Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN KONSEP DIRI : HARGA DIRI RENDAH

Oleh
HASRIYANTI
144202021

CI INSTITUSI

( )

PROGRAM STUDI ILMUKEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
A. Konsep Medis
1. Definisi
Harga diri rendah merupakan evaluasi diri yang negative, berupa
mengkritik diri sedniri,dimana seseorang memiliki fikiran negative dan
percaya bahwa mereka ditakdirkan untuk gagal (Rahayu, Mutikasari &
Daulima, 2019). Harga diri rendah merupakan perasaan negative terhadap
dirinya sendiri, termasuk kehilangan kepercayaan diri, tidak berharga, tidak
berguna, pesimis, tidak ada harapan dan putus asa (Purwasih & Susilowati,
2016).
Harga diri renda merupakan keadaan dimana individu mengalami
evaluasi diri negative tentang kemampuan dirinya sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa harga diri rendah yaitu dimana individu mengalami
gangguan dalam penilaian terhadap dirinya sendiri dan kemampuan yang
dimiliki, yang menjadi hilangnya rasa kepercayaan diri akibat evaluasi
negative yang berlangsung dalam waktu yang lama karena merasa gagal
dalam mencapai keinginan (Febriana 2018).
Harga diri rendah adalah penilaian negative seseorang terhadap diri dan
kemampuan, yang di ekpresikan secara langsung maupun tidak langsung.
2. Etiologi
Adapun Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah menurut Diana,
(2020) meliputi 2 faktor yaitu :
a. Faktor predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah meliputi penolakan
dari orang tua, atau dari orang yang di sayang, seperti tidak dikasi
pujian, dan sikap orang tua yang terlalu mengekang, sehingga anak
menjadi frustasi dan merasa tidak berguna serta merasa rendah diri.
2) Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah juga meliputi ideal
diri seperti dituntut untuk selalu berhasil dan tidak boleh berbuat
salah, sehingga seseorang kehilangan rasa percaya diri.
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal
misalnya ada salah satu anggota keluarga yang mengalami gangguan
mental sehingga keluarga merasa malu dan rendah diri, pengalaman
traumatic juga dapat menimbulkan harga diri rendah seperti
penganiayaan seksual, kecelakaan yang menyebabkan seseorang
dirawat dirumah sakit dengan pemasangan alat bantu yang tidak
nyaman baginya. Respon terhadap trauma umumnya akan mengubah
arti traumadan kopingnya menjadi represi dan denial.
Selain dari dua faktor tersebut faktor yang berhubungan dengan harga
diri rendah menurut terbagi menjadi dua yaitu harga diri rendah situasional
dan harga diri rendah kronik. Dimana harga diri rendah situasional meliputi
gangguan citra tubuh, gangguan fungsi, gangguan peran sosial,
ketidakadekuatan pemahaman, perilaku tidak konsisten dengan nilia, pola
kegagalan, riwayat kehilangan, riwayat penolakan, dan transisi
perkembangan. Sedangkan harga diri rendah kronik meliouti : gangguan
psikiatri, kegagalan berulang, ketidaksesuain budaya, ketidaksesuaian sosial,
koping terhadap kehilangan tidak efektif, kurang kasih saying, kurang
keanggotaan dalam kelompok, kurang respek dari orang lain, merasa afek
tidak sesuai, merasa persetujuan orang lain tidak cukup, dan penguatan
negative berulang (Febriana 2018).
Harga diri rendah disebabkan juga karena adanya ketidakefektifan
coping individu akibat kurangnya umpan balik yang positif. Penyebab
lainnya juga dapat terjadi pada masa kecil sering disalahkan, dan jarang
diberi pujian atas keberhasilannya (Diana, 2020).
3. Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah
Menurut Rahmawati, (2019) manifestasi yang biasanya muncul pada
klien dengan masalah harga diri rendah yaitu :
a. Data Subjektif
1) Pasien mengungkapkan hal negative terhadap diri sendiri dan
orang lain
2) Pasien mengungkapkan perasaan tidak mampu
3) Pasien mengungkapkan pandangan hidup yang pesimis
4) Pasien mengungkapkan penolakan terhadap kemampuan diri.
5) Pasien mengungkapkan evaluasi diri tidak mampu mengatasi
situasi
b. Data Objektif
1) Adanya penurunan produktifitas
2) Pasien cenderung tidak berani menatap lawan bicaranya
3) Pasien lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi dengan
orang lain
4) Berbicara lambat dengan nada suara lemah
5) Bimbang, menunjukkan perilaku non-asertif
6) Mengeskpresikan diri tidak berdaya dan tidak berguna.
4. Patofisiologi
Gangguan harga diri rendah di gambarkan sebagai perasaan yang
negative terhadap diri sendiri,termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri,
merasa gagal mencapai keinginan. Gangguan harga diri atau harga diri
rendah menurut Rahmawati, (2019) dapat terjadi secara:
a. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja dan
lain-lain. Kemudian pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri
rendah karena privacy yang kurang di perhatikan seperti : pemeriksaan
fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidaksopan
(pemasangan kateter, pemeriksaan perianal, dan lain-lain.) harapan
akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai kaarena
dirawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai.
b. Kronik, yaitu perasaan negative terhadap diri telah berlangsung lama
sebelum sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang
negative. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi
negative terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang
maladaptive. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien ganguan fisik
yang kronis atau pada klien gangguan jiwa.
5. Pentalaksanaan
Menurut NANDA 2015 terapi yang dapat diberikan pada penderita
harga diri rendah yaitu :
a. Psikoterapi
Terapi ini digunakan untuk mendorong klien bersosialisasi lagi dengan
orang lain. Tujuannya agar klien tidak menyendiri lagi karena jika
klien menarik diri, klien dapat membentuk kebiasaan yang buruk lagi
b. Therapy aktivitas kelompok
Terapi aktivitas sangat relevan untuk dilakukan pada klien harga diri
rendah. Terapi aktivitas kelompok ini dilakukan dengan menggunakan
stimulasi atau diskusi untuk mengetahui pengalaman pengalaman atau
perasaan yang dirasakan saat ini dan untuk membentuk kesepakatan
persepsi atau penyelesaian masalah.
6. Komplikasi
Harga diri rendah dapat berisiko terjadinya isolasi sosial: menarik diri
merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain bisa mengakibatkan resiko
perilaku kekerasan.
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan pengambilan data yang dilakukan pertama kali
oleh perawat setelah pasien masuk. Pengkajian merupakan tahap awal dari
proses keperawatan. Disini semua data dikumpulkan secara sistematis untuk
menentukan status kesehatan klien saat ini. Pengkajian harus dilakukan
secara komprehensif terkait dengan aspek biologis, psikologis, social
maupun spiritual klien. Pengkajian keperawatan tidak sama dengan
pengkajian medis. Pengkajian medis difokuskan pada keadaan patologis,
sedangkan pengkajian keperawatan ditujukan pada respon klien terhadap
masalah-masalah kesehatan yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan dasar manusia. Misalnya dapatkah klien melakukan aktivitas
sehari-hari, sehingga fokus pengkajian klien adalah respon klien yang nyata
maupun potensial terhadap masalah-masalah aktifitas harian (Sitorus, 2019).
2. Diganosa Keperawatan
a. Harga diri rendah
b. Isolasi sosial
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


Harga Diri Rendah Setelah dilakukan tindakan Dukungan Penampilan Peran
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 jam Observasi :
perasaan negative terhadap diharapkan terjadi peningkatan 1. Identifikasi berbagai peran dan
diri sendiri terhadap perasaan positif terhadap diri periode transisi sesuai tingkat
sendiri dengan kriteria hasil : perkembangan
1. Penilaian diri positif meningkat 2. Identifikasi peran yang ada dalam
2. Penerimaan penilaian positif keluarga
terhadap diri sendiri meningkat 3. Identifikasi adanya peran yang
3. Postur tubuh menampakan wajah tidak terpenuhi
meningkat Tereapeutik :
4. Perasaan malu menurun 1. Fasilitasi adaptasi peran keluarga
5. Perasaan bersalah menurun terhadap perubahan peran yang
tidak diinginkan
2. Fasilitasi diskusi peran anak
terhadap bayi baru lahir, jika
perlu
3. Fasilitasi tentang peran orang tua ,
jika perlu
Edukasi :
1. Diskusi perilaku yang dibutuhkan
untuk mengembangkan peran
2. Diskusi perubahan peran yang di
perlukan akibat penyakit atau
ketidakmampuan
3. Diskusi strategi positif untuk
mengelola perubahan peran
Isolasi sosial berhubungan Setelah dilakukan tindakan Promosi Sosialisasi
dengan ketidakmampuan keperawatan selama 2x24 jam Observasi :
dalam membina hubungan diharapkan keterlibatan sosial 1. Identifikasi kemampuan
yang hangat dan terbuka meningkat dengan kriteri hasil : melakukan interaksi dengan orang
kepada orang lain. 1. Minat interaksi meningkat lain
2. Verbalisasi sosial menurun 2. Identifikasi hambatan melakukan
3. Verbalisasi ketidaknyamanan interaksi dengan orang lain
ditempat umum menurun Terapeutik :
4. Perilaku menarik diri menurun 1. Motivasi meningkatkan
keterlibatan dalam suatu
hubungan
2. Motivasi kesabaran dalam
mengembangkan suatu hubungan
3. Motivasi berpartisipasi dalam
aktivitas baru dan kegiatan
kelompok
4. Berikan umpan balik positif pada
setiap peningkatan kemampuan
Edukasi :
1. Anjurkan berinteraksi dengan
orang lain secara bertahap
2. Anjurkan ikut serta kegiatan
sosial dan kemasyarakatan
3. Anjurkan berbagi pengalaman
dengan orang lain
4. Anjurkan meningkatkan kejujuran
diri dan menghormati hak orang
lain
5. Anjurkan membuat perencanaan
kelompok kecil untuk kegiatan
khsuus

4. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada
respon klien terhadap tindakan yang telah dilaksanakan, evaluasi dapat
dibagi dua jenis yaitu: evaluasi proses atau formatif dilakukan selesai
melaksanakan tindakan. Evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan
membandingkan respon klien pada tujuan umum dan tujuan khusus yang
telah ditentukan. Evaluasi keperawatan yang diharapkan pada pasien yang
mendapatkan asuhan keperawatan halusinasi, pasien mampu mengenali
halusinasi, klien terlatih mengontrol halusinasi, klien mampu bercakap-
cakap dengan orang lain, klien mampu beraktivitas secara terjadwal (Andri,
2019).
DAFTAR PUSTAKA

Andri, J., DKK. (2019). Implementasi Keperawatan Dengan Pengendalian Diri Klien
Dengan Masalah Harga Diri Rendah. Jurnal Kesmas Asclepius, 1(2).
Diana Putri, (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Skizofrenia Dengan Masalah
Keperawatan Harga Diri Rendah Kronik di Rumah Sakit Jiwa Dr. Arif
Zainuddin Surakarta (Doctoral Disertation, Universitas Muhammadiyah
Ponorogo).
Febriana. (2018). “Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Pasien Dengan Masalah
Harga Diri Rendah Kronis di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang
Poltekes Kemenkes Padang.
Rahayu, S., Mustikasari, M., & Daulima, N.H (2019). Perubahan Tanda dan Gejala
dan Kemampuan Pasien Harga Diri Rendah Kronis Setelah Terapi Kognitif dan
Psikoedukasi Keluarga. JOURNAL EDUCATION OF NURSING (JEN), 2(1), 39-
51.
Rahmawati, E. D. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Skizofrenia Residual
dengan masalah Harga Diri Rendah Kronik di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Arif
Zainudin Surakarta (Doctoral Dissertation, Universitas Muhammadiyah
Ponorogo).
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai