Anda di halaman 1dari 26

SKENARIO

Ahmad, 35 tahun tiba-tiba diserang sekelompok orang tak dikenal yang membawa pentungan.
Ahmad meninggal seketika di TKP. Polisi segera mengamankan pelaku dan membawa jenazah
Ahmad ke instalasi forensik.
TB : 175 cm
BB : 75 kg
Kaku yang sulit digerakkan : rahang, kedua bahu, kedua lutut
I. UT
II. DTP
1. Apa yang terjadi pada korban dan dasar hukumnya ??
2. Bagaimana tatalaksana jenazah di RS dan Alur pemeriksaan jenazah ??
3. Pemeriksaan fisik dan penunjang yang dapat di lakukan pada jenazah ??
4. Faktor resiko kejadian yang terjadi pada korban ??
5. Proses pembuatan VeR Jenazah ??

Urutan : 1-2-3-5-4

III. BRAINSTORMING

1. Kekerasan Bersama dalam KUHP 170  penjara 9 tahun dan KUHP 358 pidana
penjara 2 tahun 8 bulan luka berat,4 tahun kematian
170  kepentingan masyarakat,masa lebih banyak(umumnya demo)
358 kepentingan individu dengan penyerangan,masanya saling kenal
355  otak pengeroyokan ikut di hukum
356 yang membantu tindakan ikut di hukum
o Pengroyokan : secara bersama dan terang-terangan
o Penganiyaan : sengaja di buat menimbulkan perasaan tidak enak
 Menghukum dengan di jemur,berlari di tengah
lapangan,memukul,menendang,mengiris,memotong,merusak kesehatan : sengaja di
buat masuk angin,
Pasal 351  penjara 5 tahun luka berat ,7 tahun kematian
Pasal 353  penganiayaan dengan perencanaan,9 th di penjara apabila meninggal
Pasal 340  dengan perencaaan,hukuman seumur hidup bila meninggal
Pasal 12 Perkapolri No 6 th 2019  pengroyokan termasuk tindak pidana,maka tetap di
periksa,walaupun ada upaya damai tetap di tindak
Pasal 55  di pidana sebagai pelaku kejahatan
Pasal 56  di pidana sebagai pembantu kejahatan

2. Prinsip : pasien dengan kekerasan dan tidak dengan kekerasan


 Meninggal dunia tanpa kekerasan : di catat
 Dengan kekerasan : di catat,dan di lampirkan surat pengantar
3. PF : Pemeriksaan luar dan dalam
- Pemeriksaan kelengkapan administrasi : RM,surat pemeriksaan
- Pemeriksaan label dan tubuh jenazah : barang-barang dan keterangan tambahan
- Pemeriksaan antropometri : jenis kelamin
- Pemeniksaan gigi emas,tato
- Pemeriksaan tanatologi
- Pemeriksaan traumatologi
- Pemeriksaan organ dalam bila perlu

 Pemeriksaan Luar

Deskirpsi

Label mayat Terikat pada kantong jenazah


Tutup/ bungkus mayat Satu buah kantong jenazah yang dibuat dari bahan
terpal berwarna dasar kuning dan bertuliskan
"POLISI" berwarna hitam. Pada bagian atas
terdapat resleting yang terbuat dari bahan plastik
berwarna kuning yang melingkari kantong
jenazah.
Keadaan mayat Mayat berada dalam posisi terlentang di atas meja
otopsi dengan wajah menghadap ke atas
Pakaian mayat Tidak terdapat pakaian mayat
Perhiasan mayat Tidak terdapat perhiasan mayat
Benda di samping mayat Tidak terdapat benda di samping mayat
Kaku mayat Kaku mayat terdapat pada rahang, kedua bahu,
kedua lutut yang sulit digerakkan
Lebam mayat Lebam mayat terdapat pada bagian belakang tubuh
warna merah kebiruan dan hilang pada penekanan.

Pembusukan mayat Tidak terdapat pembusukan mayat


Identitas mayat Mayat adalah seorang laki-laki, bangsa Indonesia,
ras mongoloid, umur tiga puluh lima tahun, kulit
sawo matang, gizi baik, panjang tubuh seratus
tujuh puluh lima sentimeter, berat tujuh puluh
lima, zakar ??
Identitas khusus Pada punggung kanan, tepat pada tiga sentimeter
dari garis pertengahan belakang, delapan
sentimeter di bawah puncak bahu, terdapat tato
berbentuk kepala moster dengan ukuran lima belas
sentimeter kali delapan belas sentimeter.
Rambut kepala berwarna cokelat, ikal, panjang
lima sentimeter. Alis mata hitam, lurus, lebat,
panjang nol koma lima sentimeter. Bulu mata
hitam, lurus, panjang nol koma tiga sentimeter.
Kumis dan jenggot berwarna hitam, tumbuh
jarang dengan panjang nol koma tiga sentimeter.
Tidak terdapat jejas pada bagian yang tertutup
rambut. Tidak teraba derik tulang.

