Anda di halaman 1dari 22

Nama : Rahayu Safitri

Npm : 1810038105029
BAB I
PENDAHULUAN

A Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan
saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak (Junaidi, 2011). Stroke
merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang berpengaruh terhadap arteri utama
menuju dan berada di otak (National Stroke Association, 2012). Stroke juga bisa
diartikan sebagai gejala–gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan penyakit
pembuluh darah otak dan bukan oleh lainnya (Adib, 2009)
Stroke dibagi menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik. Umumnya sekitar
50% kasus stroke hemoragik akan berujung kematian, sedangkan stroke iskemik hanya
20% yang berakibat kematian. Stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah arteri ke otak sehingga terhalangnya suplai darah menuju otak. Penyebab arteri
pecah tersebut misalnya tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh stress psikis
berat (Junaidi, 2011).
Tekanan darah tinggi / hipertensi merupakan faktor risiko paling penting
berdasarkan derajat risiko terjadinya stroke. Menurut Tarwoto (2013), 50-70% kasus
stroke disebabkan karena hipertensi. Faktor lain nya seperti merokok, hiperlipidemia,
fibrilasi atrium, penyakit jantung iskemik, penyakit katup jantung dan diabetes
(Goldszmith, 2013). Berdasarkan data prevalensi hipertensi sebagai faktor risiko utama
yang makin meningkat di Indonesia yaitu sekitar 95%, maka para ahli epidemiologi
meramalkan bahwa saat ini dan masa yang akan datang sekitar 12 juta penduduk
Indonesia yang berumur diatas 35 tahun mempunyai potensi terkena stroke (Yastroki
dalam Sikawin 2013).
Stroke berdampak pada kecacatan bahkan kematian tergantung pada lokasi
dimana terjadi gangguan suplai darah ke otak. Suplai darah yang berkurang menyebabkan
kematian sel neuron, jika berlangsung hingga 72 jam dapat terjadi kerusakan otak
(Corwin, 2009). Menurut Junaidi (2011), terdapat beberapa perubahan pada pasien stroke
seperti : perubahan pikiran, perubahan emosi, perubahan kepribadian, hilang rasa hingga
epilepsi. Banyak penderita pasca stroke menjadi penyandang cacat yang cukup berat
sedang umurnya masih panjang. Dampak stroke tidak hanya terhadap penderita tetapi
juga terhadap keluarga. Menurut penelitian Pambudi (2010), keluarga umumnya akan
mengalami perubahan perilaku dan emosional yang lebih luas diantaranya ansietas, syok,
penolakan, marah. Hal tersebut merupakan respon umum yang disebabkan oleh stress.
Bila dibiarkan, ini akan berlanjut pada depresi (Sutrisno, 2007)
Stroke hemoragik yang disebabkan oleh hipertensi harus segera diatasi agar tidak
terjadi edema serebri yang akan menyebabkan gejala seperti : sakit kepala, kebingungan,
pusing, mual, muntah, ngantuk berlebihan, kelemahan, apatis, kejang, kehilangan
kesadaran bahkan sampai koma (Aminoff dan Josephson, 2014). Edema serebri sangat
berbahaya bagi penderita stroke sehingga harus diatasi dalam 6 jam pertama yang disebut
dengan “golden periode”. Apabila penderita stroke dapat ditangani dalam 6 jam , maka
sebesar 30-40 % penderita stroke dapat sembuh sempurna, namun apabila dalam waktu
tersebut pasien stroke tidak mendapatkan penanganan yang maksimal maka akan terjadi
kecacatan / kelemahan fisik (Levine, 2008). Sedangkan penurunan tekanan darah diastole
5-6 mmHg dan systole 10-12 mmHg selama 2 sampai 3 tahun akan menurunkan risiko
stroke antara 4,5-7% (Rudd dalam Tarwoto 2013).
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat dalam Ghani (2015) bahwa peningkatan
jumlah pasien stroke di beberapa negara Eropa sebesar 1,1 juta pertahun pada tahun 2000
menjadi 1,5 juta pertahun pada tahun 2025. American Heart Association (AHA)
menyebutkan bahwa setiap 45 menit ada satu orang di Amerika yang terkena serangan
stroke. Stroke menduduki peringkat ke-3 setelah penyakit jantung dan kanker (Sikawin,
2013). Suatu saat 5,8 juta orang di Amerika Serikat mengalami stroke, yang
mengakibatkan biaya kesehatan berkenaan dengan stroke mendekati 70 milyar dolar per
tahun. Pada tahun 2010, Amerika telah menghabiskan $ 73,7 juta untuk membiayai
tanggungan medis dan rehabilitasi akibat stroke. Sedangkan menurut National Health
Services (NHS) Inggris menghabiskan sekitar 4% total anggarannya untuk menyediakan
perawatan bagi penderita stroke. Lembaga-lembaga pelayanan sosial juga menghabiskan
biaya yang besar untuk menyediakan pelayanan yang berkesinambungan bagi penderita
stroke, baik yang di rawat di rumah maupun di pelayanan kesehatan (Rudd 2010 dalam
Yudha 2014)
Berdasarkan data 10 besar penyakit terbanyak di Indonesia tahun 2013, prevalensi
kasus stroke tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara (10,8%) dan terendah di
Provinsi Papua (2,3%), sedangkan Provinsi Jawa Tengah sebesar 7,7%. Prevalensi stroke
antara laki-laki dengan perempuan hampir sama (Kemenkes, 2013)
Menurut Rikesdas tahun 2013, dalam laporannya mendapatkan bahwa di
Indonesia, setiap 1000 orang, 8 orang diantaranya terkena stroke. Stroke merupakan
penyebab utama kematian pada semua umur, dengan proporsi 15,4%. Setiap 7 orang
yang meninggal di Indonesia, 1 diantaranya karena stroke.
Peran perawat yang paling utama di ruang HCU bangsal syaraf menurut Junaidi
(2011) diantaranya memastikan kepatenan ABC (Airway, Breathing, Circulation), serta
memantau tekanan darah tiap jam dan bagi pasien yang mengalami penumpukan saliva
dilakukan suction serta perubahan posisi miring setiap 2-4 jam. Setelah dilakukan
observasi di ruangan HCU bangsal syaraf, tekanan darah pasien hanya dipantau per shift
kerja (setiap 8 jam) dengan menggunakan tensimeter manual dan pasien tidak terpasang
monitor. Selain itu, pada saat pemberian obat dan perubahan posisi, perawat kurang
berkomunikasi dengan keluarga sehingga keluarga tidak mendapatkan informasi /
edukasi atas tindakan keperawatan yang dilakukan.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik melakukan “Asuhan
keperawatan pada pasien stroke hemoragik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Konsep Dasar
A. Pengertian Stroke Hemoragik
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa
kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak.
Secara sederhana stroke didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya
suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau perdarahan (stroke
hemoragik) (Junaidi, 2011). Mulanya stroke ini dikenal dengan nama apoplexy,
kata ini berasal dari bahasa Yunani yag berarti “memukul jatuh” atau to strike
down. Dalam perkembangannya lalu dipakai istilah CVA atau cerebrovascular
accident yang berarti suatu kecelakaan pada pembuluh darah dan otak.
Menurut Misbach (2011) stroke adalah salah satu syndrome neurologi
yang dapat menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. Stroke Hemoragik
adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat aliran darah yang
normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan kemudian
merusaknya (Adib, 2009)

B. Klasifikasi Stroke Hemoragik


1) Perdarahan intra serebral (PIS)
Perdarahan Intra Serebral diakibatkan oleh pecahnya pembuluh
darah intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan
kemudian masuk ke dalam jaringan otak (Junaidi, 2011). Penyebab PIS
biasanya karena hipertensi yang berlangsung lama lalu terjadi kerusakan
dinding pembuluh darah dan salah satunya adalah terjadinya
mikroaneurisma. Faktor pencetus lain adalah stress fisik, emosi,
peningkatan tekanan darah mendadak yang mengakibatkan pecahnya
pembuluh darah. Sekitar 60-70% PIS disebabkan oleh hipertensi.
Penyebab lainnya adalah deformitas pembuluh darah bawaan, kelainan
koagulasi. Bahkan, 70% kasus berakibat fatal, terutama apabila
perdarahannya luas (masif) (Junaidi, 2011).
2) Perdarahan ekstra serebral / perdarahan sub arachnoid (PSA)
Perdarahan sub arachnoid adalah masuknya darah ke ruang
subarachnoid baik dari tempat lain (perdarahan subarachnoid sekunder)
dan sumber perdarahan berasal dari rongga subarachnoid itu sendiri
(perdarahan subarachnoid primer) (Junaidi, 2011) Penyebab yang paling
sering dari PSA primer adalah robeknya aneurisma (51-75%) dan sekitar
90% aneurisma penyebab PSA berupa aneurisma sakuler congenital,
angioma (6-20%), gangguan koagulasi (iatronik/obat anti koagulan),
kelainan hematologic (misalnya trombositopenia, leukemia, anemia
aplastik), tumor, infeksi (missal vaskulitis, sifilis, ensefalitis, herpes
simpleks, mikosis, TBC), idiopatik atau tidak diketahui (25%), serta
trauma kepala (Junaidi, 2011)
Sebagian kasus PSA terjadi tanpa sebab dari luar tetapi sepertiga
kasus terkait dengan stress mental dan fisik. Kegiatan fisik yang menonjol
seperti : mengangkat beban, menekuk, batuk atau bersin yang terlalu
keras, mengejan dan hubungan intim (koitus) kadang bisa jadi penyebab
(Junaidi, 2011).

C. Penyebab Stroke Hemoragik


Terhalangnya suplai darah ke otak pada stroke perdarahan (stroke
hemoragik) disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah ke otak pecah.
Penyebabnya misalnya tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh stress
psikis berat. Peningkatan tekanan darah yang mendadak tinggi juga dapat
disebabkan oleh trauma kepala atau peningkatan tekanan lainnya, seperti
mengedan, batuk keras, mengangkat beban, dan sebagainya. Pembuluh darah
pecah umumnya karena arteri tersebut berdinding tipis berbentuk balon yang
disebut aneurisma atau arteri yang lecet bekas plak aterosklerotik (Junaidi, 2011).
Selain hal-hal yang disebutkan diatas, ada faktor-faktor lain yang
menyebabkan stroke (Arum, 2015) diantaranya :
a Faktor risiko medis
Faktor risiko medis yang memperparah stroke adalah:
 Arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah)
 Adanya riwayat stroke dalam keluarga (factor keturunan)
 Migraine (sakit kepala sebelah)
b Faktor risiko pelaku
Stroke sendiri bisa terjadi karena faktor risiko pelaku. Pelaku
menerapkan gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat. Hal ini terlihat
pada :
 Kebiasaan merokok
 Mengosumsi minuman bersoda dan beralkhohol
 Suka menyantap makanan siap saji (fast food/junkfood)
 Kurangnya aktifitas gerak/olahrag
 Suasana hati yang tidak nyaman, seperti sering marah tanpa alasan
yang jelas
c Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
 Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Tekanan darah tinggi merupakan peluang terbesar
terjadinya stroke. Hipertensi mengakibatkan adanya gangguan
aliran darah yang mana diameter pembuluh darah akan mengecil
sehingga darah yang mengalir ke otak pun berkurang. Dengan
pengurangan aliran darah ke otak, maka otak kekurangan suplai
oksigen dan glukosa, lama-kelamaan jaringan otak akan mati
 Penyakit jantung
Penyakit jantung seperti koroner dan infark miokard
(kematian otot jantung) menjadi factor terbesar terjadinya stroke.
Jantung merupakan pusat aliran darah tubuh. Jika pusat pengaturan
mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun menjadi
terganggu, termasuk aliran darah menuju otak. Gangguan aliran
darah itu dapat mematikan jaringan otak secara mendadak ataupun
bertahap.
 Diabetes mellitus
Pembuluh darah pada penderita diabetes melltus umumnya
lebih kaku atau tidak lentur. Hal ini terjadi karena adanya
peningkatan atau oenurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba
sehingga dapat menyebabkan kematian otak.
 Hiperkolesterlemia
Hiperkolesterolemia adalah kondisi dimana kadar
kolesterol dalam darah berlebih. LDL yang berlebih akan
mengakibatkan terbentuknya plak pada pembuluh darah. Kondisi
seperti ini lama-kelamaan akan menganggu aliran darah, termasuk
aliran darah ke otak.
 Obesitas
Obesitas atau overweight (kegemukan) merupakan salah
satu faktor terjadinya stroke. Hal itu terkait dengan tingginya kadar
kolesterol dalam darah. Pada orang dengan obesitas, biasanya
kadar LDL (Low-Density Lipoprotein) lebih tinggi disbanding
kadar HDL (High-Density Lipoprotein). Untuk standar
Indonesia,seseorang dikatakan obes jika indeks massa tubuhnya
melebihi 25 kg/m. sebenarnya ada dua jenis obesitas atau
kegemukan yaitu obesitas abdominal dan obesitas perifer. Obesitas
abdominal ditandai dengan lingkar pinggang lebih dari 102 cm
bagi pria dan 88 cm bagi wanita
 Merokok
Menurut berbagai penelitian diketahui bahwa orang-orang
yang merokok mempunyai kadar fibrinogen darah yang lebih
tinggi dibanding orang-orang yang tidak merokok. Peningkatan
kadar fibrinogen mempermudah terjadinya penebalan pembuluh
darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku. Karena
pembuluh darah menjadi sempit dan kaku, maka dapat
menyebabkan gangguan aliran darah.

d Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi


 Usia
Semakin bertambahnya usia, semakin besar resiko
terjadinya stroke. Hal ini terkait dengan degenerasi (penuaan) yang
terjadi secara alamiah. Pada orang-orang lanjut usia, pembuluh
darah lebih kaku karena banyak penimbunan plak. Penimbunan
plak yang berlebih akan mengakibatkan berkurangnya aliran darah
ke tubuh, termasuk otak.
 Jenis kelamin
Dibanding dengan perempuan, laki-laki cenderung beresiko
lebih besar mengalami stroke. Ini terkait bahwa laki-laki
cenderung merokok. Bahaya terbesar dari rokok adalah merusak
lapisan pembuluh darah pada tubuh.
 Riwayat keluarga
Jika salah satu anggota keluarga menderita stroke, maka
kemungkinan dari keturunan keluarga tersebut dapat mengalami
stroke. Orang dengan riwayat stroke pada keluarga memiliki resiko
lebih besar untuk terkena stroke disbanding dengan orang yang
tanpa riwayat stroke pada keluarganya.
 Perbedaan ras
Fakta terbaru menunjukkan bahwa stroke pada orang
Afrika-Karibia sekitar dua kali lebih tinggi daripada orang non-
Karibia. Hal ini dimungkinkan karena tekanan darah tinggi dan
diabetes lebih sering terjadi pada orang afrika-karibia daripada
orang non-Afrika Karibia. Hal ini dipengaruhi juga oleh factor
genetic dan faktor lingkungan.

D. Patofisiologi Stroke Hemoragik


Otak merupakan bagian tubuh yang sangat sensisitif oksigen dan glukosa
karena jaringan otak tidak dapat menyimpan kelebihan oksigen dan glukosa
seperti halnya pada otot. Meskipun berat otak sekitar 2% dari seluruh badan,
namun menggunakan sekitar 25% suplay oksigen dan 70%glukosa. Jika aliran
darah ke otak terhambat maka akan terjadi iskemia dan terjadi gangguan
metabolism otak yang kemudian terjadi gangguan perfusi serebral. Area otak
disekitar yang mengalami hipoperfusi disebut penumbra. Jika aliran darah ke otak
terganggu, lebih dari 30 detik pasien dapat mengalami tidak sadar dan dapat
terjadi kerusakan jaringan otak yang permanen jika aliran darah ke otak terganggu
lebih dari 4 menit. (Tarwoto, 2013)
Untuk mempertahankan aliran darah ke otak maka tubuh akan melakukan
dua mekanisme tubuh yaitu mekanisme anastomis dan mekanisme
autoregulasi.Mekanisme anastomis berhubungan dengan suplai darah ke otak
untuk pemenuhan kebutuhan oksigen dan glukosa. Sedangkan mekanisme
autoregulasi adalah bagaimana otak melakukan mekanisme/usaha sendiri dalam
menjaga keseimbangan. Misalnya jika terjadi hipoksemia otak maka pembuluh
darah otak akan mengalami vasodilatasi (Tarwoto, 2013)
 Mekanisme anastomis
Otak diperdarahi melalui 2 arteri karotis dan 2 arteri
vertebralis. Arteri karotis terbagi manejadi karotis interna dan
karotis eksterna. Karotis interna memperdarahi langsung ke dalam
otak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum menjadi
arteri serebri anterior dan media. Karotis eksterna memperdarahi
wajah, lidah dna faring, meningens. Arteri vertebralis berasal dari
arteri subclavia. Arteri vertebralis mencapai dasar tengkorak
melalui jalan tembus dari tulang yang dibentuk oleh prosesus
tranverse dari vertebra servikal mulai dari c6 sampai dengan c1.
Masuk ke ruang cranial melalui foramen magnum, dimana arteri-
arteri vertebra bergabung menjadi arteri basilar. Arteri basilar
bercabang menjadi 2 arteri serebral posterior yang memenuhi
kebutuhan permukaan medial dan inferior arteri baik bagian lateral
lobus temporal dan occipital. Meskipun arteri karotis interna dan
vertebrabasilaris merupakan 2 sistem arteri yang terpisah yang
mengaliran darah ke otak, tapi ke duanya disatukan oleh pembuluh
dan anastomosis yang membentuk sirkulasi wilisi. Arteri serebri
posterior dihubungkan dengan arteri serebri media dan arteri
serebri anterior dihubungkan oleh arteri komunikan anterior
sehingga terbentuk lingkaran yang lengkap. Normalnya aliran
darah dalam arteri komunikans hanyalah sedikit. Arteri ini
merupakan penyelamat bilamana terjadi perubahan tekanan darah
arteri yang dramatis.
 Mekanisme autoregulasi
Oksigen dan glukosa adalah dua elemen yang penting
untuk metabolisme serebral yang dipenuhi oleh aliran darah secara
terus-menerus. Aliran darah serebral dipertahankan dengan
kecepatan konstan 750ml/menit. Kecepatan serebral konstan ini
dipertahankan oleh suatu mekanisme homeostasis sistemik dan
local dalam rangka mempertahankan kebutuhan nutrisi dan darah
secara adekuat. Terjadinya stroke sangat erat hubungannya dengan
perubahan aliran darah otak, baik karena sumbatan/oklusi
pembuluh darah otak maupun perdarahan pada otak menimbulkan
tidak adekuatnya suplai oksigen dan glukosa. Berkurangnya
oksigen atau meningkatnya karbondioksida merangsang pembuluh
darah untuk berdilatasi sebagai kompensasi tubuh untuk
meningkatkan aliran darah lebih banyak. Sebalikya keadaan
vasodilatasi memberi efek pada tekanan intracranial.
Kekurangan oksigen dalam otak (hipoksia) akan
menimbulkan iskemia. Keadaan iskemia yang relative
pendek/cepat dan dapat pulih kembali disebut transient ischemic
attacks (TIAs). Selama periode anoxia (tidak ada oksigen)
metabolism otak cepat terganggu. Sel otak akan mati dan terjadi
perubahan permanen antara 3-10 menit anoksia.

E. Manifestasi Klinis Stroke Hemoragik


Menurut Tarwoto (2013), manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi
atau bagian mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya
sirkulasi kolateral. Pada stroke hemoragik, gejala klinis meliputi:
 Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparise) atau
hemiplegia (paralisis) yang timbul secara mendadak.
Kelumpuhan terjadi akibat adanya kerusakan pada area
motorik di korteks bagian frontal, kerusakan ini bersifat
kontralateral artinya jika terjadi kerusakan pada hemisfer kanan
maka kelumpuhan otot pada sebelah kiri. Pasien juga akan
kehilangan kontrol otot vulenter dan sensorik sehingga pasien tidak
dapat melakukan ekstensi maupun fleksi.
 Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
Gangguan sensibilitas terjadi karena kerusakan system
saraf otonom dan gangguan saraf sensorik.
 Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau
koma), terjadi akibat perdarahan, kerusakan otak kemudian
menekan batang otak atau terjadinya gangguan metabolik otak
akibat hipoksia
 Afasia (kesulitan dalam bicara)
Afasia adalah defisit kemampuan komunikasi bicara,
termasuk dalam membaca, menulis dan memahami bahasa. Afasia
terjadi jika terdapat kerusakan pada area pusat bicara primer yang
berada pada hemisfer kiri dan biasanya terjadi pada stroke dengan
gangguan pada arteri middle sebelah kiri. Afasia dibagi menjadi 3
yaitu afasia motorik, sensorik dan afasia global. Afasia motorik
atau ekspresif terjadi jika area pada area Broca, yang terletak pada
lobus frontal otak. Pada afasia jenis ini pasien dapat memahami
lawan bicara tetapi pasien tidak dapat mengungkapkan dan
kesulitan dalam mengungkapkan bicara. Afasia sensorik terjadi
karena kerusakan pada area Wernicke, yang terletak pada lobus
temporal. Pada afasia sensori pasien tidak dapat menerima
stimulasi pendengaran tetapi pasien mampu mengungkapkan
pembicaraan. Sehingga respon pembicaraan pasien tidak
nyambung atau koheren. Pada afasia global pasien dapat merespon
pembicaraan baik menerima maupun mengungkapkan
pembicaraan.
 Disatria (bicara cedel atau pelo)
Merupakan kesulitan bicara terutama dalam artikulasi
sehingga ucapannya menjadi tidak jelas. Namun demikian, pasien
dapat memahami pembicaraan, menulis, mendengarkan maupun
membaca. Disartria terjadi karena kerusakan nervus cranial
sehingga terjadi kelemahan dari otot bibir, lidah dan laring. Pasien
juga terdapat kesulitan dalam mengunyah dan menelan.
 Gangguan penglihatan, diplopia
Pasien dapat kehilangan penglihatan atau juga pandangan
menjadi ganda, gangguan lapang pandang pada salah satu sisi. Hal
ini terjadi karena kerusakan pada lobus temporal atau parietal yang
dapat menghambat serat saraf optik pada korteks oksipital.
Gangguan penglihatan juga dapat disebabkan karena kerusakan
pada saraf cranial III, IV dan VI.
 Disfagia
Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan
nervus cranial IX. Selama menelan bolus didorong oleh lidah dan
glottis menutup kemudian makanan masuk ke esophagus
 Inkontinensia
Inkontinensia baik bowel maupun badder sering terjadi
karena terganggunya saraf yang mensarafi bladder dan bowel.
 Vertigo, mual, muntah, nyeri kepala, terjadi karena peningkatan
tekanan intrakranial, edema serebri.
F. Respon tubuh terhadap perubahan fisiologis
a) Fase akut
 Hipoksia serebral dan menurunnya aliran darah otak
Pada area otak yang infark atau terjadi kerusakan karena
perdarahan maka terjadi gangguan perfusi jaringan akibat
terhambatnya aliran darah otak. Tidak adekuatnya aliran darah dan
oksigen mengakibatkan hipoksia jaringan otak. Fungsi otak akan
sangat tergantung pada derajat kerusakan dan lokasinya. Aliran
darah ke otak snagat tergantung pada tekanan darah, fungsi jantung
atau kardiak output, keutuhan pembuluh darah. Sehingga pada
pasien dengan stroke keadekuatan aliran darah sangat dibutuhkan
untuk menjamin perfusi jaringan yang baik untuk menghindari
terjadinya hipoksia serebral.
 Edema serebri
Merupakan respon fisiologis terhadap adanya trauma
jaringan. Edema terjadi jika pada area yang mengalami hipoksia
atau iskemik maka tubuh akan meningkatkan aliran darah pada
lokasi tersebut dengan cara vasodilatasi pembuluh darah dan
meningkatkan tekanan sehingga cairan interstresial akan berpindah
ke ekstraseluler sehingga terjadi edema jaringan otak.
 Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)
Bertambahnya massa pada otak seperti adanya perdarahan
atau edema otak akan meningkatkan tekanan intrakranial yang
ditandai adanya defisit neurologi seperti adanya gangguan motorik,
sensorik, nyeri kepala, gangguan kesadaran. Peningkatan tekanan
intrakranial yang tinggi dapat mengakibatkan herniasi serebral
yang dapat mengancam kehidupan.
 Aspirasi
Pasien stroke dengan gangguan kesadaran atau koma
sangat rentan terhadap adanya aspirasi karena tidak adanya reflek
batuk dan menelan
b) Komplikasi pada masa pemulihan atau lanjut
 Komplikasi yang sering terjadi pada masa lanjut atau pemulihan
biasanya terjadi akibat immobilisasi seperti pneumonia, dekubitus,
kontraktur, thrombosis vena dalam, atropi, inkontinensia urine dan
bowl.
 Kejang, terjadi akibat kerusakan atau gangguan pada aktifitas
listrik otak
 Nyeri kepala kronis seperti migraine, nyeri kepala tension, nyeri
kepala clauster
 Malnutrisi, karena intake yang tidak adekuat.

