Anda di halaman 1dari 8

JIPPK, Volume 4, Nomor 1, Halaman 29-36

ISSN: 2528-0767 (p) dan 2527-8495 (e)


http://journal2.um.ac.id/index.php/jppk

KONSEPTUALISASI DAN PELUANG CYBER NOTARY


DALAM HUKUM
Cyndiarnis Cahyaning Putri, Abdul Rachmad Budiono
Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya
Jl. M.T. Haryono 169 Ketawanggede. Lowokwaru, Kota Malang
Email: cndy_13@hotmail.com

Abstract: this paper aims to reveal the conceptualization and opportunity


of the concept of the cyber notary as one of the other notary authorities as
stated in the explanation of Article 15 Section (3) of Law Number 2 of 2014
concerning Amendments to Law Number 30 of 2004 concerning Position
of Notary Public (UUJN). This paper is a normative study using the statute
approach and conceptual approach. The concept of a cyber notary can be
interpreted as a method for a notary in carrying out their duties and authorities
by using electronic equipment (cyber), but their authority has limitations
for the authority of certification of transactions conducted electronically.
Opportunities for the concept of a cyber notary can be reviewed in the drafting
of the results of the General Meeting of Shareholders based on Article 77 of
Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies and storage
of the Notary protocol in electronic form. The application of cyber notary
is still constrained by UUJN which has not yet opened up opportunities for
deed making through electronic media.
Keywords: cyber notary, conceptualization, opportunity
Abstrak: tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan konseptualisasi dan
peluang konsep cyber notary sebagai salah satu kewenangan notaris lainnya
sebagaimana tercantum dalam penjelasan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN). Tulisan ini merupakan tulisan
normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan
konseptual. Konsep cyber notary dapat dimaknai sebagai metode bagi notaris
dalam menjalankan tugas dan kewenangan jabatannya dengan menggunakan
pranata elektronik (cyber), namun kewenangan tersebut berlaku limitatif
terhadap kewenangan sertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik.
Peluang konsep cyber notary dapat ditinjau dalam pembuatan akta hasil
Rapat Umum Pemegang Saham yang didasari oleh Pasal 77 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan penyimpanan protokol
Notaris dalam bentuk elektronik. Penerapan cyber notary masih terkendala
oleh UUJN yang belum membuka peluang terhadap pembuatan akta melalui
media elektronik.
Kata Kunci: cyber notary, konseptualisasi, peluang

PENDAHULUAN
Keberadaan dunia maya sering disebut perubahan kegiatan kehidupan manusia
dengan cyberspace yang dapat diakses dalam berbagai bidang yang secara langsung
dengan mudah melalui internet, menimbulkan telah mempengaruhi lahirnya perbuatan atau
batasan-batasan dimensi ruang menjadi tindakan hukum baru. Lantas peluang dan
hampir tidak tampak lagi. Perkembangan tantangan bagi Notaris pada era globalisasi
teknologi ini juga berimplikasi dalam bidang ialah munculnya tuntutan bagi Notaris agar
kenotariatan, yang kemudian muncul sebuah tidak hanya bekerja secara manual tetapi
gagasan mengenai cyber notary. juga mampu memanfaatkan informasi yang
Perkembangan dan kemajuan teknologi berbasis teknologi (Nurita, 2012:3)
informasi demikian pesat telah menyebabkan Konsep cyber notary pertama kali
29
Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 4, Nomor 1, Juni 2019 30
terdapat dalam Undang-Undang Nomor guna memenuhi kebutuhan hukum dalam
2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas masyarakat, khususnya terhadap Notaris
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 dalam era globalisasi, namun pranata
tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut cyber notary tersebut masih memiliki
“UU Jabatan Notaris 2014”) yang mengatur kekurangan baik dalam hal pemaknaan hingga
tentang kewenangan-kewenangan notaris konseptualisasinya dalam pembuatan Akta
sebagaimana tercantum dalam Pasal 15 UU melalui pranata cyber notary. Namun dalam
Jabatan Notaris 2014. Pasal 15 ayat (3) UU pengaturannya, konsep cyber notary belum
Jabatan Notaris 2014 disebutkan mengenai dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien
kewenangan notaris, salah satunya ialah dikarenakan adanya kekosongan hukum antara
frasa “…kewenangan lainnya yang diatur makna dan peraturan pelaksanaan daripada
dalam peraturan perundang-undangan”. cyber notary itu sendiri. Sehingga di sini
Penjelasan mengenai apa yang dimaksud terlihat bahwasanya pranata cyber notary
dengan “kewenangan lainnya” terdapat dalam telah diatur namun memiliki kekosongan
penjelasan Pasal 15 ayat (3) yang berbunyi: hukum (rechtsvacuum) dalam perspektif
“Yang dimaksud dengan kewenangan lain yang pemaknaannya. Dalam kekosongan hukum
diatur dalam peraturan perundang-undangan”, tentu menimbulkan akibat terhadap pranata
antara lain, kewenangan mensertifikasi cyber notary, sehingga menimbulkan
transaksi yang dilakukan secara elektronik kesukaran terhadap dilangsungkannya salah
(cyber notary), membuat akta ikrar wakaf, satu kewenangan notaris.
dan hipotek pesawat terbang.” Kewenangan Pemaknaan tersebut dapat menimbulkan
tersebut hanya terdapat pada satu pasal, implikasi bahwasanya dalam perbuatan
dan terletak pada bagian penjelasan pasal, hukum Notaris manakah yang dapat
yakni dalam Penjelasan Pasal 15 ayat (3). diterapkan melalui pranata cyber notary.
Kedudukan penjelasan dalam suatu undang- Konsep cyber notary sendiri tidak terdapat
undang pun tidak termasuk kepada materi batasan pemaknaan, sehingga dalam hal
batang tubuh suatu undang-undang. ini ketentuan yang termaktub dalam UU
Kebutuhan masyarakat terhadap akta Jabatan Notaris terhadap cyber notary
autentik semakin meningkat seiring dengan mengakibatkan tidak dapat dilaksanakan.
meningkatnya perkembangan ekonomi. Dilihat Namun, apabila mengacu pada peraturan
dari perspektif perbuatan hukum, terdapat perundang-undangan lainnya, misalnya
perbuatan hukum yang memiliki syarat pada ketentuan mengenai Rapat Umum
bahwa harus perbuatan hukum tersebut harus Pemegang Saham (selanjutnya disebut
dituangkan ke dalam bentuk akta autentik. “RUPS”), yang mana hasil risalah RUPS
Kebutuhan masyarakat terhadap hukum merupakan akta Notaris berupa akta pejabat
cenderung selalu berkembang dan dinamis (relaas acten).
selaras dengan perkembangan informasi dan Pelaksanaan RUPS melalui media
teknologi. Oleh karenanya hukum seyogyanya telekonferensi tercantum pada pasal 77 ayat
harus selalu turut berkembang mengikuti (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
perkembangan masyarakat, bukan menjadi tentang Perseroan Terbatas yaitu: “Selain
sebuah hambatan dalam perkembangan penyelenggaraan RUPS sebagaimana
masyarakat. Peningkatan aktivitas sosial dimaksud dalam Pasal 76, RUPS dapat juga