Dahi tidak terdapat luka. Tidak teraba derik


tulang.

Kelopak mata kanan dan kiri tertutup, selaput


bening mata kanan dan kiri jernih, teleng mata
bulat dengan garis tengah lima milimeter, warna
tirai mata kanan dan kiri cokelat, selaput bola
mata kanan dan kiri putih, selaput kelopak mata
kanan dan kiri putih pucat.

Hidung sedang dan simetris, tidak teraba derik


tulang. Kedua daun telinga berbentuk oval,
simetris, cuping telinga menggantung, tidak teraba
dering tulang. Mulut terbuka satu sentimeter dan
lidah tidak terjulur.

Gigi geligi berjumlah tiga puluh dua.


Dari lubang mulut tidak keluar cairan. Dari kedua
lubang hidung tidak keluar cairan. Dari kedua
lubang telinga keluar cairan berwarna merah. Dari
lubang kemaluan tidak keluar cairan. Dari lubang
pelepasan tidak keluar ciran
Pada dahi kanan, tepat pada dua koma lima
sentimeter dari garis pertengahan depan, enam
sentimeter di atas sudut luar mata ditemukan luka
lecet geser dengan arah dari kiri ke kanan,
berbentuk lonjong, berbatas tegas, berwarna
kecokelatan, dengan ukuran dua sentimeter kali
satu sentimeter.

Tepat pada kelopak atas mata kanan, satu


sentimeter dari garis pertengahan depan,
ditemukan luka memar, berbentuk lonjong,
berbatas tegas, berwarna ungu kehitaman, dengan
ukuran enam sentimeter kali tiga sentimeter.

Tepat pada kelopak bawah mata kanan, satu


sentimeter dari garis pertengahan depan,
ditemukan luka memar, berbentuk lonjong,
berbatas tegas, berwarna ungu kehitaman, dengan
ukuran enam sentimeter kali dua koma lima
sentimeter.

Tepat pada kelopak atas mata kiri, satu sentimeter


dari garis pertengahan depan, ditemukan luka
memar, berbentuk lonjong, berbatas tegas,
berwarna ungu kehitaman, dengan ukuran enam
sentimeter kali tiga sentimeter.
Tepat pada kelopak bawah mata kiri, satu
sentimeter dari garis pertengahan depan,
ditemukan luka memar, berbentuk lonjong,
berbatas tegas, berwarna ungu kehitaman, dengan
ukuran enam sentimeter kali dua koma lima
sentimeter.

Pada hidung, tepat pada garis pertengahan depan,


tiga sentimeter di bawah sudut dalam mata,
ditemukan luka lecet geser dengan arah dari kiri
ke kanan, berbentuk bulat, berbatas tegas,
berwarna merah, dengan ukuran nol koma lima
sentimeter kali nol koma lima sentimeter.

Pada pipi kanan, enam sentimeter dari garis


pertengahan depan, nol koma lima sentimeter di
bawah sudut luar mata, terdapat luka memar,
berbentuk lonjong, berbatas tegas, berwarna
kemerahan, dengan ukuran enam sentimeter kali
tiga sentimeter.

Pada dagu kanan, tiga sentimeter dari garis


pertengahan depan, tiga sentimeter di bawah
sudut mulut, ditemukan luka lecet geser,
berbentuk lonjong dengan arah dari kiri ke kanan,
berbatas tegas, berwarna merah kecokelatan,
dengan ukuran lima sentimeter kali dua koma
lima sentimeter.

Pada punggung, melewati garis pertengahan


belakang, tepat pada tiga puluh sentimeter di
bawah puncak bahu, ditemukan luka lecet geser
dengan arah dari kanan ke kiri, berbentuk tidak
beraturan, berbatas tegas, berwarna merah
kecokelatan, dengan ukuran dua puluh lima
sentimeter kali dua belas sentimeter.
Patah tulang Tidak ditemukan

Kesimpulan: Pada pemeriksaan mayat laki-laki berusia tiga puluh lima tahun, ditemukan luka
lecet pada wajah, luka memar pada wajah, dan luka lecet pada punggung akibat kekerasan
tumpul.

Sebab matinya mayat ini tidak dapat ditentukan karena tidak dilakukan pemeriksaan bedah
mayat

1. Kaku mayat pada rahang, kedua bahu, kedua lutut yang susah digerakkan --> belum
lengkap di seluruh bagian tubuh --> kematian >2 jam tetapi <12 jam
2. Lebam mayat --> di bagian belakang tubuh, hilang dengan penekanan --> >30 menit
tetapi <8 jam
Diperkirakan meninggal 2-8 jam sebelumnya.

 Pada pemeriksaan tanatologi :


Kaku wajah : 1-4 jam
Tungkai 3-6 jam
Menetap setelah 8-12 jam
Perdarahan : tanda intra vital
Lecet antemortem : bisa di mana saja,postmortem : ada sisa epithelium
Luka memar : perdarahan sulit merembes setelah meninggal baru terjadi memar
Post mortem : berwarna lebih gelap dan di posisi terbawah tubuh
Luka terbuka post mortem : sulit membeku dan perdarahan sedikit
Mulut luka : post mortem lebih kaku,ante mortem berwarna seperti delima
Pemeriksaan halo-sign : untuk menetukan adanya fraktur basis-cranii
- Pemeriksaan penunjang :

- Tes presipitin : bedakan darah manusia atau hewan


- Pemeriksaan toksikologi : alhokol bila perlu
- Pemeriksaan PA : untuk cek adanya sel radang,banyak ada di ante mortem
- Pemeriksaan Radiologi

TANDA
ANTERMORTEM POSTMORTEM
INTRAVITAL
LUKA LECET Coklat kemerahan, lokasi tdk Mengkilap kekuningan, lokasi
menentu pada penonjolan tulang

Px PA: epidermis terpisah


Px PA: sisa epithelium sempurna dari dermis
LUKA MEMAR Perdarahan di bawah kulit: terjadi Perdarahan di bawah kulit:
setelah dipukul benda tumpul tidak terjadi (sekalipun dipukul
benda tumpul)
Letak: ekstravaskuler (akibat
ekstravasasi darah) Letak: intravaskuler

Lokasi: tidak luas, di mana saja (tdk


menentu) Lokasi: luas, di bagian tubuh
< 7 jam: memar hilang dengan yang rendah (gravitasi)
penekanan, batas tidak tegas < 7 jam: memar hilang dengan
≥ 7 jam: memar tidak hilang dengan penekanan, batas tidak tegas
penekanan (darah pindah ke
jaringan  batas tegas, edema +)
LUKA ROBEK Darah mengalir banyak, dapat Darah mengalir sedikit, sulit
& koagulasi koagulasi
LUKA IRIS
Mulut luka terbuka: Mulut luka terbuka:
- Lebih kenyal - Lebih kaku
- Mulut luka terbuka yang besar
seperti buah delima
LUKA BAKAR Derajat I: kemerahan Derajat I: kuning pucat

Derajat II: bula yang ditutupi daerah Derajat II: bula +


putih - Bula dipecah  kosong
- Bula dipecah  cairan leukosit, - Analisa protein & klorida:
kulit dalam terkongesti & merah lebih sedikit protein & klorida
- Analisa protein & klorida: lebih
banyak protein & klorida

4. Pembuatan visum :
- permintaan tertulis dari kepolisaan,minimal dari pembantu letnan 2
- di atur pada pada 134 dan 133 KUHAP
- kalo 2 hari tidak di respon,maka tetap di bikin SPV
- keluarga menolak,maka surat keterangan kematian tidak di buat
- penyidik memberikan informed consent kepada keluarga
- pasal 135 eksumasi
- pemeriksaan di lakukan terlebih dahulu,barulah keluarga boleh membawa pulang
- pemeriksaan luar,penyebab kematian tidak dapat di tentukan,maka perlu di lakukan
pemeriksaan penunjang
- sebab kematian dapat di tulis pada pemeriksaan luar

• Pasal 134 KUHAP


(1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian
bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih
dahulu kepada keluarga korban.
(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan
sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari
keluarga atau pihak yang diberi tahu tidak diketemukan, penyidik
segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3)
undang-undang ini.

• Apabila jenazah dibawa pulang paksa, maka baginya tidak ada surat
keterangan kematian.

5. Faktor resiko :
-faktor dari pemukulnya yang suka mukul,pelaku yang berbuat salah dengan membuat
keonaran
- Jenis pengroyokan :
kekerasan masal primitive : terbatas,tanpa pencetus yang jelas
kekerasan masal reaksional : merasa adanya ketidakadilan
kekerasan kolektif modern : menjelek-jelekan

faktor :
- sekolah : pendidikan otoriter
- lingkungan : pergaulan
- persepsi : perbedaan sudut pandang
- komunikasi : salah paham
- media : menjadi inspirasi untuk orang lain

Faktor pada anak :


- asosiasi deferensial : ada tingkah laku yang di pelajari
- control social : terlalu di control,setelah bebas menjadi seenaknya
- labeling
- subbudaya : faktor ekonomi(kalangan menegah –kebawah)
- kesempatan
- belajar
Faktor pelaku
kengajaan :berdasarkan dendam
ketakutan : mendapat ancaman

IV. MINDMAP
Faktor penyebab

Tindak pidana

Pelaporan ke kepolisian

Surat permintaan VeR


Penyidikan

PEMERIKSAAN
FORENSIK (Px luar Visum et
dan/atau dalam) Repertum
dan Pemeriksaan Jenazah
Penunjang

Penuntutan

Persidangan

DASAR HUKUM
(ASPEK
MEDIKOLEGAL)

V. LO
1. Sistematis Olah TKP ??
2. Eksumasi ??

VI. Menjawab LO

1. Definisi Tempat Kejadian Perkara (TKP)tempat dimana suatu tindak pidana


dilakukan/terjadibarang bukti yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut
diketemukan.
- TKPtempat ditemukannya benda bukti dan/atau tempat terjadinya peristiwa kejahatan
atau yang diduga kejahatan menurut suatu kesaksian
- Menurut petunjuk lapangan No. Pol: SKep/1205/IX/2000 tetang Penangaanan Tempat
Kejadian Perkara (TKP):
o Tempat dimana suatu tindak pidana dilakukan/ terjadi atau akibat yang
ditimbulkannya
o Tempat-tempat lain yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut
dimana barang-barang bukti, tersangka, atau korban dapat ditemukan
FUNGSI PENGOLAHAN TKP

Merupakan fungsi teknik reserse kepolisian yang mempunyai tujuan membuat suatu perkara
menjadi jelas, yaitu dengan mencari dan menemukan kebenaran materiil yang selengkap-
lengkapnya tentang suatu perubahan/ tindak pidana yang telah terjadi.

Merupakan salah satu kegiatan penyelidikan. Berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana Pasal
12 ayat (1) Perkapolri 14/2012, kegiatan penyelidikan meliputi:
a. Pengolahan TKP
b. Pengamatan (observasi)
c. Wawancara (interview)
d. Pembuntutan (surveillance)
e. Penyamaran (under cover)
f. Pelacakan (tracking)
g. Penelitian dan analisis dokumen

Definisi Penanganan TKPtindakan penyelidik atau penyidik di TKPyang


menyelenggarakan kegiatan dan tindakan kepolisian yang dilakukan di TKP
Tindakan kepolisian tersebut terdiri dari :
a. Tindakan Pertama di TKP (TP-TKP) ;
b. Pengolahan TKP (Crime Scene Processing).

Definisi Tindakan Pertama Di TKP(TP-TKP)tindakan kepolisian yang harus dilakukan


segera setelah terjadinya tindakan pidanapertolongan/perlindungan kepada korban/anggota
masyarakat, serta penutupan dan pengamanan TKP(persiapan penyidikan selanjutnya)
agarTKP tetap dalam keadaan ’status quo’ tindakan pertolongan/perlindungan terhadap korban
jangan sampai merusak TKP dan barang bukti yang ada di dalam TKP

Sdgkan tindakan utama dari petugas di TP-TKPhanya mengamankan TKP agar tetap dalam
kondisi status quo dan tidak melakukan Olah TKP
Pada suatu TKP unsur Korban (K), Pelaku (P) dan Alat (A) yang dipakai melakukan
kejahatan bertemuterjadi kontak satu dengan yang lainnya mengakibatkan adanya
perpindahan material dari unsur (K)(P)(A) satu dengan yang lainnya serta dari dan ke TKP.

Definisi Pengolahan TKP ”Segitiga Pembuktian” tindakan / kegiatan-kegiatan setelah


tindakan pertama di TKP mencari, mengumpulkan, mendokumentasikan, menganalisa,
mengevaluasi petunjuk-petunjuk, keterangan dan bukti serta identitas tersangka
menurut teori ’pembuktian segitiga’ guna memberikan arah penyidikan selanjutnya.

Dasar Teori Bukti Segi Tiga


Petugas Olah TKP harus diberikan perlindungan dan kebebasan dalam melakukan Olah TKP
berdasarkan prinsip-prinsip ilmu forensik.

Petugas Olah TKP terdiri dari:


 Dokpol untuk barang bukti biologis,
 Ident untuk dokumentasi, sidik jari, sketsa TKP
 Labfor untuk barang bukti fisik.

Manajer TKP petugas yang memimpin baik TP-TKP dan atau Olah TKP  mengatur
bagaimana prosedur di TKP dilakukan namun tidak melakukan Olah TKP.

manajer TKP akan mengetahui segalasesuatu yang terjadi di TKP berdasarkan laporan dari
orang-orang yang terlibat di TKP.

dokter ahli forensikdapat dimintakan Olah TKP dari aspek medik forensiknya.
Keterangan dokter ahli forensik tersebut setelah melakukan Olah TKP aspek Medik Forensik 
memberikan petunjuk penting jenis kematiannya, perkiraan berapa lama kematiannya,
perkiraaan cara kematian dan mekanisme kematiannya dan hal-hal lain yang terkait dengan
keilmuannya.
Penanganan Barang Bukti Kedokteran Forensik
 guna pemeriksaan lanjutan dan/atau pemeriksaan DNA memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a. Barang bukti kedokteran forensik:
1) Darah
2) Liur
3) Sperma
4) Rambut dengan akar rambut
5) Gigi
6) Tulang
7) Kulit
8) Otot
9) Semua yang berkaitan dengan tubuh manusia

b. mengamankan dan merawat barang bukti dari kerusakan.

c. untuk darah segar disimpan dalam tabung darah dengan menambahkan larutan EDTA 10%
(jangan menggunakan formalin).

d. darah, sperma dan liur disimpan dalam kassa kering dan diangin anginkan sampai kering lalu
disimpan dalam amplop bukan kantong plastik.

e. rambut dengan akarnya, gigi, tulang, kulit, otot dan semua yang berkaitan dengan tubuh
manusia disimpan dalam amplop.

 Meskipun kelak terbukti  bahwa tempat tsb tidak pernah terjadi suatu tindak pidana,
tempat tsb tetap disebut sbg TKP
 Dibutuhkan/tidaknya kehadiran dokter di TKP oleh penyidik  tergantung kasus 
pertimbangannya dilihat dari SUDUT KORBAN, TEMPAT KEJADIAN,
KEJADIANNYA ATAU TERSANGKA PELAKUNYA
 Peran dokter di TKP MEMBANTU penyidik mengungkap kasus dari sudut
kedokteran forensik
 Semua dokter  dapat bertindak sbg PEMERIKSA di TKP  namun, perkembangan
spesialis lebih baik bila dokter ahli forensik atau dokter kepolisian yang hadir
 Dasar pemeriksaan  HEXAMETER  menjawab 6 pertanyaan
 Apa yg tjd
 Siapa yg tersangkut
 Dimana & kapan tjd
 Bagaimana tjd
 Dengan apa melakukannya
 Kenapa tjd peristiwa tsb
 Px kedokteran forensik di TKP  harus mengikuti ketentuan yang berlaku umum pd
penyidikan di TKP menjaga agar tidak mengubah keadaan TKP
 Semua benda bukti yg ditemukan  diamankan sesuai prosedur  dikirim ke lab 
dokter dapat memberikan pendapatnya dan mendiskusikan dg penyidik  utk
memperkirakan tjdnya peristiwa  merencanakan langkah penyidikan lebih lanjut
 Korban hidup tindakan utama dan pertama bagi dokter menyelamatkan korban dg
tetap menjaga keutuhan TKP
 Korban mati tugas dokter menegakkan dx kematian, memperkirakan saat kematian,
memperkirakan sebab kematian, memperkirakan cara kematian, menemukan &
mengamankan benda bukti biologis & medis
 (bilaperlu) dokter  Ax dg saksi  mendapatkan gambaran riwayat medis korban
 Tindakan yang mempersulit penyidikan:
 Memegang setiap benda di TKP tanpa handscoon
 Mengganggu bercak darah
 Membuat jejak baru
 Memeriksa sambil merokok
 Px dimulai dg  membuat foto & sketsa TKP (termasuk penjelasan mengenai
letak&posisi korban, benda bukti dan interaksi lingkungan)
 Mayat  px sidik jari oleh penyidik kedua tangannya dibungkus plastik sebatas
pergelangan tangan dibungkus dg plastik / kantong plastik khusus mayat
BENDA BUKTI
 Bercak darah (di lantai / di dinding)  diperiksa & dinilai  apakah berasal dari nadi
atau dari vena, jatuh dg kecepatan (dari tubuh yg bergerak) atau jatuh bebas, kapan saat
perlukaan, dan dihubungkan dg perkiraan bgm tjdnya peristiwa
 Benda bukti pakaian/bercak mani/bercak darah/rambut/obat/anak peluru/ selongsong
peluru/ benda yg diduga senjata  diamankan (sesuai prosedur)  di”pegang” dg hati2
 dimasukkan ke kantong plastik TANPA meninggalkan jejak sidik jari BARU
 Benda bukti CAIR  ke tabung reaksi kering
 Benda bukti BERCAK KERING di atas dasar keras  HARUS DIKEROK 
dimasukkan ke amplop / kantong plastik
 Benda bukti BERCAK di kain diambil seluruhnya
 Atau bila bendanya besar  digunting  dimasukkan ke amplop / kantong plastik
 Benda KERAS  diambil seluruhnya  dimasukkan  kantong plastik
 SEMUA BENDA BUKTI  HARUS diberi LABEL  keterangan: jenis benda, lokasi
penemuan, saat penemuan, dan keterangan lain yang diperlukan
 Mayat & benda bukti BIOLOGIS/MEDIS (termasuk obat/racun) kirim ke instalasi
kedokteran forensik atau ke RSU setempat  px lanjutan
 Apabila tdk tersedia sarana px lab forensik benda bukti dikirim ke lab kepolisian / ke
bagian kedokteran forensik
 Benda bukti NON BIOLOGIS  langsung  kirim  lab kriminal / Forensik
Kepolisian Daerah setempat
 PERLENGKAPAN saat di TKP kamera, film berwarna & hitam-putih (utk ruangan
gelap), lampu kilat, lampu senter, lampu ultra violet, alat tulis, t4 menyimpan benda bukti
(amplop/kantong plastik), pinset, skalpel, jarum, tang, kaca pembesar, termometer rektal,
termometer ruangan, handscoon, kapas, kerta saring, spidol (memberi label pd benda
bukti)

Metode pencarian barang bukti :

 metode spiral : arah luar ke dalam


 metode strip ganda : melebar dari kiri-kanan secara bersamaan
 metode roda : dari dalam ke luar

barang bukti : objektif dan subjektif

 penanganan sakti dan korban

-foto close up untuk korban

-mengamankan bukti dari mayat : pengamatan saat kematian

Pengamanan saksi : interview orang orang sekitar(subjektif )

Pengaman pelaku : melakukan pemeriksaan sementara terkait kejadian

 Tahap konsolidasi : evaluasi akhir  pembuatan berita acara(pengembangan dan


evaluasi untuk penyelidikan berikutnya)
 Penanganan barang bukti pada tempat steril di beri label
- Kendala :
 Eksternal : wilayah yang luas,tkp sulit di akses,waktu,cuaca,masyarakat
 Internal : masalah personil(kurangnya anggota),sarana prasarana
 Memegang barang di tkp tanpa handscoen
 Menginjak bercak darah
 Membuat bercak darah
- Persiapan sebelum : personil(pamapta,reskrim,bantek) dan perlengkapan
- Perjalanan : di bagi beberapa tim,saat perjalanan di bagi pada arah yang berbeda
- Dokter di butuhkan tergantung kasus : dokter membantu penyidikan di bidang forensic

2. Exhumation (ex: keluar, humus: bumi) bahasa Latin artinya keluar dari tanah atau
pengangkatan jenazah dari dalam tanah setelah penguburanuntuk mengetahui sebab
kematian atau mencari bukti lain seperti identitas korban
TUJUAN:
 memindahkan jenazah
 identifikasi ulang jenazah yang sudah dikuburkan
 menentukan sebab kematian:
 pada kasus asuransi dengan dua identitas maupun penentuan atas harta
warisan
 pada kasus pengadilan sipil seperti penyebab kematian yang salah duga,
penelantaran, kelalaian dalam malpraktek
 penyelidikan kasus keracunan dengan tingkat kecurigaan yang tinggi, kasus
kriminal seperti pembunuhan, kecurigaan terhadap pembunuhan yang disamarkan
sebagai bunuh diri atau tipe jenis kematian lainnya
 non forensic : untuk kebutuhan asuransi,untuk membuka lahan,pemindahan
makam ke kota lain

ALASAN dilakukan eksumasi:


a. Ilmu Pengetahuan
b. Masyarakat
c. Asuransi
d. Kriminal
Pihak yang Meminta Eksumasi:
 Pihak Asuransi
hak  meminta dilaksanakannya eksumasi atas dasar kecurigaan penyebab
kematianterutama kematian yang tidak wajar dan adanya pihak yang mendapat
keuntungan dari kematian korban
 Pada Kasus Sipil
pihak pengacara keluarga  dapat mengajukan surat permohonan eksumasi atas
nama pihak keluarga
Pada kasus ini pihak patologi forensik tidak selalu diminta hadir kecuali bila
dibutuhkan
 Pada Kasus Kriminal
Pada penyelidikan yang didasarkan oleh investigasi kriminal pihak negara maupun
penyidikmempunyai wewenang yang semu pada saat sebelum pemakaman dan
dapat membuat surat permintaan eksumasi dan otopsi yang diatur dalam undang-
undang.
Dasar Hukum Eksumasi untuk Kasus Pidana:
KUHAP Pasal 135
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian mayat,
dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana dimana dimaksud pasal 133 ayat (2) dan
pasal 134 ayat (1) undang-undang ini.

KUHAP Pasal 133 ayat (2)


Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis yang dalam surat disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

KUHAP Pasal 134 ayat (1)


Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak
mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga
korban
KUHAP Pasal 136
Semua biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam Bagian kedua Bab Xl ditanggung oleh negara.

KUHP Pasal 222


Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana paling banyak empat ribu lirna ratus rupiah.

KUHAP Pasal 180


1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat minta agar
diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dan terdakwa atau penasehat hukum terhadap
hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hakim memerintahkan agar
hal itu dilakukan penelitian ulang.
3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan uniuk dilakukan penelitian ulang
sebagaimana tersebut pada ayat (2).
4) Penelitian ulang sebagimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh instansi
semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai
wewenang untuk itu.

Tata Cara Persiapan Eksumasi Dugaan Kasus Kriminal:


 Penyidik  persiapan baik administrasi maupun koordinasi dengan berbagai pihak
antara lain:
 Keluarga/ahli waris
Prinsipnya sama dengan permintaan Visum et Repertum, sehingga tidak
meminta persetujuan namun hanya melakukan pemberitahuan kepada
keluarga/ahli warisnya saja bahwa penggalian kubur tersebut dilakukan
demi keadilan
 Petugas makam
 Pemuka agama setempat
 Kepala Desa/Ketua RT/Lurah setempat
 Pihak yang menyiapkan meja otopsi, air bersih, generator, tenda tertutup
dan lain-lain
 Samapta / Satuan Pengamanan untuk melakukan pengamanan
 Dokter Spesialis Forensik

 Apabila terdapat Dokter Forensik / Dokter umum di RS Bhayangkara setempat maka


dapat dihubungi dan dimintai keahliannya, namun apabila tidak ada maka penyidik
dapat meminta bantuan kepada Mabes Polri yakni Kapusdokkes Polri dengan tembusan
kepada Kabiddokkes Polda dan Kabiddokpol Pusdokkes Polri.

Tata Cara Pelaksanaan Eksumasi:


a. Waktu
 pagi hari, kecuali untuk menghindari massa dan publisitas.
 makam digali sehari sebelumnya padapagi hari, polisi, petugas patologi forensik dan
yang lainnya dapat tiba untuk melihat penggalian untuk menghindari rusaknya barang
bukti,
 namun apabila hal tersebut sulit penggalian kira-kira 2-3 jam sebelum pemeriksaan

b. siapa saja yang terlibat dan hadir pada pelaksanaan eksumasi, antara lain:
1) dokter forensik yang ditunjuk oleh penyidik ;
2) teknisi dokter forensik ;
3) dokter gigi atau ahli forensik odontologi ;
4) penyidik yang meminta dilaksanakannya eksumasi;
5) Jaksa ;
6) pencatat ;
7) fotografer forensik ;
8) ahli sidik jari ;
9) pihak keluarga atau ahli waris, jika pihak keluarga merupakan pihak yang meminta
dilaksanakannya eksumasi ;
10) pemuka masyarakat setempat ;
11) penggali makam.

c. Identifikasi Makam
 Harus diidentifikasi secara tepat sesuai prosedur dengan bantuan kerabat keluarga
dekatnya dan atau pegawai yang bertanggung jawab pada pemakaman tersebut.

d. Penutupan dan Pembatasan Area Eksumasi


 Area makam tempat pelaksanaan eksumasi biasanya diberi pembatas (Police Line)
biasanya pelaksanaan eksumasi selalu mengundang perhatian warga sekitar maupun
media massa.

e. Pengumpulan Tanah Makam


 Contoh tanah yang ada di permukaan makam, sekitar makam maupun di bawah makam
dikumpulkan
 Jika terdapat kecurigaan adanya dugaan kematian akibat racun untuk diperiksa lebih
lanjut
 Tanah dari seluruh peti mati dikumpulkan ditaruh dalam tempat yang terbuat dari kaca
secara terpisah

f. Pemeriksaan In Situ
 Pemeriksaan di tempat sangat membantu, karena pada saat peti dibuka dapat
langsung diperiksa keadaan mayatnya,
 dokumentasi saat peti dibuka Sebelumnya dilakukan pengukuran terhadap panjang,
lebar dan kedalaman liang kubur, batas-batas makam, arah makam, kondisi tanah dan
lain-lain.
 Pemeriksaan dan otopsi mayat langsungdilaksanakan di sekitar makam.
 Namun dapat juga dilakukan di kamar jenazah pemeriksaan post mortem.
 Sampel dari organ diambil
 Sampel tanah sekitar kuburan juga diambil.
 Setelah pemeriksaan dokter akan melakukan penjahitan kembali selanjutnya petugas
makam akan melakukan pembungkusan dengan kain kafan/ pakaian, pemandian,
pemetian dan penguburan kembali.

SEJARAH

 Sudah ada sejak zaman dahulu


 Namun, baru ditegaskan/ digalakkan setelah Perang Dunia II karena banyaknya korban
kejahatan perang yang tidak diketahui nasibnya
 Deklarasi Geneva 1949: Para relatif berhak mengetahui nasib dari keluarganya

PREVALENSI

 Ekshumasi dilakukan 6-7x/tahun/negara. Angka lebih tinggi mungkin dapat dijumpai


pada negara-negara konflik (seperti Irak)
 Kasus ekhumasi 62,4% terjadi pada mayat laki-laki → Menunjukkan bahwa laki-laki
lebih ekstrovert dan lebih agresif sehingga sering terlibat perkelahian yang berujung pada
kematian
 Mayat yang diekshumasi mayoritas berusia 16-29 tahun (43,6%) → remaja dan dewasa
muda sering terlbat tindakan kekerasan dan aktivitas berbahaya yang merenggut nyawa
(realita yang menyedihkan karena banyak generasi muda meninggal akibat kekerasan)
 Angka kesuksesan penemuan bukti-bukti mencapai 73.9% pada autopsi pertama dan
mencapai 76.9% pada autopsi kedua (setelah dilakukan ekshumasi)
 Kondisi mayat yang baik untuk ekshumasi adalah mayat yang 1 bulan dikuburkan.
Maksimal 2-6 bulan. Setelah itu, banyak barang bukti yang sudah hilang
EKSHUMASI TULANG
Jika tinggal tersisa tulang pada kuburan (misal: pada kuburan yang sangat tua) → tulang harus
direbus terlebih dahulu agar terjadi maserasi yang dapat membantu diagnosis lebih baik
dibandingkan jika melakukan pemeriksaan langsung pada tulang.

KENDALA DALAM EKSHUMASI

 Masyarakat: masyarakat yang mengetahui adanya proses ekshumasi cenderung


mendatangi lokasi dan dapat merusak barang bukti → sebaiknya ekshumasi dilakukan di
pagi hari untuk menghindari kerumunan warga
 Lokasi pemakaman: di Indonesia banyak pemakaman berada di kawasan padat penduduk
sehingga menyulitkan transportasi ke lokasi pemakaman
 Kondisi geografis: beberapa makam berada di tempat dengan curah hujan tinggi dan
seringkali liang kubur terendam air → jika pada ekshumasi liang kubur tergenang air,
maka sampel air harus diambil dan dimasukkan dalam wadah
 Agama: beberapa agama menganggap penggalian kubur tidak pantas dilakukan. Contoh:
dalam Islam, terdapat hadits yang melarang merusak atau membongkar makam, jenazah,
dan tulang orang-orang yang sudah meninggal → tetapi terdapat hukum 'Maqasid-al-
Shariat' yang mengizinkan pembongkaran makan jika terdapat 5 tujuan berikut:
 Melindungi agama
 Melindungi kehidupan dan kesehatan
 Melindungi keturunan
 Melindungi ilmu
 Melindungi kekayaan
Pelaksanaan eksumasi

Yang meminta eksumasi : di india,pemerintah setempat yang memerintah,amerika,inggris ;


jaksa, Indonesia : penyidik

Setiap kedalaman di catat

Berita acara dapat di serahkan ke keluarga untuk dapat di kuburkan keluarga


Daftar Pustaka

Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. (2004). Standar Kamar Jenazah. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (1999). Teknik Autopsi Forensik, Edisi 1. Jakarta:
Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Fikri. (2013). Analisis Yuridis Terhadap Delik Penganiayaan Berencana. Jurnal Ilmu Hukum
Legal Opinion Edisi 2, Volume 1. Tersedia pada
https://media.neliti.com/media/publications/150251-ID-analisis-yuridis-terhadap-delik-
pengania.pdf Accessed: 2021-03-16

Gordon I., Sharpiro H.A., Berson S.D. (1988). Forensic Medicine (a Guide to Principles). Third
Edition. Edinburgh, London, Melbourne, New York: Chirchill Livingstone.

Maudoma S.E.M. (2015). Penggunaan Kekerasan secara Bersama dalam Pasal 170 dan Pasal 358
KUHP. Lex Crimen. Vol.IV/No.6/Ags/2015.

Mirza FH, Adil SE, Memon AA, & Paryar HA. (2012). Exhumation - Nuisance to the dead,
justified?. Journal of Forensic & Legal Medicine; 19(6): 337-340.
Parinduri, A.G. (n.d). Ekshumasi. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik, Fakultas Kedokteran
USU, Rumah Sakit Haji Adam Malik

POLRI. (2013). Standar Operasi dan Prosedur Olah TKP. Kepolisian Negara Republik Indonesia
Daerah Kalimantan Timur, Direktorat Reserse Kriminal Khusus

Prastyanto AY & Hendrawati H. (2015). Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak


Pidana Pengeroyokan. Varia Justicia; 11(1): 29-39

Rahtinuka, T. (2014). Pelaksanaan Olah Tempat Kejadian Perkara Pada Tindak Pidana
Pembunuhan Berencana. Artikel Ilmiah. Diakses pada
https://media.neliti.com/media/publications/35204-ID-pelaksanaan-olah-tempat-kejadian-
perkara-tkp-pada-tindak-pidana-pembunuhan-beren.pdf.Accessed: 2021-03-17

RSUD R. Syamsudin, SH. (n.d). Pelayanan Forensik Patologi. [Online] Tersedia pada:
sipp.menpan.go.id [diakses pada 16 Maret 2021]

Sinaga L, Simatupang Y. (2020). Fungsi Olah Tempat Kejadian Perkara Guna Mengungkapkan
Kasus Penganiayaan Berat Ditinjau dari Sudut Hukum Acara Pidana. Volume 2, Nomor 2, Juli
2020, 129-136

Soekanto, S. (2002). Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Soesilo, R. (1991). KUHP serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor:
Politeia

Susanti R, Manela C, Hidayat T. (2015). Modul Autopsi Dalam. Padang: Bagian Forensik dan
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang

Tim Penyusun Modul Badan Diklat Kejaksaan RI. (2019). Modul Kedokteran Forensik. Jakarta:
Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Republik Indonesia.

Tjondroputranto H., Handoko R. Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Hukum Universitas


Indonesia. Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai