Disusun Oleh :
Ana Putri Sanjaya
P27820820005
Mengetahui,
Ketua Program Studi
Profesi Ners
Minarti, S.Kep.Ns.,M.Kep.Sp.Kom
NIP. 19670730 199303 2 004
LAPORAN PENDAHULUAN
PNEUMONIA
1. Definisi
Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli)
yang dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti virus, jamur dan
bakteri (Kemenkes, RI 2018)
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah
akut (ISNBA) dengan batuk dan disertai dengan sesak nafas disebabkan agens
infeksius seperti : virus bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing,
berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi. (Nurarif &
Kusuma, 2015).
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratori, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
(Zul Dahlan, 2014).
2. Klasifikasi
Klasifikasi pneumonia berdasarakan anatomi (pola keterlibatan paru)
(LeMone et all, 2016) antara lain :
a) Pneumonia lobal, biasanya mengenai seluruh lobus paru. Proses awalnya,
ketika respons imun minimal, bakteri menyebar sepanjang lobus yang terkena
dengan akumulasi cepat. Cairan edema karena terjadi respons imun dan
inflamasi, RBC dan neutrofil, merusak sel epitel, dan fibrin berakumulasi
dalam alveoli. Eksudat purulen mengandung neurofil dan makrofag terbentuk.
Karena alveoli dan bronkiolus pernafasan terisi dengan eksudat, sel darah,
fibrin, dan bacteria, konsolidasi (solidifikasi) jaringan paru terjadi. Akhirnya,
proses sembuh karena enzim menghancurkan eksudat dan sisa debris
direabsorpsi, di fagosit, atau dibatukan keluar.
b) Bronkopneumonia (pneumonia lobularis), Biasanya mengenai bagian jaringan
paru terkait, ditandai dengan konsolidasi bercak. Eksudat cenderung tetap
terutama di bronki dan bronkiolus, dengan sedikit edema dan kongesti alveoli
daripada Pneumonia lobar.
c) Pneumonia interstisial (Bronkiolitis), proses inflamasi terutama melibatkan
interstisium : dinding alveolar dan jaringan ikat yang menyokong pohon
bronchial. Keterlibatan dapat berupa bercak atau difus karena limfosit,
makrofag, dan sel plasma menginfiltrasi septa alveolar. Ketika alveoli biasanya
tidak mengandung eksudat yang banyak, membrane hialin yang kaya protein
dpat melapisi alveoli, mengandung pertukaran gas.
d) Pneumonia milier, pada pneumonia milier, sejumlah lesi inflamasi memiliki
ciri tersendiri terjadi sebagai akibat penyebaran patogen ke paru melalui aliran
darah. Pneumonia milier umumnya terlihat pada orang yang mengalami luluh
imun berat. Sebagai akibatnya, respons imun buruk dan kerusakan jaringan
pleura sangat signifikan
Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan (LeMone et all,
2016) :
a) Pneumonia Komunitas (Community-Acquired Pneumonia)
Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyakit infeksius yang sering di
sebabkan oleh bakteri yaitu Streptococcus pneumonia.Bakteri ini terletak di
saluran napas atas pada hingga 70% orang dewasa.Bakteri ini dapat menyebar
secara langsung dari kontak orang ke orang melalui droplet.
b) Penyakit Legionnaire
Penyakit Legionnaire adalah bentuk bronkopneumonia yang disebabkan oleh
legionella pneumophilia, bakteri gram negative yang secara luas ditemukan
dalam air, terutama air hangat.Perokok, lansia, dan orang yang menderita
penyakit kronik atau gangguan pertukaran imun merupakan orang yang paling
rentan terhadap penyakit Legionnaire.
c) Pneumonia Atipikal Primer
Pneumonia disebabkan oleh Mycoplasma pneumonia umumnya
diklasifikasikan sebagai Pneumonia Atipikal Primer karena manifestasi dan
rangkaian penyakit sangat berbeda dengan Pneumonia bakteri lainnya.Dewasa
muda khususnya mahasiswa dan calon anggota militer merupakan populasi
yang umumnya terkena.Pneumonia ini sangat menular.
d) Pneumonia Virus.
Pneumonia virus umumnya merupakan penyakit ringan yang sering kali
mengenai lansia dan orang yang mengalami kondisi kronik.Sekitar 10%
pneumonia ini terjadi pada orang dewasa.
e) Pneumonia
Pneumosis Orang yang mengalami luluh imun yang parah beresiko terjadinya
pneumonia oportunistik yang disebabkan oleh Pneumocystis jiroveci, parasit
yang lazim ditemukan di seluruh dunia.Infeksi oportunistik dapat terjadi pada
orang yang ditangani dengan imunosupresif atau obat sitotoksik untuk kanker
atau transplan organ.
f) Pneumonia Aspirasi
Pneumonia aspirasi merupakan aspirasi isi lambung ke paru-paru yang
menyebabkan pneumonia kimia dan bakteri.
