Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

TOILET
TRAINING

Disusun oleh:

JHON A INABUY
NIM: 1278 02717

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA
KUPANG
2021
KATA
PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpah rahmat dan karuia-
Nyalah hingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah keperawatan anak yang
berjudul “TOILET TRAINING” tepat pada waktunya
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat kami harapkan dari
pembaca. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Sekian dan
terima kasih.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Toilet training merupakan salah satu tugas dari perkembangan anak pada usia

toddler Pada tahapan usia 1–3 tahun atau yang disebut dengan usia toddler, kemampuan

sfingter uretra yang berfungsi untuk mengontrol rasa ingin defekasi dan rasa ingin

berkemih mulai berkembang, dengan bertambahnya usia, kedua sfingter tersebut

semakin mampu mengontrol rasa ingin berkemih dan rasa ingin defekasi. Walaupun

demikian, satu anak ke anak yang lainnya mempunyai kemampuan yang berbeda dalam

pencapaian kemampuan tersebut. Hal tersebut bergantung kepada beberapa faktor yaitu

baik faktor fisik maupun faktor psikologis. Kemampuan anak untuk buang air besar

(BAB) biasanya lebih awal sebelum kemampuan buang air kecil (BAK) karena

keteraturan yang lebih besar, sensasi yang lebih kuat untuk BAB daripada BAK, dan

sensasi BAB lebih mudah dirasakan anak

”masa usia dini merupakan periode emas bagi perkembangan anak dimana 50%

perkembangan kecerdasan terjadi pada usia 0–4 tahun tahun, 30% berikutnya hingga

usia 8 tahun. Periode emas sekaligus merupakan periode kritis bagi anak dimana

perkembangannya yang di dapatkan pada periode ini sangat berpengaruh terhadap

perkembangan pada periode berikutnya hingga masa dewasanya”. Pada masa usia dini

0-4 tahun seorang anak penting untuk dididik, dibina dan diarahkan karena pada masa

tersebut dimulainya perkembangan kecerdasan sehingga jika kurang perhatian orang tua

dapat terjadi
lambatnya perkembangan kecerdasan anak dan dapat berpengaruh pada kualitas anak di

kemudian hari. Salah satu menu pembelajaran anak usia 4-5 tahun di Taman Kanak-

Kanak adalah pelaksnaan toilet training (latihan toilet). Menu pembelajaran pelaksanaan

toilet training sangat penting bagi anak usia dini agar mereka dapat mengenal

kebersihan. Berkenaan dengan pelaksanaan toilet training Jane Gilbert (2003)

mengatakan, pelaksanaan latihan toilet telah berubah dari waktu ke waktu. Ibu-ibu

dimasa lalu didorong untuk mengajarkan latihan toilet sedini mungkin. Di masa lalu,

tidak jarang bayi yang baru belajar duduk sudah ditempatkan di atas toilet mini atau

potty untuk membiasakannya. Pelaksanaan toilet training disekolah akan membantu

anak membiasakan dirinya menggunakan toilet di rumah sehingga para orang tua dapat

membantu kecerobohan anak di rumah.

Toilet training merupakan suatu proses pengajaran untuk kontrol buang air besar

dan buang air kecil secara benar dan teratur. Biasanya kontrol buang air kecil (BAK)

lebih dahulu dipelajari oleh anak kemudian kontrol buang air besar (BAB) (Hidayat,

2005). Peran orang tua di sini membaca kesiapan seorang anak dalam toilet training ini.

Pada kenyataannya, ada orang tua yang tidak membiasakan anaknya untuk BAK atau

BAB pada tempatnya bahkan kadang memaksakan untuk pelatihan ini saat anak belum

siap.
Demikian juga dengan kesiapan psikologis yaitu setiap anak membutuhkan

suasana yang nyaman dan aman agar anak mampu mengontrol dan konsentrasi dalam

merangsang untuk BAB atau BAK. Persiapan intelektual juga dapat membantu anak

dalam proses BAB atau BAK. Kesiapan tersebut akan menjadikan diri anak selalu

mempunyai kemandirian dalam mengontrol khususnya dalam hal BAB atau BAK

(Hidayat, 2005).

Kebiasaan dalam mengontrol buang air besar dan buang air kecil akan

menimbulkan hal-hal yang buruk pada anak dimasa mendatang. Dapat menyebabkan

anak tidak disiplin, manja, dan yang terpenting adalah dimana nanti pada saatnya anak

akan mengalami masalah psikologis. Anak akan merasa berbeda dan tidak dapat

mengontrol buang air besar dan buang air kecil (Ayi, 2012 ; dikutip oleh Kartini, 2013).

Menurut (Pambudi, 2006) faktor yang mendukung praktik latihan toilet training yaitu

kesediaan WC atau pispot. Wc


atau pispot sebaiknya aman dan nyaman serta lantai tidak licin agar anak tidak

terjatuh atau kecelakaan dalam melakukan toilet training. Penggunaan pispot dapat

dilakukan pada anak usia toodler sebagai sarana untuk melatih toilet training yang akan

menjadikan mereka terbiasa menggunakan toilet secara mandiri.

Terdapat banyak faktor yang berperan aktif pada anak dalam melakukan toilet

training yaitu tingkat pendidikan ibu, sosial dan budaya,struktur tingkat pendapatan

keluarga, usia anak, metode yang digunakan, tempat, jenis toilet, pengetahuan,

psikologis anak, status, dan gender. Toilet training perlu dilakukan oleh anak selama

anak berada dalam periode optimal yaitu untuk menghindari efek jangka panjang

seperti inkontinensia dan infeksi saluran kemih (ISK) (Wu, 2013).

Dampak yang paling umum terjadi dalam kegagalan toilet training diantaranya

adalah adanya perlakuan atau aturan yang ketat dari orangtua kepada anaknya dapat

mengganggu kepribadian anak dan cenderung bersikap keras kepala bahkan kikir,

seperti orangtua sering memarahi anak pada saat BAB atau BAK atau bahkan melarang

BAB atau BAK saat bepergian. Selain itu, apabila orangtua juga santai dalam

memberikan aturan dalam toilet training, maka anak dapat mengalami kepribadian

ekspresif, seperti anak menjadi lebih tega, cenderung ceroboh, suka membuat gara-gara,

emosional, dan seenaknya dalam melakukan kegiatan sehari-hari (Hidayat, 2005).

Selain itu, apabila dilakukan


toilettraining pada anak dengan usia yang tidak tepat dapat menimbulkan

beberapa masalah yang dialami anak yaitu seperti sembelit, menolak toileting, disfungsi

berkemih, infeksi saluran kemih, dan enuresis (Hooman, Safaii, Valavi, & Amini-

Alavijeh, 2013).

Kesiapan pada anak untuk melakukan toileting training, pengetahuan orangtua

mengenai toileting training, dan pelaksanaan toileting yang baik dan benar pada anak,

merupakan suatu domain penting yang perlu orangtua ketahui. Domain tersebut dapat

meningkatkan kemampuan toileting training pada anak usia toddler

(Kusumaningrum,Natosba, & Julia, 2011). Perubahan perilakuanak bergantung kepada

kualitas rangsanganyang berkomunikasi dengan lingkungan.Keberhasilan perubahan

perilaku yang terjadipada anak sangat ditentukan oleh kualitasdari sumber stimulus.

Untuk membentukjenis respon atau perilaku perlu diciptakansuatu kondisi yang disebut

dengan operant conditioning, yaitu dengan menggunakanurutan-urutan komponen

penguat. Komponen- komponen penguat tersebut adalah sepertipemberian hadiah atau

penghargaan apabilamelakukan suatu hal dengan benar (Maulana,2009).

1.1 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan toilet training?

2. Bagaimana cara mengajarkan toilet training?

3. Bagaimana cara mengontrol berkemih dan defekasi?

4. Apa faktor-foktor yang mendukung toilet training?

5. Apa saja hal yang perlu di perhatikan selama toilet training?

6. Apa tanda anak siap melakukan toilet training?

7. Apa dampak toilet training?


1.2 TUJUAN

A. Untuk mengetahui apa itu toilet training!

B. Untuk mengetahui cara mengajarkan toilet training pada anak!

C. Untuk mengetahui cara mengontrol berkemih dan defekasi!

D. Untuk faktor-foktor yang mendukung toilet training!

E. Untuk mengetahui Apa saja hal yang perlu di perhatikan selama toilet training!

F. Mengetahui tanda anak siap melakukan toilet training!

G. Mengetahui dampak toilet training!


BAB II

        PEMBAHASAN

A. Toilet Training

1. Pengertian Toilet Training ( Pelatihan Buang Air )

Toilet training adalah suatu usaha untuk melatih anak agar

mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil ( BAK) dan

buang air besar ( BAB) ( Hidayat, 2008). Toilet training

merupakan proses pengajaran untuk mengontrol buang air besar

(BAB) dan buang air kecil (BAK) secara benar dan teratur

(Zaivera, 2008). Toilet training adalah sebuah pembiasaan

pelatihan buang air ( Koraag, 2007). Berdasarkan pengertian diatas

maka dapat disimpulkan definisi toilet training adalah sebuah

usaha pembiasaan mengontrol buang air kecil ( BAK) dan buang

air besar (BAB) secara benar dan teratur.

Latihan ini termasuk dalam perkembangan psikomotorik,

karena latihan ini membutuhkan kematangan otot – otot pada

daerah pembuangan kotoran ( anus dan saluran kemih). Latihan ini

hendaknya dimulai pada waktu anak berusia 15 bulan dan kurang

bijaksana bila anak pada usia kurang dari 15 bulan dilatih karena

dapat menimbulkan pengalaman – pengalaman traumatik. Toilet

training merupakan latihan moral yang pertama kali diterima anak

dan sangat berpengaruh pada perkembangan moral anak

selanjutnya ( Suherman, 2000).


2. Tahapan Toilet Training

Mengajarkan toilet training pada anak memerlukan beberapa tahapan

seperti membiasakan menggunakan toilet pada anak untuk buang air,

dengan membiasakan anak masuk ke dalam WC anak akan cepat lebih

adaptasi. Anak juga perlu dilatih untuk duduk di toilet meskipun dengan

pakaian lengkap dan jelaskan kepada anak kegunaan toilet. Lakukan

secara rutin kepada anak ketika anak terlihat ingin buang air.

