PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak
diseluruh dunia terutama di negara berkembang.1Pada tahun 2009 diperkirakan terdapat
9,4juta kasus baru TB di seluruh dunia dengan jumlah kematian 1,7 juta orang.2,3
Pada seluruh kasus yang ditemukan, sekitar 11% terdapat pada anak, literatur lain
menulis perkiraanJumlah kasus TB anak sebesar 1,3 juta dengan 450.000 kematian
setiap tahunnya.1,2,4Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB berat dan
merupakan 3-7% kasusTB dengan angka kematian yang tinggi. Tuberkulosis milier
merupakan jenis tuberculosisyang bervariasi mulai dari infeksi kronis, progresif lambat,
hingga penyakit fulminan akut,yang disebabkan penyebaran hematogen dan mengenai
banyak organ.1,3
Tuberkulosis milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama
usiadibawah 2 tahun, karena imunitas seluler spesifik, fungsi makrofag dan mekanisme
local pertahanan parunya belum berkembang sempurna sehingga kuman TB mudah
berkembangbiak dan menyebar keseluruh tubuh.1
Tuberkulosis milier yang timbul di pengaruhi oleh dua faktor, yaitu jumlah
danvirulensi kuman Mycobacterium tuberculosis dan status imunologis pasien (non
spesifik danspesifik). Beberapa kondisi yang menurunkan sistem imun juga dapat
memudahkantimbulnya TB milier, seperti infeksi HIV, malnutrisi, infeksi morbili,
pertusis, diabetesmelitus, gagal ginjal, keganasan, dan penggunaan kortikosteroid jangka
lama. Faktor-faktorlain yang mempengaruhi perkembangan penyakit adalah faktor
lingkungan, yaitu kurangnyasinar matahari, perumahan yang padat, polusi udara, asap
rokok, penggunaan alkohol, obatbius, serta sosial ekonomi.1,2
Di Indonesia, data penelitian mengenai etiologi FUO masih kurang, tetapi beberapa
penelitan menunjukkan hasil yang sama, penyakit infeksi merupakan penyebab utama
dari demam yang berkepanjangan. Penelitian di RSUP Fatmawati pada tahun 2008-2010
ditunjukkan bahwa penyebab terbanyak demam berkepanjangan adalah penyakit infeksi
(97%). 2
1
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga
pleura disebabkan ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi dari cairan pleura itu
sendiri. Proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat
penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat,
eksudat, ataupun dapat berupa darah atau pus.
Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut
umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah severely underweight (Kemenkes RI,
2011), sedangkan menurut Depkes RI 2008, keadaan kurang gizi tingkat berat pada anak
berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD dan atau
ditemukan tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Penyakit Anak.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mengetahui dan memahami Tuberkulosis paru + efusi pleura + Gizi buruk serta
dapat melakukan penatalaksanaannya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Penyakit TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mikrobakterium
tuberkulosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini dapat merupakan organisme
patogen maupun saprofit. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainya. Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh kuman/bakteri
Mycobacteriumtuberculosis. Kuman ini pada umumnya menyerang paru - paru dan
sebagianlagi dapat menyerang di luar paru - paru, seperti kelenjar getah
bening(kelenjar), kulit, usus/saluran pencernaan, selaput otak, dan sebagianya.1
2.1.2 Etiologi
Mycobacterium Tuberculosis adalah penyebab utama penyakit tuberkulosis pada
manusia,berupa basil tidak membentuk spora, tidak bergerak, panjang 2-4 nm. Obligat
aerob yang tumbuh dalam media kultur Loweinstein-Jensen, tumbuh baik pada suhu 37-
410C, dinding selyang kaya lemak menyebabkan tahan terhadap efek bakterisidal
antibodi dan komplemen,tumbuh lambat dengan waktu generasi 12-24 jam.1,2
tetapi bila dalam cairan akan mati pada suhu 60°C dalam waktu 15-20 menit
Basil tuberculosis tidak membentuk toksin (baik endotoksin maupun eksotoksin).
Penularan Mycobacterium tuberculosis biasanya melalui udara, sehingga sebagian besar
fokus primer tuberculosis terdapat dalam paru. Selain melalui udara, penularan dapat
peroral misalnya minum susu yang mengandung basil tuberculosis, biasanya
Mycobacterium bovis. Dapat juga melalui luka atau lecet di kulit..2
2.1.3 Epidemiologi
dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit yang kembali muncul dan menjadi
masalah terutama di negara maju. Salah satu diantaranya adalah TB. World health
organization memperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia (2 miliar orang) telah
terinfeksi oleh M. tuberculosis, dengan angka tertinggi di Afrika, Asia, dan Amerika
Latin. Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di
negara berkembang, tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu
3
penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas, baik di negara berkembang
maupun di negara maju.2
2.1.4 Patogenesis
Paru merupakan port d´entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Ukuran kuman
TB sangat kecil (<5µm), sehingga kuman yang terhirup dalam percik renik (droplet
nuclei) dapatmencapai alveolus. Sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan
seluruhnya olehmekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respons
imunologis spesifik,sedangkan sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat
dihancurkan. Individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag
alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar di hancurkan. Sebagian kecil
kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akanterus berkembang biak dalam makrofag,
dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag.Selanjutnya kuman TB membentuk lesi di
tempat tersebut, yang di namakan fokus primer Ghon. Penyebaran selanjutnya, kuman
TB dari fokus primer Ghon menyebar melalui saluranlimfe menuju kelenjar limfe
4
regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe kelokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe(limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Gabungan antara fokus primer,limfangitis,
dan limfadenitis di namakan kompleks primer (primary complex). Waktu yang
diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara
lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi TB berlangsung selama 2-12
minggu, biasanyaberlangsung selama 4-8 minggu. Selama masa inkubasi, sebelum
terbentuknya imunitasselular, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen.
Penyebaran limfogen, kumanmenyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks
primer, atau berlanjut menyebarsecara limfohematogen. Penyebaran hematogen secara
langsung bisa juga terjadi, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar
ke seluruh tubuh (gambar 2).2
5
2.1.5 Imunopatogenesis TB
Setelah terinhalasi di paru, kuman TB mempunyai beberapa
kemungkinan.Kemungkinan pertama, respon imun awal pejamu secara efektif
membunuh semua kumanTB, sehingga TBtidak terjadi. Kedua, segera setelah infeksi
terjadi multiplikasi,pertumbuhan kuman TB dan muncul manifestasi klinis, yang
dikenal sebagai TB primer.Ketiga, kuman TB dalam keadaan dorman, terjadi infeksi
laten dengan uji tuberkulin positifsebagai satu-satunya manifestasi. Keempat, kuman
TB laten tumbuh dan muncul manifestasiklinis, disebut sebagai reaktivasi TB (TB
pasca-primer)2
Pada infeksi TB terjadi respon imunologi berupa imunitas seluler dan
hipersensitivitastipe lambat. Imunitas seluler menyebabkan proliferasi limposit-T
CD4+dan memproduksisitokin lokal. Sebagai respon terhadap antigen yang
dikeluarkan M. TB limposit-T CD4+mempengaruhi limposit-T Th1untuk
mengaktifkan makrofag dan limposit-T Th2 untukmemproduksi sitokin lokal TNF
dan INF . Sitokin ini akan menarik monosit darah ke lesiα γTB dan mengaktifkannya.
Monosit aktif atau makrofag dan limposit-T CD4+ memproduksienzim lisosom,
oksigen radikal, nitrogen intermediate khususnya nitrogen oksida dan Interleukin.
Nitrogen oksida ini selanjutnya diaktifkan oleh TNF dan INF untuk menghambat
pertumbuhan dan membunuh M. TB yang virulen. Peran imunitas seluler
mengaktifkan makrfag dan menghancurkan basil terutama pada jumlah basil yang
sedikit. Kemampuan membunuh M. TB juga bergantung pada jumlah makrofag
setempat yangaktif.13,14
6
Hipersensitifitas tipe lambat merupakan bagian dari respon imun seluler,
yaituterjadinya peningkatan aktifitas limposit-T CD4+ dan limposit-T CD8+ sitotoksik
serta selpembunuh yang memusnahkan makrofag setempat, jaringan sekitar dan
perkijuan.Hipersensitifitas tipe lambat dapat mengisolasi lesi aktif, menyebabkan M. TB
menjadidorman, kerusakan jaringan, fibrosis dan jaringan parut. Proses ini dapat
merugikan tubuh, dimana M. TB dapat keluar dari bagian pinggir daerah nekrosis dan
membentuk hipersensitifitas tipe lambat kemudian difagositosis oleh makrofag
setempat. Apabila makrofag belum diaktifkan oleh imunitas seluler, maka M. TB dapat
tumbuh dalam makrofagsampai hipersensitifitas tipe lambat merusak makrofag dan
menambah daerah nekrosis. Saat itu imunitas seluler menstimulasi makrofag setempat
untuk membunuh basil dan mencegahperkembangan penyakit. Hipersensitifitas tipe
lambat lebih berperan pada jumlah basil yang banyak dan menyebabkan nekrosis
jaringan. .Apabila M. TB masuk ke dalam aliran limfe atau darah biasanya akan
dihancurkan di tempat yang baru dengan terbentuknya tuberkel. Adanya reseptor
spesifik terhadap antigen yang dihasilkan M. TB pada limposit-T di darahdan jaringan
limfe, menyebabkan pengumpulan dan aktivasi makrofag lebih cepat dandestruksi M.
TB. Tuberkel yang terjadi tetap kecil dengan perkijuan yang minimal, cepatsembuh dan
tidak diikuti oleh terjadinya penyebaran hematogen atau limfogen ke jaringanlain.5,6
7
2.1.6 Manifestasi klinis
Gejala penyakit TBC paru dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala
khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak
terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan
diagnosa secara klinik.1,2
1. Gejala sistemik/umum
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
Penurunan nafsu makan dan berat badan.