dan ekonomi dengan konstelasi masyarakat dilakukan melalui media telekonferensi, video
dunia telah memasuki suatu masyarakat yang konferensi, atau sarana media elektronik
berorientasi kepada informasi (Budhijanto, lainnya yang memungkinkan semua peserta
2010:1). RUPS saling melihat dan mendengar secara
Pranata cyber notary merupakan langsung serta berpartisipasi dalam rapat.”
suatu terobosan hukum yang dilakukan Pada Undang-Undang tersebut
Konseptualisasi dan peluang cyber ... 31
dilakukan perubahan atas ketentuan yang
menyangkut penyelenggaraan RUPS dengan Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
memanfaatkan perkembangan teknologi. Jabatan Notaris; c) Undang-Undang Nomor
Dengan demikian, penyelenggaraan 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
RUPS dapat dilakukan melalui media Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
elektronik seperti telekonferensi, video tentang Jabatan Notaris; d) Undang-Undang
konferensi, atau sarana media elektronik Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
lainnya. Ketentuan tersebut dapat dikatakan Terbatas.
merupakan salah satu terobosan hukum Bahan hukum sekunder pada kajian
yang memanfaatkan kemajuan teknologi ini berupa bahan pustaka, jurnal, jurnal dan
dalam pengimplementasiannya. artikel online, literatur asing, serta pendapat
Pranata cyber notary merupakan para ahli berkenaan dengan kewenangan
suatu terobosan hukum yang dilakukan Notaris dalam membuat akta Notaris melalui
guna memenuhi kebutuhan hukum dalam pranata cyber notary. Sedangkan bahan
masyarakat, khususnya terhadap Notaris dalam hukum tersier mencakup bahan-bahan
era globalisasi, namun pranata cyber notary yang memberikan petunjuk terhadap bahan
tersebut masih memiliki kekurangan baik hukum primer dan sekunder , seperti Kamus
dalam hal pemaknaan hingga konseptualisasi Hukum, dan lain-lain.
serta peluang dalam pembuatan Akta
melalui pranata cyber notary. Berdasarkan HASIL DAN PEMBAHASAN
kepada kompleksitas permasalahan yang Konseptualisasi Cyber Notary Berdasarkan
terjadi dalam pranata cyber notary, maka Sistem Hukum di Indonesia
tulisan ini akan mengkaji konseptualisasi Sejarah perkembangan cyber notary
cyber notary berdasarkan sistem hukum pertama kali dimunculkan pada tahun 1989,
Indonesia serta peluang penerapan cyber dalam Trade Electronics Data Interchange
notary dalam sistem hukum di Indonesia. System Legal Workshop yang diselenggarakan
oleh Uni Eropa, frasa “electronic notary”
METODE pertama kali diprakarsai oleh delegasi
Tulisan ini merupakan kajian yuridis dari Perancis , yang memiliki pengertian:
normatif, dengan menggunakan pendekatan “Various industry associations and related
perundang-undangan (statute approach) peak bodies could act as an “electronic
dan pendekatan konseptual (conceptual notary” to provide an independent record
approach). Pendekatan perundang-undangan of electronic transactions between parties,
digunakan untuk menganalisis berbagai i.e., when company A electronically transmits
peraturan perundang-undangan yang terkait trade documents to company B, and vice
dengan cyber notary sedangkan pendekatan versa.” (Smith, 2006:1).
koseptual digunakan untuk menganalisis dan Pendefinisian frasa “cyber notary”
mengkaji secara komprehensif mengenai kemudian dikemukakan di Amerika Serikat
konsep cyber notary. oleh the Information Security Committee of
Jenis dan sumber bahan hukum dalam the American Bar Association pada tahun
kajian ini meliputi bahan hukum primer, 1994, yang berbunyi: “The committee
bahan hukum sekunder, dan bahan hukum envisaged that this proposed new legal
tersier. Bahan hukum primer dalam kajian professional would be similar to that of a
ini berupa peraturan perundang-undangan notary public but in the case of the Cyber
yang terkait dengan kewenangan Notaris notary his/her function would involve
dalam mebuat akta Notaris melalui pranata electronic documents as opposed to physical
cyber notary, diantaranya adalah: a) Kitab documents. This would be an office, which
Undang-undang Hukum Perdata; b) Undang- would be readily identifiable and recognized
Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 4, Nomor 1, Juni 2019 32

in every country throughout the world: normatif dari cyber notary. Sehingga
i.e., as a legal professional who has been dalam hal ini, konsep cyber notary dapat
placed in a position of a heightened level of merujuk kepada pengertian dari para ahli.
trust. They would have the responsibility to Konsep cyber notary menurut R.A. Emma
undertake certain types of legal transactions Nurita, yaitu: “Konsep cyber notary untuk
than that of the public officer generally sementara dapat dimaknai sebagai notaris
referred to in the United States as a notary.” yang menjalankan tugas dan kewenangan
(Smith, 2006:1). jabatannya dengan berbasis teknologi
Pendefinisian electronic notary dan informasi yang berkaitan dengan tugas dan
cyber notary pada dasarnya memiliki fungsi notaris, khususnya dalam pembuatan
persamaan, bahwa media yang dipergunakan akta.”(Nurita, 2012:4).
dalam perbuatan tersebut merupakan media Edmon Makarim berpendapat bahwa
elektronik (tidak berwujud) sebagai substitusi konsep cyber notary di Indonesia masih
daripada dokumen kertas (berwujud) pada dalam perdebatan, walaupun teknologi
umumnya. Namun gagasan cyber notary memungkinkan peranan Notaris secara
oleh the Information Security Committee of online dan remote, namun secara hukum
the American Bar Association memberikan hal tersebut seakan tidak dapat dilakukan
cakupan definisi lebih spesifik yakni cyber (Makarim, 2011:468). Pranata cyber notary,
notary merupakan profesi hukum baru apabila merujuk kepada pendapat para ahli,
yang serupa dengan Notaris publik, namun baik menurut Edmon Makarim maka dalam
dalam cyber notary memiliki fungsi yang pendapat keduanya memiliki persamaan
melibatkan dokumen elektronik. yakni, salah satu metode bagi notaris dengan
Konsep cyber notary di Indonesia mempergunakan media cyberspace, yang
pertama kali termaktub dalam Undang-Undang berkaitan dengan tugas dan kewenangan
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan dalam menjalankan jabatannya.
atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Konsep cyber notary tidak diatur baik
tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut dalam tatanan definisi maupun pengaturan
“UUJN 2014”) yang disebutkan mengenai atau mekanisme pelaksanaannya. Guna
kewenangan-kewenangan dari Notaris mendapatkan definisi dari cyber notary,
sebagaimana tercantum dalam pasal 15 Penulis menggunakan metode interpretasi.
UUJN 2014. Dalam Pasal 15 ayat (3) UUJN Metode interpretasi atau penafsiran hukum
2014 disebutkan mengenai kewenangan digunakan karena apabila suatu peristiwa
notaris, salah satunya ialah terdapat frasa konkret tidak secara jelas dan tegas dianut
“…kewenangan lainnya yang diatur dalam dalam suatu peraturan perundang-undangan
peraturan perundang-undangan”. (Mas, 2014:171).
Penjelasan mengenai apa yang dimaksud Soeroso menegaskan, bahwa dalam
dengan “kewenangan lainnya” terdapat dalam melaksanakan penafsiran peraturan perundang-
penjelasan Pasal 15 ayat (3) yang berbunyi: undangan, pertama-tama selalu dilakukan
“Yang dimaksud dengan “kewenangan lain penafsiran grammatikal, karena pada
yang diatur dalam peraturan perundang- hakikatnya untuk memahami teks peraturan
undangan”, antara lain, kewenangan perundang-undangan harus dimengerti
mensertifikasi transaksi yang dilakukan terlebih dahulu arti kata-katanya (Soeroso,
secara elektronik (cyber notary), membuat 2013:99). Perlu diperhatikan bahwasanya
Akta ikrar wakaf, dan hipotek pesawat frasa cyber notary berada dalam tanda baca
terbang.” kurung. Menurut Kamus Besar Bahasa
Namun demikian, dalam UU Jabatan Indonesia tanda kurung memiliki makna
Notaris, masih belum terdapat definisi “tanda baca (...) yang mengapit tambahan
Konseptualisasi dan peluang cyber ... 33

keterangan atau penjelasan”. Secara tata sertifikasi, belum dijumpai adanya pengaturan
bahasa, frasa cyber notary yang terletak dan definisi normatif dari sertifikasi, baik
dalam tanda baca kurung, merupakan itu dalam UU Jabatan Notaris maupun
tambahan keterangan atau penjelasan daripada dalam UU ITE. Sehingga dalam memaknai
frasa sebelumnya. Sehingga dalam hal ini, sertifikasi dalam perspektif tatanan bahasa,
cyber notary dalam perspektif interpretasi Penulis menggunakan definisi daripada
grammatikal dapat dimaknai secara limitatif “sertifikasi” melalui berbagai sumber.
terhadap “kewenangan sertifikasi transaksi Salah satu definisi dari sertifikasi dapat
yang dilakukan secara elektronik”. dijumpai pada International Organization for
Ditinjau dari struktur tatanan bahasa, Standardization (selanjutnya disebut “ISO”),
maka kemungkinan pemaknaan terhadap yang mengemukakan bahwa sertifikasi
cyber notary dapat mengacu terhadap (certification) adalah: “Certification – the
perbuatan (kewenangan notaris) atau provision by an independent body of written
metode pelaksanaan kewenangan tersebut assurance (a certificate) that the product,
(secara elektronik). Apabila cyber notary service or system in question meets specific
merujuk pada pemaknaan grammatikal, yakni requirements”.
terhadap kewenangan sertifikasi transaksi Sertifikasi merupakan suatu ketetapan
yang dilakukan secara elektronik, maka tertulis yang dikeluarkan oleh lembaga
teranglah bahwa kewenangan tersebut berlaku independen, bahwa produk, layanan, atau
limitatif hanya terhadap satu kewenangan, sistem tersebut telah memenuhi ketentuan
yaitu berkenaan dengan sertifikasi transaksi spesifik tertentu. Sertifikasi dalam Kamus
elektronik. Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki
Adapun frasa “secara elektronik” pemaknaan yang berbeda. Sertifikasi memiliki
tidak dapat dimaknai sebagai metode makna berupa “penyertifikatan”. Frasa
pelaksanaan kewenangan, dikarenakan penyertifikatkan berarti mengacu kepada
dalam memaknai frasa tersebut, terdapat proses, cara, atau perbuatan. Sehingga
konjungsi berupa “yang”, sehingga secara sertifikasi merupakan suatu proses, cara,
elektronik merupakan bagian yang tidak perbuatan menyertifikatkan.
terpisahkan dari “transaksi yang dilakukan Berdasarkan pemaparan terhadap
secara elektronik”. Kaitannya terhadap Teori pemaknaan cyber notary sebagaimana
Kepastian Hukum, salah satu aspeknya adalah dijabarkan pada pembahasan di atas,
terdapat adanya aturan yang bersifat umum maka teranglah konsep cyber notary yang
membuat individu mengetahui perbuatan terdapat dalam UU Jabatan Notaris memiliki
apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan. pemaknaan yang berbeda dari gagasan yang
Dalam hal ini, agar tercipta dan tercapainya dikemukakan oleh Trade Electronics Data
salah satu tujuan hukum, yakni kepastian InterCHANGE System Legal Workshop
hukum, diperlukan adanya suatu pemaknaan yang diselenggarakan oleh Uni Eropa atau
dalam rumusan cyber notary sebagaimana the Information Security Committee of the
termaktub dalam UU Jabatan Notaris, guna American Bar Association.
Notaris dapat mengetahui apakah perbuatan Teori Kepastian Hukum menyatakan
(kewenangan Notaris dalam cyber notary) bahwa kepastian hukum merupakan adanya
tersebut boleh dilakukan dan sampai sejauh aturan yang bersifat umum membuat
mana Notaris dapat melaksanakannya, serta individu mengetahui perbuatan apa yang
mengetahui batasan-batasan pengaplikasian boleh atau tidak boleh dilakukan. Dengan
cyber notary dalam rangka pembuatan akta berlandaskan kepada Teori Kepastian Hukum,
autentik. maka pemaknaan terhadap kewenangan
Tentang apa yang dimaksud dengan Notaris terhadap cyber notary yang semula
Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 4, Nomor 1, Juni 2019 34

