Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang bertujuan mewujudkan
tata kehidupan berbangsa dan bernegara yang adil, makmur, aman,
sejahtera, tentram dan tertib serta menjamin kedudukan hukum yang sama
bagi seluruh warga masyarakat Indonesia. Dengan demikian, negara harus
melakukan upaya pembangunan nasional di segala bidang secara
berkelanjutan dan merata di seluruh wilayah Indonesia agar tercapai secara
optimal.
Salah satu sektor penting dalam pembangunan nasional adalah
pajak. Penerimaan pajak di Indonesia sekitar 70% dari total penerimaan
negara. Penerimaan pajak, yang meliputi pemasukan pajak serta bea dan
cukai termasuk tulang punggung anggaran negara. Berbagai fasilitas
publik seperti pembangunan infrastruktur, biaya pendidikan, biaya
kesehatan, subsidi bahan bakar minyak (BBM), dan pembayaran para
pegawai negara semua dibiayai oleh pajak.
Beberapa upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka
meningkatkan penerimaan pajak antara lain dengan melakukan reformasi
pajak (tax reform). Reformasi perpajakan menurut Direktorat Jenderal
Keuangan (2012) merupakan proses panjang dan terus-menerus karena
harus mengubah cara pandang dan budaya kerja. Reformasi perpajakan
adalah tugas besar yang tidak dapat ditanggung oleh Ditjen Pajak sendiri,
tapi dibutuhkan dukungan dan partisipasi seluruh masyarakat. Reformasi
Pajak sudah membuahkan hasil, tidak mungkin peningkatan penerimaan
kalau tidak ada keberhasilan reformasi itu sendiri. Hasil reformasi
perpajakan pada akhirnya juga akan dinikmati oleh rakyat berupa
peningkatan kesejahteraan dan perbaikan layanan umum.

1
Dalam reformasi tahun 1983, terdapat perubahan sistem
pemungutan pajak yang sangat signifikan yaitu official assesment system
menjadi self assesment system. Pada sistem ini mewajibkan Wajib Pajak
(WP) untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan dan melaporkan
sendiri pajak terutang.
Wajib pajak berkewajiban untuk memenuhi kewajiban
perpajakannya, salah satunya kewajiban membayar pajak terutang.
Tingginya tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) maupun
Wajib Pajak (WP) Badan dalam menjalankan kewajiban pembayaran
tersebut tentu akan lebih menjamin efektifitas penerimaan pajak, tertib
pajak dan akan memberi kontribusi yang lebih besar dalam penerimaan
negara. Namun, ditemui masalah dimana pada saat pembayaran pajak di
bank, khususnya pembayaran pajak kurang bayar. Wajib Pajak (WP)
terlebih dahulu minta SSP (Surat Setoran Pajak) ke kantor pajak, setelah
itu ke bank untuk melakukan pembayaran, jika lebih dari jam 12, bank
sudah tidak menerima pembayaran lagi, data SSP diserahkan kepada
Teller Bank/Pos, lalu direkam, sehingga bukan hanya lama, tapi sering
terjadi kesalahan. Bahkan, tidak sedikit kesalahan data pembayaran pada
sistem MPN-1 adalah akibat salah input oleh Teller (survey independen
Kementerian Keuangan). Setelah itu Wajib Pajak (WP) kembali lagi ke
kantor pajak untuk pelaporan pajak. Wajib Pajak lama di Bank hanya
untuk membayar pajak dan masih menunggu teller untuk memasukkan
data (merekam) pembayaran pajak Wajib Pajak. Permasalahan lain yang
tidak kalah penting adalah bahwa isian di dalam SSP itu banyak sekali.
Ditambah lagi dengan referensi Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran
yang banyak sekali.
Namun pada saat ini, Wajib Pajak dapat lebih mudah dalam
pemenuhan kewajiban perpajakan dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas
elektronik yang telah disediakan Direktorat Jenderal Pajak.
Salah satu fasilitas tersebut adalah bagian dari sistem pembayaran
elektronik (Billing System). Billing Sistem telah diatur dalam Peraturan

2
Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-47/PJ/2011 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Uji Coba Penerapan Sistem Pembayaran Pajak secara
Elektronik ( Billing System ) dalam Sistem Modul Penerimaan Negara
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-19/PJ/2012, kemudian terdapat Peraturan terbaru dari
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/PJ/2014 tentang Sistem
Pembayaran Pajak secara Elektronik. Sistem pembayaran pajak secara
elektronik adalah bagian dari sistem Penerimaan Negara secara elektronik
yang diadministrasikan oleh Biller Direktorat Jenderal Pajak dan
menerapkan Billing System. Billing System adalah metode pembayaran
elektronik dengan menggunakan Kode Billing. E-billing merupakan salah
satu terobosan baru oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai sistem
pembayaran elektronik pajak terutang. (Peraturan Dirjen Pajak PER-
26/PJ/2014).
Dari masalah yang telah diuraikan diatas, penulis ingin mengetahui
bagaimana Prosedur Pembayaran dan Pelaporan Pajak Melalui e-billingdi
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo?

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis merumuskan masalah yaitu :
Bagaimana prosedur pembayaran dan pelaporan pajak melalui e-billing di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo ?

C. Tujuan Pengamatan
Tujuan penulis melakukan pengamatan :
1. Tujuan Operasional
Untuk mengetahui bagaimana prosedur pembayaran dan pelaporan pajak
melalui e-billing di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo.
2. Tujuan Fungsional
Hasil dari penulisan ini dapat mempermudah wajib pajak untuk
mengetahui bagaimana prosedur pembayaran dan pelaporan pajak

3
melalui e-billing di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo sebagai
lembaga penerapan e-billing.
3. Tujuan Individual
Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh sebutan Ahli
Madya pada Program Studi Diploma III Manajemen Administrasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Pengamatan
Manfaat pengamatan ini yaitu :
1. Dapat memperdalam pengetahuan tentang prosedur pembayaran dan
pelaporan pajak melalui e-billing, khususnya di Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Sukoharjo.
2. Hasil pengamatan diharapkan dapat memberikan konstribusi
pemikiran bagi peningkatan dan pengembangan ilmu pengetahuan di
bidang perpajakan, khususnya mengenai pembayaran dan pelaporan
pajak melalui e-billing di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo.

Anda mungkin juga menyukai