Anak dibiarkan duduk di toilet pada waktu – waktu tertentu setiap hari,

terutama 20 menit setelah bangun tidur dan seusai makan, ini bertujuan

agar anak dibiasakan dengan jadwal buang airnya. Anak sesekali

enkopresis (mengompol) dalam masa toilet training itu merupakan hal

yang normal. Anak apabila berhasil melakukan toilet training maka orang

tua dapat memberikan pujian dan jangan menyalahkan apabila anak

belum dapat melakukan dengan baik ( Pambudi, 2006).

Prinsip dalam melakukan toilet training ada 3 langkah yaitu melihat

kesiapan anak, persiapan dan perencanaan serta toilet training itu sendiri:

a. Melihat kesiapan anak

Salah satu pertanyaan utama tentang toilet training adalah kapan waktu

yang tepat bagi orang tua untuk melatih toilet training. Sebenarnya

tidak patokan umur anak yang tepat dan baku untuk toilet training

karena setiap anak mempunyai perbedaan dalam hal fisik dan proses

biologisnya. Orang tua harus mengetahui kapan waktu yang tepat bagi

anak untuk dilatih buang air dengan benar. Para ahli menganjurkan
untuk melihat beberapa tanda kesiapan anak itu sendiri, anak harus

memiliki kesiapan terlebih dahulu sebelum menjalani toilet training.

Bukan orang tua yang menentukan kapan anak harus memulai proses

toilet training akan tetapi anak harus memperlihatkan tanda kesiapan

toilet training, hal ini untuk mencegah terjadinya beberapa hal yang

tidak diinginkan seperti pemaksaan dari orang tua atau anak trauma

melihat toilet.

b. Persiapan dan perencanaan

Prinsipnya ada 4 aspek dalam tahap persiapan dan perencanaan. Hal

yang perlu diperhatikan hal – hal sebagai berikut gunakan istilah yang

mudah dimengerti oleh anak yang menunjukkan perilaku buang air

besar (BAB) / buang air kecil (BAK) misalnya poopoo untuk buang air

besar (BAB) dan peepee untuk buang air kecil (BAK).

Orang tua dapat memperlihatkan penggunaan toilet pada anak sebab

pada usia ini anak cepat meniru tingkah laku orang tua. Orang tua

hendaknya segera mungkin mengganti celana anak bila basah karena

enkopresis (mengompol) atau terkena kotoran, sehingga anak akan

merasa risih bila memakai celana yang basah dan kotor. Meminta pada

untuk memberitahu atau menunjukkan bahasa tubuhnya apabila ia

ingin buang air kecil (BAK) atau buang air besar (BAB) dan bila anak

mampu mengendalikan dorongan buang air maka jangan lupa berikan

pujian pada anak (Farida, 2008).


Selain itu ada juga persiapan dan perencanaan yang lain seperti:

a. Mendiskusikan tentang toilet training dengan anak

Orang tua bisa menunjukkan dan menekankan bahwa pada anak kecil

memakai popok dan pada anak besar memakai celana dalam. Orang

tua juga bisa membacakan cerita tentang cara yang benar dan tepat

ketika buang air.

b. Menunjukkan penggunaan toilet

Orang tua harus melakukan sesuai dan jenis kelamin anak ( ayah

dengan anak laki – laki dan ibu dengan anak perempuan). Orang tua

juga bisa meminta kakaknya untuk menunjukkan pada adiknya

bagaimana menggunakan toilet dengan benar ( disesuaikan juga

dengan jenis kelamin).

c. Membeli pispot yang sesuai dengan kenyamanan anak

Pispot ini digunakan untuk melatih anak sebelum ia bisa dan terbiasa

untuk duduk di toilet. Anak bila langsung menggunakan toilet orang

dewasa, ada kemungkinan anak akan takut karena lebar dan terlalu

tinggi untuk anak atau tidak merasa nyaman. Pispot disesuai dengan

kebutuhan anak, diharapkan dia akan terbiasa dulu buang air di

pispotnya baru kemudian diarahkan ke toilet sebenarnya. Orang tua

saat hendak membeli pispot usahakan untuk melibatkan anak sehingga

dia bisa menyesuaikan dudukan pispotnya atau bisa memilih warna,

gambar atau bentuk yang ia sukai.


d. Pilih dan rencanakan metode reward untuk anak

Suatu proses panjang dan tidak mudah seperti toilet training ini,

seringkali dibutuhkan suatu bentuk reward atau reinforcement yang

bisa menunjukkan kalau ada kemajuan yang dilakukan anak dengan

sistem reward yang tepat. Anak juga bisa melihat sendiri kalau dirinya

bisa melakukan kemajuan dan bisa mengerjakan apa yang sudah terjadi

tuntutan untuknya sehingga hal ini akan menambah rasa mandiri dan

percaya dirinya. Orang tua bisa memilih metode peluk cinta serta

pujian di depan anggota keluarga yang lain ketika dia berhasil

melakukan sesuatu atau mungkin orang tua bisa menggunakan sistem

stiker / bintang yang ditempelkan dibagian ” keberhasilan” anak.

Ketika orang tua sudah melakukan 2 langkah di atas maka bisa masuk

ke langkah selanjutnya yaitu toilet training. Proses toilet training ada

beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu

a. Membuat jadwal untuk anak

Orang tua bisa menyusun jadwal dengan mudah ketika orang tua tahu

dengan tepat kapan anaknya biasa buang air besar (BAB) atau buang

air kecil ( BAK). Orang tua bisa memilih waktu selama 4 kali dalam

sehari untuk melatih anak yaitu pagi, siang, sore dan malam bila orang

tua tidak mengetahui jadwal yang pasti BAK ( buang air kecil ) atau

BAB ( buang air besar) anak.


b. Melatih anak untuk duduk di pispotnya

Orang tua sebaiknya tidak memupuk impian bahwa anak akan segera

menguasai dan terbiasa untuk duduk di pispot dan buang air disitu.

Awalnya anak dibiasakan dulu untuk duduk di pispotnya dan ceritakan

padanya bahwa pispot itu digunakan sebagai tempat membuang

kotoran. Orang tua bisa memulai memberikan rewardnya ketika anak

bisa duduk dipispotnya selama 2 – 3 menit misalnya ketika anak bisa

menggunakan pispotnya untuk BAK maka reward yang diberikan oleh

orang tua harus lebih bermakna dari pada yang sebelumnya.

c. Orang tua menyesuaikan jadwal yang dibuat dengan kemajuan yang

diperlihatkan oleh anak

Misalnya anak hari ini pukul 09.00 pagi anak buang air kecil (BAK) di

popoknya maka esok harinya orang tua sebaiknya membawa anak ke

pispotnya pada pukul 08.30 atau bila orang tua melihat bahwa

beberapa jam setelah buang air kecil (BAK) yang terakhir anak tetap

kering, bawalah dia ke pispot untuk buang air kecil (BAK). Hal yang

terpenting adalah orang tua harus menjadi pihak yang pro aktif

membawa anak ke pispotnya jangan terlalu berharap anak akan

langsung mengatakan pada orang tua ketika dia ingin buang air besar

(BAB) atau buang air kecil ( BAK).

d. Buatlah bagan untuk anak supaya dia bisa melihat sejauh mana

kemajuan yang bisa dicapainya dengan stiker yang lucu dan warna –

warni, orang tua bisa meminta anaknya untuk menempelkan stiker


tersebut di bagan itu. Anak akan tahu bahwa sudah banyak kemajuan

yang dia buat dan orang tua bisa mengatakan padanya orang tua

bangga dengan usaha yang telah dilakukan anak (Dr Sears, 2006).

Berdasarkan dari uraian tentang tahapan melatih toilet training dapat

disimpulkan sebagai berikut orang tua selayaknya melihat kesiapan anak

untuk toilet training terlebih dahulu kemudian mendiskusikan tentang

toilet training dengan anak agar anak tidak merasa terpaksa

melakukannya. Membiasakan anak menggunakan toilet untuk buang air,

ini agar anak beradaptasi terlebih dahulu dan orang tua dapat

memperlihatkan penggunaan toilet untuk menarik perhatian anak terhadap

toilet. Meminta pada anak untuk memberitahukan bahasa tubuhnya

apabila anak ingin buang air dan menggunakan istilah seperti poopoo

untuk buang air besar ( BAB) dan peepee untuk buang air kecil ( BAK),

bila anak berhasil melakukan buang air dengan benar berikan pujian pada

anak.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesiapan Toilet Training

Faktor – faktor yang mempengaruhi kesiapan toilet training anak

yaitu:

a. Minat.

Suatu minat telah diterangkan sebagai sesuatu dengan apa anak

mengidentifikasi kebenaran pribadinya. Minat tumbuh dari tiga jenis

pengalaman belajar. Pertama, ketika anak-anak menemukan

sesuatuyang menarik perhatian mereka. Kedua, mereka belajar melalui


identifikasi dengan orang yang dicintai atau dikagumi atau anak-anak

mengambil operminat orang lain itu dan juga pola perilaku mereka.

Ketiga, mungkin berkembang melalui bimbingan dan pengarahan

seseorang yang mahir menilai kemampuan anak. Perkembangan

kemampuan intelektual memungkinkan anak menangkap perubahan-

perubahan pada tubuhnya sendiri dan perbedaan antara tubuhnya

dengan tubuh teman sebaya dengan orang dewasa, sehingga dengan

adanya bimbingan dan pengarahan dari orang tua maka sangatlah

mungkin seorang anak dapat melakukan toilet training sesuai dengan

apa yang diharapkan (Hidayat, 2008 )

b. Pengalaman

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara

mengulang kembali pengalaman yang telah diperoleh dalam

memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu

(Notoatmodjo, 2003).

c. Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap

pembentukan dan perkembangan perilaku individu baik lingkungan

fisik maupun lingkungan sosio-psikologis termasuk didalamnya adalah

belajar. (Sudrajat, 2008)


4. Hal yang penting yang perlu diperhatikan dalam latihan toilet training

Menurut Imam (2003) hal yang penting perlu diperhatikan dalam toilet

training adalah

a. Berikan penghargaan

Anak bila berhasil menahan buang air besar atau buang air kecil,

berilah penghargaan pada anak. Anak akan memahami tujuan dari

toilet training yang sedang dilaksanakannya.

b. Jangan marah atau memberi hujatan pada anak

Orang tua jangan marah bila anak belum bisa menahan kencing atau

enkopresis (mengompol). Terkadang orang tua terlalu memaksakan

anak agar dapat segera buang air dengan benar.

c. Jelaskan pada anak tentang toilet training

Orang tua perlu menjelaskan kepada anak bahwa apada umur dia

sekarang sudah harus dapat buang air di tempatnya dengan benar dan

tidak memerlukan lagi popok sekali pakai ( diapers).

d. Perhatikan siklus buang air

Orang tua memperhatikan siklus buang air anak dengan begitu

pelatihan buang air dapat berjalan dengan baik dan lancar tanpa ada

pemaksaan dari orang tua.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hal yang

harus perhatikan dalam melakukan toilet traning yaitu pemberiaan

penghargaan atau reward pada anak bila anak dapat menahan kencing dan

berhasil melakukan buang air dengan benar. Orang tua juga tidak perlu
marah bila anak belum berhasil melakukan buang air dengan benar karena

pada umur 2 tahun anak belum mampu mengontrol kandung kemih dan

sfingter ani yang dengan baik, wajar bila anak masih enkopresis

(mengompol). Perlu juga orang tua menjelaskan tentang toilet training,

agar anak paham apa yang akan orang tua lakukan pada dia dan

menangani tidak terjadi penolakan. Orang tua juga perlu memperhatikan

siklus buang air anak agar mempermudah dalam melakukan toilet

training.

5. Dampak latihan toilet training

Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training seperti

adanya perlakuan atau aturan yang ketat bagi orang tua kepada anaknya

yang dapat mengganggu kepribadian anak yang cenderung bersifat

retentive di mana anak cenderung bersikap keras kepala bahkan kikir. Hal

ini dapat dilakukan oleh orang tua apabila sering memarahi anak pada saat

buang air besar atau kecil atau melarang anak saat bepergian. Bila orang

tua santai dalam memberikan aturan dalam toilet training maka anak akan

dapat mengalami kepribadian eksprensif dimana anak lebih tega,

cenderung ceroboh, suka membuat gara – gara, emosional dan seenaknya

dalam melakukan kegiatan sehari – hari ( Hidayat, 2008).

Berdasarkan uraian tentang dampak latihan toilet training diatas maka

dapat disimpulkan toilet training pada anak usia 18 – 36 bulan mempunyai

pengaruh terhadap pekembangan selanjutnya dan kepribadian anak.


B. Usia Toddler ﴾1 - 3 tahun ﴿

Anak usia toddler ﴾1 - 3 tahun﴿ merujuk konsep periode kritis dan

plastisitas yang tinggi dalam proses tumbuh kembang, maka usia satu

sampai tiga tahun sering disebut sebagai ”golden period” ﴾ kesempatan

emas ﴿ untuk meningkatkan kemampuan setinggi – tingginya dan

plastisitas yang tinggi adalah pertumbuhan sel otak cepat dalam waktu

yang singkat, peka terhadap stimulasi dan pengalaman, fleksibel

mengambil alih fungsi sel sekitarnya dengan membentk sinaps – sinaps

serta sangat mempengaruhi periode tumbuh kembang selanjutnya. Anak

pada usia tersebut ini harus memdapatkan perhatian yang serius dalam arti

tidak hanya mendapatkan nutrisi yang memadai saja tetapi memperhatikan

juga intervensi stimulasi dini untuk membantu anak meningkatkan potensi

dengan memperoleh pengalaman yang sesuai dengan perkembangannya

﴾ Hartanto, 2006﴿.

Anak pada masa ini bersifat egosentris yaitu mempunyai sifat keakuan

yang kuat sehingga segala sesuatu itu dianggpa sebagai miliknya

﴾ Nursalam,et.al, 2005﴿. Ciri – ciri anak toddler ﴾ 1 - 3 tahun﴿ antara lain

menurut jasmani anak usia toddler ﴾ 1 - 3 tahun﴿ berada dalam tahap

pertumbuhan jasmani yang pesat oleh karena itu mereka sangat lincah.

Sediakanlah ruangan yang cukup luas dan banyak kegiatan sebagai

penyalur tenaga. Anak usia ini secara mental mempunyai jangka perhatian

yang singkat, suka meniru oleh karena itu jika ada kesempatan gunakanlah

perhatian mereka dengan sebaik – baiknya. Segi emosional anak usia ini
mudah merasa gembira da mudah merasa tersinggung, kadang – kadang

mereka suka melawan dan sulit diatur. Kembangkanlah kasih sayang dan

displin serta perlihatkan kepadanya bahwa ia adalah penting bagi anda

dengan sering memujinya. Segi sosial anak toddler ﴾ 1 - 3 tahun﴿ sedikit

anti sosial. Wajar bagi mereka untuk merasa senang bermain sendiri dari

pada bermain secara berkelompok. Berilah kesempatan untuk bermain

sendiri tetapi juga tawarkan kegiatan yang mendorongnya untuk

berpartisipasi dengan anak – anak lain.

Anak usia toddler ﴾ 1 - 3 tahun﴿ mengalami tiga fase yaitu

1. Fase otonomi vs ragu – ragu atau malu

Menurut teori Erikson, hal ini terlihat dengan berkembanganya

kemampuan anak yaitu dengan belajar untuk makan atau

berpakaian sendiri. Apabila orang tua tidak mendukung upaya anak

untuk belajar mandiri, maka hal ini dapat menimbulkan rasa malu

atau ragu akan kemampuannya. Misalnya orang tua yang selalu

memanjakan anak dan mencela aktivitas yang telah dilakukan oleh

anak. Pada masa ini anak perlu dibimbing dengan akrab, penuh

kasih sayang, tetapi juga tegas sehingga anak tidak mengalami

kebingungan.

2. Fase anal

Menurut teori Sigmund Freud pada fase ini sudah waktunya anak

dilatih untuk buang air atau toilet training ﴾pelatihan buang air
pada tempatnya ﴿. Anak juga dapat menunjukkan beberapa bagian

tubuhnya menyusun dua kata dan mengulang kata – kata baru.

Anak usia toddler ﴾ 1 - 3 tahun﴿ yang berada pada fase anal yang

diatndai dengan berkembanganya kepuasan ﴾kateksis﴿ dan

ketidakpuasan ﴾ antikateksis﴿ disekitar fungsi eliminasi. Dengan

mengeluarkan feses atau buang air besar timbul rasa lega, nyaman

dan puas. Kepuasan ini bersifat egosentrik artinya anak mampu

mengendalikan sendiri fungsi tubuhnya.

Hal yang perlu diperhatikan dalam fase anal yaitu anak mulai

menunjukkan sifat egosentrik, sifat narsitik ﴾ kecintaan pada diri

sendiri ﴿ dan egosentrik ﴾ memikirkan diri sendiri﴿. Tugas

perkembangan yang penting pada fase anal tepatnya saat anak

umur 2 tahun adalah latihan buang air ﴾ toilet training﴿ agar anak

dapat buang air secara benar.

3. Fase pra operasional

Menurut teori Piaget pada fase anak perlu dibimbing dengan akrab,

penuh kasih sayang tetapi juga tegas sehingga anak tidak

mengalami kebingungan. Bila orang tua mengenalkan kebutuhan

anak maka anak akan berkembang perasaan otonominya sehingga

anak dapat mengendalikan otot – otot dan rangsangan lingkungan

﴾ Nuryanti, 2008﴿.
C. Kemampuan Anak Usia 18 – 36 Bulan

Kemampuan anak usia 18 – 36 bulan sesuai dengan tugas

perkembangannya meliputi perkembangan motorik kasar dan halus,

perkembangan emosi, perilaku dan bicara, diantaranya sebagai berikut:

Usia 12 sampai 18 bulan anak dapat berjalan dan mengeksplorasi

rumah serta sekeliling rumah, anak dapat menyusun 2 atau 3 balok, dapat

mengatakan 5 sampai 10 kata dan anak dapat memperlihatkan rasa

cemburu dan rasa bersaing.

Usia 18 sampai 24 bulan perkembangan anak yaitu anak dapat naik

turun tangga, menyusun 6 kotak, menunjuk mata dan hidungnya,

menyusun 2 kata, belajar makan sendiri dan menggambar garis dikertas

atau pasir, mulai belajar mengontrol buang air besar dan buang air kecil,

menaruh minat kepada apa yang dikerjakan oleh orang yang lebih besar

dan memperlihatkan minat kepada apa yang dilakukan anak lain dan

bermain dengan mereka.

Usia 2 sampai 3 tahun perkembangan anak tersebut yaitu belajar

meloncat, memanjat dan melompat dengan satu kaki, membuat jembatan

dengan 3 kotak, mampu menyusun kalimat, menggunakan kata – kata saja,

bertanya dan mengerti kata – kata yang ditunjukkan kepadanya,

menggambar lingkaran dan bermain bersama anak lain dan menyadari

adanya lingkungan lain diluar keluarga ﴾ Soetjiningsih, 1995 ﴿.


D.Kemampuan Toilet Training Anak Usia 18 – 36 Bulan

Anak – anak yang telah mampu melakukan toilet training dapat dilihat

dari kemampuan psikologi, kemampuan fisik dan kemampuan kognitif.

Kemampuan psikologi anak mampu melakukan toilet training sebagai berikut

anak tampak kooperatif, anak memiliki waktu kering periodenya antara 3 – 4

jam, anak buang air kecil dalam jumlah yang banyak, anak sudah

menunjukkan keinginan untuk buang air besar dan buang air kecil dan waktu

untuk buang air besar dan kecil sudah dapat diperkirakan dan teratur.

Kemampuan fisik dalam melakukan toilet training yaitu anak dapat duduk

atau jongkok tenang kurang lebih 2 – 5 menit, anak dapat berjalan dengan

baik, anak sudah dapat menaikkan dan menurunkan celananya sendiri, anak

merasakan tidak nyaman bila mengenakan popok sekali pakai yang basah

atau kotor, anak menunjukkan keinginan dan perhatian terhadap kebiasaan ke

kamar mandi, anak dapat memberitahu bila ingin buang air besar atau kecil,

menunjukkan sikap kemandirian, anak sudah memulai proses imitasi atau

meniru segala tindakan orang, kemampuan atau ketrampilan dapat mencontoh

atau mengikuti orang tua atau saudaranya dan anak tidak menolak dan dapat

bekerjasama saat orang tua mengajari buang air.

Kemampuan kogitif anak bila anak sudah mampu melakukan toilet

training seperti dapat mengikuti dan menuruti instruksi sederhana, memiliki

bahasa sendiri seperti peepee untuk buang air kecil dan poopoo untuk buang

air besar dan anak dapat mengerti reaksi tubuhnya bila ia ingin buang air kecil

atau besar dan dapat memberitahukan bila ingin buang air ( Nadira, 2006).
E. Praktik

1. Pengertian Praktik

Praktik menurut Bart Smet ﴾ 1994﴿ dipengaruhi oleh kehendak

sedangkan kehendak dipengaruhi oleh sikap dan norma subjektif. Sikap

sendiri dipengaruhi oleh keyakinan akan hasil dari tindakan yang telah

lalu. Norma subjektif dipengaruhi oleh keyakinan akan pendapat orang

lain serta motivasi untuk menaati pendapat tersebut.

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan ﴾ overt

behavior﴿ untuk terwujudnya sikap menjadi suau perbuatan nyata

diperlukan faktor pedukung atau suatu kondisi yang memungkinkan

antara lain fasilitas. Disamping fasilitas juga diperlukan faktor

pendukung ﴾support﴿ dari pihak lain ﴾ Notoatmodjo,2007﴿ ada 4 yaitu:

a. Persepsi ﴾ perception﴿

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan

yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

b. Respon ﴾guide respons﴿

Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan

contoh. Misalnya ibu dapat mencontohkan cara buang air besar

﴾BAB) dan buang air kecil ﴾BAK) dengan benar pada anak mulai dari

melepas celana sampai memakai celananya kembali.


c. Mekanisme﴾ mechanism﴿

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar

secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

Misalnya jika anak biasa buang air kecil setelah bangun tidur pada

pukul 7 pagi maka ibu langsung mengajak anak untuk buang air kecil

ke WC.

d. Adaptasi ﴾ adaptation﴿

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang

dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifiksinya sendiri tanpa

mengurangi tindakan tersebut.

Pengukuran praktik dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu

dengan wawancara terhadap kegiatan – kegiatan yang telah dilakukan

beberapa jam, hari atau bulan yang lalu ﴾ recall) . Pengukuran juga dapat

dilakukan secara langsung yaitu dengan mengobservasi tindakan atau

kegiatan responden.

2. Praktik Toilet Training Ibu

Praktik toilet training yang dilakukan oleh ibu sebagai berikut:

a. Praktik Lisan

Usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan instruksi pada

anak dengan kata – kata sebelum atau sesudah buang air kecil dan

besar. Cara ini merupakan hal biasa yang dilakukan pada orang tua

akan tetapi apabila kita perhatikan bahwa teknik lisan ini mempunyai

nilai yang cukup besar dalam memberikan rangsangan untuk buang air
kecil (BAK) atau buang air besar (BAB) dimana dengan lisan ini

persiapan psikologis pada anak akan semakin matang dan akhirnya

anak mampu dengan baik dalam melaksanakan buang air kecil (BAK)

dan buang air besar (BAB).

b. Praktik memberi contoh

Usaha melatih anak dalam melakukan buang air besar dengan cara

meniru untuk buang air besar atau memberikan contoh. Cara ini juga

dapat dilakukan dengan memberikan contoh – contoh buang air kecil

(BAK) dan buang air besar (BAB) atau membiasakan buang air kecil

(BAK) dan besar secara benar. Teknik memberi contoh ini dapat

dilakukan dengan cara seperti anak mengamati orangtua dengan jenis

kelamin yang sama atau saudaranya yang sedang buang air ( Hidayat,

2008).

Selain dapat menggunakan metode praktik yang diatas ibu juga dapat

menggunakan metode praktik pengaturan jadwal dan menggunakan alat

bantu seperti boneka.

a. Praktik pengaturan jadwal

Anak yang telah menampakkan tanda kesiapan secara bertahap diminta

duduk diatas kloset sebentar dalam keadaan berpakaian lengkap. Anak

diminta untuk melepaskan pakaian dalamnya sendiri dan duduk di

kloset selama 5 – 10 menit. Ibu memberikan pujian pada anak bila

anak dapat melakukan dengan baik. Metode ini efektif untuk anak –
anak yang memiliki jadwal buang air besar (BAB) atau buang air kecil

kecil (BAK) yang teratur.

b. Praktik menggunakan alat bantu

Anak telah menunjukkan tanda kesiapan untuk latihan buang air,

kemudian anak diajrkan toilet training menggunakan boneka sebagai

model. Orang tua memberikan contoh lewat boneka kemudian orang

tua meminta anak untuk menirukan proses toilet training dengan

boneka secara berulang – ulang dan anak diajarkan untuk memberi

pujian pada boneka ( Apotik Online, 2008).

3. Faktor yang mempengaruhi pada praktik toilet training

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah

melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu melakukan

pengindraan terjadi melalui indra manusia, sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata (pengelihatan) dan

telinga (pendengaran) (Notoadmojo, 2003).

Pengetahuan tentang toilet training yaitu cara mengajarkan

latihan toilet training, dimulai tahu tanda – tanda kesiapan anak.

Orang tua perlu tahu acara mengajarkan toilet training dari tahap

awal sampai akhir( Wulandari, 2001).


b. Sikap

Sikap adalah reaksi tertutup dari seseorang terhadap stimulus

atau objek. Sikap secara nyata menunjukan konotasi adanya

kesesuaian reaksi stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari

merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial

Sikap menggambarkan suka atau tidak sukanya seseorang terhadap

objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri ataupun dari

orang lain. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi

orang lain atau objek lain. Sikap terhadap nilai-nilai kesehatan tidak

selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Sikap masyarakat

terhadap toilet training juga dipengaruhi oleh tradisi dan

kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan

kesehatan sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan,

tingkat sosial ekonomi (Azwar, 2002).

Sikap juga perlu dalam latihan buang air. Sikap dibagi menjadi 2:

1) Sikap tegas

Orang tua harus bersikap tegas saat mengajarkan toilet training

tidak sedikit orang tua kebingungan, merasa sudah berupaya

dengan berbagai cara tetapi tetap tidak ada perubahan yang

berarti. Salah satu penyebab ketidakberhasilan dalam toilet

training biasanya tidak lain karena orang tua tidak bersikap

inkonsisten.
2) Sikap kompromi

Selain sikap tegas orang tua dituntut untuk bersikap kompromi,

jadi bukan pada semua aktivitas. Orang tua bersikap ketat

artinya orang tua perlu memilih – milih yang perlu pengawasan

ketat dan tidak. Selain itu wajib menumbuhkan dalam diri anak

tentang pemahaman atau pengetahuan yang boleh dan tidak

boleh dalam melakukan toilet training.

3) Kesiapan orang tua dan kesiapan anak

Kesiapan anak sendiri yaitu kesiapan fisik, mental dan

psikologi. Faktor kesiapan orang tua juga memegang peranan

penting untuk melatih toilet training, dimulai dari melatih anak

untuk tidak enkopresis (mengompol) siang hari, tidak buang

air besar (BAB) di celana sampai tidak enkopresis

(mengompol) di malam hari. Hal ini tentunya membutuhkan

kesabaran orang tua dalam melatih toilet training ( Wulandari,

2001).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut

pengetahuan orang tua dalam melakukan toilet training merupakan faktor

yang sangat mempengaruhi dalam toilet training selain itu sikap orang tua

juga sangat mempengaruhi seperti sikap orang tua yang tegas akan

membuahkan hasil terhadap toilet training, sikap orang tua yang

kompromi juga diperlukan akan tetapi tidak semua aktivitas karena bila
orang tua terlalu ketat dalam melakukan toilet training anak bersikap

menolak.

4. Faktor yang mendukung praktik latihan toilet training

Menurut Pambudi (2006) faktor yang mendukung praktik latihan toilet

training yaitu

a. Kesediaan WC atau kakus

WC atau kakus sebaiknya aman dan nyaman serta lantai tidak licin

agar anak tidak terjatuh atau kecelakaan dalam melakukan latihan

toilet training.

b. Komunikasi

Sampaikan pada anak bahwa saat ini anak sudah siap untuk mulai

belajar latihan buang air besar dan buang air kecil. Komunikasikan

semua proses latihan buang air besar dan buang air kecil agar anak

paham seperti sebelum buang air kecil atau buang air besar membuka

celana terlebih dahulu, jongkok dan lalu membersihkan alat kelamin

agar alat kelamin tetap bersih. Sampaikan pada anak bila sudah bisa

melakukan dengan baik dan berilah pujia, tetapi jika belum bisa jangan

mengejek anak.

5. Faktor yang menjadi pendorong dalam praktik toilet training

Menurut Zaivera (2008) faktor yang menjadi pendorong dalam praktik

toilet training adalah


a. Ayah atau kakak laki- laki

Ayah atau kakak laki – laki memberi contoh buang air besar atau

buang air kecil pada anak laki – laki atau adik laki – lakinya.

b. Ibu atau kakak perempuan

Ibu atau kakak perempuan memberi contoh buang air besar atau kecil

pada anak perempuan atau adik perempuannya.

Berdasarkan uraian diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor

yang menjadi pendorong dalam praktik toilet training adalah orang tua dan

saudara terdekat, ini disebabkan anak pada usia 18 - 36 bulan lebih cepat

untuk meniru seseorang.


BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu
mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. Dalam melakukan
latihan buang air kecil dan besar pada anak membutuhkan persiapan baik secara fisik,
psikologis, maupun secara intelektual, melalui persiapan tersebut di harapkan anak mampu
mengontrol buang air besar atau kecil sendiri. Pada toilet training selain melatih anak
dalam mengontrol BAB dan BAK juga dapat bermanfaat dalam berpendidikan seks sebab
saat anak melakukan kegiatan tersebut disitu anak akan mempelajari anatomi tubuhnya
sendiri serta fungsinya.

Teknik yang digunakan bisa melalui maupun modelling. Terdapat beberapa hal yang
perlu diperhatikan selama toilet training, diantaranya: hindari pemakaian popok sekali
pakai dimana anak akan merasa aman, ajari anak mengucapkan kata-kata yang
berhubungan dengan BAB dan BAK.
DAFTAR PUSTAKA

Soitjiningsih.1998.tumbuh kembang anak.jakarta:EGC

Hidayat,AA.2006.pengantar ilmu keperawatan anak.jakarta: salemba medika.

Supartini Y.2003.buku ajar konsep dasar keperawatan.jakarta:EGC

Hidayat,2015.psikologi perkembangan: tahap dan anaspek-aspek,mulai dari 0 tahun


sampai Akil Baligh.jakarta:studia press.

Anda mungkin juga menyukai