Anda di halaman 1dari 5

Nama: Suci Risanti Rahmadania

NPM: 1806210230
UTS Darurat Corona Puisi

Pendahuluan

Puisi merupakan suatu ungkapan atau ekspresi seorang pengarang menggunakan kata
– kata yang “indah”. Secara umum, pengertian puisi merupakan suatu karya sastra yang
berasal dari ungkapan atau curahan hati penyair. Karya sastra ini dibuat berdasarkan
ungkapan perasaan penyair. Puisi sebagai karya seni yang puitis. Kata-kata puitis sudah
mengandung nilai keindahan yang khusus untuk puisi. Sifat yang disebut puitis, sukar
didefinisikan. Hanya saja, dalam karya sastra sesuatu dikatakan puitis apabila
membangkitkan perasaan, menarik perhatian, menimbulkan tanggapan yang jelas. Secara
umum, bila menimbulkan keharuan disebut puitis (Pradopo, 2009:13). Altenbernd (dalam
Pradopo, 2009:13) berpendapat bahwa kepuitisan didapat dengan berbagai macam cara
misalnya dengan bentuk visual: tipografi, susunan bait; dengan bunyi; persajakan, asonansi,
aliterasi, kiasan bunyi, lambang rasa, dan orkestrasi; dengan pemilihan kata (diksi), bahasa
kiasan, sarana retorika, unsur-unsur ketatabahasaan, gaya bahasa, dan sebagainya. Dalam
mencapai kepuitisan, penyair mempergunakan banyak cara sekaligus, secara bersamaan
untuk mendapatkan efek puitis sebanyak-banyaknya.

Di dalam puisi terdapat dua jenis, yaitu puisi terikat dan puisi bebas. Puisi terikat
merupakan jenis puisi yang mengacu pada aturan-aturan tertentu. Aturan-aturan tersebut,
seperti jumlah kata dalam satu baris, jumlah baris dalam satu bait, rima, dan irama. Contoh
dari puisi terikat, yaitu pantun, syair, dan sonata yang memiliki bentuk tetap. Puisi terikat
identik dengan puisi lama. Puisi bebas merupakan puisi yang tidak terikat oleh aturan-aturan
tertentu seperti rima, jumlah baris dalam bait, jumlah bait, atau jumlah suku kata (Setiawan,
KBBI Luring, 2010-2013). Dalam puisi bebas, penyair mengungkapkan puisinya dengan
tidak memperhatikan pola-pola dalam membangun puisi, seperti jumlah baris, bait, kata,
rima, ataupun irama.

Bentuk yang terdapat di dalam puisi, yaitu puisi lama, puisi kontemporer dan puisi
baru. Selain itu, puisi juga memiliki unsur intrinsic dan ekstrinsik. Puisi juga memiliki gaya
bahasa yang berbeda di setiap puisi. Setiap pengarang ataupun penyair, memiliki gaya bahasa
sendiri tergantung dari sifat dan kreatifan seorang pengarang ataupun penyair. Gaya bahasa
merupakan salah satu unsur puisi yang penting dalam penciptaan puisi yang mengalir dari
pencipta puisi tersebut. Untuk mengulas puisi dapat mengulas dari bentuknya, isinya, maupun
gaya bahasanya. Berikut merupakan puisi yang akan digunakan sebagai ulasan puisi.

Ulasan Puisi “Sungai” Karya Sanoesi Pane

Sanoesi Pane

SUNGAI

Waktu masih muda dewasa,


Nyala gembira masih di kandung,
Sungai mengalir gagah perkasa,
Gegap gempita di celah gunung.

Sampai di bawah di tanah datar


Ia berjalan lambat-lambat.
Telah lebar sekarang dasar,
Megah hati terhambat-hambat.

Makin lama aliran lunglai,


Bertambah lembut jadi suara,
Sehingga tenang dalam muara

Gagah perkasa diganti damai.


Ke dalam laut masuk sekarang,
Sebagai burung masuk ke sarang

Kita tahu bahwa sungai merupakan air mengalir yang tidak ada hentinya. Kita juga
tahu bahwa sungai merupakan sumber air yang ada secara alamiah mengalir dari daerah
dataran tinggi ke daerah dengan tempat yang lebih rendah dan bermuara menuju danau atau
sungai yang lebih besar. Sungai memiliki air yang sangat jernih. Oleh karena ciri-cirinya
yang demikian, “sungai” digambarkan sebagai lambang kehidupan seseorang dari kecil
sampai dewasa. Mengapa demikian? karena sungai bergerak dari ujung dan berakhir di lautan
atau sungai yang lebih besar. Sama seperti kehidupan manusia, yaitu saat dia lahir hingga dia
berakhir dengan akhir hidupnya, yaitu meninggal. Namun, untuk ulasan ini saya
mengungkapkan isi dari puisi ini. Puisi yang berjudul “sungai” karya Sanoesi Pane ini
menceritakan tentang kehidupan seseorang dari awal hingga akhir, yaitu dari saat dia bayi
hingga meninggal. Kehidupan seseorang digambarkan oleh Sanoesi Pane lewat aliran sungai
dari hulu ke hilir dan berakhir di laut. Dituliskan pada bait pertama, bahwa apabila hidup
masih muda digambarkan dengan aliran sungai yang gagah perkasa. Memang kita dapat
menyatakan bahwa kehidupan anak muda dipenuhi atau diisi dengan sifat menang sendiri dan
merasa dirinya adalah orang yang paling gagah atau dewasa. Itulah gambaran anak muda
dalam puisi yang dinyatakan sudah dewasa. Di dalam puisi tidak hanya dikatakan muda saja,
tetapi juga ada kata dewasa yang menandakan seseorang tersebut sudah dapat berpikir dan
dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Hal tersebut dapat dilihat pada
bait pertama di bawah ini.

Waktu masih muda dewasa,

               Nyala gembira masih dikandung,

Sungai mengalir gagah perkasa,

               Gegap gempita di celah gunung.

Namun pada bait kedua, memiliki hal yang bertolak belakang pada bait pertama. Pada larik
pertama bait kedua, dituliskan kalimat sampai di bawah tanah datar . kalimat tersebut
diartikan bahwa manusia sudah meninggal. Meninggal yang berada di bawah tanah atau
dikubur. Pada larik kedua juga , dijelaskan tentang yang akan dialami seseorang sebelum
berada di bawah tanah datar atau dikubur. Di tuliskan bahwa ia berjalan lambat-lambat.  Hal
itu diartikan bahwa kehidupan manusia sudah memasuki akhir hayatnya dan kehidupannya
akan semakin melambat. Banyak orang yang sudah tua mempunyai penyakit dan tak kunjung
mati. Mereka menginginkan agar mereka cepat mati dan tidak merasakan penderitaan yang
terlalu lama. Akan tetapi, mereka masih tetap hidup sampai saatnya tiba. Inilah yang mungkin
dimaksud dengan lambat-lambat. Kemudian pada larik selanjutnya dituliskan telah lebar
sekarang dasar  yang diartikan telah terbuka lebar kehidupan selanjutnya di alam barzark
yang kekal. Kemudian kalimat Megah hati terhambat-hambat dapat diartikan bahwa dalam
kehidupan kesombongan yang telah ditanam sejak masa keemasannya atau kebahagiaannya
kini telah ada pada jurang kehancuran. 

Sampai di bawah tanah datar

                 Ia berjalan lambat-lambat

Telah lebar sekarang dasar,

                 Megah hati terhambat-hambat.

Seperti pada bait ketiga dan keempat. Kata-kata yang dipuisikan oleh Sanoesi Pane bila
diartikan secara morfemis dapat dipahami dengan mudah. Namun disisi lain apabila kata-kata
tersebut diartikan dalam bentuk frasa, maka akan dijumpai kata-kata yang sedikit sulit untuk
dipahami. Seperti aliran langlai, bertambah lembut jadi muara. Kata-kata atau larik yang
tersaji pada bait ketiga ini mengandung pemaknaan yang tersirat. Semua menandakan sebuah
akhir atau sebuah masa peredam.  Kata-kata kunci yang menadakan sebuah perubahan
tersebut antara lain langlai, lembut, tenang, dan damai. Kutipannya sebagai berikut ini:

Makin lama aliran langlai,

                 Bertambah lembut jadi suara,

                 Sehingga tenang dalam muara

Gagah perkasa diganti damai.

                 Ke dalam laut masuk sekarang,

Sebagai burung masuk ke sarang.

Dari kutipan di atas dapat di artikan bahwa kehidupan seseorang sudah mencapai batas akhir
hidupnya. Kehidupan yang awalnya gagah pada masa muda diganti menjadi damai atau
kematian. Ke dalam laut masuk sekarang diartikan sebagai kehidupan manusia yang sudah
mati memasuki kehidupan yang kekal selamanya.
Referensi
(t.thn.). Diambil kembali dari ujiansma.com: http://ujiansma.com/bentuk-bentuk-puisi-serta-
ciri-cirinya

(t.thn.). Diambil kembali dari RomaDecade: https://www.romadecade.org/pengertian-puisi/

H, M. (2019, november 2). Diambil kembali dari salamadian.com:


https://salamadian.com/pengertian-puisi/

Anda mungkin juga menyukai