Anda di halaman 1dari 22

Analisis Adiksi Penggunaan Gawai Terhadap Perilaku Anak Usia

Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD)

KU4184 Antropologi

Kelompok 6

Disusun oleh :

1. Laurentius Michael (10118060)


2. Dimas Nino Raditya Septianto (12017018)
3. Nisrina Yumna Khairunnisa (13517017)
4. Mahanti Indah Rahajeng (13517085)
5. Diandri Taqia Alnindya (15217085)
6. Dezaida Alliendra Ramadhani (15416030)
7. Febby Nur Salsabila (17518003)
8. Andrew Dani Arianto (18216016)
9. Wendy Anastasia Yeoda (19017265)

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


2019
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
A. Das Sollen
1. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 28C (1)
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
2. Undang Undang No. 23 Tahun 2002 Pasal 11
Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang,
bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi
sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi
pengembangan diri.
3. Undang Undang No. 35 Tahun 2014 Pasal 26 Ayat (1)
Orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
a) mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak;
b) menumbuhkembangkan Anak sesuai dengan kemampuan, bakat,
dan minatnya;
c) mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak; dan
d) memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti
pada Anak.

B. Das Sein
1. Anak anak terserap menggunakan teknologi untuk hiburan sementara.
2. Anak anak memanfaatkan waktu luang hanya untuk berinteraksi dengan
perangkat yang diberikannya dan kurang memperhatikan sekitar.
3. Orangtua melalaikan kewajibannya kepada anak dengan cara membiarkan
anak menggunakan gadget sebagai distraksi sehingga anak tidak
menumbuhkembangkan kemampuan, bakat, dan minatnya secara
maksimal

II. Identifikasi Masalah


A. Anak anak menggunakan teknologi untuk manfaat sementara dan bukan jangka
panjang.
B. Anak anak lebih suka bermain gawai dan kurang peduli terhadap lingkungan
sekitar.
C. Orangtua membiarkan anak menggunakan gawai tanpa batas waktu.
III. Rumusan Masalah
A. Mengapa anak mengalami ​adiksi​ penggunaan gawai?
B. Apa dampak penggunaan gawai terhadap ​perilaku​ anak?
C. Bagaimana ​peranan​ orangtua dalam menanggapi dampak penggunaan gawai
pada anak?

IV. Tujuan Penelitian


A. Mencari penyebab anak mengalami adiksi penggunaan gawai.
B. Mengetahui dampak penggunaan gawai terhadap perilaku anak.
C. Mencari bagaimana peranan orangtua dalam menanggapi dampak penggunaan
gawai pada anak.

V. Manfaat Penelitian
A. Sebagai sarana dalam mencari penyebab adanya anak-anak yang berada di jenjang
TK maupun SD yang mengalami adiksi terhadap penggunaan gawai sehingga
perilaku sosialnya pun bisa mengalami perubahan.
B. Memperluas wawasan masyarakat mengenai dampak yang mungkin terjadi dari
penggunaan gawai terhadap perilaku anak yang menggunakannya
C. Memberikan solusi yang dapat diberikan terhadap masalah anak-anak yang
teradiksi dengan penggunaan gawai, khususnya anak-anak yang berada di jenjang
TK maupun SD.
BAB II
LANDASAN TEORI

I. Teori Rumusan Masalah 1


A. Teori Adiksi
Soetjipto (2007) menyebutkan bahwa kecanduan adalah suatu gangguan yang
sifatnya kumat-kumatan atau kronis, ditandai dengan perbuatan kompulsif yang
dilakukan seseorang secara berulang-ulang untuk mendapatkan pada kepuasan
aktivitas kepuasaan tertentu.

Istilah kecanduan juga digunakan untuk menyebut ketergantungan pada


permasalahan sosial seperti judi, kompulsif makan, adiksi shopping, bahkan
internet khususnya game online (dalam Pratiwi dkk, 2012:2). ​Terdapat 10 ciri-ciri
perilaku adiktif yaitu :
● Pola perilaku yang tidak terkontrol
● Adanya konsekuensi – konsekuensi sebagai akibat dari perilaku
● Ketidakmampuannya untuk menghentikan perilaku
● Terjadinya self – destructive yang terus menerus
● Keinginan atau usaha terus menerus untuk meminimalisir perilaku
● Menggunakan perilaku sebagai ​strategi​ coping
● Bertambahnya tingkat perilaku dikarenakan tingkat aktivitas dari perilaku
selama ini sudah tidak memuaskan lagi atau tidak cukup.
● Perubahan mood
● Banyaknya waktu yang digunakan untuk melakukan perilaku tersebut atau
berusaha untuk menghilangkan.
● Aktivitas bekerja, rekreasi dan sosial yang penting menjadi terabaikan
karena perilaku tersebut.

Hal yang menjadi dasar terjadinya kecanduan manusia adalah kenyataan bahwa
manusia selalu akan menginginkan tiga macam ​emosi positif atau perasaan yaitu
ketenangan, kesenangan dan fantasi. Terkadang manusia akan melakukan
berbagai cara untuk mendapatkan perasaan – perasaan tersebut dan
menghilangkan ketidaknyamanan dan kecemasan dalam hidup.