3. Etiologi
Menurut Padila, 2013 penyebab pneumonia yaitu :
a) Bakteri Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organism
gram positif : Steptococcus pneumonia, S.aerous, dan streptococcus
pyogenesis. Bakteri gram negative seperti Haemophilus influenza, Klebsiella
pneumonia dan P. Aeruginosa.
b) Virus Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui transmisi
droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama
pneumonia virus.
c) Jamur Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplamosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada
kotoran burung, tanah serta kompos.
d) Protozoa Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia. Biasanya
menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi.
Menurut (LeMone et all, 2016) pneumonia didapatkan oleh 2 penyebab
antara lain : infeksius dan noninfeksius.
a) Penyebab infeksius yaitu bakteri, virus, jamur, protozoa dan mikroba.
b) Penyebab noninfeksius antara lain adalah aspirasi isi lambung dan inhalasi gas
beracun atau gas yang mengiritasi. Pneumonia infeksius sering kali
diklasifikasikan sebagai infeksi yang didapat komunitas, infeksi nosokpomial
(didapat dirumah sakit), atau oportunistik (Imun menurun).
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pneumonia berdasarkan Rikesdas, 2013 yang biasanya
dijumpai pada pneumonia adalah demam atau panas tinggi disertai batuk berdahak
yang produktif, napas cepat (frekuensi nafas >50 kali/menit), selain itu pasien
akan merasa nyeri dada seperti ditusuk pisau atau sesak, sakit kepala, gelisah dan
nafsu makan berkurang
Tanda dan gejala menurut (Robinson & Saputra, 2014) antara lain :
a) Batuk g) Napas cepat dan dangkal.
b) Dispnea h) Menggigil.
c) Lemah i) Produksi sputum.
d) Demam j) Sesak napas.
e) Pusing k) Berkeringat.
f) Nyeri dada pleuritik l) Ronki dan melemahnya bunyi nafas.
g) Penurunan saturasi oksigen dengan alat oksimetri denyut (pulse oximetry
reading)
5. Patofisiologi
Pneumonia merupakan inflamasi paru yang ditandai dengan konsulidasi
karena eksudat yang mengisi elveoli dan brokiolus.Saat saluran nafas bagian
bawah terinfeksi, respon inflamasi normal terjadi, disertai dengan jalan obstruksi
nafas (Terry & Sharon, 2013).Sebagian besar pneumoni didapat melalui aspirasi
partikel inefektif seperti menghirup bibit penyakit di udara.Ada beberapa
mekanisme yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi.Partikel
infeksius difiltrasi dihidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan
epitel bersilia disaluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paruparu ,
partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan
mekanisme imun sistemik dan humoral. Infeksi pulmonal bisa terjadi karena
terganggunya salah satu mekanisme pertahanan dan organisme dapat mencapai
traktus respiratorius terbawah melalui aspirasi maupun rute hematologi.Ketika
patogen mencapai akhir bronkiolus maka terjadi penumpahan dari cairan edema
ke alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah besar.Kemudian makrofag bergerak
mematikan sel dan bakterial debris.Sisten limpatik mampu mencapai bakteri
sampai darah atau pleura viseral.Jaringan paru menjadi terkonsolidasi.Kapasitas
vital dan pemenuhan paru menurun dan aliran darah menjadi terkonsolidasi, area
yang tidak terventilasi menjadi fisiologis right-to-left shunt dengan ventilasi
perfusi yang tidak pas dan menghasilkan hipoksia.Kerja jantung menjadi
meningkat karena penurunan saturasi oksigen dan hiperkapnia (Nugroho.T, 2011).
