Kelompok 6 - K02 - Analisis Adiksi Penggunaan Gawai Terhadap Perilaku Anak Usia Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) Dan Sekol
Kelompok 6 - K02 - Analisis Adiksi Penggunaan Gawai Terhadap Perilaku Anak Usia Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) Dan Sekol
KU4184 Antropologi
Kelompok 6
Disusun oleh :
I. Latar Belakang
A. Das Sollen
1. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 28C (1)
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
2. Undang Undang No. 23 Tahun 2002 Pasal 11
Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang,
bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi
sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi
pengembangan diri.
3. Undang Undang No. 35 Tahun 2014 Pasal 26 Ayat (1)
Orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
a) mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak;
b) menumbuhkembangkan Anak sesuai dengan kemampuan, bakat,
dan minatnya;
c) mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak; dan
d) memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti
pada Anak.
B. Das Sein
1. Anak anak terserap menggunakan teknologi untuk hiburan sementara.
2. Anak anak memanfaatkan waktu luang hanya untuk berinteraksi dengan
perangkat yang diberikannya dan kurang memperhatikan sekitar.
3. Orangtua melalaikan kewajibannya kepada anak dengan cara membiarkan
anak menggunakan gadget sebagai distraksi sehingga anak tidak
menumbuhkembangkan kemampuan, bakat, dan minatnya secara
maksimal
V. Manfaat Penelitian
A. Sebagai sarana dalam mencari penyebab adanya anak-anak yang berada di jenjang
TK maupun SD yang mengalami adiksi terhadap penggunaan gawai sehingga
perilaku sosialnya pun bisa mengalami perubahan.
B. Memperluas wawasan masyarakat mengenai dampak yang mungkin terjadi dari
penggunaan gawai terhadap perilaku anak yang menggunakannya
C. Memberikan solusi yang dapat diberikan terhadap masalah anak-anak yang
teradiksi dengan penggunaan gawai, khususnya anak-anak yang berada di jenjang
TK maupun SD.
BAB II
LANDASAN TEORI
Hal yang menjadi dasar terjadinya kecanduan manusia adalah kenyataan bahwa
manusia selalu akan menginginkan tiga macam emosi positif atau perasaan yaitu
ketenangan, kesenangan dan fantasi. Terkadang manusia akan melakukan
berbagai cara untuk mendapatkan perasaan – perasaan tersebut dan
menghilangkan ketidaknyamanan dan kecemasan dalam hidup.
Menurut Soerjono Soekanto (2002: 243), peranan mencakup tiga hal, yaitu:
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan
rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam
kehidupan kemasyarakatan;
2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi;
3. Peranan yang dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.
Selain itu, yang termasuk dalam struktur kepribadian dasar menurut Kardiner,
Linton dan DuBois adalah:
1. Teknik berfikir (technique of thingkings)
2. Sikap terhadap benda hidup atau mati (attitude toward objects), misalnya
menerima atau menolak tergantung pengalaman sewaktu masih
kanak-kanak
3. Sistem keamanan dan kesejahteraan (security system), yang dapat dinilai
dari kecemasan (anxiety) dan kekecewaan karena ketidakberdayaan
(frustration) sewaktu masih kanak-kanak, dan pembentukan super ego
atau bagian kepribadian dari individu yang terbentuk dengan jalan
mengambil alih pandangan hidup dari orangtuanya
BAB III
METODE PENELITIAN
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan ke 7 orangtua yang memiliki anak, berikut
ini adalah rangkuman jawaban hasil wawancaranya:
No Teori Pertanyaan Hasil
Walaupun begitu, dapat dikatakan bahwa anak-anak tetap memiliki kegemaran lain diluar
bermain gawai ataupun aplikasi-aplikasi yang terkandung di dalam gawai mereka. Ada
anak-anak yang memiliki hobi bermain bola, masak-masakan ataupun
permainan-permainan sejenisnya. Ada pula anak-anak yang diarahkan oleh orangtuanya
untuk mengembangkan minat dan bakat melalui kursus ataupun ekskul.
