0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
11 tayangan2 halaman
1. Andrew dan temannya berdiskusi tentang tantangan hidup para frater di masa pandemi Covid-19 sambil bersiap untuk mandi.
2. Andrew menjelaskan pentingnya 5S yaitu Sanctitas, Sanitas, Scientia, Sapientia, dan Socialitas sebagai pedoman hidup bagi para formandi di era normal baru.
3. Diskusi mereka yang awalnya ringan berubah menjadi pertukaran pandangan yang mendalam tentang konsep-konsep pembentukan karakter calon imam
1. Andrew dan temannya berdiskusi tentang tantangan hidup para frater di masa pandemi Covid-19 sambil bersiap untuk mandi.
2. Andrew menjelaskan pentingnya 5S yaitu Sanctitas, Sanitas, Scientia, Sapientia, dan Socialitas sebagai pedoman hidup bagi para formandi di era normal baru.
3. Diskusi mereka yang awalnya ringan berubah menjadi pertukaran pandangan yang mendalam tentang konsep-konsep pembentukan karakter calon imam
1. Andrew dan temannya berdiskusi tentang tantangan hidup para frater di masa pandemi Covid-19 sambil bersiap untuk mandi.
2. Andrew menjelaskan pentingnya 5S yaitu Sanctitas, Sanitas, Scientia, Sapientia, dan Socialitas sebagai pedoman hidup bagi para formandi di era normal baru.
3. Diskusi mereka yang awalnya ringan berubah menjadi pertukaran pandangan yang mendalam tentang konsep-konsep pembentukan karakter calon imam
Sore itu, seperti biasa pukul 17.00 dentuman lonceng pertanda waktunya untuk mandi berbunyi dengan sangat nyaring. Bunyi lonceng tersebut diikuti dengan bunyi pintu-pintu kamar yang dibanting dengan kasar oleh beberapa frater yang segera bergegas menuju kamar mandi. Berbeda dengan frater lainnya, Fr. Risen malah meninggalkan kamar mandi dengan memakai handuk pada setengah badannya yang kurus itu. “Maklumlah tabernakel berjalan selalu menjadi yang pertama” pangkas Andrew yang seketika itu juga berada di samping saya. Perawakannya yang lugu, rambut yang tak tertata rapi, dengan mata yang sedikit membengkak, ditambah dengan sebuah ember berisi perlengkapan mandi di tangan kanannya menyiratkan bahwa teman saya yang satu ini baru bangun dari hibernasinya yang cukup panjang dan bersiap untuk membersikan diri. Andrew VS Covid-19 Tak ada angin tak ada hujan, Andrew tiba-tiba dengan segala kepasrahannya mengeluh dan berkata “Corona, corona kau buat kami mati kutu tak berdaya”, menanggapi ucapannya itu, saya yang juga baru keluar dari kamar hanya geleng-geleng dan sedikit tersenyum. Memang benar bahwa pada masa pandemi Covid-19 semua sektor kehidupan menjadi hancur berkeping-keping, bahkan ada yang mati. Semua sektor kehidupan manusia dari hulu hingga hilir diterpa oleh gelombang kehancuran yang melumpuhkan kehidupan. Komunitas- komunitas politik, ekonomi, sosial, bahkan agama sekali pun hanya bisa memantau seraya terus berharap agar semua keonaran yang disebabkan oleh Covid-19 bisa cepat berlalu. Ingin melawan tapi apa daya ketangguhan Covid-19 masih menggerus habis kehidupan manusia. “memang benar bro pekerjaan paling membosankan yang pernah ada ialah menunggu, ya menunggu sampai corona berakhir misalnya” tandas Andrew. Saya masih ingat hari itu adalah hari ke-25 dalam bulan Agustus. Hawa sejuk yang merasuki tubuh seakan membuat kami berdua tak ingin cepat untuk membersihkan tubuh dari keringat yang membandel. Akhirnya kami mulai berbincang-bincang, saya mulai memancingnya dengan pertanyaan-pertanyaan reflektif tentang kehidupan para frater di masa pandemi dan pasca pandemi nantinya. Agaknya ini bukanlah materi kami. Kami hanyalah formandi. Namun saya teringat dengan penjelasan Pater Leo Kleden SVD pada les Filsafat Manusia pada Senin, 31 Agustus 2020 “semua mahasiswa saya harus bisa menyalakan api dalam diri agar bisa menjawab semua persoalan-persoalan dunia baik dalam lingkup filsafat, sastra dan humaniora/ ilmu- ilmu sosial”. 