B. Teori Penggunaan dan Pemenuhan Kebutuhan (​Uses and Gratification Theory​)


Teori penggunaan dan pemenuhan kebutuhan adalah salah satu teori komunikasi
dimana titik-berat penelitian dilakukan pada pemirsa sebagai penentu pemilihan
pesan dan media.
Pemirsa dilihat sebagai individu aktif dan memiliki tujuan, mereka bertanggung
jawab dalam pemilihan media yang akan mereka gunakan untuk memenuhi
kebutuhan mereka dan individu ini tahu kebutuhan mereka dan bagaimana
memenuhinya. Media dianggap hanya menjadi salah satu cara pemenuhan
kebutuhan dan individu bisa jadi menggunakan media untuk memenuhi
kebutuhan mereka, atau tidak menggunakan media dan memilih cara lain.

II. Teori Rumusan Masalah 2


A. Teori Perilaku Terencana
Teori perilaku terencana (​Theory of Planned Behavior)​ yang dikemukakan oleh
Ajzen dan Fishbein menjelaskan mengenai perilaku spesifik dalam diri individu.
Teori ini memprediksi dan menjelaskan perilaku manusia dalam konteks tertentu.
Menurut Ajzen dan Fishbein, sikap dan kepribadian seseorang berpengaruh
terhadap perilaku tertentu hanya jika secara tidak langsung dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang berkaitan erat dengan perilaku (Ajzen, 1991:2 dalam
Kurniasari, 2005:15). Masih dalam teori perilaku terencana, faktor utama dari
suatu perilaku yang ditampilkan individu adalah intensi untuk menampilkan
perilaku tertentu (Ajzen, 1991:6 dalam Kurniasari, 2005:16).

Teori perilaku terencana memiliki 3 variabel independen.

● Pertama adalah ​sikap terhadap perilaku dimana seseorang melakukan


penilaian atas sesuatu yang menguntungkan dan tidak menguntungkan.
● Kedua adalah ​faktor sosial​ disebut norma subjektif, hal tersebut mengacu
pada tekanan sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak
melakukan suatu tindakan.
● Ketiga ​anteseden ​niat​ adalah tingkat ​persepsi​ pengendalian perilaku
yang, seperti yang kita lihat sebelumnya, mengacu pada persepsi
kemudahan atau kesulitan melakukan perilaku, dan diasumsikan untuk
mencerminkan pengalaman masa lalu sebagai antisipasi hambatan dan
rintangan (Ajzen, 1991).

B. Teori Belajar Vygotsky


Teori Vygotsky menawarkan suatu potret perkembangan manusia sebagai sesuatu
yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya. Vygotsky
menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti ingatan,
perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan temuan-temuan
masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan alat-alat ingatan. Ia juga
menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari
orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut. Vygotsky
lebih banyak menekankan peranan orang dewasa dan anak-anak lain dalam
memudahkan perkembangan si anak.
Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar
seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan perhatian.
Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti
ingatan, berfikir dan menyelesaikan masalah. Fungsi-fungsi mental yang lebih
tinggi ini dianggap sebagai ”alat kebudayaan” tempat individu hidup dan alat-alat
itu berasal dari budaya. Alat-alat itu diwariskan pada anak-anak oleh
anggota-anggota kebudayaan yang lebih tua selama pengalaman pembelajaran
yang dipandu. Pengalaman dengan orang lain secara berangsur menjadi semakin
mendalam dan membentuk gambaran batin anak tentang dunia. Karena itulah
berpikir setiap anak dengan cara yang sama dengan anggota lain dalam
kebudayaannya.

Menurut Vygotsky (1962), keterampilan-keterampilan dalam keberfungsian


mental berkembang melalui interaksi sosial langsung. Informasi tentang alat-alat,
keterampilan-keterampilan dan hubungan-hubungan interpersonal kognitif
dipancarkan melalui interaksi langsung dengan manusia. Melalui
pengorganisasian pengalaman-pengalaman interaksi sosial yang berada di dalam
suatu latar belakang kebudayaan ini, perkembangan mental anak-anak menjadi
matang.

Meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri beberapa konsep


melalui pengalaman sehari-hari, Vygotsky percaya bahwa anak akan jauh lebih
berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tidak akan pernah
mengembangkan pemikiran operasional formal tanpa bantuan orang lain.

Vygotsky mencari pengertian bagaimana anak-anak berkembang dengan melalui


proses belajar, dimana fungsi-fungsi kognitif belum matang, tetapi masih dalam
proses pematangan. Vygotsky membedakan antara aktual development dan
potensial development pada anak. Actual development ditentukan apakah seorang
anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa atau guru. Sedangkan
potensial development membedakan apakah seorang anak dapat melakukan
sesuatu, memecahkan masalah di bawah petunjuk orang dewasa atau kerjasama
dengan teman sebaya.

III. Teori Rumusan Masalah 3


A. Teori Peranan
Peranan menurut Poerwadarminta (1995:751) adalah “tindakan yang dilakukan
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu peristiwa” Berdasarkan pendapat
di atas peranan adalah tindakan yang dilakukan orang atau sekelompok orang
dalam suatu peristiwa, peranan merupakan perangkat tingkah laku yang
diharapkan, dimiliki oleh orang atau seseorang yang berkedudukan di masyarakat.
Kedudukan dan peranan adalah untuk kepentingan pengetahuan, keduanya tidak
dapat dipisahkan satu sama lain.

