dz = 0,
  y  X  z  X   x  Y  y  X  x  Z 
maka dx ≠ 0, sehingga :
 z   z   y  
  +      = 0
 x  Y  y  X  x  Z 

 z   y   z 
    = − 
 y  X  x  Z  x  Y

 z   y  1
    = −
 y  X  x  Z  x 
 
 z  Y
 z   y   x 
      = −1
 y  X  x  Z  z  Y
 z   y   x 
Dengan mengganti       dengan kebalikannya (pada hasil
 y  X  x  z  z  Y
sebelumnya) diperoleh:
1
= −1
 x   y   z 
     
 y  Z  z  X  x  Y
sehingga :
 x   y   z 
      = −1 (Persamaan ini sering disebut dengan rumus -1)
 y  Z  z  X  x  Y
Persamaan-persamaan yang telah diperoleh dapat diterapkan pada sistem P-V-T,
seperti persamaan keadaan gas sempurna ataupun gas Van der Wals, sebagai
berikut.
 P  1
  =
 V  T  P 
 
 V  T
 P   V   T 
      = −1
 V  T  T  p  P V
Aplikasi Diferensial Parsial pada Sistem Termodinamika
Diferensial parsial juga dapat diterapkan pada sistem termodinamika dan
sekaligus untuk menguji kebenaran rumus-rumus tersebut. Misalnya untuk gas
sempurna yang persamaan keadaannya: Pv = RT.
 P  RT  RT  1 P
  = − 2 = −  =−
 v  T v  v v v

 v  RT  RT  1 v
  = − 2 = −  =−
 P  T P  P P P
Persamaan diatas sangat penting untuk menghitung turunan parsial suatu
variabel yang dari persamaannya tak dapat dibuat eksplisit. Misalnya ialah variabel
v di dalam persamaan keadaan gas Van der Walls sebagai berikut.
RT a
P= − 2
v−b v
 P  R  P  RT 2a
  = ;   = + 3
 v  T v − b  v  T (v − b )
2
v
Jadi:
R
 v  v − b R (v − b )v 3
  =− =
 T  p RT
+
2a RTv 3 − 2a(v − b) 2
(v − b )2 v 3

C. Koefisien Ekspansi dan Compresibelitas


a. Koefisien Ekspansi
Koefisien ekspansi (β) didefinisikan sebagai perubahan relatif volume
karena adanya perubahan temperatur (Rapi, 2017).
V2 − V1
 =
V1 (T2 − T1 )
di mana V2 dan V1 adalah volume suatu bahan pada saat T2 dan T1,  adalah
koefisien ekspansi rata-rata. Jika sistem mengalami perubahan infinit artinya
perubahan temperatur kecil dan perubahan volume juga kecil maka yang
diperoleh koefisien ekspansi sebenarnya ()
dV 1 dV
= =
V dT V dT

1 (dV ) p
Jika proses berlangsung pada tekanan konstan maka:  = dimana P
V (dT ) p

dijaga tetap saat volume dan temperatur berubah. Karena V merupakan fungsi
(dV ) p
dari T dan p, maka dalam bentuk difrensial parsial harus diganti
(dT ) p
 V  1  V 
dengan   sehingga  =   di dalam volume spesifik:
 T  p V  T  p

1  V 
=   = V
V  T  p

Makna secara fisis dari koefisien ekspansi adalah perubahan volume


terhadap kenaikan temperatur persatuan volume pada tekanan tetap. Koefisien
ekspansi volume menunjukkan seberapa jauh material berkembang terhadap
agitasi termal (Hikam, 2009).
1. Untuk Koefesien Ekspansi Gas Ideal
Koefisien ekspansi untuk gas ideal secara matematis dapat
dirumuskan sebagai berikut.

1  v 
=  
v  T  p
1 v 
=  
v T 
1
=
T
2. Untuk Gas Van der Walls
Koefisien ekspansi gas Van der Walls secara matematis dapat dirumuskan
sebagai berikut.
1  v 
=  
v  T  p
1 R v 3 (v − b ) 
 =  
v  RTv 3 − 2a(v − b )2 
 R v 2 (v − b ) 
 =  
2 
 RTv 3
− 2 a (v − b ) 

Di tinjau dari suatu sistem yang menjalani proses isobarik yang kecil,
artinya keadaan akhir hanya menyimpang sedikit dari keadaan awal. Misalnya
keadaan awal ditentukan oleh suhu T dan volume V dan keadaan akhir ditentukan
oleh suhu T + dT dan volume V + dV, keduanya pada tekanan yang sama.
Koefisien muai volume secara matematis dapat ditulis :
dV p
1 (dV ) p
= = V
V (dT ) p (dT ) p

Jadi koefesien ekpansi volume dapat dinyatakan sebagai nilai limit dari
(dV ) p
perubahan volume per satuan perubahan suhu pada temperatur tetap.
V
Koefisien volume rata-rata  di dalam selang waktu tertentu antara T1 dan T2
didefinisikan sebagai.

