Anda di halaman 1dari 70

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak
diseluruh dunia terutama di negara berkembang.1Pada tahun 2009 diperkirakan terdapat
9,4juta kasus baru TB di seluruh dunia dengan jumlah kematian 1,7 juta orang.2,3
Pada seluruh kasus yang ditemukan, sekitar 11% terdapat pada anak, literatur lain
menulis perkiraanJumlah kasus TB anak sebesar 1,3 juta dengan 450.000 kematian
setiap tahunnya.1,2,4Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB berat dan
merupakan 3-7% kasusTB dengan angka kematian yang tinggi. Tuberkulosis milier
merupakan jenis tuberculosisyang bervariasi mulai dari infeksi kronis, progresif lambat,
hingga penyakit fulminan akut,yang disebabkan penyebaran hematogen dan mengenai
banyak organ.1,3
Tuberkulosis milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama
usiadibawah 2 tahun, karena imunitas seluler spesifik, fungsi makrofag dan mekanisme
local pertahanan parunya belum berkembang sempurna sehingga kuman TB mudah
berkembangbiak dan menyebar keseluruh tubuh.1
Tuberkulosis milier yang timbul di pengaruhi oleh dua faktor, yaitu jumlah
danvirulensi kuman Mycobacterium tuberculosis dan status imunologis pasien (non
spesifik danspesifik). Beberapa kondisi yang menurunkan sistem imun juga dapat
memudahkantimbulnya TB milier, seperti infeksi HIV, malnutrisi, infeksi morbili,
pertusis, diabetesmelitus, gagal ginjal, keganasan, dan penggunaan kortikosteroid jangka
lama. Faktor-faktorlain yang mempengaruhi perkembangan penyakit adalah faktor
lingkungan, yaitu kurangnyasinar matahari, perumahan yang padat, polusi udara, asap
rokok, penggunaan alkohol, obatbius, serta sosial ekonomi.1,2
Di Indonesia, data penelitian mengenai etiologi FUO masih kurang, tetapi beberapa
penelitan menunjukkan hasil yang sama, penyakit infeksi merupakan penyebab utama
dari demam yang berkepanjangan. Penelitian di RSUP Fatmawati pada tahun 2008-2010
ditunjukkan bahwa penyebab terbanyak demam berkepanjangan adalah penyakit infeksi
(97%). 2

1
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga
pleura disebabkan ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi dari cairan pleura itu
sendiri. Proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat
penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat,
eksudat, ataupun dapat berupa darah atau pus.
Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut
umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah severely underweight (Kemenkes RI,
2011), sedangkan menurut Depkes RI 2008, keadaan kurang gizi tingkat berat pada anak
berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD dan atau
ditemukan tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Penyakit Anak.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mengetahui dan memahami Tuberkulosis paru + efusi pleura + Gizi buruk serta
dapat melakukan penatalaksanaannya.

1.3 Manfaat Penulisan


1.3.1 Bagi Penulis
Sebagai acuan dalam mempelajari dan memahami TB paru, efusi pleura dan Gizi
buruk.
1.3.2 Bagi Pembaca
 Meningkatkan pengetahuan mengenai TB paru, efusi pleura dan Gizi
buruk.
 Memberikan tatalaksana yang tepat untuk TB paru, efu pleura dan gizi
buruk.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkolusis Milier

2.1.1 Definisi
Penyakit TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mikrobakterium
tuberkulosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini dapat merupakan organisme
patogen maupun saprofit. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainya. Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh kuman/bakteri
Mycobacteriumtuberculosis. Kuman ini pada umumnya menyerang paru - paru dan
sebagianlagi dapat menyerang di luar paru - paru, seperti kelenjar getah
bening(kelenjar), kulit, usus/saluran pencernaan, selaput otak, dan sebagianya.1
2.1.2 Etiologi
Mycobacterium Tuberculosis adalah penyebab utama penyakit tuberkulosis pada
manusia,berupa basil tidak membentuk spora, tidak bergerak, panjang 2-4 nm. Obligat
aerob yang tumbuh dalam media kultur Loweinstein-Jensen, tumbuh baik pada suhu 37-
410C, dinding selyang kaya lemak menyebabkan tahan terhadap efek bakterisidal
antibodi dan komplemen,tumbuh lambat dengan waktu generasi 12-24 jam.1,2
tetapi bila dalam cairan akan mati pada suhu 60°C dalam waktu 15-20 menit
Basil tuberculosis tidak membentuk toksin (baik endotoksin maupun eksotoksin).
Penularan Mycobacterium tuberculosis biasanya melalui udara, sehingga sebagian besar
fokus primer tuberculosis terdapat dalam paru. Selain melalui udara, penularan dapat
peroral misalnya minum susu yang mengandung basil tuberculosis, biasanya
Mycobacterium bovis. Dapat juga melalui luka atau lecet di kulit..2
2.1.3 Epidemiologi
dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit yang kembali muncul dan menjadi
masalah terutama di negara maju. Salah satu diantaranya adalah TB. World health
organization memperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia (2 miliar orang) telah
terinfeksi oleh M. tuberculosis, dengan angka tertinggi di Afrika, Asia, dan Amerika
Latin. Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di
negara berkembang, tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu

3
penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas, baik di negara berkembang
maupun di negara maju.2

Gambaran 1. Situasi TB di Indonesia

2.1.4 Patogenesis
Paru merupakan port d´entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Ukuran kuman
TB sangat kecil (<5µm), sehingga kuman yang terhirup dalam percik renik (droplet
nuclei) dapatmencapai alveolus. Sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan
seluruhnya olehmekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respons
imunologis spesifik,sedangkan sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat
dihancurkan. Individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag
alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar di hancurkan. Sebagian kecil
kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akanterus berkembang biak dalam makrofag,
dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag.Selanjutnya kuman TB membentuk lesi di
tempat tersebut, yang di namakan fokus primer Ghon. Penyebaran selanjutnya, kuman
TB dari fokus primer Ghon menyebar melalui saluranlimfe menuju kelenjar limfe

4
regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe kelokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe(limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Gabungan antara fokus primer,limfangitis,
dan limfadenitis di namakan kompleks primer (primary complex). Waktu yang
diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara
lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi TB berlangsung selama 2-12
minggu, biasanyaberlangsung selama 4-8 minggu. Selama masa inkubasi, sebelum
terbentuknya imunitasselular, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen.
Penyebaran limfogen, kumanmenyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks
primer, atau berlanjut menyebarsecara limfohematogen. Penyebaran hematogen secara
langsung bisa juga terjadi, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar
ke seluruh tubuh (gambar 2).2

Gambar 2 patogenesa terjadinya TB

5
2.1.5 Imunopatogenesis TB
Setelah terinhalasi di paru, kuman TB mempunyai beberapa
kemungkinan.Kemungkinan pertama, respon imun awal pejamu secara efektif
membunuh semua kumanTB, sehingga TBtidak terjadi. Kedua, segera setelah infeksi
terjadi multiplikasi,pertumbuhan kuman TB dan muncul manifestasi klinis, yang
dikenal sebagai TB primer.Ketiga, kuman TB dalam keadaan dorman, terjadi infeksi
laten dengan uji tuberkulin positifsebagai satu-satunya manifestasi. Keempat, kuman
TB laten tumbuh dan muncul manifestasiklinis, disebut sebagai reaktivasi TB (TB
pasca-primer)2
Pada infeksi TB terjadi respon imunologi berupa imunitas seluler dan
hipersensitivitastipe lambat. Imunitas seluler menyebabkan proliferasi limposit-T
CD4+dan memproduksisitokin lokal. Sebagai respon terhadap antigen yang
dikeluarkan M. TB limposit-T CD4+mempengaruhi limposit-T Th1untuk
mengaktifkan makrofag dan limposit-T Th2 untukmemproduksi sitokin lokal TNF
dan INF . Sitokin ini akan menarik monosit darah ke lesiα γTB dan mengaktifkannya.
Monosit aktif atau makrofag dan limposit-T CD4+ memproduksienzim lisosom,
oksigen radikal, nitrogen intermediate khususnya nitrogen oksida dan Interleukin.
Nitrogen oksida ini selanjutnya diaktifkan oleh TNF dan INF untuk menghambat
pertumbuhan dan membunuh M. TB yang virulen. Peran imunitas seluler
mengaktifkan makrfag dan menghancurkan basil terutama pada jumlah basil yang
sedikit. Kemampuan membunuh M. TB juga bergantung pada jumlah makrofag
setempat yangaktif.13,14

6
Hipersensitifitas tipe lambat merupakan bagian dari respon imun seluler,
yaituterjadinya peningkatan aktifitas limposit-T CD4+ dan limposit-T CD8+ sitotoksik
serta selpembunuh yang memusnahkan makrofag setempat, jaringan sekitar dan
perkijuan.Hipersensitifitas tipe lambat dapat mengisolasi lesi aktif, menyebabkan M. TB
menjadidorman, kerusakan jaringan, fibrosis dan jaringan parut. Proses ini dapat
merugikan tubuh, dimana M. TB dapat keluar dari bagian pinggir daerah nekrosis dan
membentuk hipersensitifitas tipe lambat kemudian difagositosis oleh makrofag
setempat. Apabila makrofag belum diaktifkan oleh imunitas seluler, maka M. TB dapat
tumbuh dalam makrofagsampai hipersensitifitas tipe lambat merusak makrofag dan
menambah daerah nekrosis. Saat itu imunitas seluler menstimulasi makrofag setempat
untuk membunuh basil dan mencegahperkembangan penyakit. Hipersensitifitas tipe
lambat lebih berperan pada jumlah basil yang banyak dan menyebabkan nekrosis
jaringan. .Apabila M. TB masuk ke dalam aliran limfe atau darah biasanya akan
dihancurkan di tempat yang baru dengan terbentuknya tuberkel. Adanya reseptor
spesifik terhadap antigen yang dihasilkan M. TB pada limposit-T di darahdan jaringan
limfe, menyebabkan pengumpulan dan aktivasi makrofag lebih cepat dandestruksi M.
TB. Tuberkel yang terjadi tetap kecil dengan perkijuan yang minimal, cepatsembuh dan
tidak diikuti oleh terjadinya penyebaran hematogen atau limfogen ke jaringanlain.5,6

7
2.1.6 Manifestasi klinis
Gejala penyakit TBC paru dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala
khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak
terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan
diagnosa secara klinik.1,2
1. Gejala sistemik/umum
 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
 Penurunan nafsu makan dan berat badan.
 Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
 Perasaan malaise, lemah.2
2. Gejala khusus
 Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi",
suara nafas melemah yang disertai sesak.

8
 Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
 Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang
yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit
di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
 Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah
demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi
kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-
50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan
hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang
tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA
positif,dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan
serologi/darah.2

2.1.7 Diagnosis
1. Anamnesis

o Berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas


atau gagal tumbuh
o Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu
o Batuk kronik >3 minggu, dengan atau tanpa wheeze
o Riwayat kontak dengan pasien tb paru dewasa.3

2. Pemeriksaan fisik

o Pembesaran kelenjar limfe leher, aksila, inguinal


o Pembengkakan progresif atau deformitas tulang, sendi, lutut, falang
o Uji tuberculin. Biasanya positif pada anak dengan TB paru, tetapi bias
negative pada anak dengan TB milier atau juga menderita HIV/AIDS,
gizi buruk atau beru menderita campak

9
o Pengukuran berat badan menurut umur atau lebih baik pengukuran berat
menurut panjang/tinggi badan.3

3. Pemeriksaan penunjang

- Uji Tuberkulin

Perkembangan hipersensitivitas tipe lambat pada kebanyakan individu


yang terinfeksi dengan basil tuberculosis membuat uji tuberculin sangat
dibutuhkan.Pemeriksaan ini merupakan alat diagnosis yang penting dalam
menegakkan diagnosis tuberkulosis. Uji multi punksi tidak seakurat uji Mantoux
karena dosis antigen tuberculin yang dimasukkan ke dalam kulit tidak dapat di
control.Uji tuberkulin lebih penting lagi artinya pada anak kecil bila diketahui
adanya konvensi dari negatif. Pada anak dibawah umur 5 tahun dengan uji
tuberkulin positif, proses tuberkulosis biasanya masih aktif meskipun tidak
menunjukkan kelainan klinis dan radiologis.3,4

Pembacaan uji tuberculin dilakukan 48 – 72 jam. Setelah penyuntikan


diukur diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Kadang-kadang penderita
akan mulai berindurasi lebih dari 72 jam sesudah perlakuan uji, ini adalah hasil
positif. Faktor – factor yang terkait hospes, termasuk umur yang amat muda,
malnutrisi, immunosupresi karena penyakit atau obat – obat, infeksi virus, vaksin
virus hidup, dan tuberculosis yang berat, dapat menekan reaksi uji kulit pada
anak yang terinfeksi dengan M.tuberculosis. Terapi kortikosteroid dapat
menurunkan reaksi erhadap tuberculin, dengan pengaruh yang sangat bervariasi.

Interpretasi hasil test Mantoux:

1. Indurasi 10 mm atau lebih → reaksi positif

Arti klinis adalah sedang atau pernah terinfeksi dengan kuman


Mycobacterium tuberculosis.

2. Indurasi 5 – 9 mm → reaksi meragukan

10
Arti klinis adalah kesalahan teknik atau memang ada infeksi dengan
Mycobacterium atypis atau setelah BCG. Perlu diulang dengan konsentrasi yang
atau
sama. Kalau reaksi kedua menjadi 10 mm lebih berarti infeksi dengan
Mycobacterium tuberculosis. Kalau tetap 6 – 9 mm berarti cross reaction atau
BCG, kalau tetap 6 – 9 mm tetapi ada tanda – tanda lain daritubeculosis yang
jelas maka harus dianggap sebagai mungkin sering kali infeksi dengan
Mycobacterium tuberculosis.4

3. Indurasi 0 – 4 mm → reaksi negatif.

Arti klinis adalah tidak ada infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis.


Reaksi positif palsu terhadap tuberculin dapat disebabkan oleh sensitisi silang
terhadap antigen mikobakteria non tuberculosis. Reaksi silang ini biasanya
sementara selama beberapa bulan sampai beberapa tahundan menghasilkan
indurasi kurang dari 10 – 12 mm. Vaksinasi sebelumnya (BCG) juga dapat
menimbulkan reaksi terhadap uji kulit tuberculin. Sekitar setengah dari bayi
yang mendapat vaksin BCG tidak pernah menimbulkan uji kulit tuberculin
reaktif, dan reaktivitas akan berkurang 2 – 3 tahun kemudian pada penderitayang
pada mulanya memiliki uji kulit positif.4,5

Pemeriksaan Radiologis

Gambaran radiologis paru yang biasanya dijumpai pada tuberkulosis paru:

1. Kompleks primer dengan atau tanpa pengapuran.

2. Pembesaran kelenjar paratrakeal.

3. Penyebaran milier.

4. Penyebaran bronkogen

5. Atelektasis

6. Pleuritis dengan efusi

11
- Pemeriksaan Laboratorium

1. Darah

Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadangkadang


meragukan. Pada saat tuberkulosis baru dimulai ( aktif ) akan didapatkan sedikit
leukosit yang sedikit meningkat. Jumlah limfosit masih normal. Laju Endap
Darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali
normal dan laju endap darah mulai turun kearah normal lagi.4,5

2. Sputum

Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA,


diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan
sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah
diberikan, tetapi kadang – kadang tidak mudah untuk menemukan sputum
terutama penderita yang tidak batuk atau pada anak – anak. Padapemeriksaan
sputum kurang begitu berhasil karena pada umumnya sputum langsung ditelan,
untuk itu dibutuhkan fasilitas laboratorium berteknologi yang cukup baik, yang
berarti membutuhkan biaya yang banyak Adapun bahan – bahan yang digunakan
untuk.4,5

pemeriksaan bakteriologi adalah :

1. Bilasan lambung

2. Sekret bronkus

3. Sputum

4. Cairan pleura

5. Liquor cerebrospinalis

6. Cairan asites

12
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang – kurang nya
ditemukan tiga batang kuman BTA pada suatu sediaan. Dengan kata lain
diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum

Catatan:

 Diagnosis dengan sistem scoring ditegakkan oleh dokter


 Bila dijumpai skrofuloderma (tb pada kelenjar dan kulit ),
langsung didiagnosis TB.
 Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname)
 Demam dan Batuk tidak memiliki respon terhadap terapi baku
 Foto toraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB anak
 Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul <7 hari
setelah penyuntikan), harus dievaluasi dengan sistem skoring TB
anak
 Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6 (skor maksimal 13)

13
 Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS.4,5

2.1.8 Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan TB adalah :
1. Mengobati penyakit TB itu sendiri
2. Mencegah kematian dari TB aktif atau komplikasi TB
3. Mencegah TB relaps
4. Mencegah resistensi obat karena pemakaian kombinasi obat
5. Mengurangi (menurunkan) penularan TB terhadap orang lain
Pengobatan anti tuberkulosis di kelompokkan menjadi dua fase: fase yang
pertama adalah fase intensif (awal) yang bertujuan membunuh dengan cepat
sebagian besar kuman danmencegah resistensi obat, dan fase yang kedua adalah fase
lanjutan, yang bertujuanmembunuh kuman yang dormant (tidak aktif). Pada fase
intensif di berikan 4 macam obat(rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan ethambutol
atau streptomisin). Pada fase lanjutan diberikan rifampisin dan isoniazid selama 10
bulan sesuai dengan perkembangan klinis.DosisOAT dapat dilihat pada tabel
dibawah ini (tabel.2).3,4

Tabel 1. Obat Antituberkulosis yang Biasa Dipakai dan dosisnya

14
Tabel 2. OAT dan lama pengobatan TB pada anak

Tabel 3. Panduan OAT kombinasi KDT

15
Kortikosteroid (prednison) diberikan pada TB milier, meningitis TB, perikarditis
TB,efusi pleura, dan peritonitis TB. Prednison biasanya diberikan dengan dosis 2
mg/kgBB/hariselama 4 minggu, kemudian diturunkan perlahan-lahan (tappering off)
selama 2-6 minggu.5
Semua anak yang diduga atau di diagnosis TB milier seharusnya dirawat
dirumahsakit sampai keadaan klinisnya stabil.5

2.1.9 Prognosis
Dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur anak, lamanya mendapat infeksi,
keadaan gizi, keadaan sosial ekonomi keluarga, diagnosis dini, pengobatan adekuat dan
adanya infeksi lain seperti morbili, pertusis, diare yang berulang dan lain-lain.5

Evaluasi Hasil Pengobatan


Evaluasi hasil pengobatan dilakukan setelah 2 bulan terapi. Evaluasi
pengobatandilakukan dengan beberapa cara, yaitu evaluasi klinis, evaluasi radiologis,
dan pemeriksaanLED. Evaluasi yang terpenting adalah evaluasi klinis, yaitu menghilang
atau membaiknyakelainan klinis yang sebelumnya ada pada awal pengobatan, misalnya
penambahan beratbadan yang bermakna, hilangnya demam, hilangnya batuk, perbaikan
nafsu makan, dan lain-lain. Evaluasi radiologis pada pasien TB milier perlu diulang
setelah 1 bulan untuk evaluasihasil pengobatan. Gambaran milier pada foto toraks
biasanya menghilang dalam 1 bulan,kadang-kadang berangsur menghilang dalam 5-10
minggu, tetapi mungkin saja belum adaperbaikan hingga beberapa bulan. 5

2.2 Efusi pleura


2.2.1 Definisi
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan
dalam rongga pleura disebabkan ketidakseimbangan antara produksi dan
absorpsi dari cairan pleura itu sendiri. Proses penyakit primer jarang terjadi
namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan
jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, ataupun dapat berupa darah
atau pus.6

16
2.2.2 Etiologi
Secara umum, effusi pleura dapat terbentuk sebagai akibat dari suatu
proses inflamasi, keganasan atau trauma pada paru ataupun organ lain yang
berhubungan dengannya. Sesuai usia, kita sudah dapat memprediksi penyebab
kepada suatu effusi pleura, misalnya pada usia muda penyebab utama effusi
adalah penyakit tuberkulosis, manakala pada usia tua, suatu proses keganasan
mungkin merupakan penyebab utama.6

Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif


effusi pleura eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut
ini, sementara efusi pleura transudatif tidak memenuhi satu pun dari tiga kriteria
ini
1. Protein cairan pleura / protein serum > 0,5
2. LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6
3. LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang
normal di dalam serum.6

Eksudat, disebabkan oleh

1. Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia, Chlamydia.


Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100- 6000/cc. Gejala
penyakit dapat dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise, mialgia, sakit
dada, sakit perut, gejala perikarditis. Diagnosa dapat dilakukan dengan cara
mendeteksi antibodi terhadap virus dalam cairan efusi.
2. Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri
yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen.
Bakteri penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun anaerob
(Streptococcus paeumonie, Staphylococcus aureus, Pseudomonas, Hemophillus,
E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium, dan lain-lain).
Penatalaksanaan dilakukan dengan pemberian antibotika ampicillin dan

17
metronidazol serta mengalirkan cairan infus yang terinfeksi keluar dari rongga
pleura.
3. Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus,
dll. Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi.
4. Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui
focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara
hemaogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi
disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan,
sehingga tuberkuloprotein yang adadidalamnya masuk ke rongga pleura,
menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh
TBC biasanya unilateral pada hemithoraks kiri dan jarang yang masif. Pada
pasien pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan berat badan,
dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.
5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paruparu,
mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan
ukuran jantung yang tidak membesar
6. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid, Skleroderma
7. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.6

Transudat, disebabkan oleh:


1. Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan
penyebab lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena
kava superior, Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan
tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler dinding dada sehingga
terjadi peningkatan
2. Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura
dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi
kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat. Pengobatan adalah

18
dengan memberikan diuretik dan restriksi pemberian garam. Tapi
pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan infus albumin.
3. Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura
melalui lubang kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga
pleura. Efusi biasanya di sisi kanan dan biasanya cukup besar untuk
menimbulkan dyspneu berat. Apabila penatalaksanaan medis tidak
dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada alternatif yang baik.
Pertimbangan tindakan yang dapat dilakukan adalah pemasangan
pintas peritoneum-venosa (peritoneal venous shunt, torakotomi)
dengan perbaikan terhadap
4. Meig’s Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-
penderita dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang
dapat menimbulkan sindrom serupa : tumor ovarium kistik,
fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat
rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan
yang banyak oleh tumornya dimana efusi pleuranya terjadi karena
cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di diafragma.
Klinisnya merupakan penyakit kronis.
5. Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi
terjadi unilateral ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari
rongga peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma.6,7

 
 
 

19
2.2.3 Patofisiologi
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura
melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh saluran
limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi, tiap harinya
diproduksi cairan kira-kira 16,8 ml (pada orang dengan berat badan 70 kg).
Kemampuan untuk reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila antara
produk dan reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya meningkat atau
reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura.7
Diketahui bahwa cairan masuk ke dalam rongga melalui pleura parietal dan
selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura viseral
melalui sistem limfatik dan vaskular. Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke
pleura visceralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan
tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh sistem limfatik dan
hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang
memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak
mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial.7

Akumulasi cairan pleura dapat terjadi bila:


1. Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan
pembentukan cairan pleura melalui pengaruh terhadap hukum
Starling.Keadaan ni dapat terjadi pada gagal jantung kanan, gagal
jantung kiri dan sindroma vena kava superior.
2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada
atelektasis, baik karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura
visceralis
3. Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik
lebih banyak cairan masuk ke dalam rongga pleura
4. Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa
menyebabkan transudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga
pleura

20
5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleura parietalis. Saluran limfe
bermuara pada vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan
vena sistemik akan menghambat pengosongan cairan limfe.7,8

2.2.4 Diagnosis
Penegakkan diagnosa effusi pleura dapat dilakukan bermula dengan
anamnesa, tanda-tanda klinis dan pemeriksaan fisik. Di antara tanda-tanda klinis dan
simptom yang didapatkan adalah seperti berikut.8
 Anamnesis
- Nyeri dada
- Dispnea
- Takipnea
- Ruang intercostal menonjol( bulging of intercostal space)
- Fremitus taktil yang berkurang
- Berkurangnya transmisi suara dan vokal pada paru
- Friksi pleura pada stadium awal terutamanya pada dry pleurisy.