Setiap orang memiliki macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola


pergaulan hidupnya. Hal ini sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa
yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang
diberikan oleh masyarakat kepadanya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat
diambil pengertian bahwa peranan merupakan penilaian sejauh mana fungsi
seseorang atau bagian dalam menunjang usaha pencapaian tujuan yang ditetapkan
atau ukuran mengenai hubungan 2 (dua) variabel yang merupakan hubungan
sebab akibat.

Menurut Soerjono Soekanto (2002: 243), peranan mencakup tiga hal, yaitu:
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan
rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam
kehidupan kemasyarakatan;
2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi;
3. Peranan yang dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.

Begitu pentingnya peranan sehingga dapat menentukan status kedudukan


seseorang dalam pergaulan masyarakat. Posisi seseorang dalam masyarakat
merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu pada organisasi
masyarakat. Hal inilah yang hendaknya kita pikirkan kembali, karena
kecenderungan untuk lebih mementingkan kedudukan daripada peranan. Hal ini
juga yang menunjukkan gejala yang lebih mementingkan nilai materialisme
daripada spiritualisme. Nilai materialisme dalam kebanyakan hal diukur dengan
adanya atribut-atribut atau ciri-ciri tertentu yang bersifat lahiriah dan di dalam
kebanyakan hal bersifat konsumtif. Tinggi rendahnya prestise seseorang diukur
dari atribut-atribut lahiriah tersebut.
B. Teori Struktur Kepribadian Dasar
Struktur kepribadian dasar menurut Kardiner, Linton dan DuBois (1961) adalah
“Alat penyesuaian diri individu, yang umum bagi semua individu di dalam suatu
masyarakat”. Mereka juga mengatakan, bahwa “Intisari dari kepribadian, yang
dimiliki oleh kebanyakan anggota masyarakat, sebagai akibat pengalaman mereka
pada masa kanak-kanak yang sama”.

Selain itu, yang termasuk dalam struktur kepribadian dasar menurut Kardiner,
Linton dan DuBois adalah:
1. Teknik berfikir (​technique of thingkings)​
2. Sikap terhadap benda hidup atau mati (​attitude toward objects​), misalnya
menerima atau menolak tergantung pengalaman sewaktu masih
kanak-kanak
3. Sistem keamanan dan kesejahteraan (​security system​), yang dapat dinilai
dari kecemasan (​anxiety​) dan kekecewaan karena ketidakberdayaan
(​frustration)​ sewaktu masih kanak-kanak, dan pembentukan super ego
atau bagian kepribadian dari individu yang terbentuk dengan jalan
mengambil alih pandangan hidup dari orangtuanya
BAB III
METODE PENELITIAN

I. Lokasi, Objek, dan Waktu Penelitian


A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian dilakukan yaitu di Kota
Bandung, Jawa Barat.
B. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah orangtua yang memiliki anak yang sedang bersekolah di
Taman Kanak-Kanak (TK) atau Sekolah Dasar (SD).
C. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2019.

II. Teknik Pengumpulan Data


Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dengan
narasumber . Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data kualitatif yang digunakan
sebagai sumber data primer untuk penelitian ini. Wawancara dilakukan dengan tanya
jawab dengan pihak yang bersangkutan untuk memperoleh data dan informasi yang
dibutuhkan. Dalam melakukan wawancara, beberapa pertanyaan yang diajukan ada yang
berbentuk pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka.

III. Teknik Analisis Data


Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif,
yaitu data yang sudah dikumpulkan dikelompokkan sehingga dapat memperlihatkan
gambaran yang seutuhnya

IV. Daftar Pertanyaan


Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang disusun sesuai dengan landasan teori.
No Teori Pertanyaan

1 Teori Adiksi Seberapa seringkah anak menggunakan gawai?

2 Aplikasi apa yang digemari anak ketika menggunakan gawai?

3 Selain bermain gawai, apa kegiatan lain yang digemari anak?

4 Teori Penggunaan Mengapa anak menggunakan gawai pada kegiatan


dan Pemenuhan sehari-harinya?
Kebutuhan
5 Apakah fitur layanan gawai variatif?
6 Apakah fitur layanan gawai mudah dipahami oleh anak?

7 Teori Perilaku Apakah anak lebih menyukai bermain smartphone dibandingkan


dengan berinteraksi/bermain dengan keluarga, teman dan
lingkungannya?

8 Apakah ketika anak menggunakan gawai, ia tampak cenderung


individual dan kurang peka terhadap lingkungan?

9 Teori Belajar Apakah anak secara konstan mengingat untuk menggunakan


Vygotsky gawai?

10 Apakah anak susah untuk berhenti bermain gawai ketika


diperintah?

11 Teori Peranan Apakah orangtua sudah membuat peraturan-peraturan untuk


membimbing anak dalam menggunakan gawai? Jika iya,
peraturan seperti apakah itu?

12 Bagaimana tanggapan dan perilaku orangtua ketika anak terlalu


sering bermain gawai?

13 Apa yang dapat dilakukan orangtua untuk memastikan anak


tidak teradiksi dengan gawainya?

14 Teori Struktur Mengapa orangtua memperbolehkan anaknya menggunakan


Kepribadian Dasar gawai? Apakah lebih baik jika anak tidak diperbolehkan
menggunakan gawai?

15 Adakah kecemasan dari orangtua mengenai apa yang mungkin


terjadi apabila anak terlalu sering menggunakan gawai? Jika
ada, apa langkah yang diambil untuk menindaklanjuti
kecemasan tersebut?
BAB IV
HASIL PENELITIAN

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan ke 7 orangtua yang memiliki anak, berikut
ini adalah rangkuman jawaban hasil wawancaranya:
No Teori Pertanyaan Hasil

1 Teori Adiksi Seberapa seringkah anak Frekuensi anak dalam menggunakan


menggunakan gawai? gawai adalah berbeda-beda tergantung
izin dari orangtua. Dari hasil wawancara,
sebagian anak menggunakan gawai
setiap harinya walaupun durasinya
variatif, ada yang hingga 4 jam dan ada
juga yang hanya 15 menit per
pemakaian. Selain itu, ada juga orangtua
yang telah membatasi pemakaian gawai
hingga beberapa kali seminggu,
contohnya ada yang membatasi
penggunaan gawai 2 kali seminggu.

2 Aplikasi apa yang Hasil wawancara menunjukkan bahwa


digemari anak ketika anak dibawah kelas 3 SD mayoritas
menggunakan gawai? menggemari aplikasi YouTube untuk
menonton kartun atau dongeng, dan juga
​ ntuk anak yang diatas
aplikasi ​game. U
kelas 3 SD menggemari aplikasi media
sosial seperti WhatsApp dan Instagram.

3 Selain bermain gawai, apa Mayoritas anak juga menggemari


kegiatan lain yang bermain dengan teman sebayanya,
digemari anak? seperti bermain bola ataupun
masak-masakan. Selain bermain, ada
juga orangtua yang mengalokasikan
bakat dan talentanya dengan
berpartisipasi ke dalam kursus atau
ekskul.

4 Teori Mengapa anak Alasan dan keperluan yang dipaparkan


Penggunaan menggunakan gawai pada oleh orangtua anak adalah variatif.
dan Pemenuhan kegiatan sehari-harinya? Kebanyakan beralasan penggunaan
gawai oleh anak adalah sebagai
Kebutuhan
keperluan komunikasi, entah dengan
keluarga ataupun teman sebaya. Ada
juga yang beralasan sebagai sumber
hiburan sementara dan pengisi waktu
senggang. Sebagian kecil beralasan
bahwa penggunaan untuk media
pembelajaran dan penyerapan informasi
luar.

5 Apakah fitur layanan Semua narasumber menjawab variatif,


gawai variatif? walaupun beberapa orangtua mengaku
telah membatasi akses fitur gawai
terhadap anaknya untuk mencegah
penyalahgunaan dan pertumbuhan sikap
adiksi.

6 Apakah fitur layanan Semua narasumber menjawab bahwa


gawai mudah dipahami layanan gawai mudah dipahami oleh
oleh anak? anak.

7 Teori Perilaku Apakah anak lebih Mayoritas orangtua yang mengaku


menyukai bermain bahwa anak tetap menggunakan gawai
smartphone dibandingkan saat berkumpul dengan orang banyak,
dengan dan beberapa orangtua menyatakan
berinteraksi/bermain bahwa hal ini dapat juga dikarenakan
dengan keluarga, teman teman-teman sebayanya juga
dan lingkungannya? menggunakan gawai selagi berkumpul.
Tetapi ada juga narasumber merasa anak
mereka lebih memilih untuk berinteraksi
dengan keluarga dan teman sebaya.

8 Apakah ketika anak Mayoritas narasumber menyatakan


menggunakan gawai, ia bahwa anak mereka menunjukkan sikap
tampak cenderung kurang peka terhadap lingkungan dan
individual dan kurang sesama ketika menggunakan gawai, hal
peka terhadap ini terlihat bahwa fokus mereka tertuju
lingkungan? pada permainan atau tontonan yang
diputar.

9 Teori Belajar Apakah anak secara Orangtua yang memberi batasan


Vygotsky konstan mengingat untuk penggunaan gawai kepada anaknya
menggunakan gawai? memaparkan bahwa anak mereka lebih
sering mengingat untuk diizinkan
menggunakan gawai ketika memiliki
waktu senggang atau ketika tidak ada
teman bermain. Sedangkan, orangtua
yang tidak membatasi penggunaan
gawai, memaparkan bahwa anak mereka
konstan mengingat untuk diberi gawai
dalam keseharian.

10 Apakah anak susah untuk Mayoritas orangtua mengaku bahwa


berhenti bermain gawai anak mereka susah diberhentikan dalam
ketika diperintah? penggunaan gawai, ada beberapa anak
yang dirasa perlu dibentak bahkan
dipaksa untuk berhenti. Tetapi, ada
beberapa orangtua yang telah membatasi
penggunaan gawai, merasa bahwa anak
mereka tidak susah untuk diberhentikan.
Hal ini dikatakan bahwa kemungkinan
besar didukung oleh fakta bahwa anak
terbiasa dibatasi sehingga ia pun belajar
untuk membatasi diri.

