Anda di halaman 1dari 4

Desa atau kelurahan telah memiliki perencanaan permukiman yang disusun berdasarkan aspirasi,

kebutuhan, dan cita-cita masyarakat untuk memperbaiki kondisi di lapangan. Inisiatif tersebut menjadi
rencana tata ruang pembangunan desa dan kelurahan yang lebih dikenal dengan sebutan Rencana
Penataan Lingkungan Permukiman (RPLP). Yang isinya, tak hanya berbicara soal perumahan dan sarana
prasarananya, namun meliputi beragam aspek yang berpengaruh dan berkontribusi pada persoalan
kumuh di perumahan maupun kawasan permukiman. Bisa disebut kemudian, RPLP desa atau kelurahan
sudah mencakup aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan (SEL).

Bila mau dianalisa, aspek sosial dan ekonomi selalu terabaikan saat RPLP dibahas sejak 2016. Padahal,
kedua hal tersebut yang tertinggal tadi amat penting dalam rangka perwujudan penanganan kumuh
dengan prinsip yang komprehensif.

Pengkajian aspek sosial dan ekonomi sebenarnya dapat dilakukan melalui pendekatan Livelihood
(Penghidupan Masyarakat). Livelihood adalah metode pendekatan dalam pemberdayaan ekonomi lokal
untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas penghidupan Masyarakat Berpenghasilan Rendah
(MBR) di kawasan permukiman kumuh.
Fokus mendongkrak kapasitas dan akses ekonomi MBR bisa dicapai dengan strategi pengembangan
kelembagaan (Panca Sutra) dan kegiatan usaha KSM di tingkat komunitas. Misalnya dengan strategi
perluasan akses pembiayaan melalui pengembangan layanan finansial mikro Unit Pengelolaan Keuangan
(UPK) Lembaga Keswadayaan Masyarakat di tingkat komunitas. Sayangnya memang, baru sebagian kecil
KSM Pengembangan Penghidupan Berbasis Masyarakat (P2BM) yang konsisten menjalani Panca Sutra
dan usahanya.

Tujuan pendekatan tersebut adalah mendukung peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh yang
berkelanjutan. Dengan kata lain, peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh berkelanjutan
(Sustainable Slum Upgrading) perlu dukungan kegiatan peningkatan penghidupan masyarakat
(Sustainable Livelihood). Atau dapat dikatakan pula, upaya pencegahan dan peningkatan kualitas
permukiman kumuh perlu dukungan penyediaan infrastruktur dan kegiatan peningkatan penghidupan
masyarakat. Yang di antaranya, dengan meningkatkan penghasilan MBR sebagai masyarakat yang rentan
dan umum mendiami kawasan permukiman kumuh.

Analisis Pentagonal Aset dalam Pendekatan Livelihood

Pengkajian livelihood dalam dokumen RPLP tingkat desa/kelurahan dapat berawal dari identifikasi  dan
analisis jumlah dan karakteristik MBR serta identifikasi dan analisis Pentagonal Aset yang dimiliki
desa/kelurahan maupun MBR.  Selanjutnya, dapat dirumuskan konsep dan strategi pengembangan
livelihood berdasarkan identifikasi sebelumnya. Dari konsep dan strategi pengembangan livelihood
itulah kemudian dirumuskan rencana aksi kegiatan livelihood serta sumber pendanaan untuk
menguatkan potensi atau kapasitas MBS dalam kurun waktu perencanaan.

MBR dalam jumlah cukup besar pada suatu wilayah cenderung menimbulkan dampak negatif pada
lingkungan permukiman. Misalnya, mencerminkan lingkungan permukiman tidak layak, tidak teratur,
hingga menimbulkan kesan kumuh. Dan membahas tentang perumahan MBR bahkan permukiman MBR,
potret yang terbayang dan muncul di benak biasanya adalah permukiman yang padat, kacau balau tidak
teratur, kotor, merusak atau menodai citra kota.
Untuk itu perlu adanya peningkatan penghidupan atau pendapatan MBR untuk mendukung pencegahan
dan peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh. Dengan meningkatnya penghidupan MBR di
kawasan permukiman kumuh, diharapkan mereka dapat mengadakan sarana dan prasarana
permukiman secara mandiri, dan yang setidaknya sesuai atau memenuhi standar teknis.
Pentagonal aset menjadi prinsip dasar pengelolaan sumber penghidupan. Indentifikasi Pentagonal Aset
mencakup Sumber Daya Manusia, Sumber Daya Alam, Sumber Daya Keuangan, Sumber Daya Sosial, dan
Sumber Daya Infrastruktur. Dengan mengidentifikasi Pentagonal Aset ini dapat diketahui kekuatan,
kelemahan, ancaman, dan peluangnya. Pentagonal aset ini juga sebagai instrumen penyadaran yang
dapat merevolusi mental masyarakat bila intens disampaikan ke komunitas atau individu. Dan
masyarakat setempat akan mengetahui secara persis keadaan dirinya dan aset atau sumber daya yang
dimilikinya.

Harapannya, kegiatan infrastruktur atau 7 indikator mampu berimplikasi pada kualitas kehidupan dan
penghidupan masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah. Pembangunan yang dilakukan
tak semata-mata hanya untuk menuntaskan persoalan infrastruktur, tetapi berdampak pada
keberlangsungan hidup masyarakat. [Jatim]

Penulis: Eka Putri Anugrahing Widi, Fasilitator Urban Planer Kabupaten Nganjuk, OSP Kotaku Provinsi
Jawa Timur

Editor: Epn

Anda mungkin juga menyukai