G. Penatalaksanaan
Menurut Tarwoto (2013), penatalaksanaan stroke terbagi atas :
Penatalaksanaan umum
1. Pada fase akut
 Terapi cairan, stroke beresiko terjadinya dehidrasi karena
penurunan kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini
penting untuk mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah.
The American Heart Association sudah menganjurkan normal
saline 50 ml/jam selama jam-jam pertama dari stroke iskemik akut.
Segera setelah stroke hemodinamik stabil, terapi cairan rumatan
bisa diberikan sebagai KAEN 3B/KAEN 3A. Kedua larutan ini
lebih baik pada dehidrasi hipertonik serta memenuhi kebutuhan
hemoestasis kalium dan natrium. Setelah fase akut stroke, larutan
rumatan bisa diberikan untuk memelihara hemoestasis elektrolit,
khususnya kalium dan natrium.
 Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mangalami
gangguan aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat
penting untuk mengurangi hipoksia dan juga untuk
mempertahankan metabolism otak. Pertahankan jalan napas,
pemberian oksigen, penggunaan ventilator, merupakan tindakan
yang dapat dilakukan sesuai hasil pemeriksaan analisa gas darah
atau oksimetri
 Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
Peningkatan intra cranial biasanya disebabkan karena edema
serebri, oleh karena itu pengurangan edema penting dilakukan
misalnya dengan pemberian manitol, control atau pengendalian
tekanan darah
 Monitor fungsi pernapasan : Analisa Gas Darah
 Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
 Evaluasi status cairan dan elektrolit
 Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan
cegah resiko injuri
 Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi labung
dan pemberian makanan
 Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
 Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan
pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus cranial dan reflex

2. Fase rehabilitasi
 Pertahankan nutrisi yang adekuat
 Program manajemen bladder dan bowel
 Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi
(ROM)
 Pertahankan integritas kulit
 Pertahankan komunikasi yang efektif
 Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
 Persiapan pasien pulang
3. Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau
volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan
ventrikulo-peritoneal bila ada hidrosefalus obstrukis akut.
4. Terapi obat-obatan
 Antihipertensi : Katropil, antagonis kalsium
 Diuretic : manitol 20%, furosemid
 Antikolvusan : fenitoin
Sedangkan menurut Batticaca (2008), terapi perdarahan dan
perawatan pembuluh darah pada pasien stroke perdarahan adalah :
 Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil
 Aminocaproic acid 100-150 ml% dalama cairan isotonic 2
kali selama 3-5 hari, kemudian 1 kali selama 1-3 hari
 Antagonis untuk pencegahan permanen : Gordox dosis
pertama 300.000 IU kemudian 100.000 IU 4 kali perhar i
IV ; Contrical dosis pertama 30.000 ATU, kemudaian
10.000 ATU 2 kali per hari selama 5-10 hari
 Natrii Etamsylate (Dynone) 250 mg x 4 hari IV sampai 10 hari
 Kalsium mengandung obat ; Rutinium, Vicasolum, Ascorbicum
 Profilaksis Vasospasme
 Calcium-channel antagonis (Nimotop 50 ml [10 mg per
hari IV diberikan 2 mg per jam selama 10-14 hari])
 Berikan dexason 8 4 4 4 mg IV (pada kasus tanpa DM,
perdarahan internal, hipertensi maligna) atau osmotic
diuretic (dua hari sekali Rheugloman (Manitol) 15% 200
ml IV diikuti oleh 20 mg Lasix minimal 10-15 hari
kemudian.
II. Asuhan Keperawatan Teoritis
Menurut Tarwoto (2013) pengkajian keperawatan pada pasien stroke meliputi :
1) Pengkajian
 Identitas pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan
jam MRS, nomor register, diagnose medis.
 Keluhan utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi,
nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan kesadaran.
 Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal
yang tidak disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering
kesemutan, rasa lemah pada salah satu anggota gerak. Pada serangan
stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
pasien melakukan aktifitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
 Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
kegemukan.
 Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes mellitus.
 Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi
dan pikiran pasien dan keluarga
 Pemeriksaan fisik
 Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen,
apatis, sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal
terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki
tingkat kesadaran letargi dan compos metis dengan GCS 13-15

 Tanda-tanda Vital
Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat
tekanan darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole >
80
Nadi
Biasanya nadi normal
Pernafasan
Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan
pada bersihan jalan napas
Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
hemoragik
 Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah
 Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus
V (Trigeminal) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan
dan pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas
halus, klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus
VII (facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis,
mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung, menggembungkan
pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan
kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien
kesulitan untuk mengunyah.
 Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik,
pupil isokor, kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus
II (optikus) : biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada
nervus III (okulomotoris) : biasanya diameter pupil 2mm/2mm,
pupil kadang isokor dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat
dinilai jika pasien bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis) :
biasanya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan
bawah. Nervus VI (abdusen) : biasanya hasil nya pasien dapat
mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan
 Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak
ada pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I
(olfaktorius) : kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang
diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan biasanya
ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada
nervus VIII (akustikus) : biasanya pada pasien yang tidak lemah
anggota gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak tangan-
hidung
 Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga
coma akan mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir
kering. Pada pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah
dapat mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat
menyebutkan rasa manis dan asin. Pada nervus IX
(glossofaringeal) : biasanya ovule yang terangkat tidak simetris,
mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat
merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglasus) :
biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan
ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat bicara
 Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada
pemeriksaan nervus VIII (akustikus) : biasanya pasien kurang bisa
mendengarkan gesekan jari dari perawat tergantung dimana lokasi
kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika suara keras dan
dengan artikulasi yang jelas
 Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien
stroke hemragik mengalami gangguan menelan. Pada
peemeriksaan kaku kuduku biasanya (+) dan bludzensky 1 (+)
 Thorak
Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sam aantara kiri dan kanan
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi : biasanya suara normal (vesikuler)

Jantung
Inspeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi : biasanya suara vesikuler
 Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi : biasanya biasanya bising usus pasien tidak
terdengar. Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut
pasien digores biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.
 Ekstremitas
Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT
biasanya normal yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI
(aksesorius) : biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat
melawan tahanan pada bahu yang diberikan perawat. Pada
pemeriksaan reflek, biasanya saat siku diketuk tidak ada respon
apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-))
dan pada pemeriksaan tricep respon tidak ada fleksi dan supinasi
(reflek bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek hoffman
tromer biasanya jari tidak mengembang ketika diberi reflek (reflek
Hoffman tromer (+)).

Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan
bluedzensky I kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat
telapak kaki digores biasanya jari tidak mengembang (reflek
babinsky (+)). Pada saat dorsum pedis digores biasanya jari kaki
juga tidak beresponn (reflek caddok (+)). Pada saat tulang kering
digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau
ekstensi (reflek openheim (+)) dan pada saat betis diremas dengan
kuat biasanya pasien tidak merasakan apa-apa (reflek gordon (+)).
Pada saat dilakukan reflek patella biasanya femur tidak bereaksi
saat di ketukkan (reflek patella (+)).

 Test diagnostik
 Radiologi
 Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara
spesifik sperti stroke perdarahan arteriovena atau adanya
ruptur. Biasanya pada stroke perdarahan akan ditemukan
adanya aneurisma.
 Lumbal pungsi
Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat
pemeriksaan cairan lumbal maka terdapat tekanan yang
meningkat disertai bercak darah. Hal itu akan
menunjukkkan adanya hemoragik pada subarachnoid atau
pada intrakranial
 CT-Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia,
serta posisinya secara pasti. Hasil pemerksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang masuk ke ventrikel atau
menyebar ke permukaan otak
 Macnetic Resonance Imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya
perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
area yang mengalami lesi dan infark akibat dari heemoragik
 USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis)
 EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah
yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
 Laboratorium
 Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit,
Trombosit, Eritrosit. Hal ini berguna untuk mengetahui
apakah pasien menderita anemia. Sedangkan leukosit untuk
melihat sistem imun pasien. Bila kadar leukosit diatas
normal, berarti ada penyakit infeksi yang sedang
menyerang pasien.
 Test darah koagulasi Test darah ini terdiri dari 4
pemeriksaan, yaitu: prothrombin time, partial
thromboplastin (PTT), International Normalized Ratio
(INR) dan agregasi trombosit. Keempat test ini gunanya
mengukur seberapa cepat darah pasien menggumpal.
Gangguan penggumpalan bisa menyebabkan perdarahan
atau pembekuan darah. Jika pasien sebelumnya sudah
menerima obat pengencer darah seperti warfarin, INR
digunakan untuk mengecek apakah obat itu diberikan
dalam dosis yang benar. Begitu pun bila sebelumnya sudah
diobati heparin, PTT bermanfaat untuk melihat dosis yang
diberikan benar atau tidak.
 Test kimia darah Cek darah ini untuk melihat kandungan
gula darah, kolesterol, asam urat, dll. Apabila kadar gula
darah atau kolesterol berlebih, bisa menjadi pertanda pasien
sudah menderita diabetes dan jantung. Kedua penyakit ini
termasuk ke dalam salah satu pemicu stroke (Robinson,
2014)

 Pola kebiasaan sehari-hari


 Pola kebiasaan
Biasanya pada pasien yang pria, adanya kebiasaan merokok
dan penggunaan minuman beralkhohol
 Pola makan
Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan
menelan pada pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan
penurunan berat badan.
 Pola tidur dan istirahat
Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk istirahat
karena adanya kejang otot/ nyeri otot
 Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami
kelemahan, kehilangan sensori , hemiplegi atau kelumpuhan
 Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
 Pola hubungan dan peran
Biasanya adanya perubahan hubungan dan peran karena
pasien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat
gangguan bicara
 Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,
mudah marah, dan tidak kooperatif (Batticaca, 2008)

2) Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul menurut NANDA (2010) dan


Tarwoto: Asuhan Keperawatan Sistem Persarafan (2013) :
 Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan
napas, reflek batuk yang tidak adekuat
 Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan infark
jaringan otak, vasospasme serebral, edema serebral
 Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan
 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler,
kelemahan anggota gerak
 Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan ekstremitas bawah
 Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan kardiak output
 Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran, disfungsi otak
global
 Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
 Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fungsi
bicara, afasia
 Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan depresi pusat pencernaan
 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan

3) Rencana Keperawatan
DIAGNOSA
NOC NIC
KEPERAWATAN
Ketidakefektifan bersihan jalan Setelah dilakukan asuhan Manajemen jalan nafas
nafas keperawatan diharapkan  Posisikan pasien untuk
bersihan jalan menjadi efektif memaksimalkan ventilasi
Definisi : dengan kriteria hasil :  Identifikasi kebutuhan
Ketidakmampuan membersihkan Status pernafasan : aktual/potensial pasien
sekresi atau obstruksi dari saluran  Frekuensi pernafasan untuk memasukkan alat
napas untuk mempertahankan normal (16-25x/menit) membuka jalan nafas
bersihan jalan nafas  Irama pernafasan teratur  Buang sekret dengan
 Kemampuan untuk memotivasi pasien untuk
Batasan karakteristik : mengeluarkan sekret melakukan batuk atau
 Batuk yang tidak efektif Tanda-tanda vital: menyedot lender
 Dispnea  Irama pernafasan teratur  Instruksikan bagaimana
 Gelisah  Tekanan darah normal agar bias melakukan batuk
 Perubahan frekuensi nafas (120/80mmHg) efektif
 Tekanan nadi normal  Auskultasi suara nafas
Faktor yang berhubungan : (60-100 x/menit)  Posisikan untuk
 Benda asing dalam jalan meringankan sesak nafas
nafas
 Sekresi yang tertahan Monitor pernafasan
 Monitor kecepatan, irama,
kedalaman dan kesulitan
bernafas
 Catat pergerakan dada,
catat ketidaksimetrisan,
penggunaan otot bantu
pernafasan dan retraksi
otot
 Monitor suara nafas
tambahan
 Monitor pola nafas
 Auskultasi suara nafas,
catat area dimana terjadi
penurunan atau tidak
adanya ventilasi dan
keberadaan suara nafas
tambahan
 Kaji perlunya penyedotan
pada jalan nafas dengan
auskultasi suara nafas
ronki di paru
 Monitor kemampuan
batuk efektif pasien
 Berikan bantuan terapi
nafas jika diperlukan
(misalnya nebulizer)

Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan  Kaji status neurologic


jaringan serebral keperawatan diharapkan setiap jam
perfusi jaringan serebral  Kaji tingkat kesadaran
Definisi : pasien menjadi efektif dengan dengan GCS
Rentan mengalami penurunan kriteria hasil :  Kaji pupil, ukuran, respon
sirkulasi jaringan otak yang dapat  Tanda-tanda vital normal terhadap cahaya, gerakan
menganggu kesehatan  Status sirkulasi lancer mata
 Pasien mengatakan  Kaji reflek kornea
Batasan karaketristik : nyaman dan tidak sakit  Evaluasi keadaan motorik
 Tanda-tanda vital kepala dan sensori pasien
 Status sirkulasi  Peningkatan kerja pupil  Monitor tanda vital setiap
 Kemampuan komunikasi 1 jam
Faktor yang berhubungan : baik  Hitung irama denyut nadi,
 Hipertensi auskultasi adanya murmur
 Embolisme  Pertahankan pasien
 Tumor otak (missal: bedrest, beri lingkungan
gangguan tenang, batasi pengunjung,
serebrovaskular, penyakit atur waktu istirahat dan
neurologis, trauma, aktifitas
tumor)  Pertahankan kepala
tempat tidur 30-45°
dengan posisi leher tidak
menekuk/fleksi
 Anjurkan pasien agar
tidak menekuk
lutut/fleksi, batuk, bersin,
feses yang keras atau
mengedan
 Pertahankan suhu normal
 Pertahankan kepatenan
jalan napas, suction jika
perlu, berikan oksigen
100% sebelum suction
dan suction tidak lebih
dari 15 detik
 Monitor AGD, PaCO2
antara 35-45mmHg dan
PaO2 >80 mmHg
 Bantu pasien dalam
pemeriksaan diagnostic

Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan  Kaji kemampuan motorik


keperawatan diharapkan  Ajarkan pasien untuk
Definisi : mobilitas fisik tidak terganggu melakukan ROM minimal
Keterbatasan dalam gerakan fisik kriteria hasil : 4x perhari bila mungkin
atau satu atau lebih ekstremitas  Peningkatan aktifitas  Bila pasien di tempat
secara mandiri dan terarah fisik tidur, lakukan tindakan
 Tidak ada kontraktur otot untuk meluruskan postur
Batasan karakteristik :  Tidak ada ankilosis pada tubuh
 Penurunan kemampuan sendi --- Gunakan papan kaki
melakukan keterampilan  Tidak terjadi penyusutan --- Ubah posisi sendi bahu
motorik halus otot tiap 2-4 jam c.Sanggah
 Penurunan kemampuan tangan dan pergelangan
melakukan keterampilan pada kelurusan alamiah
motorik kasar  Observasi daerah yang
tertekan, termasuk warna,
Faktor yang berhubungan : edema atau tanda lain
 Gangguan neuromuskular gangguan sirkulasi
 Gangguan  Inspeksi kulit terutama
sensoriporseptual pada daerah tertekan, beri
bantalan lunak
 Lakukan massage pada
daerah tertekan
 Konsultasikan dengan ahli
fisioterapi
 Kolaborasi stimulasi
elektrik
 Kolaborasi dalam
penggunaan tempat tidur
anti decubitus
4) Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan
rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi keperawatan guna
membantu pasien mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asmadi, 2008).
Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen:
 Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan
 Diagnosis keperawatan
 Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan
 Tanda tangan perawat pelaksana

5) Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir keperawatan yang
didasarkan pada tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan
suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dan kriteria hasil
yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi ada individu (Nursalam, 2008).
Evaluasi keperawatan dilakukan dalam bentuk pendekatan SOAP. Evaluasi
keperawatan terdiri dari beberapa komponen yaitu:
 Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan
 Diagnosis keperawatan
 Evaluasi keperawatan

Anda mungkin juga menyukai