6. Pathway
Kuman berlebih di bronkus Kuman terbawa ke saluran cerna infeksi saluran nafas bawah
Akumulasi secret di bronkus Infeksi saluran cerna Dilatasi pembuluh darah Peradangan
Peningkatan flora normal di usus Eksudat masuk alveoli Suhu tubuh naik
Mucus di bronkus
Bersihan jalan nafas
meningkat
tidak efektif (D.0001) Peristaltic usus meningkat Gangguan disfusi gas
Hipertermia
Bau mulut tidak sedap (D.0130)
Malabsorpsi Ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi
Anoreksia
frekuensi BAB>3x/hari Suplai O2 dalam
darah turun
Intake menurun Gangguan Pertukaran
Risiko hipovolemia Gas (D.0003) kelemahan tubuh
Ketidakmampuan (D.0034)
mencerna makanan Edema alveoli tirah baring
Tekanan dinding paru penurunan kekuatan otot
Defisit nutrisi
meningkat
(D.0019)
Pemenuhan paru menurun Gangguan Mobilitas
Fisik
Depresi pusat pernafasan (D.0056)
Sumber : NANDA 2015, (Nurarif & Kusuma, 2015) Pola nafas tidak efektif
(D.0005)
7. Komplikasi
Pada penyakit pneumonia, dapat terjadi komplikasi seperti dehidrasi,
bacteremia (sepsis), abses paru, efusi pleura, dan kesulitan bernapas
(Khasanah, 2017).
8. Pemeriksaan Penunjang
a) Sinar x : Mengidentifikasikan distribusi structural (misal: labor, bronchial),
dapat juga meyatakan abses.
b) Biopsy paru : Untuk menetapkan diagnosis.
c) Pemeriksaan gram atau kultur, sputum dan darah : untuk dapat
mengidentifikasi semua organisme yang ada.
d) Pemeriksaan serologi : Membantu dalam membedakan diagnosis organisme
khusus.
e) Pemeriksaan fungsi paru : Untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas
berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
f) Spirometrik static : Untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.
g) Bronkostopi : Untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.
(Nurarif & Kusuma, 2015)
9. Penatalaksanaan
A. Keperawatan
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan
antibiotik per-oral dan tetap tinggal dirumah.Penderita yang lebih tua dan
penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau penyakit paru
lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin perlu
diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.
Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan dan
keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu. Menurut Nurarif ( 2015 )
Penatalaksanaan umum yang dapat diberikan antara lain :
a) Oksigen 1-2L/menit
b) Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feedingdrip
c) Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier. Koreksi gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit
d) IVFD dekstrose 10 % , NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan
e) Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
B. Medis
Medis Konsolidasi atau area yang menebal dalam paru-paru yang akan
tampak pada rontgen dada mencakup area berbercak atau keseluruhan lobus
(pneumonia lobaris). Pada pemeriksaan fisik, temuan tersebut dapat mencakup
bunyi napas bronkovesikular atau bronchial, krekles, peningkatan fremitus,
egofani, dan pekak pada perkusi.Pengobatan pneumonia termasuk pemberian
antibiotik yang sesuai seperti yang ditetapkan oleh hasil pewarnaan
gram.Selain itu untuk pengobatan pneumonia yaitu eritromisin, derivat 30
tetrasiklin, amantadine, rimantadine, trimetoprim-sulfametoksazol, dapsone,
pentamidin, ketokonazol.(Brunner & Suddarth, 2002). Untuk kasus pneumonia
community base :
a) Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
b) Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base :
a) Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
b) Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
(Nurarif & Kusuma, 2015,68).
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI PNEUMONIA
A. Pengkajian
1. Identitas
Epidemiologi pneumonia komunitas atau community-acquired
pneumonia (CAP) di Amerika Serikat diperkirakan ~1.600 kasus per
100.000 populasi. Sedangkan di Indonesia secara nasional adalah 1,8%
dimana prevalensi tahun 2013 adalah 4,5%. Pneumonia komunitas atau
Community-acquired pneumonia (CAP) merupakan penyakit yang serius
dan merupakan penyebab kematian nomor tiga secara global dan merupakan
penyebab kematian dan disabilitas terbesar diantara penyakit pada sistem
pernapasan lainnya.Di Amerika Serikat insidensi CAP diperkirakan ~1.600
kasus per 100.000 populasi tidak jauh berbeda dengan Eropa ~1.100-1.600
kasus per 100.000 populasi.Angka CAP yang harus dirawat inap
diperkirakan ~250 kasus per 100.000 populasi.Terdapat perubahan tren
yaitu peningkatan insidensi CAP dengan patogen yang resisten terhadap
obat. Pada pasien anak di Amerika Serikat, pneumonia merupakan penyebab
rawat inap dengan insidensi rawat inap 15,7 per 10.000 anak per tahun.
