BIDANG INDUSTRI
DI
LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA
ROOSTYAN EFFENDIE
PERIODE 01 – 31 MARET 2021
DISUSUN OLEH :
i
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar
Apoteker pada Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Muhammadiyah Prof.DR.HAMKA
Disetujui Oleh:
ACC
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa
melimpahkan berkat dan karunia-Nya yang tak terhingga, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Industri Lembaga
Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie. Laporan ini merupakan salah satu syarat
guna memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Profesi Apoteker di Universitas
Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA. Penulis menyadari banyak hambatan yang dialami
selama penyusunan laporan PKPA ini, namun dengan bantuan dan bimbingan, baik berupa
saran maupun dorongan moril dari berbagai pihak laporan ini dapat diselesaikan dengan
baik.
Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada:
1. Kolonel Kes. Dr. Drs. Yuli Subiakto, M.Si., Apt selaku Kepala Lembaga Farmasi
Angkatan Udara Roostyan Effendie.
2. Mayor Kes. Dani Belami, M.Si., Apt selaku pembimbing lapangan di Lembaga
Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie.
3. Bapak Dr. apt. Hadi Sunaryo, M.Si, selaku Dekan Fakultas Farmasi dan Sains
Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA.
4. Ibu Dr. apt. Siska, M.Si, selaku Ketua Program Studi Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA.
5. Bapak Drs. apt. Inding Gusmayadi, M.Si, selaku Pembimbing dari Fakultas Farmasi
dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA.
6. Seluruh personel Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie.
7. Rekan-rekan mahasiswa Praktek Kerja Profesi Apoteker dan Praktek Kerja
Lapangan yang telah bersama-sama berjuang menyelesaikan PKL dan PKPA.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini belum seutuhnya sempurna maka
saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Penyusun berharap ilmu dan
pengalaman yang didapatkan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat berguna
pada saat menjalankan profesi sebagai Apoteker di lingkungan masyarakat dan semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Jakarta, April 2021
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
Hlm.
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker 2
BAB II. TINJAUAN KHUSUS INDUSTRI LEMBAGA FARMASI
ANGKATAN (LAFIAU) UDARA ROOTSYAN EFFENDIE 3
A. Sejarah dan Perkembangan LAFIAU 3
B. Moto, Visi, Misi dan Struktur Organisasi 5
1. Moto LAFIAU Rootsyan Effendie 5
2. Visi LAFIAU Rootsyan Effendie 5
3. Misi LAFIAU Rootsyan Effendie 6
4. OrganisasiLAFIAU Rootsyan Effendie 6
C. Kegiatan di Industri
1. Sarana dan Prasarana 14
2. Gudang Pusat Farmasi 15
3. Produksi 15
4. Penelitian dan Pengembangan 18
5. Pengawasan Mutu 18
6. Pemastian Mutu 19
7. Produk LAFIAU 19
8. Layout Pabrik 20
BAB IV. KEGIATAN HARIAN DAN PEMBAHASAN 22
A. Kegiatan Harian PKPA 22
B. Pembahasan 23
1. Produksi 25
2. Pemastian Mutu (Pemastu) 26
3. Pengawasan Mutu (Pewastu)
28
4. PPIC 32
5. Gudang 33
6. Penelitian dan Pengembangan (Litbang) 35
7. Sarana Pendukung 36
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN 52
A. Simpulan 52
B. Saran 52
DAFTAR PUSTAKA 53
LAMPIRAN 54
iv
DAFTAR TABEL
Hlm.
Tabel 1. Kegiatan Harian Praktek Kerja Profesi Apoteker di Lafiau 28
Tabel 2. Perbedaan CPOB 2012 dan 2018 30
Tabel 3. Bagian-bagian Sistem Tata Udara HVAC 45
Tabel 4. Klasifikasi Kebersihan Berdasarkan Ruangan 47
Tabel 5. Persyaratan Kualitas Limbah 51
Tabel 2. Kelas Kualitas Udara 52
v
DAFTAR GAMBAR
Hlm.
Gambar 1. Layout Pabrik 27
Gambar 2. Struktur Personel QC 33
Gambar 3. Struktur Organisasi BAGJANG 40
Gambar 4. Peralatan BAGJANG 41
Gambar 5. Sistem HVAC Kelas C 42
Gambar 6. Sistem HVAC Kelas D/E 43
Gambar 7. Sistem HVAC LAFI AU 43
Gambar 8. Susunan HVAC secara Horizontal 44
Gambar 9. Alur Sistem Resirkulasi 46
Gambar 10. Sistem pengolahan Limbah Cair di LAFI-AU 51
Gambar 11. Ilustrasi Sistem Udara Bertekanan di LAFI-AU 52
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Hlm.
Lampiran 1. Struktur Organisasi LAFI AU 54
Lampiran 2. Alur Kegiatan Produksi 55
Lampiran 3. Pengolahan Limbah 56
Lampiran 4. Alur Proses Purified Water (PW) 57
Lampiran 5. Kartu Karantina, Diluluskan, dan Ditolak 58
Lampiran 6. Alur Proses Pengadaan Barang 59
Lampiran 7. Contoh Produk LAFIAU 60
vii
BAB I
PENDAHULU
AN
A. Latar Belakang
Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian
menjelaskan bahwa Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi berupa industri farmasi obat,
industri bahan baku obat, industri obat tradisional, pabrik kosmetika dan pabrik lain
memerlukan tenaga kefarmasian untuk menjalankan tugas dan fungsi produksi dan
pengawasan mutu. Tenaga kefamasian melakukan pekerjaan kefarmasian meliputi
pengadaan sediaan farmasi, produksi sediaan farmasi, distribusi atau penyaluran
sediaan farmasi dan pelayanan sediaan farmasi. Industri farmasi adalah badan usaha
yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan
obat atau bahan obat. Pembuatan obat meliputi seluruh tahapan kegiatan dalam
menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas,
produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat
untuk didistribusikan (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1799, 2010).
8
Apoteker memiliki peranan penting dalam kinerja industri farmasi terutama
dalam pelaksanaan keseluruhan kegiatan, pengembangan produk dan menjamin
penerapan CPOB demi menghasilkan obat yang berkualitas serta sesuai dengan
persyaratan yang telah ditetapkan sehingga Apoteker dituntut untuk memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam memenuhi tanggung jawab tersebut. Salah satu
cara untuk memberikan pengetahuan dan pengalaman kepada calon Apoteker tentang
ruang lingkup industri farmasi yaitu melalui kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker
dengan harapan calon Apoteker dapat menerapkan ilmu dan pengalaman yang
diperoleh saat PKPA ke dalam dunia kerja.
Lembaga Farmasi Angkatan Udara (Lafiau) Drs. Roostyan Effendie, Apt.,
merupakan lembaga farmasi milik Negara Indonesia yang berperan dalam
menciptakan kemandirian dalam hal pengadaan obat–obatan dan alat kesehatan
dengan mutu, khasiat serta keamanan yang terjamin, diperuntukkan prajurit dan PNS
TNI AU beserta keluarganya. Lafiau berupaya untuk menerapkan prinsip–prinsip
CPOB yang berfungsi untuk menjamin produk yang dihasilkan memenuhi standar
mutu. Program Studi Profesi Apoteker Universitas Muhammadiyah Pr
of. DR. Hamka dalam upaya mewujudkan lahirnya mahasiswa/i yang kompeten
dalam pekerjaan kefarmasian di industri farmasi, telah bekerja sama dengan LAFIAU
dalam kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker selama kurang lebih 1 bulan yang
dilaksanakan mulai tanggal 1 Maret sampai dengan 31 Maret 2021 untuk dapat
melihat dan ikut langsung dalam kegiatan produksi obat di lingkungan industri
farmasi.
9
BAB II
TINJAUAN INDUSTRI
10
dengan persyaratan teknis farmasi yang berlaku pada saat itu. Tanggal 16 Agustus 1965,
unit produksi obat diresmikan oleh Deputi Menteri Bidang Logistik dan selanjutnya
tanggal inilah kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Lembaga Farmasi Angkatan Udara.
Depot Materiil diubah menjadi Pusat Perbekalan Kesehatan di bawah
kepemimpinan Drs. Roostyan Effendie. Berdasarkan keputusan Panglima Angkatan
Udara No. 5 tanggal 5 Februari 1968, Pusat Perbekalan Kesehatan (Puskalkes)
kemudian dikembangkan menjadi 2 unit satuan yang masing-masing berdiri sendiri,
yaitu Puskalkes dan Pusat Produksi Kesehatan (Pusprodkes) dengan pimpinan Kapten
Udara Drs. Soekarsono, Apt. Puskalkes memiliki tugas melaksanakan penerimaan,
penyimpanan, penyaluran alat kesehatan, obat-obatan, bahan baku dan embalage. Tahun
1971, Puskalkes mengalami perubahan nama menjadi Kalpuskes dengan tugas dan
fungsi yang sama di bawah pimpinan rangkap oleh Mayor Far Drs. Soekarsono, Apt.,
sedangkan Pusprodkes berubah menjadi Produksi Kesehatan (Prodkes).
Pada bulan April 1974, terjadi serah terima dua jabatan sekaligus yaitu Puskalkes
dijabat oleh Mayor DK Drs. Poedjiadi Soemadimedjo dan Kapten Far Drs. Beatus
Gunawan, Apt., sebagai Kaprodkes. Sesuai dengan KepMenhankam/Pangab, Prodkes
ditetapkan sebagai Badan atau Lembaga Kesehatan yang dapat digunakan bersama oleh
ketiga Angkatan dan POLRI yang dapat disebut dengan “Integrated Use”. Tahun 1977
Kalpuskes mengalami perubahan menjadi Depo Perbekalan Kesehatan (Pobekkes) di
bawah pimpinan tetap Mayor DK Drs. Poedjiadi Soemadimedjo, sedangkan Prodkes
berubah menjadi Lembaga Farmasi Angkatan Udara di bawah pimpinan Mayor Far Drs.
Sartono, Apt., yang memiliki tugas melaksanakan produksi, serta pengujian terhadap
bahan baku, produk antara, produk ruahan sampai produk jadi. Tahun 1981 dan 1982,
Lembaga Farmasi Angkatan Udara dipercaya melaksanakan pemeriksaan terhadap
ransum tempur ABRI dalam rangka Latihan gabungan dan Hari Ulang Tahun Angkatan
Bersenjata Repulik Indonesia (HUT ABRI).
Lembaga Farmasi Angkatan Udara dan Pobekkes digabung menjadi depo
pembekalan kesehatan TNI Angkatan Udara disingkat Pobekkesau pada tahun 1985
yang kemudian dilakukan renovasi fasilitas bangunan produksi secara bertahap dalam
rangka memenuhi standar CPOB. Fasilitas yang direnovasi antara lain bangunan
produksi non beta laktam, beta laktam, sefalosporin dan laboratorium, gudang
penyimpanan, bahan baku dan bahan jadi, ruang sampling. Hasil dari pemikiran dan
keberanian Drs. Roostyan Effendie, Apt. untuk memulai produksi obat-obatan sesuai
dengan ketentuan farmasi telah memberikan dorongan dan semangat bagi generasi
11
berikutnya sehingga terbentuk Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) seperti
sekarang ini.
Sebagai bentuk penghargaan jasa beliau di masa lalu dan sesuai dengan keputusan
Kasau No. Kep/VII/2007 tanggal 31 Juli 2007 maka pada hari Kamis 1 November 2007
diresmikan nama Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt., dan
tanggal 16 Agustus 1965 ditetapkan sebagai hari jadi LAFIAU. Pada tahun 2019,
LAFIAU dipimpin oleh Kolonel Kes Dr. Drs. Yuli Subiakto, M.Si., Apt., yang dalam
pengambilan kebijaksanaannya tetap berpedoman kepada kebijakan para pendahulunya.
Fasilitas produksi yang tersedia yaitu gedung produksi non betalaktam, gedung
produksi betalaktam, dan gedung produksi sefalosporin berikut sarana penunjangnya,
maka dilakukan pemenuhan persyaratan sertifikat CPOB produk tersebut. LAFIAU
berpedoman pada standar CPOB, LAFIAU juga mendapatkan pengakuan dari
pemerintah, terbukti dengan perolehan sertifikat CPOB dari BPOM RI, yang secara
bertahap diberikan, pada tahun 1996, 5 sertifikat, tahun 1999 ditambahkan 7 dan tahun
2005 sebanyak 3 sertifikat. Total sertifikat sebanyak 15 sertifikat CPOB. Tanggal 25
November 2005, BPOM RI mengeluarkan 3 dari 4 sertifikat yang diajukan, yaitu
sediaan tablet, kapsul dan sirup kering antibiotika sefalosporin, kemudian pada tahun
2017 diperoleh sertifikat untuk tablet, kapsul keras dan serbuk oral antibiotika
sefalosporin sebagai hasil resertifikasi.
LAFIAU tidak memiliki anak perusahaan maupun sister company dan bukan
merupakan lembaga yang berlandaskan pada profit oriented. Lembaga ini murni milik
DISKESAU yang hanya melayani obat-obatan yang khusus diperuntukkan bagi anggota
TNI AU. Sebelum era BPJS, obat-obat yang diproduksi LAFIAU belum memiliki
nomor registrasi karena obat-obat tersebut diproduksi bukan untuk masyarakat umum,
melainkan hanya untuk anggota TNI AU beserta keluarganya. Namun, dalam
pelaksanaan produksinya LAFIAU telah menerapkan aspek-aspek CPOB. Memasuki era
BPJS, LAFIAU sudah mendaftarkan beberapa produk obat untuk mendapatkan Nomor
Izin Edar (NIE) agar obat tersebut dapat digunakan oleh masyarakat umum.
1 Januari 2014 merupakan era baru bagi dunia kesehatan di Indonesia, yaitu
berlakunya Undang-Undang BPJS. LAFIAU yang awalnya melakukan pelayanan
berupa produksi obat-obatan untuk mendukung kesehatan anggota TNI AU dan
keluarganya akhirnya dialihkan ke BPJS kecuali bidang kesehatan operasi TNI AU.
Sesuai arahan Panglima TNI untuk mengupayakan semaksimal mungkin fasilitas
kesehatan TNI, termasuk LAFIAU dapat menjadi mitra kerja BPJS. LAFIAU
12
mengemban peran farmasi militer di era BPJS diharapkan LAFIAU tidak hanya
berorientasi kepada produk saja, tetapi juga pada pelayanan kefarmasian
(Pharmaceutical Care) yang langsung menjangkau kesehatan personel angkatan udara
dan masyarakat. Saat ini, LAFIAU sudah mendapatkan Nomor Izin Edar (NIE) untuk
tiga produk obat yaitu Cefalaf kapsul, Cefalaf sirup kering (dry syrup), dan Lafsefik
kapsul yang dapat diedarkan kepada masyarakat.
13
Pengembangan (Kabag Litbang), serta Kepala Bagian Penunjangan (Kabagjang).
Stuktur organisasi terdapat di lampiran 1. Adapun tugas dan wewenang masing-masing
bagian di Lafiau, yaitu:
a. Kepala Lembaga Farmasi Angkatan Udara (Kalafiau)
Lafiau dipimpin Kalafiau yang merupakan pelaksana teknis Kadiskesau yang
bertanggung jawab terhadap seluruh proses berlangsungnya kegiatan di Lafiau mulai
dari produksi, gudang pusat farmasi, manajemen mutu serta membina profesi farmasi
dalam melakukan pelayanan kefarmasian di kalangan industri.
14
Kabagprod dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh beberapa unit, yaitu:
1) Kepala Unit Produksi Beta Laktam (Ka.Unit Probeta)
2) Kepala Unit Produksi Non Beta Laktam (Ka.Unit Prononbeta)
3) Kepala Unit Produksi Sefalosporin (Ka.Unit Prosefa)
4) Kepala Unit Kemas (Ka.Unit Kemas)
d. Kepala Bagian Gudang Pusat Farmasi
Kagupusfi adalah pembantu pelaksana Kalafiau yang bertugas melaksanakan
penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan, penyaluran serta pelaporan bekal kesehatan.
Kagupusfi dalam melaksanakan tugasnya mempunyai kewajiban yaitu:
1) Melakukan pengendalian terhadap perbekalan kesehatan
2) Menyelenggarakan penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan, dan penyaluran
perbekalan kesehatan
3) Mengajukan barang-barang yang akan dihapuskan sesuai ketentuan yang berlaku
4) Melaksanakan pertanggungjawaban perbekalan kesehatan melalui laporan berkala
5) Melaksanakan administrasi penerimaan, penyimpanan, penyaluran dan penghapusan
perbekalan kesehatan sesuai peraturan dan ketentuan yang berlaku.
18
Unit Dokdiklat adalah pembantu pelaksana Kabag Pemastu yang bertugas
melaksanakan pengelolaan dokumen dan melaksanakan pendidikan maupun pelatihan
secara berkesinambungan. Unit Dokdiklat dipimpin oleh Kepala Unit Dokumentasi dan
Pendidikan Latihan, disebut Kaunit Dokdiklat. Unit Dokdiklat dalam melaksanakan
tugasnya dibantu oleh Urusan Dokumentasi dan Pendidikan Latihan, disebut
Urdokdiklat. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya bertanggung jawab kepada
Kabag Pemastu.
Unit Dokdiklat mempunyai fungsi sebagai berikut :
a) Merencanakan dan menyiapkan dokumen registrasi obat
b) Merencanakan dan menyiapkan dokumen untuk kegiatan resertifikasi fasilitas
produksi
c) Melaksanakan kegiatan inspeksi diri (audit internal) secara berkala
d) Melaksanakan audit pemasok bahan baku obat
e) Melaksanakan pengelolaan dokumen CPOB secara tertib
f) Merencanakan dan melaksanakan pendidikan dan pelatihan CPOB bagi personel
Lafiau Roostyan Effendie secara berkesinambungan
19
f) Melaksanakan pengelolaan manajemen risiko
g) Melaksanakan pelulusan produk jadi hasil produksi Lafiau Roostyan Effendie
sesuai spesifikasi yang sudah ditentukan
h) Melaksanakan penerbitan catatan pengolahan bets dan catatan pengemasan untuk
kegiatan produksi
i) Menangani keluhan atas mutu produk Lafiau Roostyan Effendie yang dilaporkan
oleh pengguna
j) Memastikan melalui pemeriksaan dokumen bahwa fasilitas, sarana prasarana, dan
peralatan yang dipergunakan dalam kegiatan produksi telah sesuai ketentuan CPOB
20
dipimpin oleh Kepala Unit Penelitian dan Pengembangan Bahan Alam dan
Mikrobiologi, disebut Kaunit Litbang Hanmikro. Dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya bertanggung jawab kepada Kabaglitbang.
Unit Litbang Hanmikro mempunyai fungsi sebagai berikut :
a) Melaksanakan penelitian dan pengembangan tentang Biological Security
b) Melaksanakan penelitian dan pengembangan tentang Chemical Security
c) Melaksanakan penelitian bahan alam untuk pertahanan dan keamanan negara
sebagai deterrent effect
d) Melaksanakan penelitian dan pengembangan bahan alam sebagai bahan dasar obat
e) Melaksanakan penelitian di bidang Biodefense
2) Unit Penelitian dan Pengembangan Formula Obat (Unit Litbang Formobat)
kamar, ruangan dengan suhu sejuk (18-22°C) untuk bahan dan obat yang tidak stabil
pada suhu kamar namun stabil pada suhu sejuk, dan lemari pendingin (kulkas) untuk
bahan-bahan yang stabil pada suhu dingin. Sedangkan untuk barang-barang yang mudah
terbakar disimpan di dalam gudang yang terletak terpisah dari gudang bahan baku dan
obat jadi lainnya. Gudang ini dikenal dengan istilah gudang tahan api. Obat narkotika
dan psikotropika disimpan di lemari khusus yaitu dengan double lock and key dimana
kuncinya dibawa oleh Apoteker penanggung jawab gudang. Metode penyimpanan di
gudang berdasarkan alfabetis, sesuai dengan golongan obat serta menggunakan metode
FIFO dan FEFO yang artinya barang yang masuk lebih awal akan dikeluarkan terlebih
dahulu atau barang dengan tanggal kedaluwarsa awal akan dikeluarkan terlebih dahulu.
Sistem penyimpanan seperti ini bertujuan untuk mencegah rusaknya barang akibat
disimpan terlalu lama dan mencegah terjadinya penumpukan barang.
Sistem kontrol terhadap barang yang ada di gudang menggunakan kartu, yaitu kartu
kontrol dan kartu stok yang di sana akan ditulis barang masuk serta barang keluar.
Pencatatan tersebut dilakukan pada masing-masing rak penyimpanannya dengan kartu
24
merah untuk obat-obat jadi, sedangkan untuk bahan baku dan embalage dengan kartu
kuning. Kartu kontrol yang sama juga dimiliki oleh bagian pembekalan (Minbekkes) dan
Diskesau yang bertujuan untuk mengontrol persediaan barang/obat yang ada di Lafiau
Roostyan Effendie. Setiap akhir tahun dilakukan pencacahan atau stok opname. Hal ini
untuk mengetahui berapa banyak jumlah dan jenis barang yang tersisa, sehingga untuk
tahun berikutnya dapat dilakukan perencanaan untuk perbekalan kesehatan yang
persediaannya kurang. Pemeliharaan terhadap barang-barang yang disimpan dilakukan
untuk mencegah terjadinya kerusakan, kehilangan, dan penyusutan. Pemeliharaan
barang dilakukan dengan cara selalu mengatur dan mengontrol suhu maupun tingkat
kelembapan ruangan sesuai dengan persyaratan dari masing-masing obat maupun bahan
baku.
c. Gudang Peralatan Kesehatan (Gupalkes)
Gudang peralatan kesehatan merupakan gudang yang menyimpan alat-alat
kesehatan yang telah diperiksa setelah dibuat BAPB-nya. Perbekalan kesehatan yang
termasuk dalam kategori peralatan kesehatan adalah barang, instrumen atau alat yang
digunakan dalam pemeliharaan dan peralatan kesehatan, diagnosa, penyembuhan dan
pencegahan penyakit, kelainan badan atau gejala yang terjadi pada manusia dan tidak
termasuk dalam golongan obat. Gupalkes terdiri dari dua ruangan untuk penyimpanan
yang dibedakan berdasarkan suhu yaitu ruangan A (suhu kamar) dan ruangan B (suhu
sejuk). Seperti halnya dengan Guhanjabaku, barang-barang di Gupalkes disimpan
dengan Automatic Logistic Management System (ALMS) dan pengeluaran barang
menggunakan sistem FIFO dan FEFO. Setiap akhir tahun juga dilakukan pencacahan
dan penghapusan terhadap barang-barang yang masuk dan rusak untuk menjaga kualitas
barang.
d. Gudang Penyaluran (Gulur)
Setiap barang yang akan keluar harus melalui gudang penyaluran. Pengeluaran
perbekalan kesehatan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Logistik (SPL) oleh
Diskesau kepada Kagupusfi. Kemudian Kagupusfi akan mengeluarkan Surat Perintah
Pengeluaran Barang (SPPB). Barang yang sudah siap untuk satu surat akan dikirim ke
satuan kerja (Satker) yang membutuhkan. Pengeluaran barang di Lafiau Roostyan
Effendie terdiri dari pengeluaran barang rutin dan pengeluaran barang non-rutin.
Pengeluaran barang rutin dilakukan setiap semester atau 6 bulan sekali, sedangkan
pengeluaran barang non-rutin dilakukan setiap ada permintaan barang dari Satker seperti
halnya ketika adanya musibah.
25
Bagian gudang penyaluran bertugas melakukan pengemasan barang yang akan
dikirim ke Satker yang membutuhkan. Pengemasan dilakukan menggunakan koli dan
pengiriman dilakukan melalui jalur udara maupun jalur darat. Pengiriman barang harus
dilengkapi dengan Surat Perintah Pengeluaran Barang (SPPB) yang dimasukkan juga ke
dalam koli/box. Penyaluran barang khusus seperti vaksin dilakukan langsung oleh pihak
yang mempunyai alat khusus untuk penyaluran vaksin. Sedangkan untuk narkotika dan
psikotropika penyaluran dilakukan dengan cara yang khusus.
3. Produksi
Bagian produksi bertugas untuk melakukan kegiatan pembuatan obat dan
menjamin tiap tahapan telah memenuhi persyaratan CPOB. Kegiatan produksi
meliputi penerimaan bahan awal, penyimpanan bahan awal, penimbangan, pengolahan,
dan pengemasan. Kegiatan produksi didokumentasikan dan dilakukan sesuai dengan
Catatan Pengolahan Bets (CPB). Gedung produksi di Lafiau Roostyan Effendie terdiri
dari tiga bagian, yaitu bagian produksi sefalosporin, obat beta laktam dan non beta
lactam yang dikepalai oleh kepala unit bagian yang bertanggung jawab kepada kepala
produksi. Ruang-ruang produksi terpisah satu sama lain sesuai dengan jenis produksi.
Hal ini bertujuan untuk menghindari kontaminasi antara produk yang satu dengan
produk yang lain. Berdasarkan tingkat kebersihan ruangan, ruang produksi Lafiau dibagi
menjadi dua kelas yaitu:
a. Black area (daerah hitam/kelas IV)
Daerah ini meliputi kamar ganti pakaian, toilet, kamar mandi, ruang pengemasan,
ruang pencetakan nomor batch, ruang mesin cuci botol, ruang administrasi produksi,
ruang istirahat, dan gudang produksi.
b. Grey area (daerah abu-abu/kelas III)
Daerah ini meliputi ruang pengolahan dan pengemasan obat non steril, ruang
timbang, pembuatan dan pencampuran sirup dan salep/krim, ruang pencampuran,
pembuatan granul, pencetakan tablet, pengisian kapsul, ruang in process control,
penyalutan, stripping, dan ruang penyimpanan obat setengah jadi.
4. Penelitian dan Pengembangan
Baglitbang memiliki tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan formula
obat, bahan alam, serta penelitian di bidang biodefense. Perancangan produk baru
ataupun pengembangan produk yang telah ada, baik untuk memperbaiki bentuk sediaan,
kemasan, dosis, maupun formula. Kegiatan dilakukan dari mulai preformulasi atau studi
literatur, proses scale up, hingga uji pra klinis dan uji klinis.
26
5. Pengawasan Mutu
Bagian Pengawasan Mutu melakukan kegiatan berupa pengujian dengan
instrumen secara fisika, kimia, mikrobiologi serta melaksanakan dukungan kesehatan
yang berkaitan dengan biological security, food security, biosafety, serta cemaran
lingkungan. Bagian pengawasan mutu melakukan pemeriksaan dan pengawasan mutu
selama kegiatan produksi terhadap bahan awal, produk antara, produk ruahan dan
produk jadi atau disebut dengan in process control. Bagian pengawasan mutu juga
menangani sampel pertinggal pada tiap bets produksi untuk melihat kestabilan produk
selama diedarkan. Serta melakukan pengujian cemaran mikroba terhadap kualitas air,
ruang produksi, dan peralatan produksi yang berhubungan langsung dengan bahan.
6. Pemastian Mutu
Aspek manajemen mutu di Lafiau Roostyan Effendie dilaksanakan oleh bagian
Pemastian Mutu yang mempunyai dua unit kerja yaitu unit pengendalian pendidikan dan
latihan (Daldiklat) dan unit pengendalian mutu (Dalmutu). Unit pemastian mutu
bertanggung jawab dalam keseluruhan proses produksi dan analisis yang dilakukan di
Lafiau. Bagian pemastian mutu berperan dalam kegiatan pengujian peralatan (termasuk
kualifikasi, kalibrasi dan validasi pembersihan), terlibat dalam validasi metode analisis,
validasi proses, dan pengawasan proses. Selain itu, juga melakukan pengkajian terhadap
Catatan Pengolahan Bets (CPB), melakukan manajemen risiko mutu (MRM) dan
melakukan pengkajian mutu produk (PMP) agar produk yang dihasilkan dapat
dipastikan memiliki mutu yang konsisten serta memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Bagian Pemastu juga memastikan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan
dalam proses produksi serta produk yang belum diluluskan tidak didistribusikan ke luar
Lafiau sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat.
7. Produk Lafiau
Sebelum era BPJS, obat-obat yang diproduksi LAFIAU belum memiliki nomor
registrasi karena obat-obat tersebut diproduksi bukan untuk masyarakat umum,
melainkan hanya untuk anggota TNI AU beserta keluarganya. Namun, dalam
pelaksanaan produksinya LAFIAU telah menerapkan aspek-aspek CPOB. Memasuki era
BPJS, LAFIAU sudah mendaftarkan beberapa produk obat untuk mendapatkan Nomor
Izin Edar (NIE) agar obat tersebut dapat digunakan oleh masyarakat umum. Adapun
obat-obat yang sudah memiliki NIE antara lain Cefalaf kapsul, Cefalaf sirup kering (dry
syrup) dan Lafsefik kapsul, serta Produk obat Lafsefik sirup kering (dry syrup) saat ini
telah lulus uji BE (Bio Ekivalen).
27
Obat-obatan yang masih diproduksi oleh LAFIAU sampai sekarang berjumlah 110
produk, meliputi kaplet/tablet antibiotik, kaplet/tablet non antibiotik, kapsul antibiotik,
sediaan khusus, dan sediaan cair, yang sebagian besar merupakan obat generik, di
antaranya yaitu:
1. Kaplet dan tablet Antibiotik: kaplet Amoxicillin 500 mg, tablet Bactrim AU, tablet
Sefadroksil, kaplet Ciprofloxacin, tablet Acyclovir, tablet Metronidazol, tablet
Ethambutol, tablet sefiksim;
2. Kaplet dan tablet non Antibiotik : kaplet Afostan, kaplet Neurogesik, tablet Antiflu,
tablet Asetilet, tablet CTM, kaplet Aurobion, tablet Dexamethason 0,5 mg, tablet
Magtasid AU 400 mg, tablet Paracetamol 500 mg, tablet Dekstrometorphan, kaplet
Energi-C, tablet vitamin C, tablet Prednison, tablet Vitonic plus, tablet Captopril,
tablet Ketoprofen, tablet Piroksikam, tablet Allopurinol, tablet Methylprednisolon,
tablet Mebhidrol AU, tablet HCT, tablet Chloroquin, tablet Cimetidin, tablet
Ranitidin, tablet Papaverin, tablet Vitonic Plus, tablet Furosemide, tablet Cholestin,
tablet Mucosol, tablet Tusipec, kaplet Lafi-C;
3. Kapsul Antibiotik : kapsul Amoxicilin, kapsul Sefadroksil dan kapsul Cefixime;
4. Sediaan semisolid : krim Desoksimetason, krim Chloramphecort, krim Aferson,
krim Ketoconazol, lotion Lamore;
5. Sediaan cair : Sirup Deflugen, sirup Difenhidramin-DMP, sirup Difenhidramin Exp,
tetes telinga Choramphenicol, larutan antiseptik NEO Lafiodine, minuman
kesehataan Hawk 2000
6. Sediaan cair Antibiotik : Sirup kering Amoxicilin, sirup kering Sefadroksil (Cefalaf
dry syrup) dan sirup kering Cefixim (Lafsefik dry syrup)
7. Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) : Hand Sanitizer dengan berbagai
varian pewangi, Lafidekon, Lafidestan, Lafidestanzal, dan Lafisoap.
8. Layout Pabrik
28
Keterangan gambar:
1. Pintu Gerbang 15. Gudang Tahan Api
2. Pos Jaga 16. D3 Farmasi Poltekkes
3. Kantor Sekretariat 17. Laboratorium D3 Farmasi Poltekkes
1. Parkir Kendaraan Dinas 18. Unit Produksi Sefalosporin
4. Ruang Diklat 19. Laboratorium QC dan RnD
5. Gudang Penyaluran 20. Ujibang
6. Gudang Bahan Baku dan Obat Jadi 21. Gudang Embalage
7. Gudang Transit 22. Unit Sarana Penunjangan
8. Gudang Peralatan Kesehatan 23. Ground Reservoir
9. Unit Produksi Beta Laktam 24. Menara Air 2
10. Unit Produksi Non Beta Laktam 25. Bak Pengolahan Limbah Sefa
11. Gardu PLN 26. Bak Sampah
12. Sumur Artesis dan Menara Air 1 27. Lapangan
13. Bak Pengolahan Limbah Beta Laktam dan Non Beta Laktam
29
BAB III
KEGIATAN HARIAN DAN PEMBAHASAN
30
Minggu
Kegiatan
Ke-
1) Praktek di gupustfi/produksi/ujibang
3
2) Mengunjungi unit beta laktam
3) Olahraga
4) Mengunjungi IPAL non beta laktam dan beta laktam
5) Mengerjakan tugas khusus
6) Mengerjakan tugas laporan umum
7) Mengunjungi unit penunjang
1) Praktek di gupustfi/produksi/ujibang
2) Mengerjakan tugas khusus dan umum
3) Olahraga
4) Ujian atau presentasi akhir
4 5) Senam pagi
6) Perpisahan
7) Penyelesaian kelengkapan laporan, penyerahan laporan hard copy
atau soft copy dan pemberian nilai
8) Perbaikan dan penyerahan laporan serta pemberian nilai.
B. Pembahasan
Kegiatan Praktek Kerja Profesi (PKPA) di Industri Lafiau Drs. Roostyan Effendie
Apt., dilaksanakan selama satu bulan, dimulai pada tanggal 1 – 31 Maret 2021. Kegiatan
ini merupakan salah satu dari kurikulum program studi profesi apoteker Universitas
Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA yang bertujuan untuk menghasilkan Apoteker yang
memiliki kompeten di bidang Industri Farmasi. Mahasiswa PKPA dibimbing oleh
bagian Diklat Lafiau. Diklat Lafiau telah melakukan berbagai hal untuk meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman terhadap peserta PKPA mengenai industri farmasi
khususnya tentang industri farmasi milik pemerintah yang bersifat non profit, dengan
cara melibatkan para peserta dalam pelaksanaan dan pemantauan proses produksi.
Peserta diberikan kesempatan untuk mengetahui dan terlibat langsung dalam kegiatan
kerja di lembaga farmasi angkatan udara. Kegiatan yang dilakukan selama PKPA yaitu
menerima penjelasan dan melakukan plan tour mengenai kondisi serta kegiatan yang
dilakukan di industri farmasi. Mahasiswa juga berkesempatan untuk melihat ruang
produksi sefalosporin dan non beta laktam, melihat rangkaian sistem HVAC, sistem
pengelolaan air dan limbah.
31
Pelaksanaan produksi obat oleh industri farmasi harus sesuai dengan prinsip CPOB
agar obat yang dibuat terjamin secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dan sesuai dengan tujuan penggunaannya (Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia, 2018). LAFIAU Drs. Roostyan Effendie, Apt., menerapkan 12
aspek CPOB dalam kegiatan produksi obat yang terdiri dari Sistem Mutu Industri
Farmasi, Personalia, Bangunan-Fasilitas, Peralatan, Produksi, Cara Penyimpanan dan
Pengiriman Obat yang Baik, Pengawasan Mutu, Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit &
Persetujuan Pemasok, Keluhan dan Penarikan Produk, Dokumentasi, Kegiatan Alih
Daya, serta Kualifikasi dan Validasi. Selain itu, sampai dengan tahun 2020 industri
LAFIAU Drs. Roostyan Effendie, Apt., masih menerapkan sistem CPOB tahun 2012
dan pada tahun 2021 ini sedang mengupayakan pemenuhan resertifikasi CPOB 2018,
sehingga dilakukan renovasi bangunan dan sarana penunjang kritis terutama sistem tata
udara atau HVAC (Heating, ventilation, and air conditioning dan sistem pengelolaan air
atau purified water (PW).
Pada CPOB 2018 terdapat beberapa perubahan sistematika Bab seperti terlihat pada
tabel 2.
Tabel 2. Perbedaan CPOB 2012 dan 2018
CPOB 2012 CPOB 2018
1. Manajemen Mutu 1. Sistem Mutu Industri Farmasi
2. Personalia 2. Personalia
3. Bangunan dan Fasilitas 3. Bangunan – Fasilitas
4. Peralatan 4. Peralatan
5. Sanitasi dan Higiene 5. Produksi
6. Produksi 6. Cara Penyimpanan dan
Pengiriman Obat yang Baik
7. Pengawasan Mutu 7. Pengawasan Mutu
8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & 8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan
Persetujuan Pemasok Audit & Persetujuan Pemasok
9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan 9. Keluhan dan Penarikan Produk
Penarikan Kembali Produk
10. Dokumentasi 10. Dokumentasi
11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan 11. Kegiatan Alih Daya
Kontrak
12. Kualifikasi dan Validasi 12. Kualifikasi dan Validasi
1. Produksi
Kegiatan produksi meliputi penerimaan bahan awal, penyimpanan bahan awal,
penimbangan, pengolahan, dan pengemasan. Kegiatan produksi didokumentasikan dan
dilakukan sesuai dengan Catatan Pengolahan Bets (CPB), hal tersebut dilakukan untuk
32
memberikan jaminan bahwa produk senantiasa dibuat dengan prosedur yang tetap dan
tervalidasi, sehingga selalu didapatkan kualitas produk yang konsisten memenuhi
spesifikasi yang ditentukan. Pada setiap tahapan proses dihindari adanya kontaminasi
silang dengan adanya sirkulasi udara yang baik, ruang penyangga untuk kelas ruang
yang berbeda, pakaian pelindung untuk personel, dan adanya prosedur pembersihan.
Pada proses penerimaan bahan baku, wadah, dan kemasan yang diterima oleh gudang
akan dikarantina dengan memberi label berwarna kuning untuk selanjutnya diperiksa
oleh unit Pengawasan Mutu.
Semua bahan disimpan, setelah dinyatakan lulus maka bahan-bahan tersebut diberi
label hijau dan dapat diserahkan oleh bagian gudang ke bagian produksi disertai dengan
Bentuk Pengeluaran Barang (BPB) untuk digunakan dalam proses produksi.
Penyimpanan semua bahan ada di gudang dan disimpan secara teratur, berlabel,
diletakkan di atas palette dan berada dalam kondisi merujuk pada yang tercantum dalam
setifikat analisis. Sistem penyimpanan bahan awal, bahan antara, dan produk jadi
dilakukan dengan metode FEFO (First Expired First Out).
Penimbangan bahan awal dilakukan oleh dua personel untuk menghindari kesalahan
dan bahan yang akan ditimbang masuk satu per satu ke dalam ruang timbang untuk
menghindari kontaminasi silang. Hasil penimbangan dicatat pada CPB. Pada setiap
ruang produksi terdapat identitas produk yang diproduksi dan nomor betsnya.
Pengawasan selama proses produksi dilakukan oleh unit pengawasan mutu pada tahapan
kritis produksi untuk menjamin kualitas produk secara keseluruhan. Semua penerimaan,
pengeluaran, dan jumlah bahan yang tersisa dicatat keterangannya yang memuat jumlah,
nomor bets, tanggal penerimaan atau penyerahan, tanggal pelulusan, dan tanggal
kadaluarsa.
2. Pemastian Mutu (Pemastu)
Aspek pertama dalam CPOB yaitu manajemen mutu. Manajemen mutu diperlukan suatu
industri farmasi agar produk sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan
yang tercantum dalam dokumen registrasi dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan
penggunanya. Manajemen Mutu diwujudkan oleh industri farmasi melalui Kebijakan Mutu
yang dibuat berdasarkan partisipasi dan komitmen jajaran dari semua bagian, pemasok dan
distributor. Manajemen mutu yang dilakukan di LAFIAU Drs. Roostyan Effendie, Apt.,
dilaksanakan oleh bagian Pemastian Mutu yang mempunyai dua unit kerja yaitu unit Daldiklat
dan unit Dalmutu.
Unit pemastian mutu (QA) di LAFIAU Drs. Roostyan Effendie Apt., bertugas melakukan
33
pemastian mutu seperti pengujian peralatan (termasuk kualifikasinya, kalibrasi dan validasi
pembersihan), terlibat dalam validasi metode analisis, validasi proses, pengawasan proses.
Tugas lainnya adalah melakukan pengkajian terhadap Catatan Pengolahan Bets (CPB),
melakukan manajemen risiko mutu (MRM) dan melakukan pengkajian mutu produk (PMP)
agar produk yang dihasilkan dapat dipastikan memiliki mutu yang konsisten serta memenuhi
persyaratan yang ditetapkan. CPB harus dikaji karena berkaitan dengan proses pembuatan
produk hingga pengemasan dan pengujian pada tiap bets. Apabila terjadi ketidaksesuaian
dalam proses produksi maka unit pemastian mutu melakukan tindakan pelaporan, evaluasi dan
pencatatan melalui prosedur penanganan ketidaksesuaian, kemudian akan dipertimbangkan
apakah akan dilakukan pembuatan ulang atau tidak. Pemastian Mutu melakukan dan
mendokumentasikan manajemen risiko mutu dengan tujuan menilai, mengendalikan,
mengomunikasikan, dan mengkaji risiko terhadap mutu produk jadi hingga produk tersebut
kedaluwarsa. Pengawasan Mutu berkaitan dengan pengambilan sampel, pemeriksaan, dan
pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan
bahwa pengujian yang dibutuhkan sudah dilakukan.
Bagian Pemastu juga memastikan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan
dalam proses produksi serta produk yang belum diluluskan tidak didistribusikan ke luar
LAFIAU sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Pemastian mutu (Mastu)
merupakan serangkaian kegiatan untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan memenuhi
spesifikasi dan sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Unit pemastian mutu bertanggung jawab
dalam keseluruhan proses produksi dan analisis yang dilakukan di LAFIAU. Tugas Kepala
Pemastian Mutu dijelaskan dalam persyaratan nasional sebagai berikut:
a. Memastikan penerapan (dan bila diperlukan membentuk) sistem mutu;
b. Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan manual mutu perusahaan;
c. Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala;
d. Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasan Mutu;
e. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit terhadap
pemasok);
f. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi;
g. Memastikan pemenuhan persyaratan teknik dan/atau peraturan Badan Pengawas Obat
dan Makanan (Badan POM) yang berkaitan dengan mutu produk jadi
h. Mengevaluasi/mengkaji catatan bets;
i. Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan mempertimbangkan
semua faktor terkait;
34
j. Memastikan bahwa setiap bets produk jadi telah diproduksi dan diperiksa sesuai dengan
peraturan yang berlaku di negara tersebut dan sesuai dengan persyaratan Izin Edar; dan
k. Tanggung jawab Kepala Pemastian Mutu dapat didelegasikan, tetapi hanya kepada
personel yang berwenang.
BAGWASTU
UNIT UR ANALIS
ANALISMIKROLING MIKROLING
Pengawasan mutu adalah bagian yang esensial dari cara pembuatan obat yang baik
untuk memastikan tiap obat yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang
sesuai. Pengendalian mutu obat dilaksanakan melalui sistem pengawasan yang terencana
dan terpadu. Lafiau menerapkan pengawasan mutu dengan sebutan Bagwastu yang
berperan dalam pemeriksaan dan pengawasan mutu bahan awal, produk antara, produk
ruahan dan produk jadi. Pengawasan mutu ini penting dalam hal penetapan pengambilan
sampel bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi
dengan metode yang disetujui. Berdasarkan petunjuk oprasional 2012, Pengambilan
sampel bahan awal hendaklah dilakukan menurut pola di bawah ini:
Pola n: hanya jika bahan yang akan diambil sampelnya diperkirakan homogen dan
diperoleh dari pemasok yang disetujui. Sampel dapat diambil dari bagian manapun dari
wadah (umumnya dari lapisan atas), dengan rumus sebagai berikut:
n = 1 + √ N ……………………………………………………………………(1)
Keterangan:
n = jumlah wadah yang dibuka / diambil sampel
N = jumlah wadah yang diterima
35
Catatan:
a) Apabila N ≤ 4, maka sampel diambil dari tiap wadah
b) Pola p: jika bahan homogen, diterima dari pemasok yang disetujui dan tujuan
utama adalah untuk pengujian identitas, dimana p = 0,4 √ N
N = jumlah wadah yang diterima
p = jumlah wadah yang dibuka/diambil sampel berdasarkan pembulatan ke atas
c) Pola r: jika bahan
- diperkirakan tidak homogen dan / atau
- diterima dari pemasok yang belum dikualifikasi.
Pola r dapat digunakan untuk bahan yang berasal dari herbal (ekstrak) yang digunakan
sebagai bahan awal, di mana r = 1,5 √N:
N = jumlah wadah yang diterima / diambil sampel
r = jumlah sampel yang diambil berdasarkan pembulatan ke atas
Dalam Bagwastu Lafiau, pengambilan sampel didasarkan pada kriteria dari bahan
baku yang ada, dan mengacu pada POPP CPOB 2012. Sistem ini dirancang untuk
menjamin bahwa tiap obat mengandung bahan baku yang benar dengan mutu dan
jumlah tepat serta dibuat pada kondisi yang tepat dengan mengikuti prosedur standar
sehingga obat tersebut senantiasa memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan sesuai
Farmakope.
Pemeriksaan bahan baku dilakukan di laboratorium untuk mengetahui kesesuaian
spesifikasi bahan tersebut dengan persyaratan yang sudah ditetapkan di Farmakope
Indonesia misalnya disesuaikan dengan monografi bahan yang terdapat di Farmakope,
berupa pemerian, kelarutan, baku pembanding, identifikasi rotasi jenis, sifat hablur, pH,
air, semaran organik, penetapan kadar serta wadah dan penyimpanan.
Untuk pemeriksaan secara fisik, jumlah wadah dari satu nomor bets bahan yang
diambil sampel ditentukan dengan rumus 1 + √ N dengan jumlan n adalah jumlah wadah
yang diterima, sedangkan untuk pemeriksaan kadar, diambil sampel dari keseluruhan
wadah. Bahan baku dari nomor bets yang tidak sama diambil sampelnya dari setiap
wadah. Personel yang bertugas mengambil sampel harus mencuci tangan dengan sabun,
memakai masker, sarung tangan karet, serta pakaian pelindung. Prosedur untuk
pengambilan sampel zat padat atau serbuk adalah ambil sampel, masukkan ke dalam
botol, tulis nomor wadah, dan tanggal pengambilan sampel dan rekatkan pada botol,
pasang label “karantina” pada drum/kantong serta diberi paraf oleh yang mengambil
sampel.
Prosedur pengambilan sampel untuk zat cair, ambil sampel dengan alat pengambil
sampel, masukkan ke dalam botol coklat yang telah ditempel etiket, dipasang label
“karantina” pada drum/kantong serta diberi paraf oleh yang mengambil sampel. Untuk
36
bahan baku yang disimpan lebih dari 6 bulan dilakukan pemeriksaan atau pengujian
ulang. Sebelum digunakan untuk produksi, bahan baku diperiksa terlebih dahulu oleh
unit RnD. Bahan baku diproses menjadi produk antara dan diberi label “produk antara”.
Selama proses produksi unit pengawasan mutu terlibat dalam In Proces Control
(IPC). Pemeriksaan dilakukan terhadap produk antara meliputi kadar air, sifat alir, kadar
zat aktif, serta produk ruahan yang meliputi keseragaman bobot, ukuran tablet, waktu
hancur, kekerasan tablet dan disolusi tablet. Langkah selanjutnya adalah proses
pemeriksaan, kemudian produk ruahan tersebut diberi label yang menyatakan status
pemeriksaan. Produk jadi diambil sebagian untuk sampel tertinggal. Sampel tertinggal
(retain sampel) disimpan di ruang sampel tertinggal berdasarkan dengan kemasan obat
yang dibuat, dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan pemeriksaan dari sampel
tertinggal. Sampel tertinggal tersebut berfungsi sebagai pembanding untuk diuji apabila
terdapat complain dari konsumen mengenai produk yang dihasilkan. Dalam pembuatan
sediaan tablet ada beberapa alur proses yang dilewati dan setiap alur dilakukan IPC yang
dilakukan oleh pengawasan mutu.
1. Penimbangan bahan baku: Zat aktif ditimbang oleh 2 personel untuk meminimalisir
terjadinya kesalahan penimbangan
2. Mixing fase dalam: Bahan pengikat dicampurkan dengan larutan untuk membuat
suatu larutan pengikat.
3. Pengeringan: fase dalam dicampur dan dilakukan pengeringan, dan dilakukan IPC
berupa pengujian susut pengeringan (Lost of Drying) yang dilakukan setiap satu jam
sepanjang proses pengeringan berlangsung.
4. Pembutan Granul: Setelah serbuk dinyatakan kering, dilakukan pengayakan untuk
memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan. Evaluasi granul yang dilakukan
antara lain :
a) Waktu alir serbuk : persyaratan 100 gram granul waktu alirnya tidak lebih dari 10
detik (>10g/detik).
b) Sudut diam serbuk : Bila sudut diam lebih kecil atau sama dengan 30° menunjukkan
bahwa serbuk dapat mengalir bebas, bila sudut lebih besar atau sama dnegan 40°
biasanya daya mengalirnya kurang baik.
5. Mixing akhir tablet
Pencampuran fase dalam dan fase luar, pengawasan mutu berupa parameter kritis
yang harus diperhatikan dalam proses pencampuran akhir adalah homogenitas
serbuk.
37
6. Evaluasi Tablet : IPC dilakukan setiap 15 menit selama proses pembuatan tablet
berlangsung dalam proses pencetakan tablet sebelum disalut maupun sesudah disalut.
Pemeriksaan berupa kekerasan tablet, kerapuhan tablet, keseragaman ukuran tablet,
pengujian waktu hancur, dan pemeriksaan disolusi.
4. PPIC
PPIC adalah kepanjangan dari Production Planning and Inventory Control yang
berarti pekerjaan untuk mempersiapkan proses manufaktur dan mengelola stok
persediaan bahan baku hingga akhirnya diproduksi menjadi barang jadi. PPIC bertugas
dalam pengadaan obat jadi untuk marketing dalam bentuk rencana produksi dan
ketersediaan bahan baku serta bahan pengemas. PPIC harus mengendalikan persediaan
mulai dari bahan awal sampai obat jadi. Agar persediaan tidak sampai habis sehingga
tidak memperlambat proses produksi dan pemasaran produk. Sasaran utama yang ingin
dicapai adalah terciptanya proses produksi yang efektif dan efisien serta menguntungkan
bagi perusahaan. PPIC bertanggung jawab dalam bidang production
planning dan inventory control. Sasaran pokok production planning adalah
menyelesaikan permintaan atau pesanan pelanggan tepat pada waktu, penghematan
biaya produksi, memperlancar proses produksi, sedangkan tugas inventory
control adalah mengantisipasi kemungkinan terjadinya kekurangan atau kelebihan
persediaan (stock out/over stock) dan menghadapi fluktuasi harga.
Di Lafiau, peran PPIC dipegang oleh Diskesau yang berada di Jakarta.
Perpanjangan tangan Diskesau di Lafiau adalah Minbekkes. Semua perencanaan
dilakukan berdasarkan anggaran untuk satu tahun. Dimana perencanaan tersebut
dilakukan oleh Minbekkes kemudian diberikan kepada Diskesau untuk dievaluasi
berdasarkan kebijaksanaan dan anggaran. Setelah disetujui Diskesau, kemudian
pengadaan dilakukan oleh Dinas Pengadaan TNI Angkatan Udara (Disadaau). Disadaau
akan mengadakan tender untuk mencari rekanan yang dapat memenuhi barang-barang
yang diusulkan. Setelah pemenang tender ditentukan, maka dilaksanakan pengadaan
barang oleh rekanan menurut kontrak jual beli. Kontrak jual beli tersebut dapat
digunakan untuk mengirimkan perbekalan farmasi. Sedangkan untuk pengadaan yang
tidak didukung oleh pusat, misalnya pengadaan etiket atau bahan obat dalam jumlah
kecil, hal tersebut dapat dilakukan oleh Kabagprod. Untuk alur proses pengadaan barang
dapat dilihat pada lampiran 6.
5. Gudang
Bagian pergudangan di LAFIAU disebut Bag Gudang, Bag Gudang merupakan
38
pembantu pelaksana Kalafiau Drs. Roostyan Effendie, Apt., yang bertugas
melaksanakan pengelolaan bekal Kesehatan, meliputi penerimaan, penyimpanan,
penyaluran, pengendalian, serta pelaporan. Dalam pelaksanaannya tugas dari Bagian
Gudang sendiri memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Melaksanakan penerimaan bekal Kesehatan meliputi bahan baku obat, bahan
kemas, produk jadi, dan alat Kesehatan habis pakai yang akan digunakan untuk
pelayanan Kesehatan, maupun penerimaan obat hasil produksi Lafiau Drs. Roostyan
Effendie, Apt., untuk kebutuhan nasional.
b. Melaksanakan penyimpanan bekal Kesehatan untuk pelayanan Kesehatan, maupun
penyimpanan obat hasil produksi Lafiau Drs. Roostyan Effendie, Apt., untuk
kebutuhan nasional.
c. Melakukan pendistribusian bekal Kesehatan untuk pelayanan Kesehatan, maupun
pendistribusian obat hasil produksi Lafiau Drs. Roostyan Effendie, Apt., untuk
kebutuhan nasional.
d. Melakukan pengendalian persediaan bekal Kesehatan dengan melakukan kegiatan
stock opname secara berkala dan rutin.
e. Melakukan administrasi pelaporan bekal Kesehatan secara rutin.
Di Lafiau memiliki 4 gudang penyimpanan bekal Kesehatan yaitu:
a. Unit Gudang transit, disebut unit gutrans
b. Unit Gudang peralatan kesehatan, disebut unit gupalkes
c. Unit Gudang bahan jadi dan baku, disebut unit gihanjabaku
d. Unit Gudang penyaluran, disebut unit gulur
Bag Gudang dipimpin oleh kepala bagian pergudangan, disebut Kabag Gudang,
untuk melaksanakan tugasnya Kabag Gudang dibantu oleh masing-masing Kaunit yang
ada di Lafiau. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya Bag Gudang bertanggungjawab
kepada KaLafiau Drs. Roostyan Effendie, Apt. Setiap unit memiliki tugas dan fungsi
masing-masing bagian diantaranya:
a. Unit gatrans
a) Melaksanakan penerimaan bekal Kesehatan hasil pengadaan terpusat maupun
dari hasil produksi Lafiau Drs. Roostyan Effendie, Apt.
b) Unit gutrans memiliki fungsi sebagai berikut:
1) Menyiapkan administrasi proses penerimaan bekal Kesehatan yang datang
baik dari hasil pengadaan terpusat maupun obat hasil produksi.
2) Melakukan penerimaan bekal Kesehatan hasil pengadaan terpusat maupun
39
obat hasil produksi.
3) Mengirimkan bekal Kesehatan yang telah diterima oleh bagian Gudang dan
disimpan sesuai jenis bekal Kesehatan.
b. Unit Gupalkes
a) Tugas penyiapan peralatan Kesehatan dan suku cadang peralatan Kesehatan
b) Unit gupalkes memiliki fungsi sebagai berikut:
1) Melakukan penerimaan bekal Kesehatan dan suku cadang dari unit gutrans, serta
mencatat di buku penerimaan barang.
2) Melaksanakan pencatatan ke dalam kartu stok, menyimpan, menjaga dan
memelihara kondisi ruang penyimpanan serta mengeluarkan peralatan Kesehatan
dan suku cadang sesuai protap.
3) Melakukan administrasi pergudangan terhadap peralatan Kesehatan dan suku
cadang yang disimpan meliputi, pembukuan, pengkartuan serta penyimpanan
dokumen yang berkaitan dengan penerimaan dan pengeluaran barang.
c. Unit guhanjabaku
a) Tugas menyiapkan bahan jadi (obat jadi), bahan baku dan bahan pengemas.
b) Unit guhanjabaku memiliki fungsi sebagai berikut:
1) Melakukan penerimaan obat jadi, bahan baku dan bahan pengemas dari unit
gutrans, serta melakukan administrasi sesuai protap.
2) Penyimpan, merawat, memelihara dan mengeluarkan bahan baku obat dan
bahan pengemas sesuai protap yang berlaku.
3) Melakukan administrasi pergudangan terhadap obat jadi, bahan baku, bahan
pengemas yang disimpan meliputi pembuatan, pengkartuan serta menyimpan
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penerimaan dan pengelolaan barang
dari Gudang.
d. Unit gulur
a) Tugas melaksanakan penyaluran bekal Kesehatan.
b) Unit gulur memiliki fungsi sebagai berikut:
1) Melaksanakan kegiatan pengepakan bekal Kesehatan, kemudian disalurkan
menuju kesatuan untuk kebutuhan pelayanan Kesehatan tertentu bagi personel
TNI AU
2) Melakukan kegiatan pengepakan obat hasil produksi non APBN untuk
kebutuhan nasional, dan kemudian disalurkan ke fasilitas Kesehatan TNI sesuai
kebutuhan
40
3) Menyiapkan sarana prasarana untuk penyaluran bekal Kesehatan pelayanan
Kesehatan tertentu, maupun obat untuk kebutuhan tertentu
4) Melaksanakan pengelolaan administarsi secara terpisah antara penyaluran
perbekalan kesehatan pelayanan Kesehatan tertentu dengan obat untuk kebutuhan
nasional.
41
Kaur
Jangmat
42
Gambar 4. Peralatan BAGJANG
Beberapa peralatan yang digunakan oleh Bagjang Lafiau yaitu berupa peralatan
perbengkelan pada umumnya. Tetapi, setiap alat atau mesin yang datang atau
digunakan oleh Lafiau masing-masing memiliki TOOL BOX yang didalamnya berisi
perlengkapan berupa kunci pas, kunci inggris dan kelengkapan teknik lainnya yang
digunakan jika mesin mengalami kerusakan yang dilakukan perbaikan oleh anggota
Bagjang, tetapi jika kerusakannya tidak dapat diatasi oleh Bagjang maka perbaikan
dilakukan langsung oleh teknik dimana mesin dipesan dalam hal ini vendor.
b. HVAC (Heating, Ventilating and Air Conditioning)
Sistem Tata Udara atau yang lebih sering dikenal dengan AHU (Air Handling
Unit) atau HVAC (Heating, Ventilating and Air Conditioning), memegang peran
penting dalam industri farmasi. Hal ini antara lain disebabkan karena :
1. Untuk memberikan perlindungan terhadap lingkungan pembuatan produk
2. Memastikan produksi obat yang bermutu
3. Memberikan lingkungan kerja yang nyaman bagi personil
4. Memberikan perlindungan pada Iingkungan dimana terdapat bahan berbahaya
melalui pengaturan sistem pembuangan udara yang efektif dan aman dari bahan
tersebut.
AHU merupakan cerminan penerapan CPOB dan merupakan salah satu sarana
penunjang kritis yang membedakan antara industri farmasi dengan industri lainnya.
Lafiau memiliki 3 ruang produksi yaitu Sefalosporin, Beta Laktam dan Non Beta
Laktam dengan jumlah HVAC masing-masing yaitu untuk ruang produksi
43
Sefalosporin sebanyak 2 Unit dan Non Beta Laktam sebanyak 4 Unit. Ruang
produksi Beta Laktam telah lama tidak melakukan proses produksi yaitu sekitar 9
tahun.
44
Gambar 7. Sistem HVAC LAFI AU
Sistem Tata Udara adalah suatu sistem yang mengondisikan lingkungan melalui
pengendalian suhu, kelembapan nisbi, arah pergerakan udara dan mutu udara
termasuk pengendalian partikel dan pembuangan kontaminan yang ada di udara
(seperti ‘vapors’ dan ‘fumes’). Disebut “sistem” karena AHU terdiri dari beberapa
mesin/alat yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda, yang terintegrasi
sedemikian rupa sehingga membentuk suatu sistem tata udara yang dapat
mengontrol suhu, kelembapan, tekanan udara, tingkat kebersihan, pola aliran udara
serta jumlah pergantian udara di ruang produksi sesuai dengan persyaratan ruangan
yang telah ditentukan. Sistem Tata Udara (AHU/HVAC), terdiri dari :
45
Tabel 3. Bagian-bagian Sistem Tata Udara HVAC
No. Bagian Fungsi
1. Cooling coil atau Mengontrol suhu dan kelembapan udara yang
evaporator akan didistribusikan ke ruang produksi dengan
tujuan memperoleh udara yang sesuai dengan
spesifikasi yang telah ditetapkan. Proses yang
dilakukan dengan cara mengalirkan udara yang
berasal dari campuran udara luar melalui
evaporator yang bersuhu rendah. Proses tersebut
menyebabkan terjadinya kontak antara udara dan
permukaan kisi evaporator yang akan
menghasilkan udara dengan suhu yang lebih
rendah, proses ini juga menyebabkan jalur yang
berada dalam uap air yang terdapat dalam udara
ikut berpindah ke kisi evaporator sehingga uap
air akan mengalami kondensasi menyebabkan
udara yang keluar dari evaporator berkurang.
46
Tabel 3. Bagian-bagian Sistem Tata Udara HVAC (lanjutan)
No. Bagian Fungsi
2. Static Pressure Fan Menggerakkan udara disepanjang sistem
atau Blower distribusi udara yang terhubung dengannya.
Blower yang digunakan dalam AHU merupakan
blower radial yang memiliki kisi-kisi penggerak
udara yang terhubung dengan motor penggerak.
Motor tersebut berfungsi mengubah energi
menjadi energi gerak.
3. Filter Mengontrol jumlah partikel dan mikroorganisme
yang dapat mengkontaminasi udara yang masuk
ke ruangan produksi. Filter terbagi menjadi 3,
yaitu :
1. Pre filter (Efisiensi penyaringan 35%) :
Filter yang bersentuhan langsung dengan
udara luar.
2. Medium filter (Efisiensi penyaringan
95%) : filter kedua setelah pre filter yang
ditujukan untuk menyaring udara
sebelum masuk HEPA filter.
3. HEPA filter (Efisiensi penyaringan
99,997%) : merupakan final filter dimana
udara akan langsung masuk ke dalam
ruangan produksi.
4. Ducting (Saluran Tempat mengalirnya udara yang
Udara) menghubungkan blower dan ruang produksi,
yang terdiri dari saluran udara masuk (Ducting
Supply) dan saluran udara yang keluar dari ruang
produksi (Ducting Return).
5. Dumper Bagian dari ducting yang mengatur jumlah udara
yang dipindahkan ke dalam ruang produksi.
Tujuan dari desain Sistem Tata Udara adalah untuk menyediakan sistem sesuai
dengan ketentuan CPOB untuk memenuhi kebutuhan perlindungan produk dan
proses sejalan dengan persyaratan GEP (Good Engineering Practices), seperti
47
keandalan, perawatan, keberlanjutan, fleksibilitas, dan keamanan. Desain Sistem
Tata Udara memengaruhi tata letak ruang berkaitan dengan hal seperti posisi ruang
penyangga udara (airlock) dan pintu. Tata letak ruang memberikan efek pada
Cascade perbedaan tekanan udara ruangan dan pengendalian kontaminasi silang.
Pencegahan kontaminasi dan kontaminasi silang merupakan suatu pertimbangan
desain yang esensial dari Sistem Tata Udara. Mengingat aspek kritis ini, desain
Sistem Tata Udara harus dipertimbangkan pada tahap desain konsep industri
farmasi. Parameter kritis dari tata udara yang dapat memengaruhi produk adalah :
1. Suhu
2. Kelembapan
3. Partikel udara
4. Perbedaan tekanan antar ruang dan pola aliran udara
5. Volume alir udara dan pertukaran udara
6. Sistem filtrasi udara
Sistem HVAC yang biasa diterapkan adalah sistem udara full fresh air dan
sistem resirkulasi. Pada dasarnya ada 3 kategori untuk sistem tata udara, yakni
sistem udara full fresh air, sistem resirkulasi, dan sistem ekstraksi. Industri Lafiau
sendiri menerapkan sistem resirkulasi sebagai sistem HVAC yang akan digunakan
pada tiap ruang produksi baik Sefalosporin, beta laktam maupun Non beta laktam.
Untuk alur jumlah tekanan di dalam ruangan caranya : Air change x volume
ruangan AHU outdoor fresh air pre filter medium filter Coolingcoin,
heating fan hepa filter hepa filter dumper (untuk mengatur banyaknya udara
yang masuk) diagonal dust collector untuk ruang timbang return kembali.
48
Sistem resirkulasi seharusnya tidak menyebabkan resiko kontaminasi atau
kontaminasi silang (termasuk uap dan bahan yang mudah menguap). Penggunaan
udara resirkulasi ini dapat diterima, bergantung pada jenis kontaminan udara pada
sistem udara balik. Hal ini diterima bila filter HEPA dipasang pada aliran udara
pasokan (atau aliran udara balik) untuk menghilangkan kontaminan sehingga
mencegah kontaminasi silang. Sistem resirkulasi tetap menggunakan fresh air saat
akan mensupply kembali sekitar 10-20% dari total udara yang diresirkulasikan dari
ruangan.
Perawatan HVAC dilakukan secara rutin sesuai dengan protokol tetap yang telah
dibuat oleh pihak Lafiau dengan tujuan untuk tetap menjaga kualitas udara ruang
produksi yang merupakan salah satu persyaratan CPOB untuk industri farmasi.
Sistem HVAC merupakan salah satu titik kritis di industri farmasi sehingga
pentingnya perawatan/peremajaan terhadap HVAC. HVAC dikatakan mampat atau
filter dari HVAC telah kotor dan harus segera diganti ditandai dengan udara yang
masuk maupun kelembapan sudah tidak sesuai dengan spesifikasi sehingga harus
dilakukan pengecekan penyebabnya. Selain filter yang kotor yang menyebabkan
udara dan kelembapan tidak sesuai dengan spesifikasi, filter bocor juga
menyebabkan udara dan kelembapan tidak sesuai ditandai dengan udara yang
masuk ketika dilakukan pengujian jumlah partikel mengalami perubahan yang tidak
masuk dalam spesifikasi sesuai dengan ruangan. Berikut ini klasifikasi kebersihan
berdasarkan ruangan.
Tabel 4. Klasifikasi Kebersihan Berdasarkan Ruangan
Ventilasi
Bagian dari Suhu Kelembaba Efisiensi Pertukaran Keterangan
bangunan (oC) n Nisbi (%) saringan Udara per Jam
sesuai udara akhir
kelompok (sesuai kode
kegiatan dan EN 779 &
tingkat EN 1822)***
kebersihan
A Di bawah 16- 45-55 H14 LAF dengan - Pengolahan dan
aliran udara 25 (99,995% kecepatan udara pengisian aseptis
laminar 0,36-0,54 m/det - Pengisisan salep
(LAF) mata, bubuk dan
suspensi steril
B Ruang Steril 16- 45-55 H14 Aliran udara Lingkungan latar
25 (99,995%) turbulen dengan belakang zona
pertukaran udara kelas A, unit
min. 20 x pengolahan &
pengisian aseptis
C Ruang Steril 16- 45-55 H13 Min 20 x - Pembuatan
49
25 (99,95%) larutan bila ada
resiko
- Pengisian produk
non-aseptis
D Bersih 20- 40-60 F8 (75%) Min 20x Pembuatan obat
27 atau 90% steril dengan
ASHRAE sterilisasi akhir
52/76
(single
pass)
H13
(99,95%)
bila di
resirkulasi
di+ make
up air 10-
12% fress
air)
E Umum 20- Maks 70% F8 (75%) 6-20 x Ruang pengolahan
27 atau 90% dan pengemasan
ASHRAE primer obat non
52/76 bila steril, pembuatan
single pass salep kecuali salep
(100% fresh mata
air)
H13
(99,95%)
bila
resirkulasi
di make up
air 10-12%
fress
F Khusus 20- Maks 40% F8 (75%) at 6-20x Pengolahan bahan
27 au 90% AS higroskopis
HRAE 52/7
6 bila single
pass (100%
fresh air)
H13 (99,95
%) bila resir
kulasi di ma
ke up air 1
0-12% fress
1. Water Treatment
Air yang digunakan untuk produksi obat di Lafiau Drs. Roostyan Effendie, Apt.,
adalah Purrified Water. Sumber air berasal dari sumber artesis, yang mempunyai
kedalaman ± 125 m. Air dipompa menggunakan pompa sumur kemudian ditampung di
Ground tank kapasitas 30 m3. Dari Ground tank air dipompa oleh pompa untuk dialirkan
ke penyaring berisi pasir silika (sand filter) yang berfungsi untuk menyaring lumpur,
koloid, dan lumpur yang larut sempurna dalam air. Secara bersamaan Dosing pump
bekerja untuk melakukan klorinasi. Klorinasi berfungsi sebagai desinfektan atau
mengendalikan dan membunuh bakteri. Dari sand filter air dialirkan ke Manganese
50
filter. Manganese filter berfungsi untuk menghilangkan zat besi atau mangan yang
belum sempat teroksidasi oleh klorin. Dari Manganese filter air dialirkan ke Activated
carbon filter yang berfungsi untuk menghilangkan polutan mikro seperti bahan organik,
detergen, bau, senyawa fenol serta untuk menyerap logam berat, klorin dll.