Maka dapat dilihat bahwa dalam populasi seluruh anak-anak SD dan TK yang
menggunakan gawai, terdapat sebagian dari populasi tersebut yang menggunakan
gawainya dengan frekuensi yang tergolong tinggi. Meskipun begitu, mayoritas anak-anak
tetap memiliki aktivitas lain selain penggunaan gawai untuk dilakukan karena ada
dorongan dari orangtua mereka untuk berlaku demikian, dan karena penggunaan gawai
tetap diawasi dan dibatasi.
Alasan dan keperluan seorang anak untuk menggunakan gawai juga dapat terbilang
variatif. Tetapi kebanyakan orangtua menyebutkan bahwa alasan anaknya menggunakan
gawai adalah untuk keperluan komunikasi dengan orangtua dan teman sebaya, sumber
hiburan dan pengisi waktu senggang, serta sebagai sarana untuk pembelajaran di luar
kelas (penyerapan informasi dari luar). Fitur layanan setiap gawai yang digunakan
variatif, akan tetapi fitur-fitur yang digunakan oleh anak hanyalah fitur-fitur yang mudah
dipahami oleh anak, seperti Youtube, Instagram, dan games. Beberapa fitur lain juga
telah dibatasi oleh orangtua untuk mencegah agar anak tidak teradiksi menggunakan fitur
tersebut.
Setelah meninjau lebih jauh lagi, diperoleh bahwa terdapat alasan mengapa seorang anak
sangat sering dan rutin menggunakan gawai sehingga seolah-olah ‘teradiksi’ dengan
gawai tersebut. Faktor penyebab pertama ialah faktor dari wali anak itu sendiri, yakni
orangtua, karena orangtua kurang mengendalikan pemakaian gawai oleh anak, maka
frekuensi pemakaian gawai tersebut bisa mencapai nilai yang tinggi. Selanjutnya ialah
fitur-fitur yang terdapat dalam gawai tersebut. Fitur-fitur yang sering digunakan anak
meliputi games, media sosial, Youtube dan juga internet secara keseluruhan. Faktor
ketiga adalah mudahnya fitur-fitur tersebut diakses ketika anak sudah mendapatkan izin
dari orangtua untuk menggunakan gawai. Tidak dapat dipungkiri, pada zaman sekarang
desain gawai sudah sedemikian rupa sehingga anak kecil pun mudah menggunakannya
sehingga ia tidak segan untuk menggunakannya lagi dan lagi.
Menurut Teori Kebutuhan Maslow, kebutuhan dasar manusia dapat dibagi dalam 5
tingkatan, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan kasih
sayang, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Agar seorang
manusia dapat mencapai tingkatan selanjutnya, kebutuhan tingkatan sebelumnya haruslah
sudah tercapai, dan apabila ia sudah berada di tingkat atas dan ada kebutuhan di tingkat
bawah yang habis, maka pencariannya akan kembali ke tingkat bawah. Pada masa
modern ini, karena mayoritas anak masih hidup bersama orangtua mereka, maka dapat
diasumsikan bahwa kebutuhan di tingkat pertama (kebutuhan fisiologis) dan kebutuhan di
tingkat dua (rasa aman ) sudah tercapai.
Selanjutnya, anak mencari kebutuhan di tingkat tiga, yaitu kasih sayang. Kebutuhan ini
seringkali kurang dapat diberikan oleh orangtua, didorong oleh orangtua yang juga sibuk
bekerja, oleh karena itu, anak cenderung mencari pemenuhan kebutuhan ini dengan
sarana lain, semisal berbicara dengan teman atau orangtuanya melalui gawai. Apabila itu
sudah dipenuhi, maka anak akan mencari pemenuhan kebutuhan di tingkat selanjutnya,
yaitu penghargaan, dan selanjutnya aktualisasi diri. Hal-hal tersebut bisa datang dari
berbagai games yang tersedia di gawai. Setiap games di gawai akan memberikan
apresiasi kepada pemainnya ketika ia menyelesaikan suatu tantangan tertentu, sehingga
memberikan pemenuhan terhadap kebutuhan anak akan pencapaian dan aktualisasi diri.