5 S dan Kehidupan Formasi di Era New Normal Hemat Andrew satu hal yang paling penting dalam formasi calon imam ialah pembentukan karakter dengan berpedoman pada 5 S (Sanctitas/kekudusan, sanitas/kesehatan, scientia/pengetahuan, sapientia/kebijaksanaan dan socialitas/persaudaraan). kelima pedoman ini menjadi senjata ampuh bagi sebuah komunitas formasi calon imam untuk membentuk karakter para formandi. Dia mengibaratkan 5 S sebagai sebuah alat musik yang selalu mengiringi pemusik untuk memainkan melodi-melodi lagu yang menyayat hati dan pikiran. “Coba kau bayangkan jika seorang gitaris ingin bermain gitar, tentu saja dia harus memilih gitar terbaik, bukan?” Jawaban yang dibuat Andrew seakan menghipnotis saya seketika. Bukan karena gaya berbicaranya yang sungguh bijak dan penuh percaya diri, bukan juga karena gestikulasinya yang seakan-akan mengingatkan saya pada seorang imam di keuskupan kami, bukan. Melainkan karena isi dari apa yang diungkapkannya tadi. Memang benar basis argumentasi Andrew memang jelas dan sungguh padat. Baginya 5 S kini menjadi sebuah instrument bagi para formandi yang sedang dibina dan dididik menjadi seorang calon imam masa depan di era New Normal. Menurut Andrew walaupun kita masih dalam posisi yang tidak menguntungkan, 5 S mesti menjadi pedoman lika-liku hidup di komunitas pendidikan calon imam. “intinya kita tidak boleh menjadikan corona sebagai sebuah alasan untuk meninggalkan proses pembinaan ini”. Dia kemudian menjelaskan secara singkat kelima aspek tersebut sambil duduk dan meletakan embernya. Pertama, Sanctitas (kekudusan). Pada S yang pertama ini, aspek yang ditekankan ialah hubungan personal antara para formandi dengan Dia yang adalah sumber kehidupan. “saya rasa walaupun pandemi dianggap mematikan kehidupan spiritual kita, hal yang mesti dilakukan sekarang ialah memanfaatkan situasi ini sebagai bukti keterlibatan kita dalam karya Allah”. kedua, Sanitas (kesehatan). Aspek ini menekankan tanggung jawab yang utuh untuk menjaga tubuh agar tetap sehat. Tubuh sebagai realitas Tuhan yang hadir dalam diri kita mesti dilindungi dengan cara hidup yang sehat. “Jadi, jangan anggap remeh cuci tangan dan sebaiknya selalu menggunakan masker di setiap tempat umum bro” ketiga Scientia (pengetahuan). Pengetahuan menjadi modal yang besar untuk perkembangan intelektual para calon imam di era New Nomal. Para formandi diharapkan bisa mengembangkan potensi akademik, dengan terus memperkaya diri lewat pengetahuan- pengetahuan yang didapat dalam proses pembelajaran formal (kuliah) dan informal. “Jadi jangan pernah putus asa untuk memperkaya diri dengan pengetahuan-pengetahuan yang ada, di masa pandemi ini kita harus kreatif untuk belajar” keempat, Sapientia (kebijaksanaan). Pada aspek ini hal yang ditekankan menjadi pribadi yang siap memberi dan menerima segala macam hal dengan lapang dada. Kerendahan dan ketulusan hati menjadi kunci utama untuk menjadi seorang calon imam yang bijaksana. kelima, socialitas (persaudaraan). hal yang ditegaskannya pada bagian ini ialah tentang kehidupan bersama yang memberi makna bagi sesama. Memberi makna bagi sesama dalam hidup berkomunitas mesti menjadi suatu dorongan bagi para formandi untuk melatih diri hidup di tengah kebersamaan dengan umat nantinya. Karena keasyikan bercerita dan bertukar pikiran, kami pun lupa waktu. Waktu yang seharusnya digunakan untuk mandi kami gunakan untuk membicarakan konsep-konsep pembinaan yang urgen. Namun saya sendiri puas dengan apa yang disampaikan Andrew. Dia telah menyalakan api pengetahuan dan kebijaksanaan bagi kehidupan para formandi di rumah formasi ini.