Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KEGIATAN

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER

“PEMERIKSAAN KUALITAS SUSU”

Oleh
PPDH GELOMBANG XVII KELOMPOK 17B

Ni Wayan Intan Martinez, S.KH 2009611038


Putu Jodi Wiraguna Tangkas, S.KH 2009611002
Dede Ayu Pratiwi, S.KH 2009611022
Derisna Sawitri Ungsyani, S.KH 2009611027
Ni Komang Lady Pramesti, S.KH 2009611054
Nurul Ikhsanul Haq, S.KH 2009611055

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulisan Laporan Kegiatan Pemeriksaan Kualitas susu di
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteiner (Kesmavet) ini dapat diselesaikan tepat
pada waktunya. Laporan ini berisi kegiatan selama di Laboratorium Kesehatan
Masyarakat Veteriner, yang berlangsung selama 1 hari dari tanggal 3 Agustus 2021.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan laporan ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak yang telah membantu, memberikan membimbing selama
kegiatan tersebut berlangsung. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, segala bentuk kritik dan saran akan penulis terima dengan
kerendahan hati. Penulis berharap semoga laporan ini berguna bagi penulis khususnya
dan pembaca pada umumnya.

Denpasar, 3 Agustus 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 2
1.2 Tujuan Penulisan .............................................................................................. 2
1.3 Manfaat Penulisan ............................................................................................ 2
1.4 Tempat Pelaksanaan ......................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3
2.1 Susu................................................................................................................... 3
2.2 Kompenen Gizi Susu ........................................................................................ 3
2.3 Standar Komponen Susu Segar ........................................................................ 4
BAB III Materi DAN METODE ......................................................................... 8
3.2 Pemeriksaan Kualitas Susu ............................................................................... 8
3.2.1 Materi ............................................................................................................. 8
3.2.2 Metode ........................................................................................................... 9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 12
4.1 Hasil .................................................................................................................. 12
4.2 Pembahasan ...................................................................................................... 12
4.2.1 Uji Organoleptik ............................................................................................ 12
4.2.2 Uji Kebersihan ............................................................................................... 15
4.2.3 Uji Didih ........................................................................................................ 16
4.2.4 Uji Alkohol .................................................................................................... 16
4.2.5 Penetapan Ph .................................................................................................. 17
4.2.6 Penetapan Nilai BJ ......................................................................................... 18
4.2.7 Uji Reduktase................................................................................................. 19
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 21
5.1 Simpulan ........................................................................................................... 21
5.2 Saran ................................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
DAFTAR TABEL

2.3 Tabel Syarat Mutu Susu Segar ......................................................................... 4


4.1 Tabel Hasil Pemeriksaan Kualitas susu ........................................................... 12

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Susu merupakan hasil sekresi kelenjar ambing (mamae) yang berasal dari
pemerahan pada mamalia dan mengandung lemak, protein, laktosa, serta berbagai
jenis vitamin. Susu dapat dihasilkan dari hewan mamalia seperti sapi, kambing,
unta, maupun hewan menyusui lainnya. Protein hewani yang berasal dari susu
sangat diperlukan untuk kesehatan masyarakat dan pertumbuhan tulang terutama
bagi anak-anak yang sedang berada dalam masa pertumbuhan. Semakin
meningkatkan taraf hidup masyarakat maka kebutuhan protein asal hewani juga
semakin meningkat (Rizqan et al., 2019). Susu adalah bahan pangan yang sangat
baik bagi kehidupan manusia karena komposisinya yang ideal selain itu susu juga
mengandung semua zat yang dibutuhkan oleh tubuh, semua zat makanan yang
terkandung didalam susu dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Susu mengandung bahan
murni, higienis, bernilai gizi tinggi, mengandung sedikit bakteri yang berasal dari
ambing, bau, rasa tidak berubah dan tidak berbahaya untuk diminum (Sanam et al.,
2014). Susu mudah mengalami kerusakan apabila tidak ada penanganan khusus,
karena susu merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme.
Susu segar memerlukan penanganan yang cukup kompleks agar dihasilkan susu
yang berkualitas baik sehingga hal tersebut bertujuan untuk memperkecil dampak
negatif yang ditimbulkannya. Susu dapat membahayakan atau dapat menimbulkan
gangguan terhadap kesehatan manusia apabila terjadi kerusakan. Menurunnya
mutu atau kerusakan susu disebabkan karena tercemarnya susu oleh
mikroorganisme atau benda asing lain seperti penambahan komponen lain yang
berlebihan (gula, lemak nabati, pati). Sifat fisik susu meliputi warna, bau dan rasa,
berat jenis, konsistensi, nilai pH dan kandungan asam laktat (Warni, 2014).
Penilaian mutu dan produksi susu sering digunakan sebagai tolak ukurnya
adalah berdasarkan uji kualitas susu terhadap komposisi susu dan keadaan fisik
susu. Uji kualitas susu dapat ditinjau dari uji alkohol, uji derajat asam, dan angka

1
katalase yang merupakan pemeriksaan terhadap keadaan susu yang berguna untuk
memeriksa dengan cepat keasaman susu, menentukan adanya kuman-kuman pada
air susu (Hadiwiyoto, 1994).
Pemeriksaan susu dapat dilakukan secara fisik, kimia dan mikrobiologi.
Pemeriksaan secara fisik dapat dilakukan dengan memeriksa warna, rasa dan aroma
air susu dengan indera kita, sedangkan pemeriksaan kualitas air susu secara kimia
dilakukan dengan menggunakan zat kimia atau reaksi kimia tertentu. Pemeriksaan
kualitas susu secara biologis dapat dilakukan dengan mikroskopis, bakteriologis
dan biokemis. Pemeriksaan kualitas susu di Indonesia dilakukan tidak hanya
terhadap susu, tetapi juga terhadap perusahaan-perusahaan peternakan sapi perah,
jadi tempat-tempat produk susu (Anindita dan Soyi, 2017).
Berdasarkan latar belakang diatas dalam memenuhi kebutuhan susu yang
berkualitas bagi konsumen makan perlu dilakukan pengujian terhadap kualitas susu
baik secara fisik yaitu warna, rasa dan aroma atau menggunakan alat-alat
laboratorium.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini yaitu Untuk mengetahui mutu dan cara pengujian
kualitas susu yang langsung di ambil dari peternakan, susu segar yang didinginkan
selama 24 jam, dan susu basi
1.3 Manfaat Penulisan
Memberikan pengetahuan dan meningkatkan keterampilan dalam pengujian
kulitas susu yang langsung di ambil dari peternakan, susu segar yang didinginkan
selama 24 jam, dan susu basi
1.4 Tempat Pelaksanaan
Pemeriksaan dilakukan selama satu hari dari tanggal 3 Agustus 2021 bertempat
di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Susu
Berdasarkan SK Badan Karantina Pertanian Nomor 355 (2008), susu adalah
susu sapi yang tidak dikurangi atau dibubuhi sesuatu apapun, yang diperoleh dari
pemerahan sapi-sapi yang sehat secara teratur. Susu merupakan bahan pangan
dengan nilai gizi tinggi yang mengandung protein, asam lemak esensial, vitamin,
dan mineral (Claeys et al., 2014). Susu juga memiliki nilai biologis yang tinggi
karena mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan oleh manusia dan tingkat
kecernaan yang tinggi (Marangoni et al., 2014).
Susu segar menurut SNI 3141-01 :2011 (BSN, 2011) adalah cairan yang berasal
dari ambing sapi yang sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan
yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu
apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali pendinginan.
2.2 Komposisi Gizi Susu
Komposisi susu merupakan indikator untuk mengetahui kualitas susu segar
secara cepat. Komposisi susu umumnya berbeda dari waktu pemerahan yang
berbeda pula (Handayani, 2010). Menurut Anjarsari (2010), komposisi kimia yang
terkandung dalam susu diantaranya air 87,25%, lemak 3,8%, protein 3,2%, laktosa
4,7%, abu 0,855, serta bahan kering 12,75%.
Komposisi susu bervariasi dan tergantung pada banyak faktor. Faktor yang
dapat mempengaruhi kandungan susu seperti spesies, variasi genetik dalam spesies,
kesehatan, lingkungan, manajemen, stadium laktasi dan umur. Kadar vitamin di
dalam susu tergantung dari jenis makanan yang diperoleh ternak sapi dan waktu
laktasinya. Susu mengandung vitamin yang dapat larut dalam lemak seperti vitamin
A, D, E dan K serta vitamin yang larut dalam air yaitu vitamin B dan C. Beberapa
vitamin memberikan warna pada susu. Riboflavin memberikan warna susu kuning
sedikit kehijauan, sedangkan karoten akan memberikan warna lemak susu menjadi
kekuning-kuningan (Oktaviana, et al.,2015). Kandungan gizi yang tinggi

3
menyebabkan susu merupakan media pertumbuhan dan perkembangannya mikroba,
sehingga dalam waktu yang sangat singkat susu dapat menjadi tidak layak
dikonsumsi bila tidak ditangani dengan benar (Miskiyah, 2011).
2.3 Standar Mutu Susu Segar
Menurut Hidayat (2010) susu harus memenuhi syarat ASUH yaitu aman, sehat,
utuh dan halal. Menurut SNI 3141.1:2011 persyaratan mutu segar adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.3 Syarat Mutu Susu Segar
No. Karakteristik Satuan Syarat
a. Berat Jenis (pada suhu 27,5oC) g/ml 1,0270
b. Kadar lemak minimum % 3,0
Kadar bahan kering tanpa
c % 7,8
lemak minimum
d Kadar protein minimum % 2,8
e Warna, bau, rasa, kekentalan - Tidak ada perubahan
f Derajat asam °SH 6,0 – 7,5
g pH - 6,3 – 6,8
h Uji alkohol (70 %) v/v - Negatif
Cemaran mikroba,
maksimum:
i 1. Total Plate Count CFU/ml 1x106
2. Staphylococcus aureus CFU/ml 1x102
3. Enterobacteriaceae CFU/ml 1x103
Jumlah sel somatis
j sel/ml 4x105
maksimum
Residu antibiotika (Golongan
k - Negatif
penisilin,Tetrasiklin, Makrolida)
l Uji pemalsuan - Negatif
m Titik beku oC -0,520 s.d - 0,560
n Uji peroxidase - Positif
Cemaran logam berat,
maksimum:
o 1. Timbal (Pb) µg/ml 0,02
2. Merkuri (Hg) µg/ml 0,03
3. Arsen (As) µg/ml 0,1

4
1. Uji Organoleptik
Pengujian organoleptik merupakan salah satu cara mendasar dan pertama
kali dilakukan untuk mengetahui kualitas dari bahan tersebut. Pengujian ini
terdiri dari warna, rasa, bau, dan kekentalan (Anindita dan Soyi, 2017).
Berdasarkan SK Badan Karantina Pertanian Nomor 355 (2008), pemeriksaan
organoleptik dengan hasil warna: putih/krem/putih kekuningan; bau: aroma khas
susu; rasa: agak manis; dan tidak cair.
2. Uji Kebersihan
Uji Kebersihan bertujuan untuk mengetahui kebersihan cara-cara
penanganan susu pada perusahaan atau tempat produksinya. Pada uji yang
dilakukan pada susu tidak ada sisa kotoran pada kertas saring yang digunakan.
Kebersihan susu juga sangat tergantung pada kondisi kandang sapi perah juga
kebersihan sapi sebelum pemerahan dilakukan (Diastari dan Agustina, 2013).
3. Uji Didih
Uji didih dilakukan untuk memeriksa dengan cepat derajat keasaaman susu.
Prinsip pada uji didih yaitu, susu yang memiliki kualitas yang tidak bagus akan
pecah ataupun menggumpal bila melalui proses didih. Bila susu dalam keadaan
asam menjadikan kestabilan kasein menurun, koagulasi kasein ini yang akan
mengakibatkan pecahnya susu, tetapi apabila susu dalam keadaan baik maka
hasil yang dapat dilihat dari uji didih adalah susu masih dalam keadaan
homogen atau tidak pecah (Dwitania dan Swacita, 2013).
4. Uji Alkohol
Uji alkohol adalah uji tapis yang umumnya digunakan untuk memeriksa
kesegaran susu pada awal penerimaan susu (Harjanti et al., 2016). Prinsip dasar
pada uji alkohol merupakan kestabilan sifat koloidal protein susu tergantung
pada selubung atau mantel yang menyelimuti butir-butir protein terutama kasein.
Apabila susu dicampur dengan alkohol yang memiliki daya dehidratasi, maka
protein akan berkoagulasi. Semakin tinggi derajat keasaman susu, semakin
berkurang jumlah alkohol dengan kepekatan yang sama dibutuhkan untuk

5
memecahkan susu yang sama banyaknya (Dwitania dan Swacita, 2013). Uji
alkohol positif ditandai dengan adanya butiran susu yang melekat pada dinding
tabung reaksi, sedangkan uji alkohol negatif ditandai dengan tidak adanya
butiran susu yang melekat pada dinding tabung reaksi. Reaksi positif muncul
karena susu mulai atau sudah asam yang pada umumnya disebabkan oleh
penanganan susu yang terlalu lama dalam suhu ruangan (Harjanti et al., 2016).
Sedangkan reaksi negatif menunjukkan bahwa susu dalam keadaan atau kualitas
yang baik dan aman untuk dikonsumsi. Standar SNI tahun 2011 untuk susu
segar bahwa uji alkohol pada susu segar hasilnya adalah negatif.
5. Penetapan Tingkat Keasaman (pH).
Penetapan Tingkat Keasaman (pH) dilakukan untuk menentukan keasaman
susu dengan menghitung log konsentrasi ion hidrogen (asam) dalam susu. Pada
prinsipnya susu segar mempunyai pH netral. Tingkat keasaaman susu menurun
karena fermentasi laktosa menjadi asam laktat oleh mikroba (Suardana dan
Swacita, 2009). Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 2011 untuk pH susu
adalah 6,3-6,8.
6. Penetapan Berat Jenis
Berat jenis adalah perbandingan antara berat bahan tersebut dengan berat
air pada volume dan suhu yang sama. Berat jenis susu dipengaruhi oleh kadar
padatan total dan bahan padatan tanpa lemak. Berat jenis susu ditentukan dengan
menggunakan laktodensimeter atau laktometer. Berat jenis susu segar menurut
SNI 3141.1:2011 adalah 1.027 g/mL3.
7. Uji Reduktase.
Uji dilakukan untuk memprediksi jumlah bakteri di dalam susu dengan
menggunakan zat methylene blue. Dalam susu terdapat enzim reduktase yang
dibentuk oleh kumankuman. Enzim ini mereduksi zat warna biru metilen
menjadi larutan tidak berwarna. Waktu reduktase adalah waktu antara
memasukkan tabung reduktase ke dalam inkubator sampai seluruh warna biru

6
lenyap. Minimal waktu reduktase dua jam, susu dikatakan baik bila waktu
reduktasenya lima jam atau lebih (Suardana dan Swacita, 2015)

7
BAB III
NATERI DAN METODE
3.2 Pemeriksaan Kualitas Susu
3.2.1 Materi
A. Sampel
Sampel susu yang digunakan pada pemerikasaan berasal dari susu segar yang
diperoleh merupakan susu murni dan susu bubuk dancow yang kemudian diberikan
perlakuan sebagai berikut:
- Sampel 1 : Susu segar
- Sampel 2 : Susu dingin
- Sampel 3 : Susu basi
B. Alat
• Gelas Ukur  Korek Api
• Tabung Reaksi  Penjepit
• pH Meter  Inkubator
• Gelas Erlenmeyer  Kertas Saring
• Spuit 5 ml  Termometer Raksa
• Tabung Bunsen  Botol Susu
 Lemari Pendingin

C. Bahan
• Alkohol 50%
• Alkohol 70%
• Alkohol 96%
• Larutan Methylene Blue 0,5%
• Spiritus

8
3.2.2 Metode
Uji Organoleptik
1. Uji Warna
Menuangkan 5 ml susu ke dalam tabung reaksi. Warna susu diamati dengan
latar belakang kertas putih. Uji warna dilakukan untuk mengamati warna susu
dan kemungkinan adanya kelainan warna pada susu. Warna susu normal adalah
putih kekuningan. Jika warna susu kemerah-merahan kemungkinan susu berasal
dari sapi perah penderita mastitis, jika berwarna kebiru-biruan berarti susu
dicampur air terlalu banyak atau dikurangi lemaknya.
2. Uji Bau
Menuangkan 5 ml susu ke dalam tabung reaksi, kemudian dicium baunya.
Susu normal akan berbau khas susu.
3. Uji Rasa
Menuangkan susu ke atas telapak tangan yang bersih kemudian dicicipi dan
rasakan adanya perubahan. Rasa susu normal yaitu sedikit manis, rasa susu yang
menyimpang seperti rasa pahit (adanya kuman- kuman pembentuk pepton), rasa
tengik (disebabkan oleh kuman asam mentega), rasa sabun (disebabkan oleh
Bacillus lactic saponacei), rasa lobak (disebabkan oleh kuman coli), dan rasa
anyir atau amis (disebabkan oleh kuman tertentu pada mastitis).
4. Uji Kekentalan
Menuangkan susu sebanyak 5 ml kedalam tabung reaksi, kemudian
dimiringkan secara perlahan. Diamati kecepatan susu mengalir dari dinding
tabung. Susu normal akan membasahi dinding, tidak berlendir atau berbutir dan
busa yang terbentuk akan segera hilang. Kekentalan susu menyimpang seperti
mengental atau cair. Susu berlendir disebabkan adanya kumankuman cocci dan
coli berasal dari sisa pakan serta alat-alat yang tidak higienis.
5. Uji Kebersihan
Menuangkan susu ke dalam gelas beker yang sudah dilapisi kertas
penyaring, setelah kertas saring kering amati apakah ada kotorannya atau tidak.

9
Kotoran yang terdapat dalam susu akan tampak dengan mata telanjang tertinggal
di kertas saring.
6. Uji Didih
Menuangkan 5 ml susu dalam tabung reaksi dengan menggunakan penjepit
tabung, kemudian tabung dipanaskan menggunakan api bunsen hingga
mendidih. Bila susu tetap homogen berarti susu masih baik, sedangkan bila susu
tidak homogen dan berbutir-butir atau pecah berarti susu sudah tidak baik.
7. Uji Alkohol
Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam uji alkohol, yang
meliputi tabung reaksi sebanyak 12 buah tabung, pipet hisap, sampel susu segar,
susu yang didinginkan dan susu pada suhu ruang, alkohol 50% sebanyak 3 ml,
alkohol 70% sebanyak 3 ml, alkohol 70% sebanyak 6 ml, dan alkohol 96%
sebanyak 3 ml. Masing-masing sampel susu dimasukkan ke dalam 4 tabung
reaksi sebanyak 3 ml. Ditambahkan alkohol ke dalam masing-masing tabung
yang telah diisi susu dengan kadar alcohol dan volume yang berbeda. Masing-
masing tabung yang telah berisi susu dan alkohol dihomogenkan, selanjutnya
dilakukan pengecekan terhadap perubahan yang terjadi.
8. Pemeriksaan Tingkat Keasaman (pH)
Elektrode pH meter dikalibrasi dengan larutan buffer pH 4,0 dan pH 7,0.
Kemudian susu sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian
dicelupkan elektrode pH meter ke dalam tabung yang berisi susu. 3. pH meter
ditunggu sampai stabil kemudian angka yang tertera dicatat.
9. Pemeriksaan Berat Jenis (Bj)
Sampel susu dihomogenkan dengan cara memindahkan dari satu
Erlenmeyer ke Erlenmeyer yang lainnya. Sampel susu dimasukkan ke dalam
gelas ukur sampai 2/3 volume dengan perlahan agar tidak terbentuk buih.
Laktodensimeter dimasukkan ke dalam gelas ukur kemudian dibiarkan
melayang. Ketika laktodensimeter sudah stabil skala yang tertera dibaca. Suhu
susu diukur dengan menggunakan termometer. Suhu susu harus ditera diantara

10
20-30°C. Prosedur 1-4 diulangi dua kali kemudian hasil yang diperoleh dirata-
ratakan. Berat jenis susu dihitung menggunakan rumus.
10. Uji Reduktase
Sebanyak 0,5 ml larutan Methylene Blue 0,5% dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, kemudian ditambahkan susu sebanyak 10 ml dan dihomogenkan
dengan cara membolak-balik tabung secara perlahan. Tabung ditutup
menggunakan kapas. Setelah itu diinkubasi pada inkubator dengan suhu 37°C
dan diamati setiap 30 menit sampai warna biru menghilang. Susu dikatakan baik
bila waktu reduktasenya 5 jam atau lebih.

11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Kualitas susu
No. Macam Uji Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3
1. Uji Organoleptik
Warna Putih Putih Putih kekuningan
kekuningan
Bau Khas Creamy susu Asam
Rasa Gurih Vanila asam
Kekentalan Sedikit kental kental Kental
2. Uji Kebersihan Bersih Bersih Sedikit Bersih
3. Uji Didih Homogen Pecah Pecah
4. Uji Alkohol
3 ml Alkohol 50% (-) Homogen (-) Homogen (+) Pecah
3 ml Alkohol 70% (-) Homogen (-) Homogen (+) Pecah
6 ml Alkohol 70% (-) Homogen (-) Homogen (+) Pecah
3 ml Alkohol 96% (-) Homogen (-) Homogen (+) Pecah
5. Penetapan pH 6,5 6,8 5,5
6. Penetapan Nilai Bj 1,0228 1,0243 1,0243
7. Uji Reduktase > 5 jam >2 jam <2 jam
Keterangan:
- Sampel 1: Susu segar langsung diambil dari peternakan
- Sampel 2: Susu segar yang didinginkan pada suhu lemari pendingin selama 24 jam
- Sampel 3: Susu segar yang diletakkan pada suhu ruang selama 24 jam

4.2 Pembahasan
4.2.1 Uji Organoleptik
1. Warna
Uji Organoleptik terhadap tiga sampel susu yang meliputi pemeriksaan warna,
bau, rasa, dan kekentalan. Warna merupakan pengamatan menggunakan indera
penglihatan (mata) terhadap kenampakan sampel. Pengamatan warna susu yang

12
dilakukan sesuai dengan SNI (2011) yaitu warna susu segar adalah putih
kekuningan. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap tiga sampel susu diperoleh
susu segar memiliki warna putih, susu dingin dan susu basi berwarna putih
kekuningan. Warna putih kekuningan susu berasal dari kasein. Pada susu, kasein
berwarna putih seperti salju, tidak tembus cahaya karena merupakan disfersi koloid
(Buckle et al., 2007). Selain kasein, susu mengandung karoten yang mengakibatkan
produk ini kadang-kadang berwarna kekuningan. Karoten merupakan pigmen
kuning utama yang berasal dari lemak susu. Beberapa faktor yang mempengaruhi
banyaknya karoten dalam susu adalah bangsa, spesies, individu, masa laktasi,
umur, dan pakan hijauan yang dikonsumsi oleh ternak (Asmaq dan Marisa, 2020).
Hasil uji organoleptic terhadap warna pada tiga sampel susu menandakan bahwa
susu dalam kondisi baik atau tidak mendapatkan perlakuan menyimpang.
2. Aroma
Uji organoleptik terhadap aroma susu pada tiga sampel yang telah dilakukan
menunjukan bahwa susu segar memiliki bau khas susu, susu dingin memiliki
aroma creamy susu dan susu basi memilki aroma asam. Bau khas susu ditimbulkan
karena adanya asam-asam lemak. bau susu bisa berubah apabila ada pertumbuhan
mikroba di dalam susu (susu menjadi asam) atau aroma lainnya (bukan aroma
susu) akibat senyawa bau ini diserap oleh lemak susu (Anindia dan Soyi, 2017).
Rasa merupakan salah satu organoleptik yang diamati pada penelitian. Rasa susu
normal adalah rasa gurih yang berasal dari lemak susu dan protein yang terkandung
didalamnya. Berdasarkan hasil diatas rasa susu segar dan susu yang didinginkan
adalah tidak manis dan segar, sedangkan susu diruang terbuka terasa asam. Apabila
ditemukan perubahan atau penyimpangan rasa susu, menunjukkan bahwa susu
sudah mengalami susu sudah dalam kondisi tidak segar (Asmaq dan Marisa, 2020).
Susu mengental ditandai adanya lendir atau busa yang menempel pada dinding
tabung reaksi. Hofman and Jorgensen (2008) menyatakan bahwa bau susu mudah
berubah dari bau yang sedap menjadi yang tidak sedap. Bau ini dipengaruhi oleh
sifat lemak susu yang mudah menyerap bau di sekitarnya. Demikian juga bahan

13
pakan ternak sapi dapat merubah bau air susu. Hasil evaluasi kekentalan
didapatkan susu segar dan susu yang didiginkan adalah kental sedangkan susu
diruang terbuka adalah encer. Kekentalan susu dipengaruhi oleh komposisi susu
segar, umur hewan dan beberapa perlakuan seperti adanya pengadukan dan
penyimpanan yang cukup lama akan menurunkan kekentalan susu.
3. Rasa
Rasa merupakan salah satu uji organoleptik yang diamati terhadap tiga
sampel susu. Rasa susu normal adalah rasa gurih yang berasal dari lemak susu dan
protein yang terkandung didalamnya. Hasil uji terhadap tiga sampel susu
menunjukkan bahwa rasa susu segar susu dingin adalah gurih, sedangkan susu basi
terasa asam. Hasil ini sesuai dengan SNI yang menyatakan bahwa rasa normal susu
adalah gurih dan sedikit berlemak. perubahan atau penyimpangan rasa susu,
menunjukkan bahwa susu sudah mengalami pemalsuan atau susu sudah dalam
kondisi tidak segar. Pada sampel penelitian, tidak ditemukan perbedaan atau
penyimpangan pada aroma susu (Asmaq dan Marisa, 2020). Rasa asli susu hampir
tidak dapat diterangkan, tetapi yang jelas menyenangkan dan agak manis. Rasa
manis ini berasal dari laktosa sedangkan rasa asin berasal dari klorida, sitrat dan
garam-garam mineral lainnya (Buckle et al.,2009) menyatakan bahwa rasa yang
kurang normal mudah sekali berkembang di dalam susu dan hal ini mungkin
merupakan akibat dari sebab fisiologis seperti rasa makanan sapi misalnya alfalfa,
bawang merah, bawang putih, dan cita rasa alga yang akan masuk ke dalam susu
jika bahan tersebut mencemari makanan dan air minum sapi. Sebab dari enzim
yang menghasilkan cita rasa tengik karena kegiatan lipase pada lemak susu. Sebab
kimiawi, yang disebabkan oleh oksidasi lemak. Sebab dari bakteri yang timbul
sebagai akibat pencemaran dan pertumbuhan bakteri yang menyebabkan peragian
laktosa menjadi asam laktat dan hasil samping metabolik lainnya yang mudah
menguap. Sebab mekanis, bila susu mungkin menyerap cita rasa cat yang ada di
sekitarnya, sabun dan dari larutan klor.

14
4. Kekentalan
Uji Organoleptik terhadap kekentalan susu pada tiga sampel susu dilakukan
dengan menggoyangkan susu di dalam erlenmeyer hingga menyentuh setiap
dinding erlenmeyer, dan mengamati perubahan yang terjadi. Kekentalan pada
ketiga sampel susu terlihat kental yang ditandai dengan adanya sisa susu yang
masih bias terlihat jelas pada dinding Erlenmeyer. Kekentalan susu dipengaruhi
oleh beberapa hal. Sifat dari jenis susu dan faktor dari luar, misalkan karena faktor
penyimpanan yang kurang baik. Penyimpanan yang kurang baik ini akan dapat
membuat susu menjadi basi. Susu yang basi ditandai dengan adanya koagulasi atau
dadih. Dadih tersebut merupakan kumpulan dari protein karena suasana asam yang
terjadi pada susutersebut. Selain itu terbentuknya dadih ini juga disebakan karena
aktifitas dari enzim poteolitik. Apabila susu basi ini dipanaskan akan semakin
memperjelas koagulasi tersebut karena ikatan hidrogennya akan semakin pecah.
Kejadian ini lebih dikenal dengan mengalami denaturasi (Lukman, 2009).
Nilai kekentalan bahan disebut juga viskositas. Viskositas ini
menggambarkan adanya hambatan/resistensi terhadap aliran atau pegadukan.
Kekentalan pada susu terjadi dikarenakan susu mengandung padatan yang
terbesar dalam bentuk larutan emulsi, ataupun suspense. Faktor kekentalan ini
dipengaruhi oleh suhu atau pemanasan, pemanasan dengan tekanan, pengadukan,
pelayuan (aging) pengasaman, dan pertumbuhan bakteri tertentu. Kenaikan
viskositas ini diakibatkan adanya perubahan protein susu (kasein) yang bersifat
hidrofilik (Muchtadi et al., 2011)
4.2.2 Uji Kebersihan
Tujuan pada uji kebersihan susu dilakukan untuk mengetahui pananganan
produksi susu sampai beredar ke masyarakat. Kebersihan susu memiliki arti yang
sangat penting, karena hal ini dapat menggambarkan dari kebersihan kandang,
kebersihan ternak yang akan diperah, kebersihan pemerah, kebersihan alat-alat
yang dipakai, yang memiliki hubungan erat satu dengan yang lainnya karena saling

15
mempengaruhi terhadap kualitas susu dan berpengaruh terhadap kesehatan
konsumen (Aritonang, 2017)
Dari hasil uji kebersihan ketiga samel menunjukkan S1 dan S2
menunjukkan kondisi bersih, sedangkan S3 menunjukkan sedikit kotor nampak
seperti adanya debu yang kemungkinan disebabkan oleh adanya kontaminasi
lingkungan sesuai dengan Aritonang, (2017) menyatakan kebersihan yang masih
kurang di tempat produksi disertai temperatur lingkungan yang cukup tinggi akan
mempercepat terjadinya kontaminasi pada susu.
4.2.3 Uji Didih
Memeriksa derajat keasaman susu dilakukan dengan uji didih, dengan
tujuan untuk mengamati terjadinya penggumpalan/ pecahnya susu dipanaskan
sampai mendidih, susu yang baik tidak akan terjadi penggumpalan. Dwitania dan
Swacita (2013) menyatakan jika susu pecah ataupun menggumpal saat dilakukan
pendidihan maka kualitas susu termasuk kedalam kategori tidak baik dan susu
dinyatakan positif dimana pada susu normal adalah tidak adanya penggumpalan.
Hasil uji didih dilakukan dengan hasil S1 dengan kondisi yang masih homogen,
sedangkan S2 dan S3 menunjukkan kondisi pecah, menurut Sutrisna et al., (2014)
Hal ini disebabkan karena kestabilan kaseinnya berkurang sehingga terjadi
koagulasi kasein dan akan mengakibatkan penggumpalan susu. Pecahnya susu
menyebabkan kualitas susu rendah sehingga tidak layak dikonsumsi karena adanya
kemungkinan bahwa kadar asam yang terkandung dalam susu tinggi.
4.2.4 Uji Alkohol
Ketiga sampel yang dilakukan uji susu dengan melarutkan alkohol masing -
masing alkohol 50% (3 ml), alkohol 70% (3 ml), alkohol 70% (6 ml), dan alkohol
95% (3 ml). S1 dan S2 dilarutkan dengan semua kadar alkohol menunjukkan hasil
yang homogen, sedangkan S3 terjadi pecah pada saat dilarutkan dengan alkohol
disebabkan pada susu yang mulai/sudah asam, ketika susu dicampurkan dengan
alkohol maka susu akan mengalami koagulasi atau penggumpalan karena alkohol
bersifat menarik air dan protein (Dwitania dan Swacita, 2013). Badan Standarisasi

16
Nasional (BSN) yakni SNI 3141.1:2011 tentang Susu Segar Bagian 1: menyatakan
bahwa pemeriksaan kualitas susu yang dilakukan dengan uji alkohol pada susu
segar hasilnya adalah negatif atau homogen. Sehingga dapat diketahui bahwa S3
memiliki kualitas yang tidak baik.
4.2.5 Penetapan pH
Nilai pH dapat diartikan suatu kondisi yang bersifat kebasaan atau
keasaman. Pengukuran nilai pH dilakukan dengan menggunakan pH meter.
Berdasarkan hasil pemeriksaan sampel susu, diperoleh susu segar memiliki pH 6,5,
susu dingin memiliki pH 6,8, dan susu basi memiliki pH 5,5. Umumnya susu
dalam kondisi normal memiliki pH berkisar antara 6,5-6,7. Terjadi sedikit
peningkatan pH pada susu dingin dan terjadi penurunan pH pada susu basi yang
menjadi asam.
Nilai pH merupakan salah satu indikasi kerusakan pada susu. Nilai pH yang
berbeda dapat disebabkan oleh kandungan susu segar yang baru diperah seperti
CO2, fosfat, sitrat dan protein. Beberapa senyawa ini mempengaruhi kemampuan
buffer atau penyangga susu. Penyangga dapat menghambat kerusakan susu yang
diindikasikan dengan perubahan pH dan keasaman susu (Zain, 2013). Secara alami,
kemampuan penyangga susu dapat menghambat kerusakan susu yang diindikasikan
dengan perubahan pH dan keasaman susu. Sugitha dan Djalil (1989) menyatakan
bahwa penurunan pH disebabkan oleh aktivititas mikroorganisme di dalam susu
selama penyimpanan yang dapat menyebabkan terjadinya fermentasi laktosa
menjadi asam laktat.
Sawitri et al (2010) menyatakan bahwa perubahan laktosa menjadi asam
laktat akan disertai dengan terbebasnya ion hidrogen akan meningkatkan keasaman
dan menurunkan pH. Penurunan pH susu menyebabkan perubahan bentuk susunan
komponennya, akibat terputusnya fosfat koloidal dan berkurangnya ikatan antara
kation dengan protein. Kondisi tersebut bisa mengakibatkan destabilisasi misel
kasein susu pasteurisasi. Selain itu penanganan yang tidak baik dan suhu
penyimpanan juga mempengaruhi. Nilai pH akan berubah menjadi asam jika terjadi

17
aktivitas bakteri, maka nilai pH akan menurun di bawah nilai normal 6,5-6,7
(Swadayana et al., 2012), sedangkan nilai pH lebih tinggi dari 6,7 biasanya
menunjukkan kemungkinan adanya mastitis (Legowo et al., 2009).
4.2.6 Penetapan Nilai Berat Jenis (BJ)
Badan Standar Nasional Indonesia (2011) menetapkan bahwa susu sapi
perah yang memenuhi persyaratan mutu memiliki berat jenis 1,027 g/ml. Tujuan
dilakukannya uji berat jenis adalah untuk mengetahui jika terjadi penyimpangan
terhadap susu segar dalam hubungannya dengan penambahan air. Berdasarkan
hasil pemeriksaan ketiga sampel susu, hasil yang ditemukan adalah semuanya
memiliki berat jenis yang lebih besar dari 1,027 g/ml. Komponen masa padatan
susu menjadi faktor penunjang tingginya berat jenis susu (Vidyanto et al., 2015).
Menurut Legowo et al. (2009) menyatakan bahwa berat jenis susu tergantung dari
kandungan lemak dan bahan padat susu, karena berat jenis lemak lebih rendah
dibandingkan berat jenis air ataupun plasma susu. Berat jenis dipengaruhi oleh
kandungan yang terlarut didalam susu dimana semakin banyak senyawa yang
terdapat dalam susu maka berat jenis susu akan meningkat (Utami et al., 2014).
Kenaikan berat jenis susu dapat disebabkan karena adanya pelepasan CO2 dan N2
yang terdapat pada susu tersebut (Sulmiyati et al., 2016).
Pengaruh penyimpanan susu juga berpengaruh terhadap berat jenis susu.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Roza dan Aritonang (2006), pengaruh
penyimpanan pada susu menyebabkan terjadinya peningkatan berat jenis yang
disebabkan karena memadatnya lemak. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Hadiwiyoto (1982), bahwa berat jenis susu berubah-ubah menurut lamanya susu
dibiarkan pada suhu ruang. Berat jenis susu yang dekat dengan waktu saat
pemerahan lebih kecil apabila dibandingkan dengan yang jauh dari waktu
pemerahan. Hal ini disebabkan oleh adanya pemadatan lemak. Sedangkan lemak
yang padat mempunyai berat jenis yang lebih besar dari lemak cair, selain faktor
adanya penguapan gas-gas dalam susu.

18
4.2.7 Uji Reduktase
Uji daya reduksi dapat dipergunakan sebagai salah satu prosedur untuk
mengetahui mutu susu segar (Hadiwiyoto, 1994). Berdasarkan hasil pemeriksaan,
sampel susu segar memiliki waktu reduktase lebih dari 5 jam. Sampel susu dingin
memiliki waktu reduktase lebih dari 2 jam. Sampel susu basi memiliki waktu
reduktase kurang dari 2 jam. Waktu reduktase merupakan waktu yang dibutuhkan
untuk terjadinya perubahan waran dari biru menjadi putih. Buckle et al., (1987)
menyatakan bahwa dalam susu terdapat enzim reduktase yang dihasilkan oleh
mikroorganisme. Enzim ini mereduksi zat warna methyline blue menjadi larutan
yang tidak berwarna. Oleh karena itu uji reduktase dapat digunakan sebagai salah
satu prosedur untuk mengetahui mutu susu secara cepat.
Sampel susu segar yang baik dan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Badan
Standar Nasional Indonesia (SNI) memiliki waktu reduktase diatas 5 jam. Lama
atau tidaknya waktu perubahan warna methylen blue yang ada didalam susu
dipengaruhi oleh banyak atau tidaknya jumlah bakteri didalam susu (Sari et al.,
2013). Suhu penyimpanan susu juga memiliki pengaruh terhadap waktu reduktase
susu. Susu segar telah disimpan dan dijaga dalam suhu 10℃ sehingga waktu
reduktasenya menjadi lebih lama. Hal ini sesuai dengan pendapat Ismanto et al
(2013) bahwa pendinginan susu bertujuan untuk mencegah perkembangan
mikroorganisme, sehingga susu tidak mengalami kerusakan dalam waktu yang
relatif singkat.
Mutu susu dapat diterima apabila lama warna biru hilang lebih dari 2 jam
dan kurang dari 6 jam dan di perkirakan jumlah bakteri per ml adalah 4.000.000-
20.000.000 (Hadiwiyoto, 1994). Semakin cepat waktu reduksinya maka semakin
banyak jumlah bakteri yang ada didalam susu (Legowo et al., 2009). Hal ini
menunjukkan bahwa susu yang telah basi memiliki jumlah bakteri lebih banyak
dibanding susu segar dan susu dingin. Lama penyimpanan susu juga berpengaruh
terhadap waktu reduktasenya. Semakin lama susu disimpan, jumlah bakteri dalam

19
susu semakin banyak sehingga kemampuan mereduksi methylene blue semakin
cepat (Umar et al., 2014).

20
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Hasil dari evaluasi kualitas susu menunjukan bahwa :
a. Berdasarkan uji subjektif atau organoleptik susu segar yang di ambil dari
peternakan, susu segar yang didinginkan pada suhu lemari pendingin selama 24
jam memiliki warna, bau, rasa, dan kekentalan yang baik, sedangkan susu yang
di diamkan dalam suhu ruangan selama 24 jam memiliki bau yang asam/tengik
dan rasa asam.
b. Berdasarkan uji objektif yaitu uji kebersihan, uji didih, uji alkohol, uji pH,
Penetapan berat jenis dan uji reductase pada ketiga sampel susu, dinyatakan
bahwa susu segar dan susu yang didinginkan layak dikonsumsi Sedangkan,
untuk susu basi tidak layak untuk dikonsumsi karena dari hasil uji reduktase
terlihat waktu yang dibutuhkan adalah kurang dari 2 jam yang mengindikasikan
susu banyak memngandung cemaran mikroba.
5.2 Saran
Adapun saran pada praktikum evaluasi kualitas susu yaitu agar melakukan
sterilisasi alat yang akan digunakan saat uji kualitas susu sehingga hasil yang
diperoleh tepat untuk menentukan kelayakan dari sampel susu yang diperoleh.

21
22
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang, S.N. 2017. Susu Dan Teknologi. Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi
dan Komunikasi (LPTIK) Universitas Andalas. Press. ISBN : 978-602-50060-1-2
Anjarsari, B. 2010. Pangan Hewani. Yogyakarta: Graha Ilmu
Anindita, N.S. Soyi, D.S. 2017. Studi kasus: Pengawasan Kualitas Pangan Hewani melalui
Pengujian Kualitas Susu Sapi yang Beredar di Kota Yogyakarta. Jurnal Peternakan
Indonesia, E-ISSN 2460-6626 Vol. 19 (2): 96-105.
Asmaq N, Marisa J. 2020. Karakteristik Fisik dan Organoleptik Susu Segar di Medan
Sunggal. Jurnal Peternakan Indonesia, Vol. 22 (2): 168-175
Badan Standardisasi Nasional. 2011. Standar Nasional Indonesia (SNI) 3141.1:2011, Susu
Segar. Departemen Pertanian, Jakarta.
Buckle KA, Edwards RA, Fleet GN, Wooton M. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia
Press. Jakarta
Claeys WL, Verraes C, Cardoen S, De Block J, Huyghebaert A, Raes K, Dewettinck K,
Herman L. 2014. Consumption of raw or heated milk from different species: An
evaluation of the nutritional and potential health benefits. Food Cont. 42: 188-201
Dwitania DC dan Swacita IBN. 2013. Uji Didih, Alkohol dan Derajat Asam Susu Sapi
Kemasan yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Denpasar. Indonesia Medicus
Veterinus 2(4): 437 – 444.
Diastari IG Ayu Fitri dan Agustina Kadek Karang. 2013. Uji Organoleptik dan Tingkat
Keasaman Susu Sapi Kemasan yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Denpasar.
Indonesia Medicus Veteriner 2(4): 453-460.
Hadiwiyoto, S. 1982. Teknik Uji Mutu Susu dan Hasil Olahannya, Liberti, Yogyakarta.
Hadiwiyoto, S. 1994. Teori dan Prosedur Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya.
Liberty. Yogyakarta.
Handayani, KS, dan M. Purwanti. 2010. Kesehatan Ambing Dan Higiene Pemerahan Di
Peternakan Sapi Perah Desa Pasir Buncir Kecamatan Caringin. Jurnal Penyuluhan
Pertanian 5 (1): 47-54.
Harjanti DW, Yudhonegoro RJ, Sambodho P, Nurwantoro. 2016. Evaluasi Kualitas Susu
Segar di Kabupaten Klaten. Jurnal Agromedia 34 (1): 8-14.
Hidayat A. 2010. Manajemen Kesehatan Pemerahan. Bandung: Dinas Peternakan Jawa
Barat.
Hoffman, P, dan M, Jorgensen. 2008. On-Farm Pasteurization of Milk on
Calves.University of Wisconsin Dairy. http://johnes.org disitasi pada tanggal 3
agustus 2021.
Ismanto TS, Utami, Suratim HA. 2013. Pengaruh lama penyimpanan dalam refrigerator
terhadap berat jenis dan viskositas susu kambing pasteurisasi. J. Ilmiah Pet. 1(1): 69
– 78.
Legowo, A. M., Kusrahayu, Mulyani, S. 2009. Ilmu dan Teknologi Susu. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang.
Muchtadi M.S., Tien R, Sugiyono & Ayustaningwarno, Fitriyono.2011. Ilmu
Pengetahuan Bahan Pangan .Bandung: CV.Alfabeta.
Marangoni F, Pellegrino L, Verduci E, Ghiselli A, Bernabei R, Calvani R, Cetin I,
Giampietro M, Perticone F, Piretta L, Giacco R, La Vecchia C, Brandi ML,
Ballardini D, Banderali G, Bellentani S, Canzone G, Cricelli C, Faggiano P, Poli A.

23
2018. Cow’s milk consumption and health: a health professional’s guide. J Am Coll
Nutr. 38 (3):197-20
Miskiyah. 2011. Kajian Standar Nasional Indonesia Susu Cair di Indonesia. Jurnal
standarisasi 13 (1): 1-7.
Oktaviana, A.Y., D. Suherman, and E. Sulistyowati. 2015. Effect of yeast on pH, lactate
bacterie, and lactose of yogurt. J. Sain Peternakan Indonesia 10 (1): 22- 31.
Roza, E, Aritonang S. Pengaruh Lama Penyimpanan Setelah Diperah Terhadap pH, Berat
Jenis dan Jumlah Koloni Bakteri Susu Kerbau. Jurnal Peternakan Indonesia, 11(1):
74-78.
Sari M, Swacita IBN, Agustina, KK. 2013. Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawa Post-
Thawing Ditinjau Dari Waktu Reduktase Dan Angka Katalase. Indonesia Medicus
Veterinus 2 (2): 202-207
Sanam, A.B., Swacita, I.B.N dan Agustina, K.K. 2014. Ketahanan Susu Kambing
Peranakan Ettawah Post-Thawing pada Penyimpanan Lemari Es Ditinjau dari Uji
Didih dan Alkohol. J Veteriner 3(1): 1-8.
SK Badan Karantina Pertanian. 2008. Petunjuk Teknis Pemeriksaan dan Pengujian HPHK
pada Susu dan Hasil Olahannya. Kementrian Pertanian, Jakarta.
Sawitri M, Manab EA, Padaga MC, Susilorini TE, Wisaptiningsih U, Ghozi. 2010. Kajian
kualitas susu pasteurisasi yang diproduksi U.D. Gading Mas selama penyimpanan
dalam refrigerator. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, 5(2): 28-32
Swadayana A, Sambodho P, Budiarti C. 2012. Total bakteri dan pH susu akibat lama
waktu diping puting kambing peranakan ettawa laktasi. Animal Agricultural Journal.
1(1): 12 – 21.
Sutrisna, D. Y., I. K. Suada dan I. P Sampurna. 2014. Kualitas Susu Kambing Selama
Penyimpanan pada Suhu Ruang Berdasarkan Berat Jenis, Uji Didih, dan Kekentalan.
J Veteriner 3(1): 60-67.
Sugitha IM, Djalil M. 1989. Susu, Penanganannya dan Teknologinya, Fakultas Peternakan
Universitas Andalas, Padang.
Suardana, I. W. dan I. B. N. Swacita. 2009. Higiene Makanan. Kajian Teori Dan Prinsip
Dasar. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Udayana, Denpasar
Suardana IW, Swacita IBN. 2015. Food Hygiene: Penuntun Praktikum. Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
Sulmiyati, Ali N, Marsudi. 2016. Kajian Kualitas Fisik Susu Kambing Peranakan Ettawa
(Pe) dengan Metode Pasteurisasi yang Berbeda. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Peternakan 4(3): 130-134.
Umar, Razali, Novita A. 2014. Derajat Keasaman dan Angka Reduktase Susu Sapi
Pasteurisasi dengan Lama Penyimpanan yang Berbeda. Jurnal Medika Veterinaria
8(1): 43-46.
Utami KB, Radiati LE, Surjowardjojo P. 2014. Kajian kualitas susu sapi perah PFH (studi
kasus pada anggota Koperasi Agro Niaga di Kecamatan Jabung Kabupaten Malang).
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24(2): 58-66
Vidyanto T, Sudjatmogo, Sayuthi SM. 2015. Tampilan produksi, berat jenis, kandungan
laktosa, dan air pada susu sapi perah akibat, interval pemerahan yang berbeda.
Animal agriculture journal 4(2): 200-2003.
Warni. 2014. Kualitas Susu Sapi Perah Di Kabupaten Sinjai dan kaitannya dengan Infeksi
Listeria monocytogenes. Skripsi

24
Zain WNH. 2013. Kualitas susu kambing segar di peternakan Umban Sari dan Alam Raya
Pekanbaru. Jurnal peternakan 10(1): 24-30
LAMPIRAN

Gambar 1. Pengukuran Bj Susu dengan Laktodensimeter

Gambar 2. Pemeriksaan kebersihan susu dengan kertas saring


Gambar 3. Hasil Uji Alkohol

Gambar 4. Hasil Uji Reduktase

Anda mungkin juga menyukai