Oleh :
2021
LEMBAR PENGESAHAN
Urtikaria
Oleh :
Pembimbing Supervisor
Mengetahui,
Ketua Program Pendidikan Profesi Dokter
UIN Alauddin Makassar
Identitas pasien :
Nama : Nn.
Umur : 32 tahun
II. Anamnesis
a. Keluhan Utama : Gatal pada seluruh badan sejak ± 1 bulan yang lalu
keluhan gatal pada seluruh badan yang dirasakan sejak ± 1 bln yang lalu
memberat sejak 3 hari terakhir.
b. Keluhan tambahan : gatal yang dirasa disertai dengan munculnya
kemerahan dan berbentuk semacam benjolan-benjolan kecil dengan ukuran
yang berbeda-beda, kemudian menghilang secara perlahan-lahan. Pasien
merasa nyaman saat di garuk dan memberat saat menggunakan pakaian
ketat (bekas karet rok, bra, celana dalam dan kos kaki).
c. Riwayat perjalanan penyakit : -
d. Riwayat alergi : -
e. Riwayat penyakit kulit sebelumnya : -
f. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama : -
g. Riwayat lingkungan dengan keluhan yang sama : -
h. Riwayat pengobatan : konsumsi sangobion 3 hari yang lalu
III. Pemeriksaan Umum Fisik Dan Khusus
Status dermatologis
- Lokalisasi : seluruh badan
- Effloresensi : Lesi multiple eritematous, berwarna pucat ditengah, edema
stempat, berbatas tegas, berbentuk bulat, berukuran berbeda-beda.
- Pemeriksaan Tanda Vital : tidak dilakukan
IV. Pemeriksaan Penunjang :
- Belum dilakukan
V. Rencana Pemeriksaan :
- Pemeriksaan darah, urin dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi
yang tersembunyi, infestasi, atau kelainan alat dalam.
- Pemeriksaan kadar IgE total dan eosinophil untuk mencari kemungkinan
kaitannya dengan faktor atopi.
- Pemeriksaan gigi, THT dan usapan genitalia interna wanita untuk mencari
fokus infeksi.
- Uji tusuk kulit terhadap berbagai makanan dan inhalan
- Uji serum autolog dilakukan pada pasien urtikaria kronis untuk
membuktikan adanya urtikaria autoimun
- Uji dermografisme dan uji dengan es batu (ice cube test) untuk mencari
penyebab fisik
- Pemeriksaan histopatologis kulit perlu dilakukan bila terdapat
kemungkinan urtikaria sebagai gejala vaskulitis atau mastositosis
VI. Resume
Telah diperiksa seorang Pasian Baru, Seorang perempuan 32 thn, datang di poli
kulit di Balai Kesehatan Kulit, Kelamin dan Kosmetik dengan keluhan gatal
pada seluruh badan yang dirasakan sejak ± 1 bln yang lalu memberat sejak 3
hari terakhir, gatal yang dirasa disertai dengan munculnya kemerahan dan
berbentuk semacam benjolan-benjolan kecil dengan ukuran yang berbeda-beda,
kemudian menghilang secara perlahan- lahan. Pasien merasa nyaman saat di
garuk dan memberat saat menggunakan pakaian ketat (bekas karet rok, bra,
celana dalam dan kos kaki). Riw. Penggunaan obat Sangobion sejak 3 hari
terakhir. Riw. Alergi (-). Riw. Penyakit (-). Pada status dermatologis didapatkan
lokalisasi pada seluruh badan dengan distribusi generalisata. Efloresensi yakni
multiple eritematous, berwarna pucat ditengah, edema stempat, berbatas tegas
berbentuk bulat, dan berukuran berbeda-beda.
VII. Diagnosis : Urtikaria
A. Definisi
C. Etiologi
D. Etiopatogenesis
Urtikaria adalah penyakit yang diperantarai sel mast. Sel mast yang
teraktivasi akan mengeluarkan histamin dan mediator lain seperti platelet
activating factor (PAF) dan sitokin. Terlepasnya mediator- mediator ini akan
menyebabkan aktivasi saraf sensoris, vasodilatasi, ekstravasasi plasma, serta
migrasi sel-sel inflamasi lain ke lesi urtikaria. Pada kulit yang terkena, dapat
ditemukan berbagai jenis sel inflamasi, antara lain eosinofil dan/atau neutrofil,
makrofag, dan sel T. Banyak teori etiologi urtikaria, sampai sekarang belum
ada yang bisa dibuktikan. Beberapa teori antara lain 2:
1. Faktor psikosomatis
Dulu urtikaria kronis spontan dianggap disebabkan oleh gangguan
cemas, ada beberapa data bahwa gangguan cemas akan memperburuk
penyakitnya. Saat ini dapat disimpulkan bahwa kelainan mental (seperti depresi
dan kecemasan) akan mempengaruhi kualitas hidup pasien, tetapi bukan
penyebab urtikaria3.
2. Alergi makanan tipe
Hubungan antara alergi makanan dan urtikaria kronis masih
diperdebatkan. Beberapa ahli tidak menganjurkan eliminasi diet pada pasien
urtikaria, tetapi sebagian menemukan perbaikan pada 1/3 pasien urtikaria
kronis spontan yang melakukan diet eliminasi4.
