Anda di halaman 1dari 9

Masalah-Masalah Hukum, Jilid 48 No.

2, April 2019, Halaman 215-223 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

HUKUM YANG BERKEADILAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS


RR. Putri A. Priamsari
Kejaksaan Negeri Temanggung
Jl. Letjend. Suprapto No. 40, Gendongan, Temanggung II, Kec. Temanggung,
Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah 56213
priamsari69aiu@gmail.com

Abstract

As a legal state, it has become imperative for the State of Indonesia to protect the rights of persons
with disabilities, as one of the constitutional rights as stipulated in article 28 paragraph (2) of the
1945 Constitution of the Republic of Indonesia. This writing aims to see whether the current law in
Indonesia has been able to realize justice for Disabled Persons, this embodiment includes aspects
of the readiness of the Government and Apparatus and Law Enforcement Institutions in an effort to
present justice laws for persons with disabilities both in their positions as witnesses, victims and
perpetrators of criminal acts, and what are the consequences of not passing the Government
Regulation as the implementing rule of Law No. 8 of 2016 concerning Persons with Disabilities.

Keywords : law; justice; disabilities

Abstrak

Sebagai negara hukum, sudah menjadi keharusan bagi Negara Indonesia untuk melindungi hak-hak
para Penyandang Disabilitas, sebagai salah satu hak konstitusional (constitutional right)
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28 I ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Penulisan ini bertujuan untuk melihat apakah hukum yang berlaku di Indonesia sekarang ini telah
mampu mewujudkan keadilan bagi para Penyandang Disabilitas, perwujudan ini mencakup aspek
kesiapan Pemerintah serta Aparat dan Institusi Penegak Hukum dalam upaya menghadirkan Hukum
yang berkeadilan bagi para Penyandang Disabilitas baik dalam kedudukannya sebagai saksi, korban
maupuan pelaku tindak pidana, dan bagaimanakah konsekwensi dari belum disahkannya Peraturan
Pemerintah sebagai aturan pelaksana Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang
Disabilitas.

Kata kunci : Hukum; Keadilan; Penyandang Disabilitas

A. Pendahuluan memenuhi dan memberikan perlindungan bagi


Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah setiap warga negaranya tanpa kecuali. Hal ini
SWT mempunyai harkat, martabat (dignity) tersurat dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, Pasal
dan kedudukan yang sama dimuka bumi, baik 20, dan Pasal 28 I ayat (2) Undang-Undang
yang terlahir sempurna maupun dalam kondisi Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
disabilitas. Ketidaksempurnaan itu tidak boleh Sejalan dengan ketentuan tersebut, salah
menjadi penyebab hilangnya harkat dan satu prinsip penting adalah adanya jaminan
martabat penyandang disabilitas. Namun kesamaan derajat bagi setiap orang dihadapan
kenyataannya, penyandang disabilitas hukum. Oleh karena itu, setiap orang berhak
seringkali menjadi kelompok yang paling atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
rentan dan termajinalkan dalam kehidupan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan
sosial. yang sama dihadapan hukum "Equality Before
Indonesia, sebagai Negara yang the Law".
bermartabat sangat menghormati, menghargai,

215
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 48 No.2, April 2019, Halaman 215-223 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