Insidensi paling tinggi pada grup anak di bawah 2 tahun yaitu insidensi
rawat inap 62,2 per 10.000 anak per tahun. Insidensinya memuncak pada
saat musim gugur dan musim dingin. Berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, period prevalence atau prevalensi periode
seluruh pneumonia di Indonesia secara nasional adalah 1,8% dimana
prevalensi tahun 2013 adalah 4,5%. Prevalensi periode paling tinggi pada
kelompok umur 1-4 tahun dan meningkat pada kelompok umur 45-54 tahun
dan kelompok umur yang lebih tua. Berdasarkan data administratif, terdapat
988 kasus CAP pada tiap 100.000 pasien yang telah keluar dari perawatan
inap rumah sakit di Indonesia dengan rata-rata masa rawat inap atau length
of stay adalah 6,1 hari.
2. Keluhan Utama
Dalam penelitian Jahya Bukhari.AS 2019 menurut Brunner & suddarth
(2012) Keluhan dimulai dengan infeksi saluran pernafasan, kemidian
mendadak panas tinggi disertai batuk yang hebat, nyeri dada dan nafas
sesak.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Dalam penelitian Jahya Bukhari.AS 2019 menurut Brunner & suddarth
(2012) pada klien pneumonia yang sering dijumpai pada waktu anamnese
ada klien mengeluh mendadak panas tinggi (380C - 410C) disertai
menggigil, kadang-kadang muntah, nyeri pleura dan batuk pernafasan
terganggu (takipnea), batuk yang kering akan menghasilkan sputum seperti
karat dan purulen
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Dalam penelitian Jahya Bukhari.AS 2019 menurut Brunner & suddarth
(2012) pneumonia sering diikuti oleh suatu infeksi saluran pernafasan atas,
pada penyakit PPOM, tuberkulosis, DM, pasca influenza dapat mendasari
timbulnya pneumonia. Penyakit diarahkan pada waktu sebelumnya, apakah
klien pernah mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dengan
gejala sepertilukatenggorokan,kongestinasal,bersin,dandemamringan
(Diana, Akrima Ulfa.2019)
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam penelitian Jahya Bukhari.AS 2019 menurut Brunner & suddarth
(2012) adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
klien atau asma bronkiale, tuberkulosis, DM, atau penyakit ISPA lainnya.
6. Pola-pola Fungsi Kesehatan
Menurut (Diana, Akrima Ulfa.2019)
1) Pola persepsi sehat-penatalaksanaansehat
Keluarga sering menganggap seperti batuk biasa, dan menganggap benar-
benar sakit apabila sudah mengalami sesak napas.
2) Pola metaboliknutrisi
Sering muncul anoreksia (akibat respon sistematik melalui control saraf
pusat), mual muntah karena terjadi peningkatan rangsangan gaster dari
dampak peningkatan toksik mikroorganisme.
3) Polaeliminasi
Penderita mengalami penurunan produksi urin akibat perpindahan cairan
karena demam.
4) Polatidur-istirahat
Data yang muncul adalah pasien kesulitan tidur karena sesak napas.
Penampilan lemah, sering menguap, dan tidak bisa tidur di malam hari
karena tidak kenyamanan tersebut
5) Polaaktivitas-latihan
Aktivitas menurun dan terjadi kelemahan fisik.
6) Polakognitif-persepsi
Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernsh disampaikan
biasanya sesaat akibat penurunan asupan nutrisi dan oksigenasi pada
otak.
7) Pola persepsi diri-konsepdiri
Tampak gambaran keluarga terhadap pasien, karena pasien diam.
8) Pola peranhubungan
Pasien terlihat malas jika diajak bicara dengan keluarga, pasien lebih
banyak diam.
9) Pola toleransistress-koping
Aktivitas yang sering tampak saat menghadapi stress adalah pasien selalu
diam dan mudah marah.
10) Polanilai-kepercayaan
Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan kebutuhan untuk
mendapat sumber kesembuhan dari Allah SWT.
7. Pemeriksaan Fisik
Dalam penelitian Jahya Bukhari.AS 2019
1) Keadaan Umum
Klien tampak lemah, Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien
dengan pneumonia biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih
dari 40°C, frekuensi napas meningkat dari frekuensi normal, denyut nadi
14 biasanya seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi
pernapasan, dan apabila tidak melibatkan infeksi sistem yang
berpengaruh pada hemodinamika kardiovaskuler tekanan darah biasanya
tidak ada masalah.
2) Pemeriksaan B1-B6
a. Pernafasan-Breathing (B1)
Pemeriksaan fisaik pada klien dengan pneumonia merupakan
pemeriksaan fokus, berurutan pemeriksaan ini terdiri atas inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi.
- Inspeksi : Bentuk dada dan gerakan pernapasan, Gerakan pernapasan
simetris. Pada klien dengan pneumonia sering ditemukan peningkatan
frekuensi napas cepat dan dangkal, serta adanya retraksi sternum dan
intercostal space (ICS). Napas cuping hidung pada sesak berat dialami
terutama oleh anak-anak. Batuk dan sputum. Saat dilakukan
pengkajian batuk pada klien dengan pneumonia, biasanya didapatkan
batuk produktif disertai dengan adanya peningkatan produksi sekret
dan sekresi sputum yang purulen.
- Palpasi : Gerakan dinding thorak anterior/ ekskrusi pernapasan. Pada
palpasi klien dengan pneumonia, gerakan dada saat bernapas biasanya
normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri. Getaran suara
(frimitus vocal). Taktil frimitus pada klien dengan pneumonia
biasanya normal.
- Perkusi : Klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, biasanya
didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi
redup perkusi pada klien dengan pneumonia didapatkan apabila
bronkopneumonia menjadi suatu sarang (kunfluens).
- Auskultasi : Pada klien dengan pneumonia, didapatkan bunyi napas
melemah dan bunyi napas tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit.
Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil
auskultasi di daerah mana didapatkan adanya ronkhi.
b. Kardiovaskular-Bleeding (B2)
Pada klien dengan pneumonia pengkajian yang didapat meliputi :
- Inspeksi : Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umun.
- Palpasi : Denyut nadi perifer melemah.
- Perkusi : Batas jantung tidak mengalami pergeseran.
- Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal, bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan
c. Persyarafan-Brain (B3)
Klien dengan pneumonia yang berat sering terjadi penurunan
kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi
jaringan berat.Pada pengkajian objektif, wajah klien tampak meringis.
Menangis, merintih, merengang, dan mengeliat
d. Perkemihan (Eliminasi Urine)-Bladder (B4)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan.
Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal
tersebut merupakan tanda awal dari syok.
e. Pencernaan (Eliminasi Alvi)-Bowel (B5)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan,
dan penurunan berat badan.
f. Tulang, Otot, Integumen-Bone (B6)
Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan
ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan
aktivitas sehari-hari
B. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif bd hipersekresi jalan napas dd batuk tidak
efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi/wheezing (D.0001)
2) Gangguan pertukaran gas bd ketidakseimbangan ventilasi-perfusi dd
dispnea, pCO2 meningkat/menurun, pO2 menurun, takikardia, pH arteri
meningkat/menurun, dan terdapat bunyi napas tambahan (D.0003)
3) Pola nafas tidak efektif bd depresi pusat pernapasan dd dispnea,
penggunaan otot pernapasan, fase ekspirasi memanjang, pola napas
abnormal (D.0005)
4) Resiko hipovolemia kehilangan cairan secara aktif dibuktikan dengan diare
(D.0034)
5) Intoleransi aktifitas bd ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen dd mengeluh lelah, frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi
istirahat (D.0056)
6) Defisit nutrisi bd ketidakmampuan menelan makanan dd berat badan
menurun minimal 10% di bawah rentang normal (D.0019)
7) Hipertermi bd proses penyakit dd suhu tubuh di atas nilai normal (D.0130)
C. Intervensi Keperawatan
D. Implementasi Keperawatan
Merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang
lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
E. Evaluasi Keperawatan
Merupakan tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
DAFTAR PUSTAKA
Axton Sharon dan Terry Fugate.(2014). Rencana asuhan keperawatan pediatrik.Edisi
3. Jakarta: EGC
LeMone, Burke, & Bauldoff, (2016). Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa.
Jakarta: EGC
I. Pengkajian
A. Identitas Klien
1. Nama : Ny. T
2. Umur : 90 Tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Suku Bangsa : Jawa
5. Alamat : Surabaya
6. Pendidikan : Tamat SD
7. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
8. Tanggal MRS : 27 September 2019
9. Diagnosa Medis : Pneumonia
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama :
Tidak dapat dikaji karena klien terpasang intubasi
2. Alasan Utama MRS
Keluarga klien mengatakan klien sesak napas berat, sulit tidur merasa
nyaman jika diposisikan duduk dan badan diarahkan ke depan sambil
memeluk bantal. Kemudian keluarga klien membawa klien ke RS Premier
Surabaya dan dirawat di ICU RS Premier Surabaya. Kemudian klien
dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo untuk mendapatkan perawatan yang lebih
intensif. Sekarang klien dirawat di ICU GBPT Lt. 2 dan masih terpasang
ventilator.
