Anda di halaman 1dari 11

Nama : Muhammad Iqbal Alfarisi

NIM : 102180031

Hukum Perorangan

Hukum perorangan memiliki dua arti, yaitu arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas, hukum
perorangan dapat diartikan sebagai keseluruhan kaedah hukum yang mengatur kedudukan
manusia sebagai subjek hukum dan wewenang untuk memperoleh, memiliki, dan
mempergunakan hak-hak dan kewajiban ke dalam lalu lintas hukum serta kecakapan untuk
bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya, juga hal-hal yang mempengaruhi kedudukan
subjek hukum. Sedangkan hukum kekeluargaan merupakan hukum yang mengatur perihal
hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan, yaitu perkawinan
beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami istri, hubungan antara orang
tua dan anak, perwalian, dan curatele.

Dalam arti sempit, hukum perorangan mengatur tentang orang sebagai subjek. Istilah subyek
hukum yang berasal dari terjemahan bahasa Belanda subject atau law of subject (inggris).
Secara umum, subject diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban yaitu manusia dan
badan hukum. Subyek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban. Dalam KUH
Perdata ada dua macam subyek hukum yaitu manusia dan badan hukum. Boleh dikatakan
setiap manusia, baik warga negara ataupun orang asing dengan tak memandang agama atau
kebudayaannya adalah subjek hukum. Sebagai subyek hukum, manusia mempunyai hak dan
kewajiban untuk melakukan tindakan hukum. Ia dapat mengadakan persetujuan-persetujuan,
menikah, membuat wasiat, dan sebagainya. Menurut Salmond, baik manusia maupun bukan
manusia mempunyai kapasitas sebagai subyek hukum kalau dimungkinkan oleh hukum.

Manusia sebagai subjek hukum, pembawa hak dan kewajiban terjadi sejak manusia itu
lahir, dan berakhir setelah ia meninggal dunia. Bahkan pengakuan manusia sebagai subjek
hukum dapat dilakukan sejak manusia masih di dalam kandungan ibunya, asal ia dilahirkan
hidup. Hal ini telah disebutkan dalam Pasal 2 KUH Perdata, bahwa:

“Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah lahir, bila
mana juga kepentingan si anak menghendakinya. Mati sewaktu dilahirkannya, dianggaplah ia
tak pernah telah ada.”

Indonesia sebagai negara hukum, mangakui manusia pribadi sebagai subyek hukum,
pendukung hak dan kewajiban. Di dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat (1) disebutkan bahwa:
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

Berlakunya seseorang sebagai pembawa hak, mulai dari saat ia dilahirkan dan berakhir pada
saat ia meninggal. Bahkan, jika perlu untuk kepentingannya, dapat dihitung surut hingga
mulai orang itu berada di dalam kandungan, asal saja kemudian ia dilahirkan hidup, hal ini
penting sehubungan dengan waris-mewaris yang terjadi pada suatu waktu, di mana orang itu
masih berada di dalam kandungan.

Hak dan kewajiban perdata tidak bergantung kepada agama, golongan, kelamin, umur,
waganegara ataupun orang asing. Demikian pula hak dan kewajiban perdata tidak bergantung
pula kepada kaya atau miskin, kedudukan tinggi atau rendah dalam masyarakat, penguasa
(pejabat) ataupun rakyat biasa, semuanya sama.

Berakhirnya seseorang sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam perdata adalah apabila ia
meninggal dunia. Artinya selama seseorang masih hidup selama itu pula ia mempunyai
kewenangan berhak. Pasal 3 BW menyatakan: "Tiada suatu hukumanpun mengakibatkan
kematian perdata, atau kehilangan segala hak perdata".

Akan tetapi, ada beberapa faktor yang mempegaruhi kewenangan berhak seseorang. Yang
sifatnya membatasi kewenangan berhak tersebut antara lain adalah: 

1. Kewarga-negaraan; misalnya dalam Pasal 21 ayat (1) UUPA disebutkan bahwa hanya
warganegara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik.
2. Tempat tinggal; misalnya dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1960
dan Pasal I Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1964 (Tambahan Pasal 3a s.d. 3e) jo
Pasal 10 ayat (2) UUPA disebutkan larangan pemilikan tanah pertanian oleh orang
yang bertempat tinggal di luar kecamatan tempat letaktanahnya.
3. Kedudukan atau jabatan; misalnya hakim dan pejabat hukum lainnya tidak boleh
memperoleh barang-barang yang masih dalam perkara.
4. Tingkahlaku atau perbuatan; misalnya dalam Pasal 49 dan 53 Undang-undang No. 1
Tahun 1974 disebutkan, bahwa kekuasaan orang tua dan wali dapat dicabut dengan
keputusan pengadilan dalam hal ia sangat melalaikan kewajibannya sebagai orang
tua/wali atau berkelakuan buruk sekali.

Setiap penyandang hak dan kewajiban tidak selalu berarti mampu atau cakap melaksanakan
sendiri hak dan kewajibannya. Ada beberapa golongan orang yang oleh hukum telah
dinyatakan ‘tidak cakap’ atau ‘kurang cakap’ untuk nertindak sendiri dalam melakukan
perbuatan-perbuatan hukum, mereka harus diwakili atau dibantu orang lain untuk
melkaukannya.

Mereka yang oleh hukum telah dinyatakan tidak cakap untuk melakukan sendiri perbuatan
hukum ialah:

a. Orang yang masih di bawah umur (belum dewasa)

b. Orang yang di taruh di bawah pengampuan

c. Seorang wanita yang bersuami.

Bagi mereka yang tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum, maka dalam melakukan
perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan diwakili oleh orang lain yang ditunjuk oleh
hakim pengadilan, yakni bisa orang tuanya, walinya, atau pengampunya. 

Dalam sistem hukum perdata (BW), mereka yang belum dewasa tetapi harus melakukan
perbuatan-perbuatan hukum seorang dewasa, terdapat lembaga hukum pendewasaan
(handlichting), - yang diatur pada Pasal-pasal 419 s.d. 432. Pendewasaan merupakan suatu
cara untuk meniadakan keadaan belum dewasa terhadap orang-orang yang belum mencapai
umur 21 tahun. Jadi, maksudnya adalah memberikan kedudukan hukum (penuh atau terbatas)
sebagai orang dewasa kepada orang-orang yang belum dewasa. Pendewasaan penuh hanya
diberikan kepada orang-orang yang telah mencapai umur 18 tahun, yang diberikan dengan
Keputusan Pengadilan Negeri.

Akan tetapi, lembaga pendewasaan (handlichting) ini sekarang tidak relevan lagi dengan
adanya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 (Pasal 47 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (2) yang
menentukan bahwa seseorang yang telah mencapai umur 18 tahun adalah dewasa. Ketentuan
Undang-undang Perkawinan yang menetapkan umur seorang dewasa 18 tahun itu dikuatkan
oleh Mahkamah Agung dalam putusannya tanggal 2 Desember 1976 No. 477 K/Sip/76 dalam
perkara perdata antara Masul Susano alias Tan Kim Tjiang vs Nyonya Tjiang Kim Ho.

Domisili mempunyai arti yang sangat penting dalam menentukan tempat tinggal seseorang,
tempat seseorang melakukakn perbuatan hukum, tempat pejabat melaksanakan jabatannya,
atau badan hukum untuk melakukan perbuatan hukum. Secara konseptual domiili diartikan
sebagi:

“That place where a man has his true, fixed and permanent home and principal establishment,
and to which he is absent he has the intention of returning.”[16]
Artinya, sebuah tempat yang dimiliki seseorang secara benar, tetap, dan permanen. Setiap kali
ia tidak ada di tempat tersebut, ia mempunyai niat untuk kembali. Sedangkan menurut Sri
Soedewi menyebutkka domisili sebagai tempat kediaman, yakni tempat seseorang melakukan
perbuatan hukum.

Domisili disebut pula domicile (Latin), atau domiciie (Belanda/ Inggris), merupakan tempat
yang sah sebagai tempat kediaman yang tepat bagi seseorang, atau bisa disebut juga tempat
tinggal resmi.

Sedangkan perbuatan hukum itu sendiri merupakan suatu perbuatan yang menimbulkan
akibat hukum. Seperti jual beli, sewa menyew, tukar menukar, hibah, beli sewa dan lain-
lain.tujuan dari penentuan domisili ini adalah untuk mempermudah para pihak dalam
mengadakan hubungan hukum dengan pihak lain.

Di Indonesia, domisili diatur dalam pasal 17 KUH Perdata sampai dengan Pasal 25. Di sana
domisili dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

a. Domisili yang sesungguhnya, dan


b. Domisili yang dipilih.

Domisili yang sesungguhnya adalah tempat melakukan perbuatan hukum yang sesungguhnya.
Domisili yang sesungguhnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

a. Domisili sukarela atau yang berdiri sendiri adalah tempat kediaman yang tidak
bergantung/ ditentukan oleh hubungannya dengan orang lain.
b. Domisili yang wajib, yaitu tempat kediaman yang ditentukan oleh hubungan yang ada
antara seseorang dengan orang lain. Misalnya, antara istri dengan suaminya, antara
anak dengan walinya, dan antara curatele dengan curator-nya (pengampunya).

Mengenai domisili sesungguhnya diatur dalam Pasal 20 sampau dengan Pasal 23 KUH
Perdata, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Pasal 20: Domisili pegawai.


b. Pasal 21: Domisili Istri, Anak di bawah umur, dan curatele.
c. Pasal 22: Domisili Buruh.
d. Pasal 23: Tempat kediaman orang meninggal.

Domicile of choice (domisili yang dipilih) merupakan domisili yang dipilih oleh peraturan
perundang-undangan maupun yang ditentukan secara bebeas. Domisili ini dibagi menjadi dua
macam, yaitu domisili yang ditentukan oleh undang-undang dimana tempat kediaman yang
dipilih didasarkan pada ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.
Biasanya terdapat dalam hukum acara, waktu melakukan eksekusi, dan orang yang akan
mengajukan eksepsi (tangkisan). Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 66 UU No. 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama, yang berbunyi: “seorang suami yang ingin menggugat istrinya,
maka ia harus mengajukan gugatan di tempat tinggal istrinya.”

Domisili secara bebas, yaitu tempat kediaman yang dipi;ih secara bebas oelh para pihak yang
akan mengadakan kontrak atau hubungan hukum. Keadaan tidak hadir adalah suatu keadaan
tida adanya seseorang di tempat kediamannya karena kepergian atau meninggalkan tempat
tingganya, baik dengan izin maupun tanpa izin dan tidak diketahui dimana tempat dia
berada. Keadaan tidak hadir yang berlangsung lama dapat menimbulkan persoalan, yaitu
dugaan telah meninggal dunia. Dugaan ini tombul apabila pencarian telah dilakukan dengan
segala upaya, dengan perantara orang lain, dengan bantuan pejabat negara, atau dengan
bantuan media massa, tetapi tidak juga ditemukan keberadaan yang bersangkutan.
Berlangsung lama, menurut KUH Perdata, tidak ada kabar beritanya sekurang-kurangnya 5
tahun dan sampai 10 tahun.

Selain itu, keadaan tak hadir ini juga berpengaruh pada:

a. Penyelenggaraan kepentingan yang bersangkutan.


b. Status hukum yang bersangkutan sendiri, atau status hukum anggota keluarga yang
ditinggalkan mengenai perkawinan dan perwarisan.

Selanjutnya, catatan sipil, atau dalam bahasa lain disebut the civil registry (Inggris), het
maatschappelijk (Belanda), burgerkring beachten (Jeman), mempunyai peranan yang sangat
penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini dikarenakan lembaga ini berperan
di dalam kerangka memberikan kepastian hukum tentang kelahiran, perkawinan, pengakuan
terhadap anak luar kawin, perceraian, dan kematian.