11 Teori Peranan Apakah orangtua sudah Semua narasumber menyatakan bahwa


membuat ada peraturan yang telah dibuat. Ada
peraturan-peraturan untuk bermacam-macam peraturan, contohnya
membimbing anak dalam hanya boleh menggunakan gawai di
menggunakan gawai? Jika dalam rumah, frekuensi dan durasi
iya, peraturan seperti pemakaian yang telah ditentukan, tidak
apakah itu? boleh digunakan saat belajar kecuali
untuk ​browsing ​bahan pelajaran, hingga
hanya boleh mengakses aplikasi tertentu.

12 Bagaimana tanggapan dan Orangtua prihatin dan menegur anaknya


perilaku orangtua ketika ketika terlalu sering bermain gawai, dan
anak terlalu sering membatasi penggunaannya apabila
bermain gawai? sudah terlihat tidak dapat dikendalikan
penggunaannya.

13 Apa yang dapat dilakukan Sebagian orangtua berusaha membujuk


orangtua untuk anak untuk mengurangi penggunaannya
memastikan anak tidak dan memperbanyak kegiatan lain
teradiksi dengan (semisal sholat, mengaji), ada juga
gawainya? orangtua yang menyembunyikan
gawainya agar tidak dapat diakses anak
tanpa izin orangtua

14 Teori Struktur Mengapa orangtua Gawai dapat digunakan sebagai sumber


Kepribadian memperbolehkan anaknya hiburan, untuk mengisi waktu luang dan
Dasar menggunakan gawai? kebosanan, selain itu gawai juga dapat
Apakah lebih baik jika digunakan untuk mendapatkan
anak tidak diperbolehkan informasi-informasi penting (semisal
menggunakan gawai? untuk pengerjaan PR) dan juga dapat
digunakan untuk berkomunikasi dengan
orangtua ketika orangtua sedang tidak di
rumah serta agar anak tidak terlihat
kurang pergaulan

15 Adakah kecemasan dari Kecemasan yang seringkali timbul dalam


orangtua mengenai apa hal ini adalah bahwa ego anak bisa
yang mungkin terjadi berubah, kedekatan dengan keluarga bisa
apabila anak terlalu sering berkurang, sekolah bisa terganggu, anak
menggunakan gawai? Jika kurang bersosialisasi, dan anak
ada, apa langkah yang kecanduan pada gawainya. Langkah
diambil untuk yang diambil adalah dengan membangun
menindaklanjuti komunikasi yang baik antara orangtua
kecemasan tersebut? dan anak, memberi aturan yang ketat
dalam hal penggunaan gawai, memberi
pemberitahuan mengenai dampak negatif
penggunaan gawai dan mengawasi
penggunaan gawai oleh anak.
BAB V
ANALISIS

I. Analisis Rumusan Masalah I


Dari hasil wawancara dengan orangtua anak didapatkan bahwa ditinjau dari frekuensinya,
anak-anak bermain gawai dengan frekuensi yang cukup variatif, semuanya tergantung
dari izin orangtua mereka masing-masing. Ada beberapa orangtua yang memperbolehkan
anaknya untuk menggunakan gawai hingga 4 jam sehari, dan ada pula yang hanya
mengizinkan anaknya untuk bermain gawai hanya 2 kali seminggu. Variasi ini tentunya
akan mempengaruhi sejauh mana sang anak akan tertarik untuk menggunakan gawainya
lagi, apabila frekuensi itu besar, anak akan terbiasa menggunakan gawainya dan akan ada
yang salah apabila gawai tersebut tiba-tiba menghilang dari aktivitasnya.

Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa mayoritas anak-anak di bawah kelas 3 SD


menggemari aplikasi-aplikasi hiburan, seperti ​game ​(semisal minecraft​), Youtube yang
dipergunakan olehnya untuk menonton kartun ataupun dongeng, dan juga aplikasi media
sosial seperti WhatsApp dan juga Instagram untuk berkomunikasi dengan orangtua dan
teman-teman sebaya mereka.

Walaupun begitu, dapat dikatakan bahwa anak-anak tetap memiliki kegemaran lain diluar
bermain gawai ataupun aplikasi-aplikasi yang terkandung di dalam gawai mereka. Ada
anak-anak yang memiliki hobi bermain bola, masak-masakan ataupun
permainan-permainan sejenisnya. Ada pula anak-anak yang diarahkan oleh orangtuanya
untuk mengembangkan minat dan bakat melalui kursus ataupun ekskul.

Maka dapat dilihat bahwa dalam populasi seluruh anak-anak SD dan TK yang
menggunakan gawai, terdapat sebagian dari populasi tersebut yang menggunakan
gawainya dengan frekuensi yang tergolong tinggi. Meskipun begitu, mayoritas anak-anak
tetap memiliki aktivitas lain selain penggunaan gawai untuk dilakukan karena ada
dorongan dari orangtua mereka untuk berlaku demikian, dan karena penggunaan gawai
tetap diawasi dan dibatasi.

