A. Stroke Haemoragic
A. Stroke Haemoragic
Npm : 1810038105029
BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan
saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak (Junaidi, 2011). Stroke
merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang berpengaruh terhadap arteri utama
menuju dan berada di otak (National Stroke Association, 2012). Stroke juga bisa
diartikan sebagai gejala–gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan penyakit
pembuluh darah otak dan bukan oleh lainnya (Adib, 2009)
Stroke dibagi menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik. Umumnya sekitar
50% kasus stroke hemoragik akan berujung kematian, sedangkan stroke iskemik hanya
20% yang berakibat kematian. Stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah arteri ke otak sehingga terhalangnya suplai darah menuju otak. Penyebab arteri
pecah tersebut misalnya tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh stress psikis
berat (Junaidi, 2011).
Tekanan darah tinggi / hipertensi merupakan faktor risiko paling penting
berdasarkan derajat risiko terjadinya stroke. Menurut Tarwoto (2013), 50-70% kasus
stroke disebabkan karena hipertensi. Faktor lain nya seperti merokok, hiperlipidemia,
fibrilasi atrium, penyakit jantung iskemik, penyakit katup jantung dan diabetes
(Goldszmith, 2013). Berdasarkan data prevalensi hipertensi sebagai faktor risiko utama
yang makin meningkat di Indonesia yaitu sekitar 95%, maka para ahli epidemiologi
meramalkan bahwa saat ini dan masa yang akan datang sekitar 12 juta penduduk
Indonesia yang berumur diatas 35 tahun mempunyai potensi terkena stroke (Yastroki
dalam Sikawin 2013).
Stroke berdampak pada kecacatan bahkan kematian tergantung pada lokasi
dimana terjadi gangguan suplai darah ke otak. Suplai darah yang berkurang menyebabkan
kematian sel neuron, jika berlangsung hingga 72 jam dapat terjadi kerusakan otak
(Corwin, 2009). Menurut Junaidi (2011), terdapat beberapa perubahan pada pasien stroke
seperti : perubahan pikiran, perubahan emosi, perubahan kepribadian, hilang rasa hingga
epilepsi. Banyak penderita pasca stroke menjadi penyandang cacat yang cukup berat
sedang umurnya masih panjang. Dampak stroke tidak hanya terhadap penderita tetapi
juga terhadap keluarga. Menurut penelitian Pambudi (2010), keluarga umumnya akan
mengalami perubahan perilaku dan emosional yang lebih luas diantaranya ansietas, syok,
penolakan, marah. Hal tersebut merupakan respon umum yang disebabkan oleh stress.
Bila dibiarkan, ini akan berlanjut pada depresi (Sutrisno, 2007)
Stroke hemoragik yang disebabkan oleh hipertensi harus segera diatasi agar tidak
terjadi edema serebri yang akan menyebabkan gejala seperti : sakit kepala, kebingungan,
pusing, mual, muntah, ngantuk berlebihan, kelemahan, apatis, kejang, kehilangan
kesadaran bahkan sampai koma (Aminoff dan Josephson, 2014). Edema serebri sangat
berbahaya bagi penderita stroke sehingga harus diatasi dalam 6 jam pertama yang disebut
dengan “golden periode”. Apabila penderita stroke dapat ditangani dalam 6 jam , maka
sebesar 30-40 % penderita stroke dapat sembuh sempurna, namun apabila dalam waktu
tersebut pasien stroke tidak mendapatkan penanganan yang maksimal maka akan terjadi
kecacatan / kelemahan fisik (Levine, 2008). Sedangkan penurunan tekanan darah diastole
5-6 mmHg dan systole 10-12 mmHg selama 2 sampai 3 tahun akan menurunkan risiko
stroke antara 4,5-7% (Rudd dalam Tarwoto 2013).
