Ahmad, 35 tahun tiba-tiba diserang sekelompok orang tak dikenal yang membawa pentungan.
Ahmad meninggal seketika di TKP. Polisi segera mengamankan pelaku dan membawa jenazah
Ahmad ke instalasi forensik.
TB : 175 cm
BB : 75 kg
Kaku yang sulit digerakkan : rahang, kedua bahu, kedua lutut
I. UT
II. DTP
1. Apa yang terjadi pada korban dan dasar hukumnya ??
2. Bagaimana tatalaksana jenazah di RS dan Alur pemeriksaan jenazah ??
3. Pemeriksaan fisik dan penunjang yang dapat di lakukan pada jenazah ??
4. Faktor resiko kejadian yang terjadi pada korban ??
5. Proses pembuatan VeR Jenazah ??
Urutan : 1-2-3-5-4
III. BRAINSTORMING
1. Kekerasan Bersama dalam KUHP 170 penjara 9 tahun dan KUHP 358 pidana
penjara 2 tahun 8 bulan luka berat,4 tahun kematian
170 kepentingan masyarakat,masa lebih banyak(umumnya demo)
358 kepentingan individu dengan penyerangan,masanya saling kenal
355 otak pengeroyokan ikut di hukum
356 yang membantu tindakan ikut di hukum
o Pengroyokan : secara bersama dan terang-terangan
o Penganiyaan : sengaja di buat menimbulkan perasaan tidak enak
Menghukum dengan di jemur,berlari di tengah
lapangan,memukul,menendang,mengiris,memotong,merusak kesehatan : sengaja di
buat masuk angin,
Pasal 351 penjara 5 tahun luka berat ,7 tahun kematian
Pasal 353 penganiayaan dengan perencanaan,9 th di penjara apabila meninggal
Pasal 340 dengan perencaaan,hukuman seumur hidup bila meninggal
Pasal 12 Perkapolri No 6 th 2019 pengroyokan termasuk tindak pidana,maka tetap di
periksa,walaupun ada upaya damai tetap di tindak
Pasal 55 di pidana sebagai pelaku kejahatan
Pasal 56 di pidana sebagai pembantu kejahatan
Pemeriksaan Luar
Deskirpsi
Kesimpulan: Pada pemeriksaan mayat laki-laki berusia tiga puluh lima tahun, ditemukan luka
lecet pada wajah, luka memar pada wajah, dan luka lecet pada punggung akibat kekerasan
tumpul.
Sebab matinya mayat ini tidak dapat ditentukan karena tidak dilakukan pemeriksaan bedah
mayat
1. Kaku mayat pada rahang, kedua bahu, kedua lutut yang susah digerakkan --> belum
lengkap di seluruh bagian tubuh --> kematian >2 jam tetapi <12 jam
2. Lebam mayat --> di bagian belakang tubuh, hilang dengan penekanan --> >30 menit
tetapi <8 jam
Diperkirakan meninggal 2-8 jam sebelumnya.
TANDA
ANTERMORTEM POSTMORTEM
INTRAVITAL
LUKA LECET Coklat kemerahan, lokasi tdk Mengkilap kekuningan, lokasi
menentu pada penonjolan tulang
4. Pembuatan visum :
- permintaan tertulis dari kepolisaan,minimal dari pembantu letnan 2
- di atur pada pada 134 dan 133 KUHAP
- kalo 2 hari tidak di respon,maka tetap di bikin SPV
- keluarga menolak,maka surat keterangan kematian tidak di buat
- penyidik memberikan informed consent kepada keluarga
- pasal 135 eksumasi
- pemeriksaan di lakukan terlebih dahulu,barulah keluarga boleh membawa pulang
- pemeriksaan luar,penyebab kematian tidak dapat di tentukan,maka perlu di lakukan
pemeriksaan penunjang
- sebab kematian dapat di tulis pada pemeriksaan luar
• Apabila jenazah dibawa pulang paksa, maka baginya tidak ada surat
keterangan kematian.
5. Faktor resiko :
-faktor dari pemukulnya yang suka mukul,pelaku yang berbuat salah dengan membuat
keonaran
- Jenis pengroyokan :
kekerasan masal primitive : terbatas,tanpa pencetus yang jelas
kekerasan masal reaksional : merasa adanya ketidakadilan
kekerasan kolektif modern : menjelek-jelekan
faktor :
- sekolah : pendidikan otoriter
- lingkungan : pergaulan
- persepsi : perbedaan sudut pandang
- komunikasi : salah paham
- media : menjadi inspirasi untuk orang lain
IV. MINDMAP
Faktor penyebab
Tindak pidana
Pelaporan ke kepolisian
PEMERIKSAAN
FORENSIK (Px luar Visum et
dan/atau dalam) Repertum
dan Pemeriksaan Jenazah
Penunjang
Penuntutan
Persidangan
DASAR HUKUM
(ASPEK
MEDIKOLEGAL)
V. LO
1. Sistematis Olah TKP ??
2. Eksumasi ??
VI. Menjawab LO
Merupakan fungsi teknik reserse kepolisian yang mempunyai tujuan membuat suatu perkara
menjadi jelas, yaitu dengan mencari dan menemukan kebenaran materiil yang selengkap-
lengkapnya tentang suatu perubahan/ tindak pidana yang telah terjadi.
Merupakan salah satu kegiatan penyelidikan. Berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana Pasal
12 ayat (1) Perkapolri 14/2012, kegiatan penyelidikan meliputi:
a. Pengolahan TKP
b. Pengamatan (observasi)
c. Wawancara (interview)
d. Pembuntutan (surveillance)
e. Penyamaran (under cover)
f. Pelacakan (tracking)
g. Penelitian dan analisis dokumen
Sdgkan tindakan utama dari petugas di TP-TKPhanya mengamankan TKP agar tetap dalam
kondisi status quo dan tidak melakukan Olah TKP
Pada suatu TKP unsur Korban (K), Pelaku (P) dan Alat (A) yang dipakai melakukan
kejahatan bertemuterjadi kontak satu dengan yang lainnya mengakibatkan adanya
perpindahan material dari unsur (K)(P)(A) satu dengan yang lainnya serta dari dan ke TKP.
Manajer TKP petugas yang memimpin baik TP-TKP dan atau Olah TKP mengatur
bagaimana prosedur di TKP dilakukan namun tidak melakukan Olah TKP.
manajer TKP akan mengetahui segalasesuatu yang terjadi di TKP berdasarkan laporan dari
orang-orang yang terlibat di TKP.
dokter ahli forensikdapat dimintakan Olah TKP dari aspek medik forensiknya.
Keterangan dokter ahli forensik tersebut setelah melakukan Olah TKP aspek Medik Forensik
memberikan petunjuk penting jenis kematiannya, perkiraan berapa lama kematiannya,
perkiraaan cara kematian dan mekanisme kematiannya dan hal-hal lain yang terkait dengan
keilmuannya.
Penanganan Barang Bukti Kedokteran Forensik
guna pemeriksaan lanjutan dan/atau pemeriksaan DNA memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a. Barang bukti kedokteran forensik:
1) Darah
2) Liur
3) Sperma
4) Rambut dengan akar rambut
5) Gigi
6) Tulang
7) Kulit
8) Otot
9) Semua yang berkaitan dengan tubuh manusia
c. untuk darah segar disimpan dalam tabung darah dengan menambahkan larutan EDTA 10%
(jangan menggunakan formalin).
d. darah, sperma dan liur disimpan dalam kassa kering dan diangin anginkan sampai kering lalu
disimpan dalam amplop bukan kantong plastik.
e. rambut dengan akarnya, gigi, tulang, kulit, otot dan semua yang berkaitan dengan tubuh
manusia disimpan dalam amplop.
Meskipun kelak terbukti bahwa tempat tsb tidak pernah terjadi suatu tindak pidana,
tempat tsb tetap disebut sbg TKP
Dibutuhkan/tidaknya kehadiran dokter di TKP oleh penyidik tergantung kasus
pertimbangannya dilihat dari SUDUT KORBAN, TEMPAT KEJADIAN,
KEJADIANNYA ATAU TERSANGKA PELAKUNYA
Peran dokter di TKP MEMBANTU penyidik mengungkap kasus dari sudut
kedokteran forensik
Semua dokter dapat bertindak sbg PEMERIKSA di TKP namun, perkembangan
spesialis lebih baik bila dokter ahli forensik atau dokter kepolisian yang hadir
Dasar pemeriksaan HEXAMETER menjawab 6 pertanyaan
Apa yg tjd
Siapa yg tersangkut
Dimana & kapan tjd
Bagaimana tjd
Dengan apa melakukannya
Kenapa tjd peristiwa tsb
Px kedokteran forensik di TKP harus mengikuti ketentuan yang berlaku umum pd
penyidikan di TKP menjaga agar tidak mengubah keadaan TKP
Semua benda bukti yg ditemukan diamankan sesuai prosedur dikirim ke lab
dokter dapat memberikan pendapatnya dan mendiskusikan dg penyidik utk
memperkirakan tjdnya peristiwa merencanakan langkah penyidikan lebih lanjut
Korban hidup tindakan utama dan pertama bagi dokter menyelamatkan korban dg
tetap menjaga keutuhan TKP
Korban mati tugas dokter menegakkan dx kematian, memperkirakan saat kematian,
memperkirakan sebab kematian, memperkirakan cara kematian, menemukan &
mengamankan benda bukti biologis & medis
(bilaperlu) dokter Ax dg saksi mendapatkan gambaran riwayat medis korban
Tindakan yang mempersulit penyidikan:
Memegang setiap benda di TKP tanpa handscoon
Mengganggu bercak darah
Membuat jejak baru
Memeriksa sambil merokok
Px dimulai dg membuat foto & sketsa TKP (termasuk penjelasan mengenai
letak&posisi korban, benda bukti dan interaksi lingkungan)
Mayat px sidik jari oleh penyidik kedua tangannya dibungkus plastik sebatas
pergelangan tangan dibungkus dg plastik / kantong plastik khusus mayat
BENDA BUKTI
Bercak darah (di lantai / di dinding) diperiksa & dinilai apakah berasal dari nadi
atau dari vena, jatuh dg kecepatan (dari tubuh yg bergerak) atau jatuh bebas, kapan saat
perlukaan, dan dihubungkan dg perkiraan bgm tjdnya peristiwa
Benda bukti pakaian/bercak mani/bercak darah/rambut/obat/anak peluru/ selongsong
peluru/ benda yg diduga senjata diamankan (sesuai prosedur) di”pegang” dg hati2
dimasukkan ke kantong plastik TANPA meninggalkan jejak sidik jari BARU
Benda bukti CAIR ke tabung reaksi kering
Benda bukti BERCAK KERING di atas dasar keras HARUS DIKEROK
dimasukkan ke amplop / kantong plastik
Benda bukti BERCAK di kain diambil seluruhnya
Atau bila bendanya besar digunting dimasukkan ke amplop / kantong plastik
Benda KERAS diambil seluruhnya dimasukkan kantong plastik
SEMUA BENDA BUKTI HARUS diberi LABEL keterangan: jenis benda, lokasi
penemuan, saat penemuan, dan keterangan lain yang diperlukan
Mayat & benda bukti BIOLOGIS/MEDIS (termasuk obat/racun) kirim ke instalasi
kedokteran forensik atau ke RSU setempat px lanjutan
Apabila tdk tersedia sarana px lab forensik benda bukti dikirim ke lab kepolisian / ke
bagian kedokteran forensik
Benda bukti NON BIOLOGIS langsung kirim lab kriminal / Forensik
Kepolisian Daerah setempat
PERLENGKAPAN saat di TKP kamera, film berwarna & hitam-putih (utk ruangan
gelap), lampu kilat, lampu senter, lampu ultra violet, alat tulis, t4 menyimpan benda bukti
(amplop/kantong plastik), pinset, skalpel, jarum, tang, kaca pembesar, termometer rektal,
termometer ruangan, handscoon, kapas, kerta saring, spidol (memberi label pd benda
bukti)
2. Exhumation (ex: keluar, humus: bumi) bahasa Latin artinya keluar dari tanah atau
pengangkatan jenazah dari dalam tanah setelah penguburanuntuk mengetahui sebab
kematian atau mencari bukti lain seperti identitas korban
TUJUAN:
memindahkan jenazah
identifikasi ulang jenazah yang sudah dikuburkan
menentukan sebab kematian:
pada kasus asuransi dengan dua identitas maupun penentuan atas harta
warisan
pada kasus pengadilan sipil seperti penyebab kematian yang salah duga,
penelantaran, kelalaian dalam malpraktek
penyelidikan kasus keracunan dengan tingkat kecurigaan yang tinggi, kasus
kriminal seperti pembunuhan, kecurigaan terhadap pembunuhan yang disamarkan
sebagai bunuh diri atau tipe jenis kematian lainnya
non forensic : untuk kebutuhan asuransi,untuk membuka lahan,pemindahan
makam ke kota lain
b. siapa saja yang terlibat dan hadir pada pelaksanaan eksumasi, antara lain:
1) dokter forensik yang ditunjuk oleh penyidik ;
2) teknisi dokter forensik ;
3) dokter gigi atau ahli forensik odontologi ;
4) penyidik yang meminta dilaksanakannya eksumasi;
5) Jaksa ;
6) pencatat ;
7) fotografer forensik ;
8) ahli sidik jari ;
9) pihak keluarga atau ahli waris, jika pihak keluarga merupakan pihak yang meminta
dilaksanakannya eksumasi ;
10) pemuka masyarakat setempat ;
11) penggali makam.
c. Identifikasi Makam
Harus diidentifikasi secara tepat sesuai prosedur dengan bantuan kerabat keluarga
dekatnya dan atau pegawai yang bertanggung jawab pada pemakaman tersebut.
f. Pemeriksaan In Situ
Pemeriksaan di tempat sangat membantu, karena pada saat peti dibuka dapat
langsung diperiksa keadaan mayatnya,
dokumentasi saat peti dibuka Sebelumnya dilakukan pengukuran terhadap panjang,
lebar dan kedalaman liang kubur, batas-batas makam, arah makam, kondisi tanah dan
lain-lain.
Pemeriksaan dan otopsi mayat langsungdilaksanakan di sekitar makam.
Namun dapat juga dilakukan di kamar jenazah pemeriksaan post mortem.
Sampel dari organ diambil
Sampel tanah sekitar kuburan juga diambil.
Setelah pemeriksaan dokter akan melakukan penjahitan kembali selanjutnya petugas
makam akan melakukan pembungkusan dengan kain kafan/ pakaian, pemandian,
pemetian dan penguburan kembali.
SEJARAH
PREVALENSI
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. (2004). Standar Kamar Jenazah. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (1999). Teknik Autopsi Forensik, Edisi 1. Jakarta:
Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Fikri. (2013). Analisis Yuridis Terhadap Delik Penganiayaan Berencana. Jurnal Ilmu Hukum
Legal Opinion Edisi 2, Volume 1. Tersedia pada
https://media.neliti.com/media/publications/150251-ID-analisis-yuridis-terhadap-delik-
pengania.pdf Accessed: 2021-03-16
Gordon I., Sharpiro H.A., Berson S.D. (1988). Forensic Medicine (a Guide to Principles). Third
Edition. Edinburgh, London, Melbourne, New York: Chirchill Livingstone.
Maudoma S.E.M. (2015). Penggunaan Kekerasan secara Bersama dalam Pasal 170 dan Pasal 358
KUHP. Lex Crimen. Vol.IV/No.6/Ags/2015.
Mirza FH, Adil SE, Memon AA, & Paryar HA. (2012). Exhumation - Nuisance to the dead,
justified?. Journal of Forensic & Legal Medicine; 19(6): 337-340.
Parinduri, A.G. (n.d). Ekshumasi. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik, Fakultas Kedokteran
USU, Rumah Sakit Haji Adam Malik
POLRI. (2013). Standar Operasi dan Prosedur Olah TKP. Kepolisian Negara Republik Indonesia
Daerah Kalimantan Timur, Direktorat Reserse Kriminal Khusus
Rahtinuka, T. (2014). Pelaksanaan Olah Tempat Kejadian Perkara Pada Tindak Pidana
Pembunuhan Berencana. Artikel Ilmiah. Diakses pada
https://media.neliti.com/media/publications/35204-ID-pelaksanaan-olah-tempat-kejadian-
perkara-tkp-pada-tindak-pidana-pembunuhan-beren.pdf.Accessed: 2021-03-17
RSUD R. Syamsudin, SH. (n.d). Pelayanan Forensik Patologi. [Online] Tersedia pada:
sipp.menpan.go.id [diakses pada 16 Maret 2021]
Sinaga L, Simatupang Y. (2020). Fungsi Olah Tempat Kejadian Perkara Guna Mengungkapkan
Kasus Penganiayaan Berat Ditinjau dari Sudut Hukum Acara Pidana. Volume 2, Nomor 2, Juli
2020, 129-136
Soesilo, R. (1991). KUHP serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor:
Politeia
Susanti R, Manela C, Hidayat T. (2015). Modul Autopsi Dalam. Padang: Bagian Forensik dan
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang
Tim Penyusun Modul Badan Diklat Kejaksaan RI. (2019). Modul Kedokteran Forensik. Jakarta:
Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Republik Indonesia.