Disusun Oleh:
Nuryawati (2017.02.076)
PENDAHULUAN
prognosis pada cedera kepala. Pada keadaan kritis pasien mengalami perubahan
psikologis dan fisiologis, oleh karena itu peran perawat kritis merupakan posisi sentral
untuk memahami semua perubahan yang terjadi pada pasien, mengidentifikasi masalah
keperawatan dan tindakan yang akan diberikan pada pasien. Perubahan fisiologis yang
terjadi pada pasien dengan gangguan kesadaran antara lain pada pemenuhan kebutuhan
dasar yaitu gangguan pernafasan, kerusakan mobilitas fisik, gangguan hidrasi, gangguan
2002). Pengkajian tingkat kesadaran secara kuantitatif yang biasa digunakan pada kondisi
emergensi atau kritis sebagian besar menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS).
Angka kejadian pasti dari cedera kepala sulit ditentukan karena berbagai faktor,
misalnya sebagian kasus-kasus yang fatal tidak pernah sampai ke rumah sakit, dilain
pihak banyak kasus yang ringan tidak datang pada dokter kecuali bila kemudian timbul
komplikasi. Insiden cedera kepala yang nyata yang memerlukan perawatan di rumah sakit
dapat diperkirakan 480.000 kasus pertahun . Cedera kepala paling banyak terjadi pada
laki-laki berumur antara 15-24 tahun, dimana angka kejadian cedera kepala pada laki-laki
(58%) lebih banyak dibandingkan perempuan, ini diakibatkan karena mobilitas yang
Berdasarkan uraian latar belakang diatas penulis merumuskan masalah apakah ada
pengaruh stimulasi sensori terhadap tingkat fungsi kognitif pasien cedera kepala
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan umum makalah ini adalah
Berdasarkan tujuan makalah yang hendak dicapai, maka makalah ini diharapkan
mempunyai manfaat dalam praltik keperawatan baik secara langsung maupun tidak
pengaruh stimulasi sensori terhadap tingkat fungsi kognitif pasien cedera kepala,
sehigga pihak profesi keperawatan dapat lebih meningkatkan partisipasinya
Makalah ini menjadi acuan proses belajar dalam menerapkan ilmu yng telah
HASIL
2.1 Metode
uji klinis acak yang dilakukan di pusat trauma tingkat I Shiraz termasuk 60 pasien
koma cedera kepala dengan skor koma Glasgow awal (GCS) kurang dari 8. Pasien
secara acak ditugaskan untuk menerima stimulasi sensorik oleh perawat yang
= 20), atau perawatan biasa (kelompok kontrol; n = 20). Program stimulasi sensorik
yang melibatkan perawat dan keluarga pasien dilakukan dua kali setiap hari pada
2. Penelitian yang dilakukan oleh Theresa Louise-Bender Pape (2015) yaitu dengan
3. Penelitian yang dilakukan oleh Emily Galassi Sullivan (2017) menggunakan blinded
(FAST) dibandingkan dengan stimulasi palsu pada pasien tujuh tahun pasca TBI
Kesadaran (DOCS), skala Coma Near Coma (CNC), dan Algoritma Penyaringan
Potentials (SSEP).
sampling jenis consecutive sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30
responden yang terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok kontrol (15
5. Peneltian yang dilakukan oleh Lijuan Cheng, dkk (2018) melakukan studi desain
program SS.
6. Penelitian yang dilakukan oleh Anne Cusick (2014) desain kohort klinis situs
tunggal retrospektif, hasil jangka panjang ( n = 18; dua sampai lima tahun) untuk
orang-orang di MCS. Lokasi penelitian adalah salah satu pusat rehabilitasi neurologi
yang menerima program stimulasi sensorik dari anggota keluarga mereka memiliki
GCS yang jauh lebih tinggi setelah 7 hari dibandingkan dengan dua kelompok
menunjukkan bahwa tingkat kesadaran yang ditentukan oleh GCS meningkat pada 3
kelompok dari hari pertama sampai hari ketujuh masuk. Namun, tren secara
menerima program stimulasi sensorik dari anggota keluarga mereka memiliki skor
RLA yang jauh lebih tinggi (P <0,001) dan WNSSP (P <0,001) dibandingkan
kelompok lain Program stimulasi sensorik berbasis keluarga dikaitkan dengan tren
yang lebih tinggi pada perubahan RLA (P <0,001) dan WNSSP (P <0,001). Ini
berarti bahwa ada peningkatan dalam kesadaran pasien, tingkat fungsi kognitif, dan
pemulihan sensorik kognitif dasar seiring dengan peningkatan yang lebih besar yang
dicatat dalam RLA dan WSSP. ketika intervensi diberikan oleh anggota keluarga
tidak signifikan dalam tingkat kesadaran mereka (P =0,98) dan tingkat fungsi
tambahan tersedia dalam suplemen (Bagian Ie). Hasil utama, DOCS, adalah ukuran
yang andal, valid, dan tepat dari fungsi neurobehavioral global yang terbukti tetap
stabil selama 6 minggu. DOCS dimulai dengan observasi sistematis yang diikuti
oleh pemberian 25 rangsangan sensorik. Respon terbaik untuk setiap stimulus dinilai
pada skala 0 sampai 2, dan total skor mentah berkisar dari 0 (terburuk) sampai 50
(terbaik). Skala CNC mengukur gairah dan kesadaran, dan uji rangsangan diberikan
untuk mendapatkan perilaku tertentu. Ada / tidaknya perilaku ini diberi skor sebagai
0, 2, atau 4. Total skor mentah berkisar dari 0 (responsif secara konsisten) hingga 36
(koma ekstrem).
