Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PADA KASUS:

SYSTEMIC LUPUSERYTHEMATOSUS (SLE)

D
I
S
U
S
U
N
OLEH
NAMA : SASMITA
NIM : 170204083
KELAS : PSIK 3.2

Dosen Pengajar : Ns. Amila M.Kep., Sp.Kep., KMB

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
T.A 2020
Buatlah asuhan keperawatan dengan susunan
1. Anatomi fisiologi dan biokimia terkait sistem imun dengan mem
perhatikan aspek legal dan etik 
Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah
mengangkut oksigenyang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga
menyuplai jaringan tubuh dengannutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme,
dan mengandung berbagai bahan penyusun sistemimun yang bertujuan
mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-hormon darisystem
endokrin juga diedarkan melalui darah.. Darah manusia berwarna merah, antara
merahterang apabila kaya oksigen sampai merah tua apabila kekurangan oksigen.
Warna merah padadarah disebabkan oleh hemoglobin, protein pernapasan
(respiratory protein) yang mengandung besi dalam bentuk heme, yang
merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen.
Manusia memiliki sistem peredaran darah tertutup yang berarti darah mengalir
dalam pembuluh darah dan disirkulasikan oleh jantung. Darah dipompa oleh
jantung menuju paru-paruuntuk melepaskan sisa metabolisme berupa karbon
dioksida dan menyerap oksigen melalui pembuluh arteri pulmonalis, lalu dibawa
kembali ke jantung melalui vena pulmonalis. Setelah itudarah dikirimkan ke
seluruh tubuh oleh saluran pembuluh darah aorta. Darah mengedarkanoksigen ke
seluruh tubuh melalui saluran halus darah yang disebut pembuluh kapiler.
Darahkemudian kembali ke jantung melalui pembuluh darah vena cava superior
dan vena cava inferior.Darah juga mengangkut bahan bahan sisa metabolisme,
obat-obatan dan bahan kimia asingke hati untuk diuraikan dan ke ginjal untuk
dibuang sebagai air seni.

2. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan
peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan
oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh
awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan
(cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin,
prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di
samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE-
akibat senyawa kimia atau obat-obatan. Pada SLE, peningkatan produksi autoimun
diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul
penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi
antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut
berulang kembali.

3. Farmakologi

Lupus eritematosus sistemik (Systemic Lupus Erythematosus/SLE) tidak bisa


disembuhkan, namun terdapat rangkaian fase aktif (flare) dan fase tenangnya
penyakit. Tujuan pengobatan yang tersedia adalah untuk mengurangi tingkat
keparahan gejala, mencegah kerusakan organ, serta meminimalkan dampaknya
pada kehidupan penderita SLE.

Jenis obat dan dosis yang diberikan kepada satu penderita lupus tidak sama dengan
penderita lupus yang lain, dan dapat berganti dari waktu ke waktu tergantung dari
gejala yang dirasakan dan tingkat keparahannya.

Berikut ini adalah obat-obatan yang mungkin dibutuhkan oleh penderita SLE:

 Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS). Nyeri sendi atau otot


merupakan salah satu gejala utama SLE. Dokter akan meresepkan obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs) untuk mengurangi gejala ini seperti
ibuprofen dan diclofenac. Meski demikian, penderita SLE sebaiknya
waspada terhadap efek samping OAINS seperti perdarahan lambung,
masalah pada ginjal, dan peningkatan risiko penyakit jantung. Untuk
mencegah efek samping perdarahan lambung, dokter dapat memberikan
obat tambahan untuk melindungi lambung.
 Kortikosteroid. Kortikosteroid seperti methylprednisolone dapat
mengurangi peradangan dengan cepat dan efektif. Obat ini biasanya
diberikan oleh dokter jika penderita SLE mengalami gejala yang parah atau
sedang aktif. Pada tahap awal. obat ini akan diberikan dalam dosis tinggi.
Dosis akan diturunkan secara bertahap seiring membaiknya kondisi
penderita. Beberapa efek samping yang akan timbul dari obat ini, terutama
jika digunakan dalam jangka panjang dan dengan dosis tinggi meliputi
pengeroposan tulang, penipisan kulit, bertambahnya berat badan,
peningkatan tekanan darah, peningkatan gula darah, dan risiko infeksi.
Namun kortikosteroid merupakan pengobatan yang aman dan efektif
selama dikonsumsi dengan benar dan di bawah pengawasan dokter.
 Hydroxychloroquine. Selain pernah digunakan untuk menangani malaria,
obat ini juga efektif untuk mengobati beberapa gejala utama SLE, seperti
nyeri sendi dan otot, kelelahan, dan ruam pada kulit. Dokter umumnya akan
menganjurkan konsumsi obat ini untuk jangka panjang. Tujuannya adalah
untuk mencegah terjadinya serangan gejala yang parah, mencegah aktifnya
penyakit, dan mencegah munculnya komplikasi yang lebih serius.
Keefektifan hydroxychloroquine biasanya akan dirasakan oleh
penderita SLEsetelah menggunakannya selama 1,5 hingga 3 bulan. Efek
samping yang mungkin timbul dari penggunaan obat ini meliputi gangguan
pencernaan, diare, sakit kepala, dan ruam pada kulit.

 Obat Imunosupresan. Cara kerja obat ini adalah dengan menekan sistem


kekebalan tubuh. Ada beberapa jenis imunosupresan yang biasanya
diberikan dokter, yaitu azathioprine, mycophenolate
mofetil, cyclophosphamide, dan methotrexate.Imunosupresan akan
meringankan gejala SLE dengan menghambat kerusakan pada bagian-
bagian tubuh yang sehat akibat serangan sistem kekebalan tubuh. Obat ini
dapat diberikan bersamaan dengan kortikosteroid, sehingga dosis
kortikosteroid dapat diturunkan. Beberapa efek samping yang dapat
ditimbulkan oleh obat imunosupresan antara lain adalah:

 Muntah.
 Kehilangan nafsu makan.
 Pembengkakan gusi.
 Diare.
 Kejang-kejang.
 Mudah lebam atau berdarah.
 Jerawat.
 Sakit kepala.
 Bertambahnya berat badan.
 Pertumbuhan rambut secara berlebihan.

 Risiko terjadinya infeksi akan meningkat akibat penekanan sistem


kekebalan tubuh oleh imunosupresan. Gejala infeksi tersebut terkadang
mirip dengan gejala aktifnya lupus. Beberapa di antaranya adalah : batuk
disetai dengan sesak, demam, diare, sensasi terbakar saat buang air kecil,
serta kencing darah (hematuria).

 Hindarilah kontak dengan orang yang sedang mengalami infeksi seringan


apa pun, meski sudah memiliki kekebalan tubuh terhadap infeksi tersebut,
misalnya cacar air atau campak. Penularan mungkin akan tetap terjadi
karena kinerja sistem kekebalan tubuh sedang menurun akibat penekanan
oleh obat imunosupresan. Obat ini juga dapat menyebabkan kerusakan pada
hati. Karena itu, penderita SLE membutuhkan pemeriksaan kesehatan dan
tes darah secara rutin selama menggunakan imunosupresan.
 Rituximab. Jika obat-obat lain tidak efektif bagi penderita SLE, dokter
akan menganjurkan rituximab. Obat ini awalnya dikembangkan untuk
menangani kanker, seperti limfoma. Tetapi rituximab terbukti efektif untuk
menangani penyakit autoimun, seperti SLE dan rheumatoid  arthritis. Cara
kerja rituximab adalah dengan mengincar dan membunuh sel B, yaitu sel
yang memproduksi antibodi yang menjadi pemicu gejala SLE. Obat ini
akan diberikan melalui infus. Efek samping yang dapat muncul dari
penggunaan rituximabmeliputi pusing, muntah, serta gejala yang mirip flu,
misalnya demam dan menggigil. Obat ini juga dapat menimbulkan reaksi
alergi, namun jarang terjadi.

Selain obat-obatan yang diberikan, melindungi kulit dari sinar matahari sangat
penting bagi penderita lupus. Ruam pada kulit yang dialami penderita SLE dapat
bertambah parah jika terpapar sinar matahari. Langkah yang dapat dilakukan untuk
melindungi kulit dari sinar matahari adalah:

 Mengenakan pakaian yang menutupi seluruh bagian kulit.


 Memakai topi yang lebar dan kacamata hitam.
 Mengoleskan krim tabir surya (minimal SPF 55 ketika keluar rumah) agar
kulit tidak terbakar sinar matahari.
Dengan menghindari paparan sinar matahari, penderita lupus berisiko kekurangan
vitamin D, karena sebagian besar vitamin D dibentuk dalam tubuh dengan bantuan
paparan sinar matahari. Oleh karena itu, diperlukan pemberian suplemen vitamin
D untuk mencegah osteoporosis.
4. Terapi diet
- Diet paleo autoimun (AIP)

Baik untuk: IBD

AIP merupakan versi yang lebih ekstrem dari diet Paleo biasa. Dalam diet ini,
makanan-makanan yang harus dihindari termasuk biji-bijian, legum, susu,
makanan olahan, gula olahan, telur, dan kacang-kacangan. Menurut sebuah studi,
diet AIP pada orang dengan IBD dapat mengurangi penanda peradangan di usus.
Peradangan adalah ciri khas penyakit Crohn dan kolitis ulseratif, dua kondisi yang
membentuk IBD.

- Diet anti peradangan (anti-inflammatory diet)

Baik untuk: artritis reumatoid

Diet ini hampir mirip dengan diet Mediterania, yang menurut para ahli kesehatan
dapat menurunkan risiko penyakit kronis sekaligus mengurangi gejala pada
beberapa penyakit autoimun. Jika Anda memiliki artritis reumatoid dan ingin
melakukan diet anti peradangan, makanan seperti ikan, minyak zaitun, sayur-
sayuran, buah-buahan, legum, kacang-kacangan, dan biji-bijian dapat menjadi
pilihan.

- Diet nabati (plant-based diet)

Baik untuk: semua penyakit autoimun

Bukti medis menunjukkan bahwa diet nabati dapat menguntungkan bagi orang
dengan penyakit autoimun. Tak jauh berbeda dengan AIP dan diet anti peradangan,
diet nabati juga berfokus pada buah-buahan serta sayur-sayuran.

Hal yang perlu diperhatikan: jika Anda memiliki penyakit autoimun, sebaiknya
konsumsi sayur-sayuran yang dimasak terlebih dahulu. Molekul yang terlalu besar
dapat memprovokasi sistem imun, tetapi ketika makanan tersebut dimasak,
molekul dapat terpecah sehingga aman.

- Diet bebas gluten

Baik untuk: penyakit celiac

Gluten adalah nama untuk protein dalam gandum, rye, dan barley, dan dinilai
merusak usus kecil. Gluten dapat memancing respons imun secara negatif karena
molekulnya besar. Salah satu cara untuk mengatasi kondisi autoimun adalah
menghindari gluten yang ditemukan tidak hanya di roti, tetapi juga pasta, sup, saus,
dan berbagai produk lainnya.

Sejumlah penelitian menilai bahwa diet bebas gluten dapat berdampak baik pada
orang dengan autoimun. Satu studi kecil baru-baru ini juga menemukan manfaat
diet bebas gluten pada wanita dengan masalah tiroid autoimun.

Diet autoimun yang terbaik mungkin akan berbeda untuk setiap pasien. Jika ingin
mendapatkan manfaat yang signifikan dari pola makan yang dijalani, periksakan
kondisi tubuh Anda lebih dahulu ke dokter. Anda juga dapat berdiskusi dengan
dokter mengenai diet yang cocok.

5. Pengkajian ; riwayat keluhan; riwayat penyakit 


- Riwayat keluhan : Bersin-bersin, hidung mengeluarkan sekret, hidung
tersumbat, dan hidung gatal, merasa kelelahan, limfadenopati, lesi
ulseratif, perubahan tanda-tanda vital.
- Riwayat penyakit : Pasien pernah menderita penyakit THT,
mononukleosus, malabsorpsi, gangguan liver: hepatitis, sirosis;
tromboplebitis atau tromobosis; gangguan limpa.

6. Pemeriksaan diagnostik (Persiapan, penatalaksanaan dan paska


pemeriksaan diagnostik dan laboratorium)
Pengobatan termasuk penatalaksanaan penyakit akut dan kronik :
1. Mencegah penurunana progresif fungsi organ, mengurangi kemungkinan
penyakit akut, meminimalkan penyakit yang berhubungan dengan
kecacatan dan mencegah komplikasi dari terapi yang diberikan.
2. Gunakan obat-obatan antinflamasi nonsteroid (NSAID) dengan
kortikosteroid untuk meminimalkan kebutuhan kortikosteroid.
3. Gunakan krortikosteroid topical untuk manifestasi kutan aktif.
4. Gunakan pemberian bolus IV sebagai alternative untuk penggunaan dosis
oral tinggil tradisional.
5. Atasi manifestasi kutan, mukuloskeletal dan sistemik ringan dengan obat-
obat antimalarial.
6. Preparat imunosupresif (percobaan) diberikan untuk bentuk SLE yang
serius

Pemeriksaan penunjang :
SLE merupakan suatu penyakit autoimun pada jaringan ikat yang
menujukan berbagai manifestasi,paling sering berupa artitis. Dapat juga timbul
manifestasi dikulit, ginjal dan neorologis. Penyakit ini ditandai dengan adanya
periode aktivitas (ruam) dan remisi. SLE ditegakan atas dasar gambaran klinis
disertai dengan penanda serologis, khususnya beberapa autoantibodi yang
paling sering digunakan adalah antinukelar antibody ( ANA, terapi antibody ini
juga dapat ditemukan pada wanita yang tidak menderita SLE. Antibody yang
kurang spesifik adalah antibouble standed DNA antibody (anti DNA),
pengukuran bermanfaat untuk menilai ruam pada lupus. Anti-Ro, anti-La dan
antibody antifosfolipidpenting untuk diukur karena meningkatkan resiko pada
kehamilan. Penatalaksanaan SLE harus dilaksanakan secara multidisiplin.
Priode aktifitas penyakit dapat sulit untuk didiagnosa. Keterlibatan ginjal
sering kali disalah artikan dengan pre-eklamsia, tetapi temuan adanya
peningkatan antibody anti DNA serta penurunan tingkat komplemen membantu
mengarahkan pada ruam.
Antibody fosfolipid dapat timbul tanpa SLE tetapi menandakan resiko
keguguran. Temuan pemeriksaan laboratorium :
1. Tes flulorensi untuk menentukan antinuclear antibody (ANA), positif
dengan titer
tinggi pada 98% penderita SLE.
2. Pemeriksaan DMA double standed tinggi,spesifik untuk menentukan SLE
3. Bila titel antibobel strandar tinggi, spesifik untuk diagnose SLE
4. Tes sifilis bias positif palsu pada pemeriksaan SLE.
5. Pemeriksaan zat antifosfolipid antigen (seperti antikardolipin antibody)
berhubungan dengan menentukan adanya thrombosis pada pembuluh arteri,
vena atau pada abortus spontan, bayi meninggal dalam kandungan dan
trombositopeni.
Pemeriksaan laboratorium ini diperiksa pada penderita SLE atau lupus
meliputi darah lengkap, laju sedimentasi darah, antibodyantinuklir (ANA),
anti-AND, SLE, CRP, analyses urin, komplemen 3 dan 4 pada pemeriksaan
diagnosis yang dilakukan adalah biopsy.
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai Interpretasi
Normal
01-01- Hb 17,3 gr% 13-16 gr%
2019 WBC 15.000/mm 5.000-
10.000/mm

7. Asuhan keperawatan kekeritisan (pengkajian, analisa data, diagnosis


keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi secara komprehensif

Kasus
Seorang prempuan bernama Ny.S usia 35 tahun datang ke UGD dengan keluhan
merasa tidak nyaman dengan kulit memerah pada daerah pipi dan leher, awalnya
kecil namun setelah satu minggu ukuran tersebut bertambah lebar, demam, nyeri
dan terasa kaku seluruh persendian terutama pagi hari dan kurang nafsu makan.
Pada pemeriksaan fisik diperolah ruam pada pipi dengan batas tegas, peradangan
pada siku, lesi pada daerah leher, malaise. Pasien mengatakan terdapat sariawan
pada mukosa mulut. Pasien ketika bertemu dengan orang lain selalu menunduk
dan menutupi wajahnya dengan masker. Tekanan darah 110/80mmHg, RR
20x/mnt, Nadi 90x/mnt Suhu 38,5 ºC, Hb 11 gr/dl, WBC 15.000/mm
A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny. S
Umur : 35 thn
Jenis kelamin : Prempuan
Alamat : Jl.TB.Simatupang No.71
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Tanggal masuk RS : 01-01-2019
Tanggal pengkajian : 02-01-2019
DX Medis : SLE

B. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB


Nama : Tn. D
Umur : 36 thn
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl.TB.Simatupang No.71
Pendidikan : S 1 tehnik mesin
Pekerjaan : Karyawan swasta

C. PENGKAJIAN
1. Keluhan utama : 
Pasien menggeluh nyeri pada sendi serta kekakuan kaki dan tangan,
saat beraktivitas pasien merasa mudah lelah, pasien merasa demam.
Pipi dan leher memerah serta nyeri pada bagian yang memerah
2. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke UGD dengan keluhan merasa tidak nyaman dengan
kulit memerah pada daerah pipi dan leher, awalnya lebarnya kecil
namun setelah satu minggu lebarnya bertambah besar, demam, nyeri
dan terasa kaku seluruh persendian utamanya pada pagi hari dan
berkurang nafsu makan karena sariawan.
3. Riwayat Penyakit dahulu :
Tidak ada
4. Riwayat penyakit keluarga : 
Tidak ada
5. Riwayat pekerjaan/ kebiasaan :
Pasien seorang ibu rumah tangga
6. Riwayat Alergi :
Tidak ada
7. Pengkajian Sistem Tubuh :
a. Sistem Pernapasan
 RR 20x/mnt
 Napas dalam terlihat seperti menahan nyeri
b. Sistem Kardiovaskuler
 TD 110/80 mmHg
 Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi
papuler,eritematous dan purpur di ujung jari kaki, tangan,
siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi
lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
c. Sistem Persyarafan
Gangguan psikologis
d. Sistem Perkemihan
Tidak ada
e. Sistem Pencernaann
Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum
f. Sistem Muskuloskeletal
 Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika
bergerak, rasa kaku pada pagi hari
 Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-
kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi
g. Sistim Endokrin
Tidak ada
h. Sistim sensori persepsi
Tidak ada
i. Sistim integument
SH: 38,5C, demam (+)
j. Sistim imun dan hematologi
 Tes fluorensi untuk menetukan antinuelear antibody (ANA),
positif dengan titer tinggi pada 98% penderita SLE
 Pemeriksaan DMA double stranded lebih spesifik untuk
menentukan SLE
 Bila titer antidobel stranded tinggi, spesifik untuk diagnose
SLE
 Tes sifilis bisa positif palsu pada pemeriksaan SLE
 Pemeriksaan zat antifosfolipid (seperti antikardiolipin
antibody) berhubungan untuk menentukan adanya
thrombosis pada pembuluh arteri atau pembuluh vena atau
pada abortus spontan, bayi meninggal dalam kandungan dan
trombositopeni
 HB 11gr/dl
 WBC 15.000/mm

k. Sistim Reproduksi
Tidak ada masalah disistem reproduksi
8. Pengkajian Fungsional

1. Oksigenasi
RR:20x/mnt
2. Cairan dan Elektrolit
terpasang infus RL 20tpm
3. Nutrisi
Mual (-), muntah (-)
4. Aman dan Nyaman
Kulit memerah pada daerah pipi dan leher
5. Eliminasi
BAK (-), BAB (-)
6. Aktivitas dan Istirahat
Kurang
7. Psikososial
Dapat mengalami ketidak percayaan diri akibat dari penyakitnya
8. Komunikasi
Terganggu karena sariawan pada mukosa mulut
9. Seksual
Tidak ada perubahan
10. Nilai dan Keyakinan
Tidak ada pantangan yang berhubungan dengan nilai dengan
keyakinan pasien
11. Belajar
Tidak ada kelainan
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil Laboratorium
Tangga Pemeriksaa Hasil Nilai Interpreta
l n Normal si
01-01- Hb 17,3 gr% 13-16 gr%
2019 WBC 15.000/m 5.000-
m 10.000/m
m

b. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Rontgen tidak ada kelainan
10. Progam Terapi
Terapi medis tgl 01-01-2019 :
 Injeksi Stabixin 2x1gram
 Injeksi medixon 2x 125 mg
 Omeprazol 2x1 ampul
 Vitamin C 2x1 ampul
D. ANALISA DATA

Hari/Tgl/Ja Data Fokus Etiologi Problem


m
Kamis/01-01- Ds : Nyeri pada Genetic, lingkungan, Nyeri

19/08.00 sendi dan bagian hormonal, obat


yang tertentu
mengalami ↓
kemerahan Produksi autoimun
Do : pasien berlebihan
terlihat menahan ↓
nyeri Autoimun
TD menyerang organ

110/80mmHg, RR tubuh

20x/mnt, S ↓
SLE
38,5C, N 90x.mnt

Kerusakan jaringan
Kamis/01-01- ↓
19/11.00 Nyeri kronis

Genetic, lingkungan,
hormone, obat
tertentu

Produkasi autoimun
berlebih
Ds : Pasien ↓ Peningkatan
mengeluhkan Autoimun suhu tubuh
demam menyerang orang
Do : TD 110/80 tubuh

mmHg ↓

RR 20x/mnt Terjadi reaksi


inflamasi
S 38,5 C

N 90x/mnt
Peningkatan suhu
Kamis/01-01- tubuh
19/13.00

Genetic,
lingkungan,hormone,
obat tertentu

Produksi autoimun
Ds : Nyeri pada berlebih

sendi dan bagian ↓

yang Autoimun
menyerang orang
mengalami Keletihan
tubuh
kemerahan,

pasien
SLE
mengeluh mudah

lelah
Menyerang darah
ketika

beraktivitas. HB menurun

Do : Pasien Suplai oksigen
terlihat menahan menurun
Kamis,01-01- nyeri ↓
2019/ 15.00 TD ATP menurun
110/80mmHg, RR ↓
20x/mnt, S Keletihan
38,5C, N 90x/mnt
Genetic, lingkungan,
hormone, obat
tertentu

Produksi autoimun
berlebihan
Gangguan

integritas
Kamis,01-01- Autoimun
2019 /15.00 menyerang organ kulit

tubuh

SLE

Ds : Nyeri pada Menyerang kulit
sendi dan bagian ↓
yangmengala Kerusakan integritas
mi kemerahan kulit

Do : TD Genetic, lingkungan,

110/80mmHg, RR hormone, obat


tertentu
20x/mnt, S

38,5C, N 90x/mnt
Produksi autoimun
Kulit kering
Kamis 01-01- berlebihan
dan kemerahan
2019, 16.00 ↓
Autoimun
menyerang organ
tubuh

SLE

Arthritis Gangguan
↓ mobilitas
Gangguan mobilitas fisik
fisik

Ds : Nyeri pada Genetic, lingkungan,

sendi bagian yang hormone, obat


tertentu
menglami Gangguan

kemerahan citra tubuh
Produksi
Do : Pasien
autoimun berlebihan
terlihat menahan

nyeri
SLE
TD ↓
110/80mmHg,RR Menyerang kulit
20x/mnt, S ↓
38,5c, N 90x/mnt Kerusakan integritas
kulit

Gangguan citra
tubuh ( body image

Ds : Pasien
mengatakan malu
terhadap
kemerahan pada
pipi
dan leher

Do : Pasien
menunduk saat
masuk
UGD
TD
110/80mmHg,RR
20x/mnt, S
38,5c, N 90x/mnt
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri kronis berhubungan dengan agen pencedera
2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan inflamasi

Nama : Ny. S
Ruang : Dahlia
Umur : 35 thn
Kelas : 1-1
No. Dokumen RM :
Tanggal : 01-01-2019

INTERVENSI
Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi ( NIC)
Keperawatan NOC
Nyeri kronis Setelah dilakukan tindakan Menejemen nyeri :
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 jam 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif y
meliputi lokasi, karakteristik, onset atau du
agen pencedera nyeri kronis dapat berkurang
frekwensi, kualitas, intensitas dan faktor pencetu
dengan kriteria hasil : 2. Berikan informasi mengenai nyeri seperti penye
beberapa lama nyeri dan antisipasi dari ket
Kontrol nyeri
nyamanan nyeri.
a. Mengenal kapan nyeri 3. Dorong pasien untuk memonitor nyeri
terjadi menangani nyerinya dengan tepat
b. Menggambarkan faktor 4. Pastikan pemberian analgetik dan atau sta
Penyebab nonfarmakologi.
c. Menggunakan tindakan
pencegahan atau
pengurangan nyeri tanpa
anlagesik
d. Menggunakan analgesic
yang direkomendasikan
Fever treatment :
Peningkatan suhu
tubuh berhubungan 1. Monitoring suhu sesering mungkin
Setelah dilakukan tindakan selama 2. Monitoring warna dan suhu kulit
dengan inflamasi 1x 24 jam suhu tubuh normal
dengan NOC : Thermoregulation 3. Monitoring WBC,Hb dan Hct
Kriteria hasil : 4. Monitoring intake output
a. Suhu tubuh dalam batas 5. Beri kompres pada lipatan paha dan axila
normal 6. Kolaborasi pemberian
Antipireutik
b. Nadi dan RR dalam rentang Cairan intravena
normal
c. Tidak ada perubahan warna Temperature regulation :
kulit dan tidak ada pusing, 1. M
pasien merasa nyaman oring suhu berkala
2. T
atkan intake cairan dan nutrisi

Nama : Ny.S Umur : 35 thn No. D


Ruang : Dahlia Kelas : 1-1 Tang

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

/Ja Diagnosa Implementasi Respon


Keperawata
n
-01- Nyeri kronis 1. Melakukan pengkajian nyeri komprehensif yang 1. Pasien mampu menunjukan lokasi
meliputi lokasi, karakteristik, lokasi atau durasi, nyeri pada sendi yang mengalami
berhubungan frekwensi, kualitas, intensitas dan faktor pencetus. kemerahan dengan skala nyeri 8
dengan agen 2. Memberikan informasi mengenai nyeri seperti menurun menjadi skla nyeri 3 atau
penyebab, berapa lama nyeri dan antisifasi dari ringan dengan pencetus pada saat
pencedera ketidak nyamanan nyeri. melakukan aktifitas.
3. Mendorong pasien untuk memonitor nyeri dan 2. Pasien dapat mengetahui
menangani nyerinya dengan tepat. penanganan nyeri dengan
4. Memastikan pemberian analgesik dan atau strategi therapifarmakologi (analgesic) dan
nonfarmakologi (teknik relaksasi nafas dalam). nofarmakologi (tehnik relaksasi
nafas dalam.
01-
00 Peningkatan
1. Memonitoring suhu 1. Suhu 37,8˚C, Akral teraba hangat
suhu tubuh 2. Memonitoring intake output 2. Pasien mampu minum air putih
3. Memonitoring hasil laboratorium 600cc sejak jam 11.00 dan BAK 2 kal
berhubungan
4. Beri kompres pada lipatan paha dan axila 3. Pasien dapat mengetahui kompres d
dengan 5. Memberikan cairan intravena dan paracetamol drip lipatan paha dan axila dan tampak
terpasang kompresan
inflamasi
4. Cairan intravena diberikan dan
paracetamol drip terpasang melalui
infusan
.S Umur : 35 thn No. Dokumen RM :
hlia Kelas : 1.1 Tanggal :

LEMBAR EVALUASI
Hari/Tgl/Jam Diagnosa Keperawatan Evalu
Kamis/01-01-19/ Nyeri kronis berhubungan dengan S : Pasien mengatakan nyeri sendi dan ke
08.00 agen pencedera O : Skala nyeri berkurang dari 8 menjadi 3
Pasien tampak riles ditandai dengan he
Pasien dapatmelakukan teknik relaksas
A : Lanjut intervensi 3 dan 4
P : Masalah teratasi sebagian
S : Pasien mengatakan masih sedikit pusing

Kamis/ 01-01-19 Peningkatan suhu tubuh O: KU lemah Kesadaran Composmentis Suhu


11.00 berhubungan dengan inflamasi infus RL 20 tpm dengan triway paracetamol
A : Lanjut intervensi treatment regulation
P : Masalah teratasi sebagian
BAB IV PEMBAHASAN

B. PENGKAJIAN
Dari hasil studi kasus ini untuk tahap pengkajian tidak ditemukan adanya
kesenjangan antara teori dan kasus nyata. Manifestasi klinis pada teori pasien
muncul demam, pembentukan ruam, atritis, pericarditis. Bila dikaitkan dengan
kondisi Ny. S saat pengkajian pada tanggal 01-01-2019 manifestasi klinis yang
ditemukan pasien merasa tidak nyaman dengan kulit memerah pada daerah pipi
dan leher, awalnya kecil namun setelah satu minggu ukuran tersebut bertambah
lebar, demam, nyeri dan terasa kaku seluruh persendian terutama pagi hari.
Sehingga pengkajian pada diagnosis nyeri kronis berhubungan dengan pencedera,
berdasarkan teori mampu diterapkan pada praktek nyata dan dinilai efektif dalam
hasil yang diperoleh.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut teori terdapat 5 diagnosa keperawatan pada pasien SLE, sedangkan
dari hasil pengumpulan data yang dilakukan kepada Ny.S tanggal 01-01-2019
ditemukan 2 diagonasa keperawatan yaitu Nyeri kronis berhubungan dengan agen
pencedera dan Peningkatan Suhu tubuh berhubungan dengan inflamasi.

D. INTERVENSI
Dari hasil intervensi yang dilakukan tidak terdapat kesenjangan antara teori
yang dilakukan. Karena intervensi yang diberikan kepada Ny.S disesuaikan
dengan teori Nanda,NIC,NOC.

E. IMPLEMENTASI
Dari hasil yang diperoleh dari implementasi yang dilakukan tidak terdapat
kesenjangan antara teori yang dilakukan. Karena implementasi yang diberikan
kepada Ny.S disesuaikan dengan teori Nanda,NIC,NOC.
F. EVALUASI
Dari tindakan evaluasi yang dilakukan ditemukan adanya kesenjangan anatara
teori dan praktek nyata, kareana evaluasi merupakan hasil akhir dari asuhan
keperawatan dengan mengidentifikasi sejauh mana tujuan rencana keperawatan
tercapai atau tidak selama pasien dirawat. Pada saat evaluasi yang dilakukan
adalah mengevaluasi selama tindakan asuhan keperawatan berlangsung atau
selama pasien dirawat.

Anda mungkin juga menyukai