 Pemeriksaan fisik
- Sela iga melebar
- Nafas cuping hidung
- Retrasi (+) di epigastrium
- Perkusi pekak sebelah yang terkenan
- Suara nafas melemah.8
 Pemeriksaan penunjang
1. Foto Thorak
Diperlukan paling minimal sebanyak 100ml cairan dalam pleura sebelum effusi
pleura bisa terlihat pada pemeriksaan foto torak ini. Posisi yang paling baik
untuk pemeriksaan ini adalah posisi berdiri Posterior Anterior(PA), Lateral dan
sekiranya dicurigai effusi yang terjadi pada bagian kanan paru, pemeriksaan
pada posisi right lateral decubitus.(RLD) Hasil yang mungkin terlihat adalah
penumpulan sudut costofrenikus.8

21
anterior pada posisi PA, penumpulan sudut costofrenikus posterior pada posisi
lateral.Selain itu mungkin juga terlihat pergeseran mediastinum dan trakea
kearah paru normal.8

Thorakosintesis
Langkah utama yang harus dilakukan pada kasus effusi pleura adalah
menentukan samada cairan di pleura itu adalah transudat ataupun eksudat, Untuk
itu dapat dilakukan torakosintesis. Torakosentesis / pungsi pleura dilakukan
untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pada
orang dewasa, torakosentesis sebaiknya dilakukan pada setiap pasien dengan
efusi pleura yang sedang-berat, namun pada anak anak tidak semuanya
memerlukan torakosentesis sebagai prosedur yang sama Efusi parapneumonik
yang dihubungkan dengan sudut costoprenicus yang tumpul minimal tidak
seharusnya mendapat prosedur torakosentesis.7,8

Pungsi pleura dilakukan diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela
iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah
(hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin
berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
Prosedur secara umum adalah seperti berikut:
1. Pasien diminta duduk tegak dengan tidak dan tidak banyak bergerak.
2. Kawasan sekitar dan tempat yang akan dipungsi dibersihkan dengan larutan
antiseptik.
3. Anestesi lokal diberikan untuk mengurangkan rasa sakit atau EMLA/ANGEL.
4. Jarum spuit ukuran besar ataupun catheter dimasukkan ke dalam dinding dada
sehingga ke ruang pleura. Cairan pleura yang keluar diaspirasi dan dikumpulkan
untuk analisa
5. Sekiranya saat prosedur dilakukan, pasien tiba-tiba batuk atau nyeri dada
,prosedur hendaklah dihentikan serta merta.
6. Mungkin diperlukan dilakukan foto thorak untuk mengenalpasti kemungkinan
komplikasi yang terjadi.7,8

22
Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram,basil tahan asam
(untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa,
amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan,
dan pH

23
2.2.5 Terapi

2.2.6 Prognosis
Anak- anak yang memilliki efusi parapneumonik tanpa komplikasi memberikan
respon yang baik dengan penanganan yang konservatif tanpa tampaj sisa kerusakan
paru. Virus dan mikoplasma penyebab penyakit pleura secara umum sembuh spontan.7,8

2.3. Gizi buruk


2.3.1 Definisi

Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut
umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah severely underweight (Kemenkes RI,
2011), sedangkan menurut Depkes RI 2008, keadaan kurang gizi tingkat berat pada anak

24
berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD dan atau
ditemukan tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.9

2. 3.2 Epidemiologi
Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun Pemerintah
Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data Susenas menunjukkan
bahwa jumlah balita yang BB/U <-3SD Z-score WHO-NCHS sejak tahun 1989
meningka tdari 6,3% menjadi 7,2% tahun 1992 dan mencapai puncaknya 11,6 %
padatahun 1995. Upaya pemerintahan tara lain melalui Pemberian Makanan
Tambahan dalam Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi
melalui pelatihan-pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk kepada tenaga kesehatan,
berhasil menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1 % pada tahun 1998; 8,1% tahun
1999 dan 6,3 % tahun 2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali
menjadi 8% dan pada tahun 2003 menjadi 8,15 %. Kenyataan di lapangan
menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan gejala klinis (marasmus, kwashiorkor,
marasmus-kwashiorkor) umumnya disertai dengan penyakit infeksi seperti diare,
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Tuberkulosis (TB) serta penyakit infeksi
lainnya. Data dari WHO menunjukkan bahwa 54 % angka kesakitan pada balita
disebabkan karena gizi buruk, 19 % diare, 19% ISPA, 18% perinatal, 7% campak,
5% malaria dan 32 % penyebab lain.9
Masalah gizi pada anak balita di Indonesia telah mengalami perbaikan. Hal
ini dapat dilihat antara lain dari penurunan prevalensi gizi buruk pada anak balita
dari 5,4% pada tahun 2007 menjadi 4,9% pada tahun 2010. Meskipun terjadi
penurunan, tetapi jumlah nominal anak gizi buruk masih relatif besar.
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi provinsi
NTB untuk gizi buruk dan kurang adalah 24,8%. Bila dibandingkan dengan target
pencapaian program perbaikan gizi tahun 2015 sebesar 20% dan target MDG untuk
NTB sebesar 24,8% berada di atas nasional yang 18,5% maka NTB belum
melampaui target nasional 2015 sebesar 20%. Berdasarkan Riskesdas tahun 2010,
dikatakan bahwa prevalensi gizi buruk NTB sebesar 10,6% (Tim Penyusun, 2011).9

25
2.3.3 Klasifikasi Gizi Buruk
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-
kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari
masing-masing tipe yang berbeda-beda.9,10
1.` Marasmus
Gambaran klinik marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup
karena diet yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti
mereka yang hubungan orangtua-anak terganggu, atau karena kelainan metabolic
atau malformasi congenital. Gangguan berat setiap system tubuh dapat
mengakibatkan malnutrisi.9,10
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang
timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di
bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan,
gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan
sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah
makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah :
a Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot
ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b Wajah seperti orang tua
c Iga gambang dan perut cekung
d Otot paha mengendor (baggy pant)
e Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar.9,10
2. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby),
bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein,
walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi.
Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh
tubuh. 9,10
Walaupun defisiensi kalori dan nutrien lain mempersulit gambaran klinik dan
kimia, gejala utama malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein tidak
cukup bernilai biologis baik. Dapat juga karena penyerapan protein terganggu,

26
seperti pada keadaan diare kronik, kehilangan protein abnormal pda proteinuria
(nefrosis), infeksi, perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein, seperti
pada penyakit hati kronik.9,10

Berikut ciri-ciri dari kwashiorkor secara garis besar adalah :


a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada
penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa
kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas.9,10

2.3.4 Diagnosis
Diagnosis gizi buruk dapat diketahui melalui gejala klinis, antropometri dan
pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis gizi buruk berbeda-beda tergantung dari derajat
dan lamanya deplesi protein dan energi, umur penderita, modifikasi disebabkan oleh
karena adanya kekurangan vitamin dan mineral yang menyertainya. Gejala klinis gizi
buruk ringan dan sedang tidak terlalu jelas, yang ditemukan hanya pertumbuhan yang
kurang seperti berat badan yang kurang dibandingkan dengan anak yang sehat.2
tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak
bawah kulit terutama pada kedua bahu lengan pantat dan pah; tulang iga terlihat jelas
dengan atau tanpa adanya edema.9,10
Pada setiap anak gizi buruk dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis
terdiri dari anamnesia awal dan lanjutan.
Anamnesis awal (untuk kedaruratan) :
 Kejadian mata cekung yang baru saja muncul
 Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan muntah dan
diare (encer/darah/lender)

27
 Kapan terakhir berkemih
 Sejak kapan kaki dan tangan teraba dingin.9,10

Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak mengalami dehidrasi
dan/atau syok, serta harus diatasi segera.
Anamnesis lanjutan (untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana selanjutnya,
dilakukan setelah kedaruratan tertangani)
 Diet (pola makan)/ kebiasaan makan sebelum sakit
 Riwayat pemberian ASI
 Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari terakhir
 Hilangnya nafsu makan
 Kontak dengan campak atau tuberculosis paru
 Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir
 Batuk kronik
 Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung
 Berat badan lahir
 Riwayat tumbuh kembang
 Riwayat imunisasi
 Apakah ditimbang setiap bulan
 Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang social anak)
 Diketahui atau tersangka infeksi HIV.9,10

Pemeriksaan Fisik
 Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung kaki.
Tentukan status gizi dengan menggunakn BB/TB-PB

 Tanda dehidrasi : tampak haus, mata cekung, turgor buruk

 Tanda syok (akral dingin, CRT lambat, nadi lemah dan cepat), kesadaran
menurun

 Demam (suhu aksilar ≥ 37,5 C) atau hipotermi (suhu aksilar <35,5 C) 9,10

28
 Frekuensi dan tipe pernafasan : pneumonia atau gagal jantung

 Sangat pucat

 Pembesaran hati dan ikterus

 Adakah perut kembung, bising usus melemah atau meningkat, tanda asites

 Tanda defisiensi vitamin A (bercak bitot, ulkus kornea, keratomalasia)

 Ulkus pada mulut

 Fokus infeksi : THT, paru, kulit

 Lesi kulit pada kwashiorkor

 Tampilan tinja

 Tanda dan gejala infeksi HIV. 9,10

29
Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi, fase
transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana
yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita
kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor.10

10 langkah gizi buruk


30
a. Hipoglikemi15
Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah < 3
mmol/L atau < 54 mg/dl) sehingga setiap anak gizi buruk harus diberi makan atau
larutan glukosa/gula pasir 10% segera setelah masuk rumah sakit. Pemberian makan
yang sering sangat penting dilakukan pada anak gizi buruk.
Jika fasilitas setempat tidak memungkinkan untuk memeriksa kadar gula darah,
maka semua anak gizi buruk harus dianggap menderita hipoglikemia dan segera
ditangani sesuai panduan.
Biasanya terjadi bersamaan dengan hipotermia Tanda lain : letargis, nadi lemah,
kehilangan kesadaran Gejala hipoglikemia berupa berkeringat dan pucat sangat jarang
dijumpai pada balita gizi buruk.

Tabel 2.3 Cara mengatasi hipoglikemia

31
b. Hipotermia15
 Suhu aksiler < 36C (ukur selama 5 menit)
 Biasanya terjadi bersama-sama dgn hipoglikemia
 Hipotermia + hipoglikemia : merupakan tanda dari adanya infeksi sistemik serius
→ terapi untuk ketiganya
 Hipotermia + hipoglikemia + infeksi, Cadangan energi balita gizi buruk sangat
terbatas → tidak mampu memproduksi panas utk mempertahankan suhu tubuh

Tindakan yang dilakukan untuk pertahankan suhu :


 Tutuplah tubuh balita termasuk kepalanya
 Hindari adanya hembusan angin
 Pertahankan suhu ruangan 25–30C
 Tetap diselimuti pada malam hari
 Jangan biarkan tanpa baju terlalu lama saat pemeriksaan & penimbangan
 Tangan yg merawat harus hangat
 Segeralah ganti baju atau peralatan tidur yang basah
 Segera keringkan badan setelah mandi
 Jangan gunakan botol air panas utk menghangati balita →kulit terbakar

32
Suhu tubuh < 36ºC (hipotermia) dilakukan tindakan hangatkan tubuh :
 Cara “kanguru” : kontak langsung kulit ibu dan kulit balita
 Lampu : diletakkan 50 cm dari tubuh balita
 Monitor suhu setiap 30 menit - suhu sdh normal? - suhu tdk terlalu tinggi?
 Hentikan pemanasan bila suhu tubuh sudah mencapai 37C

c. Dehidrasi14
Pada anak gizi buruk dapat terjadi dehidrasi.Tanda-tanda dehidrasi yang dapat
terjadi adalah; letargis, anak gelisah dan rewel, tidak ada air mata, mata cekung, mulut
dan lidah kering, haus dan kulit lambat.

d. Gangguan keseimbangan elektrolit14


Pada semua KEP berat terjadi kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na
plasma rendah. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) sering terjadi dan paling
sedikit perlu 2 minggu untuk pemulihan.Ketidakseimbangan elektrolit ini ikut berperan
pada terjadinya edema (jangan obati edema dengan pemberian diuretikum).16
Berikan :
 Tambahan Kalium 3-4 mEq/kg BB/hari (= 150-300 mg KCl/kgBB/hari)
 Tambahkan Mg 0.4-0.6 mEq/kg BB/hari (= 7.5-15 mg MgCl2 /kgBB/hari)

Pada anak gizi buruk terjadi ketidakseimbangan elektrolit di dalam tubuh.Perlu


diberikan larutan elektrolit/ mineral dalam bentuk ReSoMal (bila diare) dan Formula
WHO sesuai dengan fasenya.

Cara membuat ReSoMal:


 Bubuk WHO-ORS utk 1 liter : 1 pak
 Gula pasir : 50 g
 Lar. Elektrolit/mineral (**) : 40 ml
 Ditambah air sampai : 2 liter

Setiap 1 liter cairan Resomal:


 Na = 37,5 mEq,
 K = 40 mEq dan

33
 Mg = 1,5 mEq (*)

Bubuk WHO-ORS/1 liter:


 Nacl = 2,6 g
 Trisodium citrat dihidrat = 2,9 g
 KCl = 1,5 g dan
 Glukosa = 13,5 g

Komposisi larutan elektrolit:


 KCl : 224 g
 Tripotasium citrat : 81 g
 MgCl2.6H2) : 76 g
 Zn acetat 2 H2O : 8,2 g
 CuSO4.5H2O : 1,4 g
 Ditambah air sampai : 2,5 liter

e. Pemberian antibiotic
Pada KEP berat/gizi buruk, tanda yang biasanya menunjukkan adanya infeksi
seperti demam seringkali tidak tampak.16Karenanya pada semua KEP berat/gizi buruk
beri secara rutin :
 Antibiotik spektrum luas
o Tanpa komplikasi:Amoxicilin (25-40 mg/ kgBB tiap 8 jam selama 5 hari)
o Dengan komplikasi: Ampisilin (50 mg/kgBB/i.m./i.v. – setiap 6 jam selama
2 hari), dilanjutkan Amoksisilin oral (15 mg/KgBB setiap 8 jam selama 5
hari). DanGentamicin (7.5 mg /Kg/BB/i.m./i.v. sekali sehariselama 7 hari).
 Vaksinasi Campak bila umur anak >6 bulan dan belum pernah diimunisasi
(tunda bila ada syok).

f. Koreksi defisiensi mikro nutrien16


Semua KEP berat menderita kekurangan vitamin dan mineral. Walaupun
anemia biasa dijumpai, jangan terburu-buru memberikan preparat besi (Fe), tetapi

34
tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya setelah
minggu ke-2). Pemberian besi pada masa awal dapat memperburuk keadaan infeksinya.
Berikan setiap hari:
 Suplementasi multivitamin
 Asam folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama)
 Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari
 Tembaga (Cu) 0.2 mg/kgBB/hari
 Bila BB mulai naik: Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferrosus 10 mg/kgBB/hari
 Vitamin A oral pada hari I : umur > 1 tahun : 200.000 SI, 6-12 bulan : 100.000
SI, < 6 bulan : 50.000 SI, kecuali bila dapat dipastikan anak sudah mendapat
suplementasi vit.A pada 1 bulan terakhir. Bila ada tanda/gejala defisiensi vit.A,
berikan vitamin dosis terapi.

g. Makanan untuk stabilsasi dan transisi16


Pemenuhan zat gizi dilakukan dalam 3 fase: fase stabilisasi, fase transisi dan fase
rehabilitasi. Pemberian makan dapat berupa oral maupun melalui NGT.Pemberian
makanansedikit namun dalam frekuensi yang sering. Pemberian asi diteruskan hingga
berumur 2 tahun

6. Dampak Gizi Buruk


Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait
dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping berbagai
konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi
banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan
defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi
tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap
mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi.
Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena
berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi (mudah
kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang

35
dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut
tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat ”catch
up” dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak
buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya.
Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak, akibat
kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan perkembangan
anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak
tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri.
Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi patal karena otak adalah salah satu aset
yang vital bagi anak.10
Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap
perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan
gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah
penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori,
gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja
merosotnya prestasi anak.10

BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN

36
Nama : An. Fania Farin tinas

Umur : 14 tahun 7 bulan 19 hari

Jenis Kelamin : Perempuan

No MR : 210917

Tanggal masuk : 20 November 2020

Keluhan Utama :

Demam sejak 3 minggu SMRS ( rujukan RSUD sijunjung dengan

Riwayat penyakit sekarang

 Sejak 4 bulan SMRS, pasien batuk berdahak disertai sesak nafas, disertai
penurunan berat badan sampai 15 kg, nafsu makan menurun.
 Sejak 2 bulan SMRS, pasien mendapatkan OAT dari puskesmas sijunjung (KDT
kategor 1) dosis dewasa, minum obat teratur.
 3 minggu SMRS demam naik turun, disertai sesak, pasien terlihat pucat, lemah
dan dilakukan pemeriksaan Hb rendah kemudian pasien dilarikan RSUD
sijunjung mendapatkan trasfusi PRC,AB dan OAT KDT diganti dengan R/H/Z.
 Kemudian keluhan sesaknya menurun, namun demamnya belum perbaikan
sehingga pasien dirujuk ke RS.M.Natsir untuk terapi lanjut.
 Batuk berdahak masih ada, batuk berdarah (-)
 Mual muntah tidak ada.
 BAB dan BAK dalam batas normal.