Alasan dan keperluan seorang anak untuk menggunakan gawai juga dapat terbilang
variatif. Tetapi kebanyakan orangtua menyebutkan bahwa alasan anaknya menggunakan
gawai adalah untuk keperluan komunikasi dengan orangtua dan teman sebaya, sumber
hiburan dan pengisi waktu senggang, serta sebagai sarana untuk pembelajaran di luar
kelas (penyerapan informasi dari luar). Fitur layanan setiap gawai yang digunakan
variatif, akan tetapi fitur-fitur yang digunakan oleh anak hanyalah fitur-fitur yang mudah
dipahami oleh anak, seperti Youtube, Instagram, dan games. Beberapa fitur lain juga
telah dibatasi oleh orangtua untuk mencegah agar anak tidak teradiksi menggunakan fitur
tersebut.

Setelah meninjau lebih jauh lagi, diperoleh bahwa terdapat alasan mengapa seorang anak
sangat sering dan rutin menggunakan gawai sehingga seolah-olah ‘teradiksi’ dengan
gawai tersebut. Faktor penyebab pertama ialah faktor dari wali anak itu sendiri, yakni
orangtua, karena orangtua kurang mengendalikan pemakaian gawai oleh anak, maka
frekuensi pemakaian gawai tersebut bisa mencapai nilai yang tinggi. Selanjutnya ialah
fitur-fitur yang terdapat dalam gawai tersebut. Fitur-fitur yang sering digunakan anak
meliputi games, media sosial, Youtube dan juga internet secara keseluruhan. Faktor
ketiga adalah mudahnya fitur-fitur tersebut diakses ketika anak sudah mendapatkan izin
dari orangtua untuk menggunakan gawai. Tidak dapat dipungkiri, pada zaman sekarang
desain gawai sudah sedemikian rupa sehingga anak kecil pun mudah menggunakannya
sehingga ia tidak segan untuk menggunakannya lagi dan lagi.

Menurut Teori Kebutuhan Maslow, kebutuhan dasar manusia dapat dibagi dalam 5
tingkatan, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan kasih
sayang, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Agar seorang
manusia dapat mencapai tingkatan selanjutnya, kebutuhan tingkatan sebelumnya haruslah
sudah tercapai, dan apabila ia sudah berada di tingkat atas dan ada kebutuhan di tingkat
bawah yang habis, maka pencariannya akan kembali ke tingkat bawah. Pada masa
modern ini, karena mayoritas anak masih hidup bersama orangtua mereka, maka dapat
diasumsikan bahwa kebutuhan di tingkat pertama (kebutuhan fisiologis) dan kebutuhan di
tingkat dua (rasa aman ) sudah tercapai.

Selanjutnya, anak mencari kebutuhan di tingkat tiga, yaitu kasih sayang. Kebutuhan ini
seringkali kurang dapat diberikan oleh orangtua, didorong oleh orangtua yang juga sibuk
bekerja, oleh karena itu, anak cenderung mencari pemenuhan kebutuhan ini dengan
sarana lain, semisal berbicara dengan teman atau orangtuanya melalui gawai. Apabila itu
sudah dipenuhi, maka anak akan mencari pemenuhan kebutuhan di tingkat selanjutnya,
yaitu penghargaan, dan selanjutnya aktualisasi diri. Hal-hal tersebut bisa datang dari
berbagai games yang tersedia di gawai. Setiap games di gawai akan memberikan
apresiasi kepada pemainnya ketika ia menyelesaikan suatu tantangan tertentu, sehingga
memberikan pemenuhan terhadap kebutuhan anak akan pencapaian dan aktualisasi diri.
Hal-hal tersebut bersesuaian dengan hasil penelitian kami, yaitu bahwa anak cenderung
sering menggunakan gawai karena ingin berkomunikasi, ingin mengisi kebosanan dan
waktu luang, serta agar tidak terlihat ketinggalan zaman oleh teman-teman sebayanya.
II. Analisis Rumusan Masalah II
Hasil wawancara menunjukkan bahwa ada beberapa variatif dampak yang dirasakan oleh
orangtua mengenai penggunaan gawai oleh anak. Dampak yang paling signifikan yang
dirasakan adalah munculnya rasa individual ketika menggunakan gawai. Sikap individu
dibuktikan dengan menurunnya kepekaan anak terhadap sesama dan lingkungannya pada
saat yang sama ketika fokus anak sepenuhnya diberikan kepada proses penggunaan
gawai.

Selain meningkatkan sifat individual pada anak, orangtua juga menyatakan bahwa anak
terlihat sering mengingat untuk minta diizinkan dalam menggunakan gawai. Hal ini
merupakan salah satu bukti bahwa adanya sikap adiksi anak terhadap gawai dalam
kehidupan sehari-harinya. Walaupun begitu, mayoritas narasumber menjelaskan bahwa
biasanya anak mengingat untuk diberikan gawai pada saat memiliki waktu senggang atau
pada waktu tidak ada teman bermain.

Walaupun mayoritas orangtua mengaku bahwa penggunaan gawai dapat meningkatkan


sikap individualistik pada anak mereka setiap harinya, ada pula orangtua yang tidak
merasa bahwa penggunaan gawai memperburuk pergaulan anak. Dari hasil analisa,
orangtua yang memberi pengakuan seperti itu adalah orangtua yang telah membatasi
penggunaan gawai kepada anak mereka.

