Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BELL’S PALSY
Pembimbing :
dr. Wahyu Pamungkas SpS
Disusun oleh :
Mutiara Rachmasari
110.2005.171
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 65 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Alamat : Gegesik
Suku bangsa : Indonesia
Tanggal masuk : 14 Februari 2011
Tanggal pemeriksaan : 14 Februari 2008
mencong ke sebelah kanan. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 4 hari yang
lalu. Mulut tampak mencong terlebih saat meringis. Awalnya kelainan timbul
di mulut pada saat bangun tidur yang dirasakan tiba-tiba. Pasien mengatakan
apabila berkumur atau minum maka air akan keluar dari mulut sebelah kiri.
Keluhan diatas disertai dengan kelopak mata kiri sulit menutup rapat, dan
lebih berair. Pasien tidak memgeluhkan adanya nyeri pada wajah maupun
nyeri kepala. Tidak ada riwayat demam maupun batuk pilek sebelumnya.
terasa pekak pada telinga kiri jika mendengar sesuatu. Namun tidak mengeluh
adanya kelemahan pada anggota gerak. Keluhan mual dan mutah tidak ada.
2
Pasien belum pernah memeriksakan diri ke dokter sejak mengalami
penyakit ini.
B. Status Interna
Kepala : Normocephal
Mata : Conjungtiva anemis : (-)/(-)
Sklera ikterik : (-)/(-)
THT : Liang telinga : Lapang kanan/kiri
Sekret/serumen : (-/-)
Perdarahan : (-/-)
Hidung : deviasi septum (-), epistaksis (-)
3
Leher : Pembesaran KGB submandibular, cervical,
supraclavicula : (-)
Deviasi trakea : (-)
Thorax : Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Datar, supel, BU (+) normal
NT/NL/NK : -/-/-
Ekstremitas : Akral hangat Edema Sianosis
- - - -
- - - -
C. Status Neurologi
1. Kesadaran : GCS : E4M6V5 (Compos mentis)
2. Rangsang meningeal : Kaku kuduk (-)
Lasegue (-)
Kernig (-)
Brudzinsky I-II (-)
3. Pemeriksaan N. Cranialis
Nervus I (N. Olfactorius) : Daya penciuman hidung : Normal
Nervus II (N. Optikus) : Reflek cahaya langsung dan tidak langsung +/+
Nervus III, IV, VI (N. Occulomotorius, N. Trochlearis, N. Abdusen) :
- Kelopak mata : Lagoftalmos : (-/+)
Ptosis : (-/-)
Endoftalmus : (-/-)
Eksoftalmus : (-/-)
- Pupil : Bentuk : (bulat/bulat), isokor
Posisi : (sentral/sentral)
- Gerakan bola mata : Baik ke segala arah
Nervus V (N. Trigeminus)
- Sensorik : Sensibilitas wajah kanan dan kiri baik
- Motorik : Gerakan membuka dan menutup mulut baik
- Reflek : Reflek kornea +/+
4
- Inspeksi wajah : Diam : asimetris (mulut tertarik ke kanan)
Kerutan dahi : simetris
Vestibular
Vertigo : -
Nistagmus : -
Tinnitus aureum : - / -
Cochlear
Rinne : +/+
5
4. Pemeriksaan Motorik
5. Pemeriksaan Sensorik
6. Reflek Fisiologis
7. Reflek Patologis
6
IV. RESUME
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan mulut
mencong ke sebelah kanan sejak 4 hari yang lalu. Mulut tampak mencong
terlebih saat meringis. Awalnya kelainan timbul di mulut pada saat bangun
minum maka air akan keluar dari mulut sebelah kiri. Kelopak mata kiri
auricula sinistra. Namun tidak ada paralisis atau parese ekstremitas. Pasien
A. Status Neurologi
1. Kesadaran : tidak mengalami penurunan kesadaran
2. Rangsang meningeal : (-)
3. Pemeriksaan N. Cranialis
Nervus VII (N. Fasialis) :
- Inspeksi wajah : Diam : asimetris (mulut tertarik ke kiri)
- Motorik : Mengangkat alis -/+
Mengerutkan dahi -/+
Memejamkan mata -/+
Lipatan nasolabial -/+
- Sensorik : Pengecapan 2/3 depan lidah : Normal
4. Pemeriksaan Motorik : Gerak, kekuatan, tonus dalam batas normal
7
Pemeriksaan fungsi motorik otot yang diperiksa :
Otot frontalis : Angkat alis -/+
Otot korugator supersili : Mengerutkan dahi -/+
Otot orbicularis oculi : Menutup mata -/+
Otot zygomaticus : Pasien tersenyum asimetris
Otot Risorius : Meringis -/+
5. Pemeriksaan Sensorik : dalam batas normal
6. Reflek fisiologis : dalam batas normal
7. Reflek patologis : (-)
8. Fungsi SSO : dalam batas normal
V. DIAGNOSIS
- Diagnosis Klinis : Hemifasial paresis sinistra
Hipertensi grade II
- Diagnosis Topis : N. Fasialis perifer sinistra
- Diagnosis Etiologi : Bell’s Palsy
VI. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Metylprednisolon 3 x 15 mg
Vit. B complex 1 x 1
Catapres 1 ampul dalam 500 cc NaCl 16 gtt/menit microdrip
Ranitidin 2 x 1
2. Non medikamentosa
1. Istirahat terutama pada keadaan akut.
3. Jaga agar muka tetap hangat dan selanjutnya hindarkan agar tidak
8
5. Menerangkan pada keluarga pasien untuk mengajarkan latihan wajah
wajah.
VIII. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad funtionam : ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam
9
A. Bell’s palsy
Bell’s palsy adalah paralisis wajah unilateral yang timbul mendadak akibat
lesi nervus fasialis, dan mengakibatkan distorsi wajah yang khas. Dengan kata lain
Bell’s palsy merupakan suatu kelainan pada saraf wajah yang menyebabkan
kelemahan atau kelumpuhan tiba-tiba pada otot di satu isi wajah1. Istilah Bell’s
palsy biasanya digunakan untuk kelumpuhan nervus VII jenis perifer yang timbul
secara akut2. Kebanyakan orang belum mengetahui nama dari panyakit ini. Adalah
Sir Charles Bell seorang ilmuan dari Skotlandia yang pertama kali menemukan
penyakit ini pada abad ke-195.
C. Etiologi
Penyebab dari penyakit ini belum diketahui secara pasti tetapi dapat diduga
bahwa penyebab dari penyakit ini adalah karena saraf yang mengendalikan otot
wajah membengkak, terinfeksi, atau mampat karena aliran darah berkurang5. Ada
pula para ahli yang menyatakan bahwa pada kasus Bell’s palsy terjadi proses
inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen
stilomastoideus1.
10
tampak berputar ke atas. Penderita tidak dapat bersiul atau meniup, apabila
berkumur maka air akan keluar sisi melalui sisi mulut yang lumpuh1.
E. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan menurut gejalanya. Bell’s palsy selalu mengenai satu
sisi wajah, kelemahannya tiba-tiba dan dapat melibatkan baik bagian atas atau
bagian bawah wajah. Penyakit lain yang juga dapat menyebabkan kelumpuhan
saraf wajah adalah4:
1. Tumor otak yang menekan saraf
2. Kerusakan saraf wajah karena infeksi virus (misalnya sindroma Ramsay Hunt)
3. Infeksi telinga tengah atau sinus mastoideus
4. Penyakit Lyme
5. Patah tulang di dasar tengkorak.
Untuk membedakan Bell's palsy dengan penyakit tersebut, bisa dilihat dari
riwayat penyakit, hasil pemeriksaan rontgen, CT scan atau MRI. Pada penyakit
Lyme perlu dilakukan pemeriksaan darah. p
F. Terapi
Terapi pertama yang harus dilakukan adalah penjelasan kepada penderita
bahwa penyakit yang mereka derita bukanlah tanda stroke, hal ini menjadi penting
karena penderita dapat mengalami stress yang berat ketika terjadi salah
pengertian1. Setelah itu dapat dilakukan beberapa terapi yang meliputi:
a. Penanganan mata
Bagian mata harus mendapatkan perhatian khusus dan harus dijaga agar
tetap lembab, hal tersebut dapat dilakukan dengan pemberian pelumas mata
setiap jam sepanjang hari dan salep mata harus digunakan setiap malam3.
b. Kortikosteroid
Selain itu, dari tinjauan terbaru menyimpulkan bahwa pemberian
kortikosteroid dalam tujuh hari pertama efektif untuk menangani Bell’s palsy3.
c. Latihan wajah
Komponen lain yang tidak kalah pentingnya dalam optimalisasi terapi
adalah latihan wajah. Latihan ini dilakukan minimal 2-3 kali sehari, akan tetapi
kualitas latihan lebih utama daripada kuantitasnya. Sehingga latihan wajah
11
ini harus dilakukan sebaik mungkin. Pada fase akut dapat dimulai dengan
kompres hangat dan pemijatan pada wajah, hal ini berguna mengingkatkan
aliran darah pada otot-otot wajah. Kemudian latihan dilanjutkan dengan
gerakan-gerakan wajah tertentu yang dapat merangsang otak untuk tetap
memberi sinyal untuk menggerakan otot-otot wajah. Sebaiknya latihan ini
dilakukan di depan cermin. Gerakan yang dapat dilakukan berupa:
1. Tersenyum
2. Mencucurkan mulut, kemudian bersiul
3. Mengatupkan bibir
4. Mengerutkan hidung
5. Mengerutkan dahi
6. Gunakan telunjuk dan ibu jari untuk menarik sudut mulut secara
manual
7. Mengangkat alis secara manual dengan keempat jari.
G. Gejala Sisa
Setelah melakukan terapi tersebut sebagian penderita akan sembuh total dan
sebagian akan meninggalkan gejala sisa yang dapat berupa2
a. Kontraktur
Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga plika nasolabialis lebih
jelas terlihat dibanding pada sisi yang sehat. Bagi pemeriksa yang belum
berpengalaman mungkin bagian yang sehat ini yang disangkanya lumpuh,
sedangkan bagian yang lumpuh disangkanya sehat.
b. Sinkinesia (associated movement)
Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri,
selalu timbul gerakan bersama. Bila pasien disuruh memejamkan mata, maka
otot orbikularis orispun akan akan ikut berkontraksi dan sudut mulut terangkat.
Bila ia disuruh menggembungkan pipi, kelopak mata ikut merapat.
c. Spasme spontan
Dalam hal ini otot-otot wajah bergerak secara spontan, tidak terkendali. Hal
ini disebut juga tic facialis. akan tetapi tidak semua tic facialis merupakan gejala
sisa dari Bell’s palsy.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Djamil, Yulius. 2003. Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press:
Yogyakarta
13