Catatan sipil diatur di dalam Bab II Buku KUH Perdata Indonesia, yang terdiri atas tiga
bagian dan 13 pasal, dan dimulai dari Pasal 4 KUH Perdata Indonesia sampai dengan Pasal 16
KUH Perdata Indonesia. Di sana dijelaskan ada lima jenis register atau catatan sipil, yang
meliputi:

a. Daftar kelahiran
b. Daftar pemberitahuan kawin
c. Daftar izin kawin
d. Daftar perkawinan dan perceraian
e. Daftar kematian.
Lembaga yang berwenang mengeluarkan kelima jenis register tersebut adalah Kantor Catatan
Sipil Kabupaten/ Kotamadya. Yang diberikan kepada yang bersangkutan hanya salinannya
saja, sedangkan aslinya tetap disimpan di Kantor Catatan Sipil.

Adapun tujuan dari Lembaga Catatan Sipil adalah:

a. Agar setiap warga masyarakat dapat memiliki bukti-bukti otentik.


b. Memperlancar aktifitas pemerintah di bidang kependudukan.
c. Memberikan kepastian hukum bagi kedudukan hukum setiap warga masyarakat,
misalnya kelahiran, perkawinan, perceraian, pengakuan, kematian dan lainnya.

Ketidakhadiran

- Pasal 463

Bila seseorang meninggalkan tempat tinggalnya tanpa memberi kuasa untuk mewakilinya
dalam urusan-urusan dan kepentingan-kepentingannya, atau untuk mengatur pengelolaannya
mengenai hal itu, ataupun bila kuasa yang diberikannya tidak berlaku lagi, sedangkan
keadaan sangat memerlukan mengatur pengelolaan itu seluruhnya atau sebagian, atau untuk
mengusahakan wakil baginya, maka atas permohonan pihak-pihak yang berkepentingan. atau
atas tuntutan Kejaksaan, Pengadilan Negeri di tempat tinggal orang yang dalam keadaan tidak
hadir itu harus memerintahkan Balai Harta Peninggalan untuk mengelola barang-barang dan
kepentingan-kepentingan orang itu seluruhnya atau sebagian, membela hak-haknya, dan
bertindak sebagai wakilnya.Semuanya itu tidak mengurangi ketentuan-ketentuan khusus
menurut undang-undang dalam hal kepailitan atau ketidakmampuan yang nyata.

Sekiranya harta kekayaan dan kepentingan orang yang tidak hadir itu sedikit, maka atas
permintaan atau tuntutan seperti di atas, ataupun dengan menyimpang dari permintaan atau
tuntutan itu karena jabatan, Pengadilan Negeri, baik karena dengan penetapan termaksud
dalam alinea pertama, maupun dengan penetapan lebih lanjut yang masih akan diambilnya,
juga berkuasa untuk memerintahkan pengelolaan harta kekayaan dan pengurusan kepentingan
itu kepada seorang atau lebih yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri dari keluarga sedarah
atau semenda orang yang tidak hadir itu, atau kepada isteri atau suaminya; dalam hal ini, satu-
satunya kewajiban ialah bila orang yang tak hadir itu kembali, maka keluarga, isteri atau
suaminya itu, wajib mengembalikan harta kekayaan itu atau harganya, setelah dikurangi
segala utang yang sementara itu telah dilunasinya, tanpa hasil dan pendapatannya.

- Pasal 467
Bila orang meninggalkan tempat tinggalnya tanpa memberi kuasa untuk mewakili urusan-
urusan dan kepentingan-kepentingannya atau mengatur pengelolaannya atas hal itu, dan bila
telah lampau lima tahun sejak kepergiannya. atau lima tahun setelah diperoleh berita terakhir
yang membuktikan bahwa ia masih hidup pada waktu itu, sedangkan dalam lima tahun itu tak
pernah ada tanda-tanda tentang hidupnya atau matinya. maka tak peduli apakah pengaturan-
pengaturan sementara telah diperintahkan atau belum, orang yang dalam keadaan tak hadir
itu, atas permohonan pihak-pihak yang berkepentingan dan dengan izin Pengadilan Negeri di
tempat tinggal yang ditinggalkannya, boleh dipanggil untuk menghadap pengadilan itu
dengan panggilan umum yang berlaku selama jangka waktu tiga bulan, atau lebih lama lagi
sebagaimana diperintahkan oleh Pengadilan.

