Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

Konsep Asuhan Keperawatan Kritis pada kasus Gangguan kesimbangan asam basa

Disusun Oleh

Nama : Rilda Dwi Tania

NPM : F0H019042

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Ns. Tuti Anggriani utama S.Kep. M.Kep Ns. Desi susanti,M.kep

Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidkan Tinggi Universitas Bengkulu

Program Diploma III Vokasi Ilmu Kesehatan

Tahun Ajaran 2019/2020


A.Gangguan Asam-Basa

1. Pengertian ASAM-BASA
Ion hidrogen adalah proton tunggal bebas yang dilepaskan dari atom hidrogen. Molekul
yang mengandung atom – atom hidrogen yang dapat melepaskan ion hidrogen dalam larutan
dikenal sebagai asam. Satu contoh asam adalah asam hidroklorida ( HCL ), yang berionasi dalam
air membentuk ion- ion hidrogen ( H+ ) dan ion klorida ( CL- ) demikian juga, asam karbonat
( H2CO3) berionisasi dalam air membentuk ion H+ dan ion bikarbonat ( HCO3-).
Basa adalah ion atau molekul yang menerima ion hidrogen. Sebagai contoh, ion bikarbonat (
HCO3-), adalah suatu basa karena dia dapat bergabung dengan satu ion hidrogen untuk
membentuk asam karbonat ( H2CO3). Demikian juga ( HPO4 ) adalah suatu basa karena dia dapat
menerima satu ion hidrogen untuk membentuk ( H 2PO4 ). Protein- protein dalam tubuh juga
berfungsi sebagai basa karena beberapa asam amino yang membangun protein dengan muatan
akhir negatif siap menerima ion-ion  hidrogen. Protein hemoglobin dalam sel darah merah dan
protein dalam sel-se tubuh yang lain merupakan basa-basa tubuh yang paling penting.
Istilah “ basa “  sering digunakan secara sinonim dengan “ alkali”. Alkali adalah suatu
molekul yang terbentuk dari kombinasi satu atau lebih logam alkali – natrium, kalium, litium,
dan seterusnya dengan ion yang sangat mendasar seperti ion Hidroksil ( OH - ). Bagian dasar dari
molekul-molekul ini bereaksi secara tepat dengan ion-ion hidrogen untuk menghilangkanya dari
larutan dan oleh karena itu, merupakan basa-basa yang khas untuk alasan yang serupa, istilah “
alkolis ” merujuk pada kelebihan pengeluaran ion-ion hidrogen dari cairan tubuh, sebaliknya
penambahan ion-ion hidrogen yang berlebihan dikenal sebagai “asidosis “

  Asam dan basa yang kuat dan lemah


Asam kuat adalah  asam yang berdiosiasi dengan cepat dan terutama melepaskan sejumlah
besar ion H+ dalam larutan. Contohnya adalah HCL. Asam lemah mempunyai lebih sedikit
kecenderungan untuk mendisosiasikan ion-ionnya dan oleh karena itu kurang kuat melepaskan
H+. Contohnya H2CO3.
Basa kuat adalah basa yang bereaksi secara cepat dan kuat dengan H +. Oleh karena itu
dengan cepat menghilangkannya dari larutan. Contoh yang khas adalah OH-, yang bereaksi
dengan H+ untuk membentuk air ( H2O ). Basa lemah yang khas adalah HCO 3- karena HCO3-
berikatan dengan H+ secara jauh lebih lemah daripada OH-. Kebanyakan asam dan basa dalam
cairan ekstraseluler yang berhubungan dengan pengaturan asam basa normal adalah asam dan
basa lemah.

2. KESEIMBANGAN ASAM BASA


Derajat keasaman (pH) darah manusia normalnya berkisar antara 7.35 hingga 7.45. Tubuh
manusia mampu mempertahan keseimbangan asam dan basa agar proses metabolisme dan fungsi
organ dapat berjalan optimal. Keseimbangan asam basa dalam tubuh manusia diatur oleh dua
sistem organ yakni paru dan ginjal. Paru berperan dalam pelepasan (eksresi CO2) dan ginjal
berperan dalam pelepasan asam.
Beberapa prinsip yang perlu kita ketahui terlebih dahulu adalah:
1. Istilah asidosis mengacu pada kondisi pH < 7.35 sedangkan alkalosis bila pH > 7.45
2.CO2 (karbondioksida) adalah gas dalam darah yang berperan sebagai komponen asam. CO2
juga merupakan komponen respiratorik. Nilai normalnya adalah 40 mmHg.
3. HCO3 (bikarbonat) berperan sebagai komponen basa dan disebut juga sebagai komponen
metabolik. Nilai normalnya adalah 24 mEq/L.
4. Asidosis berarti terjadi peningkatan jumlah komponen asam atau berkurangnya jumlah
komponen basa.
5. Alkalosis berarti terjadi peningkatan jumlah komponen basa atau berkurangnya jumlah
komponen asam.

Derajat keasaman merupakan suatu sifat kimia yang penting dari darah dan cairan tubuh
lainnya. Satuan derajat keasaman adalah pH.

Klasifikasi pH
• pH 7,0 adalah netral
• pH diatas 7,0 adalah basa (alkali)
• pH dibawah 7,0 adalah asam

Suatu asam kuat memiliki pH yang sangat rendah (hampir 1,0); sedangkan suatu basa kuat
memiliki pH yang sangat tinggi (diatas 14,0). Darah memiliki pH antara 7,35-7,45.
Keseimbangan asam-basa darah dikendalikan secara seksama, karena perubahan pH yang sangat
kecil pun dapat memberikan efek yang serius terhadap beberapa organ.
Pengaturan Keseimbangan Asam Basa
lanjut
Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan keseimbangan asam-basa darah

1. Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk amonia. Ginjal
memiliki kemampuan untuk mengubah jumlah asam atau basa yang dibuang, yang
biasanya berlangsung selama beberapa hari.
2. Tubuh menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung terhadap
perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah. Suatu penyangga pH bekerja
secara kimiawi untuk meminimalkan perubahan pH suatu larutan. Penyangga pH yang
paling penting dalam darah adalah bikarbonat. Bikarbonat (suatu komponen basa) berada
dalam kesetimbangan dengan karbondioksida (suatu komponen asam). Jika lebih banyak
asam yang masuk ke dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak bikarbonat
dan lebih sedikit karbondioksida. Jika lebih banyak basa yang masuk ke dalam aliran
darah, maka akan dihasilkan lebih banyak karbondioksida dan lebih sedikit bikarbonat.
3. Pembuangan karbondioksida.
Karbondioksida adalah hasil tambahan penting dari metabolisme oksigen dan
terus menerus yang dihasilkan oleh sel. Darah membawa karbondioksida ke paru-paru.
Di paru-paru karbondioksida tersebut dikeluarkan (dihembuskan). Pusat pernafasan di
otak mengatur jumlah karbondioksida yang dihembuskan dengan mengendalikan
kecepatan dan kedalaman pernafasan.

Jika pernafasan meningkat, kadar karbon dioksida darah menurun dan darah menjadi
lebih basa. Jika pernafasan menurun, kadar karbondioksida darah meningkat dan darah menjadi
lebih asam. Dengan mengatur kecepatan dan kedalaman pernafasan, maka pusat pernafasan dan
paru-paru mampu mengatur pH darah menit demi menit.
Nilai pH dapat dilihat dari darah arterial dengan rentang normal 7,35-7,45. Harga normal
hasil pemeriksaan laboratorium analisis gas darah adalah sbb:
pH 7,35-7,45
pO2 80-100 mmHg
pCO2 35-45 mmHg
[HCO3-] 21-25 mmol/L
Base excess -2 s/d +2

Adanya kelainan pada satu atau lebih mekanisme pengendalian pH tersebut, dapat menyebabkan
salah satu dari 2 kelainan utama dalam keseimbangan asam basa, yaitu asidosis atau alkalosis.
C. Nilai normal gas darah:
Jenis Gas Darah Darah Arteri Darah Vena
pH 7,35 – 7,45 7,33 – 7,47
pO2 80 -100 mmHg 34 – 49 mmHg
Saturasi O2 > 95 % 70 – 75 %
pCO2 35 – 45 mmHg 41 – 51 mmHg
HCO3 22 – 26 mEq/L 24 – 28 mEq/L
BE -2 – +2 0–+4
Keterangan:
1. pH merupakan logaritma negatif pada konsentrasi ion hidrogen yang digunakan untuk
menentukan asiditas atau alkalinitas cairan tubuh. Bila ion H+ meningkat pH akan rendah dan
bila ion H+ menurun PH akan meningkat
2. PaO2 (tekanan parsial oksigen) adalah tekanan yang ditimbulkan oleh oksigen yang terlarut
dalam darah. PaO2 akan memberikan petunjuk cukup tidaknya oksigenisasi darah arteri. pH
dapat mempengaruhi daya ikat oksigen dan Hb, dan pada pH yang rendah oksigen yang tersedia
dalam hemoglobin hanya sedikit. Kadar PaO2 juga berkurang pada penyakit pernapasan, seperti
emfisema, pneumonia, dan edema paru; juga pada keadaan Hemoglobin abnormal (CO Hb, Meth
Hb, Sulfa Hb); dan pada polisitemia.
3. SaO2 adalah derajat kejenuhan Hb dengan oksigen. Saturasi O2 sangat membantu untuk
menghitung kandungan oksigen dalam darah yang berikatan dengan hemoglobin. Pengukurannya
dilakukan secara tidak langsung melalui ko-oksimetri. Gabungan antara saturasi oksigen, tekanan
parsial oksigen, dan hemoglobin menunjukkan jaringan teroksigenisasi.
4. pCO2 adalah tekanan partial yang ditimbulkan oleh CO2 yang terlarut. pCO2 ini merupakan
parameter untuk mengetahui fungsi respirasi dan menentukan cukup tidaknya ventilasi alveolar.
 pCO2 nomal : ventilasi normal
 pCO2 tinggi : hipoventilasi
 pCO2 rendah : hiperventilasi
Karena CO2 merupakan unsur respirasi, maka nilai pCO2 akan menunjukkan jenis kelainan asam
dan basa:
 pCO2 tinggi : asidosis respiratori
 pCO2 rendah :alkalosis repiratori
5. HCO3 (bicarbonate) adalah parameter metabolik (non respirasi) yaitu nilai bikarbonat yang
terkandung dalam arteri. Digunakan sebagai pedoman adanya kelainan asam basa yang
disebabkan unsur metabolik (bukan karena masalah respirasi).
6. BE (base excess) menggambarkan secara langsung kelebihan basa kuat/kekurangan asam tetap
atau kekurangan basa/kelebihan asam.
Bila nilai positif menunjukkan kelebihan basa dan bila nilai negatif menunjukkan kelebihan
asam.
 HCO3 ↑ atau BE ↑ : alkalosis metabolik
 HCO3 ↓ atau BE ↓ : asidosis metabolik

D. Penyebab gangguan keseimbangan asam basa:


1. Asidosis metabolik
Gangguan klinis yang ditandai rendahnya pH (peningkatan konsentrasi ion hidrogen) dan
rendahnya konsentrasi bikarbonat plasma. Asidosis Metabolik adalah kekurangan
HCO3. Terjadi pada keadaan seperti banyak penimbunan asam: DM tak terkontrol atau
kelaparan, penimbunan asam-asam inorganik: gagal ginjal, intoksikasi alkohol, penimbunan
NaCl berlebihan, ketoasidosis diabetik, diare berat, kelaparan, syok, luka bakar, infark
miokardial akut.
2. Alkalosis metabolik
Gangguan klinis yang ditandai oleh pH yang tinggi (penurunan konsentrasi ion hidrogen) dan
konsentrasi bikarbonat plasma yang tinggi. Alkalosis metabolik adalah kelebihan bikarbonat.
Terjadi pada keadaan: muntah-muntah berat, overkompensasi terhadap alkalosis repiratorik,
kelebihan pemberian Na-bikarbonat, pengisapan lambung, ulkus peptik, pengeluaran K, gagal
hepar, kistik fibrosis. Pengaruh obat: Natrium bikarbonat, Natrium oksalat, Kalium oksalat.
3. Asidosis respiratorik
Gangguan klinis dimana pH kurang dari 7,35 dan tekanan parsial karbondioksida arteri
(PaCO2) lebih besar dari 42 mmHg. Asidosis respiratorik merupakan akibat penumpukan
CO2 dalam darah akan meningkatkan H2CO3. Terjadi pada keadaan: empisema, asma (PPOK),
pneumonia, ARDS, sindrom Guillain-Barre, anestesi. Pengaruh obat: narkotik dan sedatif.
4. Alkalosis respiratorik
Kondisi klinis dimana Ph arteri lebih tinggi dari 7,35 dan PaCO2 kurang dari 38 mmHg.
Alkalosis respiratorik merupakan akibat pengeluaran CO2 berlebihan pada hiperventilasi.
Terjadi pada keadaan: gangguan emosional, demam, kelaianan serebral, pemakaian ventilator,
toksisitas salisilat (fase awal), kecemasan, histeris, tetani, olahraga aktif (berenang, lari),
hipertiroidisme, delirium tremens, emboli paru.

E. Interpretasi Hasil:
Jenis Gangguan pH pCO2 HCO3

Asidosis Respiratorik Murni ↓ ↑ N


Terkompensasi Sebagian ↓ ↑ ↑
Terkompensasi Penuh N ↑ ↑
Asidosis Metabolik Murni ↓ N ↓
Terkompensasi Sebagian ↓ ↓ ↓
Terkompensasi Penuh N ↓ ↓
Asidosis Respiratorik + Metabolik ↓↓ ↑ ↓
Alkalosis Respiratorik Murni ↑ ↓ N
Terkompensasi Sebagian ↑ ↓ ↓
Terkompensasi Penuh N ↓ ↓
Alkalosis Respiratorik Murni ↑ N ↑
Terkompensasi Sebagian ↑ ↑ ↑
Terkompensasi Penuh N ↑ ↑
Alkalosis Respiratorik + Metabolik ↑↑ ↓ ↑

PATOFISIOLOGI
Gangguan Keseimbangan Asam Basa
Gangguan keseimbangan asam basa disebabkan oleh factor-faktor yang mempengaruhi
mekanisme pengaturan keseimbangan antara lain system buffer, system respirasi, fungsi ginjal,
gangguan system kardiovaskular maupun gangguan fungsi sususnan saraf pusat. Gangguan
keseimbanganasam basa serius biasanya menunjukkan fase akut ditandai dengan peregeseran pH
menjauhi batasnilai normal. Secara umum, analisis keseimbangan asam basa ditujukan untuk
mengetahui jenis gangguan keseimbangan asam basa yang sedang terjadi pada pasien. Gangguan
keseimbangan asam basa dikelompokkan dalam 2 bagian utama yaitu respiratorik dan metabolic.
Kelainan respiratorikdidasarkan pada nilai pCO2 yang terjadi karena ketidakseimbangan antara
pembentukan CO2 di jaringan perifer dengan ekskresinya di paru, sedangkan metabolic
berdasarkan nilai HCO3-, BE, SID(strong ions difference), yang terjadi karena pembentukan
CO2 oleh asam fixed dan asam organicyang menyebabkan peningkatan ion bikarbonat di
jaringan perifer atau cairan ekstraseluler.
1. Asidosis Respiratorik
Terjadi apabila terdapat gangguan ventilasi alveolar yang mengganggu eliminasi CO2
sehingga akhirnya terjadi peningkatan PCO2 (hiperkapnia). Beberapa factor yang
menimbulkan asidosis respiratorik:
• Inhibisi pusat pernafasan : obat yang mendepresi pusat pernafasan (sedative,
anastetik), kelebihan
O2 pada hiperkapnia
• Penyakit neuromuscular : neurologis (poliomyelitis, SGB), muskular
(hipokalemia, muscular
dystrophy)
• Obstruksi jalan nafas : asma bronchial, PPOK, aspirasi, spasme laring
• Kelainan restriktif : penyakit pleura (efusi pleura, empiema, pneumotoraks),
kelainan dinding dada (kifoskoliosis, obesitas), kelainan restriktif paru
(pneumonia, edema)
• Overfeeding
 Prinsip dasar terapi asidosis respiratorik adalah mengobati penyakit
dasarnya dan dukungan ventilasi. hiperkapnia akut merupakan keadaan kegawatan
medis karena respon ginjal berlangsung lambat dan biasanya disertai dengan
hipoksemia, sehingga bila terapi yang ditujukan untuk penyakit dasar maupun
terapi oksigen sebagai suplemen tidak member respon baik maka mungkin
diperlukan bantuan ventilasi mekanik baik invasive maupun non invasive.

2. Alkalosis Respiratorik
Terjadi hiperventilasi alveolar sehingga terjadi penurunan PCO2 (hipokapnia) yang dapat
menyebabkan peningkatan ph. Hiperventilasi alveolar timbul karena adanya stimulus
baik langsung maupun tidak langsung pada pusat pernafasan, penyakit paru akut dan
kronik, overventila siatrogenic (penggunaan ventilasi mekanik).Beberapa etiologi
alkalosis respiratorik:
• Rangsangan hipoksemik :penyakit jantung dengan edema paru, penyakit jantung
dengan right to left shunt, anemia gravis
• Stimulasi pusat pernafasan di medulla : kelainan neurologis, psikogenik (panic,
nyeri), gagal hati dengan ensefalopati, kehamilan
• Mechanical overventilation
 
• Sepsis
 
• Pengaruh obat : salisilat, hormone progesterone

3. Asidosis Metabolik
Ditandai dengan turunnya kadar ion HCO3 diikuti dengan penurunan tekanan
parsial CO2 di dalamarteri. Kompensasi umumnya terdiri dari kombinasi mekanisme
respiratorik dan ginjal, ion hydrogen berinteraksi dengan ion bikarbonat membentuk
molekul CO2 yang dieliminasi di paru sementara ituginjal mengupayakan ekskresi ion
hydrogen ke urin dan memproduksi ion bikarbonat yang dilepaskan ke cairan
ekstraseluler.Beberapa penyebab asidosis metabolik:
• Pembentukan asam yang berlebihan di dalam tubuh : asidosis laktat, ketoasidosis,
intoksikasi salisilat, intoksikasi etanol
• Berkurangnya kadar ion HCO3 di dalam tubuh : diare, renal tubular acidosis
• Adanya retensi ion H di dalam tubuh :penyakit ginjal kronik
Dari persamaan Henderson-Hasselbalch pH dipengaruhi oleh rasio kadar
bikarbonat (HCO3-) dan asam karbonat darah (H2CO3) sedangkan kadar asam
karbonat darah dipengaruhi oleh tekanan CO2darah (pCO2). Bila rasio ini
berubah, pH akan naik atau turun. Penurunan pH darah di bawah normal yang
disebabkan penurunan kadar bikarbonat darah disebut asidosis metabolik. Sebagai
kompensasi penurunan bikarbonat darah, akan dijumpai pernafasan cepat dan
dalam (pernafasan Kussmaul) sehingga tekanan CO2 darah menurun (hipokarbia).
Di samping itu ginjal akan membentuk bikarbonat baru (asidifikasi urine)
sehingga pH urine akan asam. Penurunan kadar bikarbonat darahbisa disebabkan
hilangnya bikarbonat dari dalam tubuh (keluar melalui saluran cerna atau ginjal)
ataupun disebabkan penumpukan asam-asam organik, -baik endogen maupun
eksogen-, yang menetralisir bikarbonat. Khusus penilaian terhadap faktor
penyebab asidosis metabolic terdapat dua cara yaitu caratradisional dengan
kesenjangan anion (anion gap), dan cara kuantitatif kimia-fisik (stewart) dengan
menghitung strong ion gap dan atau BE gap. Menurut analisis stewart, untuk
mencari factorpenyebab asidosis metabolic diperlukan pemeriksaan elektrolit
natrium, klor dan juga albumin.

4. Alkalosis Metabolik
Suatu proses terjadinya peningkatan primer bikarbonat dalam arteri. Akibat
peningkatan ini, rasioPCO2 dan kadar HCO3 dalam arteri berubah. Usaha tubuh untuk
memperbaiki rasio ini dilakukan oleh paru dengan menurunkan ventilasi (hipoventilasi)
sehingga PCO2 meningkat dalam arteri dan meningkatnya konsentrasi HCO3 dalam urin.
Penyebab alkalosis metabolik:
• Terbuangnya ion H - melalui saluran cerna atau melalui ginjal dan berpindahnya
ion H masuk kedalam sel
• Terbuangnya cairan bebas bikarbonat dari dalam tubuh
 
• Pemberian bikarbonat berlebihan

GANGGUAN KESEIMBANGAN ASAM-BASA


ASIDOSIS
 asidosis respiratorik pCO2 ↑
 asidosis metabolik HCO3- ↓
 asidemia ------pH < 7,35 
 
ALKALOSIS
 alkalosis respiratorik pCO2 ↓
alkalosis metabolik HCO3- ↑
 alkalemia ------pH >7,45 
 

Pengaturan
Ada 3 sistem utama yang mengatur konsentrasi ion hidrigen dalam cairan tubuh untuk
mencegah asidosis atau alkalosis adalah:
1.      Sistem penyangga asam basa kimiawi dalam cairan tubuh, yang dengan segera
bergabung dengan asam atau basa untuk mencegah perubahan konsentrasi ion hidrogen yang
berlebihan.
2.       Pusat pernapasan yang mengatur pembuangan CO2 dari cairan ekstraseluler.
3.  Ginjal yang dapat mengekskresikan urin asam atau urin alakalin, sehingga
      menyesuaikan kembali konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler menuju normal
      selama asidosis dan alkalisis.
Saat terjadi perubahan dalam konsentrasi ion hidrogen ,sistem penyangga cairan tubuh
bekerja dalam waktu singkat untuk menimbulkan perubahan-perubahan ini. Sistem penyangga
tidak mengeliminasi ion-ion hidrogen dari tubuh atau menambahnya kedalam tubuh tetapi hanya
menjaga agar mereka tetep terikat sampai keseimbangan tercapai kembali. Kemudian sistem
pernafasan juga bekerja dalam beberapa menit untuk mengeliminasi CO2 dan oleh karena itu
H2CO3 dari tubuh. Kedua pengaturan ini menjaga konsentrasi ion hidrogen dai perubahan yang
terlalu banyak sampai pengaturan yang ketiga bereaksi lebih lambat,Ginjal dapat mengeliminasi
kelebihan asam dan basa dari tubuh.
Walaupun ginjal relatif lambat memberi respon,dibandingkan sistem penyangga dan
pernafasan, ginjal merupakan sistem pengaturan asam-basa yang paling kuat selama beberapa
jam sampai beberapa hari.
         Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan keseimbangan asam-basa
      darah:
1.             Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk ammonia Ginjal
memiliki kemampuan untuk merubah jumlah asam atau basa yang dibuang, yang biasanya
berlangsung selama beberapa hari.
2.             Tubuh menggunakan penyangga pH (buffer).
Tubuh menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung terhadap
perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah. Suatu penyangga pH bekerja secara
kimiawi untuk meminimalkan perubahan pH suatu larutan. Penyangga pH yang paliing penting
dalam darah menggunakan bikarbonat. Bikarbonat (suatu komponen basa) berada dalam
kesetimbangan dengan karbondioksida (suatu komponen asam). Jika lebih banyak asam yang
masuk ke dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak bikarbonat dan lebih sedikit
karbondioksida. Jika lebih banyak basa yang masuk ke dalam aliran darah, maka akan dihasilkan
lebih banyak karbondioksida dan lebih sedikit bikarbonat.

3. Pembuangan karbondioksida.
Karbondioksida adalah hasil tambahan penting dari metabolisme oksigen dan terus menerus
yang dihasilkan oleh sel. Darah membawa karbondioksida ke paru-paru dan di paru paru
karbondioksida tersebut dikeluarkan (dihembuskan). Pusat pernafasan di otak mengatur jumlah
karbondioksida yang dihembuskan dengan mengendalikan kecepatan dan kedalaman pernafasan.
Jika pernafasan meningkat, kadar karbon dioksidadarah menurun dan darah menjadi lebih basa.
Jika pernafasan menurun, kadar karbondioksida darah meningkat dan darah menjadi lebih asam.
Dengan mengatur kecepatan dan kedalaman pernafasan, maka pusat pernafasan dan paru-paru
mampu mengatur pH darah menit demi menit.

  Sistem Penyangga Ion Hidrogen dalam Cairan Tubuh


Penyangga adalah zat apapun yang secara terbalik dapat mengikat ion-ion hidrogen,yang
segera bergabung dengan asam basa untuk mencegah perubahan konsentrasi ion hidrogen yang
berlebihan. Sistem ini bekerja sangat cepet dan menghasilkan efek dalam hitungan detik. Ada 4
sistem penyangga dalam cairan tubuh yaitu:
1. Sistem penyangga bikarbonat
Sistem penyangga bikarbonat terdiri dari larutan air yang mengandung dua zat:
1.      Asam lemah ( H2CO3 )
2.      Garam bikarboant ( NaHCO3 )
H2CO3 dibentuk dalam tubuh oleh reaksi CO2 dengan H2O :
CO2 + H2O                                           H2CO3
Reaksi ini lambat, dan sangat sedikit jumlah H2CO3  yang dibentuk kecuali bila ada enzim
karbonik anhidrase. Enzim ini banyak sekali di dinding alveoli paru-paru, dimana CO 2
( oksigen ) dilepaskan, karbonik anhidrase juga ditemukan di sel-sel epitel tubulus ginjal, dimana
CO2 bereaksi dengan H2O  untuk membentuk  H2CO3.

H2CO3  berionasi seara lemah untuk membentuk sejumlah kecil H+ dan HCO3- :  
H2CO3               H+  + HCO3-                           
Komponen dari kedua sistem, yaitu garam bikarbonat, terbentuk secara dominan sebagai
natrium bikarbonat ( NaHCO3 ) dalam cairan ekstraseluler.
Oleh karena itu hasil akhinya adalah kecenderungan penurunan kadar CO2 dalam
darah,tetapi penurunan CO2  dalam darah menghambat pernapasan dan penurunan laju ekspirasi
CO2 . Peningkatan HCO3- yang terjadi didala darah dikompensasi oleh peningkatan ekskresi 
HCO3- ginjal.
Sistem penyangga bikarbonat merupakan penyangga ekstraselular yang paling penting.
Sistem alasan bikarbonat kuat karena dua alasan berikut :
1 pH cairan ekstraseluler sekitar 7,4 , sedangkan pK sistem penyangga bikarbonat adalah 6,1 .
Hal ini berarti bahwa terdapat sistem penyangga bikarbonat dalam bentuk HCO 3- sebanyak 20
kali lebih besar daripada bentuk CO2 yang terlarut. Karena alasan inilah sistem tersebut bekerja
pada bagian kurva penyangganya buruk.
2.  Konsentrasi kedua elemen bikkarbonat, yaitu CO2 dan HCO3- tidak besar ( kecil ).
    
Selain ciri-ciri ini, sistem penyangga bikarbonat merupakan penyangga ekstraseluler yang
paling kuat dalam tubuh. Sifat berlawanan yang jelas ini terutama akibat kenyataan bahwa kedua
elemen sistem penyangga. HCO3- dan CO2 diatur oleh ginjal dan paru-paru. pH cairan
ekstraseluler dapat diatur dengan tepat oleh kecepatan relatif dan penambahan HCO 3- oleh ginjal
dan kecepatan pemindahan CO2 oleh paru-paru.
2. Sistem penyangga fosfat
Sistem penyangga fosfat bekerja dalam cara yang serupa untuk mengubah asam kuat
menjadi asam lemah dan basa kuat menjdi basa lemah. Natrium hidrogen fosfat ( Na2HPO4)
adalah basa lemah dan natrium dihidrogen fosfat ( Na H2PO4) adalah asam lemah
HCl + Na2HPO4 ↔ NaH2PO4 + NaCl
NaOH + NaH2PO4 ↔ Na2HPO4 + H2O     
Walaupun sistem penyangga fosfat tidak mempunyai manfaat yang besar sebagai penyangga
cairan ekstraseluler, sistem penyangga ini memainkan peranan penting dalam penyangga cairan
tubulus ginjal dan cairan intraseluler.
            Elemen utama dalam sistem penyangga fosfat adalah H 2PO4- dan HPO4- , bila suatu
asam kuat seperti HCL ditambah kedalam campuran kedua zat ini, hidrogen diterima oleh basa
HPO4- dan dikonversikan menjadi H2PO4- :
HCL+Na2HPO4                                     Na2HPO4  + NaCL
Hasil dari reaksi ini adalah asam kuat, yaitu HCL, digantikan oleh sejumlah asam lemah
tambahan    Na2HPO4 dan penurunan pH menjadi minimal.
Penyangga fosfat menpunyai peran yang sangat penting dalam cairan tubulus ginjal
Alasannya :
1.Fosfat biasanya menjadi sangat pekat dalam bentuk tubulus, sehingga meningkatkan tenaga
penyangga sistem fosfat.
2.Cairan tubulus biasanya mempunyai pH yang lebih rendah daripada airan ekstraseluler,
menyebabkan jangkauan kerja penyangga lebih mendekati pK sistem.
Sistem penyangga fosfat juga penting dalam  penyangga intraseluler karena konsentrasi
fosfat dalam cairan ini beberapa kali lebih besar daripada dalam cairan ekstraseluler. Juga pH
cairan intraseluler lebih rendah daripada pH cairan ekstraseluler dan oleh karena itu biasanya 
lebih mendekati pK sistem penyangga fosfat, dibandingkan dengan pK cairan ekstraseluler.
3. Sistem protein
Sistem protein Sistem penyangga terkuat dalam tubuh. Karena mengandung gugus karboksil
yang berfungsi sebagai asam dan gugus amino yang berfungsi sebagai basa. Protein banyak
diantara para penyangga yang paling kuat dalam tubuh karena konsentrasinya yang tinggi,
terutama didalam sel.
pH sel, walaupun sedikit lebih rendah daripada ph dalam cairan ekstraseluler, perubahannya
kira-kira sesuai dengan perubahan pH cairan ekstraseluler. Ada sedikit ion hidrogen dan ion
bikarbonat yang berdifusi melalui membran sel, walaupun ion-ion ini membutuhkan waktu
beberapa jam untuk menjadi seimbang dengan cairan ekstraseluler, kecuali keseimbangan cepat
yang terjadi didalam sel-sel darah merah. Akan tetapi CO 2 dapat dengan cepat berdifusi melalui
semua membran sel. Difusi elemen sistem penyangga bikarbonat ini mrnyebabkan pH cairan
intraseluler berubah ketika terjadi perubahan pH cairan ekstraseluler. Karena alasan ini, sistem
penyangga didalam sel membantu mencegah perubahan pH cairan ekstraseluler tetapi mungkin
membutuhkan waktu beberapa jam untuk menjadi efektif secara maksimal.
Dalam sel darah merah, hemoglobin adalah penyangga penting sebagai berikut :
H+ + Hb                          HHb
Penelitian eksperimental telah menunjukkan bahwa 60 sampai 70 persen penyangga kimia
total dalam cairan tubuh berada didalam sel-sel, kebanyakan dihasilkan dari protein intraseluler.
Akan tetapi, kecuali untuk sel-sel darah merah, lambatnya pergerakan ion hidrogen dan ion
bikarbonat melalui membran sel sering memperlambat kemampuan maksimal protein intraseluler
sampai beberapa jam untuk menyangga gangguan asam basa ekstraseluler.
          
D .Pengaturan Pernapasan Terhadap Keseimbangan Asam Basa
Gangguan pada asam basa adalah pengaturan konsentrasi CO2 cairan ekstraseluler oleh paru-
paru. Peningkatan cairan ekstra seluler akan menurunkan pH, sedangkan penurunan Pco2  akan
meningkatkan pH. Oleh karena itu dengan menyesuaikan Pco2 meningkat atau menurun, paru-
paru secara efektif dapat mengatur konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler. Peningkatan
ventilasi CO2  dari cairan ekstraseluler yang melalui kerja massa akan mengurangi konsentrasi
ion hidrogen. Sebaliknya penurunan ventilasi akan meningkatkan CO2, jadi juga meningkatkan
konsentrasi ion hidrogen dalam cairan ekstraseluler.
1.  Ekspirasi CO2  paru-paru mengimbangi pembentukan CO2  metabolik.
CO2 dibentuk secara teruss menerus dalam suhu tubuh melalui proses metabolisme
intraseluler. Setelah itu CO2  berdifusi dari sel masuk kedalam cairan interstisial dan darah,
dan aliran darah mentranspor CO2  ke paru, tempat CO2 berdifusi kedalam alveoli dan
kemudian ditransfer ke atmosfer melalui paru-paru. Rata-rata secara normal terdapat sekitar
1,2 mol/liter CO2  yang terlarut dalam cairan ekstraseluler, yang sama dengan Pco2 40
mmHg.
Bila kecepatan pembentukan CO2  metabolik meningkat, Pco2 cairan ekstraseluler
juga meningkat. Sebaliknya penurunan kecepatan metabolik menurunkan Pco2. Bila
kecepatan ventilasi paru-paru dan Pco2  dalam cairan ekstraseluler menurun. Oleh karena itu
perubahan ventilasi paru atau kecepatan pembentukan CO2  oleh jaringan dapat mengubah
Pco2  cairan ekstraseluler.
2.   Peningkatan ventilasi alveolus menurunkan konsentrasi ion hidrogen cairan
ekstraseluler dan meningkatkan pH
Bila pembentukan CO2 metabolik tetap konstan, satu-satunya faktor lain yang
mempengaruhi Pco2  dalam cairan ekstraseluler adalah kecepatan ventilasi alveolus, semakin
rendah Pco2  dan sebaliknya, semakin rendah kecepatan ventilasi alveolus, semakin tinggi
Pco2 . bila konsentrasi CO2 meningkat, konsentrasi H2CO3 dan konsentrasi ion hidrogen juga
meningkat, sehingga menurunkan pH cairan ekstraseluler.
3.   Peningkatan konsentrasi ion hidrogen merangsang ventilasi alveolus
Tidak hanya kecepatan ventilasi alveolus saja yang mempengaruhi konsentrasi ion
hidrogen dengan mengubah  Pco2  cairan tubuh, tetapi konsentrasi ion hidrogen juga
mempengaruhi kecepatan ventilasi alveolus. Kecepatan alveolus meningkatkan empat
sampai lima kali kecepatan normal sewaktu pH turun dari nilai normal. Oleh karena itu
kompensasi pernapasan terhadap peningkatan pH tidak seefektif respon penurunan pH yang
nyata.
4. Kontrol umpan balik konsentrasi hidrogen oleh sistem pernapasan
Karena peningkatan konsentrasi ion hidrogen meransang pernapasan dan karena
peningkatan ventilasi  alveolus sebaliknya menurunkan konsentrasi ion hidrogen, sistem
pernapasan bekerja sebagai kontrol umpan balik negatif yang khas untuk konsentrasi ion
hidrogen : 
( H+ )                      ventilasi alveolus
(  -  )                            Pco2  
Yaitu kapanpun konsentrasi ion hidrogen meningkat di atas normal, sistem
pernapasan dirangsang dan diventilasi alveolus meningkat. Keadaan ini menurunkan Pco 2
cairan ekstraseluler dan mengurangi konsentrasi ion hidrogen kembali menuju normal.
Sebaliknya bila konsentrasi ion turun dibawah normal, pusat pernapasan menjadi tertekan,
ventilasi alveolus menurun dan konsentrasi ion hidrogen meningkat kembali menuju normal.
5.   Efisiensi kontrol pernapasan terhadap konsentrasi  ion hidrogen
Kontrol pernapasan tidak mengembalikan konsentrasi ion hidrogen kembali normal
bila beberapa gangguan diluar sistem pernapasan telah menghambat pH, biasanya mekanisme
pernapasan untuk mengontrol konsentrasi ion hidrogen mempunyai efektifitas antara 50 dan
75 persen. Bila konsentrasi ion hidrogen tiba-tiba meningkat melalui penambahan asam
kedalam cairan ekstraseluler dan pH turun dari 7,4 menjadi 7,0 , sistem pernapasan dapat
mengembalikan pH ke nilai sekitar 7,2 sampai 7,3. Respon ini terjadi dalam waktu 3 sampai
12 menit.
6.  Kekuatan pernapasan sistem pernapasan
Pengaturan pernapasan terhadap keseimbangan asam basa merupakan tipe sistem
penyangga fisiologis karena pengaturan ini bekerja dengan cepat dan menjaga konsentrasi ion
hidrogen dari perubahan yang terlalu besar sampai respon ginjal yang kebih lambat dapat
menghilangkan ketidak seimbangan. Pada umumnya seluruh tenaga penyangga sistem
pernapasan adalah satu sampai dua kali lebih besar daripada tenaga penyangga seluruh
penyangga kimia lainnya dalam gabungan cairan ekstrasel.uler. artinya satu sampai dua kali
lebih banyak asam atau basa yang secara normal dapat disangga oleh mekanisme ini daripada
oleh penyangga kimia.
Akan tetapi gangguan pernapasan dapat juga menyebabkan perubahan konsentrasi
ion hidrogen. Sebagai contoh, gangguan fungsi paru untuk menghilangkan  CO2 keadaan ini
kemudian menyebabkan pembentukan  CO2 dalam cairan ekstraseluler dan kecenderungan ke
arah asisdosis respirotarik. Juga kemampuan untuk memberi respon terhadap oksidasi
metabolik menjadi terganggu karena pengurangan kompensasi Pco2  yang secara normal akan
menjadi tumpul. Pada keadaan ini ginjal menjadi mekanisme fisiologis tunggal yang masih
ada untuk mngembalikan pH ke arah normal setelah terjadi penyanggaan kimia awal dalam
cairan ekstraseluler.

  Kontrol Keseimbangan  Asam-Basa Oleh Ginjal


Ginjal mengontrol keseimbangan asam basa dengan mengeluarkan urin yang asam atau yang
basa. Pengeluaran urin asam akan mengurangi jumlah asam dalam cairan ekstraseluler,
sedangkan pengeluaran urin basa berarti menghilangkan  basa dari cairan ekstraseluler.
Keseluruhan mekanisme urin asam basa oleh ginjal adalah sebagai berikut : sejumlah besar
ion bikarbonat disaring secara terus menerus kedalam tubulus, dan bila ion bikarbonat
diekskresikan kedalam urin, keadaan ini menghilangkan basa dari darah. Sebaliknya sejumlah
besar ion hidrogen juga dieksresikan ke dalam lumen tubulus oleh sel-sel epitel tubulus, jadi
menghilangkan asam dari darah. Bila lebih banyak ion hidrogen yang diekskresikan daripada ion
karbonat yang disaring, akan terdapat kehilangan asam dari ciran ekstraseluler. Sebaliknya bila
lebih banyak bikarbonat yang disaring daripada hidrogen yang dieksresikan, akan terdapat
kehilangan  basa.
Setiap hari tubuh menghasilkan sekitar 80 miliekuivalen asam yang tidak menguap, terutama
dari metabolisme protein. Asam-asam ini disebut tidak menguap karena mereka bukan  H2CO3 
oleh karena itu tidak dapat diekskresikan oleh paru-paru. Mekanisme primer untuk
menghilangkan asam-asam ini dari tubuh adalah melalui ekskresi ginjal. Ginjal juga mencegah
kehilangan bikarbonat dalam urin, suatu tugas yang seara kuantitatif lebih penting daripada
ekskresi asam yang tiak menguap. Setiap hri ginjal menyaring sekitar 4320 miliekuivalen
bikarbonat ( 180 liter/hari x 24 mEg/liter ) dan dalm kondisi normal, hampir semuanya
direabsorbsi dari tubulus, sehingga mempertahankan sistem penyangga utama airan ekstraseluler.
Reabsorbsi bikarboanat dan ekskresi ion hidrogen ole tubulus. Karen ion bikarbonat harus
bereaksi dengan ion hidogen yang disekresikan untuk membentuk H 2CO3 sebelum dapat
direabsobsi, 4320 miliekuivalen ion hidrogen harus disekresikan tiap hari hanya untuk
mereabsorbsi bikarbonat yang disaring kemudian penambahan 80 miliekuivalen ion hidrogen
harus diekskresikan untuk menghilangkan asam-asam yang tidak menguap dari tubuh yang
diproduksi  setiap hari, sehngga total 4400 miliekuivalen ion hidrogen yang diekskresikan
kedalam cairan tubulus setiap harinya.
Bila terdapat pengurangan konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler ( alkaisis ), ginjal
gagal mereabsorbsi semua bikarbonat yang disaring, sehingga meningkatkan ekskresi
bikarbonat. Karena ion bikarbonat normalnya menyangga hidrogen dalam cairan ekstraseluler,
kehillangan bikarbonat ini sama dengan penambahan satu ion hidrogen kedalam cairan
ekstraseluler. Oleh karena itu pada alkalisis pengeluaran ion bikarbonat akan meningkatkan
konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler kmbali menuju normal.
Pada asidosis, ginjal tidak mengekskresikan bikarbonat kedalam urin tetapi mereabsobsi
semua bikarbonat yang disaring dan menghasilkan bikarbonat baru, yang ditambahkan kembali
kecairan ekstraseluler, hal ini mengurangi konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler kembali
menuju normal.
Jadi, ginjal mengatur konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler melalui tiga mekanisme
dasar :
1.    Sekresi ion-ion hydrogen
2.    Reabsobsi ion-ion bikarbonat baru
3.    Produksi ion-ion bikarbonat baru  

1.      Sekresi Ion Hidrogen Dan Reabsorsi Ion Bikarbonat Oleh Tubulus GinjaL
Sekresi ion hidrogen dan reabsorsi bikarbonat sebenarnya terjadi di seluruh bagian tubulus
kecuali cabang tipis desenden dan asenden ansa Henle. Bahwa untuk setiap bikarbonat yang
direabsorsi, harus ada satu ion hydrogen yang disekresikan. Sekitar 80 sampai 90 % reabsorsi
bikarbonat ( dan sekresi ion hidrogen ) terjadi ditubulus proksimal, sehingga hanya sebagian
kecil bikarbonat yang mengalir ke dalam tubulus distal dan duktus koligentes. Mekanisme
reabsorsi bikarbonat juga meliputi ekresi ion hydrogen oleh tubulus, tetapi terdpat beberapa
perbedaan dalam hal bahwa segmen-segmen tubulus yang menyelesaikan tugas ini adalah
berbeda.
         Ion – Ion hydrogen Disekresikan Oleh Transpor Aktif Sekunder di segmen Tubulus Awal
Sel – sel tobulus proksimal,segmen tebal tobulus ansa Henle, dan tobulus distal semuanya
semuanya menyekresi ion hidrogen kedalam cairan tobulusmelalui transport – imbangan natrium
– hydrogen. Sekresi aktif sekunder dari ion hydrogen ini berpasangan dengan transport natrium
ke dalam sel pada membrane luminal, dan energy untuk sekresi ion hydrogen melawan gradient
konsentrasi berasal dari gradient natrium yang membantu pergerakan natrium ke dalam sel.
Gradien ini dihasilakan pompa natrium – kalium adenosine trifosfat ( ATPase ) di membrane
basolateral. Lebih dari 90 % bikarbonat dreabsorsi dengan cara ini, mambutuhkan sekitar 3900
miliekuivalen hydrogen untuk dieksresikan setiap hari oleh tobulus. Akan tetapi melanisme ini
tidak mencapai konsentrasi ion hidrogenyang sangat tinggi dalam cairan tobulus, cairan tobular
menjadi sangat asam di bagian berikutnya dari system tobulus.
Proses sekresi dimulai ketika CO2 berdifusi ke dalam sel tubulus atau dibentuk melelui
metabolisme di sel epitel tobulus, CO2 dibawah pengaruh enzim karbunik anhidrase ,
bergabung dengan H2O untuk membentuk H2CO3 yang brdisosiasi HCO3- dan H+. Ion – ion
hydrogen disekresikan dari sel masuk kedalam lumen tubulus melalui transport - imbangan
natrium – hydrogen. Artinya ketika natrium bergerak dari lumen tubulus ke bagian dalam sel,
natrium mula – mula bergabung dengan protein pembawa di batas luminal membran sel ; pada
waktu yang bersamaan, ion hydrogen di bagian dalam sel bergabung dengan protein pembawa.
Natrium bergerak kedalam melalui gradient konsentrasi yang telah dicapai oleh natrium – kalium
ATPase di membrane basolateral. Gradien untuk pergerakan natrium kedlam sel kemudian
menyediakan energy untuk menggerakkan ion hidrigen dalam arah yang belawanan dari dalam
sel ke lumen tubulus.
Ion bikarbonat yang dihasilakan dlam sel ( bila ion hydrogen berdisosiasi  dari H2CO3 )
kemudian bergerak turun melintasi membrane basolateral ke dalam cairan intertisial ginjal dan
darah kapiler peri – tubular. Hasil akhirnya adalah bahawa untuk setiap ion hydrogen yang
disekresikan kedalam lumen tubulus, satu ion bikarbonat masuk kedalam darah.
         Ion –Ion Bikarbonat yang Disaring Direabsorsi melalui Interaksi dengan Ion Hidrogen
dalam Tubulus
Ion – ion bikarbonat tidak mudah menembus membrane luminal sel – sel tbulus ginjal; oleh
karena itu, ion – ion bikarbonat yang di disring oleh glomerulus tidak dapat direabsorsi secara
lagsung. Sebaliknya, bikarbonat direabsorsi melalui proses khusus dimana bikarbonat pertama
kali brgabung dengan ion hydrogen untuk membentuk H2CO3, yang akhirnya menjadi CO2 dan
H2O.
Reabsorsi ion – ion bikarbonat ini diawlai oleh reksi diantara tubulus antara ion – ion
bikarbonat yang disaring pada glomerulus dan ion – ion hydrogen yang disekresi oleh sel – sel
tubulus. H2CO3 yang terbentuk kemudian berdisosiasi menjadi CO2 dan H2O. CO2 dapat bergerak
dengan mudah melewati membran tubulus; oleh karena itu, CO 2 bergabung kembali dengan H2O,
dibaeah pengaruh karbonik anhidrase, untuk menghasilakan molekul H2CO3 yang baru. H2CO3
ini kemudian berdisosiasi membentuk ion bikarboanat dan ion hydrogen; ion bikarbonat
kemudian berdifusi melalui membrane basolateral kedalam cairan intertisial dan dibawa naik ke
darah kapilere peritubular. Jadi setiap kali ion hydrogen dibentuk di dalam  sel – sel epitel
tubular, ion bikarbonat juga dibentuk dan dilepaskan kembali ke dalam darah. Efek bersih dari
reaksi ini adalah “reabsorsi” ion bikarbonat dari tubulus, walaupun ion – ion bikarbonat yang
sebenarnya memasuki cairan ekstraseluler tidak sama dengan yang disaring ke dalam tubulus.
         Ion – ion Bikarbonat “ Dititrasi ” Terhadap Ion – ion Hidrogen Dalam Tubulus.
Dalam kondisi normal, kecepatan sekresi ion hydrogen tubular adalah sekitar 4400mEq/hari.
Jadi, jumalah kedua ion yang memasuki tubulus ini hampir sama, dan mereka bergabung untuk
membentuk CO2 dan H2O. Oleh karena itu peningkatan bahwa ion – ion bikarbonat dan ion –ion
hydrogen normalnya bertitrasi satu sama lain dengan tubulus.
Proses titrasi ini tidak begitu tepat karena biasanya sedikit kelebiahn ion hydrogen dalm
tubulus akan dieksresikan dalm urin. Kelebihan ion ini sekitar ( 80mEq/hari ) membersihkan
tubuh dari asam – asam yang tidak menguap yang dihasilakan oleh metabolisme. Kebanyakan
ion hydrogen tidak diekskresikan sebagai ion hydrogen bebas tetepi lebih dalam bentuk
kombinasi dengan penyangga urin lainya, terutama fosfat dan ammonia
Bila terdapat kelebiahan ion bikarbonat melebihi ion hydrogen dalam urin, eperti yang
terjadi alkalosis metabolic, kelebihan ion bikarbonat tidak dapat direabsorsi; oleh karena itu,
kelebiahan ion bikarbonat ditinggalkan di dalam tubulus dan akhirnya diekskresiakn ke dalam
urin, yang membantu mengoreksi alkalosis metabolic.
Pada asidosis, teradapat kelebihan jumlah ion hydrogen dibandingkan dengan ion
bikarboanat, menyebabkan reabsorsi menyeluruh bikarbonat,dan kelebiahan ion hydrogen
dikeluarkan kedalam urin. Kelebihan ion hydrogen ini disangga didalam tubulus olen fosfata dan
ammonia dan akhirnya dieksresikan sebagai garam. Jadi, mekanisme dasar dimana ginjal
mengoreksi asidosis atau alkalosis merupakan titrasi tidak lengkap dari ion hydrogen terhadap
ion bikarbonat, meninggalakan salah satu dari kedua ion ini untuk dikeluarkan ke dalam urin,
oleh karena itu dihilangkan dari cairan ekstraseluler.
         Sekresi Aktif Primer dari Ion Hidrogen dalam Sel –Sel Intercalated pada Tubulus Distal Bagian
Akhir dan Duktus Koligentes.
Dimulai dari bagian akhir tubulus distal dan berlanjut melelui sisa system tubular, epitel
tubulus menyekresikan ion – ion hydrogen melalui transport aktif primer. Ciri – ciri transport ini
berbeda dengan transport yang didiskusikan untuk tubulus proksimal dan ansa henle.
Mekanisme sekresi aktif primer  ion hydrogen terjadi pada membrane luminal sel tubulus,
tempat ion – ion hydrogen ditranspor secara langsung oleh suatu protein khusus, yaitu
pentranspor-hidrogen ATPase. Energi yang dibutuhkan untuk memompa ion hydrogen
dihasilakn dari pemecahan ATP menjadi adenin difosfat.
Sekresi primer ion hydrogen terjadi di suatu sel jenis khusus yang disebut sel intercalated 
pada tubulus distal bagian akhir dan duktus koligentes. Sekresi hydrogen dalam sel – sel ini
dicapai melalui dua langkah:
1.         CO2 terlarut dalam sel ini bergabung dengan H2O membentuk H2O dan H2CO3
2.         H2CO3 kemudian berdisosiasi menjadi ion bikarbonat yang direabsorsi menjadi
        ion bikarbonat yang direabsorsi ke dalam darah ditambah ion hydrogen yang
       disekresikan kedalam tubulusmelelui mekanisme hydrogen-ATPase
Untuk setiap ion hydrogen yang disekresikan, satu bikarbonat direabsorsi, mirip dengan
proses didalam tubulusproksimal. Perbedaan utama adalah bahwa hydrogen bergerak melewati
membrane luminal melalui pompa aktif H+ dan bukan melalui transport-imbangan, seperti yang
terjadi pad bagian awl nefron.
     Walaupun sekresi ion hydrogen di tubulus distal bagian akhir dan duktus koligentes hanya
merupakan sekitar 5 % dari ion hydrogen total yang disekresikan, mekanisme ini penting dalam
pembentukan urin asam yang maksimal. Ditubulus proksimal, konsentrasi ion hydrogen dapat
ditingkatkan hanya sekitar 3 – 4 kali lipat, walaupun sejumlah besra ion hydrogen disekresikan
melalui segmen nefron ini. Sebaliknya, konsentrasi ion hydrogen dapat ditingkatkan sebanyak
900 kali lipat di dalam duktus koligentes. Penurunan pH cairan tubulus ini sampai sekitar 4,5,
yang merupakan batas bawah pH yang dapat dicapai oleh ginjal normal.
B.ASUHAN KEPERAWATAN
1.Identitas pasien
2.Riwayat kesehatan
1.riwayat kesehatan pasien
a.keluhan utama
b.riwayat penyakit sekarang
c.riwayat penyakit masa lalu
d.riwayat kesehatan keluarga
2.pengkajian pola fungsi Gordon
 Merokok?
 Pemeriksaan kesehatan rutin
 Pendapat pasien tentang kesehatan
 Persepsi pasien tentang berat ringan nya
 Persepsi tentang tingkat kesembuhan
3.Pola Aktivitas dan latihan
Aktivitas 0 1 2 3 4
1.Mandi
2.berpakaian /
berdandan
3.mobilisasi
ditempat tidur
4.pindah
5.ambulasi
6.makan
/minum
Keterangan
Skore 0 :mandiri
Skore 1 : dibantu sebagian
Skore 2 : perlu di bantu orang lain
Skore 3 : perlu di bantu orang lain dan alat
Skore 4 : tergantung atau tidak mampu
4.pola istirahat dan tidur
 Pola istirahat dan tidur
 Waktu tidur , lama tidur
5.pola nutrisi metabolic
 Apa yng biasa di makan klien tiap hari
 Bagaimana pola pemenuhan nutrisi
 Adakah suplemen yang di konsumsi
 Jumlah makan dan minum yang masuk
 Adakah nyeri telan
6.Pola Eliminasi
 Kebiasaan BAB
 Kebiasaan BAK
 Nyeri
 Kemampuan bicara

7..kemampuan konsep diri


 Bagaimana klien memandang dirinya
 Hal apa yang disukai klien
 Apakah klien dapat mengidentifikasikan kekuatan antara kelemahan yang ada pada
dirinya
3.Pemeriksaan fisik
a.keadaan umum
1.kesadaran
2.Kondisi klien secara umum
3.pertumbuhan fisik
4.keadaan kulit
b.pemeriksaan kepala kaudal
1. kepala :Bentuk ,keadaan kulit ,pertumbuhan rambut
2.mata :Kebersihan ,pengelihatan ,pupil ,reflek ,sekrela
3.telinga : bentuk ,kebersihan ,secret

4.Hidung : fungsi ,polip ,secret


5.mulut : kemampuan bicara ,keadaan bibir ,selaput mukosa ,warna lidah
6.leher : bentuk ,gerakan ,pembesaran tiroid
7.dada :
 Inspeksi : bentuk dada ,kelainan bentuk ,retraksi otot dada
 Auskultasi : suara pernafasan ,bunyi jantung ,suara abnormal
 Perkusi : batas jantung dan paru
 Palpasi : tonus otot ,kekenyalan
8.abdomen
 .inspeksi : simetris ? contour ? warna kulit
 Auskultasi : frekuensi dan intensitas peristaltic
 Perkusi : udara ,cairan ,massa
 Palpasi : tonus otot ,kekenyalan
9.genetalia
 Inspeksi : warna ,terpasang alat bantu ,kelainan
 Palpasi : teraba penumpukan urine
10.eskremitas
1.atas : kelengkapan ,kelainan jari ,tonus otot kesimetrisan gerak
2.bawah : kelengkapan ,edema perifer ,kekuatan otot

4.Pemeriksaan penunjang
 Radiologi
 Laboratorium
 EEG,ECG,USG

5.Terapi yang diberikan


Hari /tanggal Nama obat Dosis Cara manfaat
pemberian

6.Analisa Data
Data Etiologi Problem
7.diagnosa keperawatan
Diagnosa Etiologi Gejala Kondisi klinis yang
terkait
1.D0003 1. Ketidakseimbangan Gejala dan Tanda KONDISI KLINIS
Ganguan ventilasi-perfusi. Mayor – Subjektif :  TERKAIT :
Pertukaran Gas. 2.Perubahan membran 1. Dispnea. 1. Penyakit paru
alveolus-kapiler Gejalan dan Tanda obstruktif kronis
Mayor – Objektif : (PPOK).
1. PCO2 meningkat / 2. Gagal jantung
menurun. kongestif.
2.PO2menurun. 3. Asma.
3.Takikardia. 4. Pneumonia.
4.pH arteri 5. Tuberkulosis
meningkat/menurun. paru.
5. Bunyi napas 6. Penyakit
tambahan. membran hialin.
GEJALA dan TANDA 7. Asfiksia.
MINOR – Objektif : 8. Persistent
1. Sianosis. pulmonary
2. Diaforesis. hypertension of
3. Gelisah. newborn (PPHN).
4. Napas cuping hidung. 9. Prematuritas.
5. Pola napas abnormal 10.Infeksi saluran
(cepat / lambat, napas.
regular/iregular,
dalam/dangkal).
6. Warna kulit abnormal
(mis. pucat, kebiruan).
7. Kesadaran menurun.
2.D.0009 Perfusi 1. Hiperglikemia Gejala dan Tanda Mayor
1. Tromboflebiti
Perifer Tidak 2. Penurunan – Subjektif : (Tidak
Efektif. konsentrasi tersedia). s.

gemoglobin Gejala dan Tanda Mayor 2. Diabetes

3. Peningkatan – Objektif : melitus.


tekanan darah 1. Pengisian kapiler 3. Anemia.
4. Kekurangan >3 detik.
4. Gagal Jantung
volume cairan 2. Nadi perifer
kongenital.
5. Penurunan aliran menurun atau
arteri dan / atau tidak teraba. 5. Kelainan

vena 3. Akral teraba jantung kongenital/

6. Kurang terpapar dingin. 6. Thrombosis


informasi tentang 4. Warga kulit
arteri.
faktor pembera pucat.
7. Varises.
5. Turgor kulit
8. Trombosis
menurun.
  vena dalam.

Gejala dan Tanda Minor 9. Sindrom

– Subjektif : kompartemen.
1. Parastesia.
2. Nyeri ekstremitas
 
(klaudikasi
intermiten).
 
Gejala dan Tanda Minor
– Objektif:
1. Edema.
2. Penyembuhan
luka lambat.
3. Indeks ankle-
brachial < 0,90.
4. Bruit femoral.

8.Intervensi keperawatan

Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Pemantauan respirasi
3x24 jam diharapkan karbondioksida pada
membrane alveoulus kapiler dalam batas Observasi
normal  monitor frekuensi, irama, kedalaman,
Kriteria hasil : dan upaya napas
Kriteria hasil :  monitor pola napas (seperti bradipnea,
 Tingkat kesadaran takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
 Dispnea cheyne-strokes, biot, dan ataksi
 Bunyi napas tambahan  monitor kemampuan batuk efektif
 Pusing  monitor adanya produksi sputum
 Penglihatan kabur  monitor adanya sumbatan jalan napas
 Diaphoresis  palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Gelisah  auskultasi bunyi nafas
 Napas cuping hidung  monitor saturasi oksigen
 PCO2  monitor nilai AGD
 PO2  monitor hasil x-ray thorax
 Takikardia
 pH arteri Terapeutik

 sianosis  Atur interval pemantauan respirasi

 pola napas sesuai kondisi pasien

 warna kulit  Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika
itu perlu
Terapi oksigen

Obeservasi
 Monitor kecepatan aliran oksigen
 Monitor posisi alat terapi oksigen
 Monitor aliran oksigen secara periodic
dan pastikan fraksi yang diberikan
cukup
 Monitor efektifitas terapi oksigen
(missal nya: oksimetri, analisa gas
darah), jika itu perlu
 Monitor kemampuan melepaskan
oksigen saat makan
 Monitor tanda-tanda hipoventilasi
 Monitor tanda dan gejala toksikasi
oksigen danatelektasis
 Monitor tingkat kecemasan akibat
terapi oksigen
 Monitor integritas mukosa hidung
akibat pemasangan oksigen

Terapeutik
 bersihankan secret pada mulut, hidung,
dan trakea, jika itu perlu
 pertahankan kepatenan jalan napas
 siapkan dan atur peralatan pemberian
oksigen
 berikan oksigen tambahan, jika itu
perlu
 tetap berikan oksigen saat pasien di
transportasi
 gunakan perangkat oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas pasien
Edukasi
 ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen dirumah
Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan dosis oksigen
 Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas dan atau tidur

A. PERAWATAN SIRKULASI (I.02079)


Setelah di lakukan asuhan keperawatan selama
1. Observasi
3x24 jam diharapkan perfusi perifer meningkat  Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi
perifer, edema, pengisian kalpiler,
Kriteria hasil warna, suhu, angkle brachial index)
 Identifikasi faktor resiko
1.Denyut nadi perifer gangguan sirkulasi (mis. Diabetes,
2.penyembuhan luka sensasi perokok, orang tua, hipertensi dan
kadar kolesterol tinggi)
3.warna kulit pucat  Monitor panas, kemerahan, nyeri,
atau bengkak pada ekstremitas
4.edema perifer 2. Terapeutik
5.nyeri ekstremitas  Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah di area
6.parastesia keterbatasan perfusi
 Hindari pengukuran tekanan
7..kram otot darah pada ekstremitas pada
keterbatasan perfusi
8.kelemahan otot  Hindari penekanan dan
9.nekrosis pemasangan torniquet pada area yang
cidera
 Lakukan pencegahan infeksi
 Lakukan perawatan kaki dan
kuku
 Lakukan hidrasi
3. Edukasi

 Anjurkan berhenti merokok


 Anjurkan berolahraga rutin
 Anjurka

1.
1. Anjurkan menggunakan obat
penurun tekanan darah, antikoagulan,
dan penurun kolesterol, jika perlu
2. Anjurkan minum obat pengontrol
tekakan darah secara teratur
3. Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat beta
4. Ajurkan melahkukan perawatan
kulit yang tepat(mis. Melembabkan
kulit kering pada kaki)
5. Anjurkan program rehabilitasi
vaskuler
6. Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi( mis. Rendah
lemak jenuh, minyak ikan, omega3)
7. Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan( mis.
Rasa sakit yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya
rasa)

B. MANAJEMEN SENSASI PERIFER (I. 06195)

1. Observasi
 Identifikasi penyebab perubahan
sensasi
 Identifikasi penggunaan alat
pengikat, prostesis, sepatu, dan
pakaian
 Periksa perbedaan sensasi tajam
atau tumpul
 Periksa perbedaan sensasi
panas atau dingin
 Periksa kemampuan
mengidentifikasi lokasi dan tekstur
benda
 Monitor terjadinya parestesia, jika
perlu
 Monitor perubahan kulit
 Monitor adanya tromboflebitis
dan tromboemboli vena
2. Terapeutik
 Hindari pemakaian benda-benda
yang berlebihan suhunya (terlalu
panas atau dingin)
3. Edukasi
 Anjurkan penggunaan
termometer untuk menguji suhu air
 Anjurkan penggunaan sarung
tangan termal saat memasak
 Anjurkan memakai sepatu lembut
dan bertumit rendah
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgesik, 
:

Anda mungkin juga menyukai