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat dalam Ghani (2015) bahwa peningkatan
jumlah pasien stroke di beberapa negara Eropa sebesar 1,1 juta pertahun pada tahun 2000
menjadi 1,5 juta pertahun pada tahun 2025. American Heart Association (AHA)
menyebutkan bahwa setiap 45 menit ada satu orang di Amerika yang terkena serangan
stroke. Stroke menduduki peringkat ke-3 setelah penyakit jantung dan kanker (Sikawin,
2013). Suatu saat 5,8 juta orang di Amerika Serikat mengalami stroke, yang
mengakibatkan biaya kesehatan berkenaan dengan stroke mendekati 70 milyar dolar per
tahun. Pada tahun 2010, Amerika telah menghabiskan $ 73,7 juta untuk membiayai
tanggungan medis dan rehabilitasi akibat stroke. Sedangkan menurut National Health
Services (NHS) Inggris menghabiskan sekitar 4% total anggarannya untuk menyediakan
perawatan bagi penderita stroke. Lembaga-lembaga pelayanan sosial juga menghabiskan
biaya yang besar untuk menyediakan pelayanan yang berkesinambungan bagi penderita
stroke, baik yang di rawat di rumah maupun di pelayanan kesehatan (Rudd 2010 dalam
Yudha 2014)
Berdasarkan data 10 besar penyakit terbanyak di Indonesia tahun 2013, prevalensi
kasus stroke tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara (10,8%) dan terendah di
Provinsi Papua (2,3%), sedangkan Provinsi Jawa Tengah sebesar 7,7%. Prevalensi stroke
antara laki-laki dengan perempuan hampir sama (Kemenkes, 2013)
Menurut Rikesdas tahun 2013, dalam laporannya mendapatkan bahwa di
Indonesia, setiap 1000 orang, 8 orang diantaranya terkena stroke. Stroke merupakan
penyebab utama kematian pada semua umur, dengan proporsi 15,4%. Setiap 7 orang
yang meninggal di Indonesia, 1 diantaranya karena stroke.
Peran perawat yang paling utama di ruang HCU bangsal syaraf menurut Junaidi
(2011) diantaranya memastikan kepatenan ABC (Airway, Breathing, Circulation), serta
memantau tekanan darah tiap jam dan bagi pasien yang mengalami penumpukan saliva
dilakukan suction serta perubahan posisi miring setiap 2-4 jam. Setelah dilakukan
observasi di ruangan HCU bangsal syaraf, tekanan darah pasien hanya dipantau per shift
kerja (setiap 8 jam) dengan menggunakan tensimeter manual dan pasien tidak terpasang
monitor. Selain itu, pada saat pemberian obat dan perubahan posisi, perawat kurang
berkomunikasi dengan keluarga sehingga keluarga tidak mendapatkan informasi /
edukasi atas tindakan keperawatan yang dilakukan.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik melakukan “Asuhan
keperawatan pada pasien stroke hemoragik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Konsep Dasar
A. Pengertian Stroke Hemoragik
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa
kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak.
Secara sederhana stroke didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya
suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau perdarahan (stroke
hemoragik) (Junaidi, 2011). Mulanya stroke ini dikenal dengan nama apoplexy,
kata ini berasal dari bahasa Yunani yag berarti “memukul jatuh” atau to strike
down. Dalam perkembangannya lalu dipakai istilah CVA atau cerebrovascular
accident yang berarti suatu kecelakaan pada pembuluh darah dan otak.
Menurut Misbach (2011) stroke adalah salah satu syndrome neurologi
yang dapat menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. Stroke Hemoragik
adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat aliran darah yang
normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan kemudian
merusaknya (Adib, 2009)
G. Penatalaksanaan
Menurut Tarwoto (2013), penatalaksanaan stroke terbagi atas :
Penatalaksanaan umum
1. Pada fase akut
Terapi cairan, stroke beresiko terjadinya dehidrasi karena
penurunan kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini
penting untuk mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah.
The American Heart Association sudah menganjurkan normal
saline 50 ml/jam selama jam-jam pertama dari stroke iskemik akut.
Segera setelah stroke hemodinamik stabil, terapi cairan rumatan
bisa diberikan sebagai KAEN 3B/KAEN 3A. Kedua larutan ini
lebih baik pada dehidrasi hipertonik serta memenuhi kebutuhan
hemoestasis kalium dan natrium. Setelah fase akut stroke, larutan
rumatan bisa diberikan untuk memelihara hemoestasis elektrolit,
khususnya kalium dan natrium.
Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mangalami
gangguan aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat
penting untuk mengurangi hipoksia dan juga untuk
mempertahankan metabolism otak. Pertahankan jalan napas,
pemberian oksigen, penggunaan ventilator, merupakan tindakan
yang dapat dilakukan sesuai hasil pemeriksaan analisa gas darah
atau oksimetri
Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
Peningkatan intra cranial biasanya disebabkan karena edema
serebri, oleh karena itu pengurangan edema penting dilakukan
misalnya dengan pemberian manitol, control atau pengendalian
tekanan darah
Monitor fungsi pernapasan : Analisa Gas Darah
Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
Evaluasi status cairan dan elektrolit
Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan
cegah resiko injuri
Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi labung
dan pemberian makanan
Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan
pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus cranial dan reflex
2. Fase rehabilitasi
Pertahankan nutrisi yang adekuat
Program manajemen bladder dan bowel
Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi
(ROM)
Pertahankan integritas kulit
Pertahankan komunikasi yang efektif
Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Persiapan pasien pulang
3. Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau
volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan
ventrikulo-peritoneal bila ada hidrosefalus obstrukis akut.