Beberapa narasumber yang telah membatasi penggunaan gawai menjadi beberapa kali
selama seminggu dan disertai dengan durasi tertentu setiap pemakaiannya, secara garis
besar, memberi pengakuan bahwa penggunaan gawai tidak memberi dampak yang
negatif dan signifikan kepada anak. Berbeda dengan anak yang tidak dibatasi dalam
penggunaannya, anak yang dibatasi tidak terlalu mengingat atau meminta untuk diizinkan
menggunakan gawai. Hal ini dijelaskan oleh orangtua bahwa kemungkinan besar hal ini
dikarenakan kebiasaan tersebut dan juga si anak telah belajar untuk membatasi diri
sendiri.

Penelitian (Chusna, 2015) menunjukkan bahwa radiasi dalam gawai yang dapat merusak
jaringan syaraf dan otak anak bila anak sering menggunakan gadget. Selain itu,
pemakaian gawai berlebihan juga dapat menurunkan daya aktif anak dan kemampuan
anak untuk berinteraksi dengan orang lain. Anak juga menjadi lebih individual dengan
zona nyaman sehingga kurang memiliki sikap peduli terhadap teman bahkan orang lain.

Teori belajar sosial yang dikemukakan oleh Albert Bandura, menyatakan bahwa perilaku
seseorang dipengaruhi oleh kepribadian orang tersebut dan juga lingkunganya. Bandura
menjelaskan hubungan ini dalam teori ​reciprocal triadic cause y​ ang menyangkut tiga
komponen, yaitu kepribadian (person), perilaku (behavior), dan lingkungan
(environment); dimana ketiga komponen ini berkaitan erat dan berperan penting dalam
psikologi sosial setiap manusia. Hal ini bersesuaian dengan hasil penelitian dimana
bersamaan dengan menurunnya kepekaan lingkungan dan sesama, ada beberapa orangtua
yang merasa bahwa hal ini didukung dengan keadaan bahwa teman-teman sebaya anak
juga menggunakan gawai di kehidupan sosial mereka sehari-hari. Dengan keadaan bahwa
setiap anak membawa dan juga menggunakan gawai ketika bersosialisasi di luar rumah,
mendukung anak lain untuk menggunakan gawai. Hal ini juga didukung dengan teori
psikososial Erikson, yang menyatakan bahwa anak berusia 6-12 tahun, yang disebut
sebagai tahap ​industry versus inferiority, ​dimana pengaruh teman sebaya lebih besar
daripada peran orangtua.

III. Analisis Rumusan Masalah III


Dari wawancara yang telah dilakukan terhadap orangtua anak-anak yang diperbolehkan
menggunakan gawai dapat dilihat bahwa masing-masing dari mereka memiliki peran
penting dalam mengatur pemakaian gawai tersebut. Argumen di balik mengapa anak
diperbolehkan menggunakan gawai ialah agar anak dapat berkomunikasi dengan
orangtua ketika orangtua sedang tidak ada di rumah, untuk mengisi waktu luang dan
kebosanan, serta untuk mendapatkan informasi-informasi penting untuk pengerjaan PR
nya menimbang kenyataan bahwa PR anak-anak pada masa sekarang sudah terbilang
lebih sulit sehingga orangtua belum tentu mampu mengajarkan materi tersebut ke
anaknya.

Walaupun demikian, masih terdapat sikap kecurigaan atau kekhawatiran dari pihak
orangtua mengenai penggunaan gawai oleh anak mereka. Kecurigaan tersebut ditandai
oleh kecemasan mereka terhadap kemungkinan bahwa anak mereka dapat mengalami
perubahan ego akibat pengaruh penggunaan gawai yang terlalu sering dan terlalu lama,
kurangnya kemampuan bersosialisasi, terganggunya pendidikan anak di sekolah, dan
berkurangnya kedekatan dengan keluarga. Hal-hal tersebut terbukti menjadi
pertimbangan kontra bagi orangtua dalam hal memperbolehkan anak mereka
menggunakan gawai. Untuk menindaklanjutinya, orangtua membuat peraturan-peraturan
yang ketat yang dianggap bisa menjamin bahwa anak menggunakan gawai hanya
secukupnya, dan gawai digunakan di tempat dan waktu yang tepat. Peraturan-peraturan
tersebut dapat mengatur frekuensi dan durasi penggunaan gawai, tempat penggunaan
gawai (semisal hanya boleh digunakan di rumah), konteks penggunaan (untuk belajar
saja). Sebagai tindakan lain untuk menjauhkan anak dari gawai, orangtua juga berusaha
untuk mengajak anak melakukan kegiatan-kegiatan yang lebih positif, dan apabila anak
tetap bersikeras dalam menggunakan gawainya orangtua menegur anaknya. Menurut
kami, semua peraturan dan tindakan yang dibuat orangtua memang akan mengurangi
frekuensi pemakaian oleh anak, tetapi tidak akan mengurangi motivasi anak untuk
menggunakan gawainya. Jadi, walaupun secara fisik anak sudah tidak menggunakan
gawai, belum tentu gawai tersebut tidak ada di pikirannya.

