Anda di halaman 1dari 116

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan

keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan

anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,

hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat

dan martabat manusia.1 Hak asasi manusia tidak diberikan kepadanya oleh

masyarakat atau karena atas dasar hukum positif negara, melainkan karena

semata-mata ia adalah seorang manusia yang bermartabat. Meskipun manusia

terlahir dalam kondisi serta keadaan yang berbeda-beda, berbeda jenis kelamin,

ras agama, suku, budaya, serta keanekaragaman lainnya pada dasarnya tetap

memiliki hak-hak yang mana hak tersebut bersifat universal dan tidak dapat

dicabut oleh siapapun.2

Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, menjelaskan adanya

pengakuan terhadap prinsip persamaan bagi seluruh warga negara tanpa kecuali.

Prinsip ini menghapus diskriminasi, yang artinya setiap warga negara mempunyai

hak yang sama dihadapan hukum dan pemerintah tanpa memandang agama, suku,

kedudukan, golongan, dan jenis kelamin.3 Jadi dapat simpulkan bahwa segala

bentuk tindakan diskriminasi merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

1
Indonesia, Undang-Undang Tentang Hak Asasi Manusia, UU No 39 TAHUN 1999, psl
1 angka 1

2
Choirul Mahfud,Pendidikan Multikultural (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), 75.
3
Indonesia, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia , TAHUN 1945, psl 27 angka 1

1
2

Selain hak asasi manusia kita juga mengenal tentang hak asasi wanita, dimana

hak tersebut adalah hak yang dimiliki oleh seorang wanita, baik sebagai manusia

ataupun sebagai wanita. Wanita juga memiliki hak-hak, salah satunya adalah hak

untuk memperoleh profesi/pekerjaan yang diinginkan sesuai dengan minat dan

potensinya. Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

Manusia Pasal 48, yang berbunyi : “Wanita berhak untuk memperoleh pendidikan

dan pengajaran dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi sesuai dengan persyaratan

yang telah ditentukan. Pasal 49 ayat (1) yang berbunyi : “Wanita berhak untuk

memilih dan dipilih, diangkat, dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi sesuai

dengan persyaratan peraturan perundang-undangan.” Pasal 49 ayat (2) yang

berbunyi : “Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam

pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam

keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita.4

Secara ideal hak asasi manusia tak memilih gender, tapi nyatanya secara

universal, perempuan tak menikamti dan mempraktekan hak asasi dan kebebasan

dasar sepenuhnya, atas dasar yang sama seperti laki-laki. Padahal semua hak asasi

manusia menjamin non-diskriminasi dan persamaan seks.5

Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 bahwa

Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung

ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama,

suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, dan jenis

4
Pusat Kajian Wanita dan Gender, Hak Azasi Perempuan Instrumen Hukum Untuk
Mewujudkan Keadilan Gender, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2004, hal. 95.
5
Rahmad Safa’at, Buruh Perempuan : Perlindungan Hukum dan Hak Asasi Manusia,
IKIP, Malang, 1998, hal. 8.
3

kelamin, yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan

pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar

dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi,

hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya. Secara yuridis, dalam tataran

nasional maupun internasional, instrumen hukum dan peraturan perundang-

undangan Indonesia mengakui adanya prinsip persamaan hak antara laki-laki dan

wanita.6

Berbicara tentang hak asasi manusia, Indonesia juga merupakan salah satu

negara yang menjunjung tinggi, melindungi, dan menghormati Hak Asasi

Manusia. Bangsa Indonesia merupakan anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa

(PBB) yang mengemban tanggung jawab moral dan hukum dalam melaksanakan

Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh PBB, serta

berbagai instrumen Internasional lainnya mengenai Hak Asasi Manusia yang telah

diterima oleh negara Indonesia sehingga diundangkannya Undang-undang Nomor

39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Namun dalam realitasnya masih

banyak pelanggaran-pelanggaran Hak Asasi Manusia, salah satunya diskriminasi

terhadap pekerja wanita.

Sudah tiba saatnya membuka pandangan baru yang dapat mempraktekkan

berkembangnya suatu dunia dimana laki-laki dan wanita sama-sama diberdayakan

dan bekerjasama untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi terhadap

perempuan yang hingga kini masih menjadi kenyataan dilingkungan budaya kita.7

6
Indonesia, Undang-Undang Tentang Hak Asasi Manusia, UU No 39 TAHUN 1999, psl
1 angka 1

7
Pendidikan Hak Asasi Manusia Bagi Rohaniwan, Pendidikan Hak Asasi Manusia Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia”,2002, hal. 4.
4

Moempoeni Martojo mengatakan bahwa: “Istilah warga negara sudah barang

tentu mengandung pengertian baik wanita maupun pria”.8 Sebab dimana pun

negara di dunia ini, warga negaranya selalu terdiri dari laki-laki dan perempuan.

Diakuinya prinsip persamaan di hadapan hukum dan pemerintah yang tertuang di

dalam Undang-Undang Dasar menunjukan bahwa pendiri negara Indonesia

terdahulu sadar betapa pentingnya perlindungan terhadap hak asasi manusia.9

Di era modern ini pun kita sudah tahu bahwa emansipasi wanita mulai diakui

oleh dunia, salah satunya di Indonesia yang mana kita tahu emansipasi wanita

diperingati setiap Tanggal 22 April sebagai Hari Kartini, namun karena perbedaan

agama, suku, budaya, dan jenis kelamin sering menimbulkan sifat egois yang

mengakibatkan lahirnya tindakan diskriminasi. Sebelum kita mengenal lebih jauh

diskriminasi pada perempuan, kita perlu mengetahui apa itu diskriminasi.

Diskriminasi berasal dari bahasa latin yaitu discriminatus yang artinya

membagi atau membedakan. Perlakuan membedakan terhadap orang lain

berdasarkan kelompok merupakan diskriminasi.10 Diskriminasi menjadi penyebab

tidak meratanya seorang wanita dalam memperoleh pekerjaan yang diinginkan,

mendapatkan pengakuan, serta penghargaan atas pencapaian kerjanya. Dibalik

diskriminasi yang terjadi pastilah ada faktor yang menjadi penyebab mengapa

wanita sampai saat ini masih mendapatkan perlakuan diskiminatif.11

8
Moempoeni Martojo, Prinsip Persamaan di Hadapan hukum bagi Wanita dan
Pelaksanaannya di Indonesi”, Disertasi, Semarang: Universitas Dipenogoro (UNDIP), 1999, hal.
2.
9
Dede Kania, Hak Asasi Perempuan dalam Peraturan Perundang-Undangan di
Indonesia, Jurnal Konstitusi Vol. 12 No. 4, Bandung, 2015, hal. 717.
10
Sunarto, Pengantar Sosiologi, Lembaga Fakultas Ekonomi Indonesia, Jakarta, 2004, hal.
161.
11
http://mappifhui.org/2018/11/23/ketidakadilan-gender-kekerasan-terhadap-perempuan-
vol-ii/ diakses pada tanggal 8 febuari 2021 pukul 16.35 wib
5

Salah satu faktor yang menyebabkan diskriminasi pada wanita karena wanita

sering dikaitkan dengan isu performa kerja yang lemah dan memiliki kemampuan

yang tidak setara dengan laki-laki. Hal inilah yang menjadi dasar mengapa pekerja

laki-laki lebih diutamakan dibanding pekerja wanita. Dan tidak mengherankan

apabila sering terjadi ketidakadilan dalam pengangkatan, promosi, gaji, serta

penempatan posisi strategis jabatan. Kebanyakan perusahaan yang lebih

mengutamakan pekerja laki-laki dibanding pekerja wanita.12

Diskriminasi juga menjadi alasan pekerja wanita takut untuk menata karirnya

dan tidak percaya diri terhadap apa yang ia lakukan, sehingga menurunkan

motivasi dan menyebabkan pekerja wanita mengundurkan diri dari perusahaan

tersebut. Pada dasarnya basis kompetensi merupakan hal yang perlu diutamakan. 13

Dalam hal ini perlu kesadaran dari pihak perusahaan bahwa kompetensi

merupakan sesuatu yang diutamakan daripada hanya melihat dari segi jenis

kelamin. Padahal baik pria maupun wanita memiliki potensi yang sama. Maka

setiap perusahaan harusnya bisa memperhatikan hal ini dalam merekrut dan

memperlakukan pekerjanya. Selain bertentangan dengan hak asasi manusia

perilaku diskriminatif sangat bertentangan dengan konsep keadilan. Karena pada

dasarnya antara laki-laki dan wanita adalah seimbang.14

Diskriminasi di lingkungan kerja mengacu pada Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Dalam konsiderans “menimbang”

Undang-undang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa “perlindungan terhadap


12
ibid
13
Dr.Ir. Benjamin Bukit, MM. Dr. Tasman Malusa, M.Pd. Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.
Pengembangan Sumber Daya Manusia 2017 yogyakarta
14
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1439/mencapai-kesetaraan-
gender-dan-memberdayakan-kaum-perempuan Diakses pada Tanggal 8 Febuari 2021 pukul 17.14
wib
6

tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan

menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar

apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya dengan tetap

memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.” Ditegaskan pula dalam

pasal 6 Undang-undang Ketenagakerjaan sebagai berikut :

“Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa

diskriminasi dari pengusaha.” Seperti dalam persyaratan lowongan pekerjaan yang

memberikan syarat pada jenis kelamin tertentu. Lalu pada jabatan strategis

lowongan pekerjaan kebanyakan hanya diperuntukkan bagi lak-laki, dimana

kebanyakan pekerja wanita selalu diposisikan pada jenis-jenis jabatan yang tidak

memberikan keputusan final, tentu hal ini juga merupakan salah satu bentuk

diskriminasi wanita.15

Untuk memahami arti serta penghapusan diskriminasi terhadap wanita dalam

memperoleh profesi maka lahirlah Konvensi Umum Organisasi Perburuhan

Indonesia (ILO). Konvensi ILO merupakan badan PBB yang bertugas

memajukan kesempatan bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh

pekerjaan yang layak dan produktif dalam kondisi yang merdeka, setara, aman,

bermartabat.16 Dalam Konvensi ILO Nomor 111 Mengenai Diskriminasi Dalam

Pekerjaan dan Jabatan yang telah disahkan dengan Undang-Undang Nomor 21

Tahun 1999. Dalam konvensi tersebut istilah diskriminasi meliputi :

15
Sinta Ulin, Pekerja Wanita di Perusahaan Dalam Perspektif Hukum dan Jender, Jurnal
Equility 10, No.2, 2005, hal.3.
16
ILO,.T.t, About The ILO, International Labour Organization, diakses
http://www.ilo.org/global/about-the-ilo/lang--en/index.htm pada tanggal 5 Maret 2021
7

1. Setiap pembedaan, pengecualian, atau pengutamaan atas dasar ras, warna

kulit, jenis kelamin, agama, keyakinan politik, kebangsaan atau asal-usul

sosial yang berakibat meniadakan atau mengurangi perasamaan kesempatan

atau perlakuan dalam pekerjaan atau jabatan;

2. Perbedaan, pengecualian atau pengutamaan lainnya yang berakibat

meniadakan atau mengurangi persamaan kesempatan atau perlakuan dalam

pekerjaan atau jabatan sebagaimana ditentukan oleh anggota yang

bersangkutan setelah berkonsultasi dengan wakil organisasi pengusaha dan

pekerja jika ada, dan dengan badan lain yang sesuai.

Istilah “pekerjaan” atau “jabatan” dalam konvensi ini meliputi kesempatan

mengikuti pelatihan, memperoleh pekerjaan dan jabatan tertentu, dan syarat-syarat

serta kondisi kerja. Lebih jauh, terkait dengan penempatan tenaga kerja ini,

Undang-undang Ketenagakerjaan memberikan pengaturan bahwa pengusaha

harus memperhatikan hal-hal berikut (Pasal 32 Undang-Undang

Ketenagakerjaan):

1. Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas,

obyektif serta adil, dan setara tanpa diskriminasi;

2. Penempatan tenaga kerja diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja pada

jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan

kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan

perlindungan hukum;
8

3. Penempatan tenaga kerja dilaksanakan dengan memperhatikan pemerataan

kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan

program nasional dan daerah.

Berdasarkan data observasi peneliti, di era modern ini wanita masih

mendapatkan perlakuan diskriminatif dalam dunia kerja. Tindakan diskriminatif

tersebut berupa pembatasan-pembatasan terhadap wanita dalam memperoleh

profesi/pekerjaan yang diinginkan. Hal tersebut membuat para wanita sulit untuk

mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Karena perusahaan cenderung

memberikan kualifikasi pekerjaan yang hanya bisa diisi oleh kaum laki-laki,

sementara untuk wanita hanya mengisi posisi pekerjaan yang dianggap mudah.

Pada umumnya pemberian hak bagi wanita sama dengan hak-hak lain seperti

yang telah disebutkan dalam pasal-pasal Undang-Undang Hak Asasi Manusia

namun dengan beberapa alasan lebih dipertegas lagi. Perlindungan tenaga kerja

diatur di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pasal 67 sampai dengan Pasal 101 meliputi perlindungan buruh penyandang cacat,

anak, perempuan, waktu kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, pengupahan dan

kesejahteraan. Namun demikian, masih kurangnya kesadaran terhadap wanita

bahwa hak-haknya dilindungi dan bahwa hal tersebut mempunyai pengaruh

terhadap kehidupan wanita.17

Hak-hak wanita juga diatur dalam Konvensi CEDAW (Convention on the

Elimination of All Forms of Discrimination Against Women). Konvensi CEDAW

17
https://andhikafrancisco.wordpress.com/2013/04/22/makalah-hukum-perlindungan-
pekerja-wanita, diunduh tanggal 5 Maret 2021
9

merupakan konvensi yang memperjuangkan hak-hak wanita dan memerintahkan

kepada seluruh negara di dunia agar tidak melakukan diskriminasi terhadap

wanita. Salah satu tujuan didirikannya Konvensi CEDAW adalah untuk

melaksanakan azas-azas yang tercantum dalam Konvensi mengenai penghapusan

diskriminasi terhadap wanita, dan untuk maksud itu melakukan langkah tindak

yang diperlukan untuk menghapus diskriminasi dalam segala bentuk dan

manifestasinya.18 Dasar hukum atas hak tersebut dalam instrumen internasional

dapat ditemukan dalam Pasal 23 DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi

Manusia), Pasal 6 ayat (1), 7 dan Pasal 8 ayat 1 butir (a) dan (b) Konvensi

Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, dimana didalamnya

diatur hak-hak seseorang atas suatu profesi dan pekerjaan yang berlaku bagi

semua orang. Dan pada Pasal 11 CEDAW (Convention on the Elimination of All

Forms of Discrimination Against Women), Pasal 3 Konvensi tentang Hak-Hak

Politik Perempuan, dapat ditemukan adanya perlindungan hak tersebut yang

diberlakukan lebih khusus kepada semua perempuan.19

Dalam instrumen nasional mengenai hal ini dapat ditemukan dalam Pasal 76

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Pasal 49 (1)

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Perlindungan hukum sebetulnya sudah disediakan bagi para tenaga kerja baik

laki-laki maupun wanita. Namun pada realitanya penyimpangan tetap terjadi

karena di Indonesia masih kental presepsi bahwa wanita tidak sepadan dengan

18
Kelompok Kerja Convention Watch, Hak Azasi Perempuan Instrumen Hukum untuk
Mewujudkan Keadilan Gender Edisi Keempat, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, 2012,
hal. 11.
19
https://www.bphn.go.id/data/documents/optional_protocol_cedaw_terhadap_hukum_na
sional_yang_berdampak_pada_pemberdayaan_perempuan.pdf diunduh tanggal 5 Maret 2021
10

pria / budaya patriarkhi. Budaya partriakhi tersebut menyebabkan wanita selalu

dianggap remeh dan tidak memiliki kompetensi yang setara dengan laki-laki.

Kebanyakan laki-laki lebih berperan dalam memegang kekuasaan, yang secara

otomatis dapat mendegradasi peran dan keberadaan perempuan.20

Berbicara tentang hak asasi manusia tentu tidak bisa terlepas dari konsep

keadilan, karena keadilan merupakan salah satu hak asasi manusia yang tidak

dapat diganggu gugat. Keadilan berasal dari kata “adil”. Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI), adil diartikan tidak berat sebelah, berpihak kepada

yang benar dan tidak sewenang-wenang. Keadilan berarti sifat (perbuatan,

perlakuan) yang adil di dalam mempertahankan hak bagi masyarakat.21

Ketertinggalan wanita mencerminkan bahwa masih adanya ketidaksetaraan

dan ketidakadilan antara laki-laki dan wanita di Indonesia. Pembedaan peran

wanita, fungsi, tugas dan tanggung jawab serta kedudukan laki-laki dan wanita

baik secara langsung maupun tidak langsung telah menimbulkan berbagai

ketidakadilan, salah satunya karena kentalnya presepsi masyarakat laki-laki selalu

lebih unggul daripada wanita.22 Kondisi demikian mengakibatkan kesenjangan

peran sosial dan tanggung jawab sehingga melahirkan tindakan diskriminasi.

Maka dari itu dibutuhkan kepastian hukum agar hak-hak wanita dapat dilindungi

dan agar tidak lagi ada kesenjangan antara laki-laki dan wanita, karena pada

dasarnya laki-laki dan wanita adalah setara.23

20
Nalom Kurniawan, Hak Asasi Perempuan dalam Perspektif Hukum dan Agama, Jurnal
Konstitusi, Vol. IV, No. 1, Juni 2011, hal. 172.
21
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hal. 6-7.
22
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1439/mencapai-kesetaraan-
gender-dan-memberdayakan-kaum-perempuan di akses tanggal 6 maret 2021
23
ibid
11

Kepastian hukum merupakan jaminan mengenai hukum yang berisi keadilan.

Norma-norma yang memajukan keadilan harus sungguh-sungguh berfungsi

sebagai peraturan yang ditaati. Menurut Gustav Radbruch keadilan dan kepastian

hukum merupakan bagian-bagian yang tetap dari hukum.24 Beliau berpendapat

bahwa keadilan dan kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dan ketertiban

suatu negara. Berdasarkan teori kepastian hukum dan nilai yang ingin dicapai

yaitu nilai keadilan dan kebahagiaan.25

Perlindungan hak wanita dalam memilih pekerjaan terdapat juga dalam Pasal

38 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang

mengatakan bahwa :

a. Setiap warga negara, sesuai dengan bakat, kecakapan, kemampuan, berhak

pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil;

b. orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak

pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil;

c. Setiap orang, baik pria maupun wanita yang melakukan pekerjaan yang sama,

sebanding, setara, dan serupa, berhak atas upah serta syarat-syarat perjanjian

kerja yang sama;

d. Setiap orang, baik pria maupun wanita, dalam melakukan pekerjaan yang

sepadan dengan martabat kemanusiaannya berhak atas upah yang adil sesuai

dengan prestasinya dan dapat menjamin kelangsungan kehidupan keluarganya;

24
Sonny Pungus, Teori Tujuan Hukum, http://sonny-tobelo.com/2010/10/teori-
tujuanhukum-gustav-radbruch-dan.html, diakses pada tanggal 6 Maret 2021
25
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologi), Toko
Gunung Agung, Jakarta, 2002, hal. 95.
12

Bahwasannya para pekerja khususnya wanita mempunyai hak untuk

mendapatkan perlindungan hukum demi mendapatkan pekerjaan yang diinginkan

serta layak untuk membantu mensejahterakan perekonomian keluarganya. Asas

yang mendasari hak bagi wanita diantaranya perspektif gender dan anti

diskriminasi, dalam artian memiliki hak yang sama seperti kaum laki-laki dalam

bidang pendidikan, hukum, pekerjaan, politik, kewarganegaraan dan hak dalam

perkawinan serta kewajibannya.26

Pemerintah telah membuat aturan-aturan untuk melindungi hak-hak pekerja

wanita. Salah satu bentuk dukungan terhadap pekerja wanita adalah dengan

dibentuknya beberapa peraturan untuk melindungi hak pekerja wanita. Lalu

langkah selanjutnya sebagai sebagai bentuk implementasi dari peraturan tersebut

adalah dengan diawasi oleh pemerintah dan ILO.

Adapun pemerintah Indonesia juga melakukan pengawasan dalam penerapan

konvensi ILO yang diratifikasi Indonesia, yakni sebagai berikut :27

a. Pemerintah diminta melaporkan pelaksanaan konvensi ILO secara berkala

berdasarkan konstitusi ILO dan standar ILO Reporting Obligation.

b. Konvensi dan rekomendasi ILO yang dilaporkan pelaksanaannya berdasarkan

waktu tahunan, dua tahunan, dan lima tahunan.

c. Pelaporan yang disampaikan kepada ILO di konsultasikan atau

dikomunikasikan terlebih dahulu kepada perwakilan Tripatrit Indonesia.

26
Rhoma K. M. Smith, et. al. dalam Suparman Marzuki, Hukum Asasi Manusia,
PUSHAM UII, Yogyakarta, 2008, hal. 269.
27
Shafira Khairunnisa, et. al. Analisis Hukum dan Ratifikasi dan Implementasi Konvensi-
Konvensi International Labour Organization (ILO) di Indonesia, Dipenogoro Law Review 5, No.
2, 2016, hal. 7.
13

Berdasarkan peraturan yang dibuat oleh pemerintah harusnya sudah tidak ada

lagi diskrimininasi yang dialami wanita dalam memilih profesi yang diinginkan,

dengan kebijakan tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang

diharapkan dengan yang benar-benar dihasilkan. Jika diperhatikan kondisi di

lapangan, seperti yang terjadi pada PT Mitra Powerindo Sejahtera dapat

ditemukan adanya pembatasan-pembatasan persyaratan jabatan yang mengarah

pada diskriminasi jenis kelamin. Persyaratan dalam lowongan pekerjaan masih

sarat dengan persyaratan jenis kelamin tertentu. Meskipun bila dikaji lebih lanjut

karakter pekerjaan atau jenis jabatan tersebut tidak khas untuk mempersyaratkan

jenis kelamin tertentu. Artinya bahwa pekerjaan atau jabatan tersebut tidak

mempunyai karakter yang khas sesuai Pasal 1 (ayat2) yang menyebutkan bahwa

setiap perbedaan pengecualiaan atau pengalaman mengenai pekerjaan tertentu

yang didasari persyaratan khas dari pekerjaan itu, tidak dianggap sebagai

diskriminasi.

Berdasarkan penjelasan diatas, saya sebagai mahasiswi hukum merasa tertarik

untuk mengangkat masalah ini dalam sebuah penulisan ilmiah dengan judul:

IMPLEMENTASI HUKUM ATAS DISKRIMINASI TERHADAP HAK

BAGI PEKERJA WANITA DALAM MEMPEROLEH PROFESI YANG

DIINGINKAN DALAM DUNIA KERJA (STUDI KASUS PADA PEKERJA

WANITA DI PT. MITRA POWERINDO SEJAHTERA).

B. Identifikasi Masalah
14

Dari latar belakang yang tertulis maka penulis memberikan identifikasi masalah

yang akan dijadikan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana Konsep Sistem Hukum yang mengatur tentang Diksrimnasi

terhadap Pekerja Wanita di Indonesia?

2. Bagaimana Implementasi Hukum Atas Diskriminasi terhadap Hak bagi

Pekerja Wanita dalam Memperolej Profesi pada PT Mitra Powerindo

Sejahtera

C. Perumusan Masalah

Dengan ini penulis akan merumuskan masalah sebagai berikut:

agaimanakah bentuk

1. Bagaimana Konsep Sistem Hukum yang mengatur tentang Diksrimnasi

terhadap Pekerja Wanita di Indonesia?

2. Bagaimana Implementasi Hukum Atas Diskriminasi terhadap Hak bagi

Pekerja Wanita dalam Memperoleh Profesi pada PT Mitra Powerindo

Sejahtera

D. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui Konsep Sistem Hukum yang mengatur tentang

Diksrimnasi terhadap Pekerja Wanita di Indonesia


15

2. Untuk mengetahui Implementasi Hukum Atas Diskriminasi terhadap Hak

bagi Pekerja Wanita dalam Memperoleh Profesi pada PT Mitra Powerindo

Sejahtera

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah :

1. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan yang positif terkait

Konsep Sistem Hukum yang mengatur tentang Diskrimnasi terhadap Pekerja

Wanita di Indonesia

2. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan solusi hukum tentang

Implementasi Hukum Atas Diksriminasi terhadap Hak bagi Pekerja Wanita

dalam Memperoleh Profesi pada PT Mitra Powerind Sejahtera

Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan bagi masyarakat dan

pelaku usaha, betapa pentingnya menghargai hak-hak pekerja wanita tanpa

membedakan jenis kelamin.

E. Kerangka Teori

1. Teori Keadilan

Secara bahasa keadilan berasal dari kata dasar “adil” (just, fair,

equitable, legal) yang berarti berpihak pada yang benar dan berpegang pada

kebenaran, atau sifat, perbuatan dan perlakuan yang adil.28

Keadilan menurut Plato yaitu menekankan pada harmoni atau keselarasan.

Plato mendefinisikan keadilan sebagai “the supreme virtue of the good state”,

sedang orang yang adil adalah “the self diciplined man whose passions are

28
John M. Echols et.al, Kamus Inggris Indonesia, PT. Gramedia, Jakarta, 2003.
16

controlled by reason”.29 Bagi plato keadilan tidak dihubungkan secara

langsung dengan hukum.

Dalam konsep Plato tentang keadilan dikenal adanya keadilan individual

dan keadilan dalam negara. Untuk menemukan pengertian yang benar

mengenai keadilan individual, terlebih dahulu harus ditemukan sifat-sifat

dasar dari keadilan itu dalam negara, untuk itu plato mengatakan “let us

enquire first what it is the cities, then we will examine it in the single man,

looking for the likeness of the larger in the shape of the smaller”.30

Plato melihat bahwa keadilan timbul karena penyesuaian yang memberi

tempat yang selaras kepada bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat.

Keadilan terwujud dalam suatu masyarakat bilamana setiap anggota

melakukan secara baik menurut kemampuannya fungsi yang sesuai atau yang

selaras baginya.31

Menurut W.J.S Poerwadarminto ekadilan adalah suatu kondisi tidka berat

sbeleah atau pun seimbang, yang sepatutnya tidak diputuskan dengan cara

yang sewenang-wenang.

Padmo Wahyono menyatakan bahwa keadilan adalah masalah hidup

dalam kaitannya dengan orang lain atau masalah hidup berkelompok.32

John Rawls mengemukakan bahwa teori keadilan merupakan suatu

metode untuk mempelajari dan menghasilkan keadilan.33


29
Yustisia, “Kajian Filosofis Tentang Konsep Keadilan Dari Pemikiran Klasik Sampai
Pemikiran Modern”, Vol. 3, 2 Mei – Agustus 2014, hal. 120.
30
The Liang Gie, Teori-teori Keadilan, Sumber Sukses, Yogyakarta, 1982. hal. 22.
31
Yustisia, Op. Cit hal, 13.
32
Padmo Wahyono, Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1992, hal. 130.
33
Rawls, John, Justice As Fairness Political Not Metaphysica, Philosophy and Public
Affairs 14, 1985.
17

Menurut penulis keadilan merupakan suatu upaya yang dilaksanakan

untuk menciptakan kehidupan manusia yang lebih tentram dan kondusif.

2. Teori Kesejahteraan

Menurut Sunarti Kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan

penghidupan sosial, material, maupun spiritual yang diliputi rasa keselamatan,

kesusilaan dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan setiap warga

negara untuk mengadakan usaha-usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani

dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, rumah tangga serta masyarakat.34

Konsep kesejahteraan menurut Nasikun dapat dirumuskan sebagai padanan

makna dari konsep martbaat manusia yang dapat dilihat dari empat indikator

yaitu :35

a. Rasa aman (security).

b. Kesejahteraan (welfare).

c. Kebebasan (freedom).

d. Jati diri (identity).

Kesejahteraan menurut Kamus Bahasa Indonesia berarti “hal atau keadaan

sejahtera, sedang arti sejahtera sendiri adalah aman sentosa, makmur, serba

cukup.36

Kesejahteraan menurut Liony dkk, adalah sebuah tata kehidupan dan

pemghidupan sosial. Material maupun spiritual yang diikuti dengan rasa

34
Sunarti Euis, Kependudukan dan Kesejahteraan Keluarga; Isu Strategis Dalam
Analisis Dampak Kependudukan Terhadap Aspek Sosial Ekonomi, Fakultas Ekologi Manusia IPB,
Bogor, 2011.
35
Nasikun, Sistem Sosial Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993.
36
Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta, 2007, hal. 794.
18

keselamatan, kesusilaan dan ketentraman diri, rumah tangga serta masyarakat

lahir dan batin yang memungkinkan setiap warga Negara dapa melakukan

suatu pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya

bagi diir sendiri, rumah tangga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi

hak-hak asasi.

Menurut Pramata dkk, kesejahteraan merupakan sejumlah kepuasan yang

diperoleh dari hasil mengkonsumsi pendapatan yang diterima, namun tingkatan

dari kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat relatif karena

tergantung dari besarnya kepuasan yang diperoleh dari hasil mengkonsumsi

pendapatan tersebut. Keterkaitan antara konsep kesejahteraan dan konsep

kebutuhan adalah dengan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka

seseorang sudah dinilai sejahtera, karena tingkat kebutuhan tersebut secara

tidak langsung sejalan dengan indikator kesejahteraan.

Menurut penulis kesejahteraan merupakan keadaan yang menunjukan

bahwa seorang manusia hidup dalam kondisi baik, tercukupi dalam segi

ekonomi, serta dalam keadaan yang damai dan sehat.

3. Teori Kepastian Hukum

Menurut Sudikno Mertukusumo, kepastian hukum merupakan sebuah

jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik.

Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam

perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa,

sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin


19

adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus

ditaati.37

Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dan pengertian, yaitu

pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui

perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa

keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan perintah karena dengan

adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja

yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.38

Frans Magnis-Suseno menjelaskan makna kepastian hukum secara

filosofis dengan uraian pendapatnya sebagai berikut : “Kepastian hukum

berarti bahwa setiap orang dapat menuntut agar hukum dilaksanakan dan

tuntutan itu pasti dipenuhi, dan bahwa setiap pelanggaran akan ditindak dan

dikenakan sanksi menurut hukum juga. Disini termasuk bahwa alat negara

dalam menjamin pelaksanaan hukum bertindak sesuai dengan norma-norma

hukum sendiri.39

Kepastian hukum menurut Jan Michiel Otto mendefinisikan sebagai

kemungkinan bahwa dalam situasi tertentu :

a. Tersedia aturan-aturan yang jelas (jernih), konsisten dan mudah diperoleh,

diterbitkan oleh dan diakui karena (kekuasaan) negara.

37
Asikin Zainal, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2012.
38
Riduan Syaharani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Penerbit Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1999, hal. 385.
39
Frans Magnis-Suseno, Etika Politik Prinsip-Prinsip Moran dan Dasar Kenegaraan
Modern, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999 hal. 79-80.
20

b. Instansi-instansi penguasa (pemerintah) menerapkan aturan-aturan hukum

tersebut secara konsisten dan juga tunduk dan taat kepadanya.

c. Warga negara prinsipil menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan-

aturan tersebut.

d. Hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpikir menerapkan

aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu mereka

menyelesaikan sengketa hukum.

e. Keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.40

Menurut penulis kepastian hukum adalah suatu jaminan bahwa hukum

tersebut dijalankan dengan cara yang baik

4. Teori Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum menurut Sajipto Raharjo adalah memberikan

pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan

perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat

menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.41

Menurut Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa Perlindungan Hukum

adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-

hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan

hukum dari kesewenangannya.42

Menurut pandangan Mertukusumo kepastian hukum merupakan

perlindungan yustiable terhaap tindakan sewenang-wenang, yang berarti


40
Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Sinar Grafika, Jakarta, 2011.
41
MSoerjono Soekantor, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 2006, hal. 133.
42
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Bagi Rakyat di Indonesia, PT. Bina Ilmu , Surabaya,
1987, hal. 1-2.
21

sesorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan

tertentu”.43

Menurut CST Kansil, perlindungan hukum adalah segala upaya hukum

harus diberikan oleh aparat penegak hukum demi memberikan rasa aman, baik

secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak

manapun.44

Menurut penulis perlindungan hukum merupakan suatu pengayoman

terhadap haka sasi manusia yang telah dirugikan orang lain dan perlindungan

tersebut akan diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikamati

hak-hak yang diberikan oleh hukum.

5. Teori Kedaulatan Hukum

Teori kesadaran hukum menurut Soerjono Soekanto adalah persoalan

nilai-nilai yang terdapat pada diri manusia tentang hukum yang ada atau

tentang hukum yang diharapkan ada. Sebenarnya yang ditekankan adalah

nilai-nilai tentang fungsi hukum dan bukan suatu penilaian hukum terhadap

kejadian-kejadian yang konkrit dalam masyarakat yang bersangkutan.45

Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa kesadaran hukum berarti

kesadaran tentang apa yang seyogyanya tidak kita lakukan atau perbuatan atau

yang seyogyanya tidak kita lakukan atau perbuatan terutama terhadap orang
43
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta,
1988, hal. 58.
44
C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta, 1989, hal. 40.
45
Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2002, hal. 215.
22

lain. Ini berarti kesadaran akan kewajiban kita masing-masing terhadap orang

lain.46

Paul Scholten yang dimaksud dengan kesadaran hukum adalah kesadaran

yang ada pada setiap manusia tentang apa hukum itu atau apa seharusnya

hukum itu suatu kategori tertentu dari hidup kejiwaan kita dari mana kita

membedakan antara hukum (recht) dan tidak hukum (onrecht) antara yang

seyogyanya dilakukan dan tidak seyogyanya dilakukan.47

Krabbe menyatakan bahwa kesadaran hukum merupakan kesadaran atau

nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia, tentang hukum yang ada atau

tentang hukum yang diharapkan ada.48

Kesadaran hukum menurut penulis adalah kesadaran diri yang hadir tanpa

tekanan, paksaan, serta pengaruh dari luar untuk tunduk pada hukum yang

berlaku.

F. Metode Penelitian Hukum

1. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

metode normatif-empiris dimana metode penelitian ini merupakan

penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan

berbagai unsur empiris. Dalam penelitian normatif-empiris ini juga mengenai

implementasi ketentuan huku normatif (Undang-Undang) dalam aksinya di

46
Sudiko Mertokusumo, Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat, Edisi Pertama,
Liberti, Yogyakarta, 1981, hal. 13.
47
Marwan Mas, Penghantar Ilmu Hukum, Ghaila Indonesia, Bogor, 2014, hal. 88.
48
Achmad Ali et. al, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Kencana, Jakarta,
2012, hal. 141.
23

setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat. Dalam

penelitian hukum menggunakan Non Judi Case Study “ialah pendekatan studi

kasus hukum yang tanpa ada konflik sehingga tidak akan ada campur tangan

dengan pengadilan”.

2. Jenis Data

Untuk mengumpulkan data pada penelitian ini, peneliti menggunakan tiga

jenis bahan hukum, yaitu :

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat.

Data ini didapat dari sumber pertama baik melalui individu atau

perseorangan, seperti hasil wawancara dari narasumber yang berhubungan

dengan objek permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Data

primer dalam suatu penelitian dapat diperoleh melalui wawancara dan

pengamatan. Pengamatan adalah melakukan, memperhatikan dengan

seksama akan obyek yang diteliti secara komprehensif.

b. Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari kepustakaan. Data

sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan

disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau pihak lain. Kegunaan

data sekunder adalah untuk mencari data awal atau informasi, mendapatkan

landasan teori atau landasan hukum, mendapatkan batasan, definisi, arti

suatu istilah. Data sekunder dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) kelompok:

a. Data sekunder yang bersifat pribadi.


24

b. Data sekunder yang bersifat publik.

Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder

dan bahan hukum tersier yaitu:

a) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat

berupa undang-undang, yakni : Undang-Undang Nomor 39 Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 Tentang Ketenagakerjaan.

b) Bahan baku sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan-bahan hukum primer yang diperoleh dari

studi kepustakaan berupa literature-literature yang berkaitan dengan

permasalahan peneliti.

c) Bahan baku tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang

berkaitan dengan penelitian ini diantara adalah internet, kamus

hukum, dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian

ini adalah dengan melakukan wawancara dan studi kepustakaan. Wawancara

adalah suatu pengumpulan data dengan melakukan komunikasi secara

langsung dengan narasumber guna memperoleh informasi atau mendukung

objek penelitian. Dalam melakukan wawancara peneliti terlebih dahulu

menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan kepada narasumber

secara langsung. Sementara studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan


25

data dengan melakukan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier.

4. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode analisis kualitatif. Data

penelitian kualitatif bersifat deskriptif, yakni data berupa kata-kata dan

gambar yang diperoleh dari transkrip wawancara, catatan lapangan, foto,

video, dan dokumen-dokumen lainnya. Penelitian kualitatif menekankan

proses, yakni proses yang terjadi dan berlangsung pada sumber data

(subjek/informan, objek, dan responden) beserta keseluruhan konteks yang

melingkupinya, disamping data yang dihasilkannya. Peneltiian kualitatif

menggali makna kehidupan berdasarkan perspektif partisipan, yakni

berdasarkan proses subjek mengkonstruk atau menyusun makna dan

berdasarkan proses mendeskripsikan makna yang disusun subjek.

G. Sistematika Penulisan

Untuk dapat menggambarkan dengan jelas tentang penelitian ini, maka penulis

akan menguraikan bagaimana sistematika penulisannya agar lebih muda

dipahami dan permasalahan yang diangkat dapat dipecahkan dengan sebaik

mungkin. Di dalam penelitian ini, penulis membagi 5 (lima) BAB yang terdiri

dari:

BAB I PENDAHULUAN
26

Pendahuluan berisi tentang uraian singkat bagaimana penulis

menggambarkan permasalahan yang diangkat dengan mengemukakan

latar belakang penelitian, identifikasi masalah, tujuan dan manfaat

penulisan, kerangka teori, metode penelitian, metode penelitian, serta

yang terakhir adalah sistematika penulisan.

BAB II PRINSIP PERSAMAAN HAK DALAM MEMILIH PROFESI

DARI KONSEP PERLINDUNGAN NEGARA.

Bab ini memuat tentang prinsip persamaan hak antara pria dan wanita,

kedudukan wanita dalam konsep perlindungan Negara. Serta

pengertian dari hak asasi manusia, persamaan hak, hak-hak wanita,

dan diskriminasi.

BAB III TINJAUAN UMUM DISKRIMINASI TERHADAP WANITA

DALAM MEMILIH PROFESI

Bab ini memuat tentang hak dan kedudukan wanita sebagai manusia

yang berhak mendapatkan pekerjaan yang layak serta dukungan, serta

pemberdayaan perempuan menurut hukum nasional.

BAB IV IMPLEMENTASI HUKUM ATAS DISKRIMINASI HAK BAGI

PEKERJA WANITA DALAM MEMPEROLEH PROFESI

YANG DIINGINKAN
27

Bab ini memuat tentang analisa yang dilakukan oleh penulis dari

buku-buku hingga turun ke lapangan langsung guna memperoleh

informasi yang diharapkan dapat memecahkan permasalahan yang

sedang diteliti.

BAB V PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan yang didapatkan berdasarkan hasil

penelitian dan saran atas temuan-temuan yang diperoleh dalam

melakukan proses skripsi ini.


28

BAB II

TINJAUAN UMUM PRINSIP PERSAMAAN HAK BAGI WANITA

DALAM MEMILIH PROFESI DARI KONSEP PERLINDUNGAN

NEGARA.

A. Prinsip Persamaan Hak bagi Wanita dalam memperoleh profesi

Berdasarkan Konsep Perlindungan Negara

1. Pengertian Perlindungan Hukum

Hadirnya hukum dalam kehidupan bermasyarakat yakni berguna dalam

mengintegrasikan kepentingan-kepentingan yang bertentangan satu sama lain

agar dapat ditekan seminimal mungkin. Secara terminologi dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi

dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa ataupun pemerintah,

undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup

masyarakat, patokan atau kaidah tentang peristiwa alam tertentu, keputusan

atau pertimbangan yang ditetapkan oleh hakim dalam pengadilan, atau

vonis.49

Hukum menurut Soedjono Dirdjosisworo dapat dilihat dari delapan arti,

yaitu hukum dalam arti penguasa, hukum dalam arti para petugas, hukum

dalam arti sikap tindakan, hukum dalam arti sistem kaidah, hukum dalam arti

jalinan nilai, hukum dalam arti tata hukum, hukum dalam arti ilmu hukum,

hukum dalam arti disiplin hukum.

49
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indoensia, Edisi Kedua, Cet. 1, Balai Pustaka, Jakarta, 1991.
29

Menurut Hans Kelsen, hukum adalah ilmu pengetahuan normatif dan

bukan ilmu alam50. Lebih lanjut Hans Kelsen menjelaskan bahwa hukum

merupakan teknik sosial untuk mengatur perilaku masyarakat.51

Dr. O. Notohamidjojo, SH berpendapat bahwa hukum ialah keseluruhan

peraturan yang tertulis dan tidak tertulis yang biasanya bersifat memaksa

untuk kelakuan manusia dalam masyarakat negara serta antara negara yang

berorientasi pada dua asas, yaitu keadilan dan daya guna, demi tata damai

dalam masyarakat.52

Kata perlindungan dalam bahasa Inggris disebut dengan protection. Istilah

perlindungan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dapat

disamakan dengan istilah proteksi, yang artinya proses atau perbuatan

memperlindungi. Sedangkan menurut Black’s Law Dictionary, protection

adalah the act of protecting. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

yang dimaksud dengan perlindungan adalah cara, proses, dan perbuatan

melindungi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan

perlindungan hukum adalah (1) Tempat berlindung; (2) Perbuatan (hal dan

sebagainya) melindungi.53 Perlindungan hukum pada dasarnya tidak

membedakan jenis kelamin baik itu pria maupun wanita. Karena berdasarkan

pancasila, Indonesia sebagai negara hukum sudah seharusnya memberikan

50
Jimly Asshiddiqie et. al, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan MK RI, Jakarta, 2006, hal. 12.
51
Hans Kelsen, Dasar-Dasar Hukum Normatif, Nusamedia, Jakarta, 2009, hal. 343.
52
Syamsul Arifin, Pengantar Hukum Indonesia, Medan Area University Press, Medan,
2020, hal. 5-6.
53
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Cet. 1, Balai Pustaka, Jakarta, 1991, hal. 595.
30

perlindungan hukum terhadap warga masyarakatnya karena hal tersebut akan

melahirkan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia dalam wujudnya

sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Perlindungan hukum pada

hakekatnya bertujuan mewujudkan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian

hukum.54

Landasan dari prinsip-prinsip perlindungan hukum di Indonesia adalah

Pancasila, yang mana pancasila adalah sebagai ideologi dan falsafah negara

yang didasarkan pada konsep Rechstaat dan Rule Of Law. Dimana prinsip

perlindungan hukum di Indonesia bersumber pada Pancasila. Sedangkan

prinsip perlindungan hukum terhadap pemerintah bertumpu dan bersumber

dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi

manusia tersebut merupakan konsep yang lahir dari sejarah barat, yang

diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewjiban oleh

masyarakat dan pemerintah.55

Suatu perlindungan dapat dikatakan sebagai perlindungan hukum apabila

mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

a. Adanya pengayoman dari pemerintah terhadap warganya.

b. Jaminan kepastian hukum.

c. Berkaitan dengan hak-hak warga negara.

d. Adanya sanksi hukuman.

