Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1639), armada kekuatan Aceh
telah disiapkan untuk menyerang kedudukan Portugis di Malaka. Saat itu Aceh telah memiliki
armada laut yang mampu mengangkut 800 prajurit. Pada tahun 1629, Aceh mencoba
menaklukkan Portugis. Penyerangan yang dilakukan Aceh ini belum berhasil mendapat
kemenangan. Namun , Aceh masih tetap meneruskan perjuangan melawan Portugis.
Masalah yang khusus yaitu Belanda membuat jalan di Tegalrejo yang melalui makam
leluhur Dipenogoro tanpa izin terlebih dahulu.
Perlawanan Diponegoro mendapat dukungan dari Kyai Maja, Sentot Prawiro Direjo,
dan pangeran Mangku Bumi. Dalam perang,Dipenogoro melakukan siasat Perang
Gerilya, sehingga Belanda kewalahan dalam menghadapinya. Belanda mengangkat Jendral De
Koock untuk menghadapi Diponogoro dengan siasat Benteng Stelsel,artinya setiap daerah yang
dikuasainya segera dibangun benteng,kemudian antara benteng yang satu dengan yang lainnya
dihubungkan jalan untuk gerak cepat pasukan. Diponegoro ditangkap dalam perundingan dan di
asingkan ke Batavia, kemudian ke Manado dan akhirnya ke Makassar sampai meninggal
dunia pada 8 Januari 1855.
4. Perang Jagaraga.
Pada tahun 1844, kapal Belanda terdampar di Pantai Buleleng. Sesuai dengan hukum
Tawan Karang, kapal itu disita oleh kerajaan Buleleng. Tetapi Belanda menuntut agar kapal itu
dikembalikan dan seluruh kerajaan di Bali tunduk kepada Belanda. Tetapi Raja Beleleng
menolaknya, sehingga pada tahun 1846, Belanda mendaratkan 1700 pasukan dan terjadilah
pertempuran di Buleleng. Kerajaan Buleleng dipimpin oleh Patihnya, Gusti Ktut Jelantik.
Namun pertempuran itu gagal yang kekalahan itu dianggap sebagai tunduknya semua kerajaan
di Bali terhadap Belanda.
Akhirnya Raja dan Patih Buleleng bersatu dengan kerajaan lain seperti Karangasem,
Klungkung, Mengwi, dan Bandung sepakat untuk menyerang pos-pos Belanda yang dipimpin
Gusti Ktut Jelantik. Sehingga pada tahun 1848 belanda mengirim pasukan 2300 orang. Belanda
mengancam dan menuntut raja-raja di Bali. Namun, tuntutan itu tidak dihiraukan oleh raja dan
rakyat Bali. Sehingga pada tahun 1849, pihak Belanda kembali mengirim pasukan yang lebih
banyak,sekitar 5000 serdadu ke Bali. Selanjutnya, berkobarlah pertempuran sengit yang dikenal
sebagai Perang Jagaraga (Perang Puputan) atau perang hingga seluruh pasukan Bali gugur.
Benteng Jagaraga akhirnya dapat diduduki Belanda. Maka pada tahun 1849 semua kerajaan di
Bali sudah berada di bawah kekuasaan Belanda.
5. Perang Banjar (1859-1863).
Pada tahun 1859 terjadi Perang Banjar. Perang itu timbul, karena :
a. Dhaerah kekuasaan Belanda di Kalimantan Selatan semakin diperluas,dan dhaerah kerajaan
makin dipersempit oleh Belanda.
b. Rakyat hidup menderita karena beban pajak dan kewajiban kerja paksa.
c. Pemerintah Belanda melakukan intervensi dalam urusan Kerajaan banjar.
Pada tahun 1857 terjadi konflik internal dalam pergantian raja. Belanda menunjuk
Pangeran Tamjidillah sebagai sultan, yang tidak dikehendaki rakyat. Penangkapan Pangeran
Prabu Anom dan pengambilalihan Kesultanan banjar oleh Belanda pada tahun 1859, yang
menimbulkan kekecewaan mendalam bagi kaum bangsawan dan rakyat, sehingga muncullah
Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayat memimpin perlawanan.
Pada bulan April tahun 1859, pasukan Banjar menyerang pos-pos Belanda, seperti di
Martapura, sekitar sungai Barito, dan di Tabanio. Bahkan pasukan Pangeran Hidayat yang
dipimpin Tumenggung Surapati berhasil membakar dan menenggelamkan kapal Onrust milik
Belanda. Sehingga pada tanggal 11 Juni 1860, Belanda secara resmi menghapus kesultanan
Banjar dan Banjar diperintah oleh seorang penguasa Hindia Belanda.
Pangeran Antasari terus berjuang memimpin perlawanan, walaupun Kyai Damang
Leman menyerah dan Pangeran Hidayatullah tertangkap dan dibuang ke Cianjur. Bahkan ia
diangkat oleh rakyat menjadi pemimpin tertinggi agama dengan gelar Panembahan Amirudin
Khalifatul Mukminin pada tanggal 14 maret 1862. Ia dibantu para pemimpin yang lalin, seperti
Pangeran Miradipa, Tumenggung Surapati dan Gusti Umah untuk memutuskan pertahanan di
Hulu Taweh. Perlawanan Antasari berakhir sampai ia meninggal pada 11 oktober 1862, yang
kemudian perlawanannya dilanjutkan putranya, yaitu pangeran Muhamad Seman.
6. Perlawanan Rakyat Aceh (1873-1912).
Pertempuran ini dilatar belakangi karena :
ü Aceh merupakan pusat perdagangan, sehingga Aceh banyakmenghasilkan lada dan tambang
serta hasil hutan. Oeh karena itu Belanda berambisi untuk mendudukinya.
ü Aceh semakin terancam dengan adanya Traktat Sumatera, yang berisi pemberian kebebasan bagi
Belanda untuk memperluas daerah kekuasaan di Sumatera, termasuk Aceh.
ü Aceh berusaha untuk memperkuat diri dengan mengadakan hubungan dengan Turki,
Konsul Italia, dan Konsul Amerika Serikat di Singapura.
ü Belanda khawatir, pada 26 Maret 1873 memaklumkan perang kepada Aceh.
ü Strategi Belanda untuk mengalahkan Aceh:
1. Menghancurkan seluruh ulama dan pemimpin dari pusat kegiatan.
2. Membentuk pasukan gerak cepat.
3. Semua pemimpin dan ulama yang tertangkap harus menandatangani perjanjian.
Pada 8 April 1873, Belanda menguasai masjid Raya Aceh, banyak mengundang para
tokoh dan rakyat untuk bergabung berjuang melawan Belanda, diantaranya Imam lueng Bata,
Cut Banta, Tengku Cik Ditiro, Teuku Umar, dan istrinya Cut Nyak Dien. Pada tahun 1874,
Belanda berhasil menduduki istana kesultanan. Karena wilayah Aceh sangat kuat dalam
militernya, maka Belanda malakukan politik Devide Et Impera (memecah belah dan
menguasai). Pada bulan Agustus 1893, Teuku Umar menyatakan tunduk kepada Belanda tanpa
sebab, tetapi ia keluar dari Belanda pada 30 Maret 1896, dikarenakan keluarganya. Militer Aceh
berencana melakukan penyerbuan Terhadap Belanda, namun kekuatan militer Aceh masih
belum cukup kuat untuk melawan, sehingga Teuku Umar, dan Panglima Polim terpaksa mundur
dari peperangan.
Pada 11 Februari 1899, Teuku Umar gugur karena terkena peluru ketika ia bersama
pasukannya bersiap untuk pengepungan di Meulaboh, sehingga perjuangannya dilanjutkan oleh
Cut Nyak Dien, dan mereka terus melakukan gerilya. Akhirnya Cut Nyak Dien berhasil
ditangkap dan dibuang ke Sumedang, serta meninggal pada 6 November 1905.
Panglima Polim dan Sultan Daudsah dipaksa menyerah ketika Belanda bertingkah licik
dengan menculik anggota-anggota keluarganya.
Pada 1904, Sultan Aceh dipaksa untuk menandatangani plakat pendek yang isinya:
1. Aceh mengakui kedaulatan Belanda atas daerahnya.
2. Aceh tidak diperbolehkan berhubungan dengan bangsa lain selain Belanda.
3. Aceh menaati perintah dan peraturan Belanda.
Dengan adanya plakat tersebut, maka Belanda semakin mudah menguasai seluruh
wilayah Aceh.