UUD Negara Republik Indonesia tahun (diskriminasi), baik formal maupun informal,
1945 Pasca Amendemen mencantumkan Bab dalam lingkup publik maupun privat atau yang
XA yang membahas perihal Hak Asasi dikenal dengan affirmative action.”
Manusia. Bab inilah yang kemudian menjadi Tahun 2011, Indonesia telah meratifikasi
bentuk nyata dari perlindungan hak Convention on the Rights of Persons with
konstitusional Warga Negara secara umum, Disabilities (selanjutnya disingkat CRPD) yaitu
termasuk Warga Negara penyandang konvensi tentang Hak-hak Difabel/Penyandang
disabilitas, di dalamnya terdapat 10 pasal, yaitu Disabilitas, dengan diterbitkannya Undang-
Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J, yang Undang Negara Republik Indonesia Nomor 19
mencakup 26 ketentuan yang tersurat di dalam Tahun 2011 tentang Pengesahan CRPD. CRPD
ayat-ayat dan pasal-pasal yang ada. merupakan instrument HAM internasional dan
Keseluruhan ketentuan itu dapat dibagi menjadi nasional dalam upaya penghormatan,
dua jenis, yaitu perlindungan HAM khusus bagi pemenuhan dan perlindungan Hak difabel di
Warga Negara dan perlindungan HAM bagi Indonesia (Development tool and Human
Setiap Orang, yang berarti tidak hanya Warga Rights Instrument).
Negara Indonesia saja. Tahun 2016, Rapat Paripurna Dewan
Adanya pengklasifikasian yang terbagi Perwakilan Rakyat pada Kamis, 17 Maret 2016,
hanya pada 2 kelompok besar saja, melahirkan menyepakati RUU Penyandang Disabilitas
makna bahwa para penyandang disabilitas menjadi UU Penyandang Disabilitas sebagai
secara langsung/tidak langsung sudah pemenuhan hak penyandang disabilitas baik
termaktub didalamnya. Dari 26 ketentuan yang hak ekonomi, politik, sosial dan budaya
ada pada Bab XA tersebut, terdapat satu pasal maupun kesetaraannya di mata hukum.
yang mengatur perihal perlindungan khusus Terbitnya UU ini diharapkan menjadi payung
bagi penyandang disabilitas, yaitu Pasal 28H perlindungan hukum bagi setiap orang,
ayat (2) yang menyatakan bahwa, “setiap orang khususnya bagi penyandang disabilitas agar
berhak mendapat kemudahan dan perlakuan terhindar dari segala bentuk ketidak adilan,
khusus untuk memperoleh kesempatan dan kekerasan dan diskriminasi.
manfaat yang sama guna mencapai persamaan Tahun 2018, tepatnya pada 6 Oktober 2018
dan keadilan”. Ketentuan Pasal tersebut jelas yang lalu, Indonesia dipercaya menjadi tuan
menggunakan istilah “setiap orang” tanpa rumah penyelenggaraan Pesta Olah Raga
dipersyaratkan adanya keadaan atau kondisi Difabel Asia Tenggara (ASEAN Para Games)
tertentu dari subjek hukum yang dimaksud. yang merupakan ajang olah raga yang khusus
Selain itu, terdapat 3 putusan Mahkamah diperuntukan bagi atlet-atlet yang mengalami
Konstitusi terkait dengan pengertian “setiap cacat fisik (difabel). Begitu terhormat dan
orang” dalam pasal tersebut, yaitu1 : Putusan dihargainya para penyandang disabilitas tidak
MK Nomor 10-17-23/PUU-VII/2009; Putusan saja dalam kedudukannya secara personal
MK Nomor 143/PUU-VII/2009; dan Putusan namun juga perannya sebagai subjek hukum,
MK No. 16/PUU-VIII/2010. Dalam ketiga menuntut pemerintah untuk lebih fokus dan
Putusan itu, MK menyatakan bahwa, “hak konsisten dalam mendukung penyelenggaraan
konstitusional dalam Pasal 28H ayat (2) UUD penerapan hukum ramah disabilitas.
1945 adalah jaminan konstitusional terhadap Dua tahun telah berlalu sejak UU No. 8
mereka yang mengalami peminggiran, tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas
ketertinggalan, pengucilan, pembatasan, disahkan, namun hingga kini, Peraturan
pembedaan, kesenjangan partisipasi dalam Pemerintah/PP sebagai peraturan
politik dan kehidupan publik yang bersumber pelaksana untuk menjalankan UU Disabilitas,
dari ketimpangan struktural dan sosio-kultural belum juga disahkan. Hal ini membawa
masyarakat secara terus menerus konsekwensi bagi para penyandang disabilitas

1
Fajri Nursyamsi, Estu Dyah Arifianti, Muhammad Faiz Indonesia Ramah Disabilitas, Jakarta : Pusat Studi
Aziz, Putri Bilqish dan Abi Marutama, (2015). Hukum dan Kebijakan Indonesia, Hlm. 23.
Kerangka Hukum Disabilitas di Indonesia : Menuju

216
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 48 No.2, April 2019, Halaman 215-223 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

dalam kedudukannya baik itu sebagai korban, yang layak bagi Penyandang Disabilitas
saksi maupun pelaku. dalam proses peradilan.”
Problematika yang kemudian muncul e. Pasal 37 mengatur tentang, “Kewajiban
adalah, apakah pemerintah, aparat dan institusi Rumah Tahanan Negara dalam
penegak hukum telah mampu untuk menyediakan Unit Layanan Disabilitas”.
mewujudkan hukum yang berkeadilan bagi Namun demikian, sejauh ini pemerintah
para penyandang disabilitas dan apa yang masih belum mampu membuat pengaturan
menjadi konsekwensi dalam hal belum untuk mengakomodasi secara prosedural dan
disahkannya peraturan pemerintah sebagai penyesuaian usia bagi penyandang disabilitas.
aturan pelaksana UU Disabilitas sementara UU Pemerintah sepatutnya mempertimbangkan
telah di Undangkan dan hukum acara tetap ketersediaan fasilitas bagi penyandang difabel
berjalan. yang berperan aktif termasuk sebagai saksi,
untuk mendapatkan pedampingan atau
B. Hasil dan Pembahasan penerjemah, mendapat fasilitas yang aksesibel
1. Kesiapan Pemerintah, Aparat dan dalam bentuk ketersediaan alat media, sarana,
Institusi Penegak Hukum dalam dan prasarana yang dibutuhkan dalam proses
Mewujudkan Hukum yang Berkeadilan persidangan, termasuk sejak pada tahap
Bagi Para Penyandang Disabilitas penyidikan dan tahap-tahap awal lainnya.
Dalam rangka untuk mewujudkan Selain itu, dalam rangka menolong
kesamaan hak tanpa diskriminasi bagi terjaminnya akses efektif bagi penyandang
penyandang disabilitas, Indonesia telah disabilitas, Negara seharusnya mulai
meratifikasi Konvensi sebagaimana yang telah mempertimbangkan untuk membekali para
dikemukakan diatas. Hal ini berarti bahwa pegawai pelaksana yang bekerja dibidang
pemerintah hendak memberikan sebuah penyelenggaraan hukum termasuk polisi,
penekanan, yaitu Negara harus mengambil pengawal tahanan dan sipir penjara, dengan
langkah positif agar hak para penyandang keterampilan khusus melalui pelatihan yang
disabilitas dapat dipenuhi dan dilindungi secara sesuai, sehingga dapat terintegrasi dengan
hukum. sistem hukum acara peradilan pidana.
Berikut beberapa contoh pengaturannya Selain itu, alangkah lebih apiknya apabila
dalam UU Disabilitas tahun 2016 : pengaturan Aspek criminal justice yang
a. Pasal 5 ayat (3) menyatakan “Penyandang terkandung di dalam UU Penyandang
Disabilitas anak berhak diberikan Disabilitas dapat berjalan searah dengan
perlindungan khusus meliputi hak ketentuan RKUHAP atau setidaknya, apabila
mendapatkan perlindungan lebih dari RKUHAP masih belum dapat mengakomodir
tindak kekerasan dan kejahatan seksual.” kebutuhan dan kepentingan penyandang
b. Pasal 9 menyebutkan bahwa “Penyandang disabilitas, seharusnya pengaturan UU
Disabilitas Penyandang Disabilitas berhak Penyandang Disabilitas sebagai lex specialist
memperoleh penyediaan aksesibilitas dapat lebih progresif dalam menghadirkan
dalam pelayanan peradilan.” terobosan untuk melengkapi apa yang tidak
c. Pasal 30 ayat (1) Penyandang Disabilitas, dapat dijangkau oleh RKUHAP.
berbunyi “Penegak hukum sebelum Mengingat lembaga peradilan, baik Polisi,
memeriksa Penyandang Disabilitas sebagai Jaksa atau Hakim sebagai Aparat Penegak
saksi, tersangka, terdakwa atau korban wajib Hukum dalam menjalankan proses sistem
meminta pertimbangan atau saran dari peradilan pidana akan mengacu pada RKUHAP,
dokter, psikolog, psikiater, atau tenaga ahli maka UU Disabilitas idealnya harus mulai
profesional untuk mengetahui kondisi mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai
kesehatan atau kejiwaan Penyandang sosial kontrol dan sebagai rekayasa sosial (a tool
Disabilitas.” of social control and a tool of social
d. Pasal 36 berbunyi, “Lembaga Penegak
hukum wajib menyediakan akomodasi

217
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 48 No.2, April 2019, Halaman 215-223 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

engineering)2. Sehingga eksistensi CRPD dalam Sedangkan aksesibilitas prosedural


perspektif hukum dan Hak Asasi Manusia dalam berkaitan dengan hukum acara yang pada
arti universal, bagi penyandang disabilitas, beberapa pengaturannya masih membatasi akses
mampu menjadi sarana kontrol yang mendasari bagi penyandang disabilitas, seperti ketentuan
semua peraturan hukum maupun kebijakan yang mengenai “Saksi”. Dimana saksi dimaknai secara
selama ini belum mengakomodir perlindungan “limitatif” terbatas hanya pada orang yang
dan pemenuhan hak bagi penyandang mengalami, melihat dan mendengar sendiri
disabilitas. adanya suatu peristiwa, hal ini akan sangat sulit
Selain itu, yang terpenting adalah dipenuhi bagi penyandang disabilitas dengan
paradigma para penegak hukum yang disfungsi netra dan tuli.4
seharusnya memandang para penyandang Cara pandang sosial masyarakat termasuk
disabilitas sebaiknya diperlakukan sebagai para penegak hukum yang masih meletakkan
orang yang memiliki hak yang setara dengan penyandang disabilitas sebagai kelompok yang
manusia yang lain, mampu mengklaim haknya lemah. Menyebutnya dengan kata-kata cacat
(human right based) dan tidak menggunakan seolah-olah meletakkan kesalahan secara
cara pandang lama yang melihat para pribadi kepada penyandang disabilitas, padahal
penyandang disabilitas hanya sebagai "obyek" kekurang sempurnaan fisik tersebut bukanlah
amal, yang patut dikerdilkan dan dikasihani kesalahan dan tentu saja bukan sesuatu yang
sebatas pengobatan dan perlindungan sosial dikehendaki.
(charity atau social based). Masih banyak Aparat Penegak Hukum
Dari segi penegakan hukum, penyandang yang memiliki paradigma bahwa istilah
disabilitas juga berhak atas proses peradilan yang penyandang cacat memiliki makna ideologis
fair, sebagaimana tersebut dalam Pasal 14 yang berarti ketidakmampuan, invalid, dalam
International Covenant on Civil and Political arti tidak normal atau tidak menjadi manusia
Rights. Dimana pasal ini berisi jaminan prosedural seutuhnya dan penuh kekurangan.5
(procedural guarantee) agar peradilan berjalan Bila di teliti lebih dalam, ternyata
dengan baik dan fair. Beberapa kekhususan yang RKUHAP belum memiliki ketentuan dan
harus diperhatikan pada proses peradilan bagi prosedur yang jelas mengatur tentang
penyandang disabilitas adalah kebutuhan penanganan kasus hukum yang menimpa
ketersediaan layanan peradilan yang berbeda penyandang disabilitas.6 Di dalam RKUHAP,
dengan orang pada umumnya. Ketersediaan hanya terdapat dua pasal yang mengatur tentang
layanan ini berkaitan dengan dua hal, yaitu hak-hak penyandang disabilitas, yaitu Pasal 91
aksesibilitas fisik dan aksesibilitas prosedural.3 ayat (2) dan Pasal 168 ayat (1) dan (2)
Aksesibilitas fisik berkaitan dengan RKUHAP.
kewajiban peradilan untuk memastikan bahwa Pasal 91 ayat (2) berbunyi: “Dalam
sarana fisik seperti gedung pengadilan, tempat hal tersangka atau terdakwa buta,
parkir, ruang tunggu, ruang sidang, toilet, ruang bisu, atau tuli diberikan bantuan
pelayanan publik lainnya, berkas acara sesuai dengan ketentuan sebagaimana
pemeriksaan, surat dakwaan, tuntutan dan dimaksud dalam Pasal 168.”
putusan, memiliki karakteristik yang aksesibel Pasal 168 ayat (1) berbunyi: “Jika
bagi penyandang disabilitas. terdakwa atau saksi bisu, tuli, atau
tidak dapat menulis, Hakim Ketua

2 4
Supriyadi Widodo Eddyono dan Ajeng Gandini Ibid. hlm. xvi.
5
Kamilah, (2015). Aspek - Aspek Criminal Justice Bagi Mansour Fakih, Jalan Lain : Manifesto Intelektual
Penyandang Disabilitas, Jakarta : Institute for Criminal Organik (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011), hlm.
Justice Reform, Hlm. 24. 306-307.
3 6
Kata Pengantar oleh Suparman Marzuki, Proses http://pantaukuhap.id/?p=917, diakses tanggal 23
Peradilan Harus Menjamin Aksesibilitas Bagi Nopember 2018.
Penyandang Disabilitas, dalam Hari Kurniawan, dkk,
Aksesibilitas Peradilan Bagi Penyandang Disabilitas,
Yogyakarta : Pusham UII, 2105, Hlm. xv.

218
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 48 No.2, April 2019, Halaman 215-223 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

sidang mengangkat orang yang adalah, tidak terjaminnya kepastian hukum bagi
pandai bergaul dengan terdakwa para penyandang disabilitas, tidak dapat
atau saksi tersebut sebagai ditegakkannya aturan riil yang terkandung
penerjemah.” didalam pasal-demi-pasal UU yang dimaksud,
Pasal 168 ayat (2) berbunyi: “Jika dan lahirnya celah hukum yang dapat memicu
terdakwa atau saksi bisu atau tuli para oknum untuk membuat kebijakan yang
tetapi dapat menulis, Hakim Ketua tidak tepat sehingga berpotensi tidak
sidang menyampaikan semua terpenuhinya hak-hak bagi penyandang
pertanyaan atau teguran secara disabilitas sebagaimana telah diatur dalam UU
tertulis kepada terdakwa atau saksi Penyandang Disabilitas 2016.
tersebut untuk diperintahkan menulis Berikut, hak-hak bagi penyandang
jawabannya dan selanjutnya semua disabilitas yang diatur secara khusus dalam
pertanyaan serta jawaban harus Pasal 5 UU RI No 8 Tahun 2016, demi
dibacakan.” perlindungan dan pemenuhannya sesuai dengan
kekhususan atas kondisi dan kebutuhan yang
Pengaturan di dalam dua pasal dalam dimiliki, yaitu : hak- hak penyandang
RKUHAP tersebut hanya mengatur ketentuan disabilitas, hak perempuan penyandang
pada proses pemeriksaan di muka persidangan disabilitas dan hak anak penyandang
saja. Sedangkan, pada tingkat penyidikan dan disabilitas, sebagai berikut :
pra penuntutan, hak penyandang disabilitas Hak penyandang disabilitas secara umum
belum diatur dan tidak terakomodir dengan meliputi hak hidup, hak bebas dari stigma, hak
jelas. Kondisi yang demikian tentu tidak privasi, hak keadilan dan perlindungan hukum,
memberikan keadilan bagi para penyandang hak pendidikan, hak pekerjaan, kewirausahaan,
disabilitas yang berperan aktif dalam upaya dan koperasi, hak kesehatan, hak politik, hak
penegakan hukum. keagamaan, hak keolahragaan, hak kebudayaan
dan pariwisata, hak kesejahteraan sosial, hak
2. Konsekwensi Belum Disahkannya aksesibilitas, hak pelayanan publik, hak
Peraturan Pemerintah Sebagai Aturan pelindungan dari bencana, hak habilitasi dan
Pelaksana UU Penyandang Disabilitas rehabilitasi, hak konsesi, hak pendataan, hak
Selama dua tahun sejak UU Penyandang hidup secara mandiri dan dilibatkan dalam
Disabilitas 2016 disahkan, masyarakat terus masyarakat, hak berekspresi, berkomunikasi,
mendesak pemerintah untuk segera dan memperoleh informasi, hak berpindah
menerbitkan peraturan pemerintah (PP) sebagai tempat dan kewarganegaraan; dan bebas dari
turunan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tindakan diskriminasi, penelantaran,
tentang Penyandang Disabilitas. Hal ini karena, penyiksaan, dan eksploitasi.
UU Penyandang Disabilitas belum bisa Selain hak penyandang disabilitas
diimplementasikan secara optimal karena sebagaimana dimaksud diatas, bagi perempuan
kententuan aturan pelaksanaan UU tersebut penyandang disabilitas memiliki hak atas
belum ada. kesehatan reproduksi, hak menerima atau
Terkait dengan belum disahkannya aturan menolak penggunaan alat kontrasepsi, hak
pelaksanaan (Peraturan Pemerintah/PP) atas mendapatkan pelindungan lebih dari perlakuan
UU Disabilitas, tentu saja membawa diskriminasi berlapis, hak untuk mendapatkan
konsekwensi, meski Undang-undang tersebut pelindungan lebih dari tindak kekerasan,
tetap dibisa dilaksanakan namun hal-hal termasuk kekerasan dan eksploitasi seksual.
tertentu yang bersifat teknis dan pengaturan Khsus untuk anak penyandang disabilitas
yang lebih spesifik tidak akan bisa diterapkan, juga memiliki hak mendapatkan pelindungan
sementara hukum acara tetap berjalan. khusus dari diskriminasi, penelantaran,
Konsekwensi yang kemudian muncul pelecehan, eksploitasi, serta kekerasan dan
sebagai dampak dari ketiadaan aturan kejahatan seksual, hak mendapatkan perawatan
pelaksana atas UU Penyandang Disabilitas dan pengasuhan keluarga atau keluarga

219
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 48 No.2, April 2019, Halaman 215-223 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

pengganti untuk tumbuh kembang secara Pasal 55 : Pemerintah Daerah wajib memiliki
optimal, hak dilindungi kepentingannya dalam Unit Layanan Disabilitas pada
pengambilan keputusan, hak perlakuan anak dinas yang menyelenggarakan
secara manusiawi sesuai dengan martabat dan urusan pemerintahan daerah di
hak anak, hak Pemenuhan kebutuhan khusus, bidang ketenagakerjaan.
hak perlakuan yang sama dengan anak lain Pasal 86 : Pemerintah dan Pemerintah
untuk mencapai integrasi sosial dan Daerah wajib memberikan
pengembangan individu; dan hak mendapatkan insentif kepada perusahaan
pendampingan sosial. pariwisata yang
Selain pengaturan hak-hak tersebut, menyelenggarakan jasa
didalam UU Penyandang Disabilitas 2016, perjalanan wisata yang mudah
setidaknya terdapat 14 pasal terkait dengan hak- diakses oleh penyandang
hak bagi penyandang disabilitas dan bagi pihak disabilitas.
pendukung disabilitas yang terancam Pasal 109 : Pemerintah dan Pemerintah
pemenuhan haknya karena belum adanya Daerah wajib mengambil langkah
aturan pelaksana, yaitu : yang diperlukan untuk menjamin
Berikut pasal-pasal yang mengatur penanganan Penyandang
mengenai kewajiban Pemerintah dan Disabilitas pada tahap
Pemerintah Daerah beserta ketentuan prabencana, saat tanggap darurat,
mengenai sanksi administratif : dan pascabencana.
Pasal 27 : Pemerintah dan Pemerintah Pasal 114 : Pemerintah dan Pemerintah
Daerah wajib melakukan Daerah wajib memberikan
perencanaan, penyelenggaraan, Konsesi untuk Penyandang
dan evaluasi tentang pelaksanaan Disabilitas.
Penghormatan, Pelindungan, dan Berikut pasal-pasal yang pelaksanaan lebih
Pemenuhan hak penyandang lanjutnya diatur dengan Peraturan Pemerintah
disabilitas. :
Pasal 36 : Lembaga penegak hukum wajib Pasal 96 : Ketentuan lebih lanjut mengenai
menyediakan akomodasi yang rehabilitasi sosial, jaminan sosial,
layak bagi penyandang disabilitas pemberdayaan sosial, dan
dalam proses peradilan. perlindungan sosial.
Pasal 42 : Penyelenggara Pendidikan Tinggi Pasal 104 : Pemerintah dan Pemerintah
yang tidak membentuk Unit Daerah memfasilitasi
Layanan Disabilitas (ULD), permukiman yang mudah diakses
diberi sanksi administratif yang oleh penyandang disabilitas.
diatur dengan Peraturan Pasal 108 : Pelayanan publik yang mudah
Pemerintah. diakses oleh penyandang
Pasal 43 : Pemerintah dan Pemerintah Daerah disabilitas diatur dengan
wajib memfasilitasi lembaga Peraturan Pemerintah.
penyelenggara pendidikan dalam Pasal 113 : Ketentuan lebih lanjut mengenai
menyediakan akomodasi yang layak layanan habilitasi dan rehabilitasi
dan apabila tidak dilaksanakan diatur dengan Peraturan
makan akan dikenakan sanksi Pemerintah.
administratif. Pasal 116 : Pemerintah dan Pemerintah
Pasal 54 : Pemerintah dan Pemerintah Daerah Daerah memberikan insentif bagi
wajib memberikan insentif kepada perusahaan swasta yang
perusahaan swasta yang memberikan Konsesi untuk
mempekerjakan penyandang Penyandang Disabilitas.
disabilitas. Kewajiban-kewajiban bagi Pemerintah dan
Pemerintah Daerah sebagaimana tersebut

220
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 48 No.2, April 2019, Halaman 215-223 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

diatas, tentu saja melahirkan hak bagi kebutuhan para penyandang disabilitas
penyandang disabilitas dan disertai dengan yang berperan aktif dalam penegakan
sanksi yang mengikutinya, namun dengan hukum termasuk dalam posisinya sebagai
belum adanya peraturan pelaksanaannya maka saksi, namun tidak di tunjang dengan
ke-9 aturan tersebut menjadi mandul dan tidak fasilitas-fasilitas yang ramah disabilitas
dapat dijalankan, begitu juga atas ke-5 pasal dan bersifat aksesibel dalam bentuk
lainya menjadi tidak memiliki kekuatan ketersediaan alat media, sarana, dan
mengikat. prasarana yang dibutuhkan dalam proses
persidangan, termasuk sejak pada tahap
C. Penutup penyidikan dan tahap-tahap awal lainnya,
Ragam penyandang disabilitas dalam UU menunjukkan bahwa Pemerintah, Aparat
Penyandang Disabilitas 2016, diatur lebih dan Institusi Penegak Hukum belum siap
spesifik apabila dibandingkan dengan klasifikasi dalam Mewujudkan Hukum yang
disabilitas dalam Convention on The Rights of Berkeadilan Bagi Para Penyandang
Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Disabilitas.
Hak-Hak Penyandang Disabilitas). Dimana pada b. Bahwa Undang-Undang Penyandang
pembukaan huruf (i) konvensi tersebut hanya Disabilitas 2016 telah sah diberlakukan
menyatakan “Mengakui pula keragaman sejak diundangkan 2 tahun silam, meski
penyandang disabilitas”, tanpa ada penjabaran belum diikuti dengan aturan
mengenai macam atau ragam penyandang pelaksanaannya yaitu Peraturan
disabilitasnya. Pengaturan dalam konvensi Pemerintah (PP). Ketiadaan aturan
masih bersifat normatif, terlalu fokus pada pelaksana atas UU Disabilitas
kewajiban negara untuk menerapkan prinsip- menimbulkan dampak tidak terjaminnya
prinsip dan hak-hak bagi penyandang kepastian hukum bagi para penyandang
disabilitas. Sementara UU No. 19 tahun 2011 disabilitas, tidak dapat ditegakkannya
pun belum secara implementatif dapat menjamin aturan riil yang terkandung didalam pasal-
pemenuhan, perlindungan dan penghormatan demi-pasal UU Disabilitas, dan lahirnya
hak-hak penyandang disabilitas, sehingga celah hukum yang dapat memicu para
diperlukan adanya regulasi aturan yang oknum untuk membuat kebijakan yang
memandatkan aparatur negara menjamin tidak tepat sehingga berpotensi tidak
pelaksanaan hak disabilitas, pengawasan terpenuhinya hak-hak bagi penyandang
implementasi hak, ketentuan dan sanksi. disabilitas. Hal ini sangat berpotensi besar
Hal-hal mana yang sebenarnya telah diatur menimbulkan pelanggaran Hak Asasi bagi
didalam UU Penyandang Disabilitas 2016, para penyandang disabilitas dan para pihak
namun karena lambatnya pengesahan aturan pendukung disabilitas.
pelaksanaan atas UU tersebut, mengakibatkan 2. Saran
timbulnya konsekwensi yang berkepanjangan a. Demi mewujudkan hukum yang
bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah, dan berkeadilan bagi penyandang disabilitas,
terlanggarnya hak-hak penyandang disabilitas sebaiknya pemerintah segera menyiapkan
seta pihak pendukung disabilitas. Berdasarkan fasilitas-fasilitas yang ramah disabilitas
uraian tersebut, beberapa kesimpulan dan saran dan bersifat aksesibel dalam bentuk
yang dapat peneliti kemukakan, adalah sebagai ketersediaan alat media, sarana, dan
berikut : prasarana yang dibutuhkan sejak tahap
1. Kesimpulan penyidikan hingga proses persidangan,
a. Bertolok ukur dari sikap dan cara pandang yang diatur dalam regulasi yang jelas dan
masyarakat, termasuk didalamnya para mengikat. Serta menyelenggarakan
Aparat Penegak Hukum yang masih pelatihan-pelatihan demi membekali para
menganggap penyandang disabilitas pegawai pelaksana yang bekerja dibidang
sebagai kelompok yang lemah, ditegaskan penyelenggaraan hukum termasuk polisi,
pula dengan belum terakomodirnya pengawal tahanan dan sipir penjara,