tidak diketahui apakah perbuatan tersebut Dalam hal pelaksanaan RUPS melalui media
boleh atau tidak boleh dilakukan yang telekonferensi, tercantum pada pasal 77 ayat
disebabkan oleh adanya kekosongan hukum (1) yang berbunyi: “Selain penyelenggaraan
(rechtsvacuum), menjadi jelas batasannya, RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal
yakni berlaku secara limitatif terhadap 76, RUPS dapat juga dilakukan melalui
sertifikasi transaksi elektronik. media telekonferensi, video konferensi,
Peluang Penerapan Cyber Notary Dalam atau sarana media elektronik lainnya yang
Sistem Hukum Di Indonesia memungkinkan semua peserta RUPS saling
Seiring dengan perkembangan serta melihat dan mendengar secara langsung
kemajuan teknologi, kewenangan Notaris serta berpartisipasi dalam rapat.”
dalam era digital pun memiliki probabilitas Pada Undang-Undang tersebut
terhadap kewenangannya membuat akta. dilakukan perubahan atas ketentuan yang
Salah satunya dapat ditinjau dalam Undang- menyangkut penyelenggaraan RUPS dengan
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang memanfaatkan perkembangan teknologi.
Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut Dengan demikian, penyelenggaraan
“UU PT”) yang memberikan kemungkinan RUPS dapat dilakukan melalui media
untuk dilakukannya Rapat Umum Pemegang elektronik seperti telekonferensi, video
Saham (selanjutnya disebut “RUPS”) konferensi, atau sarana media elektronik
secara remote. lainnya. Ketentuan tersebut dapat dikatakan
Organ-organ Perseroan Terbatas terdiri merupakan salah satu terobosan hukum
dari Rapat Umum Pemegang Saham, yang memanfaatkan kemajuan teknologi
Direksi, dan Dewan Komisaris yang di dalam pengimplementasiannya.
mana ketiga organ tersebut memiliki fungsi, Mekanisme pembuatan akta RUPS
tugas, dan tanggungjawab masing-masing, secara telekonferensi adalah dimulai dengan
sebagaimana telah diatur di dalam pasal 1 Mekanisme pembuatan akta dari hasil Rapat
butir 4, 5, dan 6 Undang-Undang Perseroan Umum Pemegang Saham yang dilakukan
Terbatas. Ketiga organ Perseroan tersebut secara telekonferensi terdiri atas pembuatan
di atas kekuasaan tertinggi ada pada Rapat akta oleh Notaris, kemudian dibacakan
Umum Pemegang Sama yang di mana secara telekonferensi agar para pihak yang
RUPS tidak dapat dipisahkan dari perseroan, mengikuti RUPS dapat mengetahui isi akta.
melalui RUPS, menurut M. Yahya Harahap Setelah para pihak setuju dengan isi akta,
sebagaimana dikutip oleh Musriansyah, kemudian dilakukan penandatanganan akta
para pemegang saham sebagai pemilik secara elektronik menggunakan digital
Perseroan melakukan kontrol terhadap signature. Pihak yang menandatangani
kepengurusan yang dilakukan direksi adalah para pihak peserta RUPS, para
maupun terhadapkekayaan serta kebijakan saksi, dan Notaris. Semua dilakukan secara
keengurusanyang dijalankan manajemen digital. Setelah penandatanganan, maka
perseroan (Musriansyah, 2017:126). akta RUPS sudah sah dan mengikat para
Definisi normatif dari RUPS termaktub pihak sebagai Undang-undang.” (Dewi,
dalam pasal 1 angka 4 UU PT, yang berbunyi: 2015:111).
“Organ Perseroan yang mempunyai wewenang Peluang mengenai konsep cyber
yang tidak diberikan kepada Direksi atau notary, walaupun bukan dalam perspektif
Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan pembuatan akta, kembali dapat ditinjau
dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dalam hal penyimpanan protokol Notaris.
dasar.” Indah Kusuma Dewi menuturkan bahwa
Hasil risalah RUPS merupakan akta peluang terselenggaranya penyimpanan
Notaris berupa akta pejabat (relaas acten). protokol Notaris dalam bentuk elektronik
Konseptualisasi dan peluang cyber ... 35

sangat dimungkinkan untuk dilaksanakan, penghadap dan saksi.


mengingat notaris sudah menerapkan Frasa “secara fisik” inilah yang
aplikasi elektronik sesuai yang diatur pada menyebabkan konsep cyber notary atau
: a) Peraturan Menteri Hukum dan Hak pembuatan akta dengan memanfaatkan
Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor perkembangan teknologi. Dalam hal ini,
4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengajuan dalam hemat Penulis antara kewajiban dan
Permohonan Pengesahan Badan Hukum kewenangan Notaris mengalami benturan
dan Persetujuan Perubahan Anggaran (conflict of norm). Tidaklah memungkinkan
Dasar serta Penyampaian Pemberitahuan untuk pelaksanaan pembuatan akta yang
Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan dalam konsepnya dilaksanakan secara remote
Data Perseroan Terbatas; b) Peraturan dan praktis, untuk kemudian dibebankan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 5 Tahun kewajiban untuk menghadiri secara fisik.
2014 tentang Pengesahan Badan Hukum Kewajiban tersebut sejatinya menghilangkan
Yayasan; dan c) Peraturan Menteri Hukum unsur esensial dari konsep cyber notary.
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Apabila Notaris tidak melaksanakan
Nomor 6 Tahun 2014 tentang pengesahan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Badan Hukum Perkumpulan (Dewi, 2015). Pasal 16 ayat (1) huruf m, maka kekuatan
Lebih lanjut dijelaskan, bahwasanya pembuktian akta Notaris tersebut akan
membuat pengalihan penyimpanan data terdegradasi menjadi sebatas akta di bawah
secara elektronik hanya dapat berfungsi tangan. Hal ini sesuai dengan ketentuan
sebagai back up bukan sebagai salinan yang Pasal 16 ayat (9) yang berbunyi: “Jika
memiliki kekuatan hukum yang mengikat. salah satu syarat sebagaimana dimaksud
Dengan demikian, secara normatif, peluang pada ayat (1) huruf m dan ayat (7) tidak
terhadap pembuatan akta hasil Rapat dipenuhi, Akta yang bersangkutan hanya
Umum Pemegang Saham oleh UU PT dan mempunyai kekuatan pembuktian sebagai
penyimpanan protokol Notaris dalam bentuk akta di bawah tangan.” Dengan demikian,
elektronik sebenarnya telah terbuka terhadap dengan tidak dilaksanakannya kewajiban
kemungkinan untuk melakukan pembuatan Notaris tersebut akan mengakibatkan seorang
akta dengan memanfaatkan perkembangan notaris dapat dikenai sanksi perdata. Sanksi
teknologi, namun problematika konsep ini berupa penggantian biaya, ganti rugi, dan
cyber notary, terdapat dalam kewajiban bunga merupakan akibat yang akan diterima
Notaris dalam pembuatan akta, sebagaimana Notaris atas tuntutan para penghadap jika
termaktub dalam pasal 16 ayat (1) huruf akta yang bersangkutan hanya mempunyai
m yang menyebutkan bahwa Notaris kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah
berkewajban untuk “membacakan Akta tangan atau akta menjadi batal demi hukum
di hadapan penghadap dengan dihadiri (Adjie, 2017:93-94).
oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, Berdasarkan kepada pemaparan tersebut,
atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk teranglah bahwasanya UU Jabatan Notaris
pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, walaupun telah menghadirkan konsep cyber
dan ditandatangani pada saat itujuga oleh notary dalam kewenangan Notaris, namun
penghadap, saksi dan Notaris.”. Pasal pada UU Jabatan notaris masih belum
tersebut lebih lanjut diterangkan dalam memberikan peluang terhadap penerapan
Penjelasan bahwa Notaris harus hadir secara konsep cyber notary di Indonesia.
fisik dan menandatangani Akta di hadapan
Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 4, Nomor 1, Juni 2019 36
SIMPULAN

