Anda di halaman 1dari 18

Volume , Nomor 1, April 2019

POLITIK LEGISLASI HUKUM TIDAK TERTULIS


DALAM PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL
(The Politics of Unwritten Law Legislation in the Development of
the National System of Law)

Erlina Maria Christin Sinaga


Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, dan Pengelolaan Perpustakaan
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 6, Jakarta Pusat
Email: erlina.maria@mkri.id

Sharfina Sabila
Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, dan Pengelolaan Perpustakaan
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 6, Jakarta Pusat
Email: office@mkri.id

Naskah diterima: 7 Februari 2019; revisi: 28 Februari 2019; disetujui: 19 Maret 2019

Abstrak
Hukum adat merupakan hukum yang berasal dari hukum tidak tertulis yang masih hidup dan berkembang dalam masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberlakuan hukum adat dalam sistem penegakan hukum di Indonesia dan
politik legislasi hukum adat dalam pembangunan hukum nasional. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif
dengan meninjau keberlakuan hukum tidak tertulis di beberapa daerah dan menganalisis Putusan Mahkamah Konstitusi
No. 35/PUU-X/2012. Pertama, setiap daerah di Indonesia memiliki adat istiadat yang berbeda antara satu daerah dengan
daerah yang lainnya, khususnya dalam hal penegakan hukum yang ada. Kondisi ini harus diakomodir dalam sistem
hukum nasional yang ada, meskipun tidak optimal dalam pengaturannya. Kedua, RUU Masyarakat Adat yang ada saat
ini belum mampu mengakomodir kondisi masyarakat adat yang ada. Pemerintah perlu melakukan peninjauan ulang
terkait hal tersebut, sehingga politik legislasi dalam RUU Masyarakat Adat mampu mencerminkan semangat kebhinekaan
sebagaimana terdapat dalam UUD 1945.
Kata kunci : hukum tidak tertulis, masyarakat hukum adat, UUD NRI Tahun 1945

Abstract
Custom law comes from unwritten law that is still alive and growing in the society. This research aims to find out the
existence of custom law in the law enforcement system in Indonesia and the politics legislation on custom law in the
development of national law. This research is a normative juridical study, conducted by reviewing the existence of unwritten
law in several regions and analyzing the decision of the Constitutional Court No. 35 / PUU-X / 2012. First, every region
in Indonesia has different, especially in law enforcement. This condition must be accommodated in the current national
law system, although it is not optimal in its regulation. Secondly, the current Indigenous People Bill has not been able to
accommodate the existing conditions of indigenous people. The government needs to conduct a review regarding this
matter, so that the political legislation in the Indigenous People Bill can reflect the spirit of diversity as contained in the
1945 Constitution.
Keywords: unwritten law, indigenous people, 1945 Constitution

Politik Legislasi Hukum Tidak Tertulis dalam Pembangunan Hukum Nasional Erlina Maria C. Sinaga dkk.) 1
Volume 8, Nomor 1, April 2019

A. Pendahuluan Kemudian pada Pasal 8 ayat 4 Undang-


Undang Nomor 16 Tahun 2004 disebutkan
Kehidupan bermasyarakat tidak hanya diatur
bahwa jaksa senantiasa bertindak berdasarkan
oleh hukum akan tetapi harus berpedoman
hukum dengan mengindahkan norma-norma
juga kepada agama, moral, kesopanan dan
keagamaan, kesopanan, kesusilaan serta wajib
kaidah sosial lainnya. Hukum erat hubungannya
menggali dan menjunjung tinggi nilai-nilai
dengan kaidah sosial. Hukum sebagai kaidah
kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat.5
sosial tidak lepas dari nilai yang berlaku dalam
Gustav Radburch berpendapat bahwa
suatu masyarakat. Hukum sebagai cermin dari
pada dasarnya, hukum itu bertujuan untuk
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Hukum
mewujudkan kepastian hukum, keadilan dan
disebut baik apabila sesuai dengan hukum yang
kemanfaatan.6 Ketika semua tujuan tersebut
hidup (the living law) dalam masyarakat.1
berbenturan maka yang dikedepankan adalah
Indonesia disebut sebagai Negara Hukum
kemanfaatan. Tujuan yang ingin dicapai
berdasarkan Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang
dalam hukum pidana tidak hanya semata
Dasar 1945. Hukum bersumber dari nilai – nilai
kepastian hukum akan tetapi keadilan terlebih
yang hidup di masyarakat baik yang sifatnya
kemanfaatan. Namun kadang kala, putusan
tertulis maupun tidak tertulis, di mana sumber
pengadilan pada praktiknya dapat melukai rasa
hukum yang tidak tertulis ini banyak sekali
keadilan karena ketidakseimbangan hukuman
ditemui di Indonesia. Wujud dari hukum tidak
yang diterima. Hal ini dikarenakan para penegak
tertulis ini dapat berupa hukum adat maupun
hukum selalu mengartikan penegakan hukum
kearifan lokal (local wisdom) yang eksistensinya
secara tertulