Risang Danniswara
115.150.046
Jurusan Teknik Geofisika, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Yogyakarta
Jalan SWK 104 Condongcatur Yogyakarta
risang.daniswara@gmail.com
INTISARI
Kondisi bawah permukaan tidak dapat diketahui, bagaimana ketebalan lapisan, geometri
dan jenis litologi lapisan. Data geologi belum cukup untuk merepretansikan keadaan
sebenarnya dibawah permukaan. Untuk itu diperlukan suatu metode dengan
memanfaatkan sifat fisika untuk memberikan pendekatan terhadap keadaan bawah
permukaan. Terdapat bermacam-macam metode survey geofisika yang sering digunakan
salah satunya metode seismik. Seismik refraksi banyak digunakan dalam berbagai bidang
yang berhubungan dengan bawah permukaan.Salah satu alat akusisi seperti OYO Mc Seis
digunakan pada survey. Dalam pengolahan metode ini salah satunya terdapat metode T-X
yang terbagi menjadi Intercept Time Method dan Critical Distance Method. Metode T-X
sendiri dapat menggambarkan ketebalan dan kondisi geometri seperti kemiringan tetapi
dalam wujud pendekatan dengan mengesampingkan undulasi suatu bidang.
Kata Kunci : Metode T-X, Seismik Refraksi, OYO Mc Seis, Intercept Time Method,
Critical Distance Method
1. PENDAHULUAN
Survey untuk bawah permukaan memanfaatkan perambatan gelombang
memerlukan metode khusus dengan seismik pada bawah permukaan.
membutuhkan teori dan parameter fisika Penyelidikan dengan menggunakan
yang dapat mencerminkan kondisi target metode seismik refraksi bertujuan
survey walaupun masih dalam suatu memberikan gambaran mengenai
pendekatan. Seismik refraksi merupakan litologi bawah permukaan secara fisika
metode survey subsurface yang dan dikaitkan dengan data geologi dari
permukaan. Metode geofisika sendiri instrumentasi yang mendukung dan
digunakan karena survey geologi bawah sesuai sehingga dapat diperoleh data
permukaan belum memberikan data yang baik dan dapat menggambarkan
yang cukup mengenai kondisi geologi kondisi terdekat dari daerah yang
pada daerah tersebut. Dalam pengolahan dilakukan survey. Seismograf OYO Mc
data seismik refraksi memiliki beragam Seisdiketahui sebagai perekam data
cara pengolahan, salah satunya seismik refraksi dari permukaan. Dalam
merupakan Metode T-X. Metode T-X akuisisi seisimik refraksidigunakan
sendiri memanfatkan hubungan waktu receiver (seperti geophone) dan
tiba (arrival time) dengan offset suatu source(palu seismik).
titik penerima gelombang dalam suatu
grafik X dan Y. Waktu tiba
memberikan informasi yang dapat 2. DASAR TEORI
dikembangkan menjadi cepat rambat 2.1. Seismik Refraksi
gelombang pada lapisan atau bidang Metode seismik refraksi merupakan
yang dilewatinya. Terdapat dua jenis metode yang memanfaatkan waktu
Metode T-X yaitu Intercept Time tempuh dari gelombang yang telah
Method dan Critical Distance Method terbiaskan untuk menuju pada suatu
yang mana keduanya memiliki penerima gelombang. Terdapat asumsi-
persamaan menggunakan grafik T- asumsi yang digunakan dalam metode
X.Intercept Time Method (ITM) atau seismik refraksi ini yaitu menurut
diketahui sebagai metode waktu Sismanto (1999) antara lain :
interupsi adalah salah satu metode T-X 1. Bumi dianggap sebagai benda
yang dapat menentukan kedalaman dan berlapis yang pada tiap lapisannya dapat
kecepatan suatu lapisan di bawah merambarkan gelombang seismik
permukaan dengan beracuan pada dengan kecepatan yang berbeda.
asumsi-asumsi tertentu. Selain itu 2. Kecepatan gelombang bertambah
terdapat metode jarak kritis atau Critical seiring bertambahnya kedalaman.
Distance Method (CDM) yang 3. Panjang gelombang seismik
menggunakan asumsi hampir sama harus tidak lebih dari seperempat tebal
dengan Metode ITM dan memanfaatkan tebal lapisan.
jarak kritis dari titk refraksi. Akuisisi 4. Perambatan gelombang seismik
adalah tahap awal yang penting dalam diasumsikan sebagai sinar dan mematuhi
setiap survey metode geofisika. Untuk hukum-hukum pembiasan cahaya.
melakukan akuisisi data diperlukan
5. Pada bidang batas lapisan, M-P-R merupakan jejak penjalaran
gelombang merambat dengan kecepatan gelombang refraksi, maka persamaan
lapisan dibawahnya. waktu total (Tt) untuk satu lapisan dari
Asumsi yang dikemukakan tersebut sumber menuju geofon yaitu,
digunaka untuk memberikan batasan
Tt= (2.1)
pemahaman untuk pengolahan data dan
Dapat disederhanakan menjadi
interpretasi selanjutnya
Tt= (2.2)
2.2. Metode Intercept Time
Berdasarkan defenisi Intercept Time (ti),
Metode Intercept Time atau
maka X=0, maka Tt=ti, sehingga;
Intercept Time Methode (ITM)
merupakan metode yang paling Tt= (2.3)
sederhana, hasilnya cukup kasar dan
Maka, ketebalan lapisan pertama (Z1)
merupakan metode paling dasar dalam
dapat dicari dengan persamaan,
pengolahan data seismik.
Asumsi yang digunakan metode ini Z1= (2.4)
adalah:
Persamaan Intercept Time (ti) sendiri
2. Lapisan homogen (kecepatan
yaitu:
lapisa relatif seragam)
3. Bidang batas lapisan rata ti = (2.5)
(tanpa undulasi)
Kecepatan lapisan pertama (V1) dan
Intercept time artinya waktu
lapisan kedua (V2),
penjalaran gelombang seismik dari
source ke geofon secara tegak lurus V1= dimana m1= (2.6)
(zero offset)
V2= dimana m2= (2.7)
sesuai. Data
Forward
50 terjadi pada offset 6 meter dengan waktu
y = 3,9213x - 5,8062
Langsung
0 y = -5,0533x + 93,573
tiba 50,8 ms. Intecept time pada
Reverse
0 10 20 30 pengukuran forward bernilai 5,806 ms
-50
Offset (m) Refraksi
Reverse dan pada lintasan reverse bernilai 93,57
ms yang kedua nilai tersebut diperoleh
Gambar 5. Grafik T-X
dari persamaan masing masing garis
Pengolahan data baik menggunakan
yang terbentuk pada grafik T-X.
ITM maupun CDM menghasilkan grafik
T-X yang sama. Hal ini disebabkan
karena perbedaan keduanya nanti akan
terletak pada nilai kedalaman. Grafik
tersebut dibuat menggunakan Microsoft
Excel.
Dari data waktu tiba dan offset
Gambar 6. Perbandingan Peta V1 Lapangan
dapat diperoleh suatu grafik
1 dan 2
yangmenggambarkan perambatan
gelombang di bawah permukaan disebut
Pada peta diatas terdapat tiga range lapangan 1 terindikasi adanya dominasi
data yang berbeda mulai dari rendah soil yang berdasarkan tabel nilai
dengan warna ungu hingga biru, kecepatannya ±100-500m/s, serta
menengah dengan warna hijau hingga adanya pasir lepas yang berdasarkan
kuning, dan tinggi dengan warna jingga tabel nilai kecepatannya ±200-2000m/s.
hingga merah tua. Peta V1 lapangan 1 Pada lapangan 2 seluruh wilayah
memiliki nilai kecepatan tertinggi yaitu didominasi oleh soil yang memiliki nilai
1100 m/s hingga terendah 100 m/s, kecepatan ±100-500m/s.
sedangkan pada peta V1 lapangan 2 Hasil ini didukung oleh informasi
memiliki nilai kecepatan tertinggi yaitu geologi lokal daerah Sleman yang
470 m/s hingga terendah 200 m/s. terletak dekat dengan Gunung Merapi.
Dari persebaran kecepatan lapisan Hal ini menyebabkan banyaknya
satu pada lapangan 1 diketahui bahwa material-material vulkanik yang
litologi yang memiliki kecepatan tinggi kemudian mengalami pelapukan dan
terdapat pada bagian tengah daerah berpindah jauh dari sumbernya sehingga
penelitian, lalu keluar dari zona tersebut lemah dan memadat lalu membentuk
terdapat degradasi kecepatan menjadi lapisan-lapisan.
lambat hingga pada bagian tenggara.
Pada lapangan 2 litologi dengan
kecepatan tinggi terdapat di bagian timur
laut lalu terdapat degradasi kecepatan
saat semakin ke selatan. Dapat diketahui
pada lapangan 1 memiliki litologi
lapisan yang kompak pada bagian
tengah dan pada lapangan 2 memiliki Gambar 7. Perbandingan Peta V2 Lapangan
terdapat pada lapangan kita dapat menengah dengan warna hijau hingga
kecepatan batuan (Kohnen, 1974) serta hingga merah tua. Peta V2 lapangan 1
daerah penelitian. Adapun litologi pada 2800 m/s hingga terendah 100 m/s,
sedangkan pada peta V1 lapangan 2
memiliki nilai kecepatan tertinggi yaitu berdasarkan tabel nilai kecepatannya
840 m/s hingga terendah 340 m/s. ±200-2000m/s.
Peta V2 lapangan 1 penyebaran Hasil ini didukung oleh informasi
litologi berdasarkan kecepatan rambat geologi lokal daerah Sleman yang
hampir sama dengan V1 maka berarti terletak dekat dengan Gunung Merapi.
perbedaan kecepata pada lapisan 1 dan Hal ini menyebabkan banyaknya
lapisan 2 tidak berbeda jauh. Hal material-material vulkanik yang
tersebut justru bertolak belakang dengan kemudian mengalami pelapukan dan
peta V2 lapangan 2, peta V2 lapangan 2 berpindah jauh dari sumbernya sehingga
berkebalikan dengan peta V1 nya lemah dan memadat lalu membentuk
dimana litologi dengan kecepatan lapisan-lapisan.
rambat tinggi terdapat pada bagian
selatan dan barat daya. Pada lapangan 2
dapat diketahui bahwa lapisan keduanya
semakin kompak kearah selatan jika
dibandingkan dengan yang pada arah
utara berdasarkan dari peta V2 lapangan
2.
Sedangkan jenis litologi yang
terdapat pada lapangan kita dapat Gambar 8. Perbandingan Peta Kedalaman
memperkirakannya berdasarkan tabel ITM dan CDM
kecepatan batuan (Kohnen, 1974) serta Pada peta kedalaman ITM,
menyesuaikannya dengan geologi lokal kedalaman yang beragam pada zona
daerah penelitian. Adapun litologi pada kedalaman yang disimbolkan dengan
lapangan 1 terindikasi adanya dominasi warna merah memiliki kedalaman 1
soil yang berdasarkan tabel nilai sampai 6 meter menggambarkan
kecepatannya ±100-500m/s, adanya kedalaman yang dangkal, warna kuning
pasir lepas yang berdasarkan tabel nilai memiliki kedalaman menengah berkisar
kecepatannya ±200-2000m/s, serta 7 sampai 10 meter kebawah permukaan,
adanya batupasir yang berdasarkan zona berwarna hijau dengan kedalaman
tabel nilai kecepatannya ±1400- yang cukup dalam berkisar 11 sampai 16
1500m/s. Pada lapangan 2 seluruh meter dan yang paling dalam dengan
wilayah didominasi oleh soil yang ditandai zona berwarna biru hingga ungu
memiliki nilai kecepatan ±100-500m/s, yang bernilai 17 meter hingga 23 meter.
serta adanya adanya pasir lepas yang
Sedangkan setelah dilakukan dapat ditarik dari praktikum lapangan
pengolahan dengan Metode CDM lalu Metode T-X ini antara lain:
diilustrasikan pada bentuk peta kontur 1. Grafik T-X baik ITM maupun
X, Y dan Z diperoleh hasil yang
CDM memberikan hasil yang
berbeda. Dalam peta di atas berdasarkan
sama dimana pada forward titik
data digambarkan sebagai suatu daerah
refraksi berlangsung pada offset
miring yang secara bertahap terdapat
16meter dengan waktu tiba
perbedaan kemiringan semakin dalam ke
62,8ms. Sedangkan titik refraksi
arah barat daya. Pada bagian utara di
dominasi zona dengan kedalaman yang reverse berlangsung pada offset
dangkal sekitar 1 meter hingga 3 meter 6m dengan waktu tiba 50,8ms.
lalu semakin turun kedalamannya mulai 2. Pada peta kecepatan V1
dari 4 meter hingga yang paling dalam lapangan 1 memiliki range
sebesar 16 meter pada bawah kecepatan yang lebih beragam
permukaan. dari peta kecepatan V1 lapangan
Dari kedua peta yang telah
2. Selain itu pada peta kecepatan
diperoleh dari masing-masing metode
V1 lapangan 1 maupun lapangan
pengolahan data dapat diketahu bahwa
2 didominasi oleh soil yang
hasil Metode CDM lebih
memiiliki nilai kecepatan ±100-
menggambarkan kondisi lapangan
500m/s.
sebenarnya, karena menurut observasi
3. Pada peta kecepatan V2 lapangan 1
dari permukaan sendiri bahwa daerah
penelitian merupakan daerah berupa dan lapangan 2 memiliki range
lapisan miring dari utara ke selatan yang kecepatan yang lebih beragam
pada bagian selatannya merupakan dari peta kecepatan V2 lapangan
tebing curam. 2. Selain itu, pada keduanya
terindikasi adanya soil dan pasir
6. KESIMPULAN lepas yang memiliki nilai
Dari praktikum lapangan Metode kecepatan ±100-500m/s dan ±200-
T-X ini, dihasilkan beberapa data 2000m/s. Hanya saja, pada
yang berupa grafik, profil lapangan 1 terdapat pula batupasir
kedalaman, peta kecepatan V1, peta yang memiliki kecepatan ±1400-
kecepatan V2 dan peta kedalaman. 1500m/s.
7. DAFTAR PUSTAKA
Seno, Wrego dan Tim Asisten
Seismik Refraksi. 2017. Buku Panduan
Praktikum Seismik Refraksi. Penerbit:
UPN “Veteran” Yogyakarta.
Sismanto. 2016. Pengantar
Survei Dengan Menggunakan
Gelombang Seismik. Yogyakarta:
Gerbang Media Aksara.