Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN RUPTUR TENDON DENGAN GANGGUAN AKTIVITAS


DI RUANG OPERASI
RUMAH SAKIT TK III DR R SOEHARSONO
BANJARMASIN

NAMA : MARIATUL QIBTIAH


NIM : 1140970120023

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/TANJUNGPURA


2021
LAPORAN PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN DASAR DENGAN


GANGGUAN KEBUTUHAN AKTIVITAS PADA KLIEN RUPTUR TENDON
DI RUANG OPERASI RUMAH SAKIT TK III DR R SOEHARSONO
BANJARMASIN, TELAH DISETUJUI OLEH PEMBIMBING LAHAN DAN
PEMBIMBING AKADEMIK.
Banjarmasin, 16 Juni 2021
Mengetahui
Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Wahyu Asnuriyati S,Kep.,M.,M. H. Agus Arpianto S.Kep.ners


NIDN/NIK 111005800178029637120 NIP. 19760826262001121004

Mahasiswa

Mariatul Qibtiah
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN AKTIVITAS

I. KONSEP TEORI
A. PENGERTIAN
Salah satu tanda kesehatan adalah adanya
kemampuan seseorang melakukan aktivitas, seperti berdiri,
berjalan dan bekerja. Kemampuan aktivitas seseorang tidak
terlepas dari keadekuatan sistem persarafan dan
muskuloskeletal. Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan
bergerak dimana manusiamemerlukan untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidup.
Kesempatan untuk istirahat sama pentingnya dengan
kebutuhan
makan, aktivitas maupun kebutuhan dasar lainnya. Setiap
individu membutuhkan istirahat dan tidur untuk memulihkan
kembali kesehatannya.Istirahat adalah sesuatu keadaan
dimana kegiatan jasmaniah menurun yang berakibat badan
menjadi le0bih segar.
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam
gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Menurut North American Nursing Diagnosis
Association (NANDA) gangguan mobilitas fisik atau
immobilisasi merupakan suatu kedaaan dimana individu
yang mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan
gerakan fisik (Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2010).
Ada lagi yang menyebutkan bahwa gangguan
mobilitas fisik merupakan suatu kondisi yang relatif dimana
individu tidak hanya mengalami penurunan aktivitas dari
kebiasaan normalnya kehilangan tetapi juga kemampuan
geraknya secara total (Ernawati, 2012).
Kemudian, Widuri (2010) juga menyebutkan bahwa
gangguan mobilitas fisik atau imobilitas merupakan keadaan
dimana kondisi yang mengganggu pergerakannya, seperti
trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur
pada ekstremitas dan sebagainya. Tidak hanya itu, imobilitas
atau gangguan mobilitas adalah keterbatasan fisik tubuh
baik satu maupun lebih ekstremitas secara mandiri dan
terarah (Nurarif A.H & Kusuma H, 2015).
Rupture Tendon Achilles adalah robek atau putusnya
hubungan tendon (jaringan penyambung) yang disebabkan
oleh cidera dari perubahan posisi kaki secara tiba-tiba atau
mendadak dalam keadaan dorsifleksi pasif maksimal. (Arif
Muttaqin, 2011).
Ruptur tendon merupakan jejas akut terhadap tendon akibat
faktor dominan eksternal meskipun adajuga kontribusi faktor
internal meski lebih kecil(Griffin et al, 2012).
Ruptur Tendon adalah roben atau putusnya hubungan
tendon (jaringan penyambung) yang disebabkan oleh cidera
dari perubahan posisi kaki secara tiba-tiba atau mendadak
yang mengakibatkan susah menggerakkan kaki maka dari
itu mengalami keterbatasan gerakan fisik.

B. ETIOLOGI
Harimurti, dan Roosheroe (dalam Setiati, Alwi,
Sudoyo, Stiyohadi, dan Syam, 2014) mengenai penyebab
gangguan mobilitas fisik adalah adanya rasa nyeri, lemah,
kekakuan otot, ketidakseimbangan, masalah psikologis,
kelainan postur, gangguan perkembangan otot, kerusakan
sistem saraf pusat, atau trauma langsuung dari sistem
muskuloskeletal dan neuromuskular.
Menurut Arif Muttaqin tahun 2011 Etiologi dari Ruptur
tendon terdiri :
1. Penyakit tertentu, seperti arthritis dan diabetes
2. Obat-obatan, seperti kortikosteroid dan beberapa
antibiotik yang dapat meningkatkan risiko pecah
3. Cedera dalam olah raga, seperti melompat dan berputar
pada olah raga badminton, tenis, basket dan sepak bola
4. Trauma benda tajam atau tumpul pada bawah betis
5. Obesitas.
Salah satu penyebab ruptur tendon adalah cidera
dalam olahraga berlebih. Hal tersebut akan mengakibatkan
keterbatasan gerakan fisik dalam melakukan aktivitas sehari-
hari. Dikarenakan kekakuan otot yang dapat meimbulkan
ganggaun mobilitas fisik.

C. TANDA DAN GEJALA


Adapun tanda dan gejala pada gangguan mobilitas
fisik menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) yaitu :
a. Tanda dan gejala mayor
Tanda dan gejala mayor subjektif dari gangguan
mobilitas fisik, yaitu mengeluh sulit menggerakkan
ekstremitas. Kemudian, untuk tanda dan gejala mayor
objektifnya, yaitu kekuatan otot menurun, dan rentang gerak
menurun.
b. Tanda dan gejala minor
Tanda dan gejala minor subjektif dari gangguan
mobilitas fisik, yaitu nyeri saat bergerak, enggan melakukan
pergerakan, dan merasa cemas saat bergerak. Kemudian,
untuk tanda dan gejala minor objektifnya, yaitu sendi kaku,
gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, dan fisik
lemah.
Selain itu, menurut NANDA-I (2018) kondisi terkait yang
berisiko mengalami gangguan mobilitas fisik, antara lain
kerusakan integritas struktur tulang, gangguan fungsi
kognitif, gangguan metabolisme, kontraktur, keterlambatan
perkembangan, gangguan muskuloskeletal, gangguan
neuromuskular, agens farmaseutika, program pembatasan
gerak, serta gangguan sensoriperseptual.
Ruptur tendon Achilles akan memberikan gejala nyeri
seperti ditembak atau dipukul yang muncul mendadak di
tumit.
Tanda lainnya adalah terdapat audible pop/snap saat
bermanuver, pembengkakan betis, kekakuan otot, dan sulit
berjinjit.

D. PATOFISIOLOGI
Neuromuskular berupa sistem otot, skeletal, sendi,
ligamen, tendon, kartilago, dan saraf sangat mempengaruhi
mobilisasi. Gerakan tulang diatur otot skeletal karena
adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang
bekerja sebagi sistem pengungkit. Tipe kontraksi otot ada
dua, yaitu isotonik dan isometrik. Peningkatan tekanan otot
menyebabkan otot memendek pada kontraksi isotonik.
Selanjutnya, pada kontraksi isometrik menyebabkan
peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak terjadi
pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya
menganjurkan pasien untuk latihan kuadrisep. Gerakan
volunter merupakan gerakan kombinasi antara kontraksi
isotonik dan kontraksi isometrik. Perawat harus
memperhatikan adanya peningkatan energi, seperti
peningkatan kecepatan pernapasan, fluktuasi irama jantung,
dan tekanan darah yang dikarenakan pada latihan isometrik
pemakaian energi meningkat. Hal ini menjadi kontraindikasi
pada pasien yang memiliki penyakit seperti infark miokard
atau penyakit obstruksi paru kronik. Kepribadian dan
suasana hati seseorang digambarkan melalui postur dan
gerakan otot yang tergantung pada ukuran skeletal dan
perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan
kelompok otot tergantung tonus otot dan aktivitas dari otot
yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi.
Tonus otot sendiri merupakan suatu keadaan tegangan otot
yang seimbang. Kontraksi dan relaksasi yang bergantian
melalui kerja otot dapat mempertahankan ketegangan.
Immobilisasi menyebabkan aktivitas dan tonus otot menjadi
berkurang. Rangka pendukung tubuh yang terdiri dari empat
tipe tulang, seperti panjang, pendek, pipih, dan irreguler
disebut skeletal. Sistem skeletal berfungsi dalam
pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur
keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel
darah merah (Potter dan Perry, 2012)

E. DATA PENUJANG/PEMERIKSAAN DIAGNOSIK


1. PENATALAKSANAAN NON MEDIS
Saputra (2013) berpendapat bahwa penatalaksanaan
untuk gangguan mobilitas fisik, antara lain :
a. Pengaturan posisi tubuh sesuai dengan kebutuhan
pasien, seperti memiringkan pasien, posisi fowler, posisi
sims, posisi trendelenburg, posisi genupectoral, posisi
dorsal recumbent, dan posisi litotomi.
b. Ambulasi dini
Salah satu tindakan yang dapat meningkatkan
kekuatan dan ketahanan otot serta meningkatkan fungsi
kardiovaskular. Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara
melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat
tidur, bergerak ke kursi roda, dan yang lainnya.
c. Melakukan aktivitas sehari-hari.
Melakukan aktivitas sehari-hari dilakukan untuk
melatih kekuatan, ketahanan, dan kemampuan sendi
agar mudah bergerak, serta mingkatkan fungsi
kardiovaskular.
d. Latihan Range of Motion (ROM) aktif atau pasif.
Tujuan Range of Motion (ROM) itu sendiri, yaitu
mempertahankan atau memelihara kekuatan otot,
memelihara mobilitas persendian, merangsang sirkulasi
darah, mencegah kelainan bentuk (Potter & Perry, 2012).

2. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tindakan operasi dapat dilakukan, dimana ujung
tendon yang terputus disambungkan kembali dengan
teknik penjahitan. Tindakan pembedahan dianggap
paling efektif dalam penatalaksanaan tendon yang
terputus.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
Menurut Hidayat dan Uliyah (2014) pengkajian
keperawatan pada pasien pemenuhan kebutuhan aktivitas
meliputi :
a. Riwayat Keperawatan Sekarang
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan
pasien yang menyebabkan terjadi keluhan/gangguan dalam
mobilitas dan imobilitasnya, seperti adanya nyeri, kelemahan
otot, kelelahan, tingkat mobilitas dan imobilitas, daerah
terganggunya mobilitas dan imobilitas,dan lama terjadinya
gangguan mobilitas.
b. Riwayat Keperawatan Penyakit Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan
dengan pemenuhan kebutuhan aktivitas, misalnya adanya
riwayat penyakit sistem neuorologis (kecelakaan
serebrovaskuler, trauma kepala, peningkatan tekanan
intrakanial, miastenia gravis, gullain barre, cedera medula
spinalis, dan lain-lain), riwayat penyakit sistem
kardiovaskuler (infark miokard, gagal jantung kongestif),
riwayat penyakit sistem muskuloskeletal (osteoporosis,
fraktur, artritis), riwayat penyakit sistem pernapasan
(penyakit paru obstruksi menahun, pneumonia, dan lain-
lain), riwayat pemakaian obat, seperti sedativa, hipnotik,
depresan sistem saraf pusat, laksansia, an lain-lain.
c. Kemampuan Fungsi Motorik
Pengkajian dilakukan dengan tujuan untuk menilai
kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, bangun, dan
berpindah tanpa bantuan.
d. Kemampuan Rentang Gerak
Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM)
dilakukan pada daerah seperti bahu, siku, lengan, panggul,
dan kaki.
e. Perubahan Intoleransi aktivitas
Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan
dengan perubahan pada sistem pernapasan, antara lain
suara napas, analisis gas darah, gerakan dinding toraks,
adanya mukus, batuk yang produktif diikuti panas, dan nyeri
saat respirasi. Pengkajian intoleransi aktivitas terhadap
perubahan sistem kardiovaskuler, seperti nadi dan tekanan
darah, gangguan sirkulasi perifer, adanya trombus, serta
perubahan tanda vital setelah melakukan aktivita atau
perubahan posisi.
f. Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi
g. Perubahan Psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan
oleh adanya gangguan aktivitas/mobilitas, antara lain
perubahan perilaku,peningkatan emosi, perubahan dalam
mekanisme koping, dan lain-lain.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut NANDA tahun 2015 – 2017 Diagnosa
keperawatan yang sering muncul pada klien rupture tendon
Achilles adalah:
1. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan tendon Achilles
2. Risiko jatuh berhubungan dengan hambatan mobilitas.

C. INTERVENSI
1. Intervensi hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan tendon
Achilles:
- Monitoring vital sign sebelum atau sesudah latihan
dan lihat respon pasien saat latihan
- Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana
ambulasi sesuai dengan kebutuhan
- Bantu klien untuk menggunakan tongkat dan cegah
terhadap cedera
- Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan tentang teknik
ambulasi
- Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
- Latih pasien dalam pememnuhan kebutuhan ADLs
secara mandiri sesuai kemampuan
- Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs ps.
- Berikan alat bantu jika klien memerlukan
- Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
berikan bantuan jika diperlukan
2. Intervensi risiko jatuh berhubungan dengan hambatan
mobilitas
- Identifikasi kekurangan kognitif maupun fisik pasien.
- Bantu ambulasi.
- Sediakan alat bantu.
- Letakkan benda pada jangkauan yang mudah.
-Ajarkan keluarga mengenai faktor risiko jatuh.

D. IMPLEMENTASI

E. EVALUASI
1. Evaluasi hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
kerusakan tendon Achilles :
S: Pasien mengatakan mulai nyaman beraktivitas
O: Pasien terlihat mulai bisa beraktivitas tanpa bantuan
perawat
A: Masalah teratasi sebagian
P: Tindakan dilanjutkan
2. Evaluasi risiko jatuh berhubungan dengan hambatan
mobilitas:
S: Pasien mengatakan tidak ada lagi jatuh di kasur
O: Pasien terlihat aman aja
A: Masalah teratasi
P: Tindakan dihentikan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth’s. 2001. Buku ajar keperawatan medikal bedah.


Jakarta. EGC
Herman, T. Heater. 2015. Nanda International Inc. Diagnosis
keperawatan. Jakarta : Monica ester
Rohmah, Nikmatur dan Walid, Saiful. 2012. Proses Keperawatan Teori
dan Aplikasi. Yogyakarta : Ar-Ruzz Medi.

Anda mungkin juga menyukai