221
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 48 No.2, April 2019, Halaman 215-223 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

dengan keterampilan dan skill khusus, Convention On The Rights Of Persons With
guna mengakomodir kebutuhan Disabilities (CRPD), Jurnal Inovatif,
penyandang disabilitas sehingga dapat Volume VIII Nomor I.
terintegrasi dengan sistem hukum acara Purwadi, M., (2018). Penguatan Akses Hukum
peradilan pidana. dan Pengadilan, Majalah Komisi Yudisial,
b. Dalam rangka mewujudkan kepastian Edisi April-Juli 2018.
hukum bagi para penyandang disabilitas, Suhartoyo, (2014). Perlindungan Hukum
Pemerintah harus segera mengesahkan Terhadap Pekerja/Buruh Penyandang
aturan pelaksana (Peraturan Disabilitas Di Indonesia, Masalah-
Pemerintah/PP) atas UU Penyandang Masalah Hukum, Jilid 43 No. 4.
Disabilitas 2016, sehingga memperkecil Tyesta, Lyta, (2015). Prespek Perlindungan
resiko pelanggaran Hak Asasi bagi Penyandang Disabilitas Terhadap
penyandang disabilitas dan dapat Perilaku Diskriminatif Di Kota Semarang,
mengapresiasi pihak pendukung disabilitas Masalah-Masalah Hukum, Jilid 44 No. 3.
yang beritikat baik.
Peraturan Perundang-Undangan
DAFTAR PUSTAKA Convention On The Rights of Persons With
Disabilities 2008.
Buku Undang-Undang Dasar Negara Republik
Eddyono, Supriyadi Widodo dan Kamilah, Indonesia Tahun 1945.
Ajeng Gandini, (2015). Aspek - Aspek Undang-Undang Negara Republik Indonesia
Criminal Justice Bagi Penyandang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan
Disabilitas, Jakarta : Institute for Criminal Convention On The Rights of Persons With
Justice Reform. Disabilities.
Nawawi Arief, Barda, (2007). Perkembangan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Sistem Pemidanaan di Indonesia. Semarang Penyandang Disabilitas.
: Pustaka Magister. Undang-Undang No. 4 Tahun 1997 tentang
Muladi, (1995). Kapita Selekta Sistem Peradilan Penyandang Cacat.
Pidana. Semarang : Badan Penerbit Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang
Universitas Diponegoro. Hak Asasi Manusia
Nursyamsi, Fajri & Arifianti, Estu Dyah, Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1998
Muhammad Faiz Aziz, Putri Bilqish dan tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan
Abi Marutama, (2015). Kerangka Hukum Sosial Penyandang Cacat.
Disabilitas di Indonesia : Menuju
Indonesia Ramah Disabilitas, Jakarta : Artikel (Internet)
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Dharma, Avicena Farkhan, (2018).
Indonesia. Kompas.com.,
Soekanto dan Abdurrahman, H., (2003). https://olahraga.kompas.com/read/2018/09
Metode Penelitian Hukum, Jakarta : /04/14410008/sejarah-penyelenggaraan-
Rineka Cipta. asian-para-games, diakses tanggal 22
Nopember 2018.
Jurnal Editor, (2014). RUU KUHAP Belum Penuhi
Hamidi, Jazim, (2016). Perlindungan Hukum Hak Penyandang Disabilitas,
terhadap Disabilitas dalam Memenuhi Kompas.com.,
Hak Mendapatkan Pendidikan dan http://pantaukuhap.id/?p=917., diakses
Pekerjaan, Jurnal Hukum Quia Iustum, tanggal 23 Nopember 2018.
Vo. 23 Issue 4. Linksos, Admin, (2017). Difabel Wajib Tahu,
Harahap, Rahayu Repindowaty & Bustanuddin, Inilah Hak- hak Penyandang Disabilitas.
(2015). Perlindungan Hukum Terhadap Sebarkan!,
Penyandang Disabilitas Menurut https://lingkarsosial.wordpress.com/2017/

222
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 48 No.2, April 2019, Halaman 215-223 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

06/20/difabel-wajib-tahu-inilah-hak-hak-
penyandang-disabilitas-sebarkan/, diakses
tanggal 22 Nopember 2018.
Sucipto, Purnomo, (2015). Mengapa Undang-
Undang Perlu Peraturan Pelaksanaan?,
http://setkab.go.id/mengapa-undang-
undang-perlu-peraturan-pelaksanaan/,
diakses tanggal 22 Nopember 2018.
Winata, Dhika Kusuma, (2017). Media
Indonesia, Penerbitan PP soal Disabilitas
Mendesak,
http://mediaindonesia.com/read/detail/135
883-penerbitan-pp-soal-disabilitas-
mendesak, diakses tanggal 22 Nopember
2018.
WRC, Mitra Wacana, (2016).
https://mitrawacana.or.id/berita/undang-
undang-republik-indonesia-nomor-8-tahun-
2016-tentang-penyandang-disabilitas/,
diakses tanggal 22 Nopember 2018.

223

Anda mungkin juga menyukai