3. Artikel ketiga dari penelitian Emily Galassi Sullivan yaitu Peserta ' Pengukuran
dasar DOCS-25 rata-rata adalah 60,01 dan selama penyediaan FAST yang dia buat,
total DOCS-25 memperoleh 5,29 unit. Keuntungan terbesar yang terlihat selama
periode ini berada di domain bahasa pendengaran. Setelah persilangan dan saat
pada satu titik waktu menurun total 11,84 unit dari ukuran dasar rata-rata. Namun,
pada pengujian titik akhir, hasil DOCS-25 tetap 2,51 unit lebih tinggi dari ukuran
dasar rata-rata. Sebanyak tujuh penilaian CNC dikumpulkan selama studi 16 minggu
pada minggu-minggu bergantian dengan hasil tes mulai dari hampir koma (1) hingga
koma sedang (2), dengan satu peringkat tanda koma (3). Pemutaran kesadaran tidak
sebagai kesadaran kembali. Namun, Angka 2 dan 3 garis besar peserta ' Perilaku
positif, hasil BAEP akhir dibandingkan dengan BAEP dasar menunjukkan latensi
uji Paired T Test terhadap nilai GCS pre dan post test pada kelompok kontrol
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan rerata skor GCS pada pasien
kontrol, hal ini didukung dengan tidak ditemukannya peningkatan rata-rata nilai
GCS pada kelompok tersebut. Setelah observasi selama 3 hari tanpa diberikan
stimulasi sensori pada pasien dengan kelompok kontrol ditemukan data adanya
peningkatan nilai GCS pada pasien cedera kepala, namun terdapat juga penurunan
nilai GCS dan ada beberapa pasien yang tidak mengalami perubahan nilai GCS.
Melihat dari distribusi frekuensi responden dapat dilihat bahwa pasien yang tidak
mengalami perubahan dan pasien yang mengalami penurunan nilai GCS hampir
seluruhnya yaitu sebanyak 7 dari 10 responden adalah responden yang berada dalam
5. Artikel kelima dari penelitian Lijuan Cheng, dkk yaitu Program SS terdiri dari
stimulasi auditory, visual, tactile, olfactory, dan gustatory yang dilaksanakan dalam
dua sesi / hari yang masing-masing sesi berlangsung selama 20 menit. Stimulasi
dilakukan tiga kali seminggu selama 4 minggu. Selama fase baseline berikut, tidak
ada program SS yang disediakan dan protokol rehabilitasi hanya terdiri dari terapi
fisik, terapi pernapasan, terapi wicara, dan asuhan keperawatan. Revisi Skala
melaporkan skor total CRS-R yang lebih tinggi serta gairah dan respons oromotor
yang lebih baik pada pasien di subkelompok MCS setelah program SS dibandingkan
6. Artikel kelima dari penelitian Anne Cusick yaitu ada korelasi signifikan yang kuat
antara jumlah masuk WNSSP dan skor penerimaan RLAS ( r s = 0,693, P = 0,01,
dua sisi). Korelasi antara Total WNSSP dan skor debit RLAS juga kuat ( r s = 0.788,
P = 0,01, dua sisi). Penilaian yang akurat dan andal dari perubahan keadaan
perawatan dan perencanaan pulang yang berdasarkan bukti. Satu penilaian DOC
standar yang dikembangkan secara khusus untuk pasien dengan cedera otak parah,
yang lambat pulih, adalah WNSSP. Penelitian ini memberikan kontribusi informasi
PEMBAHASAN
Stimulasi sensorik sering diberikan kepada orang yang mengalami cedera otak traumatis
parah (TBI), tetapi efek terapeutiknya tidak jelas. Terapis okupasi adalah kontributor yang
signifikan untuk rehabilitasi saraf, seringkali bekerja dalam tim multidisiplin dalam
pengaturan akut, jangka panjang, dan komunitas. Orang dengan cedera otak traumatis parah
orang dengan cedera otak mendapat perhatian yang signifikan dalam literatur terapi okupasi,
sangat sedikit yang membahas penilaian gangguan kesadaran (DOC) pada cedera otak yang
parah. Makalah ini membahas satu ukuran yang digunakan oleh terapis okupasi di Australia
yang dikembangkan secara khusus untuk orang yang selamat dari TBI parah yang lambat
Mereka yang mengalami cedera otak traumatis berat (TBI) akan mengalami gangguan
pada tingkat kesadaran dan fungsi kognitifnya untuk jangka waktu tertentu. Peningkatan
panjang perubahan ini (koma) dikaitkan dengan hasil yang lebih buruk; dengan demikian,
sebagian besar dari mereka yang bertahan hidup tidak dapat hidup normal karena gangguan
fungsi kognitif. Rawat inap yang berkepanjangan, isolasi sosial, dan tirah baring total pada
masukan sensorik Perubahan yang paling signifikan disebabkan oleh rangsangan taktil dan
peneliti memulai program stimulasi sensorik 3 hari pasca cedera dan berlanjut selama 7 hari.
dibuktikan dengan skor GCS dan RLA yang lebih tinggi antara baseline dan setelah keluar.
Tanda-tanda perilaku seperti melacak objek dengan mata, merespons instruksi verbal,
atau perilaku kontingen seperti tersenyum dengan tepat sebagai respons terhadap rangsangan
1. Definisi
Cedera kepala adalah (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung
maupun tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala,
fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu sendiri,
suatu proses terjadinya cedera langsung maupun deselerasi terhadap kepala yang dapat
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan
otak (Morton, 2012). Cedera kepala meliputi luka pada kulit kepala, tengkorak, dan otak.
Cedera kepala merupakan adanya pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan
2. Klasifikasi
Penilaian cedera kepala dapat dinilai menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) (Tim
Pusbankes, 2018)
GCS 13-15
Kehilangan kesadaran
Muntah
GCS 9-12
GCS 3-8
3. Etiologi
1) Trauma Tajam
Trauma oleh benda tajam: menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera
otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
2) Trauma Tumpul
kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk, yaitu cedera akson,
Cedera kontra cup adalah kerusakan cedera berlawanan pada sisi desakan
benturan.
d. Lokasi benturan
e. Rotasi: pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan trauma regangan dan
robekan substansia alba dan batang otak. Depresi fraktur: kekuatan yang
mendorong fragmen tulang turun menekan otak lebih dalam. Akibatnya CSS
4. Manifestasi Klinis
a. Disorientasi Ringan
mengalami ini tidak mengetahui waktu atau tempat mereka berada saat itu,
Amnesia post traumatik adalah tahap pemulihan setelah cedera otak traumatis
c. Sakit Kepala
Sakit kepala atau nyeri dikepala, yang bisa muncul secara bertahap atau
mendadak.
Mual adalah perasaan ingin muntah, tetapi tidak mengeluarkan isi perut,
sedangkan muntah adalah kondisi perut yang tidak dapat dikontrol sehingga
e. Gangguan Pendengaran
oleh factor usia atau sering terpapar suara yang nyaring atau keras.
a. Oedema Pulmonal
Edema paru adalah suatu kondisi saat terjadi penumpukan cairan diparu-paru
yang dapat mengganggu fungsi paru-paru. Biasanya ditandai dengan gejala sulit
bernafas.
b. Kejang Infeksi
Kejang infeksi adalah kejang yang disebabkan oleh infeksi kumandi dalam saraf
pusat.
Herniasi otak adalah kondisi ketika jaringan otak dan cairan otak bergeser dari
posisi normalnya. Kondisi ini dipicu oleh pembengkakan otak akibat cedera
d. Hemiparase
Hemiparase adalah kondisi ketika salah satu sisi tubuh mengalami kelemahan
yang dapat mempengaruhi lengan, kaki, dan otot wajah sehingga sulit untuk
digerakkan.
5. Patofisiologi
Trauma yang disebabkan oleh benda tumpul dan benda tajam atau kecelakaan dapat
menyebabkan cedera kepala. Cedera otak primer adalah cedera otak yang terjadi segera
setelah trauma. Cedera kepala primer dapat menyebabkan kontusio dan laserasi. Cedera
kepala ini dapat berlanjut menjadi cedera sekunder. Akibat trauma terjadi peningkatan
darah ke otak menyebabkan penurunan suplai oksigen ke otak dan terjadi gangguan
hidrolistik sehingga terjadi kebocoran cairan kapiler. Trauma kepala dapat menyebabkan
odeme dan hematoma pada serebral sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra
kranial. Sehingga pasien akan mengeluhkan pusing serta nyeri hebat pada daerah kepala
(Padila, 2012).
A. Definisi
Fungsi kognitif adalah merupakan aktivitas mental secara sadar seperti berpikir,
menjalankan fungsinya, tetapi sebagai satu kesatuan, yang disebut sistem limbik.
Sistem limbik terdiri dari amygdala, hipokampus, nukleus talamik anterior, girus
fungsi neuroendokrin dan aktivitas otonom. Struktur otak berikut ini merupakan
predominan untuk belajar emosi dalam keadaan tidak sadar, dan pada
4. Girus cinguli, mengatur fungsi otonom seperti denyut jantung, tekanan darah
pelepasan hormon, tekanan darah, denyut jantung, lapar, haus, libido dan
panjang.
rangsang indra dari perifer ke korteks serebri. Dengan kata lain, thalamus
korteks serebri.
10. Korteks enthorinal, penting dalam memori dan merupakan komponen asosiasi
1. Lobus Frontalis
2. Lobus Parietalis
Korteks ini menerima stimuli sensorik (input visual, auditori, taktil) dari
atau pegang.
3. Lobus Temporalis
visual.
4. Lobus Oksipitalis
A. S (Strengh) :
kesadaran, tingkat fungsi kognitif, dan pemulihan sensorik kognitif dasar pasien
neurofisiologis yang dapat terjadi pada pasien hingga 8 tahun setelah cedera otak
parah.
Untuk mengukur gangguan kesadaran pada orang dengan cedera otak traumatis
B. W (Weaknesess)
C. O (Opportunities)
D. T (Threats)
Pengaruh stimulasi sensorik terhadap fungsi kognitif efek terapis yang dihasilkan
kurang pasti.
Sebagai Pendidik
kurang dimengerti oleh pasien dari segi fasilitas maupun yang lainnya.
Sebagai Advokat
Peran perawat sebagai advokat yaitu mendampingi keluarga pasien yang mengalami
oleh perawat.
Sebagai Peneliti
Perawat sebagai peneliti yaitu menterjemahkan temuan riset, bertanggung jawab untuk
Sebagai Konsultan
Peran perawat yang bertugas sebagai tempat konsultasi pasien dalam pemberian
informasi, dukungan atau memberi ajaran tentang tujuan pelayanan keperawatan yang
Perawat sebagai pemberi perawatan secara langsung yaitu peran perawat dalam
kelompok dengan menggunakan energi dan waktu seminimal mungkin. Perawat langsung
mengevaluasi.
Perawat sebagai pemasaran kesehatan pada masyarakat yaitu peran perawat dalam
mempromosikan kesehatan atau gaya hidup sehat. Kegiatan promosi bersifat sosial dan
dibuat berdasarkan kesukarelaan. Peran perawat bisa dilihat ketika perawat secara
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis hasil dan pembahasan dari 5 jurnal didapatkan kesimpulan, bahwa
orang-orang yang tetap dalam status DOC. memiliki keuntungan CNC yang lebih bermakna
secara klinis dibandingkan dengan kelompok yang tidak menerima stimulasi sensorik terstruktur.
Hasil ini menunjukkan bahwa peningkatan gairah dan kesadaran mungkin disebabkan oleh
protokol FAST yang membuat otak lebih responsive terhadap rangsangan yang menonjol. Dokter
pasien dalam rehabilitasi saraf. Temuan menunjukkan bahwa dokter harus mempertimbangkan
FAST sebagai intervensi rehabilitasi saraf. Program stimulasi sensorik dapat mengarah pada
peningkatan tingkat kesadaran, tingkat fungsi kognitif, dan pemulihan sensorik kognitif dasar
pada pasien koma dengan TBI berat. Selain itu, stimulasi sensorik dapat meningkatkan
kesadaran, fungsi kognitif, dan pemulihan sensorik kognitif dasar pasien dengan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta:EGC
Critical Care Unit Rsup Dr. Hasan Sadikin Bandung. Universitas Padjadjaran
Pape dkk, 2015. Placebo-Controlled Trial of Familiar Auditory Sensory Training for
Sullivan, Guernon, dkk. 2017. Familiar auditory sensory training in chronic traumatic
Moattari, dkk. 2016. Effectsof a Sensory Stimulation by Nurses and Families on Level of
Cusick, dkk. 2014. Validating the Western Neuro Sensory Stimulation Profile for patients
Jing Li, dkk, 2020. Sensory stimulation to improve arousal in comatose patients after