Anda di halaman 1dari 14

PROTAP MANAJEMEN FISIOTERAPI NEUROPSIKIATRI

(Parkinson )

DISUSUN OLEH:

Irma Rizky Lestari (C041171016)

Baiq Dwi Kencana Wungu (C041171313)

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2019
A. Parkinson
1. Pengertian
Penyakit parkinson merupakan gangguan neurodegeneratif yang
dicirikan dengan gejala motorik klasik yaitu bradikinesia, rigiditas, dan tremor.
Penyakit ini merupakan penyakit neurodegeneratif tersering kedua setelah demensia
Alzheimer. Sindroma ini pertama kali dikemukakan oleh James Parkinson tahun 1817
sebagai shaking palsy dan dinamakan paralysis agitans oleh Marshal Hall tahun 1841.
Parkinson disease (PD) adalah gangguan neurodegeneratif yang bersifat progresif
yang mengenai gerakan atau kontrol terhadap gerakan termasuk bicara dan memiliki
onset yang bersifat insidious (tidak diketahui dengan pasti kapan mulai sakit).

2. Anatomi
Ganglia basalis adalah pulau substansia grisea yang terletak dalam di
telensefalon pada kedua sisi talamus dan otak tengah bagian atas yang memproses dan
memengaruhi informasi di jaras saraf ekstrapiramidalis. Ganglia basalis penting untuk
mengontrol gerakan yang sangat terampil yang memerlukan pola dan kecepatan
respons tanpa pemikiran yang disengaja. Misalnya keanggunan seorang balerina
memerlukan kontrol ganglia basalis yang signifikan.
Ganglia basalis terdiri dari striatum (nukleus kaudatus dan putamen),
globus palidus (eksterna dan interna), substansia nigra dan nukleus sub-thalamik.
Nukleus pedunkulopontin tidak termasuk bagian dari basal ganglia, meskipun dia
memiliki koneksi yang signifikan dengan basal ganglia. Korpus striatum terdiri dari
nukleus kaudatus, putamen dan globus palidus. Striatum dibentuk oleh nuldeus
kaudatus dan putamen. Nukleus lentiformis dibentuk oleh putamen dan kedua segmen
dari globus palidius. Tetapi letak anatomis perdarahan basal ganglia yang dibahas
disini hanya meliputi nukleus kaudatus dan nukleus lentiformis. Kapsula interna
terletak diantara nuleus kaudatus dan nukleus lentiformis. Kapsula intema adalah
tempat relay dari traktus motorik volunter, sehingga jika ada lesi pada lokasi ini akan
menyebabkan gangguan motorik seperti hemiparesis ataupun gangguan motorik lain.
3. Patofisiologi
Penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar dopamin yang masif
akibat kematian neuron di substansia nigra pars kompakta. Dopamin merupakan salah
satu neurotransmiter utama di otak yang memainkan banyak fungsi berbeda di
susunan saraf. Terdapat 3 kelompok neuron utama yang mensintesis dopamin yaitu
substansia nigra (SN), area tegmentum ventral (VTA) dan nukleus hipotalamus,
sedang kelompok neuron yang lebih kecil lagi adalah bulbusolfaktorius dan retina.
Dopamin berfungsi untuk mengatur seluruh gerakan otot dan keseimbangan tubuh
yang dilakukan oleh sistem saraf pusat. Dopamine diperlukan untuk komunikasi
elektrokimia antara sel-sel neuron di otak terutama dalam mengatur pergerakan,
keseimbangan dan refleks postural, serta kelancaran komunikasi (bicara).
Respon motorik yang abnormal disebabkan oleh karena penurunan yang
sifatnya progesif dari neuritransmiter dopamin.Kerusakan progresif lebih dari 60%
pada neuron dopaminergik substansia nigra merupakan faktor dasar munculnya
penyakit parkinson. Sebagaimana sel tersebut mengalami kerusakan, maka kadar
dopamin menjadi berkurang hingga di bawah batas fisiologis. Jika jumlah neuron
dopaminergik hilang lebih dari 70% maka gejala penyakit parkinson akan mulai
muncul. Untuk mengkompensasi berkurangnya kadar dopamin maka nukleus
subtalamikus akan over-stimulasi terhadap globus palidus internus (GPi). Kemudian
GPi akan menyebabkan inhibisi yang berlebihan terhadap thalamus. Kedua hal
tersebut diatas menyebabkan under-stimulation korteks motorik.
4. Diagnosis
Diagnosis penyakit Parkinson berdasarkan klinis dengan ditemukannya
gejala motorik utama antara lain tremor pada waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia
dan hilangnya refleks postural. Kriteria diagnosis yang dipakai di Indonesia adalah
kriteria Hughes (1992) :
a. Possible : didapatkan 1 dari gejala-gejala utama
b. Probable : didapatkan 2 dari gejala-gejala utama
c. Definite : didapatkan 3 dari gejala-gejala utama

Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya penyakit


dalam hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr (1967) yaitu

a. Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan, terdapat
gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor
pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali orang terdekat (teman)
b. Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara
berjalan terganggu
c. Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat
berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang
d. Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak
tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat
berkurang dibandingkan stadium sebelumnya
e. Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak mampu
berdiri dan berjalan walaupun dibantu.
5. Etiologi
Penyebab yang pasti belum sepenuhnya diketahui. Namun diyakini bahwa
penyakit parkinson disebabkan oleh faktor terpapar racun dari lingkungan dan
genetik. Pengaruh lingkungan mendominasi pembicaraan sebagai penyebab parkinson
pada abad ke-20. Kemudian penemuan genetik pada penyakit parkinson telah
memperbaharui kemungkinan faktor hereditas sebagai faktor penyebab. Kemungkinan
kedua hal tersebut mempunyai peranan masing-masing.
6. Epidemiologi
Penyakit parkinson diakui sebagai salah satu gangguan neurologis yang paling
umum, mempengaruhi sekitar 1% dari orang yang lebih tua dari 60 tahun. Insiden dan
prevalensi penyakit Parkinson meningkat dengan usia, dan usia rata-rata onset adalah
sekitar 60 tahun. Biasanya orang yang dibawah usia 40 tahun jarang terkena
Parkinson.
Menurut Hauser et al (2015) kejadian penyakit parkinson telah diperkirakan
4,5-21 kasus per 100.000 penduduk per tahun, dan perkiraan prevalensi berkisar 18-
328 kasus per 100.000 penduduk, dengan sebagian besar studi menghasilkan
prevalensi sekitar 120 kasus per 100.000 penduduk. Di Indonesia, diperkirakan
sebanyak 876.665 orang dari total jumlah penduduk sebesar 238.452.952 menderita
penyakit parkinson. Sedangkan menurut pendapat Molokwu (2015) total kasus
kematian akibat penyakit parkinson di Indonesia menempati peringkat ke-12 di dunia
atau peringkat ke-5 di Asia, dengan prevalensi mencapai 1100 kematian pada tahun
2002.
Suatu kepustakaan menyebutkan prevalensi tertinggi penyakit parkinson
terjadi pada ras Kaukasian di Amerika Utara dan ras Eropa 0,98% hingga 1,94%,
menengah terdapat pada ras Asia 0,018% dan prevalensi terendah terdapat pada ras
kulit hitam di Afrika 0,01%.9 Penyakit parkinson 1,5 kali lebih sering terjadi pada pria
dibandingkan pada wanita (Hauser et al, 2015).
7. Manifestasi Klinis
Keadaan penderita pada umumnya diawali oleh gejala yang non spesifik, yang
didapat dari anamnesis yaitu kelemahan umum, kekakuan pada otot, pegal-pegal atau kram
otot, distonia fokal, gangguan ketrampilan, kegelisahan, gejala sensorik (parestesia) dan
gejala psikiatrik (ansietas atau depresi). Gambaran klinis penderita parkinson (Hendrik,
2015):
a) Tremor
Biasanya merupakan gejala pertama pada penyakit parkinson dan bermula pada
satu tangan kemudian meluas pada tungkai sisi yang sama. Kemudian sisi yang
lain juga akan turut terkena. Kepala, bibir dan lidah sering tidak terlihat, kecuali
pada stadium lanjut. Frekuensi tremor berkisar antara 4-7 gerakan per detik dan
terutama timbul pada keadaan istirahat dan berkurang bila ekstremitas digerakan.
Tremor akan bertambah pada keadaan emosi dan hilang pada waktu tidur.
b) Rigiditas
Pada permulaan rigiditas terbatas pada satu ekstremitas atas dan hanya terdeteksi
pada gerakan pasif. Pada stadium lanjut, rigiditas menjadi menyeluruh dan lebih
berat dan memberikan tahanan jika persendian digerakan secara pasif. Rigiditas
timbul sebagai reaksi terhadap regangan pada otot agonis dan antagonis. Salah
satu gejala dini akibat rigiditas ialah hilang gerak asosiatif lengan bila berjalan.
Rigiditas disebabkan oleh meningkatnya aktivitas motor neuron alfa.
c) Bradikinesia
Gerakan volunter menjadi lambat dan memulai suatu gerakan menjadi sulit.
Ekspresi muka atau gerakan mimik wajah berkurang (muka topeng). Gerakan-
gerakan otomatis yang terjadi tanpa disadari waktu duduk juga menjadi sangat
kurang. Bicara menjadi lambat dan monoton dan volume suara berkurang
(hipofonia).
d) Hilangnya refleks postural
Meskipun sebagian peneliti memasukan sebagai gejala utama, namun pada awal
stadium penyakit parkinson gejala ini belum ada. Hanya 37% penderita penyakit
parkinson yang sudah berlangsung selama 5 tahun mengalami gejala ini. Keadaan
ini disebabkan kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan sebagian
kecil impuls dari mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang akan
mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini mengakibatkan penderita
mudah jatuh.
e) Wajah Parkinson
Seperti telah diutarakan, bradikinesia mengakibatkan kurangnya ekspresi muka
serta mimik. Muka menjadi seperti topeng, kedipan mata berkurang, disamping itu
kulit muka seperti berminyak dan ludah sering keluar dari mulut.
f) Mikrografia
Bila tangan yang dominan terlibat, maka tulisan secara graduasi menjadi kecil dan
rapat. Pada beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini.
g) Sikap Parkinson
Bradikinesia menyebabkan langkah menjadi kecil, yang khas pada penyakit
parkinson. Pada stadium yang lebih lanjut sikap penderita dalam posisi kepala
difleksikan ke dada, bahu membongkok ke depan, punggung melengkung
kedepan, dan lengan tidak melenggang bila berjalan.
h) Bicara
Rigiditas dan bradikinesia otot pernafasan, pita suara, otot faring, lidah dan bibir
mengakibatkan berbicara atau pengucapan kata-kata yang monoton dengan
volume yang kecil dan khas pada penyakit parkinson. Pada beberapa kasus suara
berkurang sampai berbentuk suara bisikan yang lamban.
i) Disfungsi otonom
Disfungsi otonom pada pasien penyakit parkinson memperlihatkan beberapa
gejala seperti disfungsi kardiovaskular (hipotensi ortostatik, aritmia jantung),
gastrointestinal (gangguan dismotilitas lambung, gangguan pencernaan, sembelit
dan regurgitasi), saluran kemih (frekuensi, urgensi atau inkontinensia), seksual
(impotensi atau hypersexual drive), termoregulator (berkeringat berlebihan atau
intoleransi panas atau dingin). Prevalensi disfungsi otonom ini berkisar 14-18%.
Patofisiologi disfungsi otonom pada penyakit parkinson diakui akibat degenerasi
dan disfungsi nukleus yang mengatur fungsi otonom, seperti nukleus vagus dorsal,
nukleus ambigus dan pusat medullary lainnya seperti medulla ventrolateral, rostral
medulla, medulla ventromedial dan nukleus rafe kaudal.
j) Gerakan bola mata
Mata kurang berkedip, melirik kearah atas terganggu, konvergensi menjadi sulit,
gerak bola mata menjadi terganggu.
k) Tanda Myerson
Dilakukan dengan jalan mengetok di daerah glabela berulang-ulang. Pasien
Parkinson tidak dapat mencegah mata berkedip pada tiap ketokan. Disebut juga
sebagai tanda “Myerson”.
l) Demensia
Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif
yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan
gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktifitas sehari-hari. Kelainan ini
berkembang sebagai konsekuensi patologi penyakit parkinson disebut kompleks
parkinsonism demensia. Demensia pada penyakit parkinson mungkin baru akan
terlihat pada stadium lanjut, namun pasien penyakit parkinson telah
memperlihatkan perlambatan fungsi kognitif dan gangguan fungsi eksekutif pada
stadium awal. Gangguan fungsi kognitif pada penyakit parkinson yang meliputi
gangguan bahasa, fungsi visuospasial, memori jangka panjang dan fungsi
eksekutif ditemukan lebih berat dibandingkan dengan proses penuaan normal.
Persentase gangguan kognitif diperkirakan 20%.
m) Depresi
Sekitar 40% penderita penyakit parkinson terdapat gejala depresi. Hal ini dapat
disebabkan kondisi fisik penderita yang mengakibatkan keadaan yang
menyedihkan seperti kehilangan pekerjaan, kehilangan harga diri dan merasa
dikucilkan. Hal ini disebabkan keadaan depresi yang sifatnya endogen. Secara
anatomi keadaan ini dapat dijelaskan bahwa pada penderita parkinson terjadi
degenerasi neuron dopaminergik dan juga terjadi degenerasi neuron norepineprin
yang letaknya tepat dibawah substansia nigra dan degenerasi neuron asetilkolin
yang letaknya diatas substansia nigra.

B. Manajemen Fisioterapi
Data Diri Pasien
Nama : Mr. X
Usia : 54 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Tamalanrea
Pekerjaan : Guru
Hobi : Jogging dan badminton
1 Chief Of Complain
Sering gemetaran dan gemetarannya hilang kalau beraktivitas
2 History taking
a. Sejak kapan bapak merasakan gemetaran? Sejak sekitar tiga bulan yang lalu.
b. Bisa bapak ceritakan waktu pertama kali bapak merasakan gemaetaran? Tiba-tiba
saya merasakan gemetaran waktu saya sedang duduk.
c. Waktu kapan biasanya muncul gemetaran? Ketika saya sedang tidak beraktivitas,
seperti saat duduk-duduk, berbaring, istirahat.
d. Apakah pekerjaan Bapak sebagai guru terganggu? Iya, saat saya sedang menulis
di papan tulis, tiba-tiba tangan saya gemetaran.
e. Bapak, sudah pernah ke dokter? Iya pernah, seminggu yang lalu.
f. Dokternya bilang apa? Katanya saya terkena parkinson.
g. Apakah Bapak pernah di rongten? Iya.
h. Bisa lihat hasil rongtennya? Iya, ini.

i. Sudah dikasi obat sama dokter? Iya.


j. Bagaimana perubahan yang dirasakan setelah meminum obat? Setelah meminum
obat gemetarannya hilang, tapi nanti muncul lagi.
k. Bagaimana perhatian keluarga dan rekan kerja bapak? Mereka selalu ada untuk
saya, dan selalu memberikan motivasi kepada saya.
l. Bagaimana perasaan bapak setelah menderita penyakit ini? Saya merasa sangat
terganggu karena tidak bisa maksimal melakukan perkerjaan saya dan tidak enak
hati pada orang-orang disekitar saya karena sering meminta bantuan saat
mengambil barang.
m. Apa ada riwayat penyakit lain seperti hipertensi dan diabetes? Tidak ada.
n. Apakah ada keluhan lain? Tidak ada.
3 Assimetric
a. Inspeksi statis
1) Posterior:
Kedudukan kepala
Kedudukan pundak
Posisi scapula
Celah lengan
Posisi SIPS
Celah tungkai
2) Anterior:
Mimik wajah
Posisi clavicular
Posisi SIAS
3) Lateral:
Lordosis lumbal
b. Inspeksi Dinamis
Pasien diperintahkan untuk berjalan dan lihat cara pasien berjalan.
Interpretasinya:
1) Postur pasien akan menjadi fleksi atau membungkuk.
2) Pasien mungkin tidak mampu mempertahankan posisi berdiri normal sebagai
respon tekanan dari belakang dan pasien akan jatuh ke depan.
3) Pasien dapat mengalami kesulitan dalam memulai berjalan sehingga pasien
seperti membeku.
4) Langkah menjadi kecil-kecil dan terseret.
5) Tidak ada ayunan lengan saat berjalan.
c. Palpasi
1) Suhu : Normal
2) Kontur : Kontur kulit keras
3) Tonus : Ada tonus
4) Oedema : Tidak ada
d. Tes Orientasi
1) Tes menggoyangkan bahu dan lengan
Pasien diperintahkan untuk mengayunkan bahu dan lengannya.
Interpretasi: Gerakan bahu dan lengan sangat kecil.
2) Tes lengan jatuh
Tangan pasien diabduksikan oleh fisioterapis lalu dilepaskan secara tiba-tiba.
Interpretasi: Lengan akan lambat jatuh dan tenaga lebih kecil.
3) Tes menjatuhkan kepala
Pasien tidur terlentang, kemudian fisioterapi menyangga kepala dan
melepaskan sanggahannya secara tiba-tiba.
Interpretasi: Kepala pasien jatuh dengan tenaga sedikit.
4. Restrictive
a. ROM : Terdapat limitasi ROM pada gerakan-gerakan aktif dan pasif.
b. ADL : Keterbatasan untuk ADL terutama dressing sehingga pasien membutuhkan
bantuan dari orang lain.
c. Pekerjaan : Mengalami keterbatasan untuk melakukan pekerjaan (sulit menulis di
papan tulis karena sering gemetaran)
d. Rekresi :Tidak nyaman saat jogging dan kesulitan saat bermain tennis meja.
5. Tissue Impairment Predictive
a. Musculotendinogen : Rigiditas, kontraktur
b. Osteoarthrogen : Keterbatasan ROM, gangguan postur (lordosis).
c. Neurogenik : Tremor, bradikinesia
d. Psikogenik : Ada kecemasan
6. Spesific Test
a. Pemeriksaan Tonus Otot
1) Alat ukur : Palpasi
2) Kriteria : Hipotonus, hipertonus, normal
3) Teknik : Pasien diposisikan dengan baik dan rileks, kemudian palpasi otot
ekstremitas inferior dan superiornya
4) Hasil : Hipertonus
b. Tes Sensorik
1) Alat ukur : Jarum, raba, panas atau dingin
2) Kriteria : Anastesia, hipostesia, hiperastesia, normal
3) Teknik : Pasien diposisikan dengan baik dan rilek, kemudian tes sonsorik
pasien dengan benda tajam dan tumpul, panas dan dingin
4) Hasil : Hiperastesia
c. Tes Refleks (Biceps, Triceps, Brachioradialis)
1) Alat ukur : Refleks hammer
2) Kriteria : Hiperrefleks, hiporefleks, normal
3) Hasil : Hiperrefleks
d. Tes Keseimbangan
1) Alat ukur : Kemampuan mempertahankan posisi
2) Kriteria : Mampu, kurang mampu, tidak mampu
3) Teknik : Pasien berdiri kemudian disuruh mengangkat satu kaki
4) Hasil : Tidak mampu
e. Tes ADL-Koordinasi
1) Kriteria : Normal, tidak normal, kurang normal
2) Teknik : Pasien diminta untuk mempertemukan ujung jari telunjuk kiri dan
jari telunjuk kanan, menunjuk hidung, mata, telinga, dahi, dagu, serta
menyentuh tumit, lutut, dan jari kaki
3) Hasil : Kurang normal
f. Tes Kontraktur
1) Alat ukur : Meteran
2) Kriteria : Normal, tidak normal, kurang normal
3) Hasil : Terdapat kontraktur
g. Tes Kognitif
1) Alat ukur : Tes wawancara
2) Kriteria : Mampu, kurang mampu, tidak mampu
3) Teknik : Pasien diminta untuk menjawab pertanyaan fisioterapi. Contohnya:
Siapa namanya? Umurnya berapa? Tinggal dimana?
4) Hasil : Pasien lambat menjawab pertanyaan
h. Tes ROM
1) Alat ukur : Goniometer
2) Kriteria : Normal, terbatas
3) Hasil : Terbatas pada abduksi shoulder, rotasi trunk, dan ankle joint
i. Tes MMT
Hasil : Nilai otot 3 (penderita mampu melakukan gerakan melawan
gravitasi. HRS-A)
j. Indeks Barthel
k. Pemeriksaan CT-Scan
7. Diagnosis
“Gangguan fungsional tremor, rigiditas, dan bradykinesia et causa parkinson disease 3
bulan yang lalu
8. Problem
a. Problem Primer
1) Tremor
2) Rigiditas
3) Bradikinesia
b. Problem Sekunder
1) Gangguan kepercayaan diri dan kecemasam
2) Kontraktur
3) Gangguan pernafasan
4) Keterbatasan ROM
5) Gangguan postur
c. Problem Kompleks
Gangguan keseimbangan dan fungsi ADL (Activity Daily Living)
9. Intervensi
Problem FT Metode/tekhnik Dosis

Primer F: 1x/hari
Rigidity Hold rileks I: Fokus
T: Laying
T : 8 detik /gerakan

Tremor PNF F: 3x/hari


I: Fokus
T: Sitting, laying
T: 8 detik /gerakan

Bradikinesia AROMEX F: 1x/hari


I: Fokus
T: kontak langsung
T: 8 kali / gerakan

Sekunder
Ultrasound F: 1x/hari
Kontraktur
I: 3w/cm
T: kontak langsung
T: 10 menit
Strethching

F: 3x/hari
I:8 rpts
T: kontak langsung
T: 8 detik /gerakan
Ganguan Breathing F: 3x/hari
pernapasan I: 20 repetisi
T: Inspirasi maksimal
T: 10 menit

Keterbatasan ROM PROMEX F: 3x/hari


I:8 repetisi
T: kontak langsung
T: 8 detik/gerakan
Kompleks:
Balance exc F: 3x/hari
Gangguan
keseimbangan I: focus
T: berdiri
T: 30 menit

Gangguan ADL PNF F: 3x seminggu


I: 8x hitungan, 3x repetisi
T: kontak langsung
T: 30 detik
DAFTAR PUSTAKA

Hauser, R. A., Stocchi, F., Rascol, O., Huyck, S. B., Capece, R., Ho, T. W., ... & Hewitt, D.
(2015). Preladenant as an adjunctive therapy with levodopa in Parkinson disease: two
randomized clinical trials and lessons learned. JAMA neurology, 72(12), 1491-1500.
Hendrik, L. N. (2015). Depresi Berkorelasi Dengan Rendahnya Kualitas Hidup Penderita
Parkinson.
Molokwu, A. J. (2015). Assessment of dysphagia in people with Parkinson’s disease,
multiple sclerosis and muscular dystrophy (Doctoral dissertation, University of
Nottingham).

Anda mungkin juga menyukai