3. Upaya yang telah dilakukan
Keluarga klien membawa klien berobat dibawa ke RS Premier Surabaya
4. Terapi/Operasi yang telah dilakukan
Klien terpasang endotracheal tube, terpasang CVC di femoral dextra, dan
terpasang nasogastric tube
C. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Klien memiliki riwayat penyakit seperti hipertensi,dan pernah mengalami
stroke 7 tahun yang lalu serta memiliki riwayat penyakit jantung.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluarga klien mengatakan klien sesak napas berat, sulit tidur merasa
nyaman jika diposisikan duduk dan badan diarahkan ke depan sambil
memeluk bantal. Kemudian keluarga klien membawa klien ke RS Premier
Surabaya dan dirawat di ICU RS Premier Surabaya. Kemudian klien
dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo untuk mendapatkan perawatan yang lebih
intensif. Sekarang klien dirawat di ICU GBPT Lt. 2 dan masih terpasang
ventilator. masuk ruang resusitasi IGD tanggal 26 September 2019, masuk
ruang ICU tanggal 27 September 2019, saat pengkajian pada tanggal 28
September 2019 klien sudah terpasang endotracheal tube, terpasang CVC di
femoral dextra.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga tidak mempunyai riwayat penyakit yang diderita klien sekarang.
4. Keadaan Kesehatan Lingkungan
Tidak Terkaji
D. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Lemah
GCS :E4VxM6
Tanda – Tanda Vital
TD : 130/80mmHg N : 97x/menit
RR : 26x/menit S : 365°C
SPO2 : 100 %
BB : 45 Kg
TB : 152 Cm
Pengkajian Head To Toe
Kepala
- Inspeksi: bentuk kepala simetris, tidak ada lesi/memar pada kepala, tidak
ada perdarahan pada kepala, rambut tipis beruban.
- Palpasi: tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, tekstur rambut halus
Wajah
- Inspeksi: bentuk wajah simetris, tidak ada benjolan, tidak ada lesi, wajah
tampak pucat dan lesu, tidak ada pembengkakan
- Palpasi: tidak ada nyeri tekan
Mata
- Inspeksi: bentuk kedua mata simetris, sklera putih, pupil isokor, reflek
cahaya +/+, konjungtiva tidak anemis
- Palpasi: tidak ada nyeri tekan
Hidung
- Inspeksi: tidak ada polip, bentuk hidung simetris, terpasang selang NGT
tidak terdapat hematom pada pengeluaran NGT
Telinga
- Inspeksi: bentuk simeris kanan dan kiri, tidak ada serumen berlebih, tidak
ada pengeluaran cairan pada telinga
- Palpasi: tidak ada nyeri tekan maupun benjolan
Mulut dan Gigi
- Inspeksi: mulut bersih, terpasang selang ETT, mukosa bibir kering, tidak
terdapat lesi, tidak ada stomatitis maupun perdarahan gusi, lidah berwarna putih
Tenggorokan dan Leher
- Inspeksi: tidak ada lesi, bentuk simetris, tidak ada benjolan
- Palpasi: tidak ada pembesaran kelenjar limfe maupun tiroid
Thoraks dan pernapasan
Inspeksi: gerak dada simetris, irama nafas teratur, RR : 26x/menit, SPO2 100
%, pernafasan dibantu dengan ventilator dengan mode CPAP, minutes volume
5,1, total volume 255, total rate 26, peep 6 mmHg, FiO2 30%, dan SPO2
100%. Sputum dengan konsistensi kental berwarna putih kekuningan, tidak
mampu untuk batuk efektif
- Palpasi: tidak ada benjolan maupun nyeri tekan
- Auskultasi: terdapat suara nafas tambahan ronkhi di semua lapang paru
Jantung
- Palpasi: tidak ada nyeri tekan
- Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur dan gallop,
TD 130/80 mmHg, CRT<2 detik, N : 97x/menit regular, konjungtiva tidak
anemis.
