Anda di halaman 1dari 8

Jurnal PINUS: Jurnal Penelitian Inovasi Pembelajaran, 6 (1), 2020, 119-126

Available online at: http://ojs.unpkediri.ac.id/index


DOI: https://doi.org/10.29407/pn.v6i1.14869

Regulasi Emosi Secara Kognitif


Guru dan Perilaku Antisosial Anak

Dema Yulianto 1), Hanggara Budi Utomo2), dan Epritha Kurniawati3)


1)
radendema@gmail.com
2)
hanggara@unpkediri.ac.id
3)
epritha@unpkediri.ac.id
Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Nusantara PGRI Kediri 1,2,3

Abstrak
Mengelola emosi dapat dilakukan dengan pendekatan kognitif dan perilaku.
Pendekatan kognitif menjelaskan bahwa emosi yang dirasakan individu merupakan
hasil dari penilaian terhadap situasi yang dihadapinya. Tujuan penelitian adalah untuk
mengkaji pendekatan regulasi emosi secara kognitif guru dalam menghadapi perilaku
anti sosial anak TK. Metode penelitian ini adalah studi pustaka dengan pendekatan
kualitatif. Secara mendasar, studi pustaka terkait dengan kajian teoritis dan referensi
lain yang berkaitan dengan nilai, budaya, dan norma yang berkembang pada situasi
yang diteliti. Pendekatan regulasi emosi secara kognitif yang dapat dilakukan guru,
antara lain: (1) guru dapat mengajarkan regulasi emosi anak dengan cara menanggapi
emosi dan mengajarkan tentang emosi; (2) guru dapat memberikan bimbingan dalam
kompetensi emosional dengan cara memberikan contoh emosi yang positif dan
negatif, cara menanggapi emosi anak, dan memanifestasikan emosi; (3) guru dapat
berinteraksi dengan anak, sambil mengidentifikasi emosi yang sering muncul pada
diri anak-anak.

Kata Kunci: regulasi, emosi, kognitif, guru


.
Abstract

Emotional regulation can be done with cognitive and behavioral approaches. The
cognitive approach explains that the emotions felt by individuals are the result of an
assessment of the situation they are facing. The research objective was to describe
and explore the approach to cognitive-emotional regulation of teachers in dealing
with the anti-social behavior of kindergarten children. This research method is a
literature study with a qualitative approach. Basically, the literature study is related
to theoretical studies and other references related to values, culture, and norms that
develop in the situation under study. The role of cognitive-emotional regulation that
teachers can do, includes: (1) teachers can teach children's emotional regulation by
responding to emotions and teaching about emotions; (2) teachers can provide
guidance in emotional competence by giving examples of positive and negative
emotions, how to respond to children's emotions, and manifest emotions; (3) teachers
can interact with children while identifying emotions that often arise in children.

Keywords: regulation, emotion, cognitive, teacher

Peer reviewed under responsibility of Universitas Nusantara PGRI Kediri.


© 2020 Dema Yulianto, Hanggara Budi Utomo, dan Epritha Kurniawati
This is an open access article under the CC BY-SA license
( https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ )
Jurnal PINUS: Jurnal Penelitian Inovasi Pembelajaran, 6 (1), 2020,
Dema Yulianto, Hanggara Budi Utomo, dan Epritha Kurniawati

PENDAHULUAN mengakibatkan anak terbiasa dalam


keadaan tidak disiplin sehingga mutu,
Masalah perilaku antisosial yang proses dan hasil belajar menurun. Ada
dapat ditemui dalam kegiatan tiga permasalahan utama dalam hal
pembelajaran di Taman kanak-kanak kedisiplinan yang dihadapi di dalam kelas
(selanjutnya disingkat TK) adalah pada yaitu: anak sulit untuk menyimak guru
perilaku yang tidak patuh dan saat menerangkan pelajaran, anak tidak
tempertantrum (amukan). Kepatuhan mau mendengarkan perkataan guru (tidak
adalah melakukan apa yang diminta oleh patuh), dan anak tidak terbiasa berbicara
orang lain (dalam hal ini orang tua atau dengan sopan, baik terhadap guru
guru) dengan tepat dan sesuai. Pertanyaan maupun terhadap teman (John, 2011).
yang paling sering diajukan oleh orang Berdasarkan kajian yang
tua maupun guru adalah, ”bagaimana cara dilakukan Yulianto, dkk (2019) bahwa
saya mendidik anak agar mau melakukan anak sudah berani membantah, sulit
apa yang saya perintahkan?”. Adanya diatur, dan tidak patuh lagi disebabkan
sikap penolakan pada anak-anak karena anak kurang memiliki sikap
prasekolah terhadap lingkungan sosianya prososial. Anak-anak banyak
sesungguhnya adalah hal yang wajar dan menghabiskan waktu dengan menonton
menjadi bagian dari proses acara televisi, menonton film-film anak
perkembangan alamiah. Anak-anak mulai dalam DVD dan bermain games dalam
tumbuh sebagai pribadi, memiliki media teknologi. Bagi sebagian orangtua,
keinginannya sendiri, dan memunculkan yang terpenting adalah anaknya nyaman
egonya. Anak mulai ingin membedakan serta aman di rumah untuk duduk dan
dirinya dengan orang lain, dan sikap diam. Selain itu, berdasarkan hasil
berbeda ini ditunjukkan anak dengan pengamatan peneliti didampingi oleh
memunculkan sikap negativistik, guru kelas secara langsung terhadap
misalnya bila orang lain menyuruhnya aktivitas anak ketika sedang bermain di
melakukan sesuatu, maka anak akan kelas, anak jarang sekali untuk berbagi,
menolak. bekerjasama, maupun bersikap toleransi
Hal inilah yang kemudian di terhadap sesama temannya.
persepsi oleh orang dewasa sebagai tanda Situasi dan kondisi yang penuh
bahwa anak sudah berani membantah, tekanan yang dialami guru dan dituntut
sulit diatur, dan tidak patuh lagi. Salah untuk dapat mengenali setiap masalah
satu faktor yang menjadi penyebab anak dalam perkembangan anak prasekolah,
tidak patuh adalah kurangnya disiplin. berpotensi menimbulkan emosi-emosi
Hal ini didukung oleh penelitian John negatif. Seperti halnya masalah gangguan
(2011) yang menyatakan guru pada perilaku antisosial dan gangguan emosi
umumnya mengalami kesulitan untuk anak berupa tidak patuh dan temperamen
membuat anak disiplin dalam proses juga dapat menimbulkan permasalahan di
belajar, khususnya di kelas anak usia dini. sekolah, sehingga guru mengeluh dan
Apabila hal ini tidak diatasi dapat tidak sanggup menghadapi anak. Hal

Vol 6 No 1
http://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/pinus 120 Tahun 2020
Jurnal PINUS: Jurnal Penelitian Inovasi Pembelajaran, 6 (1), 2020,
Dema Yulianto, Hanggara Budi Utomo, dan Epritha Kurniawati

tersebut membuat guru cemas dan emosi yang mereka alami, dan bagaimana
jengkel saat anak didiknya tidak patuh emosi ini dihayati dan diekspresikan
dan suka mengamuk. Guru (Gross dkk., 2007). Menurut penelitian
mengungkapkan kecemasan dan Fried (2011) menyatakan bahwa emosi
kejengkelan dalam bentuk emosi verbal, memiliki pengaruh yang signifikan pada
dan mengungkapkan dalam bentuk pembelajaran dan karena sekolah adalah
teguran keras pada anak yang suka proses emosional, ada kalanya siswa dan
mengamuk. Merasa cemas sebagai guru guru perlu menerapkan strategi regulasi
dapat terjadi lebih buruk jika guru merasa emosi di dalam kelas.
tidak didukung dan merasa dikucilkan. Mengelola emosi (regulasi emosi)
Sisi yang lain, guru juga merupakan dapat dilakukan dengan pendekatan
individu yang sangat teliti yang memiliki kognitif dan perilaku (Gross, 2002).
dorongan luar biasa untuk membantu Pendekatan kognitif menjelaskan bahwa
orang lain, sehingga memberikan tekanan emosi yang dirasakan individu
yang tidak realistis pada diri mereka merupakan hasil dari penilaian terhadap
sendiri. Kondisi tertekan ini menjadi situasi yang dihadapinya. Individu yang
stressor bagi Guru yang memiliki anak menilai situasi yang dihadapi sebagai
didik yang mengalami perilaku antisosial. sesuatu yang positif akan
Perasaan Guru yang mengeluh, jengkel mengembangkan respons emosi yang
atau marah, dan cemas ini termasuk positif pula, sebaliknya individu yang
dalam kategorisasi emosi negatif. memberikan penilaian negatif terhadap
Individu yang mengalami emosi negatif situasi yang dihadapi akan
akibat situasi dan kondisi yang penuh mengembangkan emosi negatif pula.
tekanan mempunyai kesempatan yang Berdasarkan penelitian yang dilakukan
lebih besar dalam merasakan manfaat (Gross, 2002) individu yang memilih
dari penggunaan strategi regulasi emosi strategi antecedent-focused mempunyai
(Burgess, 2006). Menurut Sutton dan fungsi interpersonal dan kesejahteraan
Wheatley (2003) bahwa emosi guru yang lebih baik. Pada proses response-
berpengaruh dengan kognisi siswa, focused berlangsung usaha untuk
motivasi, dan perilaku. menekan ekspresi emosi (suppression),
Menurut Gross (1998) bahwa dimana strategi tersebut efektif untuk
terdapat pengaruh regulasi, antara lain: menurunkan ekspresi emosi negative
coping, mood regulation (pengaturan tetapi memberikan efek samping yaitu
mood), Defenses (pertahanan), dan menekan ekspresi positif dan tidak
emotion regulation (Regulasi Emosi). membantu mengurangi pengalaman
Dalam regulasi emosi terdiri atas bagian- negative. Proses ini membutuhkan usaha
bagian regulasi emosi, antara lain: yang lebih untuk mengatur ekspresi
kepribadian, klinis, kesehatan, biologi, emosi (Gross, 2002).
kognitif, perkembangan, dan sosial Tujuan penelitian yang ingin
(Gross, 1998). Regulasi emosi adalah dikaji oleh peneliti adalah untuk
usaha individu untuk mempengaruhi mendeskripsikan dan mengeksplorasi

Vol 6 No 1
http://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/pinus 121 Tahun 2020
Jurnal PINUS: Jurnal Penelitian Inovasi Pembelajaran, 6 (1), 2020,
Dema Yulianto, Hanggara Budi Utomo, dan Epritha Kurniawati

pendekatan regulasi emosi secara kognitif 1994). Menurut Gross (1998) regulasi
guru dalam menghadapi perilaku anti emosi terjadi bagaimana pengaruh
sosial anak TK. Peneliti juga individu terhadap emosi yang dimiliki,
menghubungkan dengan sejarah teori dan ketika memiliki emosi, dan bagaimana
penelitian regulasi emosi secara kognitif individu mengalami dan
sebagai dasar dalam melakukan mengekspresikan emosi. Studi ini
pendekatan regulasi emosi. mengambil perspektif evolusioner dan
ciri emosi dalam hal kecenderungan
METODE respon. Regulasi emosi didefinisikan dan
Metode penelitian ini adalah studi dibedakan dari mengatasi, pengaturan
pustaka dengan pendekatan kualitatif. atau regulasi mood, pertahanan, dan
Secara mendasar, studi pustaka pengaruh regulasi. Dalam disiplin
merupakan metode pengumpulan data psikologi yang semakin khusus, bidang
yang terkait dengan kajian teoretis dan regulasi emosi melintasi batas-batas
referensi lain yang berkaitan dengan nilai, tradisional dan memberikan kesamaan.
budaya, dan norma yang berkembang Menurut model proses regulasi
pada situasi yang diteliti. Studi pustaka emosi, emosi dapat diatur di lima titik
sangat penting dalam melakukan dalam proses generatif emosi: (a)
penelitian dan tidak terlepas dari literatur- pemilihan situasi, (b) modifikasi situasi,
literatur ilmiah (Sugiyono, 2017). Jenis (c) penyebaran perhatian, (d) perubahan
studi pustaka yang dilakukan dalam kognisi, dan (e) modulasi respons.
penelitian ini adalah studi pustaka teknik Bidang regulasi emosi menjanjikan
simak dan catat, dengan prosedur wawasan baru ke dalam pertanyaan kuno
mengumpulkan data dengan cara tentang bagaimana orang mengelola
menggunakan buku elektronik, jurnal emosi mereka. Dalam regulasi emosi
ilmiah, dan literatur ilmiah lainnya, terdiri atas bagian-bagian regulasi emosi,
kemudian mencatat dengan cara antara lain: kepribadian, klinis,
mengutip pendapat para ahli untuk kesehatan, biologi, kognitif,
memperkuat landasan teori penelitian. perkembangan, dan sosial (Gross, 1998).
Dimensi regulasi emosi secara kognitif
HASIL menurut Garnefski dkk.,(2001), antara
Penelusuran hasil studi pustaka lain: self-blame, acceptance, rumination,
seperti kajian yang dilakukan Gross dkk., positive refocusing, refocus on planning,
(2007) dengan fokus percobaan regulasi positive reappraisal, putting into
dan aspek perilaku emosi dapat perspective, catastrophizing, blaming
menurunkan emosi negatif, seperti: others.
marah, sedih, dan cemas. Selain itu,
dalam hubungan antara regulasi emosi PEMBAHASAN
dan aspek yang mempengaruhinya, Anak yang memasuki taman
sebenarnya regulasi emosi merupakan kanak-kanak mulai dituntut mengatasi
bagian dari pengaruh regulasi (Westen, ketergantungan pada orang tua atau

Vol 6 No 1
http://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/pinus 122 Tahun 2020
Jurnal PINUS: Jurnal Penelitian Inovasi Pembelajaran, 6 (1), 2020,
Dema Yulianto, Hanggara Budi Utomo, dan Epritha Kurniawati

pengasuhnya. Anak mulai menolong Penelitian tentang regulasi emosi


dirinya sendiri seperti menggunakan sebenarnya berawal dari penelitian
toilet, memakai baju, dan sepatu sendiri. tentang emosi. Menurut Strongman
Inisiatif dari anak sangat diperlukan, (2003) penelitian emosi sudah diterapkan
karena anak membutuhkan peran orang- oleh Darwin pada tahun 1872 yang
orang sekelilingnya untuk mengambil meneliti bagaimana ekspresi emosi
inisiatif bagi dirinya. Ketidakmandirian manusia dan binatang. Dalam penelitian
seorang anak identik dengan sikap regulasi emosi, berakar pada studi
bergantung yang terlalu berlebihan pada mekanisme pertahanan, stress psikologi
orang-orang di sekitarnya. Anak dan coping, teori kelekatan, teori emosi.
seharusnya sudah mulai dapat mengurus Selanjutnya berkembang ke konstruksi
dirinya sendiri, serta kebebasan menjadi literatur perkembangan kemudian
manusia dewasa pada saat nantinya. berkembang tentang studi regulasi emosi
Keterampilan pengaturan diri dini orang dewasa (Strongman, 2003). Makna
anak-anak sangat penting untuk regulasi emosi adalah krusial ambigu,
kesejahteraan sosial-emosional dan karena mungkin merujuk sama baiknya
prestasi akademik anak nantinya. bagaimana emosi mengatur sesuatu yang
Beberapa manfaat untuk identifikasi dan lain, seperti pikiran, fisiologi, atau
pengembangan lebih lanjut dari tindakan perilaku (regulasi emosi) atau bagaimana
regulasi diri anak yang valid dan dapat emosi itu sendiri diatur (regulasi emosi).
diandalkan, khususnya, sebagaimana Namun, jika fungsi utama dari emosi
dinyatakan dalam konteks kelas. Ada adalah koordinasi respons sistem
potensi guru untuk mengembangkan (Levenson, 1999), perasaan pertama
regulasi emosi dikaitkan dengan perilaku regulasi emosi adalah berbeda dengan
anti sosial anak-anak yang dapat secara emosi.
langsung dan spesifik terkait dengan apa Selanjutnya, penelitian tentang
yang dilakukan seorang guru di kelas, regulasi emosi secara kognitif dilakukan
antara lain: guru memahami bahwa oleh Thompson, Ross& Calkins (1996)
keterampilan pengaturan diri sangat yang membahas regulasi bagaimana
penting untuk aspek lain dari emosi pada anak-anak yang berisiko,
pembelajaran dan pengembangan anak dapat secara bersamaan mendorong
(misalnya, guru memaksimalkan kedua ketahanan dan kerentanan dengan
kapasitas pengaturan diri anak selama mempertimbangkan bagaimana emosi
belajar); 2) guru mendorong anak supaya dikelola ketika anak-anak (a) hidup
lebih mampu mengatur diri sendiri dengan orangtua yang depresi, (b) saksi
selama situasi yang menantang atau pengalaman kekerasan dalam rumah
(misalnya, guru mengubah lingkungan tangga, atau (c) yang temperamental
belajar dan selanjutnya mendukung terhambat ketika menghadapi tantangan
keberadaan pembelajaran dengan terlebih baru. Garnefski dkk., (2001) mengkaji
dahulu memahami emosi guru sendiri, tentang masalah emosi dan regulasi
selanjutnya memahami emosi anak). emosi secara kognitif yang dilakukan di

Vol 6 No 1
http://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/pinus 123 Tahun 2020
Jurnal PINUS: Jurnal Penelitian Inovasi Pembelajaran, 6 (1), 2020,
Dema Yulianto, Hanggara Budi Utomo, dan Epritha Kurniawati

tiga sekolah negeri yang berbeda dengan untuk efektivitas mengajar dan untuk
cara siswa mengisi kuesioner selama jam mengetahui apakah sesuai dengan
sekolah dibawah pengawasan guru dan gambaran emosi ideal dari seorang guru.
dua mahasiswa psikologi. Teknik analisis Guru menggunakan berbagai strategi
menggunakan The CERQ Symptom regulasi emosi untuk membantu mereka
Check List (SCL Derogatis). Hasil dalam mengatur emosi. Berbeda hal
penelitian menunjukkan bahwa strategi dengan Graziano dkk., (2007) yang
coping kognitif atau regulasi emosi meneliti keterampilan regulasi emosi
secara kognitif ditemukan memainkan dengan keberhasilan akademik anak.
peran penting dalam hubungan antara Anak-anak dengan keterampilan regulasi
pengalaman peristiwa kehidupan negatif emosi yang lebih baik lebih mungkin
dan pelaporan gejala depresi dan untuk mendapatkan skor yang lebih
kecemasan. Hasil tersebut senada dengan tinggi untuk keberhasilan akademis atau
kajian Gross (2002) yang meneliti produktivitas di dalam kelas; anak-anak
tentang keterkaitan regulasi emosi dengan keterampilan regulasi emosi yang
dengan afektif, kognitif, dan konsekuensi lebih baik diperoleh skor yang lebih
sosial. Salah satu tantangan besar tinggi pada ukuran standar matematika
kehidupan adalah berhasil mengatur dan keterampilan membaca awal; anak-
emosi. Penelitian tersebut menemukan anak dengan keterampilan regulasi emosi
bahwa dimensi penilaian kembali lebih yang lebih baik memiliki masalah
efektif daripada penekanan. Penilaian perilaku lebih sedikit dan memiliki
kembali menurunkan pengalaman emosi hubungan yang lebih baik dengan para
dan ekspresi perilaku, dan tidak guru; dan anak-anak dengan keterampilan
berdampak pada memori. Sebaliknya, regulasi emosi yang baik, memungkinkan
penekanan menurunkan ekspresi interaksi guru anak menjadi lebih positif.
perilaku, namun gagal untuk mengurangi Guru dapat mengajarkan regulasi
pengalaman emosi, dan benar-benar emosi anak dengan cara menanggapi
mengganggu memori. Penekanan juga emosi dan mengajarkan tentang emosi.
meningkatkan fisiologis menanggapi Guru memberikan bimbingan dalam
untuk penekan dan mitra sosial individu. kompetensi emosional dengan cara
Menurut Sutton dan Wheatley memodelkan emosi, menanggapi emosi
(2003) yang meneliti berkaitan dengan anak, dan mengajarkan tentang emosi.
multi komponen dari emosi (positif atau Balzarotti dkk., (2016) meneliti strategi
negatif) guru berpengaruh dengan kognisi regulasi emosi kognitif yang ternyata
siswa, motivasi, dan perilaku. Penelitian efektif dalam mempromosikan
Sutton (2004)membahas dua pertanyaan, kesejahteraan individu. Hasil penelitian
yaitu: apa tujuan guru melakukan regulasi menunjukkan bahwa penilaian yang
emosional mereka sendiri, dan strategi positif dan fokus pada perencanaan
apa yang guru gunakan untuk mengatur berhubungan positif dengan subjektif dan
emosi mereka sendiri. Guru percaya kesejahteraan psikologis. Hasil ini juga
bahwa mengatur emosi mereka bertujuan menunjukkan bahwa strategi regulasi

Vol 6 No 1
http://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/pinus 124 Tahun 2020
Jurnal PINUS: Jurnal Penelitian Inovasi Pembelajaran, 6 (1), 2020,
Dema Yulianto, Hanggara Budi Utomo, dan Epritha Kurniawati

emosi kognitif efektif dalam dalam kompetensi emosional dengan cara


mempromosikan kesejahteraan individu. memberikan contoh emosi yang positif
Garnefski dkk., (2007) meneliti strategi dan negatif, cara menanggapi emosi anak,
regulasi emosi kognitif pada anak yang dan memanifestasikan emosi; (3) guru
ditemukan berhubungan dengan gejala dapat berinteraksi dengan anak, sambil
depresi, rasa takut dan khawatir pada mengidentifikasi emosi yang sering
anak. Penelitian ini menjelaskan muncul pada diri anak-anak.
beberapa sifat psikometrik dari CERQ - k
dan hubungan dengan langkah-langkah DAFTAR RUJUKAN
depresi, rasa takut dan khawatir di antara Balzarotti, S., Biassoni, F., Villani, D.,
717 anak-anak. Strategi regulasi emosi Prunas, A., & Velotti, P. (2016).
kognitif ditemukan berhubungan dengan Individual differences in cognitive
emotion regulation: Implications for
pelaporan data dari gejala depresi, rasa
subjective and psychological well-
takut dan khawatir. being. Journal of Happiness Studies,
17(1), 125–143.
KESIMPULAN https://doi.org/10.1007/s10902-014-
Sebagaimana yang sudah 9587-3
diungkapkan dari kajian pembahasan, Burgess, L. M. (2006). Emotion
penelitian regulasi emosi secara kognitif regulation and behaviour,
emotional and cardiovascular
selalu menghubungkan dengan hal-hal
responses to interpersonal stress.
yang bersifat klinis, misalnya An Arbor, MI:UMI.
berhubungan dengan stress, gejala Fried, L. (2011). Teaching teachers
depresi, rasa takut, kecemasan, khawatir, about emotion regulation in the
dan lain-lain. Pendekatan kognitif classroom. Australian Journal of
menjelaskan bahwa emosi yang dirasakan Teacher Education, 36(3), 117–
individu merupakan hasil dari penilaian 127.
https://doi.org/10.14221/ajte.2011v
terhadap situasi yang dihadapinya.
36n5.3
Individu yang menilai situasi yang Garnefski, N., Kraaij, V., & Spinhoven,
dihadapi sebagai sesuatu yang positif P. (2001). Negative life events,
akan mengembangkan response emosi cognitive emotion regulation and
yang positif pula, sebaliknya individu emotional problems. Personality
yang memberikan penilaian negatif and Individual Differences, 30(8),
1311–1327.
terhadap situasi yang dihadapi akan
https://doi.org/10.1016/S0191-
mengembangkan emosi negatif pula. 8869(00)00113-6
Peran regulasi emosi secara kognitif yang Garnefski, Nadia, Rieffe, C., Jellesma,
dapat dilakukan guru dalam menghadapi F., Terwogt, M. M., & Kraaij, V.
perilaku anti sosial anak usia TK, antara (2007). Cognitive emotion
lain: (1) guru dapat mengajarkan regulasi regulation strategies and emotional
emosi anak dengan cara menanggapi problems in 9-11-year-old children:
The development of an instrument.
emosi dan mengajarkan tentang emosi;
European Child and Adolescent
(2) guru dapat memberikan bimbingan Psychiatry, 16(1), 1–9.

Vol 6 No 1
http://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/pinus 125 Tahun 2020
Jurnal PINUS: Jurnal Penelitian Inovasi Pembelajaran, 6 (1), 2020,
Dema Yulianto, Hanggara Budi Utomo, dan Epritha Kurniawati

https://doi.org/10.1007/s00787-006- Sutton, R. E. (2004). Emotional


0562-3 regulation goals and strategies of
Graziano, P. A., Reavis, R. D., Keane, S. teachers. Social Psychology of
P., & Calkins, S. D. (2007). The Education, 7(4), 379–398.
role of emotion regulation in https://doi.org/10.1007/s11218-004-
children’s early academic success. 4229-y
Journal of School Psychology, Sutton, R. E., & Wheatley, K. F. (2003).
45(1), 3–19. Teachers’ emotions and teaching: a
https://doi.org/10.1016/j.jsp.2006.0 review of the literature and
9.002 directions for future research.
Gross, J. J. (1998). The emerging field of Educational Psychology Review,
emotion regulation: An integrative 15(4), 327–358.
review. Review of General https://doi.org/10.1023/A:10261317
Psychology, 2(3), 271–299. 15856
https://doi.org/10.1037/1089- Thompson, Ross; Calkins, S. (1996).
2680.2.3.271 The double-edged sword: Emotion
Gross, J. J. (2002). Emotion regulation: regulation in high risk children.
Affective, cognitive, and social Development and Psychopathology,
consequences. Psychophysiology, 8, 163–182.
39(3), 281–291. Westen, D. (1994). Toward an
https://doi.org/10.1017/S004857720 Integrative Model of Affect
1393198 Regulation: Applications to Social-
Gross, J. J., Richards, J. M., & John, O. Psychological Research. Journal of
P. (2007). Emotion regulation in Personality, 62(4), 641–667.
everyday life. In Emotion https://doi.org/10.1111/j.1467-
regulation in couples and families: 6494.1994.tb00312.x
Pathways to dysfunction and health. Yulianto, D., Yufiarti, & Akbar, M.
(pp. 13–35). American (2019). A study of cooperative
Psychological Association. learning and independence: Impact
https://doi.org/10.1037/11468-001 on children’s prosocial behavior.
John, E. (2011). Upaya meningkatkan International Journal of
kedisiplinan anak di kelas melalui Educational, 12(1), 49–55.
cerita. Jurnal Pendidikan Penabur, https://doi.org/10.17509/ije.v12i1.1
16(10). 7522
Levenson, R. W. (1999). The
intrapersonal functions of emotion.
Cognition and Emotion, 13(5),
481–504.
https://doi.org/10.1080/0269993993
79159
Strongman, K. T. (2003). The
psychology of emotion: From
everyday life to theory. In Wiley.
Hoboken, NJ: Wiley.
Sugiyono. (2017). Metode penelitian
kuantitatif, kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.

Vol 6 No 1
http://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/pinus 126 Tahun 2020

Anda mungkin juga menyukai