Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

STROKE

Dosen : Alfrina Hany, S.Kp., MNg

Disusun Oleh :

Agina Amalia Putri

175070201111025

Kelompok 1 Reguler 1 PSIK 2017

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2021
A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Pengertian Stroke
Stroke merupakan gangguan fungsi otak yang terjadi secara mendadak, dengan onset
dapat terjadi dalam beberapa detik atau beberapa jam dan diikuti tanda gejala stroke lebih dari 24
jam. Menurut WHO, stroke adalah suatu keadaan ditemukannya tanda-tanda klinis berupa defisit
neurologik fokal dan global yang berkembang secara cepat yang dapat berlangsung selama 24 jam
atau lebih dan atau dapat menyebabkan kematian tanda ada penyebab lain yang jelas selain
vaskular
Stroke terjadi akibat adanya sumbatan pada aliran darah pada otak ataupun pecahnya
pembuluh darah di otak. Sehingga sebagian otak tidak mendapatkan pasokan oksigen yang cukup
yang dapat menyebkan kematian sel/jaringan.. Manifestasi stroke muncul tergantung pada lokasi
cedera. Beberapa stroke bisa sembuh sempurna, namun beberapa sembuh dengan gejala sisa
bahkan kondisi pasien yang tidak memungkinkan dapat menyebabkan kematian.

2. Epidemiologi Stroke
Stroke merupakan 10% penyebab dari seluruh kematian di dunia dan ada pada peringkat 3
setelah jantung koroner dan kanker di negara-negara maju. Prevalensi stroke di Amerika Serikat
adalah sekitar 7 juta (3,0%), sedangkan di Cina prevalensi stroke berkisar antara 1,8% (pedesaan)
dan 9,4% (perkotaan). Menurut WHO, 7,9% dari total jumlah kematian di Indonesia disebabkan
oleh stroke. Riskesdas menyatakan bahwa prevalensi stroke di Indonesia sebesar 7/1000
penduduk dan yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 12,1/1000 penduduk.

3. Etiologi Stroke
1. Adanya emboli
2. Perdarahan hipertensi
3. Arteritis
4. Ruptur sakular aneurisma/malformasi arterivena
5. Transien iskemik
6. Trombosis aterosklerosis
7. Trombophlebitis serebral
8. Kelaian hematologi
9. Trauma atau kerusakan karotis dan arteri basilar
10. Angiopati amiloid
11. Kerusakan aneuriisma aorta
12. Komplikasi angiografi
4. Klasifikasi Stroke
Stroke dapat diklasifikasikan menjadi berikut:
1. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik disebabkan adnaya tekanan baru arteri pada kapiler-kapiler
yang menyebabkan terjadinya diapedesis eritrosit melalui dinding kapiler yang hipoksia.
Semakin sering terjadi reperfusi, semakin rusak pula dinding kapiler dan makin
memperbanyak kemungkinan daerah infark hemoragik. Lokasi perdarahan yang terjadi
bisa intraserebral ataupun subarachnoid. Perdarahan intraserebral adalah pecahnya
pembuluh darah sehingga darah masuk dalam jaringan otak dan menyebabkan sel-sel otak
matik dan berhenti bekerja. Perdarahan subarachnoid adalah perdaraha yang terjadi dekat
dengan permukaan otak, menyebabkan darah menyebar diantara otak dan tulang
tengkorak.
2. Stroke Non-Hemoragik / Iskemik
Stroke non-hemoragik merupakan stroke yang biasanya disebabkan oleh
thrombus. Stroke non-hemoragik terbagi menjadi stroke emboli dan stroke trombolitik.
Stroke emboli adalah stroke yang diakibatkan oleh bekuan darah / plak yang terbentuk
didalam jantung atau pembuluh arteri besar kemudian terbawa hingga ke otak. Stroke
trombolitik adalah stroke yang diakibatkan oleh bekuan darah / plak yang terbentuk
didalam pembuluh arteri kemudian terbawa hingga ke otak.

5. Patofisiologi Stroke
Adanya faktor pencetus seperti merokok, penyakit, ataupun riwayat keluarga yang
dibiarkan terus menerus menyebabkan terjadi nya penimbulan lemak ataupun peningkatan
kolestrol dalam darah. Lemak yang tertimbul dalam darah menyebabkan terjadinya plak dan
thrombus yang menyebabkan pemburuh darah menjadi kaku. Pembuluh darah yang kaku dapat
pecah dan terjadi stroke hemoragik. Apabila stroke hemoragik terjadi, maka akan terjadi
peningkatan tekanan intrakranial yang menyebabkan kerusakan pada nervus. Disfungsi nervus XI
menyebabkan kelemahan anggota tubuh. Disfungsi nervus X dan XI menyebabkan proses
menelah tidak efektif dan penurunan refluks. Disfungsi nervus VII menyebabkan kelumpuhan
pada fasialis.
Sedangkan stroke iskemik terjadi karena adanya faktor pencetus seperti kadar kolestrol dan
trigliserida tinggi, merokok, ataupun hipertensi. Faktor pencetus menyebabkan endotelium
menjadi rusak. Lalu lemak, kolestrol, dan sisa metabolisme akan menumpuk pada dinding
pembuluh darah menciptakan plak pada pembuluh darah dan apabila plak terlepas maka
menyebabkan emboli. Emboli yang terbawa dalam pembuluh darah dapat menyumbat arteri di /
menuju otak. Sehingga aliran darah menuju otak menurun dan bermanifestasi defisit neurologis.

6. Tanda dan Gejala Stroke


Secara umum tanda dan gejala stroke adalah sebagai berikut:
1. Defisit neurologis
2. Hemidefisit motoric
3. Hemidefisit sensorik
4. Penurunan kesadaran
5. Kelumpuhan nervus VII (fasialis) dan nervus XII (hipoglosus) yang bersifat sentral
6. Afasia dan demensia
7. Hemianopsia
8. Defisit batang otak

Namun, tanda dan gejala stroke juga dapat dibagi berdasarkan klasifikasi stroke, sebagai berikut:
1. Stroke hemoragik
a. Defisit neurologis mendadak yang didahului gejala prodromal yang terjadi pada saat
istirahat atau bangun tidur
b. Terjadi trauma pada usia >50 tahun
c. Penurunan kesadaran

2. Stroke non hemoragik


Tanda dan gejala stroke non hemoragik dapat dibagi menjadi asal sumbatan :
a. Penyumbatan arteri karotis interna
• Buta secara mendadak
• Ketidakmampuan bicara
• Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan dengan sisi sumber sumbatan dan
disertai dengan sindrom Horner pada sisi sumbatan
b. Penyumbatan arteri serebri anterior
• Gangguan sensitibilitas pada tungkai yang lumpuh
• Ketidakmampuan untuk mengendalikan buang air
• Gangguan mental
• Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan pada tungkai
c. Penyumbatan arteri serebri media
• Kelumpuhan
• Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh
• Hilangnya kemampuan dalam berbahasa
d. Penyumbatan sistem vertebrobasilar
• Kelumpuhan pada ekstremitas
• Gangguan koordinasi gerak tubuh
• Disfagia
• Tremor dan vertigo
• Gangguan penglihatan dan pendengaran
• Rasa kaku diwajah, mulut, dan lidah
• Kelumpuhan saraf kranialis ketiga

7. Faktor Risiko Stroke


Beberapa kondisi yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya stroke, yaitu :
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
a. Riwayat keluarga
b. Usia
Usia >50 tahun meningkatkan risiko terjadinya stroke akibat proses penuaan yang
umumnya menimbulkan plak pada pembuluh darah
c. Jenis kelamin
Laki-laki lebih berisiko mendertia stroke dikarenakan laki-laki lebih cenderung untuk
merokok yang dapat merusak lapisan pembuluh darah

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi


a. Hipertensi
Hipertensi menyebakan aterosklerosis darah serebral sehingga terjadi penebalan dan
degenerasi pada pembuluh darah yang kemudian pecah dan menimbulkan perdarahan.
b. Dislipidemia
Dislipidemia merupakan kelainan yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan
fraksi lipid dalam plasma. Kolestrol LDL yang tinggi dan kolestrol HDL yang rendah sering
dihubungkan dengan peningkatan terjadinya stroke.
c. Diabetes mellitus
Peningkatan gula darah meningkatkan risiko aterosklerosis pada arteri koronaria,
femoralis, dan serebral. Sehingga risiko terjadinya stroke meningkat menjadi dua kali lipat
dibandingkan dengan tanpa diabetes.
d. Obesitas
Obesitas menyebabkan kondisi tekanan darah, kadar glukosa, dan serum lipid yang lebih
tinggi yang dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke.
e. Alkohol
f. Merokok

8. Komplikasi Stroke
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien stroke adalah sebagai berikut:
a. Dekubitus
Dekubitus dapat terjadi karena pada umumnya pasien stroke terlalu lama berbaring
sehingga menyebabkan luka/lecet pada bagian yang menjadi tumpuan. Beberapa bagian yang
rentan untuk mengalami dekubitus seperti pinggul, sendi kaki, pantan, dan tumit. Luka
dekubitus tidak boleh dibiarkan karena dapat menyebabkan infeksi.
b. Infeksi
Pasien dengan stroke akut berisiko tinggu untuk terjadia infeksi seperi pneumonia dan
infeksi saluran kemih
c. Penurunan kekuatan otot
Posisi berbarang yang terlalu lama dapat menyebabkan kekakuan pada otot dan sendi.
Saraf peroneus yang tertekan terus menerus dapat menyebabkan terjadinya drop foot.
d. Osteopenia dan osteoporosis
Keadaan ini dapat terjadi akibat menurunnya densitas mineral pada tulang karena
kurangnya imobilisasi dan paparan sinar matahari
e. Depresi dan efek psikologis
f. Spastisitas dan kontraktur

9. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan
Pemeriksaan CT-scan kepala dapat membedakan jenis patologis stroke, seperti
perdarahan, iskemik, atau infark. Pemeriksaan juga dapat menentukan lokasi, ukuran infark,
dan penyebaran perdarahan untuk membantu rencan operasi.
b. MRI
Pemeriksaan MRI dapat dilihat lesi kecil di kortikal, subkortikal, batang otak dan
serebelum yang tidak terlihat dengan pemeriksaan CT-Scan. MRI lebih sensitif dibandingkan
CT-Scan dalam mendeteksi stroke iskemik bahkan pada stadium dini, namun alat ini kurang
peka dibandingkan CT-Scan dalam mendeteksi perdarahan intrakranium ringan.
c. ASGM / Algoritma Stroke Gadjah Mada
Apabila pemeriksaan dengan CT-Scan tidak memungkinkan maka dapat dilakukan
pemeriksaan ASGM. ASGM terdiri dari 3 variabel, yaitu: nyeri kepala pada saat serangan,
penurunan kesadaran pada saat serangan, dan reflek babinski. Apabila terdapat tiga atau dua
variabel tersebut maka jenis patologis stroke adalah stroke perdarahan. Sesangkan stroke
iskemik atau infark, apabila tidak ada ketiga variable tersebut pada saat serangan.
d. SSGM / Skala Stroke Gadjah Mada
Pemeriksaan SSGM digunakan untuk mengetahui keparahan stroke dan prognosis stroke.
SSGM dapat dilakukan setelah pemeriksaan CT-Scan atau ASGM.
e. ECG
ECG digunakan untuk mencari tanda – tanda kelainan irama jantung atau penyakit
jantung sebagai kemungkinan penyebab stroke. Aritmia kordis dapat terjadi pada penderita
stroke iskemik akut. Fibrilasi atrial sangat potensial untuk terjadi stroke, dapat terdeteksi lebih
awal.
f. EEG
Pemeriksaan EEG dilakukan apabila terjadi kejang. Dan kejang pada penderita stroke
adalah kontraindikasi pemberian rtPA.
g. Kadar gula darah
Pemeriksaan kadar gula darah sangat diperlukan karena pentingnya diabetes mellitus
sebagai salah satu faktor risiko utama stroke. Tingginya kadar gula darah pada stroke akut
berkaitan pula dengan tingginya angka kecacatan dan kematian. Selain itu dengan
pemeriksaan dapat diketahui adanya hipoglikemia yang memberikan gambaran klinik
menyerupai stroke.
h. Pemeriksaan darah dan urin
• Hitung darah lengkap untuk melihat penyebab stroke seperti trombositosis,
trombositopenia, polisitemia, anemia termasuk sikle cell disease
• Laju endap darah untuk mendeteksi terjadinya giant cell arteritis atau vaskulitis lainnya
• Glukos darah untuk melihat DM, hipoglikemia atau hiperglikemia
• Lipid serum untuk melihat faktor risiko stroke
• Analisis urine mencakup penghitungan sel dan kimia urine untuk mengidentifikasi infeksi
dan penyakit ginjal
• Pemeriksaan analisis gas darah dilakukan apabila dicurigai ada hipoksia
• Pemeriksaan cairan otak dilakukan apabila dicurigai stroke perdarahan subarakhnoid dan
pada pemeriksaan CT_Scan tidak terlihat ada perdarahan subarakhnoid

10. Terapi Stroke


a. Terapi anti platelet
Pemberian terapi anti platelet 48 jam sejak onset serangan dapat menurunkan risiko
kematian dan memperbaiki luaran pasien stroke dengan mengurangi volume kerusakan otak
yang diakibatkan iskemik dan mengurangi terjadinya stroke iskemik berulangan. Beberapa
anti platelet yang biasa digunakan adalah aspirin atau clopidogrel.
b. Terapi anti koagulan
Terapi antikoagulan tidak harus secara rutin diberikan untuk stroke iskemik akut. Obat ini
dapat digunakan untuk pencegahan sekunder jangka panjang pada pasien dengan fibrilasi
atrium dan stroke kardioemboli.
c. Terapi okupasi
Memungkinkan pasien stroke untuk mendapatkan kemampuan mandiri terbaiknya dalam
berbagai aspek, seperti perawatan diri, perawatan rumah tangga, keterampilan kejuruan, dan
rekreasi.
d. Terapi wicara
Membantu pasien stroke meningkatkan kemampuan menelan, berkomunikasi, dan
ekspresi verbal mereka. Jika pasien memiliki masalah psikologis dan/atau emosional, psikolog
klinis bisa memberikan bantuan yang diperlukan.

11. Penatalaksanaan Stroke


a. Intravenous Recombinant Tissue Plasminogen Activator (rt-PA)
Menurut America Stroke Association, obat ini diberikan secara IV antara 3-4,5 jam
setelah onset serangan stroke. Obat ini diberikan untuk mencegah referfusi pada pasien stroke
iskemik. Keberhasilan pemberian terapi rtPA sangat tergantung dengan waktu pemberian
terapi. Pemberian terapi rtPA dalam waktu 0-90 menit dapat mengurangi komplikasi sebesar
9,6%, pemberian terapi rt-PA dalam waktu 91-180 menit sebesar 10,5%, dan pemberian terapi
rt-PA dalam waktu 181-270 menit sebesar 11,7%.
b. Operasi bedah
Tidak semua pasien yang menderita stroke hemoragik perlu menjalani tindakan operasi
bedah. Tergantung pada ukuran, lokasi, dan kedalaman hematoma (pengumpulan darah di luar
pembuluh darah) dan apakah stroke diikuti dengan pembengkakan jaringan otak dan kondisi
pasien secara keseluruhan, dll. Operasi bedah bisa membuang hematoma untuk menurunkan
tekanan intrakranial (tekanan di dalam tengkorak) pada pasien yang mengalami stroke
hemoragik. Tindakan operasi juga bisa memotong aneurisma (pembengkakan pembuluh darah
di otak seperti balon) untuk mencegah perdarahan lebih lanjut. Untuk stroke iskemik (stroke
karena kurangnya pasokan darah), tindakan operasi juga bisa dilakukan untuk membuang
bagian intima dari arteri karotis, untuk mencegah kambuhnya stroke. Dengan kemajuan
teknologi non-invasif, pengobatan berbasiskan kateter bisa dilakukan untuk melebarkan
penyempitan pembuluh darah di leher atau untuk menutup aneurisma pembuluh darah di
dalam otak.
c. Rehabilitasi
Rehabilitasi dapat dilakukan dengan rangkaian terapi fisik, terapi okupasi, dan terapi
bicara. Pelaksanaannya dapat melibatkan anggota keluarga dan juga tenaga kesehatan.
Rehabilitas akan mempercepat proses pemulihan pasien karena proses ini akan memberikan
dukungan dan motivasi bagi pasien stroke. Canadian Stroke Strategy (CSS) menentukan batas
waktu untuk dilakukan penilaian rehabilitasi pada pasien stroke iskemik dilakukan dalam 48
jam sejak admisi ke rumah sakit.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian head to toe
1. Identitias pasien
2. Keluhan utama : nyeri dada, sesak napas
3. Riwayat kesehatan terdahulu
4. Riwayat kesehatan sekarang : kelemahan, nyeri
5. Riwayat kesehatan keluarga
6. Keadaan umum
- B1 (Breathing)
Klien sesak napas, frekuensi napas cepat, mengeluh seperti tercekik
- B2 (Blood)
 Inspeksi
 Palpasi : denyut nadi perifer melemah
 Auskultasi : tekanan darah menurun
 Perkusi
- B3 (Brain)
Kesadaran klien composmentis
- B4 (Bledder)
Oliguri (tanda awal syok kardiogenik)
- B5 (Bowel)
Klien mual dan muntah, nyeri tekan pada empat kuadran abdomen, penurunan
peristaltik usus
- B6 (Bone)
Klien lemah, lelah, tidak dapat tidur, keterbatasan aktivitas
7. Head to Toe
- Kepala : bentuk kepala normal dan simetris, tidak ada luka pada kulit kepala, wajah
simetris
- Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
- Telinga : bentuk simetris, tidak ada otorhoe, tidak ada luka
- Hidung : bentuk simetris, tidak ada rinorhea, tidak ada epistaksis
- Mulut : bentuk simetris, mukosa bibir merah mudah dan lembab, lidah simetris
- Leher : tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada deviasi posisi trachea
- Dada : pergerakan dinding dada tidak simetris, peningkatan frekuensi napas, nyeri
dada
- Perut dan pinggung : nyeri tekan pada empat kuadran abdomen, penurunan peristaltik
usus
- Pelvis dan perineum : bentuk pelvis simetris, tidak ada penonjolan tulang yang
abnormal, tidak terdapat luka dan kemerahan
- Ekstremitas : CRT, kekuatan otot

b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
2. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kelemahan otot untuk menelan
4. Hambatan komunikasi verbal b.d sulit bicara

c. Intervensi Keperawatan
1. Dx 1 : manajemen nyeri
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, kuantitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Anjurkan penggunaan analgetik secara tepat
- Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu

2. Dx 2 : terapi Latihan
- Dukung Latihan ROM
- Instruksikan keluarga untuk membantu Latihan ROM

3. Dx 3 : bantuan perawatan diri: pemberian makan


- Monitor kemampuan pasien untuk menelan
- Pastikan posisi pasien tepat dan nyaman
- Sesuaikan alat makan dengan kebutuhan klien
- Berikan makanan yang sesuai
- Monitor berat badan pasien

4. Dx 4 : peningkatan komunikasi: kurang bicara


- Libatkan keluarga dalam berkomunikasi
- Gunakan media lain seperti kartu baca, kertas, pensil, bahasa tubuh
DAFTAR PUSTAKA

Aji Seto Arifianto, Moechammad Sarosa, O. S. (2014). Klasifikasi stroke berdasarkan kelainan patologis
dengan learning vector quantiation. Eeccis, 8(2), 117–122.

Bahrudin, M. (2012). Model Diagnostik Stroke Berdasarkan Gejala Klinis. In Saintika Medika (Vol. 6,
Issue 2). https://doi.org/10.22219/sm.v6i2.1063

Boehme, A. K., Esenwa, C., & Elkind, M. S. V. (2017). Stroke Risk Factors, Genetics, and Prevention.
Circulation Research, 120(3), 472–495. https://doi.org/10.1161/CIRCRESAHA.116.308398

Kuriakose, D., & Xiao, Z. (2020). Pathophysiology and treatment of stroke: Present status and future
perspectives. International Journal of Molecular Sciences, 21(20), 1–24.
https://doi.org/10.3390/ijms21207609

PPNI (2018) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik. 1st edn.
Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan. 1st edn.
Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018) Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil. 1st edn. Jakarta: DPP
PPNI.

Qurbany, Z. T., & Wibowo, A. (2016). Stroke Hemoragik e.c Hipertensi Grade II. Jurnal Medula, 5(2),
114–118. http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/1520

Widyaswara Suwaryo, P. A., Widodo, W. T., & Setianingsih, E. (2019). Faktor Risiko yang
Mempengaruhi Kejadian Stroke. Jurnal Keperawatan, 11(4), 251–260.
https://doi.org/10.32583/keperawatan.v11i4.530X

Anda mungkin juga menyukai