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
Perasaan malaise, lemah.2
2. Gejala khusus
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi",
suara nafas melemah yang disertai sesak.
8
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang
yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit
di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah
demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi
kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-
50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan
hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang
tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA
positif,dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan
serologi/darah.2
2.1.7 Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
9
o Pengukuran berat badan menurut umur atau lebih baik pengukuran berat
menurut panjang/tinggi badan.3
3. Pemeriksaan penunjang
- Uji Tuberkulin
10
Arti klinis adalah kesalahan teknik atau memang ada infeksi dengan
Mycobacterium atypis atau setelah BCG. Perlu diulang dengan konsentrasi yang
atau
sama. Kalau reaksi kedua menjadi 10 mm lebih berarti infeksi dengan
Mycobacterium tuberculosis. Kalau tetap 6 – 9 mm berarti cross reaction atau
BCG, kalau tetap 6 – 9 mm tetapi ada tanda – tanda lain daritubeculosis yang
jelas maka harus dianggap sebagai mungkin sering kali infeksi dengan
Mycobacterium tuberculosis.4
Pemeriksaan Radiologis
3. Penyebaran milier.
4. Penyebaran bronkogen
5. Atelektasis
11
- Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah
2. Sputum
1. Bilasan lambung
2. Sekret bronkus
3. Sputum
4. Cairan pleura
5. Liquor cerebrospinalis
6. Cairan asites
12
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang – kurang nya
ditemukan tiga batang kuman BTA pada suatu sediaan. Dengan kata lain
diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum
Catatan:
13
Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS.4,5
2.1.8 Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan TB adalah :
1. Mengobati penyakit TB itu sendiri
2. Mencegah kematian dari TB aktif atau komplikasi TB
3. Mencegah TB relaps
4. Mencegah resistensi obat karena pemakaian kombinasi obat
5. Mengurangi (menurunkan) penularan TB terhadap orang lain
Pengobatan anti tuberkulosis di kelompokkan menjadi dua fase: fase yang
pertama adalah fase intensif (awal) yang bertujuan membunuh dengan cepat
sebagian besar kuman danmencegah resistensi obat, dan fase yang kedua adalah fase
lanjutan, yang bertujuanmembunuh kuman yang dormant (tidak aktif). Pada fase
intensif di berikan 4 macam obat(rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan ethambutol
atau streptomisin). Pada fase lanjutan diberikan rifampisin dan isoniazid selama 10
bulan sesuai dengan perkembangan klinis.DosisOAT dapat dilihat pada tabel
dibawah ini (tabel.2).3,4
14
Tabel 2. OAT dan lama pengobatan TB pada anak
15
Kortikosteroid (prednison) diberikan pada TB milier, meningitis TB, perikarditis
TB,efusi pleura, dan peritonitis TB. Prednison biasanya diberikan dengan dosis 2
mg/kgBB/hariselama 4 minggu, kemudian diturunkan perlahan-lahan (tappering off)
selama 2-6 minggu.5
Semua anak yang diduga atau di diagnosis TB milier seharusnya dirawat
dirumahsakit sampai keadaan klinisnya stabil.5
2.1.9 Prognosis
Dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur anak, lamanya mendapat infeksi,
keadaan gizi, keadaan sosial ekonomi keluarga, diagnosis dini, pengobatan adekuat dan
adanya infeksi lain seperti morbili, pertusis, diare yang berulang dan lain-lain.5
16
2.2.2 Etiologi
Secara umum, effusi pleura dapat terbentuk sebagai akibat dari suatu
proses inflamasi, keganasan atau trauma pada paru ataupun organ lain yang
berhubungan dengannya. Sesuai usia, kita sudah dapat memprediksi penyebab
kepada suatu effusi pleura, misalnya pada usia muda penyebab utama effusi
adalah penyakit tuberkulosis, manakala pada usia tua, suatu proses keganasan
mungkin merupakan penyebab utama.6
17
metronidazol serta mengalirkan cairan infus yang terinfeksi keluar dari rongga
pleura.
3. Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus,
dll. Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi.
4. Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui
focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara
hemaogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi
disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan,
sehingga tuberkuloprotein yang adadidalamnya masuk ke rongga pleura,
menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh
TBC biasanya unilateral pada hemithoraks kiri dan jarang yang masif. Pada
pasien pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan berat badan,
dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.
5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paruparu,
mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan
ukuran jantung yang tidak membesar
6. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid, Skleroderma
7. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.6
18
dengan memberikan diuretik dan restriksi pemberian garam. Tapi
pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan infus albumin.
3. Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura
melalui lubang kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga
pleura. Efusi biasanya di sisi kanan dan biasanya cukup besar untuk
menimbulkan dyspneu berat. Apabila penatalaksanaan medis tidak
dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada alternatif yang baik.
Pertimbangan tindakan yang dapat dilakukan adalah pemasangan
pintas peritoneum-venosa (peritoneal venous shunt, torakotomi)
dengan perbaikan terhadap
4. Meig’s Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-
penderita dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang
dapat menimbulkan sindrom serupa : tumor ovarium kistik,
fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat
rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan
yang banyak oleh tumornya dimana efusi pleuranya terjadi karena
cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di diafragma.
Klinisnya merupakan penyakit kronis.
5. Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi
terjadi unilateral ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari
rongga peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma.6,7
19
2.2.3 Patofisiologi
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura
melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh saluran
limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi, tiap harinya
diproduksi cairan kira-kira 16,8 ml (pada orang dengan berat badan 70 kg).
Kemampuan untuk reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila antara
produk dan reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya meningkat atau
reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura.7
Diketahui bahwa cairan masuk ke dalam rongga melalui pleura parietal dan
selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura viseral
melalui sistem limfatik dan vaskular. Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke
pleura visceralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan
tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh sistem limfatik dan
hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang
memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak
mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial.7
20
5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleura parietalis. Saluran limfe
bermuara pada vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan
vena sistemik akan menghambat pengosongan cairan limfe.7,8
2.2.4 Diagnosis
Penegakkan diagnosa effusi pleura dapat dilakukan bermula dengan
anamnesa, tanda-tanda klinis dan pemeriksaan fisik. Di antara tanda-tanda klinis dan
simptom yang didapatkan adalah seperti berikut.8
Anamnesis
- Nyeri dada
- Dispnea
- Takipnea
- Ruang intercostal menonjol( bulging of intercostal space)
- Fremitus taktil yang berkurang
- Berkurangnya transmisi suara dan vokal pada paru
- Friksi pleura pada stadium awal terutamanya pada dry pleurisy.
Pemeriksaan fisik
- Sela iga melebar
- Nafas cuping hidung
- Retrasi (+) di epigastrium
- Perkusi pekak sebelah yang terkenan
- Suara nafas melemah.8
Pemeriksaan penunjang
1. Foto Thorak
Diperlukan paling minimal sebanyak 100ml cairan dalam pleura sebelum effusi
pleura bisa terlihat pada pemeriksaan foto torak ini. Posisi yang paling baik
untuk pemeriksaan ini adalah posisi berdiri Posterior Anterior(PA), Lateral dan
sekiranya dicurigai effusi yang terjadi pada bagian kanan paru, pemeriksaan
pada posisi right lateral decubitus.(RLD) Hasil yang mungkin terlihat adalah
penumpulan sudut costofrenikus.8
21
anterior pada posisi PA, penumpulan sudut costofrenikus posterior pada posisi
lateral.Selain itu mungkin juga terlihat pergeseran mediastinum dan trakea
kearah paru normal.8
Thorakosintesis
Langkah utama yang harus dilakukan pada kasus effusi pleura adalah
menentukan samada cairan di pleura itu adalah transudat ataupun eksudat, Untuk
itu dapat dilakukan torakosintesis. Torakosentesis / pungsi pleura dilakukan
untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pada
orang dewasa, torakosentesis sebaiknya dilakukan pada setiap pasien dengan
efusi pleura yang sedang-berat, namun pada anak anak tidak semuanya
memerlukan torakosentesis sebagai prosedur yang sama Efusi parapneumonik
yang dihubungkan dengan sudut costoprenicus yang tumpul minimal tidak
seharusnya mendapat prosedur torakosentesis.7,8
Pungsi pleura dilakukan diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela
iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah
(hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin
berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
Prosedur secara umum adalah seperti berikut:
1. Pasien diminta duduk tegak dengan tidak dan tidak banyak bergerak.
2. Kawasan sekitar dan tempat yang akan dipungsi dibersihkan dengan larutan
antiseptik.
3. Anestesi lokal diberikan untuk mengurangkan rasa sakit atau EMLA/ANGEL.
4. Jarum spuit ukuran besar ataupun catheter dimasukkan ke dalam dinding dada
sehingga ke ruang pleura. Cairan pleura yang keluar diaspirasi dan dikumpulkan
untuk analisa
5. Sekiranya saat prosedur dilakukan, pasien tiba-tiba batuk atau nyeri dada
,prosedur hendaklah dihentikan serta merta.
6. Mungkin diperlukan dilakukan foto thorak untuk mengenalpasti kemungkinan
komplikasi yang terjadi.7,8
22
Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram,basil tahan asam
(untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa,
amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan,
dan pH
23
2.2.5 Terapi
2.2.6 Prognosis
Anak- anak yang memilliki efusi parapneumonik tanpa komplikasi memberikan
respon yang baik dengan penanganan yang konservatif tanpa tampaj sisa kerusakan
paru. Virus dan mikoplasma penyebab penyakit pleura secara umum sembuh spontan.7,8
Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut
umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah severely underweight (Kemenkes RI,
2011), sedangkan menurut Depkes RI 2008, keadaan kurang gizi tingkat berat pada anak
24
berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD dan atau
ditemukan tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.9
2. 3.2 Epidemiologi
Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun Pemerintah
Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data Susenas menunjukkan
bahwa jumlah balita yang BB/U <-3SD Z-score WHO-NCHS sejak tahun 1989
meningka tdari 6,3% menjadi 7,2% tahun 1992 dan mencapai puncaknya 11,6 %
padatahun 1995. Upaya pemerintahan tara lain melalui Pemberian Makanan
Tambahan dalam Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi
melalui pelatihan-pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk kepada tenaga kesehatan,
berhasil menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1 % pada tahun 1998; 8,1% tahun
1999 dan 6,3 % tahun 2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali
menjadi 8% dan pada tahun 2003 menjadi 8,15 %. Kenyataan di lapangan
menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan gejala klinis (marasmus, kwashiorkor,
marasmus-kwashiorkor) umumnya disertai dengan penyakit infeksi seperti diare,
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Tuberkulosis (TB) serta penyakit infeksi
lainnya. Data dari WHO menunjukkan bahwa 54 % angka kesakitan pada balita
disebabkan karena gizi buruk, 19 % diare, 19% ISPA, 18% perinatal, 7% campak,
5% malaria dan 32 % penyebab lain.9
Masalah gizi pada anak balita di Indonesia telah mengalami perbaikan. Hal
ini dapat dilihat antara lain dari penurunan prevalensi gizi buruk pada anak balita
dari 5,4% pada tahun 2007 menjadi 4,9% pada tahun 2010. Meskipun terjadi
penurunan, tetapi jumlah nominal anak gizi buruk masih relatif besar.
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi provinsi
NTB untuk gizi buruk dan kurang adalah 24,8%. Bila dibandingkan dengan target
pencapaian program perbaikan gizi tahun 2015 sebesar 20% dan target MDG untuk
NTB sebesar 24,8% berada di atas nasional yang 18,5% maka NTB belum
melampaui target nasional 2015 sebesar 20%. Berdasarkan Riskesdas tahun 2010,
dikatakan bahwa prevalensi gizi buruk NTB sebesar 10,6% (Tim Penyusun, 2011).9
25
2.3.3 Klasifikasi Gizi Buruk
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-
kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari
masing-masing tipe yang berbeda-beda.9,10
1.` Marasmus
Gambaran klinik marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup
karena diet yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti
mereka yang hubungan orangtua-anak terganggu, atau karena kelainan metabolic
atau malformasi congenital. Gangguan berat setiap system tubuh dapat
mengakibatkan malnutrisi.9,10
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang
timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di
bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan,
gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan
sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah
makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah :
a Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot
ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b Wajah seperti orang tua
c Iga gambang dan perut cekung
d Otot paha mengendor (baggy pant)
e Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar.9,10
2. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby),
bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein,
walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi.
Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh
tubuh. 9,10
Walaupun defisiensi kalori dan nutrien lain mempersulit gambaran klinik dan
kimia, gejala utama malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein tidak
cukup bernilai biologis baik. Dapat juga karena penyerapan protein terganggu,
26
seperti pada keadaan diare kronik, kehilangan protein abnormal pda proteinuria
(nefrosis), infeksi, perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein, seperti
pada penyakit hati kronik.9,10
2.3.4 Diagnosis
Diagnosis gizi buruk dapat diketahui melalui gejala klinis, antropometri dan
pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis gizi buruk berbeda-beda tergantung dari derajat
dan lamanya deplesi protein dan energi, umur penderita, modifikasi disebabkan oleh
karena adanya kekurangan vitamin dan mineral yang menyertainya. Gejala klinis gizi
buruk ringan dan sedang tidak terlalu jelas, yang ditemukan hanya pertumbuhan yang
kurang seperti berat badan yang kurang dibandingkan dengan anak yang sehat.2
tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak
bawah kulit terutama pada kedua bahu lengan pantat dan pah; tulang iga terlihat jelas
dengan atau tanpa adanya edema.9,10
Pada setiap anak gizi buruk dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis
terdiri dari anamnesia awal dan lanjutan.
Anamnesis awal (untuk kedaruratan) :
Kejadian mata cekung yang baru saja muncul
Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan muntah dan
diare (encer/darah/lender)
27
Kapan terakhir berkemih
Sejak kapan kaki dan tangan teraba dingin.9,10
Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak mengalami dehidrasi
dan/atau syok, serta harus diatasi segera.
Anamnesis lanjutan (untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana selanjutnya,
dilakukan setelah kedaruratan tertangani)
Diet (pola makan)/ kebiasaan makan sebelum sakit
Riwayat pemberian ASI
Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari terakhir
Hilangnya nafsu makan
Kontak dengan campak atau tuberculosis paru
Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir
Batuk kronik
Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung
Berat badan lahir
Riwayat tumbuh kembang
Riwayat imunisasi
Apakah ditimbang setiap bulan
Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang social anak)
Diketahui atau tersangka infeksi HIV.9,10
Pemeriksaan Fisik
Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung kaki.
Tentukan status gizi dengan menggunakn BB/TB-PB
Tanda syok (akral dingin, CRT lambat, nadi lemah dan cepat), kesadaran
menurun
Demam (suhu aksilar ≥ 37,5 C) atau hipotermi (suhu aksilar <35,5 C) 9,10
28
Frekuensi dan tipe pernafasan : pneumonia atau gagal jantung
Sangat pucat
Adakah perut kembung, bising usus melemah atau meningkat, tanda asites
Tampilan tinja
29
Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi, fase
transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana
yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita
kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor.10
31
b. Hipotermia15
Suhu aksiler < 36C (ukur selama 5 menit)
Biasanya terjadi bersama-sama dgn hipoglikemia
Hipotermia + hipoglikemia : merupakan tanda dari adanya infeksi sistemik serius
→ terapi untuk ketiganya
Hipotermia + hipoglikemia + infeksi, Cadangan energi balita gizi buruk sangat
terbatas → tidak mampu memproduksi panas utk mempertahankan suhu tubuh
32
Suhu tubuh < 36ºC (hipotermia) dilakukan tindakan hangatkan tubuh :
Cara “kanguru” : kontak langsung kulit ibu dan kulit balita
Lampu : diletakkan 50 cm dari tubuh balita
Monitor suhu setiap 30 menit - suhu sdh normal? - suhu tdk terlalu tinggi?
Hentikan pemanasan bila suhu tubuh sudah mencapai 37C
c. Dehidrasi14
Pada anak gizi buruk dapat terjadi dehidrasi.Tanda-tanda dehidrasi yang dapat
terjadi adalah; letargis, anak gelisah dan rewel, tidak ada air mata, mata cekung, mulut
dan lidah kering, haus dan kulit lambat.
33
Mg = 1,5 mEq (*)
e. Pemberian antibiotic
Pada KEP berat/gizi buruk, tanda yang biasanya menunjukkan adanya infeksi
seperti demam seringkali tidak tampak.16Karenanya pada semua KEP berat/gizi buruk
beri secara rutin :
Antibiotik spektrum luas
o Tanpa komplikasi:Amoxicilin (25-40 mg/ kgBB tiap 8 jam selama 5 hari)
o Dengan komplikasi: Ampisilin (50 mg/kgBB/i.m./i.v. – setiap 6 jam selama
2 hari), dilanjutkan Amoksisilin oral (15 mg/KgBB setiap 8 jam selama 5
hari). DanGentamicin (7.5 mg /Kg/BB/i.m./i.v. sekali sehariselama 7 hari).
Vaksinasi Campak bila umur anak >6 bulan dan belum pernah diimunisasi
(tunda bila ada syok).
34
tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya setelah
minggu ke-2). Pemberian besi pada masa awal dapat memperburuk keadaan infeksinya.
Berikan setiap hari:
Suplementasi multivitamin
Asam folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama)
Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari
Tembaga (Cu) 0.2 mg/kgBB/hari
Bila BB mulai naik: Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferrosus 10 mg/kgBB/hari
Vitamin A oral pada hari I : umur > 1 tahun : 200.000 SI, 6-12 bulan : 100.000
SI, < 6 bulan : 50.000 SI, kecuali bila dapat dipastikan anak sudah mendapat
suplementasi vit.A pada 1 bulan terakhir. Bila ada tanda/gejala defisiensi vit.A,
berikan vitamin dosis terapi.
35
dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut
tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat ”catch
up” dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak
buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya.
Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak, akibat
kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan perkembangan
anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak
tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri.
Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi patal karena otak adalah salah satu aset
yang vital bagi anak.10
Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap
perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan
gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah
penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori,
gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja
merosotnya prestasi anak.10
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
36
Nama : An. Fania Farin tinas
No MR : 210917
Keluhan Utama :
Sejak 4 bulan SMRS, pasien batuk berdahak disertai sesak nafas, disertai
penurunan berat badan sampai 15 kg, nafsu makan menurun.
Sejak 2 bulan SMRS, pasien mendapatkan OAT dari puskesmas sijunjung (KDT
kategor 1) dosis dewasa, minum obat teratur.
3 minggu SMRS demam naik turun, disertai sesak, pasien terlihat pucat, lemah
dan dilakukan pemeriksaan Hb rendah kemudian pasien dilarikan RSUD
sijunjung mendapatkan trasfusi PRC,AB dan OAT KDT diganti dengan R/H/Z.
Kemudian keluhan sesaknya menurun, namun demamnya belum perbaikan
sehingga pasien dirujuk ke RS.M.Natsir untuk terapi lanjut.
Batuk berdahak masih ada, batuk berdarah (-)
Mual muntah tidak ada.
BAB dan BAK dalam batas normal.