Bila atas panggilan itu tidak menghadap, baik orang yang dalam keadaan tidak hadir itu
maupun orang lain untuknya, untuk memberi petunjuk bahwa ia masih hidup, maka harus
diberikan izin untuk panggilan demikian yang kedua, dan setelah pemanggilan demikian yang
ketiga harus diberikan.

Panggilan ini tiap-tiap kali harus dipasang dalam surat-surat kabar yang dengan tegas akan
ditunjuk oleh Pengadilan Negeri pada waktu memberikan izin yang pertama. dan tiap-tiap kali
juga harus ditempelkan pada pintu utama ruang sidang Pengadilan Negeri dan pada pintu
masuk kantor keresidenan tempat tinggal terakhir orang yang tidak hadir itu.

- Pasal 484

Bila telah lampau tiga puluh tahun setelah hari kematian dugaan seperti yang dinyatakan
dalam keputusan Hakim, atau bila sebelumnya telah berlalu seratus tahun penuh setelah
kelahiran orang yang dalam keadaan tak hadir, maka penjamin-penjamin dibebaskan dan
pembagian barang-barang yang ditinggalkan tetap berlaku sejauh pembagian itu telah terjadi,
atau bila belum terjadi, para ahli waris dugaan boleh mengadakan pembagian tetap, dan boleh
menikmati semua hak atas harta peninggalan itu secara pasti. Maka berhentilah hak istimewa
akan pendaftaran harta, dan dapatlah para ahli waris dugaan diwajibkan untuk menerima atau
menolak warisan, menurut peraturan-peraturan yang ada tentang hal itu.

- Pasal 485

Bila sebelum waktu tersebut dalam pasal yang lalu, diterima berita tentang kematian orang
yang ada dalam keadaan tak hadir, maka mereka yang atas dasar undang-undang atau atas
dasar penetapan-penetapan orang yang dalam keadaan tak hadir itu telah mendapat hak-hak
atas harta peninggalannya, pertanggungjawaban dan penyerahan atas dasar Pasal 476 dan 482.
Perihal Orang Dalam Hukum

Kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum adalah kecakapan untuk melakukan


perbuatan-perbuatan hukum (handelings bekwaamheid capacity to act).Dalam sistem
hukum,kecakapan itu disandarkan pada batas usia tertentu,kebanyakan 21 tahun.di
Indonesia,kecakapan hukum seorang wanita dan seorang pria adalah sama.

Tidak cakap bertindak adalah suatu keadaan dimana seseorang itu tidak diperbolehkan untuk
melakukan perbuatan hukum sendiri,tetapi ia harus selalu diwakili atau didampingi oleh wali
atau pengampunya.apabila ia melakukan perbuatan hukum sendiri,akan berakibat batalnya
perbuatan hukum yang ia lakukan atau perbuatan hukumnya dapat dibatalkan (verneiteg baar)
oleh orang-orang tertentu menurut ketentuan Undang-undang.

Maksud diadakan pembatasan dalam kecakapan hukum adalah untuk melindungi kepentingan
mereka yang dibawah umur dan mereka yang ditaruh dalam pengampuan serta untuk
melindungi  pihak suami yang bertindak sebagai kepala dalam persatuan suami istri (Karena
Undang-undang memandang perkawinan sebagai perkumpulan).

Orang yang tidak cakap untuk membuat persetujuan-persetujuan adalah :

a. Orang-orang yang belum dewasa (minderjaring).


b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan (Curandus).
c. Orang-orang perempuan,dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-undang dan
pada umumnya semua orang ,kepada siapa Undang-undang telah melarang membuat
persetujuan-persetujuan tertentu,(Pasal 1330 KUH Perdata).

Terhadap yang tidak cakap ( belum dewasa,belum pernah kawin,atau dibawah pengampuan)
dalam hal melakukan haknya (agar sah pembuatannya) dilakukan dengan :

1. Diwakili oleh orang tuanya,bagi yang dibawah kekuasaan orang tua (Pasal 47 UU No
1 Tahun 1974).
2. Diwakili oleh walinya,bagi yang dibawah perwalian (Pasal 50 UU No 1 Tahun 1974).
3. Pernyataan dewasa (Handlichting),bagi anak yang belum dewasa.
4. Diwakili atau didampingi oleh suami ,bagi istri yang sedang dalam perkawinan.
5. Diwakili oleh pengampunya (curator),bagi yang dibawah pengampuan (Pasal 433
KUH Perdata). 

Seorang anak berwenang untuk menabung di bank  dengan dasar S.1934-653. Hukum
melakukan pemisahan antara tidak cakap (onbekwaam) dan tidak berwenang (onbevoegd).
Golongan yang Tidak cakap (onbekwaam) adalah setiap orang sesuai dengan ketentuan
Undang-undang tidak sempurna atau tidak sah melakukan perikatan,seperti : Anak dibawah
umur,anak dibawah pengampuan.

Golongan yang tidak berwenang (onbevoegd) adalah seseorang yang pada dasarnya cakap
atau sah melakukan perjanjian ,tetapi dalam hal-hal tertentu tidak dapat melakukan tindakan
hukum tanpa persetujuan (Machtiging = pengesahan) dari pihak ketiga,misalnya : Kuasa.

Selain manusia, terdapat juga Badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan yang dapat juga
memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan sebagai manusia.Badan atau perkumpulan ini
disebut Badan hukum (Rechts persoon),artinya orang yang diciptakan oleh hukum.

Badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan tersebut harus :

a. Mempunyai kekayaan sendiri (terpisah dari anggota-anggotanya).


b. Ikut serta dalam lalulintas hukum dengan perantaraan pengurusnya.
c. Mempunyai kepentingan sendiri (Terpisah dari kepentingan anggotanya).
d. Adanya organisasi yang teratur.
e. Dapat dituntut dan menuntut dimuka hakim.

Menurut Pasal 1653 KUH Perdata, ada 3 macam badan hukum berdasarkan eksistensinya.
Pertama, badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah.badan ini dibentuk dengan Undang-
undang atau peraturan pemerintah,misalnya BUMN.Badan Usaha milik Negara (BUMN)
adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui
penyertaan modal secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Kedua, badan hukum yang diakui oleh pemerintah,Misalnya Perseroan terbatas
(PT),Koperasi,diakui dengan pengesahan anggaran dasarnya. Ketiga, badan hukum yang
diperbolehkan untuk suatu tujuan tertentu yang bersifat ideal,misalnya : yayasan,pendiriannya
dengan akta notaris.Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan
untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial,keagamaan,dan kemanusiaan.Pendirian
yayasan yang dibuat dihadapan notaris memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan
HAM yang dilaksanakan oleh Kepala Kantor wilayah  kerja,tempat kedudukan
yayasan.Yayasan memiliki 3 organ yaitu : Pembina,pengurus dan pengawas (UU No 28
Tahun 2004 Tentang Yayasan).

Badan Hukum Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi 2 jenis. Pertama, badan hukum
keperdataan (civiel rechtlijke persoon) yaitu badan hukum yang dikuasai oleh orang yang
mendirikan perhimpunan tersebut diatur oleh perdata. Misalnya, PT (perseroan terbatas) dan
Koperasi. Badan hukum perdata ini menurut tujuannya dapat dibedakan atas :
a. Perserikatan dengan harta benda sendiri,Misalnya: Perseroan terbatas.
b. Perserikatan dengan tujuan tidak material,Misalnya : Yayasan.
c. Perserikatan dengan tujuan memperoleh keuntungan /laba Misalnya : Firma,CV,PT.
d. Perserikatan dengan tujuan memenuhi kepentingan material para anggotanya
,Misalnya : Koperasi.