Ibid
54

55
Philipus M. Hadjon, Op. Cit. hal. 38.
31

2. Konsep Perlindungan Hak Asasi Manusia

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hak asasi adalah hak yang dasar. 56

Secara etimologis, hak asasi manusia dalam bahasa Inggris disebut Human

Right. Right dalam bahasa Inggris berarti : hak; keadilan; kebenaran.57 Secara

terminologis, yang disebut hak adalah wewenang atau kekuasaan secara etis

untuk mengerjakan, meninggalkan, memiliki, mempergunakan atau menuntut

sesuatu.58

Pengertian hak asasi manusia menurut Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 adalah seperangkat hak yang melekat pada

hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan

merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati dan dijunjung tinggi dan

dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi

kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.59

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 juga secara tegas

menyatakan sebagai berikut :

a. Setiap manusia dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia

yang sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam semangat persaudaraan.

56
Doser Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, Modern English Press,
Jakarta, 1991, hal. 499.
57
John M dkk, Kamus Bahasa Inggris-Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, cetakan ke
25, Jakarta, 2003, hal. 486.
58
Achmad Charris Zubair, Kuliah Etika, Raja Grafindo Persada, Jakarta, cetakan ke 3,
1995, hal. 59.
59
Pusat Kajian Wanita dan Gender, Op. Cit. hal. 77.
32

b. Setiap orang berhak atas pengakuan dan jaminan perlindungan dan

perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan

perlakuan yang sama di depan hukum.

c. Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan

dasar manusia tanpa diskriminasi.

Moh. Yasir Akimin mengatakan bahwa “hak asasi manusia adalah hak-

hak yang secara kodrati melekat dalam diri manusia, tanpanya manusia tidak

dapat hidup sebagai manusia”. Hak asasi manusia berdasarkan prinsip

fundamental, bahwa semua manusia memiliki martabat yang kodrati tanpa

memandang jenis kelamin, ras, warna kulit, bahasa dan asal-usul, bangsa,

umur, kelas, keyakinan politik, dan agama.60

Ramdlon Naning juga berpendapat bahwa “hak asasi ialah hak yang

melekat pada martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan dan hak

tersebut di bawa manusia sejak lahir ke muka bumi, sehingga hak tersebut

bersifat fitri (kodrati), bukan merupakan pemberian manusia atau negara”.61

Menurut M. Ali Zaidan “hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat

pada jati diri manusia secara kodrati dan secara universal serta berfungsi

menjaga integritas keberadaannya, berkaitan dengan hak hidup dan

kehidupan, keselamatan, keamanan, kemerdekaan, keadilan, kebersamaan

kesejahteraan, dan hak untuk maju sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa

yang tidak boleh diabaikan atau dirampas. Disamping hak dasar tersebut

60
Moh. Yasir Alimi, et. al, Advokasi Hak-hak Perempuan Membela Hak Mewujudkan
Perubahan, LKIS, Yogyakarta, 1999, hal. 13.
61
Ramdlon Naning, Cita dan Citra Hak-Hak Asasi Manusia di Indonesia, Lembaga
Kriminologi Universitas Indonesia Program Penunjang Bantuan Hukum Indonesia cetakan ke 1,
1983, hal. 127.
33

mempunya hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat perkembangan

kehidupan dalam masyarkat”.62 Dari berbagai pendapat diatas bisa

disimpulkan bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang tidak akan

bisa dicabut oleh siapapun karena merupakan pemberian alami dari Tuhan.

Hak asasi manusia bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada

setiap insan manusia. Namun setiap negara memiliki beragam variasi dalam

praktik perlindungannya. Hak asasi manusia juga bertujuan agar manusia

memiliki martabat sehingga terciptanya kekuatan moral yang akan menjadi

pelindung manusia. Bentuk perlindungan hak asasi manusia seperti

melindungi manusia berdasarkan hukum, bukan atas dasar kehendak yang

diinginkan, keadaan, maupun kecenderungan politik tertentu.

Pasal Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999

menyatakan :

a. Setiap manusia dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia

yang sama dan sederajat, serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk

hidup berbangsa dan bernegara dalam semnagat persaudaraan.

b. setiap orang berhak atas pengakuan dan jaminan perlindungan dan

perlakuan hukum yang adil serta kepastian hukum dan perlakuan yang

sama didepan hukum.

c. Setiap orang berhak atas perlindungan “hak asasi manusia dan kebebasan

dasar manusia tanpa diskriminasi”.

62
M. Ali Zaidan, Menuju Perubahan Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2015. hal. 2
34

Mansour Fakih mengemukakan pendapat bahwa yang menjadi hakikat

dari Hak asasi manusia adalah :63

a. Hak asasi manusia berasal dan bersumber dari Tuhan Yang Maha Kuasa

yang diberikan atau dimiliki seluruh umat manusia tanpa membedakan

berdasarkan strata sosial apapun juga. Hak asasi manusia merupakan

suatu hak yang secara kodrati melekat pada setiap individu sebagai

anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa pada umat manusia yang berlaku

secara universal.

b. Hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis

kelamin, ras, etnik, pandangan poliit, atau asal usul sosial dan bangsa.

Pengimplementasian hak asasi manusia berkembang seirama dengan

perkembangan pikir, budaya, cita-cita manusia dan ilmu pengetahuan

serta teknologi.

c. Hak asasi manusia tidak dapat dilanggar, dalam artian tidak seorangpun

termassuk Negara mempunyai hak untuk membatasi atau melanggat hak

asasi orang lain. Keberadaan hak asasi manusia tetap melekat pada setiap

orang sepanjang hidupnya tanpa dapat diambil atau dicabut kecuali ada

pelanggaran atas aturan hukum yang berlaku lewat keputusan peradilan

yang senantiasa menjunjung tinggi terhadap perlindungan hak asasi

manusia.

d. Keberadaan Negara, antara lain untuk menghormati dan mempertahankan

hak asasi manusia sesuai dengan kesepakatan bersama demi

63
Mansour Fakih et.al, Menegakkan Keadilan dan Kemanusiaan : Pegangan Untuk
Membangun Gerakan HAM, Insist Press, Yogyakarta, 2003, hal. 32.
35

pengembangan martabat kemanusiaan. Kesadaran memiliki dan

melaksanakan hak asasi harus dikaitkan pula dengan kewajiban asasi dan

tanggung jawab asasi.

Lahirnya instrumen nasional maupun instrumen internasional mengenai

hak asasi manusia, merupakan bentuk upaya-upaya demi menegakkan dan

melindungi hak asasi manusia. Baik didalam negeri maupun diluar negeri

undang-undang hak asasi manusia menganut prinsip yang pada dasarnya

menjamin kehidupan harkat dan martabat sesorang perempuan maupun laki-

laki mengenai hak atas kebebasan pribadi, hak berkeluarga, hak atas

pekerjaan, kesejahteraan, hak-hak politik, hak-hak perempuan berkenaan

dengan reproduksi, hak berpartisipasi dibidang eksekutif, yudikatif dan

legislatif, hak-hak atas pendidikan.64

Dalam upaya perlindungan Hak Asasi Manusia penekannya pada berbagai

tindakan pencegahan terhadap terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Perlindungan Hak Asasi Manusia terutama melalui pembentukan instrumen

hukum dan kelembagaan Hak Asasi Manusia. Dalam melindungi hak-hak

warga negaranya, negara memiliki lembaga-lembaga yang berwenang baik

dari lembaga pemerintah maupun lembaga milik swasta yaitu sebagai berikut:

a. Kepolisian

b. Kejaksaan

c. Komnas HAM

d. Pengadilan HAM di Indonesia

Prantiasih, Hak Asasi Manusia bagi Perempuan, Jurnal Pendidikan Pancasila dan
64

Kewarganegaraan Vol.25, No 1, Semarang, 2012, hal. 11.


36

e. Lembaga bantuan hukum Indonesia (YLBHI)

f. Biro konsultasi dan bantuan hukum perguruan tinggi

g. Komisi Nasional anak

3. Macam-Macam Hak Asasi Manusia

Sebelumnya sudah dijelaskan, bahwa hak asasi manusia merupakan hak

yang melekat pada diri seseorang sejak ia dilahirkan dan berlaku seumur

hidup. Adapun macam-macam hak asasi manusia menurut Universal

Declaration Of Human Rights adalah:65

a. Hak Asasi Pribadi (Personal Rights)

1) Berisi tentang hak kebebasan untuk bergera, berpergian, dan

berpindah-pindah tempat.

2) Hak kebebasan mengeluarkan pendapat.

3) Hak kebebasan memilih dan aktif dalam organinasi atau

perkumpulan.

4) Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, menjalankan agama, dan

kepercayaan yang diyakini masing-masing.

b. Hak Asasi Politik (Political Rights)

1) Hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan.

2) Hak untuk ikut serta dalam kegiatan pemerintahan.

3) Hak membuat dan mendirikan partai politik sertaorganisasi politik

lainnya.

4) Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petiis.

c. Hak Asasi Hukum (Legal Equality Rights)


65
Universal Declaration Of Human Right.
37

1) Hak untuk mendapat perlakuan yang sama dimata hukum dan

pemerintahah.

2) Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS).

3) Hak untuk mendapat layanan dan perlindungan hukum.

d. Hak Asasi Ekonomi (property rights)

1) Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli.

2) Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak.

3) Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa dan utang

piutang.

4) Hak kebebasan untuk memiliki sesuatu.

5) Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak.

e. Hak Asasi Peradilan

1) Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan.

2) Hak persamaan atas perlakuan, penggeledahan, penangkapan,

penahanan, dan penyelidikan di muka hukum.

3) Hak memperoleh kepastian hukum

4) Hak mendapatkan perlakuan adil di dalam hukum.

f. Hak Asasi Sosial Budaya

1) Hak menentukan, memilih, dan mendapat pendidikan.

2) Hak mendaptkan pengajaran.

3) Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan

minat.

4) Hak untuk berkreasi.


38

5) Hak untuk memperoleh jaminan sosial.

6) Hak untuk berkomunikasi.

Sedangkan macam-macam hak asasi manusia menurut Undang-Undang

Dasar Tahun 1945 adalah:

a. Hak-hak dalam politik, contohnya kemerdekaan, berserikat dan

berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan

sebagainya, ditetapkan dalam UUD 1945 (pasal 28)

b. Hak-hak dalam lapangan ekonomi, tiap-tiap warga negara berhak atas

pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (pasal 27)

c. Hak-hak dalam lapangan sosial, fakir miskin dan anak terlantar dipelihara

oleh negara (pasal 34)

d. Hak-hak dalam lapangan kebudayaan, tiap-tiap warga negara

mendapatkan pengajaran, pemerintah mengusahakan dan

menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional (pasal 31), pemerintah

memajukan kebudayaan nasional (pasal 32).

4. Hak Asasi Manusia Bagi Wanita

Wanita tidak bisa dipisahkan dari hak asasi manusia, sebab hak asasi

manusia bisa dibilang tidak sempurna apabila hak-hak wanita tidak terpenuhi

dengan semestinya.66 Karena Tuhan menciptkan laki-laki dan wanita dalam

posisi setara, maka lahirnya hak asasi manusia juga merupakan bentuk

penyamarataan hak antara laki-laki dan wanita. Wanita selama ini masih

hidup dalam keterbatasan dan stigma masyarakat yang menganggap wanita

Prantiasih, Hak Asasi Manusia bagi Perempuan, Jurnal Pendidikan Pancasila dan
66

Kewarganegaraan Vol.25, No 1, Semarang, 2012, hal. 21


39

hanya bisa bekerja di dapur dan menjadi ibu rumah tangga. Plato mengatakan,

bahwa perempuan ditinjau dari segi kekuatan fisik maupun spiritual, mental

perempuan daripada laki-laki, tapi perbedaan tersebut tidak menyebabkan

adanya perbedaan dalam bakatnya.67

Dalam Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination

Against Women (CEDAW) yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang

No. 7 Tahun 1984, diatur beberapa aspek yang terkait dengan hak perempuan

untuk bekerja dan kewajiban negara untuk menjamin hak tersebut. Hal itu

terdapat dalam Pasal 11 yang menyatakan bahwa :

a. Negara-negara peserta wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat

untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan dilapangan pekerjaan

guna menjamin hak-hak yang sama atas dasar persamaan antara laki-laki

dan perempuan, khususnya :

b. Hak untuk bekerja sebagai hak asasi manusia;

c. Hak atas kesempatan kerja yang sama, termasuk penerapan kriteria

seleksi yang sama dalam penerimaan pegawai;

d. Hak untuk memilih dengan bebas profesi dan pekerjaan, hak untuk

promosi, jaminan pekerjaan dan semua tunjangan serta fasilitas kerja, hak

untuk memperoleh pelatihan kejuruan dan pelatihan ulang termasuk masa

kerja sebagai magang, pelatihan kejuruan lanjutan, dan pelatihan ulang

lanjutan;

67
Murthada Muthahari, Hak-Hak Wanita Dalam Islam, Lentera, Jakarta, 1995, hal. 107..
40

e. Hak untuk menerima upah yang sama, termasuk tunjangan-tunjangan,

baik untuk perlakuan yang sama sehubungan dengan pekerjaan dengan

nilai yang sama ;

f. Hak atas jaminan sosial, khusunya dalam hal pensiun, pengangguran,

sakit, cacat, lanjut usia, serta lain-lain ketidakmampuan untuk bekerja,

hak atas masa cuti yang dibayar ;

g. Hak atas pelindungan kesehatan dan keselamatan kerja, termasuk usaha

pelindungan terhadap fungsi melanjutkan keturunan.

5. Pengertian Persamaan Hak

Sebelum membahasa tentang persamaan hak kita harus tahu dulu apa

pengertian hak. Hak menurut Sudikno Mertokusumo adalah kepentingan

yang dilindungi hukum, kepentingan adalah tuntutan perorangan atau

kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi.68

Menurut James W. Nickel hak merupakan unsur normatif yang melekat

pada diri setiap manusia yang berfungsi sebagai pedoman berprilaku,

melindungi kebebasan, serta menjamin harkat dan martabat sesuai

kodratnya.69

Pengertian hak menurut Prof. Dr. Notonegoro : “Hak adalah kuasa untuk

menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan

melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang

pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya”.70 Maka dari itu lahirlah
68
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta,
Yogyakarta, 2010, hal. 161.
69
James W. Nickel, Hak Asasi Manusia : Refleksi Filosofi Atas Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia, Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, 1996, hal. 24.
70
Prof. Dr. Sajipto Raharjo, Ilmu Hukum, Cetakan ke 5, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2000, hal. 131.
41

emansipasi wanita yang diartikan sebagai suatu usaha untuk menuntut

persamaan hak kaum wanita terhadap hak-hak kaum pria disegala bidang

kehidupan.

Persamaan hak diawali dengan ide, dan gagasaan R.A. Kartini antara lain

lewat bukunya yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang, perjuangan

perempuan untuk persamaan hak sampai kini terus bergulir. Belakangan ini,

wacana ini semakin marak. Dalam rentang waktu yang demikian panjang,

perjuangan perempuan menuju persamaan hak itu belum menemukan hasil

secara maksimal.71

Persamaan hak adalah memeratakan hak setiap orang tanpa membedakan

ras, etnis, agama, warna kulit, jenis kelamin, budaya dan pekerjaan dengan

tujuan menghapus sikap yang akan melahirkan sebuah tindakan yang disebut

diskriminatif. Karena didalam kehidupan manusia tentu persamaan hak sangat

diperlukan karena tanpa adanya persamaan hak maka akan terjadi

kesenjangan sosial.

Persamaan hak pun bermacam-macam, seperti persamaan hak antara pria

dan wanita, persamaan hak dalam memilih pekerjaan atau profesi, dan lain-

lain. Maka dari itu sangat diperlukan dan mutlak dan harus diterima oleh

banyak orang. Sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki akal,

pikiran, dan perasaan sudah seharusnya kita sadar bahwa persamaan hak

adalah langkah yang baik yang akan memberikan dampak positif bagi dunia.

71
Irwan Abdullah, Seks, Gender dan Reproduksi Kekuasaan, Tarawang Press, Yogyakarta,
2001, hal. 5.
42

Selain persamaan hak kita tentu tahu juga bahwa sedari kita lahir kita

sudah memiliki hak yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa yaitu hak

asasi manusia. Namun bukan berarti bisa berbuat semena-mena karena

manusia pun harus menghormati dan menghargai hak asasi manusia lainnya.

Menghargai persamaan hak dapat menumbuhkan sikap saling cinta sesama

manusia dan sikap itu lah yang akan melahirkan sikap tenggang rasa,

toleransi, dan lain-lain. Dan setiap manusia memiliki persamaan hak dalam

berbagai aspek kehidupan seperti persamaan kedudukan, berpendapat,

memilih pekerjaan yang diinginkan dan sebagainya.72 Dengan adanya

persamaan hak maka setiap warga negara berhak mendapatkan hak-hak

asasinya yang diantaranya meliputi hak asasi pribadi, hak asasi ekonomi, hak

asasi politik, hak asasi sosial dan budaya, hak asasi untuk mendapatkan

pengayoman dan perlakuan yang di hadapan hukum dan pemerintahan, serta

terhadap tata cara perlakuan dan perlindungan hukum. 73

Pria dan wanita selamanya akan berbeda, prinsip persamaan adalah

kesempatan untuk membuktikan bahwa wanita bisa menjadi wanita hebat di

dalam sebuah keluarga melalui peluang dan kesempatan meraih wawasan

yang lebih luas dan berkembang dengan menjadi ibu yang hebat

menumbuhkan anak-anak yang berkualitas. Kesetaraan dan non-diskriminasi

dalam pekerjaan dan jabatan merupakan hak dasar di tempat kerja. Seluruh

pekerja berhak atas kesempatan dan perlakuan yang sama, dan seluruh

72
James W. Nickel, Hak Asasi Manusia : Refleksi Filosofi Atas Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia, Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, 1996, hal. 36.
73
ibid
43

pengusaha memiliki tanggung jawab terkait untuk memastikan bahwa

perusahaan atau organisasi mereka bebas dari diskriminasi.

Hak atas kesetaraan adalah hak asasi manusia yang fundamental, yang

dijamin di dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia, Undang-Undang

Ketenagakerjaan (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013) maupun di dalam

instrumen-instrumen hukum internasional yang telah diratifikasi oleh

Indonesia. Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk menghormati prinsip

kesetaraan, baik sebagai pengusaha maupun sebagai pelaku ekonomi.

Sebagai pengusaha, perusahaan harus memastikan bahwa prinsip-prinsip

kesetaraan dan non-diskriminasi dihormati di seluruh praktik sumber daya

manusia. Setiap orang berhak atas suatu pekerjaan, memilih pekerjaan, dan

mendapatkan jaminan untuk tidak menjadi pengangguran. Selanjutnya,

seseorang juga berhak untuk mendapatkan penghasilan sesuai dengan

pekerjaanaya, mendapatkan jaminan jumlah upah yang dapat menjamin

kebidupannya dan keluarganya, dan berhak untuk ikut serta dalam suatu

serikat pekerja guna rnelindungi kepentingannya (Pasal 23 ayat 1,2,3 dan 4).74

Persamaan hak ini mencantumkan pernyataan sedunia tentang Hak-hak

Asasi Manusia atau juga dalam Universitas Declaration of Human Rights di

tahun 1948. Pada pernyataan di sini di cantumkan beberapa Pasal-Pasal,

antara lain : 75

74
International Law Making, Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia, hal.139.
75
ibid
44

Pasal 1 “Sekalian orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan

hak yang sama. Mereka di karunia akal dan budi dan hendaknya bergaul satu

sama lain dalam persaudaraan.”

Pasal 2 ayat 1 “ Setiap orang berhak atas semua hak-hak dan kebebasan-

kebebasan yang tercantum dalam pernyataan ini dengan tak ada keculai apa

pun, seperti misalnya bangsa, warna, jenis kelamin, bahasa, agama, politik

atau pendapat lain, asal mula kebangsaan atau kemasyarakatan, milik,

kelahiran ataupun kedudukan.”

Pasal 7 “Sekalian orang adalah sama terhadap undang-undang dan berhak

atas perlindungan hukum yang sama dengan tak ada perbedaan. Sekalian

orang berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap perbedaan yang

memperkosa pernyataan ini dan terhadap segala hasutan yang di tunjukan

kepada perbedaan semacam ini.”

B. Diskriminasi Wanita

1. Pengertian Diskriminasi

Kata diskriminasi berasal dari bahasa latin yaitu discriminatus yang artinya

membagi atau membedakan. Perlakuan membedakan terhadap orang lain

berdasarkan kelompok tertentu merupakan diskriminasi.76

Diskriminasi dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak

Asasi Manusia adalah :

76
Sunarto, Pengantar Sosiologi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia, Jakarta,
2004, hal. 161.
45

“Setia pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak

langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras,

etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin,

bahasa, keyakinan politik, yang berakhir pengurungan, penyimpangan atau

penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia

dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individu maupun kolektif dalam

bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan

lainnya”.

Menurut Hudaniah diskriminasi adalah prilaku yang diarahkan pada

seseorang yang didasarkan semata-mata pada keanggotaan kelompok yang

dimilikinya.77

Diskriminasi yang terjadi dalam masyarakat terbagi menjadi dua yaitu

diskriminasi individu dan diskriminasi instituso. Diskriminasi individu adalah

tindakan seseorang pelaku yang berprasangka. Diskriminasi institusi

merupakan diskriminasi yang tidak ada hubungannya dengan prasangka

individu melainkan dampak kebijaksanaan atau praktik berbagai institusi

dalam masyarakat.78

Pettigrew berpendapat bahwa diskriminasi dibagi menjadi diskrimiansi

langsung dan diskriminasi tidak langsung.79 Diskriminasi langsung adalah

tindakan membatasi suatu wilayah tertentu, seperti pemukiman, jenus

pekerjaan, fasilitas umum dan semacamnya dan juga terjadi manakala

77
Tri Dayaksini et.al, Psikologi Sosial, UMM Press, Malang, 2003, hal. 228.
78
Sunarto, Op Cit, hal. 161
79
Alo Liliweri, Prasangka dan Konflik Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat
Multikultural, PT. LKIS Linting Cemerlang, Yogyakarta, 2005, hal. 221.
46

pengambil keputusan diarahkan oleh prasangka terhadap kelompok tertentu.

Sedangkan diskriminasi tidak langsung dilaksanakan melalui penciptaan

kebijakan-kebijakan yang menghalangi ras/etnik lainnya yang mana aturan

dan prosedur yang mereka jalani mengandung bias diskriminasi yang tidak

tampak dan mengakibatkan kerugian sistematis bagi komunikasi atas

kelompok masyarakat tertentu. Dari pengertian diatas bisa disimpulkan

diskriminasi individu merupakan langsung, sedangkan diskriminasi institusi

merupakan diskriminasi tidak langsung.80

2. Jenis-Jenis Diskriminasi

Uli Parulian Sihombing dalam memahami diskriminasi memaparkan jenis-

jenis diskriminasi yang sering terjadi, yaitu sebagai berikut :

a. Diskriminasi berdasarkan suku/etnik, ras, dan agama.

b. Diskriminasi berdasarkan jenis kelamin dan gender (peran sosial karena

jenis kelamin).

c. Diskriminasi terhadap penyandang disabilitas.

d. Diskriminasi pada penderita HIV/AID.

e. Diskriminasi karena kasta sosial.

3. Ketidakadilan Gender

Ketidakadilan gender adalah suatu sistem dan struktur yang menempatkan

laki-laki maupun perempuan sebagai korban dari sistem. Menurut Sasongko


80
Ibid, hal. 222
47

bentuk-bentuk ketidakadilan gender akibat diskriminasi yaitu sebagai berikut


81
:

a. Marginalisasi ( peminggiran/ pemiskinan)

Perempuan yang menyebabkan kemiskinan, banyak terjadi dalam

masyarakat di negara berkembang seperti penggusuran dari kampung

halaman, eksploitasi, banyak perempuan tersingkir dan menjadi miskin

akibat dari program pembangunan speerti intensifikasi pertanian yang

hanya memfokuskan pada petani laki-laki.

b. Subordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis

kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin

lainnya. Ada pandangan yang menempatkan kedudukan perempuan lebih

rendah daripada laki-laki.

c. Stereotip merupakan pelabelan atau penandaan yang sering kali bersifat

negatif secara umum selalu melahirkan ketidakadilan pada salah satu jenis

kelamin tertentu.

d. Kekerasan (violence) artinya suatu serangan fiisk maupun serangan non

fisik yang dialami perempuan maupunlaki-laki sehingga yang mengalami

akan terusik batinnya.

e. Beban kerja (double burden) yaitu sebagai suatu bentuk diskriminasi dan

ketidakadilan gender dimana beban kegiatan diemban banyak oleh salah

satu jenis kelamin.82

81
Zaitunah Subhan, Menuju Kesetaraan Gender, Prenada Media, Jakarta, 2004, hal. 12

82
Sasongko et.al, Konsep dan Teori Gender, BKKBN, Jakarta, 2009.
48

C. Pekerja Wanita Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan.

1. Pengertian Pekerja Wanita

Pengertian Tenaga kerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

orang yang bekerja atau mengerjakan sesuatu; pekerja, pegawai, dan

sebagainya. Dalam pasal 1 angka 1Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan yang dimaksud dengan “Ketenagakerjaan adalah

segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum,

selama dan sesudah masa kerja.” Dan di dalam Pasal 1 angka 2 Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa

tenaga kerja adalah “Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun

masyarakat”.

Ketenagakerjaan merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari

pembangunan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Tenaga kerja mempunyai

peranan, kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan sasaran

pembangunan nasional. Hak-hak tenaga kerja diatur dalam peraturan

ketenagakerjaan Indonesia, yang didalamnya termasuk perlindungan tenaga

kerja merupakan hal yang harus diperjuangkan agar harkat dan kemanusiaan

tenaga kerja ikut terangkat.

Kerja merupakan suatu kebutuhan pokok manusia, karena dengan bekerja

sesorang mampu menghidupi dirinya dan keluarganya. Pekerjaan merupakan


49

salah satu sarana memperoleh rezeki dan sumber kehidupan yang layak dan

dapat pula bahwa bekerja adalah kewajiban dan kehidupan.83

Pekerja berasal dari kata “kerja” yang berarti perbuatan melakukan sesuatu

kegiatan yang bertujuan mendapatkan hasil, hal pencari nafkah. 84 Sedangkan

pekerja menurut Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan, adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima

upah atau imbalan dalam bentuk lain.85

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Perempuan berarti jenis kelamin

yakni orang atau manusia yang memiliki rahim, mengalami menstruasi,

hamil, melahirkan, dan menyusui.86 Sedangkan Wanita menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia diartikan sebagai perempuan dewasa.87

Plato mengatakan bahwa perempuan ditinjau dari segi kekuatan fisik

maupun spiritual, mental perempuan lebih lemah dari laki-laki, tetapi

perbedaan tersebut tidak menyebabkan adanya perbedaan dalam bakatnya.88

Pengertian perempuan sendiri secara etimologis berasal dari kata empu yang

artinya dihargai.89

Pekerja wanita atau wanita pencari nafkah adalah perempuan dewasa yang

berkecimpung atau berkarya dan melakukan pekerjaan atau berprofesi di

dalam rumah ataupun diluar rumah dengan dalih ingin meraih kemajuan,

83
Abd. Hamid Mursi, Sumber Daya Manusia yang Produktif, Pendekatan Al-Qur’an dan
Sains, Gema Insane Press, Jakarta, 1996, hal. 35.
84
Sulhan Yasin, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Amanah, Surabaya, 1997, hal. 287.
85
Abdul R. Budiono, Hukum Perburuhan, PT Indeks, Jakarta, 2011, hal. 8.
86
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,
jakarta, 2006, hal. 856.
87
Ibid, hal. 1268.
88
Murtadlo Muthari, Hak-Hak Wanita dalam Islam, Lentera, Jakarta, 1995, hal. 108.
89
Zaitunah Subhan, Menuju Kesetaraan Gender, Prenada Media, Jakarta, 2004, hal. 19.
50

perkembangan dan jabatan dalam kehidupannya.90 Apalagi di era modern ini

seharusnya tidak ada lagi pembatasan ruang pada wanita terutama dalam

memperoleh profesi maupun pekerjaan, karena wanita dapat berkarir dimana

saja selagi ada potensi dan kesempatan.

Karena tujuan wanita bekerja selain sebagai bentuk kesetaraan hak antara

laki-laki dan perempuan juga untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 D

ayat (2) menegaskan, setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat

imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

4. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Wanita Bekerja

Bekerja merupakan aktivitas yang melibatkan laki-laki maupun wanita

didalamnya. Dalam bekerja wanita memiliki beberapa faktor yang

menyebabkan ia harus bekerja, walaupun sebenarnya memang setiap manusia

diberikan kebebasan untuk melakukan pekerjaan yang diinginkan dan

diminati. Pada hakikatnya orang bekerja, tidak saja untuk mempertahankan

kelangsungan hidupnya, tetapi juga bertujuan untuk mencapai taraf hidup

yang lebih baik.91

Menurt WJS. Poerwadarminta kerja adalah melakukan sesuatu, seseorang

bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya, dan orang berharap

bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawa kepada sesuatu yang

lebih memuaskan daripada keadaan sebelumnya.92

90
Nurlaila Iksa, Karir Wanita Dimata Islam, Pustaka Amanah, 1998, hal, 1.
91
As’ad M, Psikologi Industri, Seri Umum : Sumber Daya Manusia Edisi 4, Liberty,
Yogyakarta, 2004, hal. 46.
92
Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2005, hal. 492.
51

Menurut Pandji Anoraga bahwa pada diri manusia terdapat kebutuhan-

kebutuhan yang pada saatnya membentuk tujuan-tujuan yang hendak diapai

dan dipenuhinya. Demi mencapai tujuan-tujuan itu, orang terdorong untuk

melakukan suatu aktivitas yang disebut kerja.93

Bekerja tidak hanya dilakukan oleh laki-laki melainkan juga wanita dan

pekerjaannya pun beragam. Motif dan tujuan bekerja antara laki-laki dan

wanita akan berbeda, karena seorang laki-laki bekerja karena tugasnya

sebagai kepala keluarga yang harus mencari nafkah. Sedangkan bagi wanita,

khususnya yang sudah menikah biasanya bekerja karena ingin membantu

perekonomian keluarga.

Namun bagi wanita yang mampu bekerja hanyalah sebagai pengisi waktu

dan menunjukkan identitas diri. Motivasi wanita dalam bekerja tentunya

berbeda-beda. ada yang disebabkan oleh faktor ekonomi atau karena memang

menyukai bidang tersebut dan ingin menambah kemampuan diri. Ada

beberapa pendorong mengapa wanita bekerja, yang melatarbelakangi hal

tersebut adalah:

a. Tingkat pendidikan yang dimiliki.

b. Desakan ekonomi keluarga.

c. Waktu luang yang dimiliki wanita.

5. Hak-Hak Wanita Dalam Bekerja

Hak-hak wanita terdapat dalam sistem hukum tentang hak asasi manusia

yang dapat ditemukan secara eksplisit maupun implisit. Dengan penggunaan


93
Pandji Anoraga, Psikologi Kerja, PT. Asdi Mahasatya, Jakarta, 2001, hal. 12.
52

kata-kata yang umum terkadang membuat pengaturan tersebut menjadi

berlaku pula untuk kepentingan wanita. Dalam hal ini dapat dijadikan sebagai

dasar perlindungan dan pengakuan atas hak-hak wanita. Dengan adanya

tindakan diskriminasi terhadap wanita terlebih dalam dunia kerja maka dari itu

wanita perlu menyadari pentingnya mengangkat isu hak wanita sebagai salah

satu jenis hak asasi manusia yang harus dapat diakui dan dijamin

perlindungannya.94

Hasil studi Convention Watch Program Studi Wanita Universitas

Indonesia menunjukan bahwa kasus-kasus yang terungkap di berbagai

perusahaan dan industri, yaitu dalam memanfaatkan hak wanita atas

kesempatan kerja yang sama dengan pria, kebebasan memilih profesi,

pekerjaan, promosi, dan pelatihan. Dalam hal mendapatkan upah yang sama

terhadap pekerjaan yang sama nilainya.

a. Dalam menikmati hak terhadap jaminan sosial.

b. Hak terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.

c. Hak untuk tidak diberhentikan dari pekerjaan (dan tetap mendapatkan

tunjangan) karena menikah dan melahirkan, hak akan cuti haid, dan cuti

hamil.

Asas yang mendasari hak bagi wanita diantaranya hak perspektif gender

dan anti diskriminasi dalam artian memiliki hak yang sama seperti kaum laki-

laki dalam bidang pendidikan, hukum, pekerjaan, politik, kewarganegaraan

dalam perkawinan serta kewajibannya.95


94
Zaitunah Subhan, Menuju Kesetaraan Gender, Prenada Media, Jakarta, 2004, hal. 22.

95
Suparman Marzuki, Hukum Asasi Manusia, PUSHAM UII:Yogyakarta, 2008, hal. 269.
53

Hak-hak pekerja perempuan dapat digolongkan menjadi empat bagian,

yaitu :96

a. Hak-hak pekerja perempuan di bidang reproduksi yang meliputi :

1) hak atas cuti haid

2) hak atas cuti hamil dan keguguran

3) hak atas pemeberian kesempatan menyusui

b. Hak-hak pekerja perempuan di bidang kesehatan dan keselamatan kerja

yang meliputi:

1) Pencegahan kecelakaan kerja

2) Penetapan waktu kerja sesuai peraturan

3) Pemberian istirahat yang cukup

c. Hak-hak pekerja perempuan di bidang kehormatan perempuan yang

meliputi:

1) Penyediaan petugas keamanan.

2) Penyediaan WC yang layak dengan penerangan yang memadai dan

dipisah antara laki-laki dan perempuan.

d. Hak-hak pekerja perempuan di bidang sistem pengupahan yang meliputi:

1) Upah setara dengan laki-laki untuk pekerjaan yang sama.

2) Cuti yang dibayar.

D. Profesi

1. Pengertian Profesi

Meliani Rosalina, Tingkat Pemenuhan Hak Pekerja Perempuan di Bidang Pertanian


96

dan Non ertanian, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, 2015, hal. 22.
54

Kata “profesi” diadaptasi dari bahasa Inggris, yaitu “profession” yang

berasal dari bahasa Latin “professus”. Kedua kata tersebut memiliki arti yang

sama, yaitu mampu atau ahli di bidang tertentu.

Mengacu pada asal katanya tersebut maka pengertian profesi adalah suatu

pekerjaan yang membutuhkan keahlian tertentu yang didapat dari pendidikan

tinggi, di mana umumnya mencakup pekerjaan mental yang didukung dengan

kepribadian dan sikap profesional.

Jadi secara umum, pengertian profesi adalah suatu pekerjaan yang

membutuhkan ilmu pengetahuan atau keterampilan khusus sehingga orang

yang memiliki pekerjaan tersebut harus mengikuti pelatihan atau pendidikan

tertentu agar dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.97

Mereka yang memiliki profesi di bidang tertentu biasanya disebut dengan

profesional, yaitu seseorang yang memiliki keahllian teknis di bidang tertentu.

Misalnya arsitek, dokter, akuntan, tentara, pengacara, desainer, dan lain

sebagainya.

Istilah Profesi, Profesional, Profesionalisme sudah sangat sering

dipergunakan baik dalam percakapan sehari-hari maupun dalam berbagai

tulisan di media masa, jurnal ilmiah, atau buku teks. Akan tetapi, arti yang

diberikan pada istilah-istilah tersebut cukup beragam. 98 Profesi juga sebagai

pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu

pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode

97
Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2005, hal.
487.

98
Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana, Etika Bisnis dan Profesi: Tantagan Membangun Manusia
Seutuhnya, Salemba Empat, Jakarta, 2009, h. 121
55

etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi

tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kesehatan, keuangan,

militer, teknik desainer, tenaga pendidik.

Oleh karena itulah, maka pengertian profesi dibuat menjadi lebih

khusus. Suatu profesi adalah pekerjaan yang memang memerlukan keahlian-

keahlian tertentu, yaitu ketrampilan yang mendasarkan diri pada pengetahuan

teoritis dan sesuai dengan kaidah tingkah laku (kode etik). Sudah tentu

pengetahuan itu harus diperoleh dari suatu proses pendidikan dan latihan.99

Untuk memahami beragamnya pengertian profesi, profesional, dan

profesionalisme tersebut, Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana mengutip

beberapa definisi dari berbagai sumber diantaranya:

a) Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan sebagai berikut: “Profesi:

bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan,

kejuruan, dan sebagainya) tertentu.” “Profesional: (a) bersangkutan

dengan profesi; (b) memerlukan kepandaian khusus untuk

menjalankannya; (c) mengharuskan adanya pembayaran untuk

melakukannya). “Profesionalisme: merupakan ciri suatu profesi atau

orang yang professional.”100

b) Hidayat Nur Wahid dalam Economics, Business, Accounting Review,

edisi II/ April 2006: “Profesi adalah sebuah pilihan yang sadar

dilakukan oleh seseorang, sebuah pekerjaan yang secara khusus

dipilih, dilakukan dengan konsisten, kontinu ditekuni, sehingga orang


99
ibid
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
100

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2014, h. 1104


56

bisa menyebut kalau dia memang berprofesi di bidang tersebut.

Sedangkan profesionalisme yang memayungi profesi tersebut adalah

semangat, paradigma, spirit, tingkah laku, ideology, pemikiran, gairah

untuk terus menerus secara dewasa, secara intelek meningkatkan

kualitas profesi mereka.”101

c) Menurut Kanter (2011): “Profesi adalah pekerjaan dari kelompok

terbatas orang-orang yang memiliki keahlian khusus yang

diperolehnya melalui training atau pengalaman lain, atau diperoleh

melalui keduanya sehingga penyandang profesi dapat membimbing

atau memberi nasehat/saran atau juga melayani orang lain dalam

bidangnya sendiri.”

d) Menurut Sonny Keraf (1998): “Profesi adalah pekerjaan yang

dilakukan sebagai nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian dan

ketrampilan yang tinggi dan dengan melibatkan komitmen pribadi

(moral) yang mendalam. Dengan demikian, orang yang profesional

adalah orang yang menekuni pekerjaannya dengan purna-waktu, dan

hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan keahlian dan

ketrampilan yang tinggi serta punya komitmen pribadi yang mendalam

atas pekerjaannya itu.”

e) Menurut Brooks (2004): “… It is a combination of features, duties,

and rights all framed within a set of common professional values -

values that determine how decisions are made and actions are taken.”

Kalau diterjemahkan secara bebas kurang lebih dapat diartikan:


101
Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana, op. cit.,
57

“Profesi adalah suatu kombinasi fitur, kewajiban dan hak yang

kesemuanya dibingkai dalam seperangkat nilai-nilai profesional yang

umum nilai-nilai yang menentukan bagaimana keputusan dibuat dan

bagaimana tindakan dilaksanankan.”

2. Ciri-ciri Profesi

Ada beberapa sifat dan karakteristik profesi yang tidak terdapat pada jenis

pekerjaan yang bukan merupakan profesi. Adapun ciri-ciri profesi adalah

sebagai berikut:102

 Terdapat keahlian atau pengetahuan khusus yang sesuai dengan bidang

pekerjaan, dimana keahlian atau pengetahuan tersebut didapatkan dari

pendidikan atau pengalaman.

 Terdapat kaidah dan standar moral yang sangat tinggi yang berlaku

bagi para profesional berdasarkan kegiatan pada kode etik profesi.

 Dalam pelaksanaan profesi harus lebih mengutamakan kepentingan

masyarakat di atas kepentingan pribadi.

 Seorang profesional harus memiliki izin khusus agar dapat

menjalankan pekerjaan sesuai profesinya.

 Pada umumnya seorang profesional merupakan anggota

suatu organisasi profesi di bidang tertentu.

3. Syarat-Syarat Profesi

Secara umum, terdapat beberapa syarat pada suatu profesi. Adapun syarat-

syarat profesi adalah sebagai berikut:

102
Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana, op. cit.,
58

 Memiliki pengetahuan khusus di suatu bidang ilmu tertentu.

 Melibatkan berbagai kegiatan intelektual.

 Membutuhkan adanya suatu persiapan tertentu yang cukup dalam, jadi

bukan hanya sekedar latihan saja.

 Membutuhkan latihan yang berkesinambungan di dalam melaksanakan

pekerjaannya atau jabatannya.

 Lebih mengutamakan kepentingan masyarakat di atas kepentingan

pribadi.

 Adanya organisasi para profesional sesuai dengan bidang profesi.

 Terdapat kode etik atau standar baku dalam pelaksanaan pekerjaannya

4. Karakteristik profesi

Pada dasarnya profesi sangat berhubungan dengan pekerjaan,

namun tidak semua jenis pekerjaan merupakan profesi. Terdapat beberapa

karakteristik yang membedakan antara profesi dengan pekerjaan lainnya,

yaitu:

1. Keahlian berdasarkan pengetahuan teoretis, para profesional memiliki

pengetahuan teoretis yang ekstensif dan keahlian dalam

mempraktekkan pengetahuan tersebut.

2. Adanya pendidikan yang ekstensif, yaitu proses pendidikan yang

cukup lama dengan jenjang pendidikan yang tinggi bagi profesi yang

prestisius.
59

3. Terdapat ujian kompetensi, yaitu ujian mengenai pengetahuan atau

kompetensi di bidang tertentu, di mana umumnya terdapat syarat untuk

lulus tes yang menguji pengetahuan teoretis.

4. Terdapat pelatihan institusional, yaitu suatu pelatihan pelatihan untuk

mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh

organisasi profesi.

5. Adanya asosiasi profesional, yaitu organisasi suatu profesi yang

bertujuan untuk meningkatkan status para anggotanya.

6. Adanya lisensi, yaitu sertifikasi di bidang tertentu sehingga seorang

profesional dianggap memiliki keahlian dan dianggap bisa dipercaya.

7. Kode etik profesi, yaitu suatu prosedur dari organisasi profesional

yang mengatur para anggotanya agar bekerja sesuai aturan.

8. Adanya otonomi kerja, yaitu pengendalian kerja dan pengetahuan

teoretis para profesional untuk menghindari intervensi dari luar.

9. Mengatur diri, seorang profesional diatur oleh organisasi profesi tanpa

adanya campur tangan pemerintah.

10. Layanan publik dan altruisme, yaitu pendapatan atau penghasilan dari

kerja profesi yang dipertahankan selama berhubungan dengan

keperluan masyarakat.

11. Status dan imbalan tinggi, seorang profesional yang sukses akan

mendapatkan status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang layak

sebagai pengakuan terhadap layanan yang diberikan kepada publik.


60

BAB III

TINJAUAN UMUM DISKRIMINASI TERHADAP WANITA DALAM

MEMILIH PROFESI

A. Diskriminasi Terhadap Wanita Dalam Memilih Pekerjaan/Profesi.

Diskriminasi berasal dari bahasa latin yaitu discriminatus yang artinya

membagi atau membedakan. Perlakuan membedakan terhadap orang lain

berdasarkan kelompok tertentu merupakan diskriminasi.103

Diskriminasi dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

Manusia adalah :

“Setia pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak

langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras,

etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin,

bahasa, keyakinan politik, yang berakhir pengurungan, penyimpangan atau

penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia

dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individu maupun kolektif dalam

bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan

lainnya”.

Menurut Hudaniah diskriminasi adalah prilaku yang diarahkan pada

seseorang yang didasarkan semata-mata pada keanggotaan kelompok yang

dimilikinya.104
103
Sunarto, Pengantar Sosiologi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia, Jakarta,
2004, hal. 161.
104
Tri Dayaksini et.al, Psikologi Sosial, UMM Press, Malang, 2003, hal. 228.
61

Diskriminasi yang terjadi dalam masyarakat terbagi menjadi dua yaitu

diskriminasi individu dan diskriminasi instituso. Diskriminasi individu adalah

tindakan seseorang pelaku yang berprasangka. Diskriminasi institusi merupakan

diskriminasi yang tidak ada hubungannya dengan prasangka individu melainkan

dampak kebijaksanaan atau praktik berbagai institusi dalam masyarakat.105

Pembangunan merupakan sebuah upaya negara mengubah keadaan

tertentu menuju kondisi yang lebih baik untuk kesejahteraan masyarakat. Salah

satu bentuk pembangunan dalam bidang Sumber Daya Manusia adalah tenaga

kerja. Namun rangka memajukan sumber daya manusia terjadi tindak diskriminasi

terhadap wanita. Dimana banyak wanita yang diberi upah yang rendah dan

prospek pengembangan karir yang lebih terbatas.106 Istilah diskriminasi berasal

dari bahasa inggris yaitu discriminate, dan pertama kali digunakan pada abad ke

1-17. Diskriminasi berakat dari bahasa latin, yaitu discriminat. Diskriminasi

individu merupakan tindakan seorang pelaku yang berprasangka, sedangkan

diskriminasi institusi merupakan diskriminasi yang tidak ada sangkut pautnya

dengan prasangka individu melainkan merupakan dampak kebijaksanaan atau

praktik tertentu berbagai institusi dalam masyarakat. Diskriminasi yang dialami

oleh pekerja wanita berbentuk adanya pembatasan persyaratan jabatan yang

mengarah pada diskriminasi jenis kelamin.

Pengokohan ideologi gender oleh negara dapat dilihat pada kebijakan

negara terhadap perempuan, di bidang ketenagakerjaan khususnya.107 Suami

105
Sunarto, Op Cit, hal. 161
106
Desia Rakhma Banjarani, Jurnal Penelitian Hak Asasi Manusia Vol. 1 No. 1, Lampung,
2019, hal.2.
107
Agnes Widanti, Hukum Berkeadilan Jender. Jakarta : Kompas. 2005, hal 5
62

sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga dengan berbagai

konsekuensinya bagi perempuan yang bekerja termasuk selalu dianggap lajang

dan tidak mendapat tunjangan keluarga di tempat kerja sudah jelas tidak netral

dan obyektif. Evaluasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan

tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan dengan yang

benar-benar dihasilkan. Jika diperhatikan kondisi di lapangan, dapat ditemukan

adanya pembatasan-pembatasan persyaratan jabatan yang mengarah pada

diskriminasi jenis kelamin. Persyaratan dalam lowongan pekerjaan masih sarat

dengan persyaratan jenis kelamin tertentu. Meskipun bila dikaji lebih lanjut

karakter pekerjaan atau jenis jabatan tersebut tidak khas untuk mempersyaratkan

jenis kelamin tertentu. Artinya bahwa pekerjaan atau jabatan tersebut tidak

mempunyai karakter yang khas sesuai Pasal 1 (ayat2) yang menyebutkan bahwa

setiap perbedaan pengecualiaan atau pengalaman mengenai pekerjaan tertentu

yang didasari persyaratan khas dari pekerjaan itu, tidak dianggap sebagai

diskriminasi.

Masih terdapat diskriminasi terhadap perempuan dalam pekerjaan dan

jabatan, hal ini disebabkan karena :

1. Perempuan dibelenggu secara sistematis karena dianggap lemah secara

fisik dan intelektual sehingga tidak bisa menjadi pemimpin.

Demikian pula mengenai peluang jabatan strategis yang

terdapat di pasar kerja biasanya cenderung diperuntukkan bagi pekerja

laki-laki. Jabatan bagi pekerja perempuan biasanya tersegmentasi pada


63

jenis-jenis jabatan yang berkaitan dengan keadministrasian, keuangan,

dan public relation. Sedangkan jabatan yang berkarakter teknis

operasional biasanya diperuntukkan bagi pekerja laki-laki. Artinya

perempuan hanya diposisikan pada jenis-jenis jabatan yang tidak

memberikan keputusan final. Dengan demikian hal tersebut dapat

dimaknai sebagai pembelengguan bagi pekerja perempuan secara

sistematis.

2. Kodrat perempuan seperti haid, hamil, melahirkan kurang dipahami

oleh pengusaha sehingga perempuan dianggap merepotkan.

Dikaitkan dengan pekerjaan, kodrat reproduksi yang melekat pada

kaum perempuan ternyata kurang dipahami secara komprehensif oleh

pengusaha. Memang pada bidang-bidang pekerjaan tertentu baik

secara teknis maupun kesehatan dan yang mempunyai pengaruh

terhadap kelangsungan proses reproduksi perempuan perlu dilakukan

proteksi terhadap pekerja perempuan yang melakukan pekerjaan di

bidang-bidang tertentu tersebut. Namun pada banyak bidang pekerjaan

pada umumnya tidak berkaitan dengan kodrat perempuan. Ketika

kodrat perempuan dimaknai dengan berbagai kepentingan terutama

kepentingan akumulasi kapital, maka hal tersebut dapat menjadi

pemicu untuk melakukan diskriminasi terhadap kaum perempuan,

dimana pekerja perempuan dilakukan berbeda dalam dunia kerja.


64

Secara sederhana, diskriminasi di lingkungan kerja dapat didefinisikan

sebagai perlakuan yang berbeda maupunn tindakan pengecualian yang memiliki

dampak buruk bagi pekerja. Terjadinya diskriminasi pada wanita di dunia kerja

terjadi karena presepsi yang sudah menjadi tradisi yang menyebutkan bahwa

wanita itu halus, perasa, dan sulit bertindak tegas yang mana sifatnya tersebut

berbanding terbalik dengan laki-laki yang kuat, tegar, cepat, dan lebih

mengandalkan pikiran. Pandangan tersebut yang membuat wanita sampai saat ini

terbatas dalam mengembangkan karirnya.108

Menurut Irianto (dalam Ihromi) diskriminasi wanita terjadi karena :

a. Dalam mendapatkan hak wanita atas kesempatan kerja yang sama dengan pria,

kebebasan hak wanita atas kesempatan kerja yang sama dengan pria,

kebebasan memilih profesi, pekerjaan, promosi dan pelatihan, dalam

memperoleh upah.

b. Dalam menikmati hak terhadap jasmani.

c. Hak terhadap kesehatan dan keselamatan kerja

d. Hak untuk tidak diberhentikan dari pekerjaan.

Hasil studi Convention Watch Program Studi Wanita Universitas Indonesia

menunjukan bahwa kasus-kasus yang terungkap di berbagai perusahaan industri,

yaitu :

a. Dalam mendapatkan hak perempuan atas kesempatan kerja yang sama dengan

pria, kebebasan memilih profesi, pekerjaan, promosi, dan pelatihan.

b. Dalam hak mendapatkan upah yang sama terhadap pekerjaan yang sama

nilainya.
108
ibid
65

c. Dalam menikmati hak terhadap jaminan sosial.

d. Hak terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.

e. Hak untuk tidak diberhentikan dari pekerjaan (dan tetap mendapatkan

tunjangan) karena menikah dan melahirkan, hak akan cuti haid, dan cuti

hamil.

Definisi diskriminasi dalam Konvensi ILO No. 111 Tahun 1958 Tentang

Diskriminasi ( dalam Pekerjaan dan Kesempatan) :

“Setiap pembedaan, ekslusif atau preferensi yang dibuat berdasarkan ras, warna

kulit, jenis kelamin, agama, pendapat politik ekstraksi nasional atau asal muasal,

yang memiliki dampak meniadakan atau menghambat kesetaraan peluang atau

perlakuan dalam hal pekerjaan atau jabatan. 109 Terdapat tiga komponen definisi

diskriminasi dalam Konvensi No. 111 :110

Penyebab Fakta Dampak

Alasan yang
dilarang : Perbedaan
perlakuan
 Jenis kelamin
Ras,International
warna kulit Labour Organization, Diskriminasi dan Kesetaraan, hal. 3.
109

110
Ibid, hal. 4 Hasil kerja
 Keyakinan
yang tidak
agama
adil.
 Asal muasal
 Asal negara
 Pendapat
politik
66

Tidak diberi
peluang

Preferensi
diberikan

Kesempatan yang adil ditempat kerja bertujuan untuk memastikan masyarakat

memiliki peluang yang sama dalam mengembangkan potensi mereka semaksimal

mungkin dan mengalokasikan waktu dan energi mereka untuk memperoleh

penghargaan tinggi.

Perlakuan yang sama ditempat kerja bertujuan untuk memastikan kinerja

masyarakat diberi penghargaan sesuai produktivitas dan jasa mereka. Hal ini

terkait dengan pekerjaan dan kondisi kerja, seperti hak kenyamanan pekerjaan.111

Konversi diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1958 nomor 111

a. Mempromosikan kesetaraan kesempatan dan pelakuan dalam pekerjaan

dan jabatan

b. Melarang diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan (artinya, setiap

pembedaan, pengabaian atau preferensi berdasarkan Ras, Warna kulit,


111
Internationa Labour Organization, Op. Cit. hal. 6.
67

jenis, kelamin, agama, aliran politik, pencabutan kewarganegaraan asal

muasal yang mengakibatkan lemahnya atau batalnya untuk memperoleh

kesetaraan kesempatan dan perlakuan dalam pelatihan, akses ke pekerjaan

dan atau jabatan tertentu, keamanan dan kondisi terkait dengan pekerjaan.

c. Persyaratan melekat pada pekerjaan bukan merupakan diakriminasi.

d. Perlunya adopsi suatu kebijakan nasional tentang kesetaraan kesempatan

dan perlakuan dalam pekerjaan dan jabatan.

1. Pelaksanaan kebijakan diskriminasi Wanita dalam memilih pekerjaan

dan jabatan

Berkaitan dengan pengarusutamaan gender, Departemen Tenaga Kerja

dan Transmigrasi telah menyusun kebijakan dalam bentuk peraturan

perundang-undangan dengan memberikan rencana positif dalam PUG sektor

ketenagakerjaan. Bentuk kebijakan ini merupakan tindak lanjut dalam

merespon konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan

Jabatan yang kemudian ditindaklanjuti dengan menyusun kebijakan Equal

Employment Opportunity (EEO) atau Persamaan Kesempatan Kerja (PKK).

Tujuan dari pelaksanaan kebijakan ini adalah untuk penghapusan diskriminasi

di tempat kerja. PKK sangat erat kaitannya dengan pelaksanaan

pengarusutamaan gender dalam pasar kerja.

Diskriminasi di tempat kerja bisa terjadi secara langsung maupun tidak

langsung. Diskriminasi yang terjadi secara langsung, adalah ketika seseorang

diperlakukan secara tidak adil atau kurang baik karena karakteristiknya


68

berdasarkan gender, ras atau agama. Contoh diskriminasi langsung adalah: (a)

Menolak untuk mewawancari seseorang untuk suatu pekerjaan yang

disebabkan karena dia perempuan (b) Agar seseorang tidak menjadi “senior

manager” karena dia perempuan. 112

Diskriminasi tidak langsung terjadi ketika ada sebuah lowongan yang

sama bagi setiap orang tetapi hal itu memiliki suatu ketidakadilan atau

disproporsional menekan pada suatu kelompok masyarakat tertentu. Contoh

dari diskriminasi tidak langsung adalah ketika seorang pengusaha mengadakan

promosi hanya berdasarkan masa kerja. Seperti diketahui bahwa pekerja

perempuan kebanyakan mengundurkan diri dari pekerjaan mengingat

tanggung jawabnya kepada keluarga. Contoh lainnya, ketika seseorang ditolak

dalam suatu pekerjaan, dipecat dari suatu pekerjaannya, ditolak

kesempatannya untuk pelatihan atau tergantung pada kurang baiknya kondisi

pekerjaan dan dari sudut pekerjaan.

Dalam Konvensi ILO No. 111 terdapat Rekomendasi ILO No. 111

yang secara spesifik dan lebih rinci membahas masalah-masalah berkaitan

dengan penghapusan diskriminasi, sehingga pekerja akan menikmati

kesempatan yang sama dalam pekerjaan. Dengan demikian laki-laki dan

perempuan mempunyai akses yang sama dalam pekerjaan dan jenjang karir

yang ingin ditekuninya. Beberapa hal penting untuk memberikan kesempatan

yang sama antara lain:

(a) akses ke bimbingan jabatan dan pelayanan penempatan,

112
Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana, op. cit.,
69

(b) peningkatan pengalaman, kemampuan dan kepandaian yang

disesuaikan dengan karakteristik individu,

(c) jaminan dalam pekerjaan,

(d) upah kerja dengan nilai yang sama,

(e) kondisi pekerjaan, termasuk jam kerja, waktu istirahat, liburan

tahunan, jaminan keselamatan dan kesehatan kerja, seperti jaminan

asuransi sosial dan fasilitas kesejahteraan yang diberikan dalam

hubungannya dengan pekerjaan, dan

(f) pemberian kebebasan dalam mendukung keanggotaan atau partisipasi

dalam urusan dan organisasi serikat pekerja.

Dari catatan-catatan yang dihimpun dalam berbagai penelitian, terdapat

beberapa masalah mengenai diskriminasi dalam pekerjaan, antara lain:

(a) penerimaan pegawai berdasarkan asas kekerabatan (nepotisme),

(b) diskriminasi dalam penempatan pekerjaan dan promosi,

(c) diskriminasi untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan,

(d) diskriminasi dalam pengupahan,

(e) diskriminasi dalam tindakan disiplin,

(f) dalam kasus suami dan istri yang bekerja pada perusahaan yang sama,

apabila salah satu dari mereka harus mengundurkan diri, maka sering

kali terjadi bahwa pihak isteri yang harus mundur,

(g) pekerjaan dan jabatan sering ditujukan hanya untuk perempuan atau

hanya untuk laki-laki, dan


70

(h) dibandingkan dengan laki-laki, perempuan memiliki sedikit cara dan

kesempatan untuk memperoleh pendidikan, latihan kejuruan, ataupun

peningkatan kelangsungan pekerjaan.

2. Rekrutmen

Pengarusutamaan gender yang dilakukan melalui kegiatan tersebut

meliputi kegiatan sejak rekrutmen sampai penempatan. Rekrutmen merupakan

bagian dari proses mendapatkan calon pekerja yang akan ditempatkan. Dalam

melakukan kegiatannya, petugas pengantar kerja melakukan sosialisasi dengan

menghimbau kepada perusahaan swasta maupun badan usaha milik negara dan

instansi pemerintah agar tidak melakukan diskriminasi terhadap calon tenaga

kerja laki-laki dan perempuan. Penekanan diberikan kepada para pengantar

kerja agar selalu memperhatikan kesetaraan gender. Diskriminasi antara laki-

laki dan perempuan benar-benar tidak boleh terjadi dalam proses ini. Kegiatan

perekrutan dimulai melalui tahapan sebagai berikut:

1. Rekrutmen tenaga kerja dimulai sejak adanya pengumuman lowongan

di media masa. Pengumunan adanya lowongan secara jelas sudah

disebutkan bahwa hendaknya tidak membedakan antara perempuan

dan laki-laki. Biasanya iklan lowongan pekerjaan yang ada hingga saat

ini masih nampak membedakan jenis pekerjaan untuk laki-laki dan

perempuan.

2. Pendaftaran pencari kerja pada Bursa Kerja dimaksudkan untuk

memberikan layanan antar kerja, melalui pengisian formulir AK 1.

Pendaftaran pencari kerja harus menganut prinsip-prinsip: (i) tanpa


71

diskriminasi atau tidak membedakan suku, agama, golongan, atau

kondisi tubuh pencari kerja; (ii) pendaftaran sesuai urutan kedatangan

pencari kerja, artinya tidak membedakan laki-laki dan perempuan; dan

(iii) sesuai dengan prosedur yang berlaku yang tidak bertentangan

dengan prinsip gender.

3. Wawancara kepada pencari kerja dalam rangka mendalami dan

mengetahui minat, bakat, dan kemampuan pencari kerja yang

mendaftarkan diri harus netral, dan tidak boleh memiliki persepsi

bahwa kemampuan laki-laki lebih dari kemampuan perempuan.

Dari ketiga hal tersebut, sangatlah jelas bahwa pengarusutamaan

gender dalam proses perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan

untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender telah dilaksanakan di

sektor ketenagakerjaan.113

3. Penempatan

Berkaitan dengan kegiatan penempatan, petugas pengantar kerja telah

mempertimbangkan pengarusutamaan gender. Beberapa hal yang sudah

diperhatikan seperti: 114

1. Kesamaan hak, yaitu kesamaan hak dalam mendapatkan berbagai fasilitas

hasil imbalan yang harus diterima oleh tenaga kerja laki-laki dan

perempuan.

Sasongko et.al, Konsep dan Teori Gender, BKKBN, Jakarta, 2009


113

Pusat Kajian Wanita dan Gender, Hak Azasi Perempuan Instrumen Hukum Untuk
114

Mewujudkan Keadilan Gender, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2004, hal. 87.
72

2. Kesamaan kesempatan, yang berpeluang mendapatkan akses yang sama

terhadap berbagai jenis pekerjaan yang ada dan tidak membedakan antara

laki-laki dan perempuan.

3. Transparan dalam melakukan penempatan dan harus mempunyai kejelasan

aturan yang berlaku.

4. Memperhatikan kemampuan pegawai dalam menempatkan posisinya, dan

harus sesuai dengan kemampuannya dan tidak memandang jenis kelamin,

laki-laki atau perempuan.

5. Memperoleh legitimasi pada posisinya baik pekerja laki-laki maupun

perempuan.

Dari hasil evaluasi setidaknya terdapat 4 jenis bentuk-bentuk diskriminasi

dalam penempatan yaitu:

1) Usia. Banyak perusahaan dalam melakukan penempatan tenaga kerja pada

posisi tertentu mensyaratkan usia minimum/maksimum yang bisa

menempati posisi tertentu. Khusus untuk perempuan biasanya umur

perempuan yang dipersyaratkan berbeda dengan umur laki-laki.

2) Status perkawinan. Banyak pencari kerja terutama untuk perempuan yang

sudah menikah sulit mendapatkan pekerjaan dikarenakan status

perkawinannya.

3) Kehamilan. Perempuan hamil yang mencari pekerjaan akan sulit diterima

dalam pekerjaan.
73

Banyak bidang tertentu yang mensyaratkan jenis kelamin tertentu

misalnya untuk sekretaris yang diutamakan adalah perempuan.

B. Faktor-faktor Penyebab Wanita Mengalami Diskriminasi Dalam Dunia

Kerja

Setiap tindakan yang terjadi di dalam kehidupan pastinya memiliki banyak

faktor yag mendorongnya. Seperti pada kasus diskriminasi terhadap wanita

terlebih lagi dalam dunia kerja. Faktor-faktor tersebut yang membuat peran wanita

dalam dunia kerja dianggap peran wanita dalam dunia kerja dianggap sebelah

mata. Semua terjadi karena adanya kodrat yang menyebabkan ketimpangan sosial

dan hal ini sangat merugikan para wanita.

Menurut Khusnul Khotima faktor yang menjadi penyebab diskriminasi

wanita daam dunia kerja antara lain:115

1. Marginalisasi dalam Pekerjaan

Marginalisasi secara umum dapat diartikan sebagai proses penyingkiran

perempuan dalam pekerjaan. Sebagaimana dikutip oleh Saptari menurut

Alison Scott, marginalisasi dalam pekerjaan dilihat empat bentuk yaitu:

a. Proses pengucilan, perempuan dikucilkan dari kerja upahan atau jenis

kerja tertentu;

115
Pekerja Wanita di Perusahaan dalam Perspektif Hukum dan Gender
Khotima, Khusnul. 2009., hal 34
74

b. Proses pergeseran perempuan ke pinggiran (margin) dari pasar tenaga

kerja, berua kecenderungan bekerja pada jenis pekerjaan yang memiliki

hidup yang tidak stabil, upahnya rendah, dinilai tidak atau kurang

terampil.

c. Proses feminisme atau segresi, pemusatan perempuan pada jenis

pekerjaan tertentu (feminisasi pekerjaan), atau pemisahan yang semata-

mata dilakukan oleh perempuan saja atau laki-laki saja;

d. Proses ketimpangan ekonomi yang mulai meningkat yang merujuk

diantaranya perbedaan upah.

Jadi marginalisasi secara umum dapat diartikan sebagai proses

penyingkiran

Proses marginalisasi terhadap perempuan dapat dilihat pada program

pemerintah orde baru yang menyebabkan terpinggirnya perempuan ke tempat

semula akibat diterapkannya teknologi canggih, misalnya, mengganti tenaga

bagian linting rokok, pengepakan dan proses produksi dalam suatu perusahaan

dengan mesin-mesin yang lebih praktis dan ekonomis, sementara pekerja di

bidang ini yang mayoritas ditekuni perempuan memupus harapan mereka untuk

tetap dapat bekerja dalam rangka mengangkat derajat ekonomi keluarga. Mesin-

mesin potong padi menggantikan pekerjaan ani-ani yang biasanya ditekuni

perempuan, menjadikan mereka kehilangan pekerjaan.

