Anda di halaman 1dari 3

1

SEBELUM RAMADHAN PERGI

‫ فَال‬،‫ضلِ ْل‬
ْ ُ‫ ومن ي‬،ُ‫ض َّل لَه‬ ِ ‫ من ي ْه ِده اهلل فَال م‬،‫سيئات أ ْعمالِنا‬
ُ َ َْ َ
ِ ‫ َو ِم ْن‬،‫ ونعوذُ به ِمن ُش ُرو ِر أن ُف ِسنَا‬،ُ‫ونستغفره‬ ُ ،‫ ونستعينُه‬،‫ نَ ْح َم ُده‬،‫الح ْم َد هلل‬
َ ‫إن‬ َّ
.ُ‫ادي لَه‬ ِ ‫َه‬
.‫ور ُسولُه‬ َ ‫عب ُده‬ َّ ‫ وأشه ُد‬،ُ‫يك لَه‬
ْ ‫أن ُم َح َّم ًدا‬ َ ‫أَ ْش َه ُد أ ْن ال إلَهَ إال اهللُ َو ْح َدهُ ال َش ِر‬
ِ ِِ ٍ
‫الهدي‬ ُ ‫َص َحابِه َو َم ْن تَبِ َع‬
ْ ‫صلِّى َعلَى ُم َح َّمد َو َعلَى اَله َوأ‬ َ ‫اَللَّ ُه َّم‬
ِ ِ ِ ِ ‫ياأ َُّيها الَّ ِذين آمنُوا َّات ُقوا اللَّه وقُولُوا َقوال س ِدي ًدا * ي‬
ً ‫صل ْح لَ ُك ْم أَ ْع َمالَ ُك ْم َو َيغْف ْر لَ ُك ْم ذُنُوبَ ُك ْم َو َم ْن يُط ِع اللَّهَ َو َر ُسولَهُ َف َق ْد فَ َاز َف ْو ًزا َعظ‬
‫يما‬ ُْ َ ْ ََ َ َ َ َ

Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah !

Waktu begitu cepat berlalu. Kita kini telah berada di penghujung Ramadhan. Shalat Jum'at
kita kali ini adalah shalat Jum'at terakhir di bulan Ramadhan 1435 H. Sekarang kita telah
berada pada hari ke-27 Ramadhan, yang artinya tinggal beberapa hari lagi, bulan suci ini akan
segera pergi. Kalau kita perhatikan masyarakat di sekeliling kita, sebagian dari mereka telah
disibukkan dengan hiruk pikuk Idul Fitri. Luapan kegembiraan sudah terasa. Mall-mall,
pasar-pasar menjadi padat. Lalu lintas lambat merayap. Banyak rumah dan kendaraan
berganti cat. Uang pecahan recehan telah disiapkan berlipat-lipat. Baju baru dan makanan
enak juga telah siap.

Jika demikian gempitanya masyarakat kita berbahagia di penghujung akhir Ramadhan, tidak
demikian dengan para sahabat dan salafus shalih. Semakin dekat dengan akhir Ramadhan,
kesedihan justru menggelayuti generasi terbaik itu. Tentu saja kalau tiba hari raya Idul Fitri
mereka juga bergembira karena Id adalah hari kegembiraan. Namun di akhir Ramadhan
seperti ini, ada nuansa kesedihan yang sepertinya tidak kita miliki di masa modern ini.

Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah !

Mengapa para sahabat dan orang-orang shalih bersedih ketika Ramadhan akan berakhir?

Hal ini disebabkan beberapa alasan, diantaranya adalah:

1. Bahwa dengan perginya bulan suci itu, pergi pula berbagai keutamaannya. Bukankah
Ramadhan bulan yang paling berkah, yang pintu-pintu surga dibuka dan pintu neraka
ditutup? Bukankah hanya di bulan suci ini syetan dibelenggu? Maka kemudian ibadah
terasa ringan, coba lihat dan perhatikan jumlah jemaah di Masjid-Masjid ketika bulan
Ramadhan dan ketika selesai bulan Ramadhan, nanti yang ke Masjid hanya beberapa
orang saja.

‫ْج ِح ِيم َو ُتغَ ُّل‬


َ ‫اب ال‬
ِِ ِ ‫يه أَب واب ال‬
ِِ ِ
َ ُ َ ْ ‫ض اللَّهُ َعلَْي ُك ْم ص يَ َامهُ ُي ْفتَ ُح ف‬
ُ ‫ْجنَّة َو ُيغْلَ ُق فيه أ َْب َو‬ َ ‫ضا َن َش ْه ٌر ُمبَ َار ٌك ا ْفَت َر‬
َ ‫اء ُك ْم َش ْه ُر َر َم‬
َ ‫قَ ْد َج‬
‫ين‬ ِ َّ ‫فِ ِيه‬
ُ ‫الشيَاط‬
Telah datang kepada kalian bulan yang penuh berkah, diwajibkan kepada kalian ibadah
puasa, dibukakam pintu-pintu surga dan ditutuplah pintu-pintu neraka serta para syetan
dibelenggu... (HR. Ahmad). Bukankah hanya di bulan Ramadhan amal sunnah dibrikan
pahala amal wajib, dan seluruh pahala kebajikan dilipatgandakan hingga tiada batasan?
Semua keutamaan itu takkan bisa ditemui lagi ketika Ramadhan pergi. Ia hanya akan datang
2

pada bulan Ramadhan setahun lagi. Padahal tiada yang dapat memastikan apakah seseorang
masih hidup dan sehat pada Ramadhan yang akan datang. Maka pantaslah jika para sahabat
dan orang-orang shalih bersedih, bahkan menangis ketika Ramadhan akan pergi.

2. Adalah peringatan dari Rasulullah SAW bahwa semestinya Ramadhan menjadikan


seseorang diampuni dosanya. Jika seseorang sudah mendapati Ramadhan, sebulan
bersama dengan peluang besar yang penuh keutamaan, namun masih saja belum
mendapatkan ampunan, benar-benar orang itu sangat rugi.

َ ‫َبعُ َد َم ْن أَ ْد َر َك َر َم‬
ُ‫ َفلَ ْم ُيغْ َف ْر لَه‬،‫ضا َن‬

Celakalah seorang yang memasuki bulan Ramadhan namun dia tidak diampuni (HR. Hakim
dan Thabrani). Masalahnya adalah, apakah seseorang bisa menjamin bahwa dirinya
mendapatkan ampunan itu. Sementara jika ia tidak dapat ampunan, ia celaka. Betapa hal yang
tidak dapat dipastikan ini menyentuh rasa takut para sahabat dan orang-orang shalih. Mereka
takut sekiranya menjadi orang yang celaka karena tidak mendapatkan ampunan, padahal
Ramadhan akan segera pergi. Maka mereka pun menangis, meluapkan ketakutannya kepada
Allah SWT seraya bermunajat agar amal-amalnya diterima. Para sahabat dan orang-orang
shalih bukan hanya berdoa di akhir Ramadhan. Bahkan, konon, rasa khauf membuat mereka
berdoa selama enam bulan agar amal-amal di bulan Ramadhan mereka diterima Allah SWT.
Lalu enam bulan setelahnya mereka berdoa agar dipertemukan dengan Ramadhan berikutnya.

Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah !

Perbedaan cara pandang terhadap akhir Ramadhan itulah yang kemudian membawa
perbedaan sikap antara generasi sahabat dan gnerasi kita saat ini. Jika sebagian masyarakat,
seperti dikemukakan di muka, asyik berbelanja menyambut Idul Fitri, para sahabat asyik
beriktikaf di sepuluh hari terakhir. Maka bisa kita bayangkan bahwa Madinah di era
Rasulullah Saw di sepuluh hari terakhir Ramadhan layaknya seperti kota setengah mati.
Sebab para lelaki beriktikaf di masjid-masjid. Bahkan begitu pula sebagian para wanitanya.
Jika kita sibuk menyiapkan kue lebaran, para sahabat dan salafus shalih sibuk memenuhi
makanan ruhaninya dengan mengencangkan ikat pinggang, bersungguh-sungguh beribadah
sepanjang siang, terlebih lagi di waktu malam. Jika kita mengalokasikan banyak uang dan
waktu untuk membeli pakaian baru, para sahabat dan salafus shalih menghabiskan waktu
mereka dengan pakaian taqwa. Dengan pakaian taqwa itu mereka menghadap Allah SWT di
masjid-masjid, berduaan dan bermesraan dalam khusyuknya shalat, tilawah, dzikir, dan
munajat.

Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah !

Masih ada waktu bagi kita sebelum Ramadhan pergi. Masih ada kesempatan bagi kita untuk
mengubah cara pandang kita terhadap akhir Ramadhan. Maka lebih kurang dua hari ke depan
bisa kita perbaiki sikap kita. Pertama, kita lihat lagi target Ramadhan yang telah kita
tetapkan sebelumnya. Mungkin target tilawah kita. Masih ada waktu untuk mengejar, jika
seandainya kita masih jauh dari target itu. Demikian pula kita evaluasi ibadah lainnya selama
26 hari ini yang lalu. Lalu kita perbaiki. Kedua, kita lebih bersungguh-sungguh
memanfaatkan Ramadhan yang tersisa sedikit ini. Mungkin kita tak bisa beri'tikaf penuh
waktu seperti para shahabat dan salafus shalih itu. Namun jangan sampai kita kehilangan
3

malam-malam terakhir Ramadhan tanpa shalat malam, tanpa beri'tikaf walaupun hanya
sebentar di masjid-masjid. Apalagi, dari semua hadits yang ada, hanya malam ke-27 yang
disebutkan secara khusus sebagai malam lailatul qadar.

ِ ِ ِ
َ ‫َم ْن َكا َن ُمتَ َح ِّر َي َها َفلْيَتَ َح َّر َها فى ل َْيلَة َس ْب ٍع َوع ْش ِر‬
‫ين‬

Barangsiapa ingin mencarinya (lailatul qadar), hendaklah ia mencarinya pada malam kedua
puluh tujuh. (HR. Ahmad, dishahihkan Al-Albani) . Hadits qauli Rasulullah SAW itu
diperkuat juga dengan atsar dari Ubay bin Ka'ab yang bersumpah bahwa lailatul qadar pernah
terjadi pada malam kedua puluh tujuh.

‫ ِه َى اللَّْيلَةُ الَّتِى‬.‫َى ل َْيلَ ٍة ِه َى‬ ُ ِ‫ يَ ْحل‬- ‫ضا َن‬


ُّ ‫ َو َواللَّ ِه إِنِّى ألَ ْعلَ ُم أ‬- ‫ف َما يَ ْستَثْنِى‬ َ ‫ال أُبَ ٌّى َواللَّ ِه الَّ ِذى الَ إِلَهَ إِالَّ ُه َو إَِّن َها ل َِفى َر َم‬
َ َ‫ق‬
‫س فِى‬ ِ ِ ِ‫ بِِقي ِامها ِهى لَيلَةُ صب‬-‫صلى اهلل عليه وسلم‬- ‫ول اللَّ ِه‬ ُ ‫أ ََم َرنَا بِ َها َر ُس‬
ُ ‫الش ْم‬ َ ‫يحة َس ْب ٍع َوع ْش ِر‬
َّ ‫ين َوأ ََم َار ُت َها أَ ْن تَطْلُ َع‬ َ َ ْ َ َ َ
.‫اع ل ََها‬
َ ‫اء الَ ُش َع‬ َ‫ض‬َ ‫يح ِة َي ْوِم َها َب ْي‬َ ِ‫صب‬
َ

Ubay (bin Ka'ab) berkata, "Demi Allah yang tiada tuhan melainkan Dia. Sesungguhnya ia
terjadi di bulan Ramadhan. Dan demi Allah sesungguhnya aku mengetahui malam itu. Ia
adalah malam yang Rasulullah memerintahkan kami untuk qiyamullail, yaitu malam kedua
puluh tujuh. Dan sebagai tandanya adalah pada pagi harinya matahari terbit dengan cahaya
putih yang tidak bersinar-sinar menyilaukan." (HR. Muslim) . Dalam malam ke-27 maupun
malam lain di sepuluh hari terakhir Rasulullah Saw mencontohkan kepada umatnya:

َ ‫َحيَ ا اللَّْي َل َوأ َْي َق‬ ِ ُ ‫َت َكا َن رس‬


ْ ‫ قَال‬- ‫ رضى اهلل عنها‬- َ‫َع ْن َعائِ َشة‬
ُ‫ظ أ َْهلَ ه‬ ْ ‫ إِ َذا َد َخ َل ال َْع ْش ُر أ‬-‫صلى اهلل عليه وسلم‬- ‫ول اللَّه‬ َُ
‫َو َج َّد َو َش َّد ال ِْم ْئ َز َر‬

Dari Aisyah RA berkata : "Rasulullah Saw jika telah masuk sepuluh terakhir bulan
Ramadhan, maka ia menghidupkan malam, membangunkan keluarganya dan
mengencangkan ikat pinggang". (Muttafaq 'alaih) . Kita mungkin tidak bisa bersedih dan
menangis sehebat para sahabat, namun selayaknya kita pun takut sebab tak ada jaminan
apakah amal kita selama 26 hari ini diterima, begitu pula tak ada jaminan apakah kita
dipertemukan dengan Ramadhan tahun berikutnya. Lalu kita pun kemudian memperbaiki dan
meningkatkan amal ibadah serta berdoa lebih sungguh-sungguh kepada-Nya.

Anda mungkin juga menyukai