Menurut S.1870 – 64 Tentang pengakuan badan hukum, badan hukum harus ada izin dari
Menteri Kehakiman,PT (Perseroan terbatas) harus disahkan oleh menteri kehakiman (UU No
1 Tahun 1995 tentang Perseroan terbatas).

1. Badan Hukum Kenegaraan/Publik (public rechttelijke persoon) yaitu perhimpunan yang


dikuasai oleh peraturan-peraturan yang dibentuk oleh penguasa, Misalnya: Negara, Propinsi,
Kab/kota.

Domisili adalah tempat tinggal dimana seseorang atau badan hukum dapat dicari atau dimana
badan hukum atau subjek hukum itu mempunyai tempat kedudukan.Menurut pasal 17 KUH
Perdata”Setiap orang dianggap mempunyai tempat tinggalnya ,dimana ia menempatkan pusat
kediamannya”. dan dalam hal tidak adanya tempat tinggal yang demikian,maka tempat
kediaman sewajarnya dianggap sebagai tempat tinggal. Macam-macam jenis Domisili yaitu :

a. Domisili asli,yaitu tempat kediaman pokok seseorang. bagi yang tidak mempunyai
tempat tinggal (kediaman pokok).domisilinya dianggap berada di tempat ia sungguh-
sungguh berada.
b. Domisili ikutan,yaitu domisili yang mengikuti domisili orang lain.

Domisili pilihan, yaitu  domisili yang dipilih berhubungan dengan suatu urusan, Misalnya :
Pengadilan negeri, Notaris. Domisili penghabisan,yaitu Domisili kematian atau tempat
dimana seseorang tinggal sampai akhir hidupnya (Pasal 23 KUH Perdata).

 Contoh arti pentingnya Domisili bagi hukum,misalnya :

a. Dimana seseorang harus kawin.


b. Dimana seseorang harus dipanggil dan diajukan dimuka hakim.
c. Pengadilan mana yang berkuasa terhadap seseorang.
d. Hukum mana yang berlaku atas harta kekayaan seseorang atau dalam lapangan
hukum waris.

 Orang tertentu yang harus memiliki Domisili wajib (Pasal 21 jo 22 KUH Perdata) Yaitu :

a. Isteri pada domisili suaminya.


b. Orang dibawah umur pada domisili orang tua atau wali.
c. Curandus pada domisili curator.
d. Buruh pada domisili majikan.

Terhadap orang yang tidak ada kabar beritanya atau hilang (Pasal 463 – 495 dan S.1946 -137
jo S.1949 – 451),ditetapkan beberapa kemungkinan yaitu :

1. Apabila meninggalkan tempat dengan tidak memberi kuasa pada seseorang untuk
mengurus kepentingannya ,sedangkan kepentingannya harus diurus atau orang itu
harus diwakilkan,maka atas permintaan orang yang berkepentingan atau Jaksa,Hakim
sementara dapat memerintahkan Balai harta peninggalan ,Keluarga sedarah atau
semenda,suami atau istrinya untuk mengurus kepentingan-kepentingan orang yang
meninggalkan tempat itu (Pasal 463 KUH Perdata).
2. Apabila sesudah 5 tahun terhitung sejak keberangkatannya ,tanpa memberikan kuasa
untuk mengurus kepentingannya dan selama itu tidak ada tanda-tanda atau kabar yang
menunjukan bahwa ia masih hidup,maka orang yang berkepentingan dapat meminta
kepada hakim agar orang tersebut dianggap telah meninggal dunia.
3. Apabila orang yang meninggalkan tempat tinggalnya itu meninggalkan suatu
penguasaan untuk mengurus kepentingannya ,maka harus ditunggu selama 10 tahun
sejak diterimanya kabar terakhir orang itu,barulah dapat diajukan permintaan untuk
suatu pernyataan agar orang tersebut dinyatakan meninggal dunia.

Anda mungkin juga menyukai