Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

BRONKOPNEUMONIA

Pembimbing :
dr. Desiana Dhamayanti, Sp. A

Disusun Oleh :
Siti Aisyah Desthi W (2015730122)

KEPANITERAAN KLINIK PEDIATRI

RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah, karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Kasus
Bronkopneumonia ini tepat pada waktunya. Penulis menyadari sepenuhnya
bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang
membaca, agar penulis dapat mengkoreksi dan dapat membuat laporan kasus yang
lebih baik kedepannya.

Demikianlah laporan kasus ini dibuat sebagai tugas dari kegiatan klinis di
stase Pediatri serta untuk menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya.

Jakarta, Juli 2019

Penulis

i
STATUS PASIEN

1.1. Identitas Pasien

Nama : An. SP
Ruang Perawatan : Pav. Badar
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 29 April 2013
Umur : 6 tahun 2 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Masuk RS : Mei 2019
No. Kamar : 10

1.2. Anamnesis

Keluhan Utama
Sesak napas sejak 1 hari SMRS
Keluhan Tambahan
Demam, batuk, pilek

Riwayat Penyakit Sekarang


Seminggu SMRS os mengalami batuk pilek. Batuk berdahak, namun
dahak tidak dapat dikeluarkan.
± 5 hari SMRS keluhan batuk masih ada dan Os mengalami demam .
Demam naik turun, demam turun setelah minum paracetamol, namun
kemudian demam naik lagi.
± 2 hari SMRS keluhan yang lama masih ada batuk dan demam, disertai
muntah ± 2 kali sehari.
± 1 hari SMRS keluhan lama masih ada, lalu Os datang ke Poli anak depan
mengeluh sesak, sesak yang dirasakan os terus menerus, dan memberat ketika
berbaring, nafas menjadi cepat, Pasien menjadi sulit tidur karena keluhan
sesak yang dialaminya, Disertai ada mual dan muntah ± 10 kali berupa cairan
dan makanan sebanyak setengah gelas setiap kali muntah. Os mengeluhkan

1
pusing dan nafsu makan menurun. BAK terakhir pagi hari jam 6 SMRS dan
BAB terakhir kemarin siang.

Riwayat Penyakit Dahulu


Os memiliki riwayat asma 1 tahun yang lalu dan dirawat
Riwayat kejang demam disangkal
Riwayat TB disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga

Kakek pasien memiliki riwayat asma

Keluarga tidak ada yang menderita TB

Riwayat Pengobatan
Os minum obat paracetamol untuk demamnya namun turun sebenar lalu
demam lagi

OS tidak dalam pengobatan jangka panjang.

Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi obat, makanan, cuaca ataupun lainnya.

Riwayat Psikososial

Pasien tinggal di rumah bersama kedua orang tuanya dan kedua kakaknya.
Dirumah terdapat 2 kamar tidur dan 1 kamar mandi. Rumahnya terdapat ventilasi
udara yang baik dan pencahayaannya baik. Os sering bermain boneka. Rumah Os
dipinggir jalan raya.

Riwayat Kehamilan
Ibu pasien selalu memeriksakan kehamilanya (ANC) ketika mengandung
OS. Ibu OS tidak pernah sakit ketika hamil OS.

Riwayat Persalinan
 Melahirkan :SC, pada minggu ke 38
 BBL : 2800 gram

2
 PBL : 49 cm
 Keadaan : Sehat, menangis, riwayat kuning (-)

Pola Makan
Pola makan kurang teratur 2 x sehari dan sedikit-sedikit, jarang makan
sayur dan buah.

Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar lengkap dan belum melakukan imunisasi tambahan

Riwayat Tumbuh Kembang


Personal sosial : Anak sudah bisa mengabil makan dan gosok gigi
tanpa bantuan dari usia 5 tahun
Adaptif-Motorik halus : Anak sudah bisa menggambar orang
Bahasa : Anak mengartikan 7 kata
Motorik kasar : Anak sudah bisa berdiri 1 kaki 6 detik

KESAN : Perkembangan sesuai usia

3
1.3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Composmentis
GCS : E = 4, V=5, M=6

Antropometri (Kurva CDC)


BB : 18 kg
TB : 105 cm

Status Gizi (Interpretasi menggunakan Kurva CDC)

BB/U : 18/20 X 100% = 90% (Gizi Baik)


TB/U : 105/115 X 100% = 91% (Normal)
BB/TB : 18/17 X 100% = 105% (Normal)
Kesan : Gizi Baik

Tanda Vital
Nadi : 120 kali/menit
RR : 35 kali/menit
Suhu : 38ºC

Status Generalis
- Kepala : Normocephal, ubun-ubun sudah menutup, ubun-ubun
tidak
cekung
- Rambut : Hitam, tidah mudah dicabut (tidak rontok).
- Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), cekung
(-/-),
edema (-/-), refleks cahaya (+/+).
- Hidung : Pernapasan cuping hidung (+/+), darah (-/-), sekret (+/+)
- Telinga : Normotia, serumen (-/-).

4
- Mulut : Mukosa bibir kering (-), Stomatitis (-), Lidah Kotor (-),
Perdarahan Gusi (-)
- Tenggorokan : Faring hiperemis (-), Tonsil (T1/T1)
- Leher : Pembesaran KGB (-/-), Pembesaran kelenjar tiroid (-/-).

Thorax
Pulmo
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, ada retraksi subcostal, otot
bantu napas (+)
Palpasi : Vocal fremitus sama pada kedua lapang paru.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : vesikuler (+/+), Ronkhi (+/+), whezzing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Batas Jantung Kanan Atas : ICS II Parasternalis Dextra
Batas Jantung Kiri Atas : ICS II Paraternalis Sinistra
Batas Jantung Kanan Bawah : ICS IV Parasternalis Sinistra
Batas Jantung Kiri Bawah : ICS IV Midclavicula Sinistra
Auskultasi : BJ I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen:
Inspeksi : Datar (+), Distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+)
Palpasi : Supel, Nyeri tekan Epigastrium (+), Hepatomegali (-),
splenomegali (-).
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen (+)

Ekstremitas Atas Bawah


Sianosis : -/- -/-
Akral : hangat hangat
Edema : -/- -/-

5
CRT : <2s <2s

Kelenjar Inguinal : Tidak terdapat adanya pembesaran kelenjar.


Anus dan Rectum : Tidak terdapat tanda-tanda peradangan dan tidak terdapat
adanya perdarahan.
Genitalia : Dalam batas normal
Kulit : Pucat (-), sianosis (-), turgor kembali cepat (+)

Status Neurologis
GCS : 15
Reflek Fisiologis : Biceps +/+ Triceps +/+
Patella +/+ Achilles +/+
Reflek Patologis : (-)
Rangsang Meningeal : Kaku Kuduk (-) Kernig Sign (-)
Brudzinski I (-) Brudzinski II (-)
Kekuatan Motorik :
D S

5555 5555

5555 5555

6
1.4. Pemeriksaan Penunjang

22 Mei 2019

Hematologi Rutin

• Hemoglobin : 13,0 g/dL (10,8 – 15.6 g/dL)


• Leukosit : 19220 /µL (4500-13500 /µL)
• Hematokrit : 40,9 % ( 33-45 %)
• Trombosit : 399000 /µL ( 184000-488000 /µL)
• Eritrosit : 5,65 10^6/ µL (3,80-5,80)
• MCV/VER : 72,4 fl (69-93)
• MCH/HER : 23 pg (22-34)
• MCHC/KHER: 31,8 g/dL (32-36)

22 Mei 2019
Ro. Thorax

Cor CTR Normal & Aorta Normal


Sinuses dan diafragma normal
Pulmo : hilli normal. Corakan vaskuler normal

7
Infiltrat dilapangan suprahiller & infrahiller perihilar paru dextra
Sinus, diafragma dan tulang : baik.
Kesan : Bronkopneumonia

1.5. Resume

An. Perempuan, usia 6 tahun datang dengan keluhan sesak napas sejak 1
hari SMRS. sesak yang dirasakan Os terus menerus, dan memberat ketika
berbaring, nafas menjadi cepat, Os menjadi sulit tidur karena keluhan sesak
yang dialaminya, Disertai ada mual dan muntah ± 10 kali berupa cairan. Nafsu
makan menurun dan mengeluhkan pusing. Batuk berdahak, tapi dahak susah
keluar dan pilek (+).Pasien demam seminggu SMRS dan sudah berobat namun
demam tetap naik turun. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan Suhu 38°C, RR: 35x/ menit, HR


120x/menit. Pernapasan cuping hidung (+), Retraksi Subcostal (+), Otot bantu
nafas (+), Ronki (+/+).

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hemoglobin: 13 g/dL,


Leukosit: 19,22 10³/µL, Hematokrit: 40,9 %, Trombosit 399.000 /µL.
Pemeriksaan Radiologi : kesan Bronchopneumonia

1.6. Assessment

Dispneu

Febris hari ke 5

Vomitus

1.7. Diagnosis

- Diagnosis Klinis : Bronkopneumonia


- Diagnosis Gizi : Gizi Baik

8
- Diagnosis Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap belum melakukan
imunisasi tambahan
- Diagnosis Perkembangan : Pertumbuhan dan Perkembangan
Sesuai Usia

1.8. Terapi

Saran Tatalaksana
1. O2 :-
2. Diet : makan lunak
Kebutuhan kalori pada pasien
Berat badan ideal = BB/(TB¿2 = 18/(1,05¿2 = 16,326 kg
Jumlah kebutuhan kalori per hari :
Kebutuhan energi basal = 655 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) – (4,7 x U)
= 655 + (9,6 x 16) + (1,8 x 105) – (4,7 x 6)
= 969,4 kkal
Kebutuhan energi total = kebutuhan energi basal x 1,3
= 969,4 x 1,3 = 1260,22 kkal
Jadi total kebutuhan kalori perhari untuk penderita = 1260 kkal dengan
distribusi makanan:
Karbohidrat 60% = 60% x 1260 = 756 kalori dari karbohidrat
Protein 20% = 20% x 1260 = 252 kalori dari protein
Lemak 20% = 20% x 1260 = 252 kalori dari lemak

3. Infus asering 14 tpm (makro)

4. Medikamentosa:
a. inhalasi : Combivent 2 x 1
b. Oral : Puyer batuk
bisolvon ½ tab
salbutamol 1 mg
CTM ½ tab
dexametason 1/3 tab
mf. Pulv dtd XV
3 dd 1

c. Injeksi : Ondansentron 3 x 2mg

9
Ceftriaxone 1 x 1,5mg
Dexamethasone 3 x 2 mg

5. Edukasi
 Os diharapkan untuk menjauhkan benda-benda yang berbulu
seperti boneka dan karpet berbulu.
 Os juga dapat melakukan pencegahan dengan pemberian vaksinasi
yang merupakan faktor penyebab seperti PCV, MMR, influenza,
dll.

1.9. Follow Up

Tanggal S O A P
S : 37.9 °C Obs. Dispneu
22/05/2019 Inhalasi combivent 2 x
RR : 35x/menit e.c Bacterial
(20:00) 1
HR : 91x/menit infection
- Demam (+) Infus asering 14 tpm
 
- Sesak (+) Inj. Ceftriaxone 1 x
Pem. Fisik :
- Batuk (+) 1,5 gr
Pernapasan
- Pilek (+) Inj. Dexamethasone 3
cuping hidung
- Mual (+) x 2 mg
(+), Retraksi
- Muntah (-) Inj. Ondancetron 3 x 2
Subcostal (+),
mg
Otot bantu nafas
Ro. Thoraks
(+), Ronki (+/+)

- Demam (-) S : 36,9°C


23/05/2019 Bronkopneum - Inhalasi combivent
- Sesak (+) RR : 30x/menit
(06:00) onia 2x 1
berkurang HR : 110x/menit
- Infus asering 14 tpm
- Batuk (+)  
- Inj. Ceftriaxone 1 x
- Pilek (-) Pem. Fisik :
1,5 gr
- Mual (+) Pernapasan
- Inj. Dexamethasone
- Muntah (-) cuping hidung
3 x 2 mg
(+), Retraksi

10
Subcostal (+), - Inj. Ondancetron 3 x
Otot bantu nafas 2 mg
(+), Ronki (+/+) - Cek Hematologi
R0 Thorax : kesan rutin besok jika baik
Bronkopnemonia rencana pulang

S : 36,2 °C
24/05/2019 Bronkopneum - Inhalasi combivent
RR : 26x/menit
(06:00) onia 1x1
HR : 105x/menit
Klinis baik - Infus asering 14 tpm
 Pem. Fisik :
- Inj. Ceftriaxone 1 x
Pernapasan
1,5 gr
cuping hidung (-),
- Demam (-) - Inj. Dexamethasone
Retraksi
- Sesak (-) 1 x 2 mg
Subcostal (-),
- Batuk (+) - Pulang jam 16.00
Otot bantu nafas
- Pilek (-) - Obat pulang
(-), Ronki (-/-)
- Muntah (-) - Cefixime syrup 2 x
Pem Lab HR :
1
Hb : 13,4 g/dL
- Puyer batuk 3 x 1
leukosit : 9.380
Ht : 41%
trombosit :
323.000

11
ANALISA KASUS

Pada kasus dengan diagnosis bronkopneumonia didapatkan pada saat


anamnesis adanya sesak, demam dan batuk.yang merupakan trias dari
bronkopneumonia. Disertai adanya gejala lainnya yaitu mual & muntah.
Berdasarkan epidemiologi di negara Indonesia hampir 30% terjadi pada anak-
anak dibawah umur 5 tahun. Prevalensi ini kurang sesuai dengan kasus ini
karena usia pasien adalah 6 bulan, tapi tidak menutup kemungkinan anak
diatas 5 tahun dapat terjadi bronkopnemonia dengan melihat dari gejala klinis
yang ada pada pasien.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya napas cuping hidung ada
retraksi subcostal, otot bantu napas. Pada auskultasi paru terdengar suara
ronkhi (+/+). Pada palpasi abdomen terdapat nyeri tekan epigastrium. Yang
merupakan beberapa gejala yang ada pada kasus bronkopneumonia. Pada
kasus ini didapatkan 8 gejala dari 11 gejala yang timbul pada
bronkopneumonia.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis hingga >
15.000/mm3, yaitu 19,22 10³/µL, hasil ini sesuai dengan teori. Tetapi pada
kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan analisa gas darah untuk menetukan
kadar oksigen yang dibutuhkan pasien. Diagnosis Bronkopneumonia diperkuat
dengan pemeriksaan Rontgen thorax yang didapatkan gambaran Infiltrat
dilapangan suprahiller & infrahiller perihilar paru dextra , kesan :
bronkopneumonia.

Aspek Terapi

Pada pasien ini diberikan puyer batuk 3x1 bungkus untuk menurunkan
gejala batuknya dan demamnya, dengan komposisi bisolvon ½ tab, salbutamol 1
mg, CTM ½ tab dan dexametason 1/3 tab. Diberikan injeksi ondancetron 3x2mg
untuk mengurangi mual dan muntah. Inhalasi combivent 2x1 untuk mengurangi
gejala sesak pasien.

12
Antibiotik untuk pasien adalah seftriaxon injeksi 1x1,5mg. Antibiotik
seftriaxon ini sesuai dengan teori dimana pada usia > 5 tahun dapat diberikan
antibiotik salah satunya seftriaxone dengan kuman penyebab paling banyak
disebabkan oleh Streptokokus pneumonia dan Mycoplasma.

Aspek prognosis
Pada pasien ini sudah diberikan antibiotik sesuai dengan klasifikasi
pemberiannya berdasarkan usia dan kemungkinan kuman penyebab yang paling
banyak pada usia tersebut sehinnga prognosisnya akan lebih baik.
Prognosis Pada era sebelum ada antibiotik, angka mortalitas pada bayi dan
anak kecil berkisar dari 20% sampai 50% dan pada anak yang lebih tua dari 3%
sampai 5%. Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat
diturunkan sampai kurang dari 1%, anak dalam keadaan malnutrisi energi protein
dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.

13
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang


mengenai parenkim paru dimana asinus terisi dengan cairan radang, dengan atau
tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam interstitium. Secara klinis
pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), bahan kimia, radiasi, aspirasi,
obat-obatan dan lain-lain. Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis tidak termasuk. Sedang keradangan paru yang disebabkan oleh
penyebab non infeksi (bahan kimia, radiasi, obat-obatan dan lain- lain) lazimnya
disebut pneumonitis.

Bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi


pada bronkus sampai dengan alveolus paru. Saluran pernapasan tersebut
tersumbat oleh eksudat yang mukopurulen, yang membentuk bercak-bercak
konsolidasi di lobulus yang berdekatan. Penyakit ini bersifat sekunder yang
biasanya menyertai.

Penyakit ISPA (Infeksi Salurann Pernapasan Akut), demam infeksi spesifik


dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh. Sebagai infeksi primer biasanya
hanya dijumpai pada anak-anak dan orang tua.

Secara anatomis pneumonia dibagi 3, yaitu :

a. Pneumonia lobaris
b. Pneumonia intertitialis (bronkiolitis)
c. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
2.2. Etiologi

Virus merupakan penyebab tersering pneumonia pada bayi usia 1 bulan


sampai 2 tahun, . Pola kuman penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai
dengan distribusi umur pasien. Namun secara umum bakteri yang berperan
penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophillus
influenzae, Staphylococcus aureus, Streptococcus group B serta kuman atipik
Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae.

Umur Bakteri Patogen


Neonatus E. Coli, Streptococcus group B, Listeria
monocytogenes

Klebsiella sp, Enterobacteriaceae


1-3 bulan Chlamydia trachomatis

Usia Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma


prasekolah pneumoniae

Haemophillus influenzae B, Streptococcus


pneumoniae

Staphylococcus aureus
Usia sekolah Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma
pneumoniae

Streptococcus pneumoniae9
2.3. Patogenesis dan Patofisiologi

Bronkopneumonia dimulai dengan masuknya kuman melalui inhalasi,


aspirasi, hematogen dari fokus infeksi atau penyebaran langsung. Sehingga
terjadi infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan
berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah
putih keluar dari darah masuk ke dalam alveoli. Dengan demikian alveoli yang
terinfeksi secara progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi
disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus. Kadang-kadang
seluruh lobus bahkan seluruh paru menjadi padat (consolidated) yang berarti
bahwa paru terisi cairan dan sisa-sisa sel.

Bakteri Streptococcus pneumoniae umumnya berada di nasopharing dan


bersifat asimptomatik pada kurang lebih 50% orang sehat. Adanya infeksi
virus akan memudahkan Streptococcus pneumoniae berikatan dengan reseptor
sel epitel pernafasan. Jika Streptococcus pneumoniae sampai di alveolus akan
menginfeksi sel pneumatosit tipe II. Selanjutnya Streptococcus pneumoniae
akan mengadakan multiplikasi dan menyebabkan invasi terhadap sel epitel
alveolus. Streptococcus pneumoniae akan menyebar dari alveolus ke alveolus
melalui pori dari Kohn. Bakteri yang masuk kedalam alveolus menyebabkan
reaksi radang berupa edema dari seluruh alveolus disusul dengan infiltrasi sel-
sel PMN.

Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium yaitu :

1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)


Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-
sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator
tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin
dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru.

Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang


interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)


Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi
merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak
ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini
berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

3. Stadium III (3 – 8 hari)


Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan
kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.2
Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau
penyebaran langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian kecil
merupakan akibat sekunder dari bakterimia atau viremia atau penyebaran dari
infeksi intra abdomen. Dalam keadaan normal mulai dari sublaring hingga
unit terminal adalah steril. Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan
mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme
pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,
mikroorganisme dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat masuk,
berkembang biak dan menimbulkan penyakit.

Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme :

 Filtrasi partikel di hidung


 Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis
 Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk
 Pembersihan kearah kranial oleh mukosiliar
 Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar
 Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal
 Drainase melalui sistem limfatik.
2.4. Manifestasi Klinik

Gejala dan tanda klinis bervariasi tergantung kuman penyebab, usia


pasien, status imunologis pasien, dan beratnya penyakit. Manifestsi klinis bisa
sangat berbeda, bahkan pada neonatus mungkin tanpa gejala. Gejala dan tanda
pneumonia meliputi gejala infeksi pada umumnya demam, menggigil,
sefalgia, rewel, dan gelisah. Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan
gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare, atau sakit perut.

Walaupun tanda pulmonal paling berguna, namun mungkin tanda-tanda itu


tidak muncul sejak awitan penyakit. Tanda-tanda itu meliputi nafas cuping
hidung (neonetus), takipneu, dipsneu, dan apneu. Otot bantu nafas interkosta
dan abdominal mungkin digunakan. Batuk umumnya dijumpai pada anak
besar, tapi pada neonatus bisa tanpa batuk. Tanda pneumonia berupa retraksi
(penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan
peningkatan frekuensi nafas), perkusi redup, fremitus melemah, suara nafas
melemah dan ronkhi.

Frekwensi nafas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui


beratnya penyakit. Hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan
memantau tatalaksana. Pengukuran frekwensi nafas dilakukan dalam keadaan
anak tenang atau tidur. Perkusi thorak tidak bernilai diagnostik karena
umumnya kelainan patologisnya menyebar. Suara redup pada perkusi
biasanya karena adanya efusi pleura.

WHO menetapkan kriteria takipneu berdasarkan usia, sebagai berikut :

- usia kurang dari 2 bulan : ≥ 60 kali per menit

- usia 2 bulan -1 tahun : ≥ 50 kali per menit

- usia 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali per menit.

Suara nafas yang melemah seringkali ditemukan pada auskultasi. Ronkhi


basah halus khas untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak terdengar pada
bayi. Pada bayi dan anak kecil karena kecilnya volume thorak biasanya suara
nafas saling berbaur dan sulit diidentifikasi.

2.5. Diagnosis

1. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan
infeksi saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam
tinggi terus-menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak),
kejang (pada bayi), dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada
sisi yang sakit. Pada bayi muda sering menunjukkan gejala non spesifik
seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau kembung. Anak besar
kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.2,3

2. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok
umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada,
grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang ditemukan
grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk,
panas, dan iritabel.

Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk
(non produktif / produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan
retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat
dijumpai panas, batuk (non produktif / produktif), nyeri dada, nyeri kepala,
dehidrasi dan letargi.

3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah pada pneumonia umumnya didapatkan Lekositosis
hingga > 15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan dominasi netrofil pada
hitung jenis. Lekosit > 30.000/mm3 dengan dominasi netrofil mengarah ke
pneumonia streptokokus. Trombositosis > 500.000 khas untuk pneumonia
bakterial. Trombositopenia lebih mengarah kepada infeksi virus. Biakan darah
merupakan cara yang spesifik namun hanya positif pada 10-15% kasus
terutama pada anak- anak kecil.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. C-Reactive Protein (CRP)
C-Reactive Protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis
oleh hepatosit.sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi
CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin, terutama interleukin (IL)-6,
IL-1, dan tumor necrosis factor (TNF). Meskipun fungsi pastinya
belum diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi
mikroorganisme atau sel yang rusak.
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk
membedakan antaara faktor terinfeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan
bakteri, atau infeksi bakteari superfisisalis dan profunda. Kadar CRP
biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri
superfisials daripada infeksi bakteari profunda. CRP kadang-kadang
digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik. Sutu penelitian
melaporkan bahwa CRP cukup sensitif tidak hanya untuk diagnosis
empiema torasis, tetapi juga untuk memantau respon pengobatan.
b. Uji serologis
Uji serologis untuk mendeteksi ntigen dn ntibodi pada infeksi
bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah.
Akan tetapi, diagnosis sreptokokus grup streptozim, atau antiDnase B.
Peningkatan titer dapat juga berarti adanya infeksi terdahulu. Untuk
konformasi diperlukan serum fase akut dan serum fase konvalesen
(paired test).
c. Pemeriksaan mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologis untuk diagnosis pneumonia anak tidak
rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS.
Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen berasal dari usap
tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus,darah, pungdi leura atau
aspirasi paru. Dianosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari
darah, cairan pleura, atau aspirasi peru. Kecuai pada neonatus, kejadian
bakterimia sangat rendah sehingga kultur darah jarang positif. Pada
pneumonia anak diaporkan hanya 10-30% ditemukan bakteri pada
kultur darah. Pada naka besar dan remaja, sesimen untuk pemeriksaan
mikrobiologik dapat berasal dari sputum, baik untuk pewarnaan gram
mauun kultur. Spesimen yang memenuhi syarat adalah sputum yang
mengandung kebih dari 25 eukosit dan kurang dari 40 sel
epitel/lapangan pada pemeriksaan mikroskopis dengna pembesaran
kecil. Spesimen nasofaring untuk kultur maupun untuk deteksi antigen
bakteri kurang bermanfaat karena tingginya prevalens kolonisasi
bakteri di nasofaring.
Kultur darah jarang positif pada infeksi mikoplasma dan klamidia,
oleh karena tu tidak rutin dianurkan. Pemeriksaan PCR memerlukan
laboratorium yang canggih, dismaping tidak selalu tersedia, hasil PCR
positif pun tidak selalu menunjukkan diagnosis pasti.
d. Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama
untuk menegakkan diagnosis. Foto PA dan lateral dibutuhkan untuk
menentukan lokasi anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling sering
dijumpai, terutama pada pasien bayi. Pada bronkopneumonia bercak-
bercak infiltrat didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Jika difus
(merata) biasanya disebabkan oleh Staphylokokus pneumonia.
Gambar 3 : Foto toraks PA pada pneumonia lobaris: tampak
bercak-bercak infiltrat pada paru kanan.

e. Analisa gas darah


Analisa gas darah (AGD) merupakan pemeriksaan laboratorium
yang sangat untuk mengukur kadar oksigen, karbon dioksida, dan tingkat
asam basa (pH) di dalam darah.
Hal ini bertujuan untuk mengetahui status oksigenasi pasien, status
keseimbangan asam basa, fungsi paru dan status metabolisme pasien.
Sampel untuk pemeriksaan analisa gas darah adalah darah arteri
yang diambil dari arteri brachialis atau arteri radialis atau arteri femoralis
(pergelangan tangan, lengan atau pangkal paha).
Analisa gas darah umumnya dilakukan untuk
1. Memeriksa fungsi organ paru yang menjadi tempat sel darah merah
mengalirkan oksigen dan karbon dioksida dari dan ke seluruh tubuh.
2. Memeriksa kondisi organ jantung dan ginjal, serta gejala yang disebabkan
oleh gangguan distribusi oksigen, karbon dioksida atau keseimbangan pH
dalam darah,
3. Pada pasien penurunan kesadaran, gagal nafas, gangguan metabolik berat.
4. Tes ini juga dilakukan pada pasien yang sedang menggunakan alat bantu
napas untuk memonitor efektivitasnya.

Sampel darah  dianalisa oleh alat analisa gas darah yang ada di
laboratorium. Sampel darah harus dianalisis dalam waktu 10 menit dari
waktu pengambilan untuk memastikan hasil tes yang akurat.
Analisa gas darah meliputi pemeriksaan PO2, PCO3, PH, HCO3, dan
saturasi O2.

Nilai Normal Analisa Gas Darah


Hasil analisa gas darah dapat membantu dokter mendiagnosa
berbagai penyakit atau menentukan seberapa baik perawatan yang telah
diterapkan.
 Hasil akan didapat meliputi:
 PH darah arteri, menunjukkan jumlah ion hidrogen dalam darah.
pH < 7,0 disebut asam,
pH > 7,0 disebut basa (alkali).
Jika pH darah menunjukkan bahwa darah lebih asam, maka hal ini terjadi
akibat kadar karbon dioksida yang lebih tinggi.
Jika Sebaliknya ketika pH darah tinggi yang menunjukkan bahwa darah
lebih basa, maka hal ini terjadi akibat kadar bikarbonat yang lebih tinggi.
 Bikarbonat adalah bahan kimia yang membantu mencegah pH darah
menjadi terlalu asam atau terlalu basa.
 Tekanan parsial oksigen adalah ukuran tekanan oksigen terlarut dalam
darah. Hal ini menentukan seberapa baik oksigen bisa mengalir dari paru-
paru ke dalam darah.
 Tekanan parsial karbon dioksida adalah ukuran tekanan karbon dioksida
terlarut dalam darah. Hal ini menentukan seberapa baik karbon dioksida
dapat mengalir keluar dari tubuh.
 Saturasi oksigen adalah ukuran dari jumlah oksigen yang dibawa oleh
hemoglobin dalam sel darah merah.

Berdasarkan unsur pengukuran ada dua jenis hasil analisa gas


darah, yaitu normal dan abnormal
 Hasil normal. Hasil analisa gas darah dikatakan normal jika:
pH darah arteri: 7,38-7,42.
Tingkat penyerapan oksigen (SaO2) : 94-100%.
Tekanan parsial oksigen (PaO2) : 75-100 mmHg.
Tekanan parsial karbon dioksida (PaCO2) : 38-42 mmHg.
Bikarbonat (HCO3) : 22-28 mEq/L.
 Hasil abnormal dapat menjadi indikator dari kondisi medis tertentu.
Berikut ini beberapa kondisi medis yang mungkin terdeteksi melalui
analisa gas darah.

pH darah Bikarbonat PaCO2 Kondisi Penyebab Umum


 <7,4 Rendah Rendah Asidosis metabolik Gagal
ginjal, syok, ketoasidosis diabetik.
 >7,4 Tinggi Tinggi Alkalosis metabolik Muntah yang bersifat
kronis, hipokalemia.
 <7,4 Tinggi Tinggi Asidosis respiratorik Penyakit
paru,termasuk pneumonia atau penyakit paru obstruktif kronis
(COPD).
 >7,4 Rendah Rendah Alkalosis respiratorik Saat
nyeri atau cemas.

Indikasi Pemeriksaan Analisa Gas Darah


Pemeriksaan AGD akan memberikan hasil pengukuran yang tepat
dari kadar oksigen dan karbon dioksida dalam tubuh. Hal ini dapat
membantu dokter menentukan seberapa baik paru-paru dan ginjal bekerja.
Biasanya dokter memerlukan tes analisa gas darah apabila menemukan
gejala-gejala yang menunjukkan bahwa seorang pasien mengalamai
ketidakseimbangan oksigen, karbon dioksida, atau pH darah. Gejala yang
dimaksud meliputi: Sesak napas, Sulit bernafas, Kebingungan, Mual.

Cara membaca hasil analisa gas darah (AGD):


 Jika pH darah rendah (asidosis), maka perhatikan nilai pCO2, jika tinggi
berarti respiratorik dan jika rendah berarti metabolik.
 Jika pH darah tinggi (alkalosis), maka perhatikan nilai bikarbonat, jika
tinggi berarti metabolik dan jika rendah berarti respiratorik.

Angka kisaran normal dan tidak normal umumnya bervariasi


tergantung pada laboratorium tempat pasien menjalani analisa gas darah.
Hal ini dikarenakan beberapa laboratorium menggunakan pengukuran atau
metode yang berbeda dalam menganalisa sampel darah. Konsultasikan
hasil tes kepada dokter untuk mendapatkan penjelasan secara detail.
Dokter akan menentukan apakah pasien membutuhkan pemeriksaan
lanjutan atau terapi pengobatan tertentu.
Prosedur analisa gas darah jarang menimbulkan efek samping.
Efek samping yang umumnya dialami pasien adalah rasa nyeri atau iritasi
di area suntik ketika proses pengambilan darah.
Efek samping lain yang mungkin dialami pasien setelah menjalani
prosedur AGD, antara lain: Perdarahan atau pembengkakan di area
suntikan, penggumpalan darah di bawah kulit (hematoma), pusing,
pingsan, infeksi pada area kulit yang disuntik.

Penjelasan dari Hasil Tes


1. Lihat hasil pH
normal pH darah adalah 7. 35 – 7. 45
Apabila pH < 7. 35 maka kita sebut asidotik
Apbila pH > 7. 45 maka kita sebut alkalotik
2. Lihat hasil CO2
Kadar normal CO2 dalam darah arteri adalah 35 – 45 mmHg
Apabila kadar CO2 < 35 mmHg, maka kita sebut alkalotik
Apabila kadar CO2 > 45 mmHg, maka kita sebut asidotik
3. Lihat hasil  HCO3-
Kadar normal HCO3- adalah 22 – 26 mEq/L
Apabila kadar HCO3- < 22 mEq/L, maka kita sebut asidotik
Apabila kadar HCO3- > 26 mEq/L, maka kita sebut alkalotik
4. Perhatikan nilai CO2 dan HCO3-, mana yang cocok dengan pH
Maksudnya apabila nilai pH menunjukkan asidotik (pH < 7. 35), mana
diantara CO2 dan HCO3- yang juga asidotik.
Contohnya seperti ini: apabila pH asidotik dan CO2 juga asidotik (CO2 >
45 mmHg), pasien mengalami asidosis respiratorik. Sebaliknya, apabila
pH asidotik dan HCO3- juga asidotik ( < 22 mEq/ L), maka kita sebut
pasien mengalami asidosis metabolik. Ingat bahwa kadar CO2 dalam
darah ditentukan oleh fungsi pernafasan atau respiratory dan kadar HCO3-
ditentukan oleh fungsi metabolisme tubuh termasuk fungsi ginjal.
5. Perhatikan apakah mekanisme kompensasi sudah terjadi
Tubuh akan selalu melakukan mekanisme kompensasi apabila terdapat
gangguan keseimbangan asam basa. Apabila pH asidotik (< 7. 35) dan
CO2 juga asidotik (> 45 mmHg) maka kondisi ini kita sebut asidosis
respiratorik, yang mana gangguan keseimbangan asam basa nya
disebabkan oleh masalah pada fungsi paru. Dalam kondisi seperti ini,
tubuh akan melakukan kompensasi untuk menyeimbangkan kadar asam
basa dengan menaikkan kadar HCO3- atau menaikkan kadar basa didalam
tubuh. Karena itu, apabila kita menerima hasil AGD yang menunjukkan
pH asidotik dan CO2 asidotik, kita juga harus melihat apakah HCO3-
sudah alkalotik (sudah mulai naik menjadi > 26 mmEq).
6. Lihat hasil PO2 dan SaO2 (Oxygen saturation) dan hitung ratio paO2 /
FiO2
Nilai normal PO2 dalam darah arteri adalah 80 – 100 mmHg
Nilai normal SaO2 adalah 95 – 100 %
Apabila nilai PO2 < 80 mmHg, kita sebut hipoxemia atau kondisi
kekurangan oxygen didalam tubuh dan pasien seharusnya sudah diberikan
oksigen.

KRITERIA DIAGNOSIS

Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993 adalah
ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :

a. Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan


dinding dada
b. Sanas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan
limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm 3 neutrofil yang
predominan)
2.6. Diagnosis Banding

a. Bronkitis
b. Aspirasi pneumonia
c. Tb paru primer

2.7. Tata Laksana

Tatalaksana pasien pneumonia meliputi terapi suportif dan terapi etiologik.

Terapi suportif yang diberikan pada penderita pneumonia adalah :

1. Pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui kateter hidung atau nasofaring.


Jika penyakitnya berat dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin
diperlukan terutama dalam 24-48 jam
2. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan yang diberikan
mengandung gula dan elektrolit yang cukup.
3. Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi.
4. Mengatasi penyakit penyerta.
5. Pemberian terapi inhalasi dengan nebulizer bukan merupakan tata laksana
rutin yang harus diberikan.
Tatalaksana pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya. Namun
karena berbagai kendala diagnostik etiologi, untuk semua pasien pneumonia
diberikan antibiotik secara empiris. Walaupun sebenarnya pneumonia viral
tidak memerlukan antibiotik, tapi pasien tetap diberi antibiotik karena
kesulitan membedakan infeksi virus dengan bakteri.

Usia Rawat jalan Rawat Inap Bakteri Patogen


0-2 minggu 1. Ampisillin + - E. Coli

Gentamisin - Streptococcus B

2. Ampisillin + - Nosokomial
Cefotaksim enterobacteria
>2-4 1. Ampisillin + - E. Coli
minggu
Cefotaksim atau - Nosokomial

Ceftriaxon Enterobacteria

2. Eritromisin - Streptococcus B

- Klebsiella

- Enterobacter

- C. trachomatis
>1-2 bulan 1. Ampisillin + - E. Coli and other

Gentamisin Enterobacteria

2. Cefotaksim atau - H. influenza

Ceftriaxon - S. pneumonia

- C. trachomatis
>2-5 bulan 1. Ampisillin 1. Ampisillin - H. influenza

2. Sefuroksim 2. Ampisillin + - S. pneumonia

Sefiksim Kloramfenikol

Sefuroksim

Ceftriaxon
>5 tahun 1. Penisillin A 1. Penisillin G - S. pneumonia

2. Amoksisilin 2. Sefuroksim - Mycoplasma

Eritromisin Seftriakson

Vankomisin

Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun,


dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 7-10 hari. Bila diduga penyebab
pneumonia adalah S. Aureus, kloksasilin dapat segera diberikan. Bila alergi
terhadap penisilin dapat diberikan cefazolin, klindamisin, atau vancomycin. Lama
pengobatan untuk stafilokokkus adalah 3-4 minggu.

2.8. Komplikasi

Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam


rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran
bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah
komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.

2.9. Prognosis

Pada era sebelum ada antibiotik, angka mortalitas pada bayi dan anak kecil
berkisar dari 20% sampai 50% dan pada anak yang lebih tua dari 3% sampai 5%.
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan
sampai kurang dari 1%, anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang
datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.

2.10. Pencegahan

Pencegahan terhadap pneumonia dapat dicegah dengan pemberian


imunisasi/vaksinasi. saat ini sudah tersedia banyak vaksin untuk mencegah
pneumonia. Setiap vaksin mencegah infeksi bakteri/virus tertentu sesuai jenis
vaksinnya. berikut vaksin yang sudah tersedia di Indonesia dan dapat mencegah
pneumonia :

- vaksin PCV (imunisasi IPD) untuk mencegah infeksi pneumokokkus


(Invasive Pneumococcal diseases, IPD). vaksin PCV yang sudah tersedia
adalah PCV-7 dan PCV-10. PCV 13 belum tersedia di Indonesia
- vaksin Hib untuk mencegah infeksi Haemophilus Influenzae tipe b
- vaksin DPT untuk mencegah infeksi difteria dan pertusis
- vaksin campak dan MMR untuk mencegah campak
- vaksin influenza untuk mencegah influenza
DAFTAR PUSTAKA

 Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Ikatan


Dokter Anak Indonesia: Jakarta. 2009. 

 Hasan R, dkk. Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia: Jakarta. 2002.

 Mansjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 2000.

 Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. EGC:
Jakarta. 2000.

 Price SA, Wilson LM, 1995,  Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease


Processes (Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Prose Penyakit), Edisi 4,
Penerbit EGC, Jakarta, hal: 709-712.

 Behrman RE, Vaughan VC, 1992, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II,
Edisi 12, Penerbit EGC, Jakarta, hal: 617-628.

 http://yankes.kemkes.go.id/read-pemeriksaan-analisa-gas-darah-5708.html

Anda mungkin juga menyukai