Abdomen
- Inpeksi : bentuk simetris, tidak membuncit, tidak ada bekas jahitan, BAB
melena pada pagi hari dengan konsistensi cair berwarna hitam dan berbau
khas, Terpasang dower kateter urine, produksi urine 40cc/jam, urine
berwarna kuning pekat, urine evaluasi/24jam Input = 2098, Output = 710
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan
- Perkusi : tidak ada asites, suara abdomen timpani
- Auskultasi : bising usus 10x/mnt
Genetalia dan anus
- Inspeksi : Genetalia bersih, tidak ada kemerahan
- Palpasi : tidak ada benjolan/kelainan, tidak ada nyeri tekan
l. Integumen
- Inspekulit bersih, tidak ada ptekie, tidak ada lesi dan benjolan, warna kulit
pucat
- Palpasi : turgor kulit menurun, akral hangat kering
m.Ekstremitas
- Inspeksi : tidak ada luka dan tidak ada benjolan, terdapat hemiparase
ekstremitas kanan, tidak ada fraktur, tidak ada edema, klien tampak tirah
baring, tampak rentang gerak menurun/terbatas, kekuatan otot :
2 4
2 4
F. Terapi
1. Clopodogrel 75 mg/24 jam
2. Simvastatin 20 mg/ 24 jam
3. Concor 2,5 mg/ 24 jam
4. Inj cloperazole sulbactam 1 g/8 jam
5. Inj dobutamin pump 250 mg (5mg/ ml)
6. Cairan RL 500 ml/ 24 jam
7. Susu E1-E6 B26 x 250 ml per sonde
Prioritas Kedua :
Karena Pola nafas tidak efektif
sehingga memerlukan bantuan O2
atau memberikan tindakan posisi
semi flowler untuk membantu
inspirasi dan ekspirasi memberikan
ventilasi adekuat.
3. Gangguan mobilitas fisik b.d 28/09/2019
penurunan kekuatan otot d.d 08.00
hemiparesis ekstremitas kanan,
rentang gerak menurun (D.0054)
Prioritas Ketiga:
Karena klien mengalami penurunan
rentang gerak sehingga klien
membutuhkan bantuan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari
segingga dapat merencanakan
tindakan dengan tujuan mobilitas
fisik meningkat.
IV. Intervensi Keperawatan
3. Gangguan mobilitas fisik b.d 28/09/2019 11.30 1) Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan (1.05173)
penurunan kekuatan otot d.d Respon : klien hanya dapat menggerakkan ekstremitas kiri
hemiparesis ekstremitas kanan, 2) Memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah (1.05173)
rentang gerak menurun (D.0054) Respon : HR : 97x/mnt, TD : 130/80 mmHg
11.35 3) Memonitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
(1.05173)
11.40 Respon : klien kooperatif, tidak terjadi sianosis dan keletihan
pada klien
11.45 4) Memfasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu. Missal
pagar atau tempat tidur (1.05173)
Respon : klien tidak dapat melakukan aktivitas selain tirah
baring karena klien menggunakan ventilator
11.50 5) Memfasilitasi melakukan pergerakan jika perlu (1.05173)
Respon : perawat memfasilitasi klien ketikan dilakukan
mobilisasi kanan kiri setiap 2 jam
6) Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi (1.05173)
11.55 Respon : klien kooperatif
4. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d 29/09/2019 08.30 1) Memonitor adanya retensi sputum
hipersekresi jalan napas ditandai Respon : terdapat sputum di ujungselang ETT, warna sputum
dengan terdapat sara nafas tambahan 08.35 putih kekuningan
ronkhi (D.0001) 2) Mengidentifikasi kemampuan batuk
08.40 Respon : klien tidak mampu melakukan batuk efektif
3) Memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman, dan usaha napas)
08.45 Respon : takipnea, frekensi nafas 28x/menit, dangkal
4) Memonitor bunyi napas tambahan
08.50 Respon : terdengar suara ronkhi di kedua lapang paru klien
5) Mengatur posisi semi-fowler atau fowler
Respon : klien kooperatif
09.00 6) Berkolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu
Respon : klien kooperatif, klien mendapat terapi nebulisasi (Pz
+ Ventolin) dan terapi dada tiap 8 jam
7) Melakukan fisioterapi dada dan melakukan suction
09.15 Respon : klien kooperatif, mau melakukan fisioterapi dada
8) Menjelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
09.20 Respon : klien kooperatif, klien menganggukkan kepala mau
untuk melakukan latihan batuk efektif
09.25 9) Menganjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas
dalam yang ke-3
Respon : klien kooperatif dan mengikuti langkah dari perawat,
secret keluar sedikit di bagian trakeostomi
5. Pola nafas tidak efektif b.d depresi 29/09/2019 10.30 1) Memonitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya nafas
pusat pernafasan d.d frekuensi nafas (1.01014)
26x/mnt dan terpasang alat bantu Respon : RR = 28x/mnt, irama irreguler, pernafasan dangkal,
ventilator (D.0005) tidak terdapat pernafasan cuping hidung
10.35 2) Memonitor pola nafas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes, biot, ataksik)
(1.01014)
Respon : pola nafas klien takipnea