Hal-hal tersebut bersesuaian dengan hasil penelitian kami, yaitu bahwa anak cenderung
sering menggunakan gawai karena ingin berkomunikasi, ingin mengisi kebosanan dan
waktu luang, serta agar tidak terlihat ketinggalan zaman oleh teman-teman sebayanya.
II. Analisis Rumusan Masalah II
Hasil wawancara menunjukkan bahwa ada beberapa variatif dampak yang dirasakan oleh
orangtua mengenai penggunaan gawai oleh anak. Dampak yang paling signifikan yang
dirasakan adalah munculnya rasa individual ketika menggunakan gawai. Sikap individu
dibuktikan dengan menurunnya kepekaan anak terhadap sesama dan lingkungannya pada
saat yang sama ketika fokus anak sepenuhnya diberikan kepada proses penggunaan
gawai.
Selain meningkatkan sifat individual pada anak, orangtua juga menyatakan bahwa anak
terlihat sering mengingat untuk minta diizinkan dalam menggunakan gawai. Hal ini
merupakan salah satu bukti bahwa adanya sikap adiksi anak terhadap gawai dalam
kehidupan sehari-harinya. Walaupun begitu, mayoritas narasumber menjelaskan bahwa
biasanya anak mengingat untuk diberikan gawai pada saat memiliki waktu senggang atau
pada waktu tidak ada teman bermain.
Beberapa narasumber yang telah membatasi penggunaan gawai menjadi beberapa kali
selama seminggu dan disertai dengan durasi tertentu setiap pemakaiannya, secara garis
besar, memberi pengakuan bahwa penggunaan gawai tidak memberi dampak yang
negatif dan signifikan kepada anak. Berbeda dengan anak yang tidak dibatasi dalam
penggunaannya, anak yang dibatasi tidak terlalu mengingat atau meminta untuk diizinkan
menggunakan gawai. Hal ini dijelaskan oleh orangtua bahwa kemungkinan besar hal ini
dikarenakan kebiasaan tersebut dan juga si anak telah belajar untuk membatasi diri
sendiri.
Penelitian (Chusna, 2015) menunjukkan bahwa radiasi dalam gawai yang dapat merusak
jaringan syaraf dan otak anak bila anak sering menggunakan gadget. Selain itu,
pemakaian gawai berlebihan juga dapat menurunkan daya aktif anak dan kemampuan
anak untuk berinteraksi dengan orang lain. Anak juga menjadi lebih individual dengan
zona nyaman sehingga kurang memiliki sikap peduli terhadap teman bahkan orang lain.
Teori belajar sosial yang dikemukakan oleh Albert Bandura, menyatakan bahwa perilaku
seseorang dipengaruhi oleh kepribadian orang tersebut dan juga lingkunganya. Bandura
menjelaskan hubungan ini dalam teori reciprocal triadic cause y ang menyangkut tiga
komponen, yaitu kepribadian (person), perilaku (behavior), dan lingkungan
(environment); dimana ketiga komponen ini berkaitan erat dan berperan penting dalam
psikologi sosial setiap manusia. Hal ini bersesuaian dengan hasil penelitian dimana
bersamaan dengan menurunnya kepekaan lingkungan dan sesama, ada beberapa orangtua
yang merasa bahwa hal ini didukung dengan keadaan bahwa teman-teman sebaya anak
juga menggunakan gawai di kehidupan sosial mereka sehari-hari. Dengan keadaan bahwa
setiap anak membawa dan juga menggunakan gawai ketika bersosialisasi di luar rumah,
mendukung anak lain untuk menggunakan gawai. Hal ini juga didukung dengan teori
psikososial Erikson, yang menyatakan bahwa anak berusia 6-12 tahun, yang disebut
sebagai tahap industry versus inferiority, dimana pengaruh teman sebaya lebih besar
daripada peran orangtua.
Walaupun demikian, masih terdapat sikap kecurigaan atau kekhawatiran dari pihak
orangtua mengenai penggunaan gawai oleh anak mereka. Kecurigaan tersebut ditandai
oleh kecemasan mereka terhadap kemungkinan bahwa anak mereka dapat mengalami
perubahan ego akibat pengaruh penggunaan gawai yang terlalu sering dan terlalu lama,
kurangnya kemampuan bersosialisasi, terganggunya pendidikan anak di sekolah, dan
berkurangnya kedekatan dengan keluarga. Hal-hal tersebut terbukti menjadi
pertimbangan kontra bagi orangtua dalam hal memperbolehkan anak mereka
menggunakan gawai. Untuk menindaklanjutinya, orangtua membuat peraturan-peraturan
yang ketat yang dianggap bisa menjamin bahwa anak menggunakan gawai hanya
secukupnya, dan gawai digunakan di tempat dan waktu yang tepat. Peraturan-peraturan
tersebut dapat mengatur frekuensi dan durasi penggunaan gawai, tempat penggunaan
gawai (semisal hanya boleh digunakan di rumah), konteks penggunaan (untuk belajar
saja). Sebagai tindakan lain untuk menjauhkan anak dari gawai, orangtua juga berusaha
untuk mengajak anak melakukan kegiatan-kegiatan yang lebih positif, dan apabila anak
tetap bersikeras dalam menggunakan gawainya orangtua menegur anaknya. Menurut
kami, semua peraturan dan tindakan yang dibuat orangtua memang akan mengurangi
frekuensi pemakaian oleh anak, tetapi tidak akan mengurangi motivasi anak untuk
menggunakan gawainya. Jadi, walaupun secara fisik anak sudah tidak menggunakan
gawai, belum tentu gawai tersebut tidak ada di pikirannya.
Menurut teori belajar oleh B.F. Skinner, perilaku manusia masih dapat dimodelkan
berdasarkan teori pengondisian klasik. Dalam pengondisian terdapat 2 jenis perlakuan,
yaitu penguatan dan juga hukuman. Penguatan dilakukan ketika sebuah tindakan atau
budaya positif telah dilakukan, maka penguatan dilakukan semisal dengan memberikan
apresiasi. Harapannya adalah kedepannya, probabilitas dilakukannya hal positif tersebut
akan menjadi lebih tinggi. Sebaliknya, hukuman dilakukan ketika ada tindakan atau
budaya negatif telah dilakukan, maka hukuman semisal dengan memberikan teguran
dilakukan. Harapannya adalah kedepannya, probabilitas dilakukannya hal negatif tersebut
telah dikurangi. Dalam konteks penelitian ini, hukuman maupun penguatan diberikan
oleh orangtua. Hukuman dan penguatan diberikan berdasarkan peraturan yang telah
dibuat oleh orangtua untuk menjaga agar anak tidak terkena dampak negatif penggunaan
gawai yang berlebihan. Pelanggaran terhadap peraturan tersebut akan menyebabkan
hukuman dijatuhkan kepada anak, hukuman dapat berupa penyitaan gawai ataupun
hukuman lainnya. Apabila peraturan tersebut dipatuhi, penguatan diberikan berupa
kelanjutan izin penggunaan gawai.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
Wikipedia.org (2019), Uses and gratifications theory, diakses pada 19 Oktober 2019 melalui
https://en.wikipedia.org/wiki/Uses_and_gratifications_theory
Dictio.id (2017), Apa yang dimaksud dengan teori perilaku terencana atau theory of planned
behavior, diakses pada 19 Oktober 2019 melalui
https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-teori-perilaku-terencana-atau-theory-of-plann
ed-behavior/4897
Chusna, Puji Asmaul. (2017). Pengaruh Media Gadget pada Perkembangan Karakter Anak.
Dinamika Penelitian: Media Komunikasi Sosial Keagamaan, 315-330.
Novitasari, W., & Khotimah, N. (2016). Dampak penggunaan gadget terhadap interksi sosial
anak usia 5-6 tahun. Jurnal PAUD Teratai, 5(3), 182-186.
http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/paudteratai/article/view/17261/15693. Diakses
pada 2 Oktober 2019.