Riwayat penyakit dahulu

 Riwayat penyakit atopi (-)


 Riwayat kejang (-)

37
Riwayat penyakit keluarga

• Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama.

• Minum OAT (-)

• Riwayat penyakit atopi (-)

• Riwayat hipertensi (-)

• Riwayat jantung, DM (-).

Riwayat kehamilan dan persalinan

• Anak ke 3 dari 4 bersaudara. Lahir denan section cesaria usia kehamilan 38-
39minggu dengan berat Lahir 3400 gram, panjang badan 50 cm. Saat lahir pasien
menangis kuat .

Riwayat Makanan dan Minuman

- ASI : sampai 21 bulan


- Nasi tim : umur 8 bulan
- Buah Biskuit : umur 6 bulan
- Bubur susu : umur 6 bulan
- susu formula : umur 3 bulan

• Anak :-makanan utama : nasi 3x sehari menghabiskan 1 porsi.

Daging : 1 x dalam seminggu

telur : 2 x dalam seminggu

sayur : setiap hari

buah : 2 x dalam seminggu

kesan : kualitas dan kauntitas makan baik, tetapi selama sakit terdapat
penurunan kualitas dan kuantitas makan.

38
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

Prestasi di sekolah : Baik.

Riwayat imunisasi

Hepatitis B 0 bulan
2 bulan
3 bulan
4 bulan
DPT :
1 2 bulan
2 3 bulan
3 4 bulan
Polio:
0 0 bulan
1 2 bulan
2 3 bulan
3 4 bulan
BCG 1 bulan

Kesan : imunisasi lengkap

Pemeriksaan umum

Kesadaran Compos Mentis Cooperatif

Keadaan umum Tampak Sakit berat

39
Tekanan darah 110/70 mmHg

Nadi 135 x/menit, Kuat angkat,regular

Suhu 39 °C

Pernafasan 22 x/mnt

Tinggi badan 151 cm

Berat badan 30 kg

Status antropometri BB/U: 66,6 %

TB/U: 93,5 %

BB/TB:82,9 %

Gizi kurang perawakan normal

Sianosis Tidak ada

Edema Wajah dan kaki (-)

Kulit Teraba hangat, turgor kulit baik

KGB Tidak teraba pembesaran KGB

Kepala Normochepal, lingkar kepala


45cm
wajah
Marasmus (+)

Rambut Hitam, tidak mudah rontok

Mata Konjungtiva anemis(+/+), sklera

40
tidak ikterik (-/-)

Telinga Tidak ditemukan kelainan

Hidung Tidak ditemukan kelainan, napas


cuping hidung (-)

Tenggorokan Tonsil T1-T1 ,orofaring hiperemis

Gigi dan Mulut Mukosa bibir dan mulut lembab,


sianosis tidak ada,lidah kotor tidak
ada.

Leher JVP 5 -2 cmH2O

Pulmo I : gerakan dinding dada kiri


tertinggal dari dada sebelah kanan,
iga gambang (+)

P : taktil fremitus melemah


sebelah kiri dari pada sebelah
kanan

P : redup sebelah kiri, sonor


sebelah kanan.

A: bronkovaskuler, rhonki (+/↓),


wheezing (-/-)

Cor I : Ictus Cordis tidak terlihat

P : Ictus cordis tidak teraba

P: - Batas kiri : RIC V sejajar


linea
midclavicula sinistra 2 jari

41
kearah
medial
- Batas kanan : RIC IV
linea sternalis dexstra

- Batas atas : RIC II


linea parasternalis sinistra

A : Reguler , Murmur, dan Gallop


tidak ditemukan

Abdomen I : Distensi tidak ada

A : Bising usus (+) normal

P : supel, nyeri tekan (-) nyeri


lepas (-)

P : Timpani

Punggung Nyeri ketok CVA (-)

Alat kelamin Perempuan, Tidak ditemukan


kelainan

Anus Colok dubur tidak dilakukan

Extremitas Akral hangat, , CRT < 2 detik,


sianosis tidak ada, atropi otot

42
BB/U : 30/55 x 100  54,5 % ( sangat kurus )

TB/U :151/162 x 100  93,2 %( TB normal)

BB/TB :30/43 x 100  68 ( Gizi buruk)

Kesan gizi buruk perawakan normal

43
Laboratorium

Tanggal 20 November 2020

Darah Lengkap
HB 9,5 g/dL (↓)
HT 28,1 % (↓)
Leukosit 25.000 mm3(↑)
Trombosit 688.000 mm3(↑)
Kimia Klinik
SGOT 35 U/L(↑)
SGPT 35 U/L(↑)
Albumin 3.44 g/dL
Imunologi
Anti HIV Non reaktif
Procalcitonin (PCT) 0.16 mg/dL(↑)

Rongsen AP tanggal 07/11/20

44
45
46
rongsen tanggal 18

47
48
Diagnosis FUO ec Tb paru dengan destroyed long
+ efusi pleura (s) + gizi buruk

Tatalaksana Non Medikamentosa

Bed rest

Nutrisi/ Diet: Mc 1600-2600 kkal

Medikamentosa

o IVFD kaen 1 B 16 jam/kolf


o Cefepezone sulbaktam 4 x 1,9
gram
o Paracetamol 4 x 500 mg
o Tranfusi PCR 350 CC
o Vitamin A 200.000 unit
o As folat 1x5 mg
o Zink 1 x 20mg
o Rifampisin 450mg
o Isoniazit 300mg
o Pirazinamit 1000mg
o Etambutol 750mg
o Vitamin B6 1x1
o Flukonazole 1x360mg
o Fluimucil 3x200 mg

49
Follow Up :

tanggal hasil Pemeriksaan

23/11/202 S/ - Demam (+)


0
- Batuk (+)

- Sesak nafas (+)

- Nafsu makan masih menurun

O/ KU Kes TD HR RR T

lemah CMC 110/80 120x/i 40x/i 38,0 C

I : gerakan dinding dada kiri tertinggal dari dada sebelah


kanan, iga gambang (+)

P : taktil fremitus melemah sebelah kiri dari pada sebelah


kanan

P : redup sebelah kiri, sonor sebelah kanan.

A: bronkovaskuler, rhonki (+/↓), wheezing (-/-)

A/ FUO ec TB paru dengan destroyed long +efusi pleura(s)


+gizi buruk

P/ -IVFD KAEN 1B  10 tpm

O2 3L

-die MB dan MC 3x 1600-2400kkol

o IVFD kaen 1 B 16 jam/kolf


o Cefepezone sulbaktam 4 x 1,9 gram (3)
o Paracetamol 4 x 500 mg

50
o Vitamin A 200.000 unit
o As folat 1x5 mg
o Zink 1 x 20mg
o Rifampisin 450mg
o Isoniazit 300mg
o Pirazinamit 1000mg
o Etambutol 750mg
o Vitamin B6 1x1
o Flukonazole 1x360mg
o Fluimucil 3x200 mg

Rencana pemeriksaan : kultur darah dan rongsen thorak AP

Labor 23/11/2020

Hb : 11. 2 g/dL

Leokosit H 16.300 mm3

Trombosit H 574.000 mm3

Kesan : leokositosis + trombositosis

Imunologi

PCT 1.05 mgdL

Hasil TCM 23/11/20

MTB detected medium

51
Follow Up

Tanggal hasil Pemeriksaan


24//11/2020 - S/ Demam (-)
- Batuk (+)
- Sesak berkurang

- nafsu makan membaik

- mual (-),muntah(-)

- BAB biasa

O/ KU Kes TD HR RR T
sedang CMC 100/80 90x/i 22x/i 36,7’ C
I : gerakan dinding dada kiri tertinggal dari dada
sebelah kanan, iga gambang (+)
P : taktil fremitus melemah sebelah kiri dari pada
sebelah kanan
P : redup sebelah kiri, sonor sebelah kanan.
A: bronkovaskuler, rhonki (+/↓), wheezing (-/-)

A/ TB paru dengan destroyed long +efusi pleura


+gizi buruk
P/ -IVFD KAEN 1B
- O2 aff
-die MB dan MC 3x 1700kkol
- Gentamisisn 1x120 mg (IV) (2)
- Meropenem 3x 1,9grm (2)
- fluconazole 1 x360mg (5)

52
- asam folat 1x1 mg
- prednisone 3x4 tab (2)
- Rifampisin 1x450 mg (5)
- Isoniazit 1x300 mg(5)
- Pirazinamit 1x100 mg(5)
- Etambutol 1x750 mg(5)
- As folat 1x5 mg
- Zink 1 x 20mg
- Vitamin B 6 1x1
- Fluimucil 3x200 mg

Rencana cek analisa dan kultur cairan pleura


Lap 24/11/20
Darah lengkap
Hb : 11.2 g/dL
Ht : 4.13 106/mm3
Leokosit : 29.000 mm3
Trombosit : 574.000 mm3
Kesan : lekositosis + trombositosis
Hitung jenis lekosit
Basofil : 0%
Eotinofil : 1
Neutrofil batang : 8%
Neutrofil segmen : 71%
Limfosit : 15%
Monosit : 5

Follow up

53
tanggal hasil Pemeriksaan

25/11/202 S/ Demam (-)


0
- Batuk (+)
- Sesak berkurang

- mual (-),muntah(-)

O/ KU Kes TD HR RR T

sedang CMC 100/80 90x/i 22x/i 36 C

I : gerakan dinding dada kiri tertinggal dari dada sebelah


kanan, iga gambang (+)
P : taktil fremitus melemah sebelah kiri dari pada sebelah
kanan
P : redup sebelah kiri, sonor sebelah kanan.
A: bronkovaskuler, rhonki (+/↓), wheezing (-/-)

A/ TB paru +efusi pleura +gizi buruk

P/ -IVFD KAEN 1B

-die MB dan MC 3x 1700kkol

- Gentamisisn 1x120 mg (3)

- Meropenem 3x 1,9grm (3)

- fluconazole 1 x360mg (6)


- asam folat 1x1 mg

- prednisone 3x4 tab (3)

- Rifampisin 1x450 mg (6)

- Isoniazit 1x300 mg(6)

54
- Pirazinamit 1x100 mg(6)

- Etambutol 1x750 mg(6)

- As folat 1x5 mg
- Zink 1 x 20mg
- Vitamin B 6 1x1

- Fluimucil 3x200 mg

Hasil lap 25/11/20

Hb :10,8 g/dL

Hematokrit : 31,2 102/mm3

Leukosit :14.800 mm3 (↑)

Trombosit :603.000 mm3 (↑)

Kesan : leokositois + trombositosis

55
Hasil rongsen 25/11/20

Kesan

Jantung sulit dinilai, batas kiri jantung tertutup kesuraman

Aorta dan mediastinum superior tidak melebar

Trakea di tengah. Kedua hilus suram.

Tampak infiltrat dan kesuraman inhomogen di lapangan paru kiri sebagian dengan air
bronkigram.

Infitrat di paru kanan dan kavitas di lapangan atas patu kir

Hemidiafragma dan sinus kostofrenikus kiri suram, kanan baik

56
Kesan

 TB paru dengan kavitas di lapangan atas paru kiri


 Suspek komponen atelektasis bawah lapangan bawah paru kiri dan
minimal efusi pleura kiri

Follow up

tanggal hasil Pemeriksaan

26/11/202 S/ - Demam (-)


0
- Sesak bekurang

- batuk darah (+)

- wsd : cairan kemerahan undulasi minimal

- aspirasi pus ±1cc

O/ KU Kes TD HR RR T

sedang CMC 100/80 86x/i 20x/i 36’5 C

A/ TB paru dengan destroyed long +efusi pleura (s) on wsd


+gizi buruk

P-IVFD KAEN 1B

- Gentamisisn 1x120 mg (4)


- Meropenem 3x 1,9grm (4)
- fluconazole 1 x360mg (7) terakir
- prednisone 3x4 tab (4)
- Rifampisin 1x450 mg (7)
- Isoniazit 1x300 mg(7)
- Pirazinamit 1x100 mg(7)
- Etambutol 1x750 mg(7)

57
- asam folat 1x1 mg
- As folat 1x5 mg
- Zink 1 x 20mg
- Vitamin B 6 1x1
- Fluimucil 3x200 mg
- Vit K 3x1 amp (IV)
- Asam traneksamat 3x250mg (IV)

tanggal hasil Pemeriksaan

27/11/202 S/ - Demam (-)


0
- Sesak bekurang

- batuk darak masih ada.

O/ KU Kes TD HR RR T

sedang CMC 100/80 86x/i 20x/i 36’4 C

A/ TB paru dengan destroyed long +efusi pleura (s) on wsd


+gizi buruk

P/ IVFD KAEN 1B

- Gentamisisn 1x120 mg (5)


- Meropenem 3x 1,9grm (5)
- prednisone 3x4 tab (5)
- Rifampisin 1x450 mg (8)
- Isoniazit 1x300 mg(8)
- Pirazinamit 1x100 mg(8)
- Etambutol 1x750 mg(8)
- asam folat 1x1 mg
- As folat 1x5 mg

58
- Zink 1 x 20mg
- Vitamin B 6 1x1
- Fluimucil 3x200 mg
- Vit K 3x1 amp (IV)
- Asam traneksamat 3x250mg (IV)

Hasil Kultur Sputum

59
Kesan
Pertumbuhan kuman sedian mikroskopik sangat sedikit sehingga tidak terdekteksi tetapi
ada pertumbuhan kuman.

60
Follow up

tanggal hasil Pemeriksaan

28/11/202 S/ - Demam (-)


0
- Sesak bekurang

- batuk darah (+)

- nafsu makan baik

O/ KU Kes TD HR RR T

sedang CMC 100/80 86x/i 20x/i 36’5 C

A/ TB paru dengan destroyed long +efusi pleura (s) on wsd


+gizi buruk

P-IVFD KAEN 1B

- Gentamisisn 1x120 mg (6)


- Meropenem 3x 1,9grm (6)
- prednisone 3x4 tab (6)
- Rifampisin 1x450 mg (9)
- Isoniazit 1x300 mg(9)
- Pirazinamit 1x100 mg(9)
- Etambutol 1x750 mg()
- asam folat 1x1 mg
- As folat 1x5 mg
- Zink 1 x 20mg
- Vitamin B 6 1x1
- Fluimucil 3x200 mg
- Vit K 3x1 amp (IV)

61
- Asam traneksamat 3x250mg (IV)

tanggal hasil Pemeriksaan

29/11/202 S/ - Demam (-)


0
- Sesak bekurang

- batuk darak (-)

- nafsu makan baik

O/ KU Kes TD HR RR T

sedang CMC 100/80 86x/i 20x/i 36’4 C

A/ TB paru dengan destroyed long +efusi pleura +gizi


buruk

P/ IVFD KAEN 1B

- Gentamisisn 1x120 mg (7)


- Meropenem 3x 1,9grm (7)
- prednisone 3x4 tab (7)
- Rifampisin 1x450 mg (10)
- Isoniazit 1x300 mg(10)
- Pirazinamit 1x100 mg(10)
- Etambutol 1x750 mg(10)
- asam folat 1x1 mg
- As folat 1x5 mg
- Zink 1 x 20mg
- Vitamin B 6 1x1
- Fluimucil 3x200 mg

Follow up

62
30/11/202 S/ - Demam (-)
0
- nafsu makan baik

- sesak (-)

- batuk (+) darah (-)

O/ KU Kes TD HR RR T

sedang CMC 110/80 90x/i 22x/i 36’ C

A/ TB paru dengan destroyed long +efusi pleura (s) +gizi


buruk

Pasien pulang.

Hasil kultur cairan Pleura

63
64
Kesan : Tidak ditemukan pertumbuhan bakteri

65
BAB IV
ANALISA KASUS
4.1 Analisa Kasus
 Telah didiagnosis seorang pasien anak perempuan berusia 14 tahun 7 bulan 19
hari dengan diagnosis TB paru dengan destroyed long +efusi pleura (s) +gizi
buruk. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan Penunjang.
 Batuk berdahak sejak 4 bulan SMRS, sesak napas , nafsu makan menurun berat
badan menurun. Pasien mendapatkan OAT sejak 2 bulan SMRS. Namun OAT
diganti menjadi RHZ sejak 16 hari sebelim masuk rumah sakit. Dari
pemeriksaan fisk ditemukan dari inspeksi gerakan dinding dada kiri tertinggal
dari pada sebelah kana, iga gambang (+), dari palpasi taktil fremitus melemah
sebelah kiri dari pada sebelah kanan, pada palpasi, redup sebelah kri sebelah
kanan sonor, auskultasi suara nafas bronkovesikuler rhonki (+/↓), wheezing tidak
ada. Dari pemeriksaan rongsennya ditemukan infiltrat dan kesuraman di lapang
paru kiri, kavitas di lapang paru atas kiri, lapang paru kanan ada infiltrat, sinus
cotofrenikus kiri suram kanan baik. Hasil TCMnya didapatkan MTB detected
medium. Pasien mendapatkan R/H/Z/E.
 Pasien demam naik turun sejak 3 minggu SMRS penyebab demam bisata karena
TB atau infeksi aliran darah (sepsis). Untuk TB pasien sebelumnya mendapatkan
terapi tidak adekuat (R/H/Z) yang kemudian disesuaikn selama perawatan.
 Untk infeksi aliran darah pasien mendapatkan antibiotik ceftazidin : ceftazidin
merupakan generasi 3 yang dapat membunuh kuman nasokomial sepert
pseudomonas. namun setelah 3 hari tidak ada perbaikan klnis dan PCT ↑,
sehingga mendapatkan meropenem.
 Pada pemeriksaan fisik didapatkan wajah seperti orang tua, iga gambang, severe
wasting. Hal ini sesuai antara BB/TB <70% sehingga disebut gizi buruk. Pada
saat pemeriksan tidak ada tanda-tanda dehidrasi GDR normal. Sesuai dengan10
langkah gizi tentang gizi buruk, Pasien mendapatkan AB ceftazidin, vit A, asam
folat, zink utk mikronutrisinya. Untuk pasien dapatkan ini mendapatkan diet
MC+MB 1600-2400 kkal. Hal ini sesuai dengan kebutuhan gizi. Selama

66
perawatan pasien nafsu makan membaik Berat badan pasien belum terjadi
kenaikan, hal ini disebabkan karena infek tb belum teratasi, apa bila pasien
teratur minum obat, tidak putus minum obat, menjada pola makan, maka berat
badan akan mengalami kenaikan.
 Prognosis anak dengan TB paru: untuk
o Quo ad Vitam : dubia ad bonam  untuk fungsi hidupnya pada pasien
ini tidak ada gangguan,masih bias beraktivitas seperti biasa. Berdasarkan
pebelitian Kartika Anastasia Kosasih , Zulkifli Amin , Astrid Priscilla Amanda
didapatkan Mortalitasya 28%.
o Quo ad Functionam : dubia ad bonam  untuk fungsi organnya baik
apabila pasien minum OAT secara teratur,dimana dapat mengurangi
gejala klinis seperti demam,kenaikan nafsu makan,berat badan
naik.apabila terjadi perbaikan maka fungsi parunya menjadi perbaikan
juga. Menurut jamilah mghju, dkk melaporkan gejala pernapasan, 34,2%,
memiliki spirometri abnormal, 44,2%, pasien pernah mengalami
penurunan FEV1 atau FVC ≥100 mL, 16,3%,.
o Quo ad sanationam : dubia ad bonamuntuk pasien Tb pada anak perlu
dukungan keluarga yang tinggi supaya kepatuhan dalam minum obat
dapat diselesaikan sampai tuntas dan tingkat kesembuhannya tinggi.

67
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Umumnya TB menyerang paru-paru, sehingga disebut
dengan TB paru. Tetapi kuman TB juga bisa menyebar ke bagian atau organ lain dalam
tubuh, dan TB jenis ini lebih berbahaya dari TB paru. Terdapat beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya penyakit TB pada anak. Faktor-
faktor tersebut dibagi menjadi faktor resiko infeksi dan faktor resiko progresi infeksi
menjadi penyakit (resiko penyakit).

Patogenesis TB sangat kompleks, sehingga manifestasi klinis TB sangat


bervariasi dan bergantung pada faktor kuman TB, penjamu serta interaksi diantara
keduanya. Manifestasi klinis TB di bagi menjadi dua yaitu manifestasi sistemik dan
manifestasi spesifik organ. Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
yaitu uji tuberkulin, uji interferon, radiologis, serologis, mikrobiologis dan patologi
anatomic

Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan menemukan M. Tuberkulosis pada


pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan cerebrospinal, cairan pleura atau pada
biopsi jaringan. Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh dua
hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman dan sulitnya pengambilan specimen (sputum).

Tatalaksana TB pada anak merupakan suatu kestuan yang tidak terpisahkan


antara pemberian medikamnetosa, penganan gizi, dan pengobatan penyakit penyerta.
Selain itu, penting dilakukan pelacakan sumber infeksi, dan bila ditemukan sumber
infeksi juga harus mendapatkan pengobatan. Sedangkan pencegahan yang dapat
dilakukan yaitui munisasi BCG dan kemoprofilaksis.

68
DAFTAR PUSTAKA

1. Maltezau HO, Spyridis P, Kafetzis DA. Extra-pulmonary tuberculosis in


children.Arch Dis Child. 2018;83:342-46.
2. Kartasasmita CB, Basir D. Tuberkulosis. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B,
SetyantoDB, penyunting. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama. Jakarta.
IDAI;2017.h.162-261.
3. Chusid MJ. Fever of unknown origin in childhood. Pediatr Clin North Am
2017;64:205-30.
4. Chien YL, Huang FL, Huang CM, Chen PY. Clinical approach to fever of
unknown origin in children. J Microbiol Immunol Infect 2017;50:893-8.
5. Gundeslioglu OO, Kocabas E. Fever of unknown origin: evaluation of 30
pediatric patien. Cukurova Med J 2019;44:215-20.
6. Elfiranto. (2016). Manajemen Pelatihan Sumber Daya manusia Dalam
Meningkatkan Mutu. Jurnal EduTech, 2(2), 46–58.
7. Ermayanti, S., & Mizarti, D. (2019). Efusi Pleura. Sumatera: Universitas
Andalas.
8. PDPI. 2017. Efusi Pleura http://klikpdp.com/index.php?mod=article&sell=8187.
Diakses pada tanggal 20 juli 2019
9. Guidelines for the inpatient treatment of severly malnourished children WHO.
(cited 2016 jan 22). Available from:
http://www.who.int/nutrition/publications/guide_inpatient_text.pdf
10. Haratipour, H., Mohammad, BS., Pounch, Z., Ehsan, N., Elahe, Y., Seddighe, R.
2016. The Relation Between Malnutrition and Intestinal Parasitic Infection

69
Among Preschool Children in East Area of Iran. International Journal of
Pediatric 2016.Vol 4
11. Kementerian Kesehatan RI. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi
Anak.Jakarta: Direktorat Bina Gizi; 2011.
12. Hanum Fatimah Siti & Famela Siska. 2018. Evaluasi Rasionalisasi Penggunaan
Antibiotik Untuk Terapi Infeksi Saluran Pernafasan Atas Di Rumah Sakit Kota
Medan. Medan: Universitas Muslim Nusantara Al Washliyah. Prosiding Seminar
Nasional. Hal. 62

70

Anda mungkin juga menyukai