Marginalisasi ini merupakan proses pemiskinan perempuan terutama pada

masyarakat lapisan bawah yang kesejahteraan keluarga mereka sangat

memprihatinkan. Marginalisasi perempuan tidak saja terjadi di tempat pekerjaan


75

akan tetapi juga dapat terjadi dalam rumah tangga, masyarakat, kultur, dan bahkan

negara. Marginalisasi terhadap perempuan sudah terjadi dalam rumah tangga

dalam bentuk diskriminasi atas anggota keluarga yang laki-laki dan perempuan.

Ada dua hal yang berkaitan dengan ketimpangan gender dalam bentuk

marginalisasi.116

1. pekerjaan-pekerjaan marginal yang dikerjakan perempuan dapat dilihat

sebagai akibat dari proses identifikasi perempuan terhadap apa-apa

yang sesuai dengan sifat perempuan seperti yang sudah dikonstruksi

secara sosial. Identifikasi ini merupakan proses pemaknaan diri dan

hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan perempuan sehingga

berbagai faktor diperhatikan di dalamnya. Dalam perspektif semacam

ini kemudian ketimpangan gender tidak lain merupakan pilihan

perempuan, bukan pemaksaan terhadap perempuan.

2. berbagai proses telah mereproduksi sifat perempuan dan kenyataan

tentang pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan sifat keperempuanan

tersebut. Tingkat absensi perempuan yang tinggi (karena perempuan

membutuhkan cuti hamil) seringkali dijadikan alas an untuk tidak

memilih tenaga kerja perempuan atau menempatkan perempuan dalam

pekerjaan marginal.

Sebagai akibat yang ditimbulkan dari proses marginalisasi adalah

meningkatnya kemiskinan dan langkanya kesempatan kerja bagi perempuan.

Aida Vitayala Hubeis mengatakan bahwa menurut laporan BPS sampai

116
ibid
76

pertengahan 1998, penduduk miskin telah berlipat ganda secara

mencengangkan menjadi 79,4 juta orang atau sekitar 39,1 persen dari total

201,5 juta rakyat Indonesia (dengan setengah darinya yaitu 101,3 juta adalah

perempuan). Angka ini mengisyaratkan pertumbuhan kemiskinan absolut yang

meningkat 251,33 persen dalam jangka waktu dua tahun (1996-1998).

Distribusi penduduk miskin di perkotaan dan pedesaan masing-masing 227,354

dan 241,78 persen. Komposisi perempuan banding laki-laki adalah 60:40. Jadi,

lebih banyak perempuan harus menjadi miskin sebagai akibat krisis ekonomi

berkepanjangan dan situasi yang tidak lagi kondusif.

Kemiskinan tidak hanya menimbulkan tekanan terhadap perempuan secara

psikologis, akan tetapi juga perempuan harus puas dengan dampak negatif

yang ditimbulkan dari program pembangunan yang dirancang tanpa

memperhatikan masalah gender. Setidaknya ada 4 hal dari hasil temuan

lapangan mengenai kemiskinan perempuan di Indonesia selama ini; pertama,

kelangkaan sumber daya dan kesulitan pangan dalam rumah tangga

menyebabkan rendahnya status gizi dan pendidikan keluarga miskin

dikombinasikan dengan bias alokasi aset antar rumah tangga; secara sistematis

menghasilkan lebih banyak anak perempuan yang meninggal, kurang gizi,

busung lapar, serta tingkat pendidikan dan kemampuan baca tulis yang buruk;

kedua, perempuan harus bekerja untuk mempertahankan hidup, menyokong

substensi, dan pendapatan keluarga. Akan tetapi, akses mereka terhadap kredit,

keterampilan, secara produksi lain terbatas dibanding laki-laki. Ini berimplikasi

pada tingkat upah yang mereka terima lebih rendah dengan laki-laki, karena
77

tingkat pendidikan dan keterampilan yang terbatas, belum lagi menjalankan

tugas pengasuhan/domestik; ketiga, ketika perhatian pemerintah diarahkan

pada alokasi waktu dan energi perempuan, justru kebijakan yang ada seringkali

tidak mendukung, terutama kebijakan infrastruktur dan fasilitas peningkatan

produktivitas; keempat,proporsi terbesar perempuan yang bekerja di sektor

pertanian, kebanyakan berasal dari rumah tangga miskin absolut.117

Dengan demikian, pada kebanyakan keluarga miskin di Indonesia, peran

perempuan sebagai aset ekonomi rumah tangga menjadi sangat penting karena

secara batin dan etos pengorbanan mereka bekerja untuk bertahan hidup atau

paling tidak demi anaknya, meskipun dengan pendapatan sangat minim dan

prasarana yang kurang mendukung keberadaannya. Karenanya dukungan dan

kesempatan bagi perempuan dalam memberdayakan dirinya dan lebih

meningkatkan kesejahteraannya menjadi hal sangat strategis.118

2. Kedudukan Wanita yang Subkordinat dalam Sosial dan Budaya

Peran gender dalam masyarakat ternyata juga dapat menyebabkan

subordinasi terhadap perempuan terutama dalam pekerjaan. Anggapan bahwa

perempuan itu irrasional atau emosional menjadikan perempuan tidak bisa

tampil sebagai pemimpin, dan ini berakibat pada munculnya sikap yang

menempatkan perempuan pada posisi yang kurang penting.


117
Gender dan Pembangunan. terj. Hartian Silawati. Cleves Mosse, Julia. 2002.: Pustaka
Pelajar Yogyakarta hal 37
118
ibid
78

Subordinat dapat terjadi dalam segala bentuk yang berbeda dari tempat

ke tempat dan dari waktu ke waktu. Di Jawa misalnya, dahulu ada anggapan

bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, toh akhirnya juga akan ke

dapur. Dalam rumah tangga masih sering terdengar jika keuangan keluarga

sangat terbata, dan harus mengambil keputusan untuk menyekolahkan anak-

anaknya, maka anak laki-lai akan mendapatkan prioritas utama. Praktik seperti

itu sesungguhnya berangkat dari kesadaran gender yang tidak adil.

Demikian juga berkaitan dengan pekerjaan. Tempat-tempat kerja

tertutup untuk perempuan dalam angkatan bersenjata atau kepolisian. Potensi

perempuan sering dinilai secara tidak fair. Hal ini mengakibatkan perempuan

sulit untuk menembus posisi strategis dalam komunitas yang berhubungan

dengan pengambilan keputusan. Perempuan di sektor pertanian pedesaan,

mayoritas di tingkat buruh tani. Perempuan di sektor industri perkotaan

terutama terlibat sebagai buruh di industri tekstil, garmen, sepatu, kebutuhan

rumah tangga, dan elektronik. Di sektor perdagangan, pada umumnya

perempuan terlibat dalam perdagangan usaha kecil seperti berdagang sayur

mayur di pasar tradisional.

Di sektor publik, masalah umum yang dihadapi perempuan dalam

pekerjaan adalah kecenderungan perempuan terpinggirkan pada jenis-jenis

pekerjaan yang upahnya rendah, kondisi kerja buruk, dan tidak memiliki

keamanan kerja. Hal ini berlaku khusus bagi perempuan berpendidikan

menengah ke bawah. Pekerjaan di kota adalah sebagai buruh pabrik,

sedangkan di pedesaan adalah sebagai buruh tani. Hal yang perlu


79

digarisbawahi di sini adalah bahwa kecenderungan perempuan terpinggirkan

pada pekerjaan marginal tersebut tidak semata-mata disebabkan faktor

pendidikan. Dari kalangan pengusaha sendiri, terdapat preferensi untuk

mempekerjakan perempuan pada sektor tertentu dan jenis pekerjaan tertentu

karena upah perempuan lebih rendah dari laki-laki.

Kenyataan lain juga dapat diperlihatkan pada buruh perempuan di sektor

informal yang merupakan tempat kerja tidak teratur dan terorganisir. Dalam

keadaan ini, buruh perempuan miskin lebih sering mengalami eksploitasi

ketimbang buruh laki-laki. Di sawah-sawah Asia Tenggara misalnya,

perempuan mendapat upah sepertiga lebih rendah dibanding laki-laki untuk

pekerjaan yang sama, menghadapi pelecehan seksual, bekerja terus selama

hamil dan melahirkan, serta tidak memiliki jaminan keselamatan dan

kesehatan.

3. Stereotype Terhadap Wanita

Kata stereotype berasal dari gabungan dua kata Yunani, yaitu stereos

yang berarti pada, kaku, dan typs yang bermakna model.119 Umumnya

diartikan sebagai pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu.

Stereotype didasarkan pada penafsiran yang dihasilkan atas dasar cara

pandang dan latar belakang budaya. Stereotype sering kali dipandang negatif
119
Scheinder, David J, The Psychology, The Guilford Press, New York, 2004, hal. 312.
80

dan bisa dikemas dalam prasangka dan diskriminasi. Wanita dalam mendapat

perlakuan yang tidak hanya karena pelabelan dari pihak-pihak tertentu yang

menyebabkan perempuan sulit untuk berkembang. Di berbagai perusahaan

pun masih memandang remeh perempuan, contohnya : pekerja wanita tidak

lagi diberikan kebebasan dalam berekspresi, memperlihatkan skill yang ia

kuasai, dan mampu bekerja berdampingan dengan laki-laki.120

Diskriminasi upah yang terjadi secara eksplisit maupun implisit, seringkali

memanipulasi ideologi gender sebagai pembenaran. Ideologi gender

merupakan aturan, nilai, stereotipe yang mengatur hubungan antara

perempuan dan laki-laki terlebih dahulu melalui pembentukan identitas

feminin dan maskulin. Karena tugas utama perempuan adalah di sektor

domestik, maka pada saat ia masuk ke sektor publik sah-sah saja untuk

memberikan upah lebih rendah karena pekerjaan di sektor publik hanya

sebagai sampingan untuk membantu suami.

Beberapa alasan yang menyebabkan rendahnya angka partisipasi

perempuan dalam kerja adalah, Pertama, menyangkut persepsi mengenai kerja

(yang dilakukan) perempuan berkaitan dengan peran domestik pe¬rempuan,

kedua, berkaitan dengan persepsi tersebut adalah perangkat pengukuran,

penentuan, atau pendefinisian pekerjaan perempuan, dan yang ketiga adalah

sifat musiman, paruh waktu, dan informal dari kebanyakan pekerjaan

perempuan. Gambaran tersebut memperlihatkan bahwa hambatan mobilitas

yang mengakibatkan lemahnya informasi pasar, layanan usaha, keterbatasan

mengakses jaringan bisnis, serta tidak memiliki agunan menjadi disinsentif


120
. Argumen Kesetaraan Gender . Nasaruddin Umar,. Jakarta: Paramadina. 2003 hal 42
81

dan kendala bagi perempuan pengusaha untuk menekuni dunia usaha, meski

sebenarnya perempuan pengusaha memiliki kekuatan dan potensi khusus,

tetapi secara nyata lebih berhati-hati dan realistis daripada laki-laki.

4. Tingkat Pendidikan Perempuan Rendah

Analisis Gender dalam Pembangunan Pendidikan di Tingkat Nasi¬onal

(BPS 2004) menemukan adanya kesenjangan gender dalam pelaksanaan

pendidikan terutama di tingkat SMU/MA, SMK (Sekolah Menengah

Kejuruan) dan PT (Perguruan Tinggi) jumlah perempuan lebih rendah

dibandingkan dengan jumlah laki-laki, namun lebih seimbang pada tingkat SD

dan SMP. Kecenderungannya adalah semakin tinggi jenjang pendidikan, maka

makin meningkat kesenjangan gendernya, proporsi laki-laki yang bersekolah

semakin lebih besar dibandingkan dengan proporsi pe-rempuan yang

bersekolah. Kesenjangan ini disebabkan oleh berbagai hal di antaranya adalah

pertimbangan prioritas berdasarkan nilai ekonomi anak, bahwa nilai ekonomi

anak laki-laki lebih mahal di¬bandingkan dengan nilai ekonomi anak

perempuan.

Gejala pemisahan gender (gender segregation) masih banyak tampak

dalam pemilahan jurusan (SMK-Ekonomi untuk perempuan dan SMK-Teknik

Industri untuk laki-laki) yang berakibat pada diskriminasi gender pada

institusi-institusi pekerjaan.

C. Upaya Mewujudkan Keadilan dan Kesetaraan Gender


82

Ketidakadilan dan diskriminasi gender ini harus segera disikapi dengan

usaha-usaha dan upaya untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.

Kesetaran gender berarti kesamaan kondisi baik laki-laki dan perempuan

untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu

berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial,

budaya, pendidikan serta pertahanan dan keamanan nasional, serta kesamaan

dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi

penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan struktural baik terhadap laki-laki

maupun perempuan.

Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap

perempuan dan laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan

ganda, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap

perempuan maupun laki-laki.121

Terwujudnya kesetaraan dan keadilan sender ditandai dengan adanya

diskriminasi antara perempuan dan laki-laki dan dengan demikian mereka

memiliki akses dan partisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh

manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.

Memiliki akses dan partisipasi berarti memiliki peluang atau kesempatan

untuk menggunakan sumber daya dan memiliki wewenang untuk mengambil

keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Memiliki

kontrol berarti memiliki peluang atau kesempatan untuk menggunakan sumber

121
Isu Kesetaraan Laki-Laki Dan Perempuan (Bias Gender),Rahniawati, N., 2001 hal
273.
83

daya dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara

penggunaan dari hasil sumber daya tersebut.

Memiliki kontrol berarti memiliki kewenangan penuh untuk mengambil

keputusan atas penggunaan dan hasil sumber daya. Sehingga memperoleh manfaat

yang sama dari pengangguran122

Upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender sebagai visi

Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI sebenarnya merupakan bentuk

pembaruan pembangunan pemberdayaan perempuan yang selama tiga dasa warsa

telah memberikan manfaat yang cukup besar. Berbagai peningkatan

pemberdayaan perempuan bisa dilihat dengan meningkatnya kualitas hidup

perempuan dari berbagai aspek, meskipun masih belum optimal. Maksud

membuat kebijakan publik memungkinkan membentuk masa depan lebih aktif,

memungkinkan kontrol yang lebih besar di masa depan, dapat membimbing

tindakan dimasa depan, karena perspektif merupakan aspek-aspek alternatif masa

depan yang didasarkan pada pemahaman kritis tentang kebijakan masa lalu

dengan segala konsekuensi-konsekuensinya.

Akibat diskriminasi gender yang telah berlaku sejak lama, kondisi

perempuan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya, politik, hankam dan HAM

berada pada posisi yang tidak menguntungkan. Kondisi yang tidak

menguntungkan ini apabila tidak diatasi, maka ketimpangan atau kesenjangan

pada kondisi dan posisi perempuan tetap saja akan terjadi.Status perempuan dalam

kehidupan sosial dalam banyak hal masih mengalami diskriminasi haruslah


122
ibid
84

diakui. Kondisi ini terkait erat dengan masih kuatnya nilai-nilai tradisional

terutama di pedesaan, dimana perempuan kurang memperoleh akses terhadap

pendidikan, pekerjaan, pengambilan keputusan dan aspek lainnya. Keadaan ini

menciptakan permasalahan tersendiri dalam upaya pemberdayaan perempuan,

dimana diharapkan perempuan memiliki peranan yang lebih kuat dalam proses

pembangunan. Kurangnya keikutsertaan perempuan dalam memberikan

kontribusi terhadap program pembangunan menyebabkan kesenjangan yang ada

terus saja terjadi.123

1. Beberapa upaya untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender,

baik dari segi intern dan ekstern, yakni :

1) Segi intern

Dewasa ini perempuan sudah banyak yang menyadari akan

pentingnya untuk memajukan diri dan berkembang dalam segala bidang.

Contohnya sudah banyak perempuan yang menuntut ilmu dari pendidikan

dasar sampai gelar tertinggi dalam dunia pendidikan. Dari sisi intern

perempuan sendiri, banyak perempuan yang telah secara sukarela terjun di

ranah politik baik dengan menjadi calon legislatif atau eksekutif di daerah

maupun di pusat. Demikian pula dalam bidang militer, jabatan komandan

dalam kesatuan juga tidak sedikit yang diduduki oleh perempuan.

2) Segi ekstern

Segi ekstern ini merupakan peran masyarakat, lembaga swadaya

masyarakat dan pemerintah.

123
Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial, Sebuah Pengantar Studi Perempuan Ratna
Saptari, dan Brigett Holzner.1997.. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Hal 47
85

a) Masyarakat

Sebagai bagian dari kelompok sosial, masyarakat telah melakukan

upaya-upaya untuk menempatkan perempuan pada posisi yang sesuai

dengan porsinya. Seperti dalam susunan organisasi karang taruna di

desa, perempuan juga banyak yang menjadi ketua dan wakil ketua

karang taruna. Demikian pula adanya organisasi Pembinaan

Kesejahteraan Keluarga (PKK) desa yang di dalamnya beranggotakan

ibu-ibu yang terlibat langsung dalam penyampaian aspirasi dan

pengambilan keputusan atas masalah-masalah tertentu sesuai dengan

lingkup PKK.

b) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

Banyak LSM yang bergerak di bidang perlindungan dan peningkatan

kesetaraan gender. Seperti Yayasan Perempuan Indonesia, yayasan

kakak, yayasan srikandi dsb. Dalam kegiatannya, perempuan banyak

dilibatkan sehingga mampu mengembangkan kemampuan intelektual

dan ketrampilannya.

c) Pemerintah

Presiden telah mengeluarkan Instruksi Presiden nomor 9 tahun 2000

tentang pengarusutamaan gender. Dengan adanya instruksi yang

diperintahkan pada segenap departemen dan instansi khusus ini,

presiden berharap agar dalam pelaksanaannya dapat berjalan maksimal

dan tepat sasaran. Demikian pula dengan lahirnya undang-undang

nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Di dalamnya


86

mengandung perlindungan terhadap perempuan juga, khususnya dalam

bidang ketenagakerjaan.

D. Tingkat Partisipasi Wanita dalam Dunia Kerja

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi partisipasi adalah

keikutsertaan. Partisipasi wanita bekerja yaitu keikutsertaan wanita untuk

melakukan suatu pekerjaan dengan berbagai alasan tertentu. Aspirasi wanita

diwujudkan salah satunya dengan mereka bekerja. Partisipasi wanita dalam dunia

kerja didasari oleh beberapa hal seperti kemauan untuk mandiri, serta untuk

membiayai kebutuhan hidupnya dan hidup orang-orang yang ditanggungnya

dengan penghasilan tersebut. Makin meluasnya kesempatan yang menyerap

tenaga kerja wanita juga merupakan salah satu faktor pendorong wanita untuk

bekerja.

Ken Suratiyah, mengatakan bahwaada dua alasan pokok yang

melatarbelakangi keterlibatan wanita dalam pasar kerja. Pertama, adalah

keharusan, sebagai refleksi dari kondisi ekonomi rumah tangga yang rendah,

sehingga bekerja untuk meningkatkan pendapat rumah tangga adalah sesuatu yang

penting. Kedua, “memilih” untuk bekerja, sebagai refleksi dari kondisi sosial

ekonomi pada tingkat menengah atas.124

Adanya jaminan bagi tenaga kerja wanita yang mana dituangkan dalam

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan tentang

perlindungan atas kesempatan yang sama antara pria dan wanita dalam

124
Ken Suratiyah, et. al, Dilema Wanita Antara Industri Rumah Tangga dan Aktivitas
Domestik, Aditya Media, Yogyakarta, 1996.
87

memperoleh pekerjaan. Ketentuan Pasal 5 ini membuka peluang kepada

perempuan untuk memasuki semua sektor pekerjaan, dengan catatan bahwa ia

mau dan mampu melakukan pekerjaan tersebut.

Tabel 1.1

Presentase Tenaga Kerj Formal Menurut Jenis Kelamin ( Persen )125

Jenis Kelamin 2018 2019 2020


Laki-Laki 46,10 47,19 42,71
Perempuan 38,10 39,19 34,10

Tabel diatas menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 3 bulan terakhir yaitu

tahun 2018, 2019, 2020. Presentase tenaga kerja wanita masih dibawah laki-

laki. Pada tahun 2018 presentasenya 38,10, pada tahun 2019 presentasenya

mengalami kenaikan 1,09 persen dan menjadi 39,19. Lalu pada tahun 2020

mengalami penurunan lagi yaitu sebesar 4,54 persen.

Konvensi Diskriminasi ( Pekerjaan dan Jabatan ), 1958 (No. 111):

1. Mempromosikan kesetaraan kesempatan dan perlakuan dalam pekerjaan

dalam jabatan.

2. Diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan (artinya, setiap pembedaan,

pengabaian atau preferensi berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin,

agama, aliran politik, pencabutan kewarganegaraan atau asal-muasal yang

mengakibatkan lemahnya atau batalnya untuk memperoleh kesetaraan

125
Survey Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)
https://www.bps.go.id/indicator/6/1170/presentase-tenaga-kerja-formal-menurut-jenis-
kelamin.html , diakses 16 Januari, 2021
88

kesempatan dan perlakuan dan pelatihan, akses ke pekerjaan atau jabatan

tertentu, keamanan dan kondisi terkait dengan pekerjaan.

3. Persyaratan yang melekat pada pekerjaan bukan merupakan diskriminasi.

4. Perlunya adopsi suatu kebijakan nasional tentang kesetaraan kesempatan

dan perlakuan dalam pekerjaan dan jabatan.