Air dari Activated carbon filter selanjutnya dialirkan ke Softener filter-1 yang
berfungsi untuk menurunkan kesadahan air. Di dalam softner filter-1 berisi resin positif
untuk mengikat ion-ion negatif sepertion ion Cl-. Dari Softener filter-1 air dialirkan ke
Softener filter-2, softner filter-2 berisi resin negatif untuk mengikat ion-ion positif
seperti ion Ca2+, Mg 2+. Softener filter-1 dan Softener filter-2 dipakai secara serial agar
kualitas air semakin baik. Dari Softener filter selanjutnya air dilakukan filtrasi oleh
Catridge filter dengan tujuan untuk menyaring partikel-partikel lepasan dari resin
softener atau dari media filter sebelumnya. Air selanjutnya dialirkan ke Reverse osmosis
RO-1 yang berfungsi untuk menurunkan Konduktivitas atau TDS hingga ± 95%, Total
organic carbon (TOC), menghilangkan mikroba, ion-ion metal, larutan garam dan
mineral lainnya. Dari RO-1 air ditampung di Break tank kapasitas 500 liter, kemudian
air akan difiltrasi oleh Catridge filter untuk menyaring partikel-partikel. Dari Catridge
filter air dialirkan ke RO-2 yang berfungsi sama dengan RO-1 yaitu menurunkan
Konduktivitas atau TDS hingga ± 95%, Total organic carbon (TOC), menghilangkan
mikroba, ion-ion metal, dan larutan garam. RO-2 dipakai secara serial agar kualitas air
semakin baik. Sebagai final treatment, dari RO-2 air di proses melalui unit
Elektrodeionization (EDI).
Elektrodeionization (EDI) berfungsi untuk menurunkan konduktivitas atau TDS
hingga <1,3 µs/cm, dan menurunkan Total organic carbon (TOC). Elektrodeionization
(EDI) merupakan perkembangan dari Ion Exchange System dimana sebagai pengikat ion
(+) dan (-) dipakai juga elektroda di samping resin. Setelah mengalami proses ini air
yang dihasilkan dapat digunakan untuk produksi, yaitu air murni (H2O) tanpa kandungan
mineral dan ion. Untuk mencegah terjadinya pengendapan di beberapa titik, air
disirkulasikan dengan menggunakan sistem looping dan hasilnya ditampung di toren
penampung air. Air bebas mineral yang dihasilkan memiliki daya hantar listrik atau
conductivity yang kecil yaitu <1,3 µs/cm dengan pH 6,8-7,2.
2. Pengolahan Limbah
Pengolahan limbah adalah usaha untuk mengurangi atau menstabilkan zat-zat
pencemar sehingga saat dibuang tidak membahayakan lingkungan dan kesehatan.
Beberapa limbah yang dihasilkan oleh industri farmasi adalah obat-obatan dan limbah
51
dari laboratorium. Lafiau memiliki sarana pengolahan limbah sebagai berikut.
a. Pengolahan Limbah Padat
Pengolahan limbah padat seperti debu, tablet expired date, foil strip rusak dan
plastik sisa penimbangan obat dilakukan dengan menggunakan metode pembakaran
menggunakan incinerator milik Rumah Sakit Salamun. Incinerator merupakan tungku
pembakaran untuk mengolah limbah padat, yang mengkonversi materi padat (sampah)
menjadi materi gas dan abu (bottom ash dan fly ash). Incinerator dilengkapi mesin
pembakaran dengan temperatur tinggi yang dalam waktu relatif singkat mampu
membakar habis semua sampah tersebut hingga menjadi abu. Insinerasi merupakan
proses pengolahan limbah padat dengan cara pembakaran pada temperatur lebih dari
800°C untuk mereduksi sampah mudah terbakar (combustible) yang sudah tidak dapat
didaur ulang lagi, membunuh bakteri, virus, dan kimia toksik.
b. Pengolahan Limbah Cair
Pengolahan limbah cair terdiri dari proses destruksi, penetralan, pengendapan, dan
aerasi di dalam beberapa kolam yang saling berhubungan satu sama lain. Pengolahan
limbah cair menggunakan 6 bak yang sistem kerjanya sebagai berikut:
- Bak I : Limbah produksi dari ruang produksi beta laktam ditampung pada bak 1.
Pada bak 1 ditambahkan H2SO4 pekat (40%) yang bertujuan untuk memecah cincin
beta laktam sehingga menjadi tidak aktif lagi. Selanjutnya dilakukan proses
pengenceran atau hidrolisis dengan air. Selanjutnya limbah cair dialirkan ke bak 2.
- Bak II : Bak 2 berfungsi untuk pengendapan residu dari limbah bak 1. Pengendapan
dengan limbah yang berasal dari ruang produksi non-beta laktam. Pencampuran
dibantu dengan mixer dengan tujuan untuk mempercepat proses homogenisasi.
Kemudian dicek pH untuk mengetahui tingkat keasaman limbah. Setelah itu
dilakukan netralisasi dengan penambahan basa kuat (NaOH) atau asam kuat
(H2SO4) dan air. Range pH yang diharapkan 6-9.
- Bak IV : Bak 4 berfungsi untuk pengendapan residu dari limbah bak 3.
Pengendapan pada bak 2 berdasarkan gaya gravitasi. Limbah cair yang tidak
mengendap selanjutnya dialirkan ke bak 5.
- Bak V : Pada bak 5 dilakukan proses aerasi yang bertujuan untuk menambahkan
52
oksigen terlarut dalam air limbah sehingga meningkatkan kemampuan bakteri aerob
untuk menetralkan limbah di bak V. Serta dilakukan pemeriksaan kualitas pada
limbah. Persyaratan kualitas limbah yang diperbolehkan untuk dibuang ke
lingkungan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Tentang
Baku Mutu Air Limbah tahun 2014 dapat dilihat pada tabel.
-
- Bak VI : Limbah cair yang telah diperiksa pada bak 5 selanjutnya dialirkan ke bak
53
printing, dan lain-lain.
Sistem udara bertekanan (Compressed Air) terdiri dari beberapa komponen, yakni :
a. Kompresor (Compressor)
Kompresor berfungsi sebagai penghasil udara bertekanan. Kompresor yang
digunakan di Lafiau merupakan kompresor free oil.
b. Dryer
Dryer berfungsi untuk menghilangkan uap air dari udara.
c. Filter Oil
Filter oil berfungsi untuk menghilangkan minyak yang terdapat di udara.
d. Filter Bau
Filter bau berfungsi untuk menghilangkan bau yang terdapat di udara. Filter bau
berisi karbon aktif.
e. Tabung Udara (Air Receiver)
Tabung udara berfungsi untuk menampung udara yang selanjutnya akan
didistribusikan ke titik pengguna dengan tekanan dan kecepatan alir yang ditetapkan.
54
Tabel 6. Kelas Kualitas Udara
55
BAB IV
A. Simpulan
Berdasarkan hasil dari kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Industri Lemb
aga Farmasi Angkatan Udara (Lafiau) Roostyan Effendie, kami dapat menyimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Lafiau Roostyan Effendie merupakan industri farmasi pelaksana teknis di bawah
Diskes AU, dimana obat yang dibuat hanya untuk memenuhi kesehatan TNI AU di
seluruh Indonesia.
2. Kegiatan yang dilakukan di Lafiau meliputi perencanaan pengadaan, produksi obat-
obatan, pengemasan, penyimpanan, dan penyaluran bekal kefarmasian.
3. Dalam proses produksinya Lafiau telah menerapkan persyaratan CPOB.
4. Seorang apoteker dalam industri farmasi memiliki peran yang penting, yaitu sebagai
kepala bagian produksi, kepala bagian pengawasan mutu dan kepala bagian
pemastian mutu. Ilmu dan keterampilan yang dimiliki oleh apoteker harus
dibaktikan secara menyeluruh dalam pekerjaan profesinya di suatu industri farmasi.
Penerapan ilmu dan keterampilan apoteker secara total akan meningkatkan kualitas
produk obat yang dihasilkan semakin baik dari waktu ke waktu.
5. Calon apoteker yang melakukan PKPA dapat memiliki wawasan dan pengetahuan
tentang peran, fungsi dan tanggung jawab apoteker dalam industri farmasi, calon
apoteker dapat mengetahui gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan
kefarmasian di industri farmasi.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan untuk Lafiau Roostyan Effendie, yaitu :
1. Penerapan CPOB dalam semua aspek di Lafiau sebaiknya diawasi dengan baik dan
cermat.
2. Dapat menambah produk obat yang diregistrasikan ke BPOM.
3. Perlu dilakukan penambahan alat atau instrumen untuk mempercepat proses
pengujian.
56
DAFTAR PUSTAKA
Makanan, B. P. (2018). Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta: BPOM.
57
LAMPIRAN
58
Lampiran 2. Alur Kegiatan Produksi
59
Lampiran 3. Pengolahan Limbah
Bak II
Bak
Pengendapa
n
Bak Bak Bak Bak
Bak
I
Bak
Limbah
60
Lampiran 4. Alur Proses Purified Water (PW)
61
Lampiran 5. Kartu Karantina, Diluluskan, dan Ditolak
62
Lampiran 6. Alur Proses Pengadaan Barang
STOK OPNAME
DINKES AU DISADA AU
MINBEKKES
PENERIMAAN
GUDANG PEMASOK
TRANSIT
63
Lampiran 7. Contoh Produk LAFI AU
64