10.40 3) Memonitor adanya sumbatan jalan nafas (1.01014)
Respon : terdapat secret padaselang ETT
10.45 4) Melakukan aukskultasi bunyi nafas (1.01014)
Respon : terdapat suara ronkhi pada kedua lapang paru klien
10.50 5) Memonitor saturasi oksigen (1.01014)
Respon : saturasi oksigen klien menunjukkan 100%
10.55 6) Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Respon : klien kooperatif
6. Gangguan mobilitas fisik b.d 29/09/2019 11.15 1) Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
penurunan kekuatan otot d.d (1.05173)
hemiparesis ekstremitas kanan, Respon : klien hanya dapat menggerakkan ekstremitas kiri
rentang gerak menurun (D.0054) 11.20 2) Memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah (1.05173)
Respon : HR : 96x/mnt, TD : 125/70 mmHg
11.25 3) Memonitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
(1.05173)
Respon : klien kooperatif
4) Memfasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu. Missal
11.30 pagar atau tempat tidur (1.05173)
Respon : klien tidak dapat melakukan aktivitas selain tirah
baring karena klien menggunakan ventilator
5) Memfasilitasi melakukan pergerakan jika perlu (1.05173)
11.35 Respon : perawat memfasilitasi klien ketikan dilakukan
mobilisasi kanan kiri setiap 2 jam
6) Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi (1.05173)
11.40 Respon : klien kooperatif
7. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d 30/09/2019 09.00 1) Memonitor adanya retensi sputum
hipersekresi jalan napas ditandai Respon : terdapat sputum di ujung selang ETT, sputum
dengan terdapat sara nafas tambahan bewarna putih kekuningan
ronkhi (D.0001) 09.05 2) Mengidentifikasi kemampuan batuk
Respon : klien tidak mampu melakukan batuk efektif
09.10 3) Memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman, dan usaha napas)
Respon : takipnea, RR 24x/menit, dangkal
09.15 4) Memonitor bunyi napas tambahan
Respon : terdengar suara ronkhi di kedua lapang paru klien
09.20 5) Mengatur posisi semi-fowler atau fowler
Respon : klien kooperatif dan klien merasa nyaman dengan
posisi semi fowler
09.25 6) Berkolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu
Respon : klien kooperatif, klien mendapat terapi Nebulisasi (Pz
+ Ventolin) dan terapi dada tiap 8 jam
09.30 7) Melakukan fisioterapi dada dan melakukan suction
Respon : klien kooperatif, mau melakukan fisioterapi dada
09.35 8) Menjelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
Respon : klien kooperatif, klien menganggukkan kepala mau
untuk melakukan latihan batuk efektif
09.40 9) Menganjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas
dalam yang ke-3
Respon : klien kooperatif dan mengikuti langkah dari perawat,
secret keluar sedikit di bagian trakeostomi
8. Pola nafas tidak efektif b.d depresi 30/09/2019 09.55 1) Memonitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya nafas
pusat pernafasan d.d frekuensi nafas (1.01014)
26x/mnt dan terpasang alat bantu Respon : RR = 28x/mnt, irama irreguler, pernafasan dangkal,
ventilator (D.0005) terdapat retraksi dada, tidak terdapat pernafasan cuping hidung
10.00 2) Memonitor pola nafas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes, biot, ataksik)
(1.01014)
Respon : pola nafas klien takipnea
10.05 3) Memonitor adanya sumbatan jalan nafas (1.01014)
Respon : terdapat sputum pada selang ETT
10.10 4) Melakukan aukskultasi bunyi nafas (1.01014)
Respon : terdapat suara ronkhi pada kedua lapang paru klien
10.15 5) Memonitor saturasi oksigen (1.01014)
Respon : saturasi oksigen klien menunjukkan 100%
10.20 6) Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Respon : klien kooperatif
9. Gangguan mobilitas fisik b.d 30/09/2019 10.35 1) Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
penurunan kekuatan otot d.d (1.05173)
hemiparesis ekstremitas kanan, Respon : klien hanya dapat menggerakkan ekstremitas kiri
rentang gerak menurun (D.0054) 10.40 2) Memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah (1.05173)
Respon : HR : 100x/mnt, TD : 115/76 mmHg
10.45 3) Memonitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
(1.05173)
Respon : klien kooperatif, tidak terjadi sianosis dan keletihan
pada klien
10.50 4) Memfasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu. Missal
pagar atau tempat tidur (1.05173)
Respon : klien tidak dapat melakukan aktivitas selain tirah
baring karena klien menggunakan ventilator
10.55 5) Memfasilitasi melakukan pergerakan jika perlu (1.05173)
Respon : perawat memfasilitasi klien ketikan dilakukan
mobilisasi kanan kiri setiap 2 jam
11.00 6) Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi (1.05173)
Respon : klien kooperatif
VI. Evaluasi Keperawatan