Menurut teori belajar oleh B.F. Skinner, perilaku manusia masih dapat dimodelkan
berdasarkan teori pengondisian klasik. Dalam pengondisian terdapat 2 jenis perlakuan,
yaitu penguatan dan juga hukuman. Penguatan dilakukan ketika sebuah tindakan atau
budaya positif telah dilakukan, maka penguatan dilakukan semisal dengan memberikan
apresiasi. Harapannya adalah kedepannya, probabilitas dilakukannya hal positif tersebut
akan menjadi lebih tinggi. Sebaliknya, hukuman dilakukan ketika ada tindakan atau
budaya negatif telah dilakukan, maka hukuman semisal dengan memberikan teguran
dilakukan. Harapannya adalah kedepannya, probabilitas dilakukannya hal negatif tersebut
telah dikurangi. Dalam konteks penelitian ini, hukuman maupun penguatan diberikan
oleh orangtua. Hukuman dan penguatan diberikan berdasarkan peraturan yang telah
dibuat oleh orangtua untuk menjaga agar anak tidak terkena dampak negatif penggunaan
gawai yang berlebihan. Pelanggaran terhadap peraturan tersebut akan menyebabkan
hukuman dijatuhkan kepada anak, hukuman dapat berupa penyitaan gawai ataupun
hukuman lainnya. Apabila peraturan tersebut dipatuhi, penguatan diberikan berupa
kelanjutan izin penggunaan gawai.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

I. Simpulan dan Saran Rumusan Masalah I


Simpulan:
Anak dapat mengalami adiksi dikarenakan oleh kenyataan bahwa tidak semua orangtua
memberikan batasan yang ketat mengenai seberapa sering dan seberapa lama anak boleh
menggunakan gawai, selain itu terdapat banyak fitur-fitur yang dapat memenuhi
kebutuhan anak akan hiburan seperti media sosial dan games, juga didorong oleh faktor
bahwa fitur-fitur tersebut mudah diakses dan waktu pengaksesan fitur tersebut tergolong
singkat.
Saran :
- Orangtua membatasi penggunaan gawai untuk anak agar anak tidak bergantung
kepada gawai.
- Orangtua melakukan kontrol terhadap kegiatan yang dilakukan oleh anak saat
bermain dengan gawai.
- Orangtua melakukan kontrol terhadap fitur maupun aplikasi yang digunakan oleh
anak saat bermain dengan gawai.
- Orangtua memberikan arahan berupa aktivitas lain yang bermanfaat dan bersifat
mengedukasi sebagai sarana penyeimbang penggunaan gawai.

II. impulan dan Saran Rumusan Masalah II


Simpulan :
Pemakaian gawai yang berlebihan dapat mempengaruhi interaksi sosial anak terhadap
sesama dan lingkungan sekitarnya. Ketika menggunakan gawai, fokus anak akan terarah
pada proses pemakaian gawai. Hal ini dapat menyebabkan muncul dan meningkatnya
sikap individual dan menurunkan kepekaan sosial pada anak.
Saran :
- Mengarahkan anak terhadap aktivitas lain yang lebih produktif sebagai distraksi,
seperti ekskul atau kursus.
- Memberikan alternatif sumber hiburan lainnya yang sekiranya kurang
mengandung sifat adiktif, seperti olahraga dan permainan bersama teman sebaya.

III. Simpulan dan Saran Rumusan Masalah III


Simpulan:
Dalam menanggapi dampak penggunaan gawai, sebagian besar orangtua mengambil
langkah preventif, yaitu dengan membuat peraturan-peraturan untuk mengontrol
penggunaan gawai oleh anak-anak mereka. Peraturan tersebut ditegakkan dengan
penguatan dan hukuman dengan harapan agar anak dapat dibentuk dengan arah yang
sesuai.
Saran :
- Orangtua hendaknya dapat memberikan keamanan pada gawai yang digunakan
anak dengan melakukan kontrol aplikasi-aplikasi yang digunakan oleh anak dan
mencegah anak supaya tidak melihat konten yang negatif.
- Orangtua diharapkan dapat melakukan pengawasan terhadap penggunaan gawai
anak, baik melalui peraturan maupun pengawasan intensif perilaku anak.
DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia.org (2019), Uses and gratifications theory, diakses pada 19 Oktober 2019 melalui
https://en.wikipedia.org/wiki/Uses_and_gratifications_theory

Dictio.id (2017), Apa yang dimaksud dengan teori perilaku terencana atau theory of planned
behavior, diakses pada 19 Oktober 2019 melalui
https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-teori-perilaku-terencana-atau-theory-of-plann
ed-behavior/4897

Chusna, Puji Asmaul. (2017). Pengaruh Media Gadget pada Perkembangan Karakter Anak.
Dinamika Penelitian: Media Komunikasi Sosial Keagamaan, 315-330.

2009. ​Made82math.wordpress.com​. Diakses 21 Oktober 2019.


https://made82math.wordpress.com/2009/06/05/teori-belajar-b-f-skinner-dan-aplikasinya

Maslow, A.H.​ (1943). ​A theory of human motivation​.

Hurlock, E. B. (2012). Psikologi perkembangan. (ed.5). Jakarta: Erlangga.

Novitasari, W., & Khotimah, N. (2016). Dampak penggunaan gadget terhadap interksi sosial
anak usia 5-6 tahun. Jurnal PAUD Teratai, 5(3), 182-186.
http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/paudteratai/article/view/17261/15693. Diakses
pada 2 Oktober 2019.

Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai