Anda di halaman 1dari 97

PELAKSANAAN PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK

DI PUSKESMAS POLONIA MEDAN


TAHUN 2018

SKRIPSI

Oleh

WINDY RUSWANA
NIM : 141000018

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

WINDY RUSWANA
NIM :141000018

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
Pernyataan Keaslian Skripsi

Saya menyatakan dengan ini bahwa skripsi saya yang

berjudul “PELAKSANAAN PROGRAM KESEHATAN IBU DAN

ANAK DI

PUSKESMAS POLONIA MEDAN TAHUN 2018” beserta seluruh isinya

adalah benar karya saya sendiri dan tidak melakukan penjiplakan atau

pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang

berlaku dalam masyarakat kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini

dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung

risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan

adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim

dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Desember 2018

Windy Ruswana

i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Telah diuji dan dipertahankan

Pada tanggal : 19 Desember 2018

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes.


Anggota : 1. Dr. Asfriyati, S.K.M.,
M.Kes.
2. Puteri Citra Cinta Asyura Nasution, S.K.M., M.P.H.

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Abstrak

Kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu upaya


pelayanan dasar yang ada di puskesmas. Tujuan umum program
KIA ini adalah
meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak serta menurunkan angka kematian
ibu dan bayi. Untuk itu diperlukan pengelolaan program kesehatan ibu dan anak
yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak setinggi-tingginya.
Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian yaitu pada 3 kegiatan
program KIA, antara lain pelayanan antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu
hamil.
Diwilayah kerja Puskesmas Polonia didapatkan bahwa masih ada ibu hamil
yang tidak mengikuti kegiatan program KIA. Oleh karena itu, dalam penelitian
ini akan diketahui pelaksaan program kesehatan ibu dan anak di Puskesmas
Polonia Medan. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan
desain penelitian Kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang
menyeluruh dan lengkap tentang pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak
di Puskesmas Polonia Medan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
mendalam terhadap 7 orang informan dan menggunakan data sekunder dari
puskesmas. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan kegiatan program
kesehatan ibu dan anak di Puskesmas Polonia belum maksimal dikarenakan
jumlah dan kualitas tenaga kesehatan yang masih kurang, sarana dan prasarana
tidak lengkap seperti tidak adanya alat untuk skrining HIV, dan partisipasi
masyarakat mengikut kegiatan yang rendah. Berdasarkan hasil penelitian
diharapkan bahwa lebih meningkatkan kualitas tenaga kesehatan dan adanya
penambahan petugas sebanyak 2 orang, melengkapi sarana dan prasarana.
Peneliti juga menyarankan petugas kesehatan agar lebih meningkatkan
komunikasi dengan masyarakat agar masyarakat lebih berpartisipasi dalam
kegiatan program kesehatan ibu dan anak.

Kata Kunci : Pelaksanaan, Program Kesehatan Ibu dan Anak, Puskesmas

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Abstract

Maternal and child health (MCH) is one of the service efforts at the basis of
health center. The general objective of this MCH program is to improve the
level of maternal and child health and reduce mortality of the mother and baby.
For this reason, management of maternal and child health programs is needed
and this aims to improve the health of mothers and children as high as possible.
In this study, the focus of the research was on 3 MCH program activities,
including antenatal care, screening HIV, and the class of pregnant women. In
the working area of the Polonia Health Center it was found that there were still
pregnant women who didn’t participate in the MCH program activities.
Therefore, in this study will be known the implementation of maternal and child
health programs at the Polonia Health Center in Medan. This research is
descriptive in nature using a qualitative research design that aims to obtain a
comprehensive and complete picture of the implementation of maternal and
child health programs at the Polonia Health Center in Medan. Data collection
was carried out by in-depth interviews with 7 informants and using secondary
data from the health center.
The results showed that the implementation of maternal and child health program
activities was not maximal because the number and quality of health workers
were still lacking, facilities and infrastructure were incomplete such as the
absence of tools for screening HIV, and quality of health workers were still
lacking, facilities and infrastructure were incomplete, and community
participation followed is relatively low. Based on the results of the study it is
hoped that it will further improve the quality of health workers and the addition
of 2 staff, complement facilities and infrastructure. The researcher also
suggested improving communications with the community, so that the
community would participate more in the activities of maternal and child health
programs.

Keywords: Implementation, Maternal and Child Health Program, Public Health


Center

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan anugerah berlimpah yang telah diberikan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “PELAKSANAAN PROGRAM

KESEHATAN IBU DAN ANAK DI PUSKESMAS POLONIA MEDAN

TAHUN 2018”. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat

untuk meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Dalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan,

kritik dan saran dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes., selaku Ketua Departemen Administrasi

dan Kebijakan Kesehatan serta Dosen Pembimbing saya yang telah

banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, masukan

dan arahan selama proses penyelesaian skripsi ini berlangsung.

4. Dr. Asfriyati, S.K.M., M.Kes., selaku Dosen Penguji I saya yang telah

meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, kritik dan saran

selama proses penyelesaian skripsi ini berlangsung.

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Puteri Citra Cinta Asyura Nasution, S.K.M., M.P.H., selaku Dosen Penguji

II saya yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, kritik

dan saran selama proses penyelesaian skripsi ini berlangsung.

6. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes., selaku Dosen Pembimbing Akademik

yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama perkuliahan.

7. Seluruh Dosen dan Staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis

menjalani pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat.

8. Kepala Puskesmas dan pegawai Puskesmas Polonia yang telah membantu

dan memberikan arahan kepada penulis selama menjalani penelitian.

9. Teristimewa kepada Ayahanda Ir. Ruston dan Ibunda Nurmiati Dewi

serta Adik Chairunnas Ar Roni yang senantiasa memberikan kasih

sayang, semangat, perhatian, motivasi, dukungan secara moral dan

materil serta doa yang tiada henti kepada penulis.

10. Teruntuk para sahabat - sahabat Rara, Cici, Tari, Putri, Wani, Farra, Mita,

Ririn, Dinda, Opit dan semua pihak yang telah banyak membantu dan

selalu memberikan semangat yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak

dalam rangka penyempurnaan skripsi. Akhir kata penulis berharap skripsi ini

dapat bermanfaat terutama dalam kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Desember 2018

Penulis

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Isi

Halaman
Halaman Penyataan Keaslian Skripsi i
Halaman Pengesahan ii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xii
Daftar Lampiran xiii
Daftar Istilah xiv
Riwayat Hidup xv

Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 7
Tujuan Penelitian 7
Tujuan Umum 7
Tujuan Khusus 7
Manfaat Penelitian 8

Tinjauan Pustaka 9
Puskesmas 9
Pengertian Puskesmas 9
Tujuan Puskesmas 9
Visi Puskesmas 9
Misi Puskesmas 10
Tenaga Kesehatan 11
Pendanaan di Puskesmas 12
Program Kesehatan Ibu dan Anak 12
Petugas KIA 12
Pemantau Wilayah Setempat KIA 12
Pengelolaan PWS KIA 14
Kegiatan Program KIA 15
Pelayanan Antenatal 15
Penyuluhan Kesehatan 16
Skrining HIV 17
Kelas Ibu Hamil 21
Manajemen Puskesmas 22
Kerangka Pikir 29

Metode Penelitian 30
Jenis Penelitian 30
ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lokasi dan Waktu Penelitian 30
Informan Penelitian 30
Definisi Konsep 31
Metode Pengumpulan Data 32
Teknik Pengumpulan Data 32
Instrumen Penelitian 32
Metode Pengukuran 32
Triangulasi 32
Metode Analisis Data 33

Hasil dan Pembahasan 35


Gambaran Umum Lokasi Penelitian 35
Letak Geografis 35
Demografis 36
Tenaga Kesehatan 37
Sarana dan Prasana Kesehatan 37
Karakteristik Informan 38
Masukan (Input) 38
Jumlah dan Kualitas Tenaga 39
Sarana dan Prasarana 41
Besar Anggaran 43
Proses (Process) 45
Pelaksanaan Pelayanan Antenatal 45
Pelaksanaan Skrining HIV 48
Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil 50
Keluaran (Output) 53

Kesimpulan dan Saran 56


Kesimpulan 56
Saran 57

Daftar Pustaka 59
Daftar Lampiran

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar
Tabel

No Judul Halaman

1 Data Demografi Penduduk di Wilayah


Kerja Puskesmas Polonia 36

2 Distribusi Tenaga Kesehatan di Puskesmas Polonia 37

3 Sarana Kesehatan di Puskesmas Polonia 37

4 Karakteristik Informan 38

xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar
Gambar

No Judul Halaman

1 Kerangka Pikir Penelitian 29

2 Bangunan Puskesmas Polonia 36

xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar
Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Pedoman Wawancara 62

2 Tabel Observasi 69

3 Surat Permohonan Izin Penelitian 72

4 Surat Izin Penelitian Dinkes 73

5 Surat Keterangan Selesai Penelitian 74

6 Dokumentasi Penelitian 75

xiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar
Istilah

AKB Angka Kematian Bayi


AKI Angka Kematian Ibu
KB Keluarga Berencana
KH Kematian Hidup
KN Kunjungan Neonatus
KIA Kesehatan Ibu dan Anak
MDGs Millennium Develpoment
Goal
PITC Provider Initiated Testing and Counselling
PWS Pemantauan Wilayah Setempat
SPT Surat Pemberitahuan Tahunan
WHO World Health Organization

xiv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Riwayat
Hidup

Penulis bernama Windy Ruswana berumur 22 tahun, dilahirkan di

Medan pada tanggal 02 Oktober 1996. Penulis beragama Islam, anak pertama

dari dua bersaudara dari pasangan Ayahanda Ir. Ruston dan Ibunda Nurmiati

Dewi. Asal penulis dari Kota Medan.

Pendidikan formal penulis dimulai di TK Islam Sahara tahun 2001.

Pendidikan sekolah dasar di SD Harapan 3 Medan tahun 2002-2008, Sekolah

menengah pertama di SMP Negeri 2 Medan tahun 2008-2011, Sekolah

menengah atas di SMA Harapan 3 Medan tahun 2011-2014, selanjutnya penulis

melanjutkan pendidikan di program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, Desember 2018

Windy Ruswana

xv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1

Pendahuluan

Latar Belakang

Masalah kesehatan yang dihadapi Indonesia kini adalah status kesehatan

masyarakat yang rendah, antara lain ditandai dengan angka kematian ibu dan

bayi yang tinggi serta masih banyak indikator pelayanan kesehatan ibu dan anak

(KIA) yang belum ideal.

Kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu upaya pelayanan

dasar yang ada di puskesmas. Tujuan umum program KIA ini adalah

meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak serta menurunkan angka

kematian ibu dan bayi. Untuk itu diperlukan pengelolaan program kesehatan

ibu dan anak yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak

setinggi-tingginya (Peraturan Presiden RI, 2012).

Program kesehatan Ibu dan Anak merupakan salah satu prioritas

Kementerian Kesehatan dan keberhasilan program KIA menjadi salah satu

indikator utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

(RPJPN) 2005 - 2025. Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia

membuat pemerintah menempatkan upaya penurunan AKI sebagai program

prioritas dalam pembangunan kesehatan (Renstra Tahun 2015-2019).

Tingginya angka kematian ibu dapat menunjukkan masih rendahnya

kualitas pelayanan kesehatan. Penurunan AKI juga merupakan indikator

keberhasilan derajat kesehatan suatu wilayah. Untuk itu pemerintah

berupaya bahu membahu membuat berbagai strategi untuk akselerasi

menurunkan AKI.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012

menunjukkan peningkatan AKI yang signifikan yaitu menjadi 359 kematian ibu

per 100.000 kelahiran hidup. AKI kembali menujukkan penurunan menjadi 305

kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup dan menunjukkan AKB sebesar 22,23

per 1.000 kelahiran hidup, yang artinya sudah mencapai target MDG 2015

sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar

Sensus (SUPAS) 2015. (Depkes, 2016)

Jumlah kematian ibu di Kota Medan (2016) sebanyak 3 jiwa dari 47.541

kelahiran hidup, dengan Angka Kematian Ibu (AKI) dilaporkan sebesar 6 per

100.000 kelahiran hidup, artinya dari 100.000 kelahiran hidup 6 ibu meninggal

saat kehamilan, persalinan atau nifas. Sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB)

di Kota Medan tahun 2016 dilaporkan sebesar 0.09/1000 KH artinya terdapat

0,1 bayi mati per 1000 kelahiran hidup pada tahun tersebut. Jumlah kematian

bayi sebanyak 9 bayi dari 47.541 kelahiran hidup. AKI dan AKB di kota Medan

mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini

dikarenakan pelayanan kesehatan ibu dan anak di kota medan yang semakin

baik dari tahun ke tahun, termasuk keterjangkauan fasilitas yang memadai di

kota Medan. (Depkes, 2017)

Untuk menunjang keberhasilan upaya-upaya kesehatan maka

pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 75 Tahun 2014 menyatakan bahwa Pusat Kesehatan Masyarakat

(Pusekesmas) adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama,

dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Sumber daya manusia

puskesmas terdiri atas tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan dihitung

berdasarkan analisis beban kerja, dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan

yang diselenggarakan, jumlah penduduk dan persebarannya, karakteristik

wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan

tingkat pertama lainnya diwilayah kerja dan pembagian waktu kerjanya.

Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) selalu menjadi fokus utama

dalam pelayanan kesehatan terutama bagi Puskesmas. Kesehatan ibu, bayi, dan

balita menjadi hal yang penting untuk diperhatikan karena ibu, bayi dan balita

termasuk dalam penduduk yang rentan terhadap penyakit. Selain itu, Angka

Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian

Balita (AKABA) merupakan indikator derajat kesehatan suatu Negara. Banyak

program yang dilaksanakan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam

pelayanan KIA. Sesuai Permenkes No.741/Menkes/Per/VII/2008 tentang

standar pelayanan minimal bidang pelayanan kesehatan di Kabupaten/Kota

yaitu cakupan kunjungan ibu hamil K4 (95%), cakupan pertolongan persalinan

oleh bidan atau tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan (90%),

cakupan pelayanan nifas (90%), cakupan ibu hamil dengan resiko tinggi yang

dirujuk (100%),cakupan kunjungan neonatus (90%), cakupan kunjungan bayi

(90%), cakupan bayi berat lahir rendah / BBLR yang ditangani (100%).