(V2 − V1 )
V1 1 V p
= =
T2 − T1 V T p

b. Compresibelitas
Compresibelitas adalah perubahan relatif volume karena perubahan tekanan
compresibelitas rata-rata K (Rapi,2017).
1  V2 − V1 
K =−  
V1  P2 − P1 

di mana V2 dan V1 adalah volume pada saat tekanan p2 dan p1.


Jika volume dan tekanan berubah infinit, artinya perubahan volume kecil dan
perubahan temperatur juga kecil, maka yang diperoleh compresibelitas
sebenarnya (K), maka :
dV 1 dV
K =− =−
V dP V dP
tanda negatif dalam persamaan di atas menyatakan bahwa kenaikan tekanan,
selalu diikuti oleh penurunan volume. Jika dP positif maka dV negatif dan K
adalah kuantitas yang positif.
1  V 
Jika prosesnya isotermis, maka : K = −  
V  P  T
Karena V merupakan fungsi dari T dan p, maka dalam bentuk difrensial
(dV )T (V )T
parsial harus diganti dengan sehingga
(dP)T (P )T
1  V 
K =−  
V  P  T

1  V 
Dalam volume spesifik : K = −  
V  P  T

 V 
  = − KV
 P  T

1. Compresibelitas Gas Ideal


Compresibilitas gas ideal secara matematis dapat dirumuskan sebagai
berikut.
1  v 
K =−  
v  P  T
1 v 
K = − − 
v P
1
K=
P
2. Compresibelitas Gas Van der Walls
Compresibelitas gas Van der Walls secara matematis dapat dirumuskan
sebagai berikut.
v 2 (v − b )
K=
RTv 3 − 2a(v − b )
2

DAFTAR PUSTAKA
Giancolli, Douglas. 2001. Fisika Jilid 1 Edisi Kelima. Terjemahan Yuhilza Hanum dan
Irwan Arifin, disunting oleh Hilarius W. Hardani dan Sylvester L.
Simarmata. Physics Fifth Edition. 1998. Jakarta: Erlangga.
Rapi, Ni Ketut. 2017. Buku Ajar Termodinamika. Singajara: Universitas Pendidikan
Ganesha.
TUGAS INDIVIDU

1. Sistem gas ideal menjalani proses termodinamika seperti digambarkan pada diagram
PT di bawah ini.

P (atm)

a
c
d
T (K)

Berdasarkan gambar grafik pada soal di atas maka dapat diketahui bahwa:

P (atm) V1
b
P4 V2

P3 a
c
P2
d
P1
T (K)
T1 T2

a. Jelaskan proses yang dijalani sistem pada masing-masing bagian (cabang)!


Berdasarkan grafik, adapun proses yang dijalani sistem yang meliputi
sebagai berikut:
1. Proses di a – b yaitu terjadi proses isokhorik yaitu volume tetap pada
V1, perubahan tekanan dari P3 – P4, dan perubahan suhu dari T1 – T2
2. Proses di b – c yaitu terjadi proses isothermal pada suhu tetap di T2
3. Proses di c – d yaitu terjadi proses isokorik yaitu volume tetap pada
V2, perubahan tekanan dari P2 – P1, dan perubahan suhu dari T2 – T1
4. Proses di d – a : terjadi proses isothermal pada suhu tetap di T1
b. Rumuskan persamaan yang berlaku pada masing-masing bagian (cabang)!
Berdasarkan pembahasan soal (a) maka telah diketahui proses-proses
yang terjadi di masing-masing cabang sehingga dapat diketahui
persamaan yang berlaku dalam proses tersebut yaitu:
1. Proses a – b dan c – d terjadi proses isokorik, sehingga berlaku rumus
sebagai berikut.
𝑃
=𝐶
𝑇
𝑊 = 𝑃(𝑉2 − 𝑉1 ) = 0
2. Proses b – c dan d – a terjadi proses isothermal, sehingga berlaku
rumus sebagai berikut.
𝑃𝑉 = 𝐶
𝑉2
𝑊 = 𝑛𝑅𝑇𝑙𝑛( )
𝑉1
c. Gambarkan keadaan sistem pada diagram VT dan PV!
Gambar Diagram V-T

V
P1

P2
d c
V2 P3

P4

V1 a b

T
T1 T2
Gambar Diagram P-V

P
P4 d

P3 c

P2 a

P1 b

V
V1 V2

Anda mungkin juga menyukai