Aren Sulawesi Selatan
Aren Sulawesi Selatan
ABSTRAK
Peluang pengembangan aren (Arenga pinnata Merr) di Sulawesi Selatan cukup potensial baik
ditinjau dari aspek agroekologi, kegunaannya maupun aspek konservasinya. Luas lahan
pertanaman aren di Sulawesi Selatan yaitu 7.211 ha dengan produksi gula cetak 3.723 ton yang
dikelola oleh 12.472 kepala keluarga (KK). Aren dapat tumbuh pada ketinggian 0 – 1.400 m di
atas permukaan laut (dpl), menyukai tempat-tempat di pinggir sungai, lembah-lembah dan
hutan. Tanaman ini umumnya tumbuh liar, tapi dibeberapa daerah sudah dibudidayakan
untuk tujuan ekonomi dan konservasi. Hasil utama aren adalah nira, ijuk, tepung, daun dan
batang yang dapat diolah lebih lanjut dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Tanaman ini
juga dapat dikembangkan sebagai tanaman konservasi baik pada lahan yang mempunyai
derajat kemiringan yang tinggi maupun pengaman daerah pinggiran sungai, karena sistem
perakarannya yang dalam dan daya cengkram yang kuat pada tanah. Strategi pengembangan
aren sebagai komoditas ekonomi dan konservasi diarahkan kepada perbaikan mutu tanaman
dan mutu produk serta pola tanam pada suatu kawasan atau daerah, yang perlu didukung oleh
teknologi tepat guna spesifik lokasi. Sasaran utama pengembangan aren ini adalah peningkatan
pendapatan petani di pedesaan dan pengawetan tanah dan air untuk pemanfaatan lahan secara
berkelanjutan
PENDAHULUAN
Tanaman aren pada umumnya termasuk tanaman yang tumbuh liar dan
belum banyak dibudidayakan, walapun demikian tidak sedikit petani yang
memperoleh keuntungan dari tanaman ini. Jumlah petani yang menggantungkan
hidupnya dari pengelolaan tanaman aren yaitu 12.472 kk. Pada areal seluas 7.211 ha
dengan produksi gula aren sebesar 3.723 ton (BPS, 2000). Jumlah populasi tanaman
aren di Sulawesi Selatan belum diketahui dengan pasti karena datanya belum
tersedia, namun jika dikaitkan dengan hasil pengamatan Mamat dan Tarigan (1991)
diperkirakan bahwa jumlah populasi setiap hektar yaitu berkisar 3 – 160 pohon atau
dengan rerata 20 pohon/ha maka di Sulawesi Selatan terdapat 144.200 pohon aren.
Aren dapat tumbuh pada ketinggian 0 – 1.400 m dpl diberbagai agroekologi dan
mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan tumbuhnya. Tanaman ini
dapat tumbuh dengan baik di daerah pegunungan, lembah-lembah, dekat aliran
sungai, mata air dan banyak dijumpai di daerah hutan (Anonim, 1980, Polakitan dan
Akuba, 1993; Anonim, 1992).
1) Makalah Presentasi pada Seminar Nasional “Pengembangan Tanaman Aren”, 9 Juni 2004 di Hotel Tou Dano,
Tondano.
Secara alami aren dapat tumbuh optimal pada daerah beriklim basah dimana
curah hujan cukup tinggi. Pada kondisi demikian, akan memberi peluang terjadinya
erosi atau longsor terutama pada daerah-daerah yang miring sehingga tanaman aren
dapat bermanfaat dalam pengawetan tanah/konservasi karena sistem perakarannya
yang dalam dengan daya cengkram yang kuat.
Manfaat tanaman aren terutama sebagai penghasil nira. Nira merupakan bahan
minuman, gula, cuka dan alkohol. Selain itu, aren juga menghasilkan ijuk, tepung
yang dapat diperoleh dari batangnya, buah untuk makanan penyegar (kolang-kaling),
daun muda sebagai pembungkus rokok dan gula aren serta daun tua sebagai atap.
Khusus ijuk digunakan sebagai bahan baku seperti sapu, tali sikat, keset, atap,
penyaring air, pembungkus kabel listrik dan pembungkus kayu yang akan di tanam
dalam tanah serta sebagai tempat bertelur ikan dalam kolam (Allorerung dan
Amrizal, 1991 ; Anonim, 1996).
Manfaat aren yang begitu besar seyogyanya komoditas ini mulai dibudidaya-
kan dengan perencanaan yang matang dengan arah yang jelas, terutama dalam upaya
peningkatan pendapatan petani aren dan pelestarian lingkungan hidup.
KARAKTERISTIK AREN
Aren merupakan salah satu jenis tanaman yang telah lama dikenal petani
karena tanaman ini memberi manfaat bagi kehidupan mereka atau masyarakat.
Tanaman ini tergolong suku Arecaceae. Pohon, berbatang besar dan berijuk banyak,
tinggi sampai 15 m atau lebih, daun majemuk menyirip dengan anak daun berbentuk
pita, pembungaan berupa tandan, tumbuh pada ruas-ruas batang. Tunas
pembungaan mula-mula muncul dari puncak, disusul oleh tunas berikutnya pada ruas
yang lebih bawah. Pembungaan diruas-ruas bagian atas merupakan pembungaan
betina, dibagian bawah pembungaan betina dan jantan secara bergantian. Buah
lonjong, berbiji tiga, kulit buah mengandung kristal oksalat yang menyebabkan rasa
gatal (Anonim, 1980; Tampake dan E. Wardiana, 1994).
Pohon aren akan mencapai tingkat kematangannya pada umur 6-12 tahun,
kondisi penyadapan terbaik pada umur 8-9 tahun saat keluarnya mayang.
Penyadapan dapat dilakukan pada pagi dan sore hari, setiap tahun dapat disadap 3-12
tangkai bunga dengan hasil rataan 6.7 liter/hari atau 300-400 liter/musim (3-4 bulan)
dan sekitar 900 1.600 liter/pohon/tahun. Kualitas nira yang baik adalah kandungan
sukrosanya tinggi. Di Sulawesi Utara, kandungan sukrosa nira berkisar 9-16%,
dengan tingkat rendemen gula sekitar 15-20%. Adapun komposisi nira aren adalah
karbohidrat (11.3%), protein (0.20%), lemak (0,02), mineral (0.24%) dan air (87.02%).
Hampir semua bagian dari pohon aren dapat dimanfaatkan oleh manusia. Hasil
utama tanaman ini adalah gula, nira, tepung dan ijuk. Pohon aren yang akan dipanen
tepungnya, tidak dilakukan pengambilan nira, karena akan sangat mengurangi jumlah
tepung pada empulur. Dari satu pohon aren menghasilkan 50-75 kg tepung aren, yaitu
sekitar 1/5 produksi karbohidrat yang dihasilkan dari satu batang pohon sagu. Pohon
aren dipanen tepungnya bila telah menghasilkan pembungaan pertamanya, yaitu
pada umur 10-15 tahun (Anonim, 1996).
Nira atau air sadapan umumnya hanya diperoleh dari tandan pembungaan
jantan yang terletak diujung batang, tandan yang terletak pada ruas batang yang
rendah menghasilkan nira dalam jumlah sedikit, sedangkan tandan yang betina
menghasilkan nira yang kadar seratnya tinggi. Dalam 24 jam setiap tandan dapat
menghasilkan rata-rata 5 liter nira. Dari 5 liter nira dapat dihasilkan 0.25 kg gula aren.
Manfaat tanaman aren disajikan padaTabel 1 (Mogea, 1991 dalam Listyati, 1994).
Ditinjau dari manfaat aren mulai dari akar sampai daun, terlihat bahwa
semuanya dapat diolah menjadi bahan baku produk tertentu yang bernilai ekonomi.
Dengan demikian, sudah saatnya komoditas ini dikelola dengan baik dan diarahkan
kepada pengembangan ekonomi masyarakat yang berbasis pada tanaman aren. Di
Sulawesi Selatan peluang pengembangan tanaman ini cukup potensial karena
penyebarannya hampir di seluruh kabupaten yang ada dia Sulawesi Selatan,
sebagaimana tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Luas Areal, Produksi Gula Aren dan Jumlah Petani Aren (kk) di Sulsel.
No Kabupaten Petani (kk) Luas (ha) Produksi gula
(ton)
1. Selayar 116 40 8
2. Bulukumba 402 263 372
3. Takalar 163 7 1
4. Gowa 264 66 10
5. Sinjai 68 322 73
6. Maros 468 236 64
7. Baru 250 58 10
8. Bone 4.519 1.638 593
9. Soppeng 242 154 137
10. Wajo 8 10 5
11. Sidrap 512 624 327
12. Pinrang 365 360 223
13. Enrekang 1.033 179 682
14. Luwu 289 291 227
15. Polmas 2.202 500 286
16. Majene 827 535 155
17. Mamuju 277 1.452 402
18. Luwu Utara 467 476 148
12.472 7.211 3.723
Sumber : BPS, 2000. Propinsi Sulawesi Selatan.
Pada Tabel 2 terlihat bahwa terdapat lima kabupaten dengan areal terluas yaitu
kabupaten Bone, Mamuju, Sidrap, Majene dan Polmas masing-masing 23, 20, 9, 7, dan
6 persen dari luas seluruhnya di Sulawesi Selatan dan produksi gula aren yang
dihasilkan yaitu 1.765 ton serta dikelola oleh 8.337 KK petani. Jika dikalkulasi dalam
penerimaan petani dari hasil produksi gula maka diperoleh pendapatan sekitar 10
milyar rupiah dengan harga gula di pasaran Rp. 6.000/kg atau setara dengan Rp. 1.2
juta/jiwa atau sekitar Rp. 100 ribu/pohon. Perolehan keuntungan petani akan
semakin bertambah bila diperhitungkan dengan hasil aren lainnya seperti ijuk, batang,
daun, endosperma. Empulur dan lidi. Dari hasil-hasil penelitian Listyati (1994)
menujukkan bahwa dengan pengelolaan aren secara agribisnis akan memberikan nilai
keuntungan yang besar dan dapat mendatangkan devisa bagi negara, karena sebagian
produk aren diekspor ke manca negara seperti ijuk. Pada tahun 1991 di Sukabumi
pernah diminta untuk memasok 200.000 ton ijuk ke Jerman.
Peningkatan nilai ekonomi aren akan semakin tinggi jika pengelolaan
budidayanya dapat lebih dioptimalkan dengan pola pengembangan kelompok atau
daerah dengan dukungan teknologi tepat guna, permodalan dan akses pesar yang
lebih luas. Selain itu, kebijakan Pemda setempat yang memprogramkan aren sebagai
komponen tanaman reboisasi dengan tujuan untuk pelestarian lingkungan, akan
memberikan manfaat yang lebih luas baik kepada Pemda dan petani maupun kepada
pelestarian lingkungan dan pendapatan.
Selama ini penghijauan diarahkan pada tanaman jangka panjang yang lebih
menonjolkan aspek pengawetan tanah dan air dan belum banyak menyentuh
kepentingan ekonomi petani secara langsung. Sementara pada sisi yang lain,
ASPEK KONSERVASI
aktivitas biota tanah yang akan memperbaiki porositas, stabilitas agregat serta sifat
kimia tanah. Hal ini dikarenakan tajuk seperti batang, ranting dan daun bentuknya
tersusun secara berjenjang ke atas, sedangkan sistem perakarannya dalam dan daya
cengkram yang kuat karena akar mampu berkembang sedelam 10 – 30 m.
STRATEGI PENGEMBANGAN
Jangka Panjang
1. Perbaikan mutu bahan tanaman, dengan perolehan pohon induk yang baik
yang disesuaikan dengan spesifikasi lokasi
2. Introduksi atau memperkenalkan pohon induk terpilih kepada petani aren
sebagai sumber benih sesuai dengan kekhasan lokasi
PENUTUP
Komoditas aren di Sulawesi Selatan potensial untuk dikembangkan dalam
upaya peningkatan pendapatan petani aren dan untuk kepentingan pengawetan
tanah. Karena manfaatnya yang multi dimensi, maka seyogyanya aren diprogramkan
sebagai tanaman penghijauan dan budidaya.
Hasil utama aren adalah nira, ijuk, tepung dan bagian tanaman lainnya yang
dapat diolah menjadi alat atau bahan keperluan sehari-hari, seperti gula cetak, sapu,
sikat, alkohol, cuka dan tepung sebagai bahan baku pembuatan aneka kue. Dengan
manfaat yang begitu banyak, maka aren termasuk komoditas ekonomi yang dapat
DAFTAR PUSTAKA
Alam. S, 1992. Tingkat Produktivitas dan Erosi Tanah pada beberapa Jenis Tanaman
Alley di Lahan berlereng Sub DAS Walanae Sulawesi Selatan. Thesis Pasca
Sarjana UNHAS. Sudah Dipublikasikan.
Anonim, 1980. Ensiklopedi Indonesia, 1980. Buku I. Penerbit Ichtiar Baru-Van Hoeve.
Jakarta
Anonim, 1993. Ensiklopedi Nasional Indonesia.
Anonim, 1992. Prospek Tanaman Kelapa, Aren, Lontar dan Gewang untuk
menghasilkan Gula. Informasi balai Penelitian Kelapa. No 10, Agustus 1992 hal
37 – 39.
Anonim, 1995. Laporan Tahunan 1994/1995. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan
Palma Lain. Manado.
Anonim, 1996. Laporan Tahunan 1995/1996. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan
Palma Lain, Manado.
BPS Sul Sel, 2000. Sulawesi Selatan dalam Angka tahun 2000. BPS Propinsi Sulawesi
Selatan.
Listyati.D, 1994. Tanaman Aren (Arenga Pinnata Merr) dan Pemanfaatannya di Jawa
Barat. Buletin balitka. No 2000. hal 47 – 52.
Mahmud, Z., D. Allorerung dan Amrizal., 1991. Prospek Tanaman Kelapa, Aren,
Lontar dan Gewang untuk menghasilkan Gula. Buletin Balitka No. 14. hal 90 –
105.
Mamat, MS dan D.D. Tarigan., 1991. potensi produksi Aren di Jawa Barat dan
Kontribusinya terhadap Pendapatan. Buletin Balitka. No. 14 Mei 1991. hal 84 –
89.
Polakitan, A.dan Akuba, R. H., 1993. Peluang Pengembangan Aren dalam sistem
Agroforestri dengan Pinus. Buletin Balitka No. 20 mei 1993. hal 73 – 80.
Santoso, B., 1994. Pelestarian Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup. Penerbit
IKIP Malang. P.111.
Tampake. H., dan E. Wardiana., 1994. Studi Karakter Aren di Kabupaten Cianjur Jawa
Barat. Buletin Balitka No. 22. hal 53 – 57.