Anda di halaman 1dari 2

FITRIA DESY / P17421213036

Ikut Sertanya Para Mahasiswa dalam Upacara Pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan


Indonesia di Pegangsaan Timur 56 dan Prapatan 10

Banyak cerita dari momen pembacaan naskah teks proklamasi pada 17 Agustus
1945. Selain upacara yang berlangsung di rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur,
ternyata ada "upacara cadangan" yang dipersiapkan di Asrama Prapatan 10. Desakan
kepada para pemimpin mencuat setelah para tokoh golongan muda mendengar kekalahan
Jepang dari Sekutu. Para pemuda itu tersebar di beberapa asrama yaitu Asrama Pemuda
Badan Permusyawaratan Pemuda Indonesia di Cikini Raya, Asrama Mahasiswa Kedokteran
di Prapatan 10, Asrama Angkatan Baru Indonesia di Menteng 31, dan Asrama Indonesio
Merdeka di Kebon Sirih. Di setiap asrama itu, ada pemimpin asrama dan tokoh yang
mengarahkan pergerakan. Di Cikini 71 ada Johar dan Darwis, Prapatan 10 ada Eri Sudewo,
Subadio Sastrosatomo, Subianto Djojohadikusumo, dan Grup Pemuda Sjahrir. Menteng 31
memiliki Sukarni, Chaerul Saleh, Aidit, dan AM Hanafi. Sementara, di Kebon Sirih ada
Wikana dan Yusuf Kunto.

Beberapa perwakilan pemuda dan mahasiswa tergerak untuk mengadakan upacara


proklamasi di Prapatan 10. Prapatan 10 merupakan lokasi asrama pemuda dan mahasiswa
yang berasal dari Sekolah Tinggi kedokteran (Ika Daigaku) dan Sekolah Perobatan (Yaku
Gaku). Para pemuda dan mahasiswa kedokteran ditempatkan di sebuah asrama. Tidak
mengherankan jika mahasiswa bisa menggerakkan dan mempelopori semangat juang kala
itu. Sekarang, asrama itu berubah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI).

Upacara proklamasi di dua tempat

Dini hari, menjelang subuh, 17 Agustus 1945, Chairul Saleh datang ke Prapatan 10
menunjukkan naskah proklamasi yang akan dibacakan pada pukul 10 pagi di Lapangan
Ikada. Namun, karena ada kekhawatiran upacara di Lapangan Ikada akan menimbulkan
bentrok, pasukan Jepang terus berpatroli serta melakukan penjagaan di Lapangan Ikada.
Upacara akhirnya dipindahkan ke Rumah Soekarno. Mahasiswa berperan untuk menjaga
keamanan saat upacara bersama polisi istimewa dan Barisan Pelopor. Selain itu, mahasiswa
juga diundang dalam upacara proklamasi tersebut. Ketika itu, Jepang yang kalah perang
masih diinstruksikan oleh Sekutu untuk menjaga status quo serta menjaga ketertiban dan
keamanan umum Indonesia. Untuk menghadapi kemungkinan tersebut, Asrama Parapatan
10 mengadakan upacara paralel seandainya proklamasi di Pegangsaan Timur gagal
dilaksanakan.

Prapatan 10 memperbanyak naskah proklamasi dan disebarkan ke seluruh penjuru


kota. Perwakilan mahasiswa diutus ke gedung radio untuk menyebarkan berita
kemerdekaan Indonesia setelah adanya komando. Buku Kilas Balik Revolusi karya Abu Bakar
Loebis menjelaskan, Piet Mamahit selaku perwakilan dari Parapatan 10, mendapatkan tugas
untuk menghadiri upacara di Pegangsaan Timur dan terhubung melalui telepon dengan
Prapatan 10. Piet Mamahit menelepon temannya di Prapatan 10 dan memberitahukan
upacara di Pegangsaan Timur dimulai. Dengan adanya pemberitahuan ini, upacara di
Prapatan 10 juga dimulai. Ketika Soekarno membacakan naskah proklamasi di Pegangsaan
Timur, suasana haru menyelimuti mereka yang hadir saat itu. Suasana itu juga digambarkan
melalui sambungan telepon ke asrama di Prapatan 10, lengkap dengan nyanyian lagu
Indonesia Raya. Akhirnya, bendera Merah Putih berkibar di Pegangsaan Timur Jakarta.

Setelah proklamasi dibacakan Soekarno, pejabat Jepang datang untuk melarang


pembacaan proklamasi tersebut, tetapi mereka terlambat. Soekarno menjelaskan kepada
pejabat Jepang bahwa proklamasi sudah dilaksanakan. Orang Jepang yang datang itu marah-
marah dan sontak meninggalkan Pegangsaan Timur

Dilihat dari beberapa peristiwa sejarah yang penting untuk dikenang tersebut,
memang dapat disimpulkan bahwa peran pemuda dalam mencapai suatu kemerdekaan
Indonesia menjadi suatu titik awal dari peran pemuda sebagai generasi penerus bangsa. Hal
ini juga membuktikan bahwa pemuda menjadi suatu tonggak bagi bangsa Indonesia dalam
masa pembangunan nasional, artinya bahwa penting adanya peran pemuda dalam
pembangunan nasional. Sebagai penerus bangsa, generasi muda berarti menanggung harga
dan martabat bangsa Indonesia terutama di dunia Internasional, dimana persaingan dan
penjajahan identitas bangsa dapat berlangsung di berbagai macam bidang kehidupan.

Anda mungkin juga menyukai