5. Perlunya mencabut atau merevisi peraturan perundang-undangan dan

merubah segala instruksi-instruksi administrasi atau praktik-praktik, yang

tidak sesuai dengan kebijakan tersebut.


89

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Bentuk Konsep Sistem Hukum yang mengatur tentang Diksrimnasi

terhadap Pekerja Wanita di Indonesia

Sistem hukum yang mengatur tentang diskriminasi terhadap pekerja

wanita diindonesia sudah diatur dalam undang-undang No. 39 tahun 1999

Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 49 ayat 1 bahwa perempuan berhak untuk

memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi sesuai dengan

persyaratan dan peraturan perundang-undangan. Kemudian dipertegas kembali

pada Pasal 71 yang mengatur mengenai tanggung jawab pemerintah untuk

menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia

baik yang diatur dalam undang-undang, maupun hukum internasional.126 dan

undang-undang No. 13 tahun 2013 tentang ketenagakerjaan ketentuan

mengenai perempuan yang mempunyai hak yang sama dengan laki-laki dalam

bekerja telah diatur di dalam Pasal 5 dan 6 Tentang Ketenagakerjaan.

Hadirnya hukum dalam kehidupan bermasyarakat yakni berguna dalam

mengintegrasikan kepentingan-kepentingan yang bertentangan satu sama lain

agar dapat ditekan seminimal mungkin. Secara terminologi dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi
126
http://akbarmuzaqir.blogspot.co.id/2013/04/hak-hak-perempuan.html, diakse tanggal
17 Juli 2021.
90

dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa ataupun pemerintah,

undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup

masyarakat, patokan atau kaidah tentang peristiwa alam tertentu, keputusan

atau pertimbangan yang ditetapkan oleh hakim dalam pengadilan, atau

vonis.127

Kata perlindungan dalam bahasa Inggris disebut dengan protection. Istilah

perlindungan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dapat

disamakan dengan istilah proteksi, yang artinya proses atau perbuatan

memperlindungi. Sedangkan menurut Black’s Law Dictionary, protection

adalah the act of protecting. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

yang dimaksud dengan perlindungan adalah cara, proses, dan perbuatan

melindungi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan

perlindungan hukum adalah (1) Tempat berlindung; (2) Perbuatan (hal dan

sebagainya) melindungi.128 Perlindungan hukum pada dasarnya tidak

membedakan jenis kelamin baik itu pria maupun wanita. Karena berdasarkan

pancasila, Indonesia sebagai negara hukum sudah seharusnya memberikan

perlindungan hukum terhadap warga masyarakatnya karena hal tersebut akan

melahirkan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia dalam wujudnya

sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Perlindungan hukum pada

127
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indoensia, Edisi Kedua, Cet. 1, Balai Pustaka, Jakarta, 1991.
128
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Cet. 1, Balai Pustaka, Jakarta, 1991, hal. 595.
91

hakekatnya bertujuan mewujudkan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian

hukum.129

Landasan dari prinsip-prinsip perlindungan hukum di Indonesia adalah

Pancasila, yang mana pancasila adalah sebagai ideologi dan falsafah negara

yang didasarkan pada konsep Rechstaat dan Rule Of Law. Dimana prinsip

perlindungan hukum di Indonesia bersumber pada Pancasila. Sedangkan

prinsip perlindungan hukum terhadap pemerintah bertumpu dan bersumber

dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi

manusia tersebut merupakan konsep yang lahir dari sejarah barat, yang

diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewjiban oleh

masyarakat dan pemerintah.130

Suatu perlindungan dapat dikatakan sebagai perlindungan hukum apabila

mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

e. Adanya pengayoman dari pemerintah terhadap warganya.

f. Jaminan kepastian hukum.

g. Berkaitan dengan hak-hak warga negara.

h. Adanya sanksi hukuman.

Kerja merupakan suatu kebutuhan pokok manusia, karena dengan bekerja

sesorang mampu menghidupi dirinya dan keluarganya. Pekerjaan merupakan

Ibid
129

130
Philipus M. Hadjon, Op. Cit. hal. 38.
92

salah satu sarana memperoleh rezeki dan sumber kehidupan yang layak dan

dapat pula bahwa bekerja adalah kewajiban dan kehidupan.131

Pekerja berasal dari kata “kerja” yang berarti perbuatan melakukan sesuatu

kegiatan yang bertujuan mendapatkan hasil, hal pencari nafkah. 132 Sedangkan

pekerja menurut Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan, adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima

upah atau imbalan dalam bentuk lain.133

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Perempuan berarti jenis kelamin

yakni orang atau manusia yang memiliki rahim, mengalami menstruasi,

hamil, melahirkan, dan menyusui.134 Sedangkan Wanita menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perempuan dewasa.135

Plato mengatakan bahwa perempuan ditinjau dari segi kekuatan fisik

maupun spiritual, mental perempuan lebih lemah dari laki-laki, tetapi

perbedaan tersebut tidak menyebabkan adanya perbedaan dalam bakatnya.136

Pengertian perempuan sendiri secara etimologis berasal dari kata empu yang

artinya dihargai.137

Pekerja wanita atau wanita pencari nafkah adalah perempuan dewasa yang

berkecimpung atau berkarya dan melakukan pekerjaan atau berprofesi di

dalam rumah ataupun diluar rumah dengan dalih ingin meraih kemajuan,

131
Abd. Hamid Mursi, Sumber Daya Manusia yang Produktif, Pendekatan Al-Qur’an
dan Sains, Gema Insane Press, Jakarta, 1996, hal. 35.
132
Sulhan Yasin, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Amanah, Surabaya, 1997, hal. 287.
133
Abdul R. Budiono, Hukum Perburuhan, PT Indeks, Jakarta, 2011, hal. 8.
134
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,
jakarta, 2006, hal. 856.
135
Ibid, hal. 1268.
136
Murtadlo Muthari, Hak-Hak Wanita dalam Islam, Lentera, Jakarta, 1995, hal. 108.
137
Zaitunah Subhan, Menuju Kesetaraan Gender, Prenada Media, Jakarta, 2004, hal. 19.
93

perkembangan dan jabatan dalam kehidupannya.138 Apalagi di era modern ini

seharusnya tidak ada lagi pembatasan ruang pada wanita terutama dalam

memperoleh profesi maupun pekerjaan, karena wanita dapat berkarir dimana

saja selagi ada potensi dan kesempatan.

Karena tujuan wanita bekerja selain sebagai bentuk kesetaraan hak antara

laki-laki dan perempuan juga untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 D

ayat (2) menegaskan, setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat

imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

Diskriminasi berasal dari bahasa latin yaitu discriminatus yang artinya

membagi atau membedakan. Perlakuan membedakan terhadap orang lain

berdasarkan kelompok tertentu merupakan diskriminasi.139

Diskriminasi dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak

Asasi Manusia adalah :

“Setia pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak

langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras,

etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin,

bahasa, keyakinan politik, yang berakhir pengurungan, penyimpangan atau

penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia

dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individu maupun kolektif dalam

bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan

lainnya”.
138
Nurlaila Iksa, Karir Wanita Dimata Islam, Pustaka Amanah, 1998, hal, 1.
139
Sunarto, Pengantar Sosiologi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia, Jakarta,
2004, hal. 161.
94

Menurut Hudaniah diskriminasi adalah prilaku yang diarahkan pada

seseorang yang didasarkan semata-mata pada keanggotaan kelompok yang

dimilikinya.140

Diskriminasi yang terjadi dalam masyarakat terbagi menjadi dua yaitu

diskriminasi individu dan diskriminasi instituso. Diskriminasi individu adalah

tindakan seseorang pelaku yang berprasangka. Diskriminasi institusi

merupakan diskriminasi yang tidak ada hubungannya dengan prasangka

individu melainkan dampak kebijaksanaan atau praktik berbagai institusi

dalam masyarakat.141

Pettigrew berpendapat bahwa diskriminasi dibagi menjadi diskrimiansi

langsung dan diskriminasi tidak langsung.142 Diskriminasi langsung adalah

tindakan membatasi suatu wilayah tertentu, seperti pemukiman, jenus

pekerjaan, fasilitas umum dan semacamnya dan juga terjadi manakala

pengambil keputusan diarahkan oleh prasangka terhadap kelompok tertentu.

Sedangkan diskriminasi tidak langsung dilaksanakan melalui penciptaan

kebijakan-kebijakan yang menghalangi ras/etnik lainnya yang mana aturan

dan prosedur yang mereka jalani mengandung bias diskriminasi yang tidak

tampak dan mengakibatkan kerugian sistematis bagi komunikasi atas

kelompok masyarakat tertentu. Dari pengertian diatas bisa disimpulkan

diskriminasi individu merupakan langsung, sedangkan diskriminasi institusi

merupakan diskriminasi tidak langsung.143

140
Tri Dayaksini et.al, Psikologi Sosial, UMM Press, Malang, 2003, hal. 228.
141
Sunarto, Op Cit, hal. 161
142
Alo Liliweri, Prasangka dan Konflik Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat
Multikultural, PT. LKIS Linting Cemerlang, Yogyakarta, 2005, hal. 221.
143
Ibid, hal. 222
95

Secara umum diskriminasi gender dalam sektor pekerjaan

di¬latarbelakangi oleh adanya keyakinan gender yang keliru di tengah-tengah

masyarakat. Peran gender (gender role) sebagai bentuk ketentuan sosial

diyakini sebagai sebuah kodrat sehingga menyebabkan ketim¬pangan sosial

dan hal ini sangat merugikan posisi perempuan dalam berbagai komunitas

sosial baik dalam pendidikan, sosial budaya, politik dan juga ekonomi. Di

sektor pekerjaan, ketidakadilan dapat saja terjadi karena hal-hal sebagai

berikut.

1. Marginalisasi dalam Pekerjaan

Marginalisasi secara umum dapat diartikan sebagai proses

pe¬nyingkiran perempuan dalam pekerjaan. Sebagaimana dikutip oleh

Saptari menurut Alison Scott, seorang ahli sosiologi Inggris melihat

berbagai bentuk marginalisasi dalam empat bentuk yaitu: (1). Proses

pengucilan, perempuan dikucilkan dari kerja upahan atau jenis kerja

tertentu, (2) Proses pergeseran perempuan ke pinggiran (margins) dari

pasar tenaga kerja, berupa kecenderungan bekerja pada jenis pekerjaan

yang memiliki hidup yang tidak stabil, upahnya rendah, dinilai tidak atau

kurang terampil, (3) Proses feminisasi atau segregasi, pemusatan

perempuan pada jenis pekerjaan tertentu (feminisasi pekerjaan), atau

pemisahan yang semata-mata dilakukan oleh perempuan saja atau laki-laki

saja. (4) Proses ketimpangan ekonomi yang mulai meningkat yang

merujuk di antaranya perbedaan upah.

2. Kedudukan Perempuan yang Subordinat dalam Sosial dan Budaya


96

Peran gender dalam masyarakat ternyata juga dapat menyebabkan

subordinasi terhadap perempuan terutama dalam pekerjaan. Anggapan

bahwa perempuan itu irrasional atau emosional menjadikan perempuan

tidak bisa tampil sebagai pemimpin, dan ini berakibat pada munculnya

sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang kurang penting.

Subordinat dapat terjadi dalam segala bentuk yang berbeda dari tempat ke

tempat dan dari waktu ke waktu.

3. Stereotipe terhadap Perempuan

Stereotipe secara umum diartikan sebagai pelabelan atau penandaan

terhadap suatu kelompok tertentu. Pada kenyataannya stereotipe selalu

merugikan dan menimbulkan diskriminasi. Salah satu jenis stereotipe itu

adalah yang bersumber dari pandangan gender. Banyak sekali

ketidakadilan terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan, yang

bersumber dari penandaan (stereotype) yang dilekatkan pada mereka.

Diskriminasi yang terjadi pada masyarakat, terlebih perempuan yang

selalu mendapat perlakuan diskriminatif, harus dikikis karena bertentangan

dengan konsep kesetaraan dan keadilan serta bertentangan juga dengan Hak

Asasi Manusia.

Lahirnya instrumen nasional maupun instrumen internasional mengenai

hak asasi manusia, merupakan bentuk upaya-upaya demi menegakkan dan

melindungi hak asasi manusia. Baik didalam negeri maupun diluar negeri

undang-undang hak asasi manusia menganut prinsip yang pada dasarnya


97

menjamin kehidupan harkat dan martabat sesorang perempuan maupun laki-

laki mengenai hak atas kebebasan pribadi, hak berkeluarga, hak atas

pekerjaan, kesejahteraan, hak-hak politik, hak-hak perempuan berkenaan

dengan reproduksi, hak berpartisipasi dibidang eksekutif, yudikatif dan

legislatif, hak-hak atas pendidikan.144

Dalam upaya perlindungan Hak Asasi Manusia penekannya pada berbagai

tindakan pencegahan terhadap terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Perlindungan Hak Asasi Manusia terutama melalui pembentukan instrumen

hukum dan kelembagaan Hak Asasi Manusia.

Wanita tidak bisa dipisahkan dari hak asasi manusia, sebab hak asasi

manusia bisa dibilang tidak sempurna apabila hak-hak wanita tidak terpenuhi

dengan semestinya. Karena Tuhan menciptkan laki-laki dan wanita dalam

posisi setara, maka lahirnya hak asasi manusia juga merupakan bentuk

penyamarataan hak antara laki-laki dan wanita. Wanita selama ini masih

hidup dalam keterbatasan dan stigma masyarakat yang menganggap wanita

hanya bisa bekerja di dapur dan menjadi ibu rumah tangga. Plato mengatakan,

bahwa perempuan ditinjau dari segi kekuatan fisik maupun spiritual, mental

perempuan daripada laki-laki, tapi perbedaan tersebut tidak menyebabkan

adanya perbedaan dalam bakatnya.145

Dalam Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination

Against Women (CEDAW) yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang

No. 7 Tahun 1984, diatur beberapa aspek yang terkait dengan hak perempuan
144
Prantiasih, Hak Asasi Manusia bagi Perempuan, Jurnal Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan Vol.25, No 1, Semarang, 2012, hal. 11.
145
Murthada Muthahari, Hak-Hak Wanita Dalam Islam, Lentera, Jakarta, 1995, hal. 107..
98

untuk bekerja dan kewajiban negara untuk menjamin hak tersebut. Hal itu

terdapat dalam Pasal 11 yang menyatakan bahwa :

a. Negara-negara peserta wajib membuat peraturan-peraturan yang

tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan

dilapangan pekerjaan guna menjamin hak-hak yang sama atas

dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan, khususnya :

b. Hak untuk bekerja sebagai hak asasi manusia;

c. Hak atas kesempatan kerja yang sama, termasuk penerapan kriteria

seleksi yang sama dalam penerimaan pegawai;

d. Hak untuk memilih dengan bebas profesi dan pekerjaan, hak untuk

promosi, jaminan pekerjaan dan semua tunjangan serta fasilitas

kerja, hak untuk memperoleh pelatihan kejuruan dan pelatihan

ulang termasuk masa kerja sebagai magang, pelatihan kejuruan

lanjutan, dan pelatihan ulang lanjutan;

e. Hak untuk menerima upah yang sama, termasuk tunjangan-

tunjangan, baik untuk perlakuan yang sama sehubungan dengan

pekerjaan dengan nilai yang sama ;

f. Hak atas jaminan sosial, khusunya dalam hal pensiun,

pengangguran, sakit, cacat, lanjut usia, serta lain-lain

ketidakmampuan untuk bekerja, hak atas masa cuti yang dibayar ;

g. Hak atas pelindungan kesehatan dan keselamatan kerja, termasuk

usaha pelindungan terhadap fungsi melanjutkan keturunan.


99

Persamaan hak adalah memeratakan hak setiap orang tanpa membedakan

ras, etnis, agama, warna kulit, jenis kelamin, budaya dan pekerjaan dengan

tujuan menghapus sikap yang akan melahirkan sebuah tindakan yang disebut

diskriminatif. Karena didalam kehidupan manusia tentu persamaan hak sangat

diperlukan karena tanpa adanya persamaan hak maka akan terjadi

kesenjangan sosial.

Persamaan hak pun bermacam-macam, seperti persamaan hak antara pria

dan wanita, persamaan hak dalam memilih pekerjaan atau profesi, dan lain-

lain. Maka dari itu sangat diperlukan dan mutlak dan harus diterima oleh

banyak orang. Sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki akal,

pikiran, dan perasaan sudah seharusnya kita sadar bahwa persamaan hak

adalah langkah yang baik yang akan memberikan dampak positif bagi dunia.

Selain persamaan hak kita tentu tahu juga bahwa sedari kita lahir kita sudah

memiliki hak yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa yaitu hak asasi

manusia. Namun bukan berarti bisa berbuat semena-mena karena manusia

pun harus menghormati dan menghargai hak asasi manusia lainnya.

Menghargai persamaan hak dapat menumbuhkan sikap saling cinta sesama

manusia dan sikap itu lah yang akan melahirkan sikap tenggang rasa,

toleransi, dan lain-lain. Dan setiap manusia memiliki persamaan hak dalam

berbagai aspek kehidupan seperti persamaan kedudukan, berpendapat,

memilih pekerjaan yang diinginkan dan sebagainya. Dengan adanya

persamaan hak maka setiap warga negara berhak mendapatkan hak-hak

asasinya yang diantaranya meliputi hak asasi pribadi, hak asasi ekonomi, hak
100

asasi politik, hak asasi sosial dan budaya, hak asasi untuk mendapatkan

pengayoman dan perlakuan yang di hadapan hukum dan pemerintahan, serta

terhadap tata cara perlakuan dan perlindungan hukum.

Pria dan wanita selamanya akan berbeda, prinsip persamaan adalah

kesempatan untuk membuktikan bahwa wanita bisa menjadi wanita hebat di

dalam sebuah keluarga melalui peluang dan kesempatan meraih wawasan

yang lebih luas dan berkembang dengan menjadi ibu yang hebat

menumbuhkan anak-anak yang berkualitas. Kesetaraan dan non-diskriminasi

dalam pekerjaan dan jabatan merupakan hak dasar di tempat kerja. Seluruh

pekerja berhak atas kesempatan dan perlakuan yang sama, dan seluruh

pengusaha memiliki tanggung jawab terkait untuk memastikan bahwa

perusahaan atau organisasi mereka bebas dari diskriminasi.

Dengan demikian bentuk konsep sistem hukum yang mengatur tentang

diskriminasi terhadap pekerja wanita diindonesia yaitu berdasarkan Hak atas

kesetaraan adalah hak asasi manusia yang fundamental, yang dijamin di

dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia, Undang-Undang

Ketenagakerjaan (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013) maupun di dalam

instrumen-instrumen hukum internasional yang telah diratifikasi oleh

Indonesia. Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk menghormati prinsip

kesetaraan, baik sebagai pengusaha maupun sebagai pelaku ekonomi.

Sebagai pengusaha, perusahaan harus memastikan bahwa prinsip-prinsip

kesetaraan dan non-diskriminasi dihormati di seluruh praktik sumber daya

manusia. Setiap orang berhak atas suatu pekerjaan, memilih pekerjaan, dan
101

mendapatkan jaminan untuk tidak menjadi pengangguran. Selanjutnya,

seseorang juga berhak untuk mendapatkan penghasilan sesuai dengan

pekerjaanaya, mendapatkan jaminan jumlah upah yang dapat menjamin

kebidupannya dan keluarganya, dan berhak untuk ikut serta dalam suatu

serikat pekerja guna rnelindungi kepentingannya (Pasal 23 ayat 1,2,3 dan

4).146

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28

D ayat (2) menegaskan, setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat

imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

Berdasarkan obyek perlindungan tenaga kerja menurut Undang-undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan mengatur secara khusus

mengenai perlindungan khusus pekerja / buruh perempuan dan anak. Di

dalam pelaksanaannya perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan yang

bekerja diatur di dalam undang-undang tersebut. Semua peraturan tersebut

secara jelas memberikan perlindungan bagi pekerja perempuan.

Di Indonesia ketentuan mengenai perempuan yang mempunyai hak yang

sama dengan laki-laki dalam bekerja telah diatur di dalam Pasal 5 dan 6

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.147 Masalah

tenaga kerja saat ini terus berkembang semakin kompleks sehingga

memerlukan penanganan yang lebih serius. Pada masa perkembangan

tersebut pergeseran nilai dan tata kehidupan akan banyak terjadi. Pergeseran
146
International Law Making, Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia, hal.139.
147
Lalu Husni, 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi, PT.
RajaGrafindo Persada: Jakarta, h. 37.
102

dimaksud tidak jarang melanggara peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Menghadapi pergeseran nilai dan tata kehidupan para pelaku industri

dan perdagangan, pengawasan ketenagakerjaan dituntut untuk mampu

mengambil langkah-langkah antisipatif serta mampu

Wanita tidak bisa dipisahkan dari hak asasi manusia, sebab hak asasi

manusia bisa dibilang tidak sempurna apabila hak-hak wanita tidak terpenuhi

dengan semestinya. Karena Tuhan menciptkan laki-laki dan wanita dalam

posisi setara, maka lahirnya hak asasi manusia juga merupakan bentuk

penyamarataan hak antara laki-laki dan wanita.

dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

Manusia (HAM) Pasal 49 ayat 1 bahwa perempuan berhak untuk memilih,

dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi sesuai dengan

persyaratan dan peraturan perundang-undangan. Kemudian dipertegas kembali

pada Pasal 71 yang mengatur mengenai tanggung jawab pemerintah untuk

menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia

baik yang diatur dalam undang-undang, maupun hukum internasional. 148 hal

tersebut tidak merubah konsep bahwa pekerjaan perempuan hanya berputar

pada urus mengurus rumah tetapi juga berhak dalam memilih pekerjaan,

dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan, dan prosefi sesuai dengan Undang-

Undang HAM.

Berkaitan dengan hak perempuan di bidang profesi dan ketenagakerjaan,

terdapat hak-hak yang harus didapatkan perempuan baik sebelum, saat,

148
http://akbarmuzaqir.blogspot.co.id/2013/04/hak-hak-perempuan.html, diakse tanggal
17 Juli 2021.
103

maupun sesudah melakukan pekerjaan. Sebelum mendapat pekerjaan, seorang

perempuan mempunyai hak untuk diberikan kesempatan yang sama dengan

pria untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya,

sehingga mereka perempuan harus dapat dilakukan seleksi terhadapnya tanpa

ada diskriminasi apapun. Saat mendapat pekerjaan, seorang perempuan juga

mempunyai hak-hak yang harus dipenuhi, yaitu mendapatkan upah sesuai

dengan pekerjaannya, mendapatkan kondisi kerja yag aman dan sehat,

kesempatan yang sama untuk dapat meningkatkan pekerjaannya ke tingkat

yang lebih tinggi, termasuk juga hak untuk mendapatkan pelatihan untuk

meningkatkan kualitas pekerjaannya.149

Dengan demikian sistem hukum yang mengatur tentang diskriminasi

terhadap pekerja wanita diindonesia sudah diatur dalam undang-undang No.

39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 49 ayat 1 bahwa perempuan

berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi

sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan. Kemudian

dipertegas kembali pada Pasal 71 yang mengatur mengenai tanggung jawab

pemerintah untuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan

hak asasi manusia baik yang diatur dalam undang-undang, maupun hukum

internasional.150 dan undang-undang No. 13 tahun 2013 tentang

ketenagakerjaan ketentuan mengenai perempuan yang mempunyai hak yang

149
Abdul Hakim, 2009, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Citra
Aditya Bakti: Bandung, h. 2
150
http://akbarmuzaqir.blogspot.co.id/2013/04/hak-hak-perempuan.html, diakse tanggal
17 Juli 2021.
104

sama dengan laki-laki dalam bekerja telah diatur di dalam Pasal 5 dan 6

Tentang Ketenagakerjaan.

B. Implementasi Hukum Atas Diskriminasi terhadap Hak bagi Pekerja

Wanita dalam Memperoleh Profesi pada PT Mitra Powerind

Sejahtera

Kerja merupakan suatu kebutuhan pokok manusia, karena dengan bekerja

sesorang mampu menghidupi dirinya dan keluarganya. Pekerjaan merupakan

salah satu sarana memperoleh rezeki dan sumber kehidupan yang layak dan

dapat pula bahwa bekerja adalah kewajiban dan kehidupan.151

Pekerja berasal dari kata “kerja” yang berarti perbuatan melakukan sesuatu

kegiatan yang bertujuan mendapatkan hasil, hal pencari nafkah. 152 Sedangkan

pekerja menurut Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan, adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima

upah atau imbalan dalam bentuk lain.153

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Perempuan berarti jenis kelamin

yakni orang atau manusia yang memiliki rahim, mengalami menstruasi,

hamil, melahirkan, dan menyusui.154 Sedangkan Wanita menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perempuan dewasa.155

Plato mengatakan bahwa perempuan ditinjau dari segi kekuatan fisik

maupun spiritual, mental perempuan lebih lemah dari laki-laki, tetapi


151
Abd. Hamid Mursi, Sumber Daya Manusia yang Produktif, Pendekatan Al-Qur’an
dan Sains, Gema Insane Press, Jakarta, 1996, hal. 35.
152
Sulhan Yasin, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Amanah, Surabaya, 1997, hal. 287.
153
Abdul R. Budiono, Hukum Perburuhan, PT Indeks, Jakarta, 2011, hal. 8.
154
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,
jakarta, 2006, hal. 856.
155
Ibid, hal. 1268.
105

perbedaan tersebut tidak menyebabkan adanya perbedaan dalam bakatnya.156

Pengertian perempuan sendiri secara etimologis berasal dari kata empu yang

artinya dihargai.157

Pekerja wanita atau wanita pencari nafkah adalah perempuan dewasa yang

berkecimpung atau berkarya dan melakukan pekerjaan atau berprofesi di

dalam rumah ataupun diluar rumah dengan dalih ingin meraih kemajuan,

perkembangan dan jabatan dalam kehidupannya.158 Apalagi di era modern ini

seharusnya tidak ada lagi pembatasan ruang pada wanita terutama dalam

memperoleh profesi maupun pekerjaan, karena wanita dapat berkarir dimana

saja selagi ada potensi dan kesempatan.

Karena tujuan wanita bekerja selain sebagai bentuk kesetaraan hak antara

laki-laki dan perempuan juga untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 D

ayat (2) menegaskan, setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat

imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

Diskriminasi berasal dari bahasa latin yaitu discriminatus yang artinya

membagi atau membedakan. Perlakuan membedakan terhadap orang lain

berdasarkan kelompok tertentu merupakan diskriminasi.159

Diskriminasi dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak

Asasi Manusia adalah :

156
Murtadlo Muthari, Hak-Hak Wanita dalam Islam, Lentera, Jakarta, 1995, hal. 108.
157
Zaitunah Subhan, Menuju Kesetaraan Gender, Prenada Media, Jakarta, 2004, hal. 19.
158
Nurlaila Iksa, Karir Wanita Dimata Islam, Pustaka Amanah, 1998, hal, 1.
159
Sunarto, Pengantar Sosiologi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia, Jakarta,
2004, hal. 161.
106

“Setia pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak

langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras,

etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin,

bahasa, keyakinan politik, yang berakhir pengurungan, penyimpangan atau

penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia

dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individu maupun kolektif dalam

bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan

lainnya”.

Menurut Hudaniah diskriminasi adalah prilaku yang diarahkan pada

seseorang yang didasarkan semata-mata pada keanggotaan kelompok yang

dimilikinya.160

Diskriminasi yang terjadi dalam masyarakat terbagi menjadi dua yaitu

diskriminasi individu dan diskriminasi instituso. Diskriminasi individu adalah

tindakan seseorang pelaku yang berprasangka. Diskriminasi institusi

merupakan diskriminasi yang tidak ada hubungannya dengan prasangka

individu melainkan dampak kebijaksanaan atau praktik berbagai institusi

dalam masyarakat.161

Pettigrew berpendapat bahwa diskriminasi dibagi menjadi diskrimiansi

langsung dan diskriminasi tidak langsung.162 Diskriminasi langsung adalah

tindakan membatasi suatu wilayah tertentu, seperti pemukiman, jenus

pekerjaan, fasilitas umum dan semacamnya dan juga terjadi manakala

160
Tri Dayaksini et.al, Psikologi Sosial, UMM Press, Malang, 2003, hal. 228.
161
Sunarto, Op Cit, hal. 161
162
Alo Liliweri, Prasangka dan Konflik Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat
Multikultural, PT. LKIS Linting Cemerlang, Yogyakarta, 2005, hal. 221.
107

pengambil keputusan diarahkan oleh prasangka terhadap kelompok tertentu.

Sedangkan diskriminasi tidak langsung dilaksanakan melalui penciptaan

kebijakan-kebijakan yang menghalangi ras/etnik lainnya yang mana aturan

dan prosedur yang mereka jalani mengandung bias diskriminasi yang tidak

tampak dan mengakibatkan kerugian sistematis bagi komunikasi atas

kelompok masyarakat tertentu. Dari pengertian diatas bisa disimpulkan

diskriminasi individu merupakan langsung, sedangkan diskriminasi institusi

merupakan diskriminasi tidak langsung.163

Secara umum diskriminasi gender dalam sektor pekerjaan

di¬latarbelakangi oleh adanya keyakinan gender yang keliru di tengah-tengah

masyarakat. Peran gender (gender role) sebagai bentuk ketentuan sosial

diyakini sebagai sebuah kodrat sehingga menyebabkan ketim¬pangan sosial

dan hal ini sangat merugikan posisi perempuan dalam berbagai komunitas

sosial baik dalam pendidikan, sosial budaya, politik dan juga ekonomi. Di

sektor pekerjaan, ketidakadilan dapat saja terjadi karena hal-hal sebagai

berikut.

4. Marginalisasi dalam Pekerjaan

Marginalisasi secara umum dapat diartikan sebagai proses

pe¬nyingkiran perempuan dalam pekerjaan. Sebagaimana dikutip oleh

Saptari menurut Alison Scott, seorang ahli sosiologi Inggris melihat

berbagai bentuk marginalisasi dalam empat bentuk yaitu: (1). Proses

pengucilan, perempuan dikucilkan dari kerja upahan atau jenis kerja

tertentu, (2) Proses pergeseran perempuan ke pinggiran (margins) dari


163
Ibid, hal. 222
108

pasar tenaga kerja, berupa kecenderungan bekerja pada jenis pekerjaan

yang memiliki hidup yang tidak stabil, upahnya rendah, dinilai tidak atau

kurang terampil, (3) Proses feminisasi atau segregasi, pemusatan

perempuan pada jenis pekerjaan tertentu (feminisasi pekerjaan), atau

pemisahan yang semata-mata dilakukan oleh perempuan saja atau laki-laki

saja. (4) Proses ketimpangan ekonomi yang mulai meningkat yang

merujuk di antaranya perbedaan upah.

5. Kedudukan Perempuan yang Subordinat dalam Sosial dan Budaya

Peran gender dalam masyarakat ternyata juga dapat menyebabkan

subordinasi terhadap perempuan terutama dalam pekerjaan. Anggapan

bahwa perempuan itu irrasional atau emosional menjadikan perempuan

tidak bisa tampil sebagai pemimpin, dan ini berakibat pada munculnya

sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang kurang penting.

Subordinat dapat terjadi dalam segala bentuk yang berbeda dari tempat ke

tempat dan dari waktu ke waktu.

6. Stereotipe terhadap Perempuan

Stereotipe secara umum diartikan sebagai pelabelan atau penandaan

terhadap suatu kelompok tertentu. Pada kenyataannya stereotipe selalu

merugikan dan menimbulkan diskriminasi. Salah satu jenis stereotipe itu

adalah yang bersumber dari pandangan gender. Banyak sekali

ketidakadilan terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan, yang

bersumber dari penandaan (stereotype) yang dilekatkan pada mereka.


109

Diskriminasi yang terjadi pada masyarakat, terlebih perempuan yang

selalu mendapat perlakuan diskriminatif, harus dikikis karena bertentangan

dengan konsep kesetaraan dan keadilan serta bertentangan juga dengan Hak

Asasi Manusia.

Diskriminasi di tempat kerja bisa terjadi secara langsung maupun tidak

langsung. Diskriminasi yang terjadi secara langsung, adalah ketika seseorang

diperlakukan secara tidak adil atau kurang baik karena karakteristiknya

berdasarkan gender, ras atau agama. Contoh diskriminasi langsung adalah: (a)

Menolak untuk mewawancari seseorang untuk suatu pekerjaan yang

disebabkan karena dia perempuan (b) Agar seseorang tidak menjadi “senior

manager” karena dia perempuan.

Diskriminasi tidak langsung terjadi ketika ada sebuah lowongan yang

sama bagi setiap orang tetapi hal itu memiliki suatu ketidakadilan atau

disproporsional menekan pada suatu kelompok masyarakat tertentu. Contoh

dari diskriminasi tidak langsung adalah ketika seorang pengusaha mengadakan

promosi hanya berdasarkan masa kerja. Seperti diketahui bahwa pekerja

perempuan kebanyakan mengundurkan diri dari pekerjaan mengingat

tanggung jawabnya kepada keluarga. Contoh lainnya, ketika seseorang ditolak

dalam suatu pekerjaan, dipecat dari suatu pekerjaannya, ditolak

kesempatannya untuk pelatihan atau tergantung pada kurang baiknya kondisi

pekerjaan dan dari sudut pekerjaan.

Diskriminasi langsung dan tidak langsung banyak ditemui dibeberapa

perusahaan, seperti beberapa perusahaan yang bergerak dalam bidang


110

kontruksi, hampir semua peruhasaan dalam bidang tersebut hanya

membutuhkan laki-laki untuk diperkerjakan. Seperti di PT Mitra Powerindo

Sejahtera perusahaan dibidang kontruksi mekanikal, elektrenikal selalu

mencantumkan lowongan pekerjaan bagian kontruksi yang hanya

diperuntukan bagi laki-laki saja, sedangkan lowongan untuk perenpuan hanya

dibutuhkan bagian keuangan saja. Harusnya perempuan mempunyai hak

untuk diberikan kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk

mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya, sehingga

mereka perempuan harus dapat dilakukan seleksi terhadapnya tanpa ada

diskriminasi apapun.

Kesetaraan juga diberlakukan dalam sektor ekonomi. Dalam pasal 3

perjanjian tentang hak ekonomi, sosial, dan budaya pada tahun 1966,

dinyatakan bahwa adanya persamaan bagi laki-laki dan perempuan untuk

memperoleh hak ekonomi, sosial dan budaya, termasuk meng¬hilangkan

diskriminasi dalam pekerjaan.

Pengokohan ideologi gender oleh negara dapat dilihat pada kebijakan

negara terhadap perempuan, di bidang ketenagakerjaan khususnya. 164 Suami

sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga dengan berbagai

konsekuensinya bagi perempuan yang bekerja termasuk selalu dianggap lajang

dan tidak mendapat tunjangan keluarga di tempat kerja sudah jelas tidak netral

dan obyektif. Evaluasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan

kebijakan tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan

dengan yang benar-benar dihasilkan. Jika diperhatikan kondisi di lapangan,


164
Agnes Widanti, Hukum Berkeadilan Jender. Jakarta : Kompas. 2005, hal 5
111

dapat ditemukan adanya pembatasan-pembatasan persyaratan jabatan yang

mengarah pada diskriminasi jenis kelamin. Persyaratan dalam lowongan

pekerjaan masih sarat dengan persyaratan jenis kelamin tertentu. Meskipun

bila dikaji lebih lanjut karakter pekerjaan atau jenis jabatan tersebut tidak khas

untuk mempersyaratkan jenis kelamin tertentu. Artinya bahwa pekerjaan atau

jabatan tersebut tidak mempunyai karakter yang khas sesuai Pasal 1 (ayat2)

yang menyebutkan bahwa setiap perbedaan pengecualiaan atau pengalaman

mengenai pekerjaan tertentu yang didasari persyaratan khas dari pekerjaan itu,

tidak dianggap sebagai diskriminasi.

Masih terdapat diskriminasi terhadap perempuan dalam pekerjaan dan

jabatan, hal ini disebabkan karena :

3. Perempuan dibelenggu secara sistematis karena dianggap lemah secara

fisik dan intelektual sehingga tidak bisa menjadi pemimpin.

Demikian pula mengenai peluang jabatan strategis yang

terdapat di pasar kerja biasanya cenderung diperuntukkan bagi pekerja

laki-laki. Jabatan bagi pekerja perempuan biasanya tersegmentasi pada

jenis-jenis jabatan yang berkaitan dengan keadministrasian, keuangan,

dan public relation. Sedangkan jabatan yang berkarakter teknis

operasional biasanya diperuntukkan bagi pekerja laki-laki. Artinya

perempuan hanya diposisikan pada jenis-jenis jabatan yang tidak

memberikan keputusan final. Dengan demikian hal tersebut dapat


112

dimaknai sebagai pembelengguan bagi pekerja perempuan secara

sistematis.

4. Kodrat perempuan seperti haid, hamil, melahirkan kurang dipahami

oleh pengusaha sehingga perempuan dianggap merepotkan.

Dikaitkan dengan pekerjaan, kodrat reproduksi yang melekat pada

kaum perempuan ternyata kurang dipahami secara komprehensif oleh

pengusaha. Memang pada bidang-bidang pekerjaan tertentu baik

secara teknis maupun kesehatan dan yang mempunyai pengaruh

terhadap kelangsungan proses reproduksi perempuan perlu dilakukan

proteksi terhadap pekerja perempuan yang melakukan pekerjaan di

bidang-bidang tertentu tersebut. Namun pada banyak bidang pekerjaan

pada umumnya tidak berkaitan dengan kodrat perempuan. Ketika

kodrat perempuan dimaknai dengan berbagai kepentingan terutama

kepentingan akumulasi kapital, maka hal tersebut dapat menjadi

pemicu untuk melakukan diskriminasi terhadap kaum perempuan,

dimana pekerja perempuan dilakukan berbeda dalam dunia kerja.

Secara sederhana, diskriminasi di lingkungan kerja dapat didefinisikan

sebagai perlakuan yang berbeda maupunn tindakan pengecualian yang

memiliki dampak buruk bagi pekerja. Terjadinya diskriminasi pada wanita di

dunia kerja terjadi karena presepsi yang sudah menjadi tradisi yang

menyebutkan bahwa wanita itu halus, perasa, dan sulit bertindak tegas yang

mana sifatnya tersebut berbanding terbalik dengan laki-laki yang kuat, tegar,
113

cepat, dan lebih mengandalkan pikiran. Pandangan tersebut yang membuat

wanita sampai saat ini terbatas dalam mengembangkan karirnya.

PT Mitra Powerindo Sejahtera merupakan perusahaan dalam bidang

kontraktor mekanikal, elektrenikal yang berdiri pada tahun 1999 perusahaan

yang bergerak di bidang instalatir genset dan sistem genset yang memadukan

sistem genset dengan sistem kelistrikan gedung.

Dalam beberapa lowongan pekerjaan yang tertera PT Mitra Powerindo

Sejahtera hanya membuka lowongan yang hanya dikhususukan bagi laki-laki

saja dalam bidang kontraktor sedangkan wanita hanya dibutuhkan dalam

bidang administrasi saja.

Dengan demikian Implementasi hukum atas diskriminasi terhadap hak

bagi pekerja wanita dalam memperoleh profesi pada PT Mitra Powerindo

Sejahtera masih belum menerapkan sesuai undang-undang yang berlaku, Pada

umunya pemberian hak bagi perempuan sama dengan hak-hak lain. Asas yang

mendasari hak bagi perempuan diantaranya hak perspefktif gender dan anti

diskriminasi dalam artian memiliki hak yang seperti kaum laki-laki dalam

bidang pendidikan, hukum, pekerjaan, politik, kewarganegaraan dan hak

dalam perkawinan serta kewajibannya.165

Berkaitan dengan hal tersebut Pada Pasal 38 Ayat (2) Undang-undang

Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menyatakan “Setiap orang

berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas

syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil”. Kemudian dipertegas kembali

165
Rhona K. M. Smith dkk Dalam Suparman Marzuki, 2008, Hukum Asassi
Manusia, PUSHAM UII: Yogyakarta, h. 269.
114

pada Pasal 71 yang mengatur mengenai tanggung jawab pemerintah

untuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi

manusia baik yang diatur dalam undang-undang, maupun hukum

internasional.166

Di Indonesia ketentuan mengenai perempuan yang mempunyai hak yang

sama dengan laki-laki dalam bekerja telah diatur di dalam Pasal 5 dan 6

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.167

Permasalahan diskriminasi terhadap hak bagi pekerja wanita dalam

memperoleh profesi saat ini terus berkembang semakin kompleks sehingga

memerlukan penanganan yang lebih serius. Pada masa perkembangan

tersebut pergeseran nilai dan tata kehidupan akan banyak terjadi. Pergeseran

dimaksud tidak jarang melanggara peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Menghadapi pergeseran nilai dan tata kehidupan para pelaku

industri dan perdagangan, pengawasan ketenagakerjaan dituntut untuk

mampu mengambil langkah-langkah antisipatif serta mampu menampung

segala perkembangan yang terjadi. Oleh karena itu penyempurnaan

terhadap sistem pengawasan ketenagakerjaan harus terus dilakukan agar

peraturan perundang-undangan dapat dilaksanakan secara efektif oleh

para pelaku industri dan perdagangan. Dengan demikian pengawasan

ketenagakerjaan sebagai suatu sistem mengemban misi dan fungsi agar

peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dapat

166
ibid
167
Lalu Husni, 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi, PT.
RajaGrafindo Persada: Jakarta, h. 37
115

ditegakkan. Penerapan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan juga

dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan/keserasian hubungan antara hak

dan kewajiban bagi pengusaha dan pekerja/buruh sehingga kelangsungan

usaha dan ktenagakerjaan dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja dan

kesejahteraan kerja dapat terjamin.

Dengan demikian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 sangat berarti

dalam mengatur hak dan kewajiban bagi para tenaga kerja maupun para

pengusaha terutama pada PT Mitra Powerindo Sejahtera dalam melaksanakan

suatu mekanisme proses produksi. Tidak kalah pentingnya adalah

perlindungan tenaga kerja yang bertujuan agar bisa menjamin hak-hak dasar

pekerja dan menjamin kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi. Hal ini

merupakan esensi dari disusunnya undang-undang ketenagakerjaan yaitu

mewujudkan kesejahteraan para pekerja/buruh yang akan berimbas

terhadap kemajuan dunia usaha di Indonesia. Setiap perempuan

mempunyai hak-hak khusus yang berkaitan dengan hak asasi manusia

yang diakui dan dilindungi oleh undang-undang

Shingga selajutnya PT Mitra Powerindo Sejahtera memberikan hak yang

sama tanpa membedakan gender dalam membuka lowongan pekerjaan,

pemberian hak bagi perempuan sama dengan hak-hak lain seperti yang

telah disebutkan dalam pasal-pasal undang-undang hak-hak asasi

manusia. Asas yang mendasari hak bagi perempuan diantaranya hak

perspektif gender dan anti diskriminasi dalam artian memiliki hak yang
116

seperti kaum laki-laki dalam bidang pendidikan, hukum, pekerjaan, politik,

kewarganegaraan dan hak dalam perkawinan serta kewajibannya.

Anda mungkin juga menyukai