4. Terapi obat-obatan
Antihipertensi : Katropil, antagonis kalsium
Diuretic : manitol 20%, furosemid
Antikolvusan : fenitoin
Sedangkan menurut Batticaca (2008), terapi perdarahan dan
perawatan pembuluh darah pada pasien stroke perdarahan adalah :
Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil
Aminocaproic acid 100-150 ml% dalama cairan isotonic 2
kali selama 3-5 hari, kemudian 1 kali selama 1-3 hari
Antagonis untuk pencegahan permanen : Gordox dosis
pertama 300.000 IU kemudian 100.000 IU 4 kali perhar i
IV ; Contrical dosis pertama 30.000 ATU, kemudaian
10.000 ATU 2 kali per hari selama 5-10 hari
Natrii Etamsylate (Dynone) 250 mg x 4 hari IV sampai 10 hari
Kalsium mengandung obat ; Rutinium, Vicasolum, Ascorbicum
Profilaksis Vasospasme
Calcium-channel antagonis (Nimotop 50 ml [10 mg per
hari IV diberikan 2 mg per jam selama 10-14 hari])
Berikan dexason 8 4 4 4 mg IV (pada kasus tanpa DM,
perdarahan internal, hipertensi maligna) atau osmotic
diuretic (dua hari sekali Rheugloman (Manitol) 15% 200
ml IV diikuti oleh 20 mg Lasix minimal 10-15 hari
kemudian.
II. Asuhan Keperawatan Teoritis
Menurut Tarwoto (2013) pengkajian keperawatan pada pasien stroke meliputi :
1) Pengkajian
Identitas pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan
jam MRS, nomor register, diagnose medis.
Keluhan utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi,
nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan kesadaran.
Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal
yang tidak disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering
kesemutan, rasa lemah pada salah satu anggota gerak. Pada serangan
stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
pasien melakukan aktifitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
kegemukan.
Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes mellitus.
Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi
dan pikiran pasien dan keluarga
Pemeriksaan fisik
Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen,
apatis, sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal
terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki
tingkat kesadaran letargi dan compos metis dengan GCS 13-15
Tanda-tanda Vital
Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat
tekanan darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole >
80
Nadi
Biasanya nadi normal
Pernafasan
Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan
pada bersihan jalan napas
Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
hemoragik
Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah
Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus
V (Trigeminal) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan
dan pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas
halus, klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus
VII (facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis,
mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung, menggembungkan
pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan
kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien
kesulitan untuk mengunyah.
Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik,
pupil isokor, kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus
II (optikus) : biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada
nervus III (okulomotoris) : biasanya diameter pupil 2mm/2mm,
pupil kadang isokor dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat
dinilai jika pasien bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis) :
biasanya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan
bawah. Nervus VI (abdusen) : biasanya hasil nya pasien dapat
mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan
Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak
ada pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I
(olfaktorius) : kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang
diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan biasanya
ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada
nervus VIII (akustikus) : biasanya pada pasien yang tidak lemah
anggota gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak tangan-
hidung
Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga
coma akan mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir
kering. Pada pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah
dapat mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat
menyebutkan rasa manis dan asin. Pada nervus IX
(glossofaringeal) : biasanya ovule yang terangkat tidak simetris,
mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat
merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglasus) :
biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan
ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat bicara
Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada
pemeriksaan nervus VIII (akustikus) : biasanya pasien kurang bisa
mendengarkan gesekan jari dari perawat tergantung dimana lokasi
kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika suara keras dan
dengan artikulasi yang jelas
Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien
stroke hemragik mengalami gangguan menelan. Pada
peemeriksaan kaku kuduku biasanya (+) dan bludzensky 1 (+)
Thorak
Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sam aantara kiri dan kanan
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi : biasanya suara normal (vesikuler)
Jantung
Inspeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi : biasanya suara vesikuler
Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi : biasanya biasanya bising usus pasien tidak
terdengar. Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut
pasien digores biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.
Ekstremitas
Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT
biasanya normal yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI
(aksesorius) : biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat
melawan tahanan pada bahu yang diberikan perawat. Pada
pemeriksaan reflek, biasanya saat siku diketuk tidak ada respon
apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-))
dan pada pemeriksaan tricep respon tidak ada fleksi dan supinasi
(reflek bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek hoffman
tromer biasanya jari tidak mengembang ketika diberi reflek (reflek
Hoffman tromer (+)).
Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan
bluedzensky I kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat
telapak kaki digores biasanya jari tidak mengembang (reflek
babinsky (+)). Pada saat dorsum pedis digores biasanya jari kaki
juga tidak beresponn (reflek caddok (+)). Pada saat tulang kering
digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau
ekstensi (reflek openheim (+)) dan pada saat betis diremas dengan
kuat biasanya pasien tidak merasakan apa-apa (reflek gordon (+)).
Pada saat dilakukan reflek patella biasanya femur tidak bereaksi
saat di ketukkan (reflek patella (+)).
Test diagnostik
Radiologi
Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara
spesifik sperti stroke perdarahan arteriovena atau adanya
ruptur. Biasanya pada stroke perdarahan akan ditemukan
adanya aneurisma.
Lumbal pungsi
Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat
pemeriksaan cairan lumbal maka terdapat tekanan yang
meningkat disertai bercak darah. Hal itu akan
menunjukkkan adanya hemoragik pada subarachnoid atau
pada intrakranial
CT-Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia,
serta posisinya secara pasti. Hasil pemerksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang masuk ke ventrikel atau
menyebar ke permukaan otak
Macnetic Resonance Imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya
perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
area yang mengalami lesi dan infark akibat dari heemoragik
USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis)
EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah
yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit,
Trombosit, Eritrosit. Hal ini berguna untuk mengetahui
apakah pasien menderita anemia. Sedangkan leukosit untuk
melihat sistem imun pasien. Bila kadar leukosit diatas
normal, berarti ada penyakit infeksi yang sedang
menyerang pasien.
Test darah koagulasi Test darah ini terdiri dari 4
pemeriksaan, yaitu: prothrombin time, partial
thromboplastin (PTT), International Normalized Ratio
(INR) dan agregasi trombosit. Keempat test ini gunanya
mengukur seberapa cepat darah pasien menggumpal.
Gangguan penggumpalan bisa menyebabkan perdarahan
atau pembekuan darah. Jika pasien sebelumnya sudah
menerima obat pengencer darah seperti warfarin, INR
digunakan untuk mengecek apakah obat itu diberikan
dalam dosis yang benar. Begitu pun bila sebelumnya sudah
diobati heparin, PTT bermanfaat untuk melihat dosis yang
diberikan benar atau tidak.
Test kimia darah Cek darah ini untuk melihat kandungan
gula darah, kolesterol, asam urat, dll. Apabila kadar gula
darah atau kolesterol berlebih, bisa menjadi pertanda pasien
sudah menderita diabetes dan jantung. Kedua penyakit ini
termasuk ke dalam salah satu pemicu stroke (Robinson,
2014)
3) Rencana Keperawatan
DIAGNOSA
NOC NIC
KEPERAWATAN
Ketidakefektifan bersihan jalan Setelah dilakukan asuhan Manajemen jalan nafas
nafas keperawatan diharapkan Posisikan pasien untuk
bersihan jalan menjadi efektif memaksimalkan ventilasi
Definisi : dengan kriteria hasil : Identifikasi kebutuhan
Ketidakmampuan membersihkan Status pernafasan : aktual/potensial pasien
sekresi atau obstruksi dari saluran Frekuensi pernafasan untuk memasukkan alat
napas untuk mempertahankan normal (16-25x/menit) membuka jalan nafas
bersihan jalan nafas Irama pernafasan teratur Buang sekret dengan
Kemampuan untuk memotivasi pasien untuk
Batasan karakteristik : mengeluarkan sekret melakukan batuk atau
Batuk yang tidak efektif Tanda-tanda vital: menyedot lender
Dispnea Irama pernafasan teratur Instruksikan bagaimana
Gelisah Tekanan darah normal agar bias melakukan batuk
Perubahan frekuensi nafas (120/80mmHg) efektif
Tekanan nadi normal Auskultasi suara nafas
Faktor yang berhubungan : (60-100 x/menit) Posisikan untuk
Benda asing dalam jalan meringankan sesak nafas
nafas
Sekresi yang tertahan Monitor pernafasan
Monitor kecepatan, irama,
kedalaman dan kesulitan
bernafas
Catat pergerakan dada,
catat ketidaksimetrisan,
penggunaan otot bantu
pernafasan dan retraksi
otot
Monitor suara nafas
tambahan
Monitor pola nafas
Auskultasi suara nafas,
catat area dimana terjadi
penurunan atau tidak
adanya ventilasi dan
keberadaan suara nafas
tambahan
Kaji perlunya penyedotan
pada jalan nafas dengan
auskultasi suara nafas
ronki di paru
Monitor kemampuan
batuk efektif pasien
Berikan bantuan terapi
nafas jika diperlukan
(misalnya nebulizer)
5) Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir keperawatan yang
didasarkan pada tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan
suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dan kriteria hasil
yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi ada individu (Nursalam, 2008).
Evaluasi keperawatan dilakukan dalam bentuk pendekatan SOAP. Evaluasi
keperawatan terdiri dari beberapa komponen yaitu:
Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan
Diagnosis keperawatan
Evaluasi keperawatan