1. Konseptualisasi cyber notary dapat telah dimungkinkan dalam hal pembuatan


diartikan sebagai salah satu metode bagi akta hasil Rapat Umum Pemegang Saham
notaris dengan mempergunakan media (RUPS) dan penyimpanan protokol
cyberspace, yang berkaitan dengan tugas Notaris dalam bentuk elektronik, namun
dan kewenangan dalam menjalankan dalam UU Jabatan Notaris masih belum
jabatannya, namun dalam UU Jabatan membuka peluang terhadap kemungkinan
Notaris, kewenangan tersebut berlaku dilakukannya konsep cyber notary
dimaknai secara limitatif terhadap karena terkendala oleh kewajiban Notaris
“kewenangan sertifikasi transaksi yang sebagaimana termaktub dalam Pasal 16
dilakukan secara elektronik”. ayat (1) huruf m UU Jabatan Notaris.
2. Peluang konsep cyber notary di Indonesia

DAFTAR RUJUKAN
Adjie, Habib. 2017. Sanksi Perdata dan 41, No. 3 (2011), diakses pada 15
Administratif Terhadap Notaris Sebagai Desember 2017. Sumber. doi: http://
Pejabat Publik. Bandung. Refika dx.doi.org/10.21143/jhp.vol41.no3.287.
Aditama. Mas, Marwan. 2014. Pengantar Ilmu Hukum.
Budhijanto, Danrivanto. 2010. Hukum Bogor. Penerbit Ghalia Indonesia.
Telekomunikasi, Penyiaran & Teknologi Musriansyah, Sihabudin. “Perlindungan
Informasi (Regulasi Dan Konvergensi). Hukum Terhadap Pemegang Saham
Refika Aditama. Bandung. Dalam Penjualan Aset Perseroan
Dewi, Indah Kusuma. 2015. Kajian tentang Berdasarkan Pasal 102 Ayat (4)
Penyimpanan Protokol Notaris..., UU Nomor 40 Th.2007 Tentang
Tesis tidak diterbitkan. Yogyakarta. Perseroan Terbatas”. JIPPK. Vol.
Fakultas Hukum Universitas Gadjah 2, No, 2 (2017), diakses pada 30
Mada. Mei 2018 Sumber. doi: http://dx.doi.
Dewi, Amelia Sri Kusuma. “Penyelenggaraan org/10.17977/um019v2i22017p125.
RUPS Melalui Media Elektronik Nurita, R. A. Emma. 2012. CYBER NOTARY
T...” (online), Arena Hukum, Vol (Pemahaman Awal d...). Bandung.
8, No 1 (2015), hlm. 111, diakses Refika Aditama.
pada 20 Maret 2018. Sumber. Smith, Leslie G. 2006. The Role of The
doi: https://doi.org/10.21776/ Notary in Secure Electronic Commerce.
ub.arenahukum.2015.00801.7. Information Security Institute Faculty
Edmon Makarim. “Modernisasi Hukum of Information Technology. Queensland
Notaris Masa Depan: Kajian Hukum University of Technology.
Terhadap Kemungkinan ..”. Jurnal Soeroso. 2013. Pengantar Ilmu Hukum.
Hukum dan Pembangunan. Vol. Jakarta. Sinar Grafika.

Anda mungkin juga menyukai