Salah satu pemecahan masalah penurunan AKI dan AKB dilakukan

melalui intervensi yang terbukti efektif di Srilangka yaitu semua persalinan

harus
di fasilitas kesehatan (Kementrian Kesehatan RI, 2010). Persalinan di fasilitas

kesehatan harus didukung oleh tenaga kesehatan yang kompeten, fasilitas

kesehatan yang memenuhi standart operasional, manajemen program yang

efektif dan dukungan penuh dari semua pengampu (Stakeholder) terkait

(Permenkes No 71 Tahun 2013).

Berdasarkan data Puskesmas Polonia Medan, wilayah kerja Puskesmas

Polonia mencapai 5 kelurahan dan 46 lingkungan. Dengan jumlah penduduk

mencapai 55.949 jiwa. Di wilayah kerja Puskemas Polonia terdapat 1087 orang

ibu hamil, 1037 ibu bersalin, 979 orang bayi, dan 3970 orang anak balita. Dari

jumlah tersebut 698 orang (64,21%) yang melakukan pemeriksaan kehamilan

pada kunjungan pertama (K-1). Demikian juga dengan K-4 646 orang

(59,42%), pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan 684 orang

(62,92%), ibu hamil dengan resiko tinggi yang dirujuk 13 orang, kunjungan

neonatus 646 orang (65,98%), kunjungan bayi (80,2%), dan bayi berat lahir

rendah / BBLR 1 orang.

Berdasaran survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti ada

beberapa kegiatan program KIA yang dilaksanakan oleh puskesmas polonia.

Fokus penelitian yaitu pada 3 kegiatan. Kegiatan dalam program KIA tersebut

antara lain; Pelayanan Antenal, Skrining HIV, dan Kelas Ibu Hamil.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap ibu hamil yang ada diwilayah kerja

puskesmas polonia didapatkan bahwa masih ada ibu hamil yang melakukan

pemeriksaan kehamilan pada saat terjadi keluhan saja dan tidak mengetahui

standart kunjungan pelayanan ANC yang benar. Sebagian ibu hamil tidak mau

melakukan skrining HIV dengan alasan takut dan masih kurangnya informasi

dari tenaga kesehatan tentang


pentingnya melakukan skrining HIV. Kurang efektifnya kelas ibu hamil yang

dilaksanakan di puskesmas polonia yang dilihat dari sarana dan prasarana

puskesmas yang masih kurang dengan tidak adanya ruangan untuk kelas ibu

hamil sehingga kelas ibu hamil dilakukan di rumah kader wilayah kerja

puskesmas polonia.

Sejalan dengan penelitian (Dhevy dkk, 2016) menjelaskan tentang

implementasi program KIA bidang pelayanan antenatal care dan nifas di

puskesmas bandarharjo kota semarang belum maksimal, melihat kondisi sosial

seperti tingkat pendidikan yang rendah membuat masyarakat terkesan

menyepelekan suatu kegiatan yang diadakan di puskesmas untuk menjaga

kesehatan ibu hamil dan sebagian masyarakat tidak mengetahui adanya kelas

ibu hamil. Oleh karena itu, perlu dilakukan sosialisasi dan pendampingan yang

dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat.

Menurut (Tanjung 2016) tentang implementasi program kesehatan ibu

dan anak di era jaminan kesehatan nasional di kabupaten nias, menyatakan

bahwa peraturan-peraturan pelaksaan teknis implementasi program kesehatan

ibu dan anak masih belum ada. Pemangku kepentingan masih belum memiliki

kepahaman dan kepatuhan yang baik terhadap program kesehatan ibu dan anak

dan pemangku kepentingan masih ada yang belum mendapat sosialisasi.

Kurangnya advokasi berdasarkan data yang rasional dan sosialisasi program

kesehatan ibu dan anak dari dinas kesehatan kepada pemangku kepentingan.

Komitmen dukungan sumber daya, pengadaan sarana dan prasarana oleh dinas

kesehatan masih kurang yang menunjang terlaksananya pelayanan kesehatan

ibu dan anak.


Menurut (Hikmah 2017) tentang perlindungan hak asasi manusia bagi

ibu hamil dalam pelaksanaan skrining HIV/AIDS untuk pencegahan penularan

HIV/AIDS dari ibu ke anak di puskesmas kabupaten bantul, menyatakan bahwa

ada beberapa faktor penghambat pelaksanaan skrining HIV/AIDS yaitu faktor

pelayanan kesehatan yang berpacu pada Standar Operasional Prosedur (SOP)

yang belum terlaksana secara optimal, kurangnya tenaga kesehatan yang

mengikuti pelatihan, kurangnya sarana prasarana, kurangnya dukungan sosial

berupa penyuluhan, jarak rumah ibu hamil dengan puskesmas yang tergolong

jauh menjadi penghambat dalam keikutsertaan ibu hamil untuk melakukan

skrining HIV/AIDS selama masa kehamilannya, adanya ibu hamil yang bekerja

dan pengetahuan yang masih rendah.

Demikian pula penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Ade dkk,

2015) tentang studi implementasi program kesehatan ibu dan anak di

puskesmas tlogosari kulon kota semarang, menyatakan bahwa sikap yang

petugas berikan menjadi salah satu penghambat pemberian layanan yang

prima. Keterbatasan tenaga kesehatan yang memberi pelayanan juga belum

maksimal. Sarana dan prasarana yang kurang memadai juga mempengaruhi

pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Dan perlu dilakukannya

pengawasan rutin yang dilakukan oleh kepala program ataupun kepala

puskesmas untuk meningkatkan pelayanan yang diberikan untuk masyarakat.

Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengetahui

bagaimana pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak di Puskesmas

Polonia Medan.
Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang

ingin diketahui dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana ketersediaan input (jumlah dan kualitas tenaga, besar anggaran,

sarana dan prasarana) dalam pelaksanaan program KIA di puskesmas

polonia?

2. Bagaimana proses kegiatan pelaksaan pelayanan antenatal, skrining HIV,

dan kelas ibu hamil?

3. Bagaimana cakupan program kesehatan ibu dan anak?

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Untuk mengidentifikasi pelaksanaan program

kesehatan ibu dan anak di Puskesmas Polonia Medan.

Tujuan khusus. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengidentifikasi Input (jumlah dan kualitas tenaga, besar anggaran,

sarana dan prasarana) dalam pelaksanaan kegiatan program KIA di

Puskesmas Polonia Medan.

2. Untuk mengidentifikasi proses kegiatan pelaksaan pelayanan

antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil di Puskesmas Polonia

Medan

3. Untuk mengidentifikasi apakah pelaksanaan program KIA sudah

mencapai target yang telah ditentukan.


Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi peneliti dapat menambah wawasan keilmuan dan pengalaman

serta keterampilan dalam melakukan penelitian khususnya tentang

pelaksaan program kesehatan ibu dan anak.

2. Memberikan hasil kajian sebagai masukan bagi Puskesmas Polonia

Medan dalam membangun mutu dan kualitas pelayanan kesehatan.

3. Dapat dijadikan sebagai referensi untuk menambah wawasan ilmu

kesehatan masyarakat terutama di bidang Administrasi dan Kebijakan

Kesehatan dalam pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak.


Tinjauan Pustaka

Puskesmas

Pengertian puskesmas. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu

tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan,

baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh

pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. Pusat Kesehatan

Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan

kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya

kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya

promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes RI, 2014).

Tujuan puskesmas. Tujuan pembangunan kesehatan yang di

selenggarakan puskesmas yang tertera pada peraturan menteri kesehatan

Republik Indonesia nomor 75 tahun 2014 Pasal 2 yang mana tujuan tersebut

Untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki perilaku sehat yang meliputi

kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat; untuk mewujudkan

masyarakat yang mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu; untuk

mewujudkan masyarakat yang hidup dalam lingkungan sehat;untuk

mewujudkan masyarakat yang memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik

individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

Visi puskesmas. Visi pembangunan kesehatan yang harus

diselenggarakan oleh Puskesmas adalah pembanguan kesehatan yang sesuai

dengan paradigm sehat, pertanggungjawaban wilayah, kemandirian

masyarakat,
pemetaan, teknologi tepat guna dan keterpaduan dan kesinambungan

(Permenkes RI No 75, 2014).

Misi puskesmas. Dalam misi pembangunan kesehatan yang

harus diselenggarakan oleh Puskesmas adalah mendukung tercapainya

visi pembangunan kesehatan nasional.

Misi tersebut adalah:

1. Mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam

upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi individu,

keluarga, kelompok, dan masyarakat.

2. Menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan

di wilayah kerjanya.

3. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok,

dan masyarakat.

4. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang dapat diakses dan

terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa

membedakan status social, ekonomi, agama, budaya, dan kepercayaan.

5. Menyelenggarakan PelayananKesehatan dengan memanfaatkan teknologi

tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan

dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

6. Mengintegrasikan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan UKM dan

UKP lintas program dan lintas sector serta melaksanakan Sistem Rujukan

yang didukung dengan manajemen Puskemas (Permenkes RI No 75,

2014).
Tenaga kesehatan. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang

mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau

keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu

memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Sumber daya

manusia Puskesmas terdiri atas tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan.

Jenis dan jumlah tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan dihitung

berdasarkan analisis beban kerja, dengan mempertimbangkan jumlah

pelayanan yang diselenggarakan, jumlah penduduk dan persebarannya,

karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan

kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja, dan pembagian waktu

kerja.

Jenis Tenaga Kesehatan sebagaimana paling sedikit terdiri atas:

a. Dokter atau dokter layanan primer;

b. Dokter gigi;

c. Perawat;

d. Bidan;

e. Tenaga kesehatan masyakat;

f. Tenaga kesehatan lingkungan;

g. Ahli teknologi laboratorium medic;

h. Tenaga gizi; dan

i. Tenaga kefarmasian.

Tenaga non kesehatan harus dapat mendukung kegiatan ketatausahaan,

administrasi keuangan, sitem informasi, dan kegiatan opersional lain di

Puskesmas. Tenaga kesehatan di Puskemas harus bekerja sesuai dengan standar


profesi. Standar pelayanan, standar prosedur operasional, etika profesi,

menghormati hak pasien, serta mengutamakan kepentingan dan keselamatan

pasien dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan dirinya dalam

bekerja. Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Puskesmas harus memiliki

surat izin praktik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Permenkes

RI No 75, 2014).

Pendanaan di puskesmas. Pendanaan di puskesmas bersumber dari:

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

c. Sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat (Kemenkes RI, 2014)

Program Kesehatan Ibu dan Anak

Petugas KIA. Berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang

kesehatan yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang

mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan atau

keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu

memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Dari pengertian

tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tenaga KIA merupakan seseorang

yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang KIA seperti bidan

desa.

Pemantauan wilayah setempat kesehatan ibu dan anak (PWS KIA).

PWS KIA adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA

di suatu wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut

yang cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud meliputi pelayanan ibu

hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga

berencana, bayi
baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan balita. Kegiatan PWS

KIA terdiri dari pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data serta

penyebarluasan informasi ke penyelenggara program dan pihak/instansi terkait

untuk tindak lanjut (Kemenkes, 2010).

Menurut WHO, surveilens adalah suatu kegiatan sistematis

berkesinambungan, mulai dari kegiatan mengumpulkan, menganalisis dan

menginterpretasikan data yang untuk selanjutnya dijadikan landasan yang

esensial dalam membuat rencana, implementasi dan evaluasi suatu kebijakan

kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, pelaksanaan surveilens dalam kesehatan

ibu dan anak adalah dengan melaksanakan PWS KIA (Kemenkes, 2010).

Tujuan PWS KIA:

1. Memantau pelayanan KIA secara individu melalui Kohort

2. Memantau kemajuan pelayanan KIA dan cakupan indikator KIA secara

teratur (bulanan) dan terus-menerus.

3. Menilai kesenjangan pelayanan KIA terhadap standar pelayanan KIA.

4. Menilai kesenjangan pencapaian cakupan indicator KIA terhadap target

yang ditetapkan.

5. Menentukan sasaran individu dan wilayah prioritas yang akan ditangani

secara intensif berdasarkan besarnya kesenjangan.

6. Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang

tersedia dan yang potensial untuk digunakan.

7. Meningkatkan peran aparat setempat dalam penggerakan sasaran

dan mobilisasi sumber daya.


8. Meningkatkan peran serta dan kesadaran masyarakat untuk

memanfaat pelayanan KIA.

Pengelolaan PWS KIA. Pengelolaan program KIA bertujuan

memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA

secara efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini

diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut:

1. Peningkatan pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh ibu hamil

di semua fasilitas kesehatan.

2. Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten

diarahkan ke fasilitas kesehatan.

3. Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai standar di semua

fasilitas kesehatan.

4. Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di semua

fasilitas kesehatan.

5. Peningkatan deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan

neonatus oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat.

6. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus secara

adekuat dan pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan.

7. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai standar di

semua fasilitas kesehatan.

8. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai standar

di semua fasilitas kesehatan.

9. Peningkatan pelayanan KB sesuai standar (Kemenkes, 2010).


Kegiatan program KIA. Untuk menunjang keberhasilan program

kesehatan ibu dan anak, ada pelaksanaan kegiatan program KIA

didalamnya. Fokus kegiatan program KIA dalam penelitian ini antara lain.

Pelayanan antenatal. Pelayanan Antenatal adalah pelayanan kesehatan

yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya,

dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam

Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar

meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan

laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko

yang ditemukan dalam pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas:

a. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan dengan alat timbangan

dan mikrotois.

b. Ukur tekanan darah dengan alat tensimeter.

c. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas) dengan meteran.

d. Ukur tinggi fundus uteri.

e. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin dengan alat stetostop.

f. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid

(TT) bila diperlukan dengan alat form skrining.

g. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.

h. Test laboratorium (rutin dan khusus)

i. Tatalaksana kasus.

j. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan

dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.


Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan golongan darah,

hemoglobin, protein urine dan gula darah puasa. Pemeriksaan khusus dilakukan

di daerah prevalensi tinggi dan atau kelompok berisiko, pemeriksaan yang

dilakukan adalah hepatitis B, HIV, sifilis, malaria, tuberkulosis, kecacingan dan

thalasemia. Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal

disebut lengkap apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi

standar tersebut.

Ditetapkan pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali

selama kehamilan, dengan ketentuan waktu pemberian pelayanan yang

dianjurkan sebagai berikut:

a. Minimal 1 kali pada triwulan pertama.

b. Minimal 1 kali pada triwulan kedua.

c. Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.

Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin

perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan

dan penanganan komplikasi. Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan

pelayanan antenatal kepada ibu hamil adalah: dokter spesialis kebidanan,

dokter, bidan dan perawat (Kemenkes,2010).

Penyuluhan kesehatan. Penyuluhan kesehatan adalah gabungan

berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar

untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, kelompok atau masyarakat

secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan

apa yang bisa dilakukan secara perorangan maupun secara kelompok dan

meminta pertolongan bila perlu.


Tujuan dari penyuluhan kesehatan adalah tercapainya perubahan

perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan memelihara

perilaku sehat dan lingkungan sehat, serta berperan aktif dalam upaya

mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Sasaran penyuluhan kesehatan

adalah sebagai berikut:

a. Sasaran Jangkauan Penyuluhan

a. Kelompok umum

b. Kelompok khusus

b. Sasaran Hasil Penyuluhan

Sasaran tersebut di atas yang telah mengalami perubahan pengetahuan

sikap dan perilaku, dikaitkan dengan sasaran program (Hartono 2010).

Skrining HIV. Uji Tapis/Skrining adalah cara untuk mengidentifikasi

penyakit yang belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan atau prosedur

lain yang dapat dengan cepat memisahkan antara orang yang mungkin

menderita penyakit dengan orang yang mungkin tidak menderita.

Tujuan skrining. Tujuan dari skrining HIV adalah sebagai berikut:

1. Uji Skrining dilakukan untuk mendeteksi secara dini mereka yang

diduga menderita penyakit tertentu, agar dapat ditindak lanjuti.

2. Mencegah meluasnya penyakit menjadi lebih serius pada populasi

risiko tinggi.

3. Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri

sedini mungkin terhadap penyakit tertentu.

4. Mendapatkan gambaran epidemiologis yang mendekati sebenarnya

dari penyakit.
Bentuk pelaksanaan skrining HIV. Adapun bentuk pelaksanaan

skrining HIV antara lain:

1. Secara massal pada kelompok orang tertentu, misalnya dilakukan

skrining terhadap seluruh kelompok masyarakat.

2. Secara selektif pada kelompok resiko tinggi, misalnya dilakukan

pada kelompok WTS, tahanan penjara, pengguna jarum suntik dll.

3. Ditujukan untuk suatu penyakit tertentu atau sekaligus pada beberapa penyakit.

Dalam skrining HIV/AIDS ini terdapat tiga kriteria untuk penilaian yang

harus dipenuhi, yaitu; validitas, reliabilitas dan yield. Dari kriteria validitas

adalah untuk memberikan indikasi siapa yang menderita HIV dan siapa yang

tidak.

Validitas mempunyai dua komponen adalah sensitifitas dan spesifitas.

Sensitivitas adalah kemampuan suatu tes untuk mengidentifikasi orang yang

benar-benar sakit dan mana yang tidak (true positive). Spesivisitas adalah

kemampuan suatu tes untuk mengidentifikasi/ menemukan orang dengan tepat

yang benar-benar tidak menderita penyakit (true negative). Reliabilitas adalah

kemampuan dari alat skrining tersebut untuk memberikan hasil yang sama pada

penggunaan lebih dari satu kali dalam keadaan yang sama. Sedangkan yield

adalah jumlah kasus yang dahulu tidak diketahui dan sekarang diketahui.

Jenis skrining HIV. Menurut UNAIDS/WHO terdapat 4 jenis model

skrining HIV, yaitu:

1. Pemeriksaan dan Konseling HIV (voluntary counselling and testing)

Permeriksaan HIV yang didorong oleh kemauan klien untuk mengetahui

status HIV-nya ini masih dianggap penting bagi keberhasilan program

pencegahan
HIV. Konseling pra-test dapat dilakukan secara individu maupun kelompok.

UNAIDS/WHO mendukung penggunaan uji cepat sehingga hasilnya dapat

diketahui segera dan dapat diketahui segera dan dapat ditindaklanjuti

langsung dengan konseling pasca test untuk yang HIV positif maupun HIV

negative.

2. Pemeriksaan HIV Diagnostic

Diindikasikan pada pasien dengan tanda dan gejala yang sejalan dengan

penyakit-penyakit yang terkait HIV atau AIDS, termasuk pemeriksaan terhadap

tuberkulosis sebagai pemeriksaan rutin.Pada pemeriksaan ini, pasien sebaiknya

diberikan informasi yang cukup sehingga pasien dapat memutuskan apakah

setuju untuk dilakukan pemeriksaan HIV atau tidak. Untuk keadaan dimana

pasien tidak dalam posisi memberikan persetujuan, seperti pasien psikiatrik atau

pasien yang tidak sadar, pemeriksaan dapat dilakukan bila hasilnya bermanfaat

bagi pasien.

Jika ini terjadi, harus ada usaha untuk mengkomunikasikan hasil

pemeriksaan kepada pasien dan memberitahukan hasil tersebut dengan

konseling.

3. Pemeriksaan HIV dengan inisiatif dari tenaga kesehatan (Provider-

Initiated Testing and Counseling -PITC)

Dilakukan pada pasien yang sedang menjalani pemeriksaan terhadap

penyakit menular seksual (PMS) di klinik umum atau khusus infeksi menular

seksual (IMS), sedang hamil, untuk mengatur pemberian antiretroviral untuk

mencegah transmisi dari ibu ke bayi, dijumpai di klinik umum atau puskesmas

di daerah dengan prevalens HIV yang tinggi dan tersedia obat antiretroviral,

namun tidak memiliki gejala.


Dalam model ini, dibutuhkan mekanisme rujukan yang jelas untuk

mendukung sistem perujukan ke pelayanan konseling pasca-tes HIV bagi

semua pasien yang diperiksa, yang menekankan pada pencegahan dan

pemberian dukungan medis serta psikososial bagi pasien yang hasil tesnya

positif HIV. Pada pemeriksaan jenis ini, juga dilakukan konseling sebelum

pemeriksaan, hanya saja tidak penuh seperti pada pemeriksaan jenis VCT di

atas. Informasi minimal yang harus diketahui pasien pada saat melakukan

informed consent adalah:

- Manfaat pemeriksaan tersebut secara klinis dan untuk pencegahan.

- Hak untuk menolak.

- Pelayanan tindak lanjut yang ditawarkan.

- Bila hasilnya positif, diberikan pemahaman untuk mengantisipasi

keharusan untuk menginformasikan kepada siapa saja yang berisiko yang

mungkin tidak sadar bahwa mereka terpajan dengan HIV.

Pada pemeriksaan yang sifatnya ditawarkan oleh tenaga medis,

misalnya untuk tujuan diagnosis, atau untuk mengetahui status HIV-nya.

Selain itu tenaga medis juga dapat menawarkan pemeriksaan HIV kepada

wanita hamil untuk memberikan profilaksis antiretroviral untuk mencegah

transmisi HIV dari ibu ke bayi. Konseling pada situasi ini harus diperbanyak

agar bisa sedikit ”memaksa” ibu untuk mengikuti program PMTCM. Meski

demikian, dalam semua kondisi tersebut, pasien tetap memiliki hak untuk

menolak.

4. Skrining HIV wajib

UNAIDS/WHO mendukung diberlakukannya skrining wajib bagi HIV

dan penyakit yang dapat ditransmisikan lewat darah bagi semua darah yang
ditujukan
untuk transfusi atau pengolahan produk darah lainnya. Skrining wajib

dibutuhkan sebelum dilakukannya prosedur-prosedur yang berkaitan dengan

pemindahan cairan atau jaringan tubuh, seperti inseminasi buatan, graft kornea,

dan transplantasi organ.

Kelas ibu hamil. Kelas Ibu Hamil adalah kelompok belajar ibu-ibu

hamil dengan umur kehamilan antara 4 minggu s/d 36 minggu (menjelang

persalinan) dengan jumlah peserta maksimal 10 orang. Di kelas ini ibu-ibu

hamil akan belajar bersama, diskusi dan tukar pengalaman tentang kesehatan

Ibu dan anak (KIA) secara menyeluruh dan sistimatis serta dapat dilaksanakan

secara terjadwal dan berkesinambungan. Kelas ibu hamil difasilitasi oleh

bidan/tenaga kesehatan dengan menggunakan paket Kelas Ibu Hamil yaitu

Buku KIA, Flip chart (lembar balik), Pedoman Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil,

Pegangan Fasilitator Kelas Ibu Hamil dan Buku senam Ibu Hamil (Kemenkes,

2011).

Tujuan kelas ibu hamil. Berdasarkan Kemenkes RI (2011) adalah

sebagai berikut; Meningkatkan pengetahuan, merubah sikap dan perilaku ibu

agar memahami tentang Kehamilan, perubahan tubuh dan keluhan selama

kehamilan, perawatan kehamilan, persalinan, perawatan Nifas, KB pasca

persalinan, perawatan bayi baru lahir, mitos/kepercayaan/adat istiadat setempat,

penyakit menular dan akte kelahiran.

Sasaran kelas ibu hamil. Peserta kelas ibu hamil berdasarkan buku

panduan kelas ibu hamil (Kemenkes, 2011) sebaiknya ibu hamil pada umur

kehamilan 4 s/d 36 minggu, karena pada umur kehamilan ini kondisi ibu sudah

kuat, tidak takut terjadi keguguran, efektif untuk melakukan senam hamil.

Jumlah
peserta kelas ibu hamilmaksimal sebanyak 10 orang setiap kelas.

Suami/keluarga ikut serta minimal 1kali pertemuan.

Manajemen Puskesmas

Manajemen adalah ilmu terapan yang disesuaikan dengan ruang lingkup

fungsi organisasi, bentuk kerja sama manusia yang ada di dalam organisasi

tersebut, dan ruang lingkup masalah yang dihadapi. Di bidang kesehatan,

manajemen diterapkan untuk mengatur perilaku staf yang bekerja di dalam

organisasi (institusi pelayanan) kesehatan untuk menjaga dan mengatasi

gangguan kesehatan pada individu atau kelompok masyarakat secara efektif,

efisien dan produktif (Muninjaya, 2011).

Manajemen puskesmas terdiri dari P1 (Perencanaan), P2

(Penggerakan Pelaksanaan), dan P3 (Pengawasan, Pengendalian, dan

Penilaian).

1. P1 (Perencanaan) Puskesmas

Perencanaan adalah proses penyusunan rencana tahunan puskesmas

untuk mengatasi masalah kesehatan di wilayah kerja puskesmas. Rencana

tahunan puskesmas dibedakan atas dua macam. Pertama, rencana tahunan upaya

kesehatan wajib. Kedua, rencana tahunan upaya kesehatan pengembangan.

a) Perencanaan upaya kesehatan wajib

Jenis upaya kesehatan wajib adalah sama untuk setiap puskesmas,

yakni promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak

termasuk keluarga berencana, perbaikan gizi masyarakat, pencegahan dan

pemberantasan penyakit menular serta pengobatan. Langkah-langkah

perencanaan yang harus dilakukan puskesmas adalah:


1. Menyusun usulan kegiatan

Langkah pertama yang dilakukan oleh puskesmas adalah menyusun

usulan kegiatan dengan memperhatikan berbagai kebijakan yang berlaku, baik

nasional maupun daerah, sesuai dengan masalah sebagai hasil dari kajian data

dan informasi yang tersedia di puskesmas. Usulan ini disusun dalam bentuk

matriks (Gant Chart) yang berisikan rincian kegiatan, tujuan, sasaran, besaran

kegiatan (volume), waktu, lokasi serta perkiraan kebutuhan biaya untuk setiap

kegiatan.

Rencana ini disusun melalui pertemuan perencanaan tahunan puskesmas yang

dilaksanakan sesuai dengan siklus perencanaan kabupaten/kota dengan

mengikut sertakan BPP serta dikoordinasikan dengan camat.

2. Mengajukan usul kegiatan

Langkah kedua yang dilakukan puskesmas adalah mengajukan usulan

kegiatan tersebut ke dians kesehatan kabupaten/kota untuk persetujuan

pembiayaannya. Perlu diperhatikan dalam mengajukan usulan kegiatan harus

dilengkapi dengan usulan kebutuhan rutin, sarana dan prasarana, dan

operasional puskesmas beserta pembiayaannya.

3. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan

Langkah ketiga yang dilakukan oleh puskesmas adalah menyusun

rencana pelaksanaan kegiatan yang telah disetujui oleh Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota (Rencana Kerja Kegiatan/Plan of Action) dalam bentuk

matriks (Gantt Chart) yang dilengkapi dengan pemetaan wilayah (mapping).

b) Perencanaan upaya kesehatan pengembangan


Jenis upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan

pokok puskesmas yang telah ada, atau upaya inovasi yang dikembangkan

sendiri. Upaya laboratorium medic, upaya laboratorium kesehatan masyarakat

dan pencatatan dan pelaporan tidak termasuk pilihan karena ketiga upaya ini

merupakan upaya penunjang yang harus dilakukan untuk kelengkapan upaya-

upaya puskesmas. Langkah-langkah perencanaan upaya kesehatan

pengembangan yang dilakukan oleh puskesmas mencakup hal-hal sebagai

berikut:

1. Identifikasi upaya kesehatan pengembangan

Langkah pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi upaya

kesehatan pengembangan yang akan diselenggarakan oleh puskesmas.

identifikasi ini dilakukan berdasarkan ada/tidaknya masalah kesehatan yang

terkait dengan setiap upaya kesehatan pengembangan tersebut. Apabila

puskesmas memiliki kemampuan, identifikasi masalah dilakukan bersama

masyarakat melalui pengumpulan data secara langsung di lapangan (survey

mawas diri). Apabila kemampuan pengumpulan data bersama masyarakat

tersebut tidak dimiliki oleh puskesmas, identifikasi dilakukan melalui

kesepakatan kelompok (Delbecq Technique) oleh petugas puskesmas dengan

mengikut sertakan Badan Penyantun Puskesmas. Identifikasi upaya kesehatan

pengembangan dapat pula memilih upaya yang bersifat inovatif yang tidak

tercantum dalam daftar upaya kesehatan puskesmas yang telah ada, melainkan

dikembangkan sendiri sesuai dengan masalah dan kebutuhan masyarakat serta

kemampuan puskesmas.
2. Menyusun usulan kegiatan

Langkah kedua dilakukan oleh puskesmas adalah menyusun usulan

kegiatan yang berisikan rincian kegiatan, tujuan sasaran, besaran kegiatan

(volume), waktu, lokasi serta perkiraan kebutuhan biaya untuk setiap

kegiatan. Rencana yang telah disusun tersebut diajukan dalam bentuk

matriks (Gantt Chart). Penyusunan rencana tahap awal pengembangan

program dilakukan melalui pertemuan yang dilaksanakan secara khusus

bersama dengan BPP dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam bentuk

musyawarah masyarakat.

3. Mengajukan usulan kegiatan

Langkah ketiga yang dilakukan oleh puskesmas adalah mengajukan

usulan kegiatan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk pembiayaannya.

Usulan kegiatan tersebut dapat pula diajukan ke Badan Penyantun Puskesmas

atau pihak- pihak lain. Apabila dilakukan ke pihak-pihak lain, usulan kegiatan

harus dilengkapi dengan uraian tentang latar belakang, tujuan serta urgensi perlu

dilaksanakannya upaya pengembagan tersebut.

4. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan

Langkah keempat yang dilakukan oleh puskesmas adalah menyusun

rencana pelaksanaan yang telah disetujui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau

penyandang dana lain (Rencana Kerja Kegiatan/Plan of Action) dalam bentuk

matriks (Gantt Chart) yang dilengkapi dengan pemetaan wilayah (mapping).

Penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan ini dilakukan secara terpadu

dengan penyusunan rencana pelaksanaan upya kesehatan wajib.


2. P2 (Penggerakan dan Pelaksanaan) puskesmas

Tujuan penggerakan dan Pelaksanaan (P2) puskesmas adalah

meningkatkan fungsi puskesmas melalui peningkatan kemampuan tenaga

puskesmas untuk bekerja sama dalam tim dan membina kerja sama lintas

program dan lintas sektoral. Langkah-langkah pelaksanaan adalah sebagai

berikut:

a) Pengorganisasian

Untuk dapat terlaksananya rencana kegiatan puskesmas, perlu

dilakukan pengorganisasian. Ada dua macam pengorganisasian yang harus

dilakukan.

Pertama, pengorganisasian berupa penentuan para penanggungjawab dan para

pelaksana untuk setiap kegiatan serta untuk setiap satuan wilayah kerja.

Dilakukan pembagian habis seluruh program kerja dan seluruh wilayah kerja

kepada seluruh petugas puskesmas dengan mempertimbangkan kemampuan

yang dimilikinya.

Penentuan para penanggungjawab ini dilakukan melalui pertemuan

penggalangan tim pada awal tahun kegiatan. Kedua, pengorganisasian berupa

penggalangan kerjasama tim secara lintas sektoral.

b) Penyelenggaraan

Setelah pengorganisasian selesai dilakukan, kegiatan selanjutnya

adalah menyelenggarakan rencana kegiatan puskesmas, dalam arti para

penanggungjawab dan para pelaksana yang telah ditetapkan pada

pengorganisasian, ditugaskan menyelenggarakan kegiatan puskesmas sesuai

dengan rencana yang telah ditetapkan. Untuk dapat terselenggaranya rencana

tersebut perlu dilakukan kegiatan sebagai berikut:


1. Mengkaji ulang rencana pelaksanaan yang telah disusun, terutama yang

menyangkut jadwal pelaksanaan, target pencapaian, lokasi wilayah kerja

dan rincian tugas para penanggungjawab dan pelaksana.

2. Menyusun jadwal kegiatan bulanan untuk setiap petugas sesuai dengan

rencana pelaksanaan yang telah disusun. Beban kegiatan puskesmas

harus terbagi habis dan merata kepada seluruh petugas.

3. Menyelenggarakan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.

c) Pemantauan

Penyelenggaraan kegiatan harus diikuti dengan kegiatan pemantauan

yang dilakukan secara berkala. Kegiatan pemantauan mencakup hal sebagai

berikut:

1. Melakukan telaahan penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai, yang

dibedakan atas dua hal yaitu telaahan internal dan telaahan eksternal.

Telaahan internal merupakan telaahan bulanan terhadap penyelenggaraan

kegiatan dan hasil yang dicapai puskesmas, dibandingkan dengan rencana

dan standar pelayanan. Telahaan bulanan dilakukan dalam lokakarya mini

bulanan puskesmas. Telaahan eksternal merupakan telaahan triwulan

terhadap hasil yang dicapai oleh sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama

lainnya serta sektor lain terkait yang ada di wilayah kerja puskesmas.

telaahan triwulan ini dilakukan dalam lokakarya mini triwulan puskesmas

secara lintas sektor.

3) P3 (Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian)

Pengawasan merupakan proses memperoleh kepastian atas

kesesuaian penyelenggaraan dan pencapaian tujuan puskesmas terhadap

rencana dan peraturan perundang-undangan serta kewajiban yang berlaku.


Pengawasan
dibedakan atas dua macam yakni pengawasan internal dan eksternal.

Pengawasan internal dilakukan secara melekat oleh atasan langsung.

Pengawasan eksternal dilakukan oleh masyarakat, dinas kesehatan

kabupaten/kota serta berbagai institusi pemerintah terkait. Pengawasan

mencakup aspek administratif, keuangan dan teknis pelayanan. Apabila pada

pengawasan ditemukan adanya penyimpangan, baik terhadap rencana, standar,

peraturan perundang-undangan maupun berbagai kewajiban yang berlaku, perlu

dilakukan pembinaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Penilaian dilakukan pada akhir tahun anggaran. Kegiatan yang

dilakukan yaitu melakukan penilaian terhadap penyelenggaraan kegiatan dan

hasil yang dicapai, dibandingkan dengan rencana tahunan dan standar

pelayanan. Sumber data yang dipergunakan pada penilaian dibedakan atas dua.

Pertama, sumber data primer yakni yang berasal dari SIMPUS dan berbagai

sumber data lain yang terkait, yang dikumpulkan secara khusus pada akhir

tahun. Kedua, sumber data sekunder yakni data dari hasil pemantauan bulanan

dan triwulanan. Menyusun saran peningkatan penyelenggaraan kegiatan sesuai

dengan pencapaian serta masalah dan hambatan yang ditemukan untuk rencana

tahun berikutnya (Permenkes Nomor 75 Tahun 2014).


Kerangka Pikir

Fokus penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pelaksanaan

program kesehatan ibu dan anak di puskesmas melalui indikator masukan

(input), proses (process), dan keluaran (output). Oleh karena itu, fokus

penelitian disusun sebagai berikut:

INPUT
PROSES OUTPUT
- Jumlah dan - Pelaksanaan Pencapaian program
Kualitas pelayanan kesehatan ibu dan
Tenaga antenatal
anak di puskesmas
- Besar anggaran - Pelaksanaan
- Sarana skrining
dan Hiv
- Pelaksanaan
Prasarana
kelas ibu
hamil

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian


Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan desain

penelitian Kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang

menyeluruh dan lengkap tentang Pelaksanaan Program Kesehatan Ibu dan

Anak di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2018.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di UPT Puskesmas Polonia Medan dan

waktu pelaksanaan penelitian dilakukan sejak bulan Juli 2018 sampai dengan

selesai.

Informan Penelitian

Pemilihan informan berdasarkan asas kesesuaian (appropriateness) dan

asas kecukupan (adequacy). Pemilihan informan berdasarkan asas kesesuaian

adalah informan yang memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan topik

penelitian. Pemilihan informan berdasarkan asas kecukupan adalah informan

yang dapat menggambarkan seluruh fenomena yang berkaitan dengan topik

penelitian. Para Informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Kepala Puskesmas

b. 1 orang Bidan Koordinator, 2 orang bidan/perawat dari ruangan KIA

di Puskesmas Polonia.

c. Ibu hamil di wilayah kerja puskesmas berjumlah 3 orang.


Definisi Konsep

Beberapa definisi konsep yang harus diketahui antara lain adalah:

1. Masukan (input) adalah segala kebutuhan yang dimasukkan dalam

pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak di puskesmas, sehingga dapat

berjalan dengan baik, meliputi:

a. Jumlah dan Kualitas Tenaga adalah seseorang yang memiliki latar

belakang pendidikan dibidang kesehatan yang melaksanakan program

kesehatan ibu dan anak.

b. Besar Anggaran adalah biaya atau materi berupa uang yang

digunakan untuk program kesehatan ibu dan anak.

c. Sarana, prasarana, dan peralatan adalah sesuatu yang digunakan

termasuk didalamnya tempat, media, peralatan pendukung dalam

terlaksananya program kesehatan ibu dan anak.

2. Proses (process) merupakan kegiatan-kegiatan dari program kesehatan ibu

dan anak yaitu pelayanan antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil.

3. Keluaran (output) adalah pencapaian hasil kegiatan pelaksanaan kesehatan

ibu dan anak di puskesmas sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh

Permenkes No.741 tahun 2008 dengan cakupan pelayanan kesehatan ibu

hamil K4 (95%).
Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data. Dalam penelitian ini digunakan dua sumber

data yaitu :

1. Data primer diperoleh melalui hasil observasi/pengamatan dan

wawancara mendalam (indepth interview) kepada informan dengan

berpedoman pada panduan pertanyaan yang telah dipersiapkan.

Informan diwawancarai pada waktu yang berbeda.

2. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data

yang diperoleh dari profil Puskesmas Polonia.

Instrumen penelitian. Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif

yaitu instrument penelitian adalah peneliti sendiri. Dalam wawancara mendalam

(Indepth Interview) peneliti menggunakan pedoman wawancara mendalam

disertai dengan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan

disampaikan menggunakan alat bantu berupa lembar observasi, voice recorder,

notes dan alat tulis.

Metode Pengukuran

Triangulasi. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai

pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai

waktu. Triangulasi yang digunakan oleh peneliti yaitu triangulasi sumber.

Triangulasi sumber berarti mendapatkan data dari sumber yang berbeda dengan

teknik yang sama, yakni dengan memilih informan yang dianggap dapat

memberikan jawaban sesuai dengan pertanyaan yang diajukan (Sugiyono,

2012).
Metode Analisis Data

Menurut Sugiyono (2012) analisis data adalah proses mencari dan

menyusun data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan

dokumentasi secara sistematis, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam

kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke

dalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat

kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Miles and Huberman (Sugiyono, 2012) mengemukakan terdapat 3 langkah

dalam analisis data, yaitu reduksi data, display data, dan verifikasi data.

1. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan

demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih

jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

2. Display Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya dalam analisis data ini

adalah display data atau penyajian data. Miles dan Huberman (Sugiyono, 2012)

menyatakan bahwa yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam

penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan

menyajikan data maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi dan

memudahkan dalam merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah

dipahami tersebut.
3. Verifikasi Data

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan

kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan mungkin dapat menjawab rumusan

masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena masalah

dan rumusan masalah bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti

berada di lapangan. Apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal

didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke

lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan

kesimpulan yang kredibel.


Hasil dan Pembahasan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Letak geografis. Puskesmas Polonia berdiri pada tanggal 1 Mei 1980,

terletak di Kecamatan Medan Polonia tepatnya di Jl. Polonia Gang A Kelurahan

Medan Polonia. Jarak Puskesmas dengan Dinas Kota Medan Tingkat II berkisar

44,5 km, sehingga letak Puskesmas Polonia dapat dicapat dengan kendaraan.

Batas-batas wilayah kerja puskesmas sebagai

berikut: Sebelah Utara : Kecamatan Medan Polonia

Sebelah Selatan : Kecamatan Medan Johor

Sebelah Barat : Kecamatan Medan Baru

Sebelah Timur : Kecamatan Medan

Maimun

Wilayah kerja Puskesmas Poloniadalam melaksanakan

kegiatannya mempunyai luas wilayah 892 Ha dengan jumlah lingkungan

sebanyak 46 lingkungan yang terbagi menjadi lima wilayah kerja, yaitu:

1. Kelurahan Polonia

2. Kelurahan Anggrung

3. Kelurahan Madras Hulu

4. Kelurahan Suka Damai

5. Kelurahan Sari Rejo.


Gambar 2. Bangunan Puskesmas Polonia

Demografis. Puskesmas Polonia memiliki penduduk sebesar 56.880

jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 28.903 jiwa dan perempuan sebanyak

28.787 jiwa.

Tabel 1
Data Demografi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia
Luas
Kelurahan Jumlah Lingkungan Jumlah Penduduk/Jiwa
Ha
Polonia 13 1.027 9.163
Anggrung 8 94,95 843
Madras Hulu 10 158,74 1.416
Suka Damai 6 298,4 2.662
Sari Rejo 9 1.570 14.005
Medan Polonia 46 3.149 55.949
Sumber: Profil Puskesmas Polonia 2017

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat Kelurahan yang memiliki jumlah

penduduk terbanyak adalah Kelurahan Sari Rejo yaitu 14.005 jiwa dan

Kelurahan yang memiliki jumlah penduduk terendah adalah Kelurahan

Anggrung yaitu 843 jiwa.

Tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan yang bertugas di

Puskesmas Polonia sebanyak 26 orang. Untuk lebih jelas dapat dilihat

pada tabel 2.
Tabel 2
Distribusi Tenaga Kesehatan di Puskesmas Polonia
Pendidikan Jumlah
S2 Kesehan Masyarakat 2
S1 Kedokteran Umum 6
S1 Kedokteran Gigi 1
S1 Kesehatan Masyarakat 1
S1 Keperawatan 1
S1 Farmasi 1
D4 Bidan Pendidik 1
D3 Kebidanan 5
D3 Keperawatan 2
D3 Gizi 1
D3 Kesehatan Gigi 1
D3 Analis Kesehatan 1
Sekolah Menengah Farmasi 1
Total 24
Sumber: Profil Puskesmas Polonia Tahun 2017

Sarana dan prasarana kesehatan. Prasarana yang tersedia untuk

kelancaran tugas pelayanan terhadap masyarakat di Puskesmas Polonia

disediakan 4 unit sepeda motor. Sarana yang terlihat di Puskesmas Polonia

dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut:

Tabel 3
Sarana Kesehatan di Puskesmas Plonia Tahun 2018
Sarana Kesehatan Jumlah
Ruang Kepala Puskesmas/TU 1 Unit
Ruang Gizi/UKS 1 Unit
Ruang Dokter/Poli Umum 2 Unit
Ruang Obat 1 Unit
Ruang KB/KIA/Imunisasi 1 Unit
Ruang Klinik Gigi 1 Unit
Ruang Laboraturium 1 Unit
Ruang Arsip/Folder Pasien 1 Unit
Ruang Tunggu Pasien 1 Unit
Ruang Pendaftaran 1 Unit
Sumber: Profil Puskesmas Polonia Tahun 2017
Karakteristik Informan

Jumlah informan penelitian sebanyak 7 informan, yang terdiri dari 1 informan

Kepala Puskesmas, 1 informan Bidan Koordinator, 2 informan Bidan/Perawat

dari Ruangan KIA, dan 3 informan Ibu Hamil di wilayah kerja Puskesmas.

Wawancara terhadap informan dilaksanakan pada tanggal 29 Oktober 2018 – 28

November 2018 di wilayah kerja Puskesmas Polonia. Adapun karakteristik

informan berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4

Tabel 4
Karakteristik Informan
Jenis
Nama Umur
Kelamin Pendidikan
Jabatan
Terakhir
dr. Surya S. Pulungan, Magister Kesehatan Kepala
M.Kes 43 Laki-Laki Masyarakat Puskesmas
Rismanidar, AMKeb 48 Perempuan D3 Kebidanan Koordinator KIA
Eva Judika, AMKeb 45 Perempuan D3 Kebidanan Bidan
Meriam P, AMKeb 44 Perempuan D3 Kebidanan Bidan
Lia Indriwati 28 Perempuan SMA Ibu Hamil
Astriani 35 Perempuan SMA Ibu Hamil
Irnayanti 33 Perempuan SMA Ibu Hamil

Masukan (Input)

Input merupakan komponen yang memberikan masukan untuk

berfungsinya satu sistem seperti sistem pelayanan kesehatan. Terdapat

beberapa aspek yang dikategorikan sebagai masukan (input) dalam

pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak yaitu: jumlah dan kualitas

tenaga, sarana dan prasarana kesehatan, dan besar anggaran.


Jumlah dan kualitas tenaga. Jumlah dan kualitas tenaga adalah

tenaga kesehatan yang telah mendapatkan pelatihan yang terlibat dalam

pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak, yaitu petugas puskesmas.

Hasil wawancara tentang ketersediaan tenaga kesehatan di

Puskesmas Polonia dijelaskan oleh Kepala Puskesmas sebagai berikut:

“Kalau petugas untuk program kesehatan ibu dan anak ada 1 orang
bidan koordinatornya. Jika ada kegiatan petugas yang lain ikut serta
untuk membantu kegiatan tersebut. Dan sejauh ini saya rasa sudah
cukup.
Pelatihan untuk tenaga puskesmasnya ada, pelatihan biasanya dinas
kesehatan yang mengadakan, yang saya tau sih cuman ada pelatihan
tentang pelayanan antenatal, kalau pelatihan skrining HIV dan kelas
ibu hamil keknya belum ada” (Informan 1)

Sejalan dengan pernyataan oleh bidan koordinator KIA

yang mengemukakan:

“Petugas untuk program kesehatan ibu dan anak 1 orang dan saya
sebagai penanggung jawabnya. Kalau saya sendiri saya keteteranla jadi
misalnya ada kegiatan bidan lain juga ikut serta dan bukan cuman saya
sendiri. Kalau pelatihan untuk saya sebagai bidan ada waktu saya
sekolah dulu, dan kemaren dinas kesehatan juga mengadakan pelatihan
cuman saya lupa udah lama.” (Informan 2)

Kutipan tersebut ditambahkan oleh bidan pelaksana program KIA

yang mengemukakan:

“Kalau ada kegiatan seperti kelas ibu hamil aja sih biasanya yang
ikut ngebantu. Kalau kegiatannya yang tidak perlu anggota banyak
ya kami tidak ikut serta. Palingan kami bekerja sesuai tanggung
jawab kami sebagai pemegang program” (Informan 3,4)

Berdasarkan kutipan diatas diperoleh informasi bahwa petugas untuk

program kesehatan ibu dan anak berjumlah 1 orang. 1 orang petugas tidak

cukup untuk melaksanakan kegiatan yang maksimal, jika ada kegiatan

program
kesehatan ibu dan anak bidan lain ikut serta untuk melaksanakan kegiatan.

Pelatihan tenaga kesehatan tidak diadakan secara berkesinambungan, hanya

sesuai panggilan dari Dinas Kesehatan.

Menurut agustino (2006) menyatakan bahwa keberhasilan proses

implementasi tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang

tersedia. Manusia merupakan sumber daya terpenting dalam menentukan

keberhasilan dalam proses implementasi, tahap-tahap tertentu dari keseluruhan

proses implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas.

Kompetensi juga merupakan hal yang sangat penting bagi pelaksanaan

kebijakan di lapangan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas kepada

masyarakat.

Menurut Indihano (2009), kegagalan dalam implementasi sering terjadi

karena staf tidak mencukupi, tidak memadai ataupun tidak kompeten

dibidangnya, penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak mencukupi

tetapi diperlukan pula kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang

diperlukan dalam mengimplementasikan kebijakan atau melaksanakan tugas

yang diinginkan oleh kebijakan atau program itu sendiri.

Keberhasilan puskesmas dalam menjalankan program, ditentukan oleh

ketersediaan sumber daya manusia yang memadai dan berkualitas. Tetapi yang

dihadapi puskesmas polonia terkait jumlah tenaga kesehatan pada program

KIA yang bertanggung jawab hanya berjumlah 1 orang bidan dibantu dengan

bidan lainnya, walaupun pelaksanaan program tersebut dibantu bidan lain tetapi

dengan jumlah tenaga kesehatan serta tugas yang dimiliki menyebabkan

adanya tugas pokok yang tumpang tindih yang akan membuat pekerjaan

menjadi tidak
maksimal dan menimbulkan beban kerja bagi petugas yang dapat

mempengaruhi kinerja petugas tersebut. Seharusnya ada penambahan 2

petugas kesehatan untuk program KIA agar tidak terjadi tumpang tindih tugas

pokok. Pelatihan tenaga kesehatan juga tidak diadakan secara

berkesinambungan. Akibatnya, program kesehatan ibu dan anak belum

berjalan dengan efektif.

Sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana adalah segala sesuatu

yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak

seperti tempat, media dan peralatan mendukung.

Hasil penelitian mengenai sarana dan prasarana program kesehatan ibu

dan anak dinyatakan oleh Kepala Puskesmas Polonia sebagai berikut:

“Ruangan pemeriksaan KIA ada dan perlengkapan nya pun sudah


hampir mencukupi tapi masih ada juga yang kurang. Kalau kelas ibu
hamil tidak bisa dilaksanakan di puskesmas karna tidak ada tempatnya,
jadi kelas ibu hamil dilaksanakan di rumah kader. Untuk skrining hiv
pun disini tidak ada peralatannya jadi kalau mau meriksa di bawa ke
puskesmas padang bulan.” (Informan 1)

Sejalan dengan pernyataan dari Bidan Koordinator KIA mengenai sarana

dan prasarana di Puskesmas Polonia mengemukakan:

“Kalau untuk sarana dan prasarana KIA saya rasa sudah hampir
cukup, tapi tidak ada alat USG karena juga dokter spesialis obgyn juga
tidak ada disini. Ada juga sih sebagian alat yang rusak dan belum
diganti. Kalau skrining HIV pemeriksaan nya diluar puskesmas polonia
dan biasanya kalau mau meriksa dibawa ke puskesmas padang bulan
karna disini juga gak ada peralatan nya. Kelas ibu hamil pun tidak
diadakan di puskesmas tapi dirumah kepling atau di klinik karna disini
gak ada ruangan buat pelaksanaan kelas ibu hamilnya.” (Informan 2)

Berdasarkan pernyataan informan diatas, dapat diperoleh informasi

bahwa fasilitas di Puskesmas masih banyak yang harus ditambahkan seperti

alat-alat
untuk skrining HIV dan belum tersedia pelayanan pemeriksaan kehamilan

menggunakan alat Ultrasonography (USG). Tidak adanya ruangan untuk

pelaksanaan kelas ibu hamil dan kelas ibu hamil yang diadakan dirumah

kepling di wilayah kerja puskesmas. Jika terdapat kekurangan atau kerusakan

pada sarana dan prasarana merupakan tanggungjawab Dinas Kesehatan dalam

memenuhi kekurangan tersebut.

Menurut Kemenkes RI (2014) ruangan pemeriksaan ibu hamil harus

memenuhi standar kesehatan yaitu tersedianya air bersih yang memenuhi syarat

fisik kimia dan bakteriologik, pencahayaan yang cukup, ventilasi yang cukup

dan terjamin keamanannya, serta ruangan yang luas sehingga memberikan

kenyamanan bagi bidan dalam memberikan pelayanan.

Menurut penelitian Tanjung (2016) mengatakan bahwa fasilitas

kesehatan tingkat pertama di tuntut untuk memenuhi persyaratan untuk

memberikan pelayanan kepada seluruh masyarakat, pemerintah daerah dan

pemerintah pusat harus bersinergi dalam melaksanakan program pemerintah

bidang kesehatan khususnya program KIA, jika sarana dan sumberdaya

kesehatan lainnya tidak ada, rusak atau masih kurang harusnya perlu adanya

kebijakan pembangunan, peningkatan ataupun perbaikan agar pencapain

Program KIA dapat meningkat.

Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Solang dkk

(2012) menyatakan bahwa kurangnya fasilitas yang tersedia di tempat

pelayanan kesehatan dapat mempengaruhi motivasi ibu hamil untuk datang

berkunjung memeriksakan kehamilannya.


Kegiatan program KIA seharusnya didukung oleh sarana dan prasarana

yang memadai agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dengan maksimal.

Tujuan program kesehatan ibu dan anak tidak akan tercapai jika sarana dan

prasarana tidak mendukung. Dengan demikian, sarana dan prasarana di

puskesmas polonia masih perlu ada yang ditambahkan. Sesuai observasi yang

dilakukan oleh peneliti diruangan KIA yang digunakan untuk pelayanan

antenatal di puskesmas yang dirasa masih kurang luas/sempit dikarenakan

banyak barang berukuran besar seperti lemari, meja, dan kursi. Sarana kesehatan

yang cukup dan memadai mempunyai peranan besar dalam menunjang

pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak.

Besar anggaran. Besar anggaran adalah dana yang digunakan

untuk mendukung pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak.

Hasil penelitian mengenai besar anggaran di Puskesmas Polonia

untuk pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak di Puskesmas Polonia

sebagai berikut:

“Untuk anggaran berasal dari BOK, kalau ditanya cukup atau tidak
ya sebenarnya tidak cukup, tapi kita maksimalkan saja dana yang
ada, karena minta dana ke Dinas kan tidak mudah.” (Informan 1)

Hal tersebut didukung pula oleh informan lain yaitu bidan

diruangan kesehatan ibu dan anak di Puskesmas Polonia yang

mengemukakan:

“Anggaran di puskemas berasal dari BOK. Sebenarnya sih dananya


juga masih kurang cuman ya dicukupkan ajalah. Misalnya ada yang
kurang tinggal bilang ke kapus aja nanti kapus yang minta ke Dinas
nya.” (Informan 2,3,4)
Berdasarkan pernyatan informan diatas, dapat diperoleh informasi

bahwa anggaran program kesehatan ibu dan anak berasal dari dana Biaya

Operasional Kesehatan (BOK).

Sejalan dengan hasil penelitian Mustaqim, dkk (2015) Pelaksanaan

program KIA membutuhkan perencanaan dengan tepat dan tanggung

jawab seluruh pelaksana kegiatan terutama dukungan pembiayaan dari

pemerintah daerah. Sementara itu untuk memberikan kemudahan didalam

perencanaan pembiayaan Standar Pelayanan Minimal (SPM kesehatan) di

kabupaten/kota Departemen Kesehatan.

Berdasarkan UU no. 36 tahun 2009 pasal 170 yang mana sumber

pembiayaan kesehatan berasal dari pemerintah. Pemerintah daerah,

masyarakat/swasta dan sumber lain. Pembiayaan yang berasal dari pemerintah

yaitu APBN. Selain dengan pembiayaan, puskemsas juga menerima biaya dari

pasien yang menggunakan jaminan kesehatan yang dimiliki oleh masyarakat

seperti BPJS, Askes, Jamkesda dan Jamkesmas. Penggunaan jaminan kesehatan

ini diatur dalam PERMENKES Nomor 28 Tahun 2011 tentang pedoman

pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional.

Adanya keterbatasan sumber dana dapat menghambat pelaksanaan

suatu program, semakin besar dana yang dikeluarkan untuk memperbaiki

sebuah program maka hasilnya pun akan semakin efektif. Apabila dana yang

tersedia kurang, maka program akan berjalan lambat dan tidak ada kemajuan.

Diketahui bahwa adanya sedikit permasalahan terkait pendanaan dalam

menjalankan program kesehatan ibu dan anak di puskesmas polonia.

Puskesmas tidak
mendapatkan pendanaan yang maksimal tetapi puskesmas mencoba

untuk memaksimalkannya.

Proses (Proccess)

Proses merupakan semua aktivitas interaksi dari seluruh karyawan dan

tenaga profesi dengan pelanggan, baik pelanggan internal (sesama petugas

atau karyawan) maupun pelanggan eksternal (pasien, pemasok barang,

masyarakat yang datang ke puskesmas atau rumah sakit untuk maksud

tertentu). Untuk melihat baik atau tidaknya dari proses yang dilakukan

puskesmas atau Rumah Sakit dapat diukur dari: 1) Relevan atau tidaknya

proses yang diterima oleh pelanggan, 2) Efektif atau tidaknya proses yang

diterima oleh pelanggan, dan 3) Mutu yang dilakukan. Variabel proses

merupakan pendekatan langsung terhadap mutu pelayanan kesehatan. Jika

petugas atau profesi semakin patuh terhadap standar pelayanan kesehatan,

maka pelayanan kesehatan yang diberikan akan semakin bermutu pula.

(Bustami, 2011)

Pelaksanaan pelayanan antenatal. Pelaksanaan pelayanan antenatal

adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan ibu selama

masa kehamilannya untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu hamil beserta

janin yang dikandungnya yang dilakukan sesuai standar agar dapat mendeteksi

secara dini kelainan dan risiko yang mungkin timbul selama kehamilan

sehingga dapat diatasi dengan cepat dan tepat.


Hasil wawancara mengenai pelaksanaan pelayanan antenatal

dijelaskan oleh petugas Puskesmas Polonia yang mengemukakan:

“Pelaksanaan pelayanan antenatal sudah bagus dan sudah terlaksana


10T. Ibu hamil di wilayah kerja puskesmas pun rajin memeriksakan
kehamilan mereka. Ada juga yang mau meriksa USG cuman kan disini
tidak ada alatnya dan dokter spesialis obgyn nya yah jadi tidak
bisalah.” (Informan 2)

Berikut ini pernyataan dari ibu hamil yang rutin meriksa kehamilan

di Puskesmas Polonia yang mengemukakan:

“Saya rajin memeriksakan kehamilan saya tiap bulan. Pelayanan


dipuskesmas juga bagus. Setiap saya meriksa juga dikasih vitamin gitu
sama bidannya. Biasa saya juga melakukan USG di rumah sakit karena
kan di puskesmas tidak ada alatnya.” (Informan 5,6)

Berikut ini pernyataan dari ibu hamil yang tidak rutin meriksa

kehamilan di Puskesmas Polonia yang mengemukakan:

“Saya periksa kalau saya ada keluhan aja, kalau tidak kenapa napa
saya tidak ke puskesmas la” (Informan 7)

Berdasarkan pernyataan informan diatas, dapat di peroleh informasi

bahwa tidak ada masalah atau kendala apapun pada kegiatan pelayanan

antenatal. Bidan sudah melaksanakan standart pelayanan ANC yaitu 10T. Tetapi

masih ada ibu hamil yang masih tidak rutin memeriksakan kehamilan nya dan

melakukan pemeriksaan pada saat terjadi keluhan saja.

Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Sriwahyu (2013), yang menunjukkan bahwa ibu yang berpengetahuan baik

lebih banyak memanfaatkan pelayanan antenatal dikarenakan ibu yang

berpengetahuan
baik, lebih peduli terhadap kesehatannya terutama terhadap

kesehatan kehamilannya.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97

tahun 2014 Pelayanan Kesehatan Masa Hamil bertujuan untuk memenuhi hak

setiap ibu hamil memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas sehingga

mampu menjalani kehamilan dengan sehat, bersalin dengan selamat, dan

melahirkan bayi yang sehat dan berkualitas. Keuntungan layanan antenatal

care sangat besar karena dapat mengetahui resiko komplikasi sehingga ibu

hamil dapat diarahkan untuk melakukan rujukan ke rumah sakit. Manfaat dari

deteksi dini diharapkan dapat mencegah komplikasi lebih lanjut atau

meminimalkan risiko akibat terjadinya komplikasi (Feryanto, 2013).

Pelaksanaan kegiatan pelayanan antenatal di Puskesmas Polonia sudah

terlaksana dengan baik dan bidan sudah melaksanakan standar pelayanan

antenatal 10T. Tetapi masih ada ibu hamil yang tidak melakukan kunjungan

ANC secara lengkap dan teratur disebabkan karena kunjungan ANC itu tidak

terlalu penting dan belum mengetahui dengan jelas manfaat dari dilakukannya

kunjungan Antenatal Care sehingga para ibu malas untuk melakukan kunjungan

ANC secara teratur dan lengkap kecuali ketika mengalami keluhan sakit saja.

Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi dan membantu meningkatkan

pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan pelayanan antenatal adalah

melaksanakan sosialisasi tentang usaha-usaha peningkatan pemanfaatan

pelayanan antenatal care oleh petugas kesehatan. Peningkatan pendekatan

kepada masyarakat sangat penting sehingga


petugas kesehatan mampu menyampaikan pesan-pesan kesehatan

kepada masyarakat dalam setiap kesempatan.

Pelaksanaan skrining HIV. Skrining HIV adalah cara untuk

mengidentifikasi penyakit yang belum tampak melalui suatu tes atau

pemeriksaan untuk mengdiagnosis orang yang baru terinfeksi virus HIV.

Hasil wawancara mengenai pelaksanaan skrining hiv dijelaskan

oleh petugas Puskesmas Polonia yang mengemukakan:

“Kalau pelaksanaan skrining hiv kami hanya melakukan penyuluhan,


sosialisasi dan mengajak pasien untuk melakukan skrining hiv. Jadi
misalnya ada pasien yang mau meriksa barulah diambil sampel
darahnya lalu diantar ke puskesmas padang bulan kalau di puskesmas
ini tidak ada pemeriksaan. Lagian banyak juga ibu hamil yang tidak
mau skrining hiv karena mereka takut dan mereka merasa kalau kita
mengecek hiv seolah- olah kita sudah terkena hiv.” (Informan 2,3,4)

Berikut pernyataan dari ibu hamil mengenai pelaksanaan skrining

HIV sebagai berikut:

“Saya tidak tau tentang skrining hiv. Saat saya melakukan


pemeriksaan kehamilan pun bidan gak ada ngasih tau. Lagian pun
kalau ada juga tes hiv saya tidak beranilah.” (Informan 5,6,7)

Berdasarkan kutipan informan di atas dapat diperoleh informasi bahwa

pelaksanaan skrining HIV tidak dilaksanakan di Puskesmas Polonia. Puskesmas

hanya mengambil sampel darah atau mengajak pasien ke Puskesmas Padang

Bulan untuk melakukan pemeriksaan. Dan informan ibu hamil di wilayah kerja

puskesmas tidak ada yang melaksanakan skrining HIV karena alasan mereka

takut dan masih kurangnya informasi yang diberikan petugas kepada ibu hamil

tentang skrining HIV.


Sejalan dengan hasil penelitian Setiyawati, dkk (2015) mengatakan

bahwa penyebab yang diduga menjadi penyebab masih sedikitnya ibu hamil

yang melakukan tes HIV adalah mayoritas ibu memiliki persepsi bahwa dirinya

tidak berisiko tertular HIV. Tidak dapat dipungkiri bahwa stigma HIV masih

sangat kental di masyarakat yang menjadikan ibu hamil merasa takut

mengetahui bahwa dirinya terinfeksi HIV atau tidak. Terdapat hubungan antara

inisiasi pemberi layanan, ketersediaan informasi dari keluarga dan kader

kesehatan. Inisiasi pemberi layanan untuk melakukan tes HIV merupakan faktor

yang paling berpengaruh terhadap perilaku tes HIV pada ibu hamil. Penyuluhan

HIV merupakan pintu gerbang utama atau sebagai kunci pembuka program

penanganan HIV. Dan dalam suatu program atau layanan kesehatan diperlukan

sarana prasarana yang menunjang untuk berlanjutnya suatu layanan atau

program.

Pelaksanaan kegiatan skrining HIV di Puskesmas Polonia belum berjalan

dengan maksimal karena tidak adanya sarana dan prasarana untuk mendukung

pemeriksaan skrining HIV. Jika ada yang ingin melakukan skrining HIV

petugas hanya mengambil sampel darah atau mengajak pasien ke puskesmas

padang bulan untuk melakukan pemeriksaan. Konseling dan penawaran tes HIV

pada semua ibu hamil dapat menurunkan stigma dan diskriminasi masyarakat.

Semua ibu hamil harus dilakukan PICT agar petugas kesehatan dapat

mengetahui status pasien sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan

secara tepat. Apabila diketahui status HIV pada ibu hamil, maka risiko

penularan HIV dari Ibu ke Anak saat kehamilan maupun persalinan dapat

dicegah. Puskesmas sudah memberikan penyuluhan tentang skrining HIV tetapi

informasi tentang skrining HIV tidak


diberikan secara merata dan ibu hamil masih kurang pengetahuan tentang

skrining HIV.

Pelaksanaan kelas ibu hamil. Pelaksanaan kelas ibu hamil merupakan

sarana belajar kelompok tentang kesehatan ibu hamil dalam bentuk tatap muka

melalui praktik, belajar bersama, diskusi, dan tukar pengalaman tentang

kesehatan ibu dan anak (KIA).

Hasil wawancara mengenai pelaksanaan kelas ibu hamil di

Puskesmas Polonia dijelaskan oleh Kepala Puskesmas Polonia sebagai

berikut:

“Kelas ibu hamil diadakan dua kali dalam sebulan. Biasanya


diminggu pertama. Kalau untuk harinya tanyakan langsung dengan
petugas nya sendiri, karena harinya dapat berubah-ubah.” (Informan
1)

Sejalan dengan pernyataan dari petugas program kesehatan ibu dan

anak mengenai kelas ibu hamil yang mengemukakan:

“Kelas ibu hamil biasanya diadakan pada hari kamis minggu pertama
dan minggu ketiga dua kali dalam sebulan. Tapi lebih sering sekali
dalam sebulan. Tetapi harinya dapat berubah karena disesuaikan
dengan waktu tenaga puskesmasnya. Informasinya hanya disampaikan
di Puskesmas.
Biasanya ibu ibu hamilnya juga antusias buat ikut kelas ibu hamil
kadang pun mereka nanya kapan kelas ibu hamil lagi bu. Yah tapi
jadwal nya harusnya disesuaikan dengan petugas. Kelas ibu hamil tidak
dilaksanakan di puskesmas, dilaksanakannya dirumah kepling/klinik di
kelurahan sari rejo dan kelurahan polonia” (Informan 2)

Hal tersebut juga didukung oleh informan lain yaitu pernyataan

bidan pelaksana kegiatan kelas ibu hamil yang mengemukakan:

“Yang ikut kelas ibu hamil palingan tidak sampai 20 orang. Tapi
seberapa pun yang datang kalau sudah dijadwalkan ya tetap kami
laksanakan.
Biasanya kami juga sosialisasi tentang KB dan imunisasi pada ibu
hamil yang datang.” (Informan 3,4)
Berikut pernyataan ibu hamil yang pernah mengikuti kelas ibu hamil

yang mengemukakan:

“Saya tau ada kegiatannya di puskesmas, taunya dari petugas saat


saya periksa hamil, jadi disuruh ikut. Tapi saya ikutnya juga gak rutin
karena tidak sempat. Jadwalnya juga gak teratur gitu jadi kadang saya
males.
Kegiatannya sih sebenernya bagus ada senam ibu hamil dan bidannya
juga sosialisasi tentang KB nya gitu. Cuman itulah saya gak sempat
terus pun jadwal nya berubah-ubah gak tetap gitu.” (Informan 5)

Berikut pernyataan informan yang tidak pernah mengikuti kegiatan

kelas ibu hamil yang mengemukakan:

“Saya tidak tahu kalau ada kegiatan kelas ibu hamil. Waktu saya
periksa hamil dipuskesmas pun bidan tidak ada memberi tahu kalau
ada kegiatan kelas ibu hamilnya.” (Informan 6-7)

Berdasarkan pernyataan informan di atas dapat diperoleh informasi

bahwa kegiatan kelas ibu hamil di Puskesmas Polonia diadakan dua kali setiap

bulan pada minggu pertama dan minggu ketiga, penentuan hari ditentukan oleh

jadwal petugas puskesmas. Kegiatan kelas ibu hamil meliputi metode praktik

dan metode ceramah. Penyampaian kelas ibu hamil hanya dilakukan di

puskesmas. Satu informan ibu hamil mengatakan pernah mengikuti kegiatan

walaupun tidak rutin karena waktunya tidak cocok dengan ibu. Informasi

kegiatan didapatkan dari petugas puskesmas saat sedang melakukan

pemeriksaan kehamilan. Sedangkan 2 informan ibu hamil lainnya mengatakan

tidak mengetahui adanya kegiatan kelas ibu hamil. Komunikasi antara petugas

dan masyarakat dirasakan masih kurang.

Kelas ibu hamil merupakan kelompok belajar ibu-ibu hamil, di kelas

ibu hamil ibu-ibu hamil akan belajar bersama, berdiskusi dan saling bertukar

pengalaman tentang kesehatan Ibu dan anak (KIA) secara menyeluruh dan
dilaksanakan secara terjadwal. Kelas Ibu hamil bertujuan untuk meningkatkan

pengetahuan, merubah sikap dan perilaku ibu agar memahami tentang

kehamilan, perubahan tubuh dan keluhan selama kehamilan, perawatan

kehamilan, persalinan, perawatan nifas, KB pasca persalinan perawatan bayi

baru lahir, mitos/kepercayaan, adat istiadat, setempat, penyakit menular, dan

akte kelahiran. (Kemenkes, 2011)

Mengacu pada buku panduan peserta kelas ibu hamil dan ibu balita

Kemenkes (2011) materi yang diberikan mengenai buku KIA, materi masa

hamil, persalinan, pelayanan setelah persalinan, jenis imunisasi, ASI eksklusif,

gizi, senam hamil. Waktu penyelenggaraan kelas ibu hamil dan ibu balita

ditentukan oleh fasilitator, metode ceramah tidak lebih dari 25% dari total

waktu sesi kelas. Seorang fasilitator kelas ibu hamil dan ibu balita harus sudah

menguasai buku KIA.

Pelaksanaan kelas ibu hamil di Puskesmas Polonia belum terlaksana

secara terarah hal ini sebagaimana disebutkan informan bahwa pelaksanaan

kelas ibu hamil tidak terjadwal kemudian kurangnya informasi dari petugas

mengenai kapan diadakan kelas ibu hamil yang membuat ibu-ibu banyak yang

tidak menyisihkan waktunya untuk kelas ibu hamil sehingga banyak ibu tidak

hadir, bahkan ada diantara beberapa ibu yang tidak pernah mengikuti kelas ibu

hamil.

Banyak manfaat yang didapat dalam kegiatan kelas ibu hamil yang bertujuan

untuk menambah pengetahuan ibu hamil dan kegiatan yang dilaksanakan

dengan metode ceramah dan praktik. Namun penyampaian informasi kegiatan

tidak
tersampaikan secara menyeluruh kepada semua ibu hamil yang ada di

wilayah keja Puskesmas Polonia.

Keluaran (Output)

Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan

dari berlangsungnya proses dalam sistem. Keluaran yang diharapkan dari

program kesehatan ibu dan anak ini adalah terlaksananya program kesehatan ibu

dan anak yang optimal untuk mencapai target cakupan K4 dan dapat melihat

hambatan ketika melaksanakan kegiatan program tersebut.

Hasil wawancara mendalam tentang output pelaksanaan

program kesehatan ibu dan anak sebagai berikut:

“Kalau program kesehatan ibu dan anak saya rasa sudah berjalan
cukup baik. Kendalanya yang kami hadapi biasanya kemauan ibu untuk
berpartisipasi dalam kegiatan yang kami berikan masih kurang, kalau
kegiatan-kegiatan dari puskesmas pasti kami lakukan semaksimal
mungkin walaupun kami masih punya banyak kekurangan seperti sarana
prasaranya dan sebagainya. Dan monitoring biasanya saya melakukan
pembicaraan kepada penanggung jawab program apakah sasaran
cakupan program sudah cukup atau tidak dan dicari kendalanya lalu
diselesaikan apa yang menjadi hambatannya.” (Informan 1)

Hasil wawancara dengan kepala puskesmas menunjukan

kurangnya kemauan ibu dalam kegiatan puskesmas dan puskesmas

sebagai pelayan kesehatan selalu berupaya semaksimal mungkin dalam

pelaksaan kegiatan.

“Kalau untuk cakupan K4 program kesehatan ibu dan anak saya


rasa sudah hampir mencapai target dan tidak pernah dibawah 50%.
Hambatannya kalau ibu-ibu tidak mau mengikuti kegiatan atau
pemeriksaan itulah yang menjadi tantangan kita untuk memberikan
penyuluhan lagi agar supaya mereka mengerti, mungkin selama ini
mereka tidak mau itu karena mereka tidak mengerti dan kita wajib
untuk terus melakukan penyuluhan dan sosialisasi sehingga mereka
mengerti dan mereka mau.” (Informan 2)
Hasil wawancara dengan koordinator KIA juga menunjukkan

kurangnya partisipasi ibu-ibu untuk mengikuti kegiatan program kesehatan

ibu dan anak dikarenakan masih kurangnya pengetahuan tentang kegiatan

program kesehatan ibu dan anak yang dilaksanakan oleh puskesmas.

Berdasarkan kutipan diatas diperoleh informasi bahwa pelaksanaan

kegiatan program kesehatan ibu dan anak sudah berjalan dengan baik namun

belum maksimal. Cakupan ibu hamil K4 di wilayah Puskesmas Polonia

sebesar 74,1% belum mencapai target nasional yaitu 95%. Hal ini

dikarenakan kegiatan yang belum maksimal, sarana prasarana kurang,

kesadaran dan pengetahuan masyarakat kurang karena partisipasi masyarakat

mengikut kegiatan rendah.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ade dkk (2015), semakin banyak

beban kerja, kurangnya penyuluhan ditambah lagi dengan keterbasan dana dan

sarana pendukung yang kurang memadai akan menghambat pencapaian kinerja

yang optimal. Tujuan program kesehatan ibu dan anak ini adalah tercapainya

kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal,

bagi ibu dan keluarganya untuk menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia

Sejahtera (NKKBS) serta meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin

proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan

kualitas manusia seutuhnya.


Hal yang dapat mempengaruhi belum tercapainya cakupan kunjungan

ibu hamil K4 yaitu diketahui bahwa puskesmas tidak memiliki sarana dan

prasarana yang lengkap, keterbatasan dana, kurangnya peran petugas puskesmas

dalam memberikan sosialisasi kepada masyarakat yang tidak merata dan

mengajak masyarakat tersebut agar mau ikut berpartisipasi, sehingga ibu hamil

tidak aktif mengikuti kegiatan yang diadakan puskesmas serta kurangnya

pengetahuan ibu tentang kegiatan program kesehatan ibu dan anak yang ada di

Puskesmas Polonia.
Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pelaksanaan program kesehatan

ibu dan anak di Puskesmas Polonia Medan, dapat diperoleh kesimpulan sebagai

berikut:

1. Jumlah tenaga kesehatan untuk program kesehatan ibu dan anak di

Puskesmas Polonia hanya 1 orang. Pelatihan untuk tenaga kesehatan tidak

rutin dilaksanakan secara berkesinambungan. Dengan jumlah dan kualitas

tenaga yang dimiliki mengakibatkan suatu program tidak berjalan dengan

maksimal.

2. Sarana dan prasarana dalam pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak

di Puskesmas Polonia masih ada yang belum lengkap dan tercukupi seperti

ruangan KIA yang dirasa masih kurang luas/sempit, tidak adanya ruangan

khusus untuk kelas ibu hamil, dan tidak adanya alat-alat untuk skrining

HIV.

3. Besar anggaran untuk program kesehatan ibu dan anak belum

mendapatkan pendanaan yang maksimal tetapi puskesmas mencoba

untuk memaksimalkannya. Sumber biaya program KIA berasal dari

Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).

4. Pelaksanaan pelayanan antenatal sudah baik dilakukan oleh bidan dan

sudah melaksanakan standar pelayanan ANC yaitu 10T. Tetapi masih ada

ibu hamil yang tidak rutin memeriksakan kehamilannya.

5. Pelaksanaan skrining HIV di Puskesmas Polonia belum berjalan dengan baik

dikarenakan tidak adanya alat-alat untuk melakukan skrining HIV dan


pemeriksaan dilakukan di Puskesmas Padang Bulan. Penyuluhan dan

informasi
tentang pentingnya skrining HIV tidak diberikan secara merata dan

masih minimnya pengetahuan ibu hamil tentang skrining HIV.

6. Pelaksanaan kelas ibu hamil sudah dilakukan setiap bulan namun informasi

hanya disampaikan di puskesmas dan penyampaian dilakukan tidak merata

ke semua ibu hamil.

7. Cakupan ibu hamil K4 di Puskesmas Polonia sebesar 74,1% belum mencapai

target nasional yaitu 95%. Terdapat beberapa kendala yang menyebabkan

hasil yang dicapai belum maksimal.

Saran

1. Adanya penambahan 2 petugas pada program kesehatan ibu dan anak.

Pelatihan untuk tenaga kesehatan diadakan setahun sekali dan

berkesinambungan untuk menambah kualitas dan pengetahuan petugas

dalam memberikan penyuluhan informasi dan edukasi kepada masyarakat.

2. Dapat melengkapi sarana dan prasarana untuk mendukung pelaksanaan

program kesehatan ibu dan anak, seperti alat-alat untuk skrining HIV agar

skrining HIV dapat dilaksanakan di Puskesmas Polonia. Melaporkan

kerusakan dan kekurangan alat-alat agar dapat ditambahkan dan digantikan.

3. Diharapkan Puskesmas Polonia lebih meningkatkan komunikasi dengan

masyarakat seperti memberikan penyuluhan tentang pentingnya

memeriksakan kehamilan, sosialiasi mengenai skrining HIV dan informasi

kapan diadakan kegiatan kelas ibu hamil, dengan demikian masyarakat dapat

menyisihkan waktunya dan memiliki kemauan atau kesadaran untuk

mengikuti kegiatan- kegiatan di puskesmas.


4. Bagi masyarakat diharapkan lebih aktif dan ikut berpartisipasi dalam

mengikuti kegiatan- kegiatan yang diadakan oleh puskesmas.


Daftar Pustaka

Ade P., Dewi R., Aloysius R., & Aufarul M. (2015). Studi implementasi
program kesehatan ibu dan anak di Puskesmas Tlogosari Kulon Kota
Semarang.
Jurnal Administrasi Publik Diponegoro. 9, (2) 76-87.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jppmr/article/view/11172

Agustino, L. (2006). Dasar-dasar kebijakan publik. Bandung: Alfabeta

Azis, N. A. (2017). Gambaran manajemen pelaksanaan program kesehatan


ibu dan anak di Puskesmas Kampili Kab. Gowa Tahun 2016 (Skripsi).
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar, Makassar.

Bustami. (2011). Penjaminan mutu pelayanan kesehatan dan akseptabilitasnya.


Jakarta: Erlangga.

Budiarto, E., & Dewi A. (2002). Pengantar epidemiologi (Edisi kedua).


Jakarta: EGC.

Departemen Kesehatan RI. (2010). Prinsip pengelolaan program KIA.


Jakarta: Anonim.

Departemen Kesehatan RI. (2011). Pedoman pelaksanaan kelas ibu hamil.


Jakarta: Anonim.

Departemen Kesehatan RI. (2016). Profil kesehatan Indonesia. Jakarta: Anonim.

Departemen Kesehatan RI. (2016). Program pengendalian HIV/AIDS dan


PIMS di fasilitas tingkat pertama. Jakarta: Anonim.

Dhevy, F. N., & Aufarul M. (2016). Implementasi program KIA bidang


pelayanan antenatal care dan nifas di Puskesmas Bandarharjo Kota
Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Diponegoro. 12 (4), 71-89.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jppmr/article/view/17582

Dinas Kesehatan Kota Medan. (2017). Profil kesehatan kota Medan tahun 2016.
Medan: Anonim

Fitrayeni, S., & Rizki M. F. (2015). Penyebab rendahnya kelengkapan


kunjungan antenatal care ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas
Pegambiran. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas. 10 (1), 101- 107.
http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.php/jkma/article/view/170
Hartono, B. (2010). Promosi kesehatan di puskesmas dan rumah sakit. Jakarta:
Rineka cipta.

Hikmah, T. F. (2017). Perlindungan hak asasi manusia (HAM) bagi ibu


hamil dalam pelaksanaan skrining HIV/AIDS untuk pencegahan
penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak di Puskesmas Kabupaten
Bantul (Tesis).
Program Studi Ilmu Hukum Kesehatan, Universitas Katolik
Soegijapranata Semarang, Semarang

Indiahono, D. (2009). Kebijakan publik berbasis dynamic policy analisy.


Yogyakarta: Gaya Media.

Iswarno, M. H., & Lutfan L. (2013). Analisis untuk penerapan kebijakan:


analisis stakeholder dalam kebijakan program kesehatan ibu dan anak di
Kabupaten Kapahiang. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia. 2 (2) 77-
85. https://journal.ugm.ac.id/jkki/article/view/3218

Kementerian Kesehatan. (2008). Peraturan menteri kesehatan No. 741 tentang


standar pelayanan minimal bidang kesehatan di kabupaten/kota.
Jakarta: Anonim.

Kementerian Kesehatan. (2009). Undang-undang republik Indonesia No. 36


tentang kesehatan. Jakarta: Anonim.

Kementerian Kesehatan RI. (2013). Peraturan menteri kesehatan RI nomor 71


tahun 2013 tentang pelayanan kesehatan pada jaminan kesehatan
nasional. Jakarta: Anonim.

Kementerian Kesehatan RI. (2014). Undang-undang republik Indonesia No.75


tahun 2014 tentang Pusat kesehatan masyarakat. Jakarta: Anonim.

Kementerian Kesehatan RI. (2015). Rencana strategis kementerian kesehatan


tahun 2015-2019. Jakarta: Anonim.

Kementerian Kesehatan RI. (2016). Undang-undang republik Indonesia No.43


tahun 2016 tentang Standar pelayanan minimal bidang kesehatan.
Jakarta: Anonim.

Moloeng, L. J. (2012). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Muninjaya, A. (2004). Manajemen kesehatan (Edisi kedua). Jakarta: EGC.

Muninjaya, A. (2011). Manajemen mutu pelayanan kesehatan. Jakarta:

EGC.
Mustaqim H., Julita H., & Muhammad A. B. (2015). Analisis pembiayaan
kesehatan program kesehatan ibu dan anak (KIA) berdasarkan standar
pelayanan minimal (SPM) di Kabupaten Nunukan. Jurnal Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran UGM. 4 (3), 80-89.
https://jurnal.ugm.ac.id/jkki/article/view/36106

Presiden Republik Indonesia. (2012). Peraturan presiden republik Indonesia


nomor 72 tahun 2012 tentang sistem kesehatan nasional. Jakarta:
Anonim.

Presiden Republik Indonesia. (2014). Peraturan presiden nomor 32 tahun 2014


tentang pengalokasian dan pemanfaatan dana kapitasi jaminan
kesehatan tingkat pertama (FKTP) milik pemerintah dan dukungan
biaya operasional FKTP milik pemerintah daerah. Jakarta: Anonim.

UNAIDS, WHO (2008). AIDS Epidemic. Diakses dari http://www.who.int

Setiyawati, N., & Niken M. Determinan perilaku tes HIV pada ibu hamil.
Jurnal Kebidanan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan
Yogyakarta. 9 (3), 201-106.
http://journal.fkm.ui.ac.id/kesmas/article/view/565

Sugiyono. (2012). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&B.


Bandung: Alfabeta.

Solang, S.L, Anastance, P., & Atik. (2012). Hubungan kepuasan pelayanan
antenatal care dengan frekuensi kunjungan ibu hamil di Puskesmas
Kombos Kecamatan Singkil Kota Manado. Jurnal Hubungan Kepuasan
Pelayanan. 4 (1), 349-357. http://download.garuda.ristekdikti.go.id

Tanjung, I. R. (2016). Implementasi program kesehatan ibu dan anak di era


jaminan kesehatan nasional di Kabupaten Nias (Tesis). Program
Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara,
Medan.

UPT Puskesmas Polonia. (2017). Profil Puskesmas Polonia. Medan: Anonim

Wibowo. (2014). Manajemen kinerja (Edisi keempat). Jakarta: Rajawali Pers.


Lampiran 1. Pedoman Wawancara

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM (IN-DEPTH INTERVIEW)

PELAKSANAAN PROGRAM KESEHATAN IBU DAN


ANAK DI PUSKESMAS POLONIA MEDAN
TAHUN 2018

1. Daftar pertanyaan untuk informan Kepala Puskesmas Polonia Medan

A. Identitas informan

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis kelamin :

4. Pendidikan terakhir :

5. Tanggal Wawancara :

B. Pertanyaan

Input

1. Apakah tenaga kesehatan program KIA sudah mencukupi? Berapa jumlah

tenaga kesehatan untuk program KIA?

2. Apakah sudah pernah ada pelatihan bidan khususnya tentang pelayanan

antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil?

3. Bagaimana dengan ketersediaan sarana dan prasarana program KIA di

wilayah kerja puskesmas polonia? Apakah sudah mencukupi? Jika belum

cukup, apa yang akan ditambahkan untuk menunjang kegiatan pelayanan

antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil?


4. Bagaimana dengan sumber pendanaan untuk pelaksanaan pelayanan

antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil?

Proses

1. Bagaimana dengan pelaksanaan pelayanan antenatal?

2. Bagaimana dengan pelaksanaan skrining HIV

3. Bagaimana dengan pelaksanaan kelas ibu hamil?

4. Apakah pihak puskesmas melakukan promosi dan sosialisasi kepada

masyarakat tentang 3 kegiatan tersebut?

5. Apakah pelaksanaannya sudah maksimal yang dirasakan sampai saat ini?

Apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaan kegiatan tersebut?

6. Menurut bapak, bagaimana cara yang efektif untuk mempromosikan 3

kegiatan tersebut?

7. Bagaimana pencatatan dan pelaporan hasil dari kegiatan pelayanan

antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil?

8. Bagaimanakah monitoring dan evaluasi kegiatan pelayanan antennal,

skrining HIV, dan kelas ibu hamil?

Output

1. Apakah program KIA diwilayah kerja puskesmas sudah terlaksana dengan

baik? Bagaimana dengan target cakupan program KIA di puskesmas?


2. Daftar pertanyaan untuk informan koordinator KIA Puskesmas Polonia

A. Identitas informan

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis kelamin :

4. Pendidikan terakhir :

5. Tanggal Wawancara :

B. Pertanyaan

Input

1. Apakah dinas kesehatan melakukan pelatihan bagi petugas puskesmas untuk

pelaksanaan pelayanan antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil?

2. Berapa tenaga puskesmas yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan

program KIA?

3. Bagaimana dengan ketersediaan sarana dan prasarana program KIA di

wilayah kerja puskesmas polonia? Apakah sudah mencukupi? Jika belum

cukup, apa yang akan ditambahkan untuk menunjang kegiatan pelayanan

antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil?

4. Bagaimana dengan sumber pendanaan untuk pelaksanaan pelayanan

antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil?

Proses

1. Bagaimana dengan pelaksanaan pelayanan antenatal?

2. Bagaimana dengan pelaksanaan skrining HIV?

3. Bagaimana dengan pelaksanaan kelas ibu hamil?


4. Apakah pihak puskesmas melakukan promosi dan sosialisasi kepada

masyarakat tentang 3 kegiatan tersebut?

5. Apa saja tantangan internal maupun eksternal yang dialami dalam

pelaksanaan kegiatan pelayanan antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu

hamil?

6. Strategi apa saja yang dilakukan dalam mengatasi kendala-kendala?

7. Menurut ibu, bagaimana kesadaran masyarakat untuk mengikuti

pelaksanaan 3 kegiatan tersebut?

8. Bagaimana pencatatan dan pelaporan hasil dari kegiatan pelayanan

antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil?

9. Bagaimanakah monitoring dan evaluasi kegiatan pelayanan antennal,

skrining HIV, dan kelas ibu hamil?

10. Berapakah target cakupan program setiap bulannya?

Output

1. Apakah program KIA diwilayah kerja puskesmas sudah terlaksana dengan

baik? Bagaimana dengan target cakupan program KIA di puskesmas?


3. Daftar pertanyaan untuk informan pelaksanana program KIA

(bidan/perawat) Puskesmas Polonia

A. Identitas informan

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis kelamin :

4. Pendidikan terakhir :

5. Tanggal Wawancara :

B. Pertanyaan

Input

1. Apakah dinas kesehatan melakukan pelatihan bagi petugas puskesmas untuk

pelaksanaan pelayanan antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil?

2. Berapa tenaga puskesmas yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan

program KIA?

3. Bagaimana dengan ketersediaan sarana dan prasarana program KIA di

wilayah kerja puskesmas polonia? Apakah sudah mencukupi? Jika belum

cukup, apa yang akan ditambahkan untuk menunjang kegiatan pelayanan

antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil?

4. Bagaimana dengan sumber pendanaan untuk pelaksanaan pelayanan

antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil?

Proses

1. Bagaimana dengan pelaksanaan pelayanan antenatal?

2. Bagaimana dengan pelaksanaan skrining HIV?


3. Bagaimana dengan pelaksanaan kelas ibu hamil?

4. Apakah pihak puskesmas melakukan promosi dan sosialisasi kepada

masyarakat tentang 3 kegiatan tersebut?

5. Apa saja tantangan internal maupun eksternal yang dialami dalam

pelaksanaan kegiatan pelayanan antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu

hamil?

6. Strategi apa saja yang dilakukan dalam mengatasi kendala-kendala?

7. Menurut ibu, bagaimana kesadaran masyarakat untuk mengikuti

pelaksanaan 3 kegiatan tersebut?

8. Bagaimana pencatatan dan pelaporan hasil dari kegiatan pelayanan

antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil?

11. Bagaimanakah monitoring dan evaluasi kegiatan pelayanan antennal,

skrining HIV, dan kelas ibu hamil?

12. Berapakah target cakupan program setiap bulannya?

Output

1. Apakah program KIA diwilayah kerja puskesmas sudah terlaksana dengan

baik? Bagaimana dengan target cakupan program KIA di puskesmas?


4. Daftar pertanyaan untuk ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Polonia

A. Identitas informan

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis kelamin :

4. Pendidikan terakhir :

5. Tanggal Wawancara :

B. Pertanyaan

1. Apakah yang ibu ketahui tentang pemeriksaan kehamilan? Dimanakah

biasanya ibu melakukan pemeriksaan kehamilan?

2. Sudah berapa kali ibu melakukan kunjungan ke puskesmas? Apakah ibu

rutin memeriksakan kehamilan ibu?

3. Apakah ibu memiliki buku KIA? Apakah ibu mengetahui kegunaannya?

4. Bagaimana pelayanan antenatal di puskesmas polonia?

5. Apa manfaat yang ibu harapkan setelah ibu melakukan pemeriksaan

kehamilan?

6. Apakah petugas kesehatan pernah memberikan informasi mengenai

kegiatan pelayanan antenatal, skrining/tes HIV dan kelas ibu hamil?

7. Apakah ibu melakukan skrining HIV?

8. Apakah ibu mengikuti kelas ibu hamil?

9. Apakah selama melaksanakan kelas ibu hamil, ibu sudah merasakan manfaat?

10. Materi apa saja yang ibu dapat selama kelas ibu hamil?

11. Dimanakah pelaksanaan kelas ibu hamil yang ibu ikuti?


Lampiran 2. Tabel Observasi

Tabel Observasi Sarana Prasarana Ruangan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

No Jenis Peralatan Ketersediaan


I. Set Pemeriksaan Kesehatan Ibu ADA TIDAK
1 ½ Klem Korcher 
2 Anuskop 
3 Bak Instrumen dengan tutup 
4 Baki Logam tempat Alat Steril Bertutup 
5 Doppler 
6 Gunting Benang 
7 Gunting Verband 
8 Korcher Tang 
9 Mangkok untuk Larutan 
10 Meja Instrumen / Alat 
Meja Periksa Ginekologi dan Kursi
11 Pemeriksa 
12 Palu Refleks 
13 Pen Lancet 
14 Pinset Anatomi Panjang 
15 Pinset Anatomi Pendek 
16 Pinset Bedah 
17 Silinder Korentang Steril 
18 Sonde Mulut 
19 Spekulum Vagina (Cocor Bebek) Besar 
20 Spekulum Vagina (Cocor Bebek) Kecil 
21 Spekulum Vagina (Cocor Bebek) Sedang 
22 Spekulum Vagina (Sims) 
23 Sphygmomanometer Dewasa 
24 Stand Lampu untuk Tindakan 
25 Stetoskop Dewasa 
26 Stetoskop Janin / Fetoscope 
Sudip Lidah Logam / Spatula Lidah
27 Logam panjang 12cm 
Sudip Lidah Logam / Spatula Lidah
28 Logam panjang 16,5cm 
29 Tampon Tang 
30 Tempat Tidur Periksa 
31 Termometer Dewasa 
32 Timbangan Dewasa 
33 Torniket Karet 

II. Set Pemeriksaan Kesehatan Anak


1 Alat Pengukur Panjang Bayi 
2 Flowmeter anak (high flow) 
3 Flowmeter neonatus (low flow) 
4 Lampu periksa 
5 Pengukur lingkar kepala 
6 Pengukur tinggi badan anak 
7 Sphygmomanometer dan manset anak 
8 Stetoskop pediatric 
9 Termometer Anak 
10 Timbangan Anak 
11 Timbangan Bayi 

III. Perlengkapan
1 Ari Timer 
2 Bantal 
3 Baskom Cuci Tangan 
4 Celemek Plastik 
5 Duk Bolong, Sedang 
6 Kasur 
7 Kotak Penyimpan Jarum Bekas 
8 Lemari Obat 
9 Lemari Alat 
10 Meteran (untuk mengukur tinggi Fundus) 
11 Perlak 
12 Pispot 
13 Pita Pengukur Lila 
14 Pompa Payudara untuk ASI 
15 Sarung Bantal 
16 Selimut 
17 Seprei 
18 Set Tumbuh Kembang Anak 
19 Sikat untuk Membersihkan Peralatan 
Tempat Sampah Tertutup yang dilengkapi
20 dengan injakan pembuka penutup 
21 Tirai 
22 Toples Kapas / Kasa Steril 
23 Tromol Kasa / Kain steril 
24 Waskom Bengkok Kecil 

IV. Meubelair
1 Kursi Kerja 
2 Lemari Arsip 
3 Meja Tulis 1/2 biro 

V. Pencacatan & Pelaporan


1 Buku KIA 
2 Buku Kohort Ibu 
3 Buku Register Ibu 
Formulir dan surat keterangan lain sesuai
4 kebutuhan pelayanan yang diberikan 
5 Formulir Informed Consent 
6 Formulir Laporan 
7 Formulir rujukan 
8 Bagan Dinding MTBS 
9 Bagan MTBS 
10 Buku Register Bayi 
Formulir deteksi dini tumbuh kembang
11 anak 
Formulir kuesioner pra skrining
12 perkembang (KPSP) 
13 Formulir Laporan kesehatan bayi 
Lampiran 3. Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 4. Surat Izin Penelitian Dinkes
Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian
Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Wawancara langsung dengan informan

Gambar 2. Wawancara langsung dengan informan


Gambar 3. Wawancara langsung dengan informan

Gambar 4. Wawancara langsung dengan informan


Gambar 5. Ruangan KIA bagian luar

Gambar 6. Ruangan KIA bagian dalam

Anda mungkin juga menyukai