3. Autoreaktivitas dan autoimun
Degranulasi sel mast akan menyebabkan infiltrasi granulosit (neutrofil,
eosinofil, dan basofil), sel T, dan monosit yang akan menyebabkan urtikaria 12.
Jika serum pasien diinjeksikan intradermal ke kulit pasien sendiri, dapat
ditemukan infiltrasi sel-sel inflamasi yang pada akhirnya menyebabkan
urtikaria, disebut autoreaktivitas, yang ditemukan ± pada 30% pasien1. Selain
autoreaktivitas, dapat juga ditemukan reaksi autoimun. Pada awalnya, hanya
ditemukan adanya IgG terhadap subunit α reseptor IgE pada 5-10% pasien,
tetapi berangsur-angsur IgG ini makin banyak ditemukan pada 30-40%
pasien urtikaria. IgG akan terikat pada IgE reseptor mengaktivasi jalur
komplemen klasik (dilepaskannya C5a), basofil, dan sel mast. Meskipun
demikian, adanya antibodi ini tidak membuktikan hubungan kausalitas2.
4. Peran IgE
Terapi dengan anti-IgE (omalizumab) memberikan hasil yang baik. oleh
karena itu, salah satu etiologi urtikaria dianggap berhungna dengan IgE2.
E. Gejala Klinis
Gejala yang dirasakan pasien dapat berupa rasa gatal hebat. Dapat juga
timbul rasa terbakar atau rasa tertusuk, lesi urtika (eritema dan edema setempat
yang berbatas tegas) dengan berbagai bentuk dan ukuran, Kadang bagian
tengah lesi tampak lebih pucat5.
F. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis meliputi:
• Waktu mulai munculnya urtikaria (onset)
• Frekuensi dan durasi wheals
• Variasi diurnal
• Bentuk, ukuran, dan distribusi wheals
• Apakah disertai angioedema
• Gejala subjektif yang dirasakan pada lesi, misal gatal dan nyeri
• Riwayat keluarga terkait urtikaria dan atopi
• Alergi di masa lampau atau saat ini, infeksi, penyakit internal, atau
penyebab lain yang mungkin.
• Induksi oleh bahan fisik atau latihan fisik (exercise)
• Penggunaan obat (NSAID, injeksi, imunisasi, hormon, obat
pencahar (laxatives), suppositoria, tetes mata atau telinga, dan obat-
obat alternatif)
• Makanan
• Kebiasaan merokok
• Jenis pekerjaan
• Hobi
• Kejadian berkaitan dengan akhir pekan, liburan, dan perjalanan ke
daerah lain
• Implantasi bedah
• Reaksi terhadap sengatan serangga
• Hubungan dengan siklus menstruasi
• Respon terhadap terapi
• Stres
• Kualitas hidup terkait urtikaria
2. Pemeriksaan Fisik:
Urtikaria ditandai secara khas oleh timbulnya urtika dan atau
angioedema secara cepat. Urtika terdiri atas tiga gambaran klinis khas,
yaitu:
• Edema di bagian sentral dengan ukuran bervariasi, hampir selalu
dikelilingi oleh eritema,
• Disertai oleh gatal atau kadang sensasi seperti terbakar, dan
• Berakhir cepat, kulit kembali ke kondisi normal biasanya dalam
waktu 1-24 jam.
3. Pemeriksaan Penunjang:
Pada urtikaria terutama ditujukan untuk mencari penyebab atau
pemicu urtikaria. Adapun pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah :
• Pemeriksaan darah, urin dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya
infeksi yang tersembunyi, infestasi, atau kelainan alat dalam.
• Pemeriksaan kadar lgE total dan eosinofil untuk mencari
kemungkinan kaitannya dengan faktor atopi.
• Pemeriksaan gigi, THT dan usapan genitalia intema wanita untuk
mencari fokus infeksi.
• Uji tusuk kulit terhadap berbagai makanan dan inhalan.
• Uji serum autolog dilakukan pada pasien urtikaria kronis untuk
membuktikan adanya urtikaria autoimun.
• Uji dermografisme dan uji dengan es batu (ice cube test) untuk
mencari penyebab fisik.
• Pemeriksaan histopatologis kulit perlu dilakukan bila terdapat
kemungkinan urtikaria sebagai gejala vaskulitis atau mastositosis
VIII. DD Diagnosis
A. Angioedema5
Angioedema merupakan reaksi menyerupai urtikaria tapi terjadi pada
lapisan kulit yang lebih dalam, dan secara klinis ditandai dengan
pembengkakan jaringan, angioedema dapat terjadi dibagian tubuh manapun,
namun lebih sering ditemukan di daerah perioral, periorbital, lidah, genitalia,
dan ekstremitas. Adapun gejala klinis angioedema dapat berupa :
• Lesi pada jaringan yang lebih dalam dari urtikaria sampai dermis dan
subkutis atau submucosa.
• Didapatkan edema berbatas tegas.
• Umumnya tidak dijumpai rasa gatal tetapi terdapat rasa terbakar.
• Saluran napas → sesak napas, suara serak dan rhinitis.
• Saluran cerna → rasa mual, muntah, kolik abdomen dan diare
• Angioedema dapat terjadi di tubuh manapun, namun lebih sering ditemukan
di daerah perioral, periorbital, lidah, genitalia, dan ekstremitas.
• Lesi menyerupai urtikaria (eritema dan edema setempat berbatas tegas)
namun lebih dalam. Dengan berbagai bentuk dan ukuran, kadang bagian
tengah lesi tampak lebih pucat.
B. Vaskulitis6
Vaskulitis disebut juga necrotizing angiitis adalah peradangan dan
nekrosis sebagian pembuluh darah. Kerusakan pembuluh darah disebabkan
proses imunonologik dan atau inflamasi. Vaskulitis pada kulit sebagian besar
melibatkan venula, dikenal sebagai cutaneous venulitisl vasculitis (CNV),
cutaneous small vessel vasculitis dan vaskulitis leukositoklastik. CNV dapat
terbatas pada kulit namun dapat pula berhubungan dengan penyakit
kronik/sistemik, dapat dicetuskan infeksi atau obat, maupun dapat idiopatik.
Pada bab ini pembahasan vaskulitis dibatasi hanya pada CNV.
Penyakit sistemik kronik yang dapat menim- bulkan vaskulitis:
rheumatoid arthritis, sindrom Sjorgen, lupus eritematosus sistemik,
hypergammag/obulinemic purpura, vasculitis paraneoplastic,
cryoglobu/inemia, ulcerative colitis, cystic fibrosis, antineutrophil cytoplasmic
atau antiphospholipid antibody syndromes.
Beberapa faktor yang dapat mencetuskan timbulnya CNV: infeksi
bakteri (terutama Streptococcus hemolitikus, Staphylococcus aureus) virus
(terutama hepatitis B dan C), mikobakterium, riketsial, dan obat (terutama
propiltiourasil, hidralazin, granulocyte-macrophage colony stimulating factor,
alopurinol, cephac/or, minosiklin, fenitoin, isotretinoin, streptokinase,
radiocontrast, agen biologik dan metotreksat).
Berikut adalah CNV idiopatik: Henoch Shonlein purpura, acute
hemorrhagic edema of infancy, urticaria/ venulitis, erythema elevatum
diutinum, nodular vasculitis, livedoid vasculopathy, defisiensi komplemen
genetik, vaskulitis eosinofilik.
Kelainannya polimorf yang utama ialah palpable purpura berbentuk
papul purpura multipel, lesi juga dapat berupa plak, urtika, angioedema, pustul,
vesikel, bula, ulkus, nekrosis dan livido retikularis. Bila mengenai pembuluh
darah sedang dapat berupa nodus eritematosa. Kadang terdapat edema subkutan
di bawah lesi dermal. Tempat predileksinya di ekstremitas bawah, punggung
dan bokong.
Lama lesi bertahan antara 1-4 minggu namun dapat berulang secara
episodik berminggu-minggu atau tahunan. Keluhannya dapat gatal atau rasa
terbakar, kadang nyeri. Pada waktu timbul dapat disertai demam, malaise,
artralgia dan mialgia. Keterlibatan pembuluh darah kecil lain dapat ditemukan
pada sinovia, saluran cerna, otot lurik,saraf tepi dan ginjal.
IX. Terapi Farmakologi dan Non-farmakologi
Hal terpenting dalam penatalaksanaan urtikaria adalah identifikasi dan
eliminasi penyebab dan atau faktor pencetus. Pasien juga dijelaskan tentang
pentingnya menghindari konsumsi alkohol, kelelahan fisik dan mental, tekanan
pada kulit misalnya pakaian yang ketat, dan suhu lingkungan yang sangat panas,
karena hal-hal tersebut akan memperberat gejala urtikaria.
Asian consensus guidelines yang diajukan oleh AADV pada tahun 2011
untuk pengelolaan urtikaria kronis dengan menggunakan antihistaminH1 non-
sedasi, yaitu:
DAFTAR PUSTAKA
1. Siti Aisah, Evita Halim Effend. Urtikaria. Buku Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelaman. FKUI. 2018
2. Ito Y, Satoh T, Takayama K, Miyagishi C, Walls AF, Yokozeki H. Basophil
recruitment and activation in inflammatory skin diseases. Allergy. 2011;66(8)
3. Borges MS, Asero R, Ansotegui IJ, Baiardini I, Bernstein JA, Canonica GW, et
al. Diagnosis and treatment of urticaria and angioedema: A worldwide
perspective. WAO Journal [Internet]. 2012 [cited 2016 May 13];5:125-47.
4. Magerl M, Pisarevskaja D, Scheufele R, Zuberbier T, Maurer M. Effectsof a
pseudoallergen diet on chronic spontaneous urticaria: A prospective trial.
Allergy. 2010;65(1)
5. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2018.
6. Endi Novianto, Windy K. Budianti. Vasculitis. Ilmu Penyakit Kulit Kelamin.
FKUI. Ed.7. 2018.