(Widya, Saka, Andika, Achmad, Putri, Koming, Cahya, Sinta, Pande, Raka, Alit, Florensa)
A. TOPIK
1. Wawancara – untuk menjadi dokter yang efektif
2. Kumpulan pasien khusus
3. Model interaksi antara dokter & pasien
4. Hubungan dokter - pasien
5. Kondisi pada saat emosi yang khusus
Penampilan yang biasa dilakukan antara dokter dengan pasien. Yang tidak biasa kalo
posisinya makin lama makin dekat, apalagi tangannya makin lama makin RAMAH (rajin
menjamah) (dosen, 2017) pegang sini-pegang itu
Kalo yang non verbal 65 %. Jadi pasien itu bisa saja kita sudah persilahkan duduk, tapi
menurut dia anggap kita gak rela kita ngasi tempat duduk. Atau contoh lain saat kita
mempersilahkan duduk, tapi kita malah melihat ke arah lain (tidak memandang pasien)
mungkin dia akan marah. Jadi non verbal banyak sekali maknanya. Px kadang-kadang
SGD KUA 3 (SERRAQUINON)
(Widya, Saka, Andika, Achmad, Putri, Koming, Cahya, Sinta, Pande, Raka, Alit, Florensa)
menilai dokter, ah saya gak mau dr yang itu, karena galak katanya jadi gak mau berobat.
Contoh komunikasi non verbal :
- Ekspresi wajah
- Volume suara
- Pergerakan
- Penampilan
- Kontak mata
- Gestur tubuh kita
- Dan postur kita
D. INTERVIEW EFEKTIF
Interview yang kita inginkan tentunya untuk mendapatkan hal yang efektif bukan cuma
data aja, jadi kita juga bisa ngerti dia datang kesini karena apa. Kita kumpulkan semuanya
untuk menentukan terapi, dan taat untuk minum obat. Atau ada juga pasien yang pura-
pura terus aja iyaiya tapi resepnya gak dibeli, dia gak mau beli dan minum obat. Dia
malah dateng ke dokter yang lain untuk memastikan bener gak ni obat yang dikasi.
Karakter kita banyak berpengaruh, kalo pada saat kita meriksa pasien terus ada telp bunyi
berkali-kali, yang gak enak kedua (pasien dan dokter), pasiennya beranggapan kalo
dokternya gak serius dengerin dia cerita. Bagaimana kita menginterpretasi, harus nya dari
awal kita tanyakan, misalnya pasien terlalu cepat ceritanya sehingga kita lambat untuk
menangkap isi ceritanya maka tanyakan “oh maksud ibu sekarang ibu tdk tinggal lagi
sama anak-anak?”
1. Alat bantu yang paling penting adalah kemampuan untuk mewawancarai secara efektif
2. Wawancara yang terampil
a. mengumpulkan data
b. memahami pasien
c. merawat pasien
d. meningkatkan pemahaman pasien
e. kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi
3. Personalitas & karakter, interupsi telepon, interpreter
SGD KUA 3 (SERRAQUINON)
(Widya, Saka, Andika, Achmad, Putri, Koming, Cahya, Sinta, Pande, Raka, Alit, Florensa)
Ini contoh bahwa dokter yang mengunjungi pasiennya bisa dalam posisi seperti di
gambar, pasiennya bisa tersenyum dan tertawa. Yang disebelahnya bisa perawat atau
dokter bisa aja. Di banyak klinik banyak dokter buka baju putihnya agar pasien di
depannya tidak takut. Pasien anak-anak terutama. Kalo kita menghadapi px narkoba,
dokternya gak pake baju putih, tujuannya agar pasien merasa nyaman dan beranggapan
“oh sama kok dokter juga manusia” mau tau cerita saya, mau mendengarkan, dokter juga
pernah sakit
1. PSYCHOTIC PATIENTS
- Dia mempunya reliabilitas (daya nilai) terganggu.
SGD KUA 3 (SERRAQUINON)
(Widya, Saka, Andika, Achmad, Putri, Koming, Cahya, Sinta, Pande, Raka, Alit, Florensa)
2. SUSPICIOUS PATIENTS
- Pasien yang curiga, biasanya punya bibit dalam
kepribadiannya. Kalo di buku jiwa memang ada ciri
kepribadian yang paranoid. Tapi dia gak sampe
mengganggu, hanya paranoidnya lebih dari temennya
yang lain.
- Ciri khasnya suka menginterprtasikan keliru. Kadang
sikap nya, gerakan bola mata dari dokternya sudah di
interpretasikan salah. Ex : pasien paranoid karena
shabu, pada saat masuk, dr baru melihat pasiennya
langsung ngomong “dokter jangan liat-liat kayak gitu”
kan pasiennya cewek terus dianter suaminya, kan
disuruh duduk tu habistu pasiennya bilang “dokter
jangan genit-genit dengan suami saya”
- Mereka kritis & mengelak, cenderung menyalahkan
orang lain atas segala hal yang buruk dalam hidup
mereka
- Sangat curiga & mungkin mempertanyakan semua
yang dikatakan atau dilakukan dokter.
- Pasien yang depresi sering kali idenya bunuh diri, pada saat dapet pasien yang ingin
mati, jangan ragu untuk tanya se-detail nya. Karena bisa aja dia dateng ke dokter
untuk mendapatkan obat, habistu setelah dapet obat langsung diminum semua
obatnya. Pokoknya tanya aja dia punya ide bunuh diri sejauh mana, apakah sudah
pernah nyobak bunuh diri, kalo dia emang udah pingin mati kita jangan spekulasi
ngasi dia pulang tapi lebih baik di opname.
- Jangan percaya sama mitos kalo kita nanya tentang ide bunuh diri, dia bunu diri
beneran itu hoax, karena dengan kita nanya kita akan mendiskusikan dan dia akan
berpikir lebih jelas.
4. SOMATIZING PATIENTS
- Buat pasien frustrasi (dan juga dokter)
- Beberapa pasien mengalami dan menggambarkan
tekanan emosional dalam hal gejala fisik
- Banyak pasien somatizing hidup dengan ketakutan
bahwa gejala mereka tidak dianggap serius
- Bisa juga disebut psikosomatis, jadi pasien ini
biasanya dateng berali-kali jadi sampe capek
dokternya. Bahkan ada 1 pasien sampe ngantre 2
kali. Kan udah konsul, habistu dapet obat, pulang,
minum obtat tapi gak ada reaksi, eh ntran nya
dateng lagi
- Pasiennya gak pernah puas, dia minta cek lab lah, rotgen lah dll.
- Kalo ketemu pasien seperti ini pasti dia punya obat, dari sekian dokter yang
didatengin dikumpulin semua obatnya.
- Setiap kali dia ketemu dokter dan dibilang dia sehat, pasti dia marah sama dokternya,
soalnya dia ngerasa tidak dalam kondisi yang baik-baik aja.
Contoh : Px hanya disuruh rontgen, kan di depan ruang rontgen itu ada lampunya, kalo
merah artinya jangan masuk, radiasi keras. Nah keluarga pasien yang menyerang dia
marah karena dia mikir kalo keluarganya di operasi soalnya isi tulisan operated gitu di
lampu merah nya itu. Harusnya dokter nya menjelaskan
6. SEDUCTIVE PATIENT
- Manifestasikan dalam pakaian ( maksudnya suka buka-bukaan gitu, jadi harus kuat
iman. Soalnya biasanya pasiennya ibu-ibu), perilaku dan ucapan pasien
- Bila tingkah lakunya ringan dan tidak langsung, sebaiknya abaikan saja.
- Hindari apabila pasien sudah menunjukkan perilaku menggoda wkwk
- Pada pasien yang seperti ini kita memang harus bener-bener cool gak boleh
terprovokasi, kalo pasiennya cowok dr nya cewek, kita harus berpikir gimana cara
agar gak menyinggung pasien, tapi tidak terpancing oleh situasinya
Dr : tadi ibu katanya sudah lama gak meihat laki-laki, mungkin ibu rabun
F. EMPATHETIC LISTENING
Empati adalah cara untuk meningkatkan hubungan baik.
Hal ini dapat difokuskan dan diperdalam melalui pelatihan, observasi dan refleksi diri
Ini dapat teraplikasikan dalam kerja klinis dengan berbagai cara
Tidak perlu memiliki pengalaman literal orang untuk memahaminya (?)
Barangkali kita perlu saling share sesama dokter, saling share pengalaman supaya kita
punya empati.
SGD KUA 3 (SERRAQUINON)
(Widya, Saka, Andika, Achmad, Putri, Koming, Cahya, Sinta, Pande, Raka, Alit, Florensa)
Bukan bermaksud membandingkan he. Rasa ingin tahu kita menjadikan kita akan menjadi orang yang
lebih peduli. Misalnya orang dateng ke tempat kita dengan keadaan nangis, acak-acakan, tidak rapi,
kotor, maka kita akan nanya “ibu kenapa? Datang dari mana?. Kalo gak empati bisa aja nanya ibu
sakita pa? Langsung kasi obatnya biar dia cepet pergi
2. INFORMATIVE MODEL
- Dokter membagikan informasi
- Semua data yang tersedia diberikan secara bebas,
namun pilihannya diserahkan seluruhnya kepada
pasien.
- Tidak ada hubungan timbal balik, dokternya aja
terus ngomong.
- Tempatkan pasien dalam peran yang tidak realistis
dan biarkan dia merasa bahwa dokter itu dingin dan
tidak peduli.
- Dokter kasi info ke pasien, kalo pasien suka gak
apa2. kalo pasien orang yang pencemas, dikasi info
banyak-banyak dia jadi stress dan pusing. Sehingga
cara ini gak cocok
3. INTERPRETITIVE MODEL
- Dokter yang telah mengenal pasien mereka dengan lebih baik, memahami kehidupan,
keluarga, nilai, harapan, dan aspirasi mereka
- Mereka membuat keputusan dan berdiskusi dengan baik
- Dokter tidak membatalkan tanggung jawab untuk mengambil keputusan, namun
fleksibel, mau mempertimbangkan pertanyaan dan saran alternatif.
- Kalo nemu pasien model begini taruh di akhir aja soalnya di biasanya banyak nanya
jadi butuh banyak waktu
4. DELIBERATE MODEL
- Dokter berperilaku sebagai teman atau konselor
- Secara aktif menganjurkan tindakan tertentu
- Pendekatan yang disengaja biasanya digunakan oleh dokter, dengan harapan bisa
mengubah perilaku yang merugikan, misalnya
1. Mencoba membuat pasien mereka berhenti merokok
2. Atau menurunkan berat badan.
5. FRIENDSHIP MODEL
- Model ini umumnya dianggap disfungsional
- Bisa menimbulkan perilaku yang tidak etis
- Hal ini paling sering didorong oleh masalah
psikologis dokter yang mendasarinya
SGD KUA 3 (SERRAQUINON)
(Widya, Saka, Andika, Achmad, Putri, Koming, Cahya, Sinta, Pande, Raka, Alit, Florensa)
J. RAPPORT
SGD KUA 3 (SERRAQUINON)
(Widya, Saka, Andika, Achmad, Putri, Koming, Cahya, Sinta, Pande, Raka, Alit, Florensa)
Hubungan perasaan spontan dan sadar akan respon harmonis yang mendorong
pengembangan aliansi terapeutik yang konstruktif.
Hubungan yang menyiratkan pemahaman dan kepercayaan antara dokter dan pasien
Kebanyakan pasien mempercayai dokter mereka untuk menyimpan rahasia dan
kepercayaan diri ini tidak boleh dikhianati.
Hubungan yang efektif ditandai dengan hubungan baik.
L. EMPATI
Empati adalah cara untuk meningkatkan hubungan baik
Empati bukanlah kapasitas manusia universal
Kemampuan untuk memahami normal tentang perasaan orang lain tampaknya penting
bagi gangguan kepribadian tertentu, seperti gangguan kepribadian antisosial dan
narsisistik.
Empati tidak bisa diciptakan, tapi bisa terfokus dan diperdalam melalui latihan, observasi,
dan refleksi diri.
Ini terwujud dalam kerja klinis dengan berbagai cara.
M. GLOBAL FACT
Masalah kesehatan mental adalah salah satu penyebab utama penyakit dan kecacatan di
seluruh dunia
Meskipun solusi efektif untuk gangguan mental tersedia, hanya 20 sampai 30 persen
orang yang diidentifikasi dalam survei epidemiologi karena memiliki gangguan mental
karena kebutuhan mereka untuk perawatan terpenuhi
Problem kes mental menjadi fakor yang utaman, angka bunuh diri penyebab kematian no
4,5,6 tapi prediksi 10 tahun kedepan, n=bunuh diri menjadi data kematiana pasien no 1
Hanya 20-30-% yang menemukan layanan kesehata yang telah kita seiapkan, artinya
masih banyak yang loss
SGD KUA 3 (SERRAQUINON)
(Widya, Saka, Andika, Achmad, Putri, Koming, Cahya, Sinta, Pande, Raka, Alit, Florensa)
WHO memperkirakan bahwa account lebih lanjut menggunakan mental, neurologis, dan
zat gangguan selama 14% dari beban global penyakit. Tiga perempat dari beban ini
terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Yang diklaim plaing besar adalah lalu lintas, penyakit neuro juga udah banyak
Angka rata-rata nasional masalah kesehatan jiwa di Indonesia berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI memperlihatkan bahwa 0,46 %
atau sekitar 1 juta penduduk mengalami gangguan jiwa berat.
sedangkan prevalensi tertinggi untuk gangguan jiwa berat di Provinsi DKI Jakarta
(2,03%), terendah di Provinsi Maluku (0,09%). Prevalensi gangguan jiwa berat ini bisa
lebih tinggi, mengingat instrumen yang digunakan dalam penelitiian ini hanyal menjaring
gangguan jiwa berat yang ‘aktif’ sementara gangguan jiwa berat yang relatif mengisolasi
diri tidak terjaring.
SGD KUA 3 (SERRAQUINON)
(Widya, Saka, Andika, Achmad, Putri, Koming, Cahya, Sinta, Pande, Raka, Alit, Florensa)
Data yang menarik adalah yang di jakarta. Data kota besar gangguan jiwanya paling
banyak
Angka rata-rata nasional masalah kesehatan jiwa di Indonesia berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI memperlihatkan bahwa 11,6 %
atau sekitar 19 juta penduduk usia ≥15 tahun mengalami gangguan mental emosional,
Prevalensi tersebut bervariasi untuk setiap provinsi dan kabupaten/kota. Prevalensi
tertinggi untuk gangguan mental emosional di Provinsi Jawa Barat (20,0%), terendah di
Provinsi Kep.Riau (5,1%)
Apabila melihat kebutuhan populasi berdasarkan Riskesdas 2007, maka ada 19 juta orang
membutuhkan layanan kesehatan jiwa untuk mengatasi masalah-masalah mental
emosional mereka. Yang termasuk dalam kategori gangguan mental emosional adalah
depresi, dan berbagai bentuk kecemasan.
Ada 11,6 %kelompok yang depresi dan cemas