Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

KULIT DAN KELAMIN

Oleh :

Dzakiyyah Anwar (70700120033)


Athiyah Ulya Arif (70700120037)
Rini Suherti (70700120041)
Supervisor :

Dr. dr. Siti Musafirah, Sp.KK., FINS-DV

DEPARTEMEN KULIT DAN KELAMIN

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus dengan judul

Urtikaria

Telah memenuhi persyaratan dan telah disetujui

Pada tanggal ……………………………

Oleh :
Pembimbing Supervisor

Dr. dr. Sitti Musafirah, Sp.KK., FINS-DV


NIP : ………………………….

Mengetahui,
Ketua Program Pendidikan Profesi Dokter
UIN Alauddin Makassar

dr. Azizah Nurdin, Sp.OG., M.Kes


NIP : 198409052009012011
I. Skenario Kasus

Pasian Baru, Seorang perempuan 32 thn, datang di poli kulit di Balai


Kesehatan Kulit, Kelamin dan Kosmetik dengan keluhan gatal pada seluruh
badan yang dirasakan sejak ± 1 bln yang lalu memberat sejak 3 hari terakhir,
gatal yang dirasa disertai dengan munculnya kemerahan dan berbentuk
semacam benjolan-benjolan kecil dengan ukuran yang berbeda- beda,
kemudian menghilang secara perlahan-lahan. Pasien merasa nyaman saat di
garuk dan memberat saat menggunakan pakaian ketat (bekas karet rok, bra,
celana dalam dan kos kaki). Riw. Penggunaan obat Sangobion sejak 3 hari
terakhir. Riw. Alergi (-). Riw. Penyakit (-).

Identitas pasien :

Nama : Nn.

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 32 tahun

II. Anamnesis
a. Keluhan Utama : Gatal pada seluruh badan sejak ± 1 bulan yang lalu
keluhan gatal pada seluruh badan yang dirasakan sejak ± 1 bln yang lalu
memberat sejak 3 hari terakhir.
b. Keluhan tambahan : gatal yang dirasa disertai dengan munculnya
kemerahan dan berbentuk semacam benjolan-benjolan kecil dengan ukuran
yang berbeda-beda, kemudian menghilang secara perlahan-lahan. Pasien
merasa nyaman saat di garuk dan memberat saat menggunakan pakaian
ketat (bekas karet rok, bra, celana dalam dan kos kaki).
c. Riwayat perjalanan penyakit : -
d. Riwayat alergi : -
e. Riwayat penyakit kulit sebelumnya : -
f. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama : -
g. Riwayat lingkungan dengan keluhan yang sama : -
h. Riwayat pengobatan : konsumsi sangobion 3 hari yang lalu
III. Pemeriksaan Umum Fisik Dan Khusus
Status dermatologis
- Lokalisasi : seluruh badan
- Effloresensi : Lesi multiple eritematous, berwarna pucat ditengah, edema
stempat, berbatas tegas, berbentuk bulat, berukuran berbeda-beda.
- Pemeriksaan Tanda Vital : tidak dilakukan
IV. Pemeriksaan Penunjang :
- Belum dilakukan
V. Rencana Pemeriksaan :
- Pemeriksaan darah, urin dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi
yang tersembunyi, infestasi, atau kelainan alat dalam.
- Pemeriksaan kadar IgE total dan eosinophil untuk mencari kemungkinan
kaitannya dengan faktor atopi.
- Pemeriksaan gigi, THT dan usapan genitalia interna wanita untuk mencari
fokus infeksi.
- Uji tusuk kulit terhadap berbagai makanan dan inhalan
- Uji serum autolog dilakukan pada pasien urtikaria kronis untuk
membuktikan adanya urtikaria autoimun
- Uji dermografisme dan uji dengan es batu (ice cube test) untuk mencari
penyebab fisik
- Pemeriksaan histopatologis kulit perlu dilakukan bila terdapat
kemungkinan urtikaria sebagai gejala vaskulitis atau mastositosis
VI. Resume
Telah diperiksa seorang Pasian Baru, Seorang perempuan 32 thn, datang di poli
kulit di Balai Kesehatan Kulit, Kelamin dan Kosmetik dengan keluhan gatal
pada seluruh badan yang dirasakan sejak ± 1 bln yang lalu memberat sejak 3
hari terakhir, gatal yang dirasa disertai dengan munculnya kemerahan dan
berbentuk semacam benjolan-benjolan kecil dengan ukuran yang berbeda-beda,
kemudian menghilang secara perlahan- lahan. Pasien merasa nyaman saat di
garuk dan memberat saat menggunakan pakaian ketat (bekas karet rok, bra,
celana dalam dan kos kaki). Riw. Penggunaan obat Sangobion sejak 3 hari
terakhir. Riw. Alergi (-). Riw. Penyakit (-). Pada status dermatologis didapatkan
lokalisasi pada seluruh badan dengan distribusi generalisata. Efloresensi yakni
multiple eritematous, berwarna pucat ditengah, edema stempat, berbatas tegas
berbentuk bulat, dan berukuran berbeda-beda.
VII. Diagnosis : Urtikaria
A. Definisi

Urtikaria adalah reaksi vaskular pada kulit, ditandai dengan adanya


edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwama
pucat atau kemerahan, umumnya di-kelilingi oleh halo kemerahan (flare) dan
disertai rasa gatal yang berat, rasa tersengat atau tertusuk 1.
B. Epidemiologi
Urtikaria merupakan gangguan yang sering dijumpai. Faktor usia, ras,
jenis kelamin, pekerjaan, lokasi geografis dan musim memengaruhi jenis
pajanan yang akan dialami oleh seseorang. Urtikaria digolongkan sebagai akut
bila berlangsung kurang dari 6minggu, dan dianggap kronis bila lebih dari 6
minggu. Urtikaria kronis umumnya dialami oleh orang dewasa, dengan
perbandingan perempuan: laki-laki adalah 2:1. Sebagian besar anak-anak
(85%)yang mengalami urtikaria, tidak disertai angioedema. Sedangkan 40%
dewasa yang mengalami urtikaria, juga mengalami angioedema. Sekitar 50%
pasien urtikaria kronis akan sembuh dalam waktu 1 tahun, 65% sembuh dalam
waktu 3 tahun dan 85% akan sembuh dalam waktu 5 tahun. Pada kurang dari
5% pasien, lesi akan menetap lebih dari 10 tahun1.

C. Etiologi

Penyebab urtikaria sangat beragam, di antaranya: obat, makanan dan


food additive, infeksi dan infestasi, proses inflamasi, penyakit sistemik dan
keganasan, proses autoimun dan rangsangan fisik. Lebih dari 50% urtikaria
kronis adalah idiopatik1.

Obat merupakan penyebab tersering urtikaria akut dan dapat


menimbulkan urtikaria secara imunologik maupun non-imunologik. Jenis obat
yang sering menimbulkan urtikaria adalah penisilin dan derivatnya,
sulfonamid, analgesik, aspirin dan obat anti-inflamasi non- steroid lain,
Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor (umumnya dihubungkan
dengan angioedema), narkotik (kodein dan morfin), dan alkohol 1.

Makanan juga merupakan penyebab urtikaria akut, dan jenis makanan


yang sering dihubung- kan dengan urtikaria adalah cokelat, makanan laut, telur,
susu, kacang-kacangan, tomat, stroberi, keju dan bawang. Sebagian kecil
(<10%) urtikaria kronis disebabkan oleh food additives misalnya ragi, salisilat,
asam sitrat, asam benzoat, sulfit dan pewama makanan 1.
Urtikaria akut dapat timbul akibat infeksi saluran napas atas terutama
infeksi streptokokus. lnfeksi tonsil, gigi, sinus, kandung empedu, prostat, ginjal
dan salurah kemih dapat menyebabkan urtikaria akut maupun kronis. Urtikaria
kronis juga dapat berhubungan dengan penyakit sistemik dan keganasan, misal-
nya keadaan hipertiroid maupun hipotiroid, penyakit Hodgkin dan leukemia
limfositik kronik1.

Berbagai rangsangan fisis dapat menimbulkan urtikaria di antaranya


suhu (panas dan dingin), sinar matahari, radiasi dan tekanan mekanis
(dermografisme dan delayed pressure urticaria). Jenis urtikaria ini sering
disebut urtikaria fisik, dan sebagian ahli memisahkannya dalam golongan
tersendiri1.

Berdasarkan European Academy of Allergy and Clinical Immunolgy


(EAACI), The Global Allergy and Asthma European Network (GA2LEN), The
European Dermatology Forum (EDF), dan The World Allergy Organization
(WAO) pada tahun 2014, urtikaria diklasifikasikan menjadi 3 grup :

Gambar 1 Klasifikasi Urtikaria

D. Etiopatogenesis
Urtikaria adalah penyakit yang diperantarai sel mast. Sel mast yang
teraktivasi akan mengeluarkan histamin dan mediator lain seperti platelet
activating factor (PAF) dan sitokin. Terlepasnya mediator- mediator ini akan
menyebabkan aktivasi saraf sensoris, vasodilatasi, ekstravasasi plasma, serta
migrasi sel-sel inflamasi lain ke lesi urtikaria. Pada kulit yang terkena, dapat
ditemukan berbagai jenis sel inflamasi, antara lain eosinofil dan/atau neutrofil,
makrofag, dan sel T. Banyak teori etiologi urtikaria, sampai sekarang belum
ada yang bisa dibuktikan. Beberapa teori antara lain 2:
1. Faktor psikosomatis
Dulu urtikaria kronis spontan dianggap disebabkan oleh gangguan
cemas, ada beberapa data bahwa gangguan cemas akan memperburuk
penyakitnya. Saat ini dapat disimpulkan bahwa kelainan mental (seperti depresi
dan kecemasan) akan mempengaruhi kualitas hidup pasien, tetapi bukan
penyebab urtikaria3.
2. Alergi makanan tipe
Hubungan antara alergi makanan dan urtikaria kronis masih
diperdebatkan. Beberapa ahli tidak menganjurkan eliminasi diet pada pasien
urtikaria, tetapi sebagian menemukan perbaikan pada 1/3 pasien urtikaria
kronis spontan yang melakukan diet eliminasi4.
3. Autoreaktivitas dan autoimun
Degranulasi sel mast akan menyebabkan infiltrasi granulosit (neutrofil,
eosinofil, dan basofil), sel T, dan monosit yang akan menyebabkan urtikaria 12.
Jika serum pasien diinjeksikan intradermal ke kulit pasien sendiri, dapat
ditemukan infiltrasi sel-sel inflamasi yang pada akhirnya menyebabkan
urtikaria, disebut autoreaktivitas, yang ditemukan ± pada 30% pasien1. Selain
autoreaktivitas, dapat juga ditemukan reaksi autoimun. Pada awalnya, hanya
ditemukan adanya IgG terhadap subunit α reseptor IgE pada 5-10% pasien,
tetapi berangsur-angsur IgG ini makin banyak ditemukan pada 30-40%
pasien urtikaria. IgG akan terikat pada IgE reseptor mengaktivasi jalur
komplemen klasik (dilepaskannya C5a), basofil, dan sel mast. Meskipun
demikian, adanya antibodi ini tidak membuktikan hubungan kausalitas2.
4. Peran IgE
Terapi dengan anti-IgE (omalizumab) memberikan hasil yang baik. oleh
karena itu, salah satu etiologi urtikaria dianggap berhungna dengan IgE2.
E. Gejala Klinis
Gejala yang dirasakan pasien dapat berupa rasa gatal hebat. Dapat juga
timbul rasa terbakar atau rasa tertusuk, lesi urtika (eritema dan edema setempat
yang berbatas tegas) dengan berbagai bentuk dan ukuran, Kadang bagian
tengah lesi tampak lebih pucat5.
F. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis meliputi:
• Waktu mulai munculnya urtikaria (onset)
• Frekuensi dan durasi wheals
• Variasi diurnal
• Bentuk, ukuran, dan distribusi wheals
• Apakah disertai angioedema
• Gejala subjektif yang dirasakan pada lesi, misal gatal dan nyeri
• Riwayat keluarga terkait urtikaria dan atopi
• Alergi di masa lampau atau saat ini, infeksi, penyakit internal, atau
penyebab lain yang mungkin.
• Induksi oleh bahan fisik atau latihan fisik (exercise)
• Penggunaan obat (NSAID, injeksi, imunisasi, hormon, obat
pencahar (laxatives), suppositoria, tetes mata atau telinga, dan obat-
obat alternatif)
• Makanan
• Kebiasaan merokok
• Jenis pekerjaan
• Hobi
• Kejadian berkaitan dengan akhir pekan, liburan, dan perjalanan ke
daerah lain
• Implantasi bedah
• Reaksi terhadap sengatan serangga
• Hubungan dengan siklus menstruasi
• Respon terhadap terapi
• Stres
• Kualitas hidup terkait urtikaria
2. Pemeriksaan Fisik:
Urtikaria ditandai secara khas oleh timbulnya urtika dan atau
angioedema secara cepat. Urtika terdiri atas tiga gambaran klinis khas,
yaitu:
• Edema di bagian sentral dengan ukuran bervariasi, hampir selalu
dikelilingi oleh eritema,
• Disertai oleh gatal atau kadang sensasi seperti terbakar, dan
• Berakhir cepat, kulit kembali ke kondisi normal biasanya dalam
waktu 1-24 jam.
3. Pemeriksaan Penunjang:
Pada urtikaria terutama ditujukan untuk mencari penyebab atau
pemicu urtikaria. Adapun pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah :
• Pemeriksaan darah, urin dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya
infeksi yang tersembunyi, infestasi, atau kelainan alat dalam.
• Pemeriksaan kadar lgE total dan eosinofil untuk mencari
kemungkinan kaitannya dengan faktor atopi.
• Pemeriksaan gigi, THT dan usapan genitalia intema wanita untuk
mencari fokus infeksi.
• Uji tusuk kulit terhadap berbagai makanan dan inhalan.
• Uji serum autolog dilakukan pada pasien urtikaria kronis untuk
membuktikan adanya urtikaria autoimun.
• Uji dermografisme dan uji dengan es batu (ice cube test) untuk
mencari penyebab fisik.
• Pemeriksaan histopatologis kulit perlu dilakukan bila terdapat
kemungkinan urtikaria sebagai gejala vaskulitis atau mastositosis
VIII. DD Diagnosis
A. Angioedema5
Angioedema merupakan reaksi menyerupai urtikaria tapi terjadi pada
lapisan kulit yang lebih dalam, dan secara klinis ditandai dengan
pembengkakan jaringan, angioedema dapat terjadi dibagian tubuh manapun,
namun lebih sering ditemukan di daerah perioral, periorbital, lidah, genitalia,
dan ekstremitas. Adapun gejala klinis angioedema dapat berupa :
• Lesi pada jaringan yang lebih dalam dari urtikaria sampai dermis dan
subkutis atau submucosa.
• Didapatkan edema berbatas tegas.
• Umumnya tidak dijumpai rasa gatal tetapi terdapat rasa terbakar.
• Saluran napas → sesak napas, suara serak dan rhinitis.
• Saluran cerna → rasa mual, muntah, kolik abdomen dan diare
• Angioedema dapat terjadi di tubuh manapun, namun lebih sering ditemukan
di daerah perioral, periorbital, lidah, genitalia, dan ekstremitas.
• Lesi menyerupai urtikaria (eritema dan edema setempat berbatas tegas)
namun lebih dalam. Dengan berbagai bentuk dan ukuran, kadang bagian
tengah lesi tampak lebih pucat.
B. Vaskulitis6
Vaskulitis disebut juga necrotizing angiitis adalah peradangan dan
nekrosis sebagian pembuluh darah. Kerusakan pembuluh darah disebabkan
proses imunonologik dan atau inflamasi. Vaskulitis pada kulit sebagian besar
melibatkan venula, dikenal sebagai cutaneous venulitisl vasculitis (CNV),
cutaneous small vessel vasculitis dan vaskulitis leukositoklastik. CNV dapat
terbatas pada kulit namun dapat pula berhubungan dengan penyakit
kronik/sistemik, dapat dicetuskan infeksi atau obat, maupun dapat idiopatik.
Pada bab ini pembahasan vaskulitis dibatasi hanya pada CNV.
Penyakit sistemik kronik yang dapat menim- bulkan vaskulitis:
rheumatoid arthritis, sindrom Sjorgen, lupus eritematosus sistemik,
hypergammag/obulinemic purpura, vasculitis paraneoplastic,
cryoglobu/inemia, ulcerative colitis, cystic fibrosis, antineutrophil cytoplasmic
atau antiphospholipid antibody syndromes.
Beberapa faktor yang dapat mencetuskan timbulnya CNV: infeksi
bakteri (terutama Streptococcus hemolitikus, Staphylococcus aureus) virus
(terutama hepatitis B dan C), mikobakterium, riketsial, dan obat (terutama
propiltiourasil, hidralazin, granulocyte-macrophage colony stimulating factor,
alopurinol, cephac/or, minosiklin, fenitoin, isotretinoin, streptokinase,
radiocontrast, agen biologik dan metotreksat).
Berikut adalah CNV idiopatik: Henoch Shonlein purpura, acute
hemorrhagic edema of infancy, urticaria/ venulitis, erythema elevatum
diutinum, nodular vasculitis, livedoid vasculopathy, defisiensi komplemen
genetik, vaskulitis eosinofilik.
Kelainannya polimorf yang utama ialah palpable purpura berbentuk
papul purpura multipel, lesi juga dapat berupa plak, urtika, angioedema, pustul,
vesikel, bula, ulkus, nekrosis dan livido retikularis. Bila mengenai pembuluh
darah sedang dapat berupa nodus eritematosa. Kadang terdapat edema subkutan
di bawah lesi dermal. Tempat predileksinya di ekstremitas bawah, punggung
dan bokong.
Lama lesi bertahan antara 1-4 minggu namun dapat berulang secara
episodik berminggu-minggu atau tahunan. Keluhannya dapat gatal atau rasa
terbakar, kadang nyeri. Pada waktu timbul dapat disertai demam, malaise,
artralgia dan mialgia. Keterlibatan pembuluh darah kecil lain dapat ditemukan
pada sinovia, saluran cerna, otot lurik,saraf tepi dan ginjal.
IX. Terapi Farmakologi dan Non-farmakologi
Hal terpenting dalam penatalaksanaan urtikaria adalah identifikasi dan
eliminasi penyebab dan atau faktor pencetus. Pasien juga dijelaskan tentang
pentingnya menghindari konsumsi alkohol, kelelahan fisik dan mental, tekanan
pada kulit misalnya pakaian yang ketat, dan suhu lingkungan yang sangat panas,
karena hal-hal tersebut akan memperberat gejala urtikaria.

Asian consensus guidelines yang diajukan oleh AADV pada tahun 2011
untuk pengelolaan urtikaria kronis dengan menggunakan antihistaminH1 non-
sedasi, yaitu:

- Antihistamin H1 non-sedasi (AH1-ns), bila gejala menetap setelah 2


minggu
- AH1-ns dengan dosis ditingkatkan sampai 4x, bila gejala menetap setelah
1-4 minggu
- AH1 sedasi atau AH1-ns golongan lain anatagonis leukotrien, bila terjadi
eksaserbasi gejala, tambahkan kortikosteroid sistemik 3-7 hari
- Bila gejala menetap setelah 1-4 minggu,tambahkan siklosporin A, AH2,
dapson, omalizumab
- Eksaserbasi di atasi dengan kortikosteroidsistemik 3-7 hari
X. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi

Pasien juga dijelaskan tentang pentingnya menghindari konsumsi alkohol,


kelelahan fisik dan mental, tekanan pada kulit misalnya pakaian yang ketat, dan
suhu lingkungan yang sangat panas, karena hal-hal tersebut akan memperberat
gejala urtikaria. Prognosis urtikaria akut baik, karena penyebabnya dapat diketahui
dengan mudah, untuk selanjutnya dihindari. Urtikaria kronis membutuhkan
penanganan yang komprehensif untuk mencari penyebab dan menentukan jenis
pengobatannya. Walaupun umumnya tidak mengancam jiwa,namun dampaknya
terhadap kualitas hidup pasien sangat besar5.

DAFTAR PUSTAKA

1. Siti Aisah, Evita Halim Effend. Urtikaria. Buku Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelaman. FKUI. 2018
2. Ito Y, Satoh T, Takayama K, Miyagishi C, Walls AF, Yokozeki H. Basophil
recruitment and activation in inflammatory skin diseases. Allergy. 2011;66(8)
3. Borges MS, Asero R, Ansotegui IJ, Baiardini I, Bernstein JA, Canonica GW, et
al. Diagnosis and treatment of urticaria and angioedema: A worldwide
perspective. WAO Journal [Internet]. 2012 [cited 2016 May 13];5:125-47.
4. Magerl M, Pisarevskaja D, Scheufele R, Zuberbier T, Maurer M. Effectsof a
pseudoallergen diet on chronic spontaneous urticaria: A prospective trial.
Allergy. 2010;65(1)
5. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2018.
6. Endi Novianto, Windy K. Budianti. Vasculitis. Ilmu Penyakit Kulit Kelamin.
FKUI. Ed.7. 2018.

Anda mungkin juga menyukai