Anda di halaman 1dari 10

Penataan Ulang Regulasi

SDA dan Pemberantasan


Korupsi

Andri G. Wibisana
Outline
I. Relevansi Harmonisasi Peraturan:
Berangkat dari Persoalan
II. Beberapa Issue Penting:
A. Over-regulation
B. Regulatory Capture dan Private
Interests
C. Akuntabilitas dan Tranparansi
D. Perhatian Khusus pada Penegakan
Hukum
2
I. Relevansi Harmonisasi Peraturan: Berangkat
dari Persoalan
• Disharmonisasi:
• Muhajir, et al (Integritas, 2020), memberikan beberapa contoh
bagaimana disharmoni terjadi di antara produk legislasi:
• Penetapan Kawasan hutan dalam konteks RTRW
bertentangan dengan penetapan Kawasan hutan menurut UU
Kehutanan 1999
• Kewenangan mengurus mangrove yang ada berdasarkan tiga
undang-undang: UUKSDHE 1990, UU Pencegahan dan
Pemberantasan Kerusakan Hutan 2013, UU Kelautan 2014
• Penggunaan istilah yang berbeda untuk masyarakat adat,
yang berpotensi mempengaruhi perbedaan perlindungan dan
wilayah masyarakat adat.
• Menciptakan ketidakpastian hukum
• Peraturan yang tumpang tindih dapat menciptakan ruang yang lebih
besar bagi adanya diskresi
• Harmonisasi diperlukan pula dalam kaitannya dengan
pemberantasan korupsi
• Harmonisasi yang seperti apa?
• Peraturan harmonis yang tepat dalam kerangka pemberantasan
korupsi 3
• Apa tantangannya?
• Tantangan terbesar adalah political will.
• Anthony Ogus (2003): “In many jurisdictions, the colonial heritage
has meant that the power of the ruling elite, and of their supporting
bureaucracy, is linked to, and sometimes dominates, the legal
infrastructure. It is, therefore, naive to assume that there will be a
political will to achieve any radical changes to the system. As the
analysis of the corruption problems reveals, a policy of chipping
away at the margins may prove to be more effective.”
• Hubungan antara regulasi dan korupsi:
• Semakin banyak regulasi, semakin tinggi kemungkinan adanya
pelanggaran, semakin banyak kesempatan bagi penegak hukum
untuk melakukan pemerasan dan untuk memperoleh suap
(Benedetto)
• Regulasi yang semakin banyak juga meningkatkan kemungkinan
terjadi disharmoni peraturan

4
• Beberapa catatan dari Benedetto, perlu
diperhatikan:
• Pertama, yang dibutuhkan adalah fewer but better
quality rules
• Harmonisasi berguna untuk meningkatkan kualitas
peraturan
• Kedua, sanksi harus dipandang dalam kerangka
insentif dan disinsentif, sticks and carrots
• Sanksi semakin berat ketika keuntungan dari
pelanggaran semakin besar dan kemungkinan
pendeteksian pelanggaran semakin rendah
• Ketiga, regulasi dapat meningkatkan birokrasi,
monopoli kekuasaan, dan diskresi
• Semakin besar diskresi, semakin mudah untuk
terjadinya praktek menyimpang
5
II. Beberapa Issue Penting
A. Hiper-regulasi
• Muhajir dkk (2020) merujuk pada studi PSHK: Tidak kurang
12.471 regulasi yang dikeluarkan oleh institusi negara dalam
kurun waktu 2000-2015
• Solusi:
• Deregulasi
• Asumsinya: praktik koruptif seringkali muncul dari
regulasi, karena itu deregulasi akan menurunkan
tingkat korupsi
• Persoalannya, regulasi diperlukan sebagai intervensi
• terjadi kegagalan pasar seperti eksternalitas negatif
• Usulan untuk mengurangi regulasi (dan izin) dan
meningkatkan penegakan hukum mengasumsikan
adanya penegakan hukum yang baik. Jika penegakan
hukum rendah, deregulasi akan hanya berfungsi untuk
melegalkan yang selama ini dianggap sebagai
pelanggaran
• Regulasi dan Izin sebagai alat kontrol perlu
dipertahankan dan diperbaiki
6
B. Regulatory Capture dan Private Interests
• ‘as a rule regulation is acquired by the industry and
is designed and operated primarily for its benefit’
(Stigler)
• Regulasi selalu "about (degrees of) ‘capture’”
(Baldwin, dkk)
• Pihak yang akan terkena regulasi akan selalu
mendesakkan agenda pribadi mereka dengan ongkos
yang dibayar oleh orang lain (taxpayers)
• Interest group yang relatif solid dan terorganisir akan lebih
mudah menang dibandingkan dengan interest group yang
tercerai berai dan tidak terorganisir
• Regulasi/Izin sebagai alat untuk pendapatan (toll-booth)
• Negara atau pribadi birokrat (atau keduanya)
• Cerita tentang Amdal
• Tresya, Mayasari, dan Suhendra (Integritas, 2020) bahkan
mengusulkan “Moratorium pemberian izin baru di keempat
sektor [i.e., minerba, perkebunan, kehutanan, dan perikanan]
sampai KLHS dan rencana tata ruang, rencana pengelolaan SDA,
serta penataan izin selesai”
7
C. Akuntabilitas dan Transparansi
• Kontrol diperlukan untuk mencegah pelanggaran, tetapi
juga bisa merupakan sumber korupsi
• Praktik koruptif seringkali terjadi di ruang gelap, di mana korupsi
merupakan hasil kerja sama para pihak yang semuanya memiliki
insentif untuk merahasiakan perbuatannya (Bowles)
• Akuntabilitas melalu reason-giving: memaksa regulator
mempublikasikan kriteria untuk keputusan yang diambil,
pilihan-pilihan yang dipertimbangkan beserta
konsekuensinya, serta data dan bukti yang mendasari
keputusan
• Menurut Gardiner dan Lyman, transparansi akan
mengurangi kesempatan melakukan korpusi dengan
“procedures which make the process and content of
decision-making more visible”
• Transparansi akan memudahkan pendeteksian (dan
penghukuman) praktik koruptif
• Supreme Court Justice Louis Brandeis: ‘Sunlight is the best
disinfectant’
8
D. Perhatian Khusus pada Penegakkan Hukum
• Selain harmonisasi, Nagara et al. (Integritas, 2020)
mengusulkan:
• Adanya penguatan penegakan hukum yang akuntabel
• Semakin akuntabel, tingkat penegakan hukum SDA akan semakin
baik
• risk-based approach terhadap penegakan hukum
(Benedetto, juga Baldwin et al.):
• Memetakan area yang paling rawan terjadi pelanggaran
(misalnya kegiatan administrasi apa yang paling rawan
korupsi) dan memfokuskan pengawasan dan penegakan
hukum pada kasus-kasus di mana bukti pelanggaran
mungkin untuk didapatkan
• Alasan: pengawasan memakan biaya, sedang sumber daya
terbatas. Sehingga pengawasan ditujukan pada target
tertentu
• Nagara et al. mengusulkan agar penegakan hukum
difokuskan pada kejahatan skala besar (sambil menghindari
kriminalisasi terhadap masyarakat adat)
9
Terima kasih

10

Anda mungkin juga menyukai