37
Riwayat penyakit keluarga
• Anak ke 3 dari 4 bersaudara. Lahir denan section cesaria usia kehamilan 38-
39minggu dengan berat Lahir 3400 gram, panjang badan 50 cm. Saat lahir pasien
menangis kuat .
kesan : kualitas dan kauntitas makan baik, tetapi selama sakit terdapat
penurunan kualitas dan kuantitas makan.
38
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Riwayat imunisasi
Hepatitis B 0 bulan
2 bulan
3 bulan
4 bulan
DPT :
1 2 bulan
2 3 bulan
3 4 bulan
Polio:
0 0 bulan
1 2 bulan
2 3 bulan
3 4 bulan
BCG 1 bulan
Pemeriksaan umum
39
Tekanan darah 110/70 mmHg
Suhu 39 °C
Pernafasan 22 x/mnt
Berat badan 30 kg
TB/U: 93,5 %
BB/TB:82,9 %
40
tidak ikterik (-/-)
41
kearah
medial
- Batas kanan : RIC IV
linea sternalis dexstra
P : Timpani
42
BB/U : 30/55 x 100 54,5 % ( sangat kurus )
43
Laboratorium
Darah Lengkap
HB 9,5 g/dL (↓)
HT 28,1 % (↓)
Leukosit 25.000 mm3(↑)
Trombosit 688.000 mm3(↑)
Kimia Klinik
SGOT 35 U/L(↑)
SGPT 35 U/L(↑)
Albumin 3.44 g/dL
Imunologi
Anti HIV Non reaktif
Procalcitonin (PCT) 0.16 mg/dL(↑)
44
45
46
rongsen tanggal 18
47
48
Diagnosis FUO ec Tb paru dengan destroyed long
+ efusi pleura (s) + gizi buruk
Bed rest
Medikamentosa
49
Follow Up :
O/ KU Kes TD HR RR T
O2 3L
50
o Vitamin A 200.000 unit
o As folat 1x5 mg
o Zink 1 x 20mg
o Rifampisin 450mg
o Isoniazit 300mg
o Pirazinamit 1000mg
o Etambutol 750mg
o Vitamin B6 1x1
o Flukonazole 1x360mg
o Fluimucil 3x200 mg
Labor 23/11/2020
Hb : 11. 2 g/dL
Imunologi
51
Follow Up
- mual (-),muntah(-)
- BAB biasa
O/ KU Kes TD HR RR T
sedang CMC 100/80 90x/i 22x/i 36,7’ C
I : gerakan dinding dada kiri tertinggal dari dada
sebelah kanan, iga gambang (+)
P : taktil fremitus melemah sebelah kiri dari pada
sebelah kanan
P : redup sebelah kiri, sonor sebelah kanan.
A: bronkovaskuler, rhonki (+/↓), wheezing (-/-)
52
- asam folat 1x1 mg
- prednisone 3x4 tab (2)
- Rifampisin 1x450 mg (5)
- Isoniazit 1x300 mg(5)
- Pirazinamit 1x100 mg(5)
- Etambutol 1x750 mg(5)
- As folat 1x5 mg
- Zink 1 x 20mg
- Vitamin B 6 1x1
- Fluimucil 3x200 mg
Follow up
53
tanggal hasil Pemeriksaan
- mual (-),muntah(-)
O/ KU Kes TD HR RR T
P/ -IVFD KAEN 1B
54
- Pirazinamit 1x100 mg(6)
- As folat 1x5 mg
- Zink 1 x 20mg
- Vitamin B 6 1x1
- Fluimucil 3x200 mg
Hb :10,8 g/dL
55
Hasil rongsen 25/11/20
Kesan
Tampak infiltrat dan kesuraman inhomogen di lapangan paru kiri sebagian dengan air
bronkigram.
56
Kesan
Follow up
O/ KU Kes TD HR RR T
P-IVFD KAEN 1B
57
- asam folat 1x1 mg
- As folat 1x5 mg
- Zink 1 x 20mg
- Vitamin B 6 1x1
- Fluimucil 3x200 mg
- Vit K 3x1 amp (IV)
- Asam traneksamat 3x250mg (IV)
O/ KU Kes TD HR RR T
P/ IVFD KAEN 1B
58
- Zink 1 x 20mg
- Vitamin B 6 1x1
- Fluimucil 3x200 mg
- Vit K 3x1 amp (IV)
- Asam traneksamat 3x250mg (IV)
59
Kesan
Pertumbuhan kuman sedian mikroskopik sangat sedikit sehingga tidak terdekteksi tetapi
ada pertumbuhan kuman.
60
Follow up
O/ KU Kes TD HR RR T
P-IVFD KAEN 1B
61
- Asam traneksamat 3x250mg (IV)
O/ KU Kes TD HR RR T
P/ IVFD KAEN 1B
Follow up
62
30/11/202 S/ - Demam (-)
0
- nafsu makan baik
- sesak (-)
O/ KU Kes TD HR RR T
Pasien pulang.
63
64
Kesan : Tidak ditemukan pertumbuhan bakteri
65
BAB IV
ANALISA KASUS
4.1 Analisa Kasus
Telah didiagnosis seorang pasien anak perempuan berusia 14 tahun 7 bulan 19
hari dengan diagnosis TB paru dengan destroyed long +efusi pleura (s) +gizi
buruk. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan Penunjang.
Batuk berdahak sejak 4 bulan SMRS, sesak napas , nafsu makan menurun berat
badan menurun. Pasien mendapatkan OAT sejak 2 bulan SMRS. Namun OAT
diganti menjadi RHZ sejak 16 hari sebelim masuk rumah sakit. Dari
pemeriksaan fisk ditemukan dari inspeksi gerakan dinding dada kiri tertinggal
dari pada sebelah kana, iga gambang (+), dari palpasi taktil fremitus melemah
sebelah kiri dari pada sebelah kanan, pada palpasi, redup sebelah kri sebelah
kanan sonor, auskultasi suara nafas bronkovesikuler rhonki (+/↓), wheezing tidak
ada. Dari pemeriksaan rongsennya ditemukan infiltrat dan kesuraman di lapang
paru kiri, kavitas di lapang paru atas kiri, lapang paru kanan ada infiltrat, sinus
cotofrenikus kiri suram kanan baik. Hasil TCMnya didapatkan MTB detected
medium. Pasien mendapatkan R/H/Z/E.
Pasien demam naik turun sejak 3 minggu SMRS penyebab demam bisata karena
TB atau infeksi aliran darah (sepsis). Untuk TB pasien sebelumnya mendapatkan
terapi tidak adekuat (R/H/Z) yang kemudian disesuaikn selama perawatan.
Untk infeksi aliran darah pasien mendapatkan antibiotik ceftazidin : ceftazidin
merupakan generasi 3 yang dapat membunuh kuman nasokomial sepert
pseudomonas. namun setelah 3 hari tidak ada perbaikan klnis dan PCT ↑,
sehingga mendapatkan meropenem.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan wajah seperti orang tua, iga gambang, severe
wasting. Hal ini sesuai antara BB/TB <70% sehingga disebut gizi buruk. Pada
saat pemeriksan tidak ada tanda-tanda dehidrasi GDR normal. Sesuai dengan10
langkah gizi tentang gizi buruk, Pasien mendapatkan AB ceftazidin, vit A, asam
folat, zink utk mikronutrisinya. Untuk pasien dapatkan ini mendapatkan diet
MC+MB 1600-2400 kkal. Hal ini sesuai dengan kebutuhan gizi. Selama
66
perawatan pasien nafsu makan membaik Berat badan pasien belum terjadi
kenaikan, hal ini disebabkan karena infek tb belum teratasi, apa bila pasien
teratur minum obat, tidak putus minum obat, menjada pola makan, maka berat
badan akan mengalami kenaikan.
Prognosis anak dengan TB paru: untuk
o Quo ad Vitam : dubia ad bonam untuk fungsi hidupnya pada pasien
ini tidak ada gangguan,masih bias beraktivitas seperti biasa. Berdasarkan
pebelitian Kartika Anastasia Kosasih , Zulkifli Amin , Astrid Priscilla Amanda
didapatkan Mortalitasya 28%.
o Quo ad Functionam : dubia ad bonam untuk fungsi organnya baik
apabila pasien minum OAT secara teratur,dimana dapat mengurangi
gejala klinis seperti demam,kenaikan nafsu makan,berat badan
naik.apabila terjadi perbaikan maka fungsi parunya menjadi perbaikan
juga. Menurut jamilah mghju, dkk melaporkan gejala pernapasan, 34,2%,
memiliki spirometri abnormal, 44,2%, pasien pernah mengalami
penurunan FEV1 atau FVC ≥100 mL, 16,3%,.
o Quo ad sanationam : dubia ad bonamuntuk pasien Tb pada anak perlu
dukungan keluarga yang tinggi supaya kepatuhan dalam minum obat
dapat diselesaikan sampai tuntas dan tingkat kesembuhannya tinggi.
67
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Umumnya TB menyerang paru-paru, sehingga disebut
dengan TB paru. Tetapi kuman TB juga bisa menyebar ke bagian atau organ lain dalam
tubuh, dan TB jenis ini lebih berbahaya dari TB paru. Terdapat beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya penyakit TB pada anak. Faktor-
faktor tersebut dibagi menjadi faktor resiko infeksi dan faktor resiko progresi infeksi
menjadi penyakit (resiko penyakit).
68
DAFTAR PUSTAKA
69
Among Preschool Children in East Area of Iran. International Journal of
Pediatric 2016.Vol 4
11. Kementerian Kesehatan RI. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi
Anak.Jakarta: Direktorat Bina Gizi; 2011.
12. Hanum Fatimah Siti & Famela Siska. 2018. Evaluasi Rasionalisasi Penggunaan
Antibiotik Untuk Terapi Infeksi Saluran Pernafasan Atas Di Rumah Sakit Kota
Medan. Medan: Universitas Muslim Nusantara Al Washliyah. Prosiding Seminar
Nasional. Hal. 62
70