Muhasabah Di Bulan Muharam
Muhasabah Di Bulan Muharam
Setelah kita bersyukur kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala dan bershalawat kepada nabi
kita Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam. Kita berharap dan memohon semoga Allah
Subhannahu wa Ta’ala, meridhoi dan menerima amalan yang kita lakukan sebagai amalan
ibadah yang diterima serta kita memohon pula untuk senantiasa dijadikan pengikut
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam yang setia hingga akhir hayat serta kita tidak kembali
keharibaanNya kecuali dalam keadaan berserah diri kepadaNya, sebagaimana yang Allah
perintahkan kepada kita di dalam surat Ali Imran ayat 102: Artinya: “Dan janganlah kamu
mati, kecuali dalam keadaan beragam Islam.” (QS. Ali Imran 102)
Perputaran waktu terus bergulir seiring dengan perputaran matahari. Dari hari ke hari,
minggu ke minggu dan bulan ke bulan, tanpa terasa kita sampai pada suatu putaran bulan
Muharam yang merupakan permulaan dari putaran bulan dalam kalender hijriyah. Banyak
dari saudara kita yang menjadikan bulan Muharram ini sebagai momentum, sehingga
memperingatinya merupakan suatu hal yang menjadi keharusan bahkan terkadang sampai
keluar dari syari’at Islam. Padahah Rasul Shalallaahu alaihi wasalam dan para sahabatnya
serta ulama pendahulu umat tidak pernah melakukan hal tersebut.
Hidup di dunia ini sementara bukan kehidupan yang abadi atau kekal, dan dunia ini hanya
merupakan persinggahan, yang tujuannya adalah kehidupan yang kekal abadi yaitu
kehidupan akhirat. Berkenaan dengan ini Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman: Artinya:
“Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal”. (Al-A’la: 17).
Ayat ini menunjukkan bahwa kehidupan dunia dengan segala gemerlapan dan keindahannya
tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan kebaikan dan kekekalan kehidupan akhirat
yang kekal abadi.
Maka seorang yang beriman kepada Allah, dia harus lebih memanfaatkan kehidupan dunia
ini dengan sebaik-baiknya untuk mempersiapkan kehidupan yang abadi tersebut. Dan
menjadikan dunia ini sebagai sarana menuju kehidupan akhirat yang lebih baik. Allah
Subhannahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Al-Hasyr: Artinya: “Hai orang-orang beriman,
bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akherat) dan bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al-Hasyr: 18).
Jelas bagi kita bahwa bekal yang harus kita persiapkan tiada lain hanyalah taqwa, karena
taqwa adalah sebaik-baik bekal dan persiapan. Allah berfirman dan mengingatkan kita
semua dalam surat Al-Baqarah: Artinya: “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal
adalah taqwa dan bertaqwalah kepadaKu hai orang-orang yang berakal”. (QS. Al. Baqarah:
197). Sering kita mendengar kata takwa dari ustadz, mubaligh dan para penceramah, namun
bagi kebanyakan kita antara perbuatan dengan apa yang didengar tentang takwa jauh dari
semestinya. Mengapa demikian? Di antara sebabnya mereka belum tahu hakekat takwa,
tingkatan dan buah dari takwa tersebut. Sehingga hanya masuk telinga kanan dan keluar
telinga kiri tanpa adanya perhatian penuh terhadap pentingnya bertakwa yang merupakan
sebaik-baik bekal bagi kehidupan dunia ini terlebih kehidupan akhirat nanti.
At-Takwa dalam Al-Qur’an mencakup tiga makna yaitu: pertama: takut kepada Allah dan
pengakuan superioritas Allah. Hal itu seperti firmanNya: Artinya: “Dan hanya kepadaKulah
kamu harus bertakwa.” (Al-Baqarah: 41).
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-
benarnya takwa”. (Ali Imran: 102).
Ibnu Abas Radhiallaahu anhu berkata, “Taatlah kepada Allah dengan sebenar-benarnya
ketaatan.”
Mujahid berkata, “Takwa kepada Allah artinya, Allah harus ditaati dan pantang dimaksiati,
selalu diingat dan tidak dilupakan, disyukuri dan tidak dikufuri.”
Ketiga, dengan makna pembersihan hati dari noda dan dosa. Maka inilah hakikat takwa dari
makna takwa, selain pertama dan kedua. Allah berfirman yang artinya: “Barangsiapa yang
mentaati Allah dan rasulNya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepadaNya maka mereka
itulah orang yang beruntung”. (An-Nur: 52).
Apa yang kita dapatkan bila bertakwa kepada Allah? Allah Ta’ala menjanjikan kepada kita,
akan berada dalam kebahagiaan hidup didunia dan akhirat. Di antara janji Allah yang
merupakan buah dari takwa adalah memberikan jalan keluar dan mendatangkan rizki. Allah
Ta’ala berfirman: “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia mengadakan
baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (At-
Thalaq: 2-3). Mengadakan jalan keluar artinya menyelamatkannya dari setiap kesulitan di
dunia dan akherat. Ibnu ‘Uyainah berkata itu artinya, ia mendapat keberkahan dalam
rizkinya. Dan Abu Sa’id Al-Khudri berkata: Barangsiapa berlepas dari kuatnya kesulitan
dengan kembali kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar dari beban yang ia
pikul. “ (Jami Ahkamiil Qur’an, VIII: 6638-3369, secara ringkas) Dan balasan bagi mereka
di akhirat yang jelas adalah akan mewarisi tempat yang merupakan dambaan setiap insan
yaitu Surga dengan segala kenikmatannya. Allah Ta’ala berfirman: “Itulah Surga yang akan
kami wariskan kepada hamba-hamba kami yang selalu bertakwa” (Maryam: 63).
Demikianlah kita sebagai hamba Allah, sudah semestinya dalam menghadapi bulan
Muharam ini dengan bertafakkur, sudah sejauh mana persiapan kita menghadapi kehidupan
yang abadi tersebut. Yang terkadang kita begitu bersemangat dan penuh antusias menggapai
kehidupan yang fana ini. Mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
إِنَّهُ هُ َو،ُ َوتَقَبَ َّل هللاُ ِمنِّ ْي َو ِم ْن ُك ْم تِالَ َوتَه،ت َوال ِّذ ْك ِر ْال َح ِكي ِْم ِ َونَفَ َعنِ ْي َوإِيَّا ُك ْ\م بِ َما فِ ْي ِه ِمنَ ْاآليَا،آن ْال َع ِظي ِْم ِ ْبَا َركَ هللاُ لِ ْي َولَ ُك ْم فِي ْالقُر
،ُ فَا ْستَ ْغفِرُوْ ه.تِ ت َو ْال ُم ْؤ ِمنِ ْينَ َو ْال ُم ْؤ ِمنَا \ِ أَقُوْ ُل قَوْ لِ ْي هَ َذا َوأَ ْستَ ْغفِ ُر هللاَ ْال َع ِظ ْي َم لِ ْي َولَ ُك ْم َولِ َسائِ ِ\ر ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ َو ْال ُم ْسلِ َما.ال َّس ِم ْي ُع ْال َعلِ ْي ُم
إِنَّهُ ه َُو ْال َغفُوْ ُر ال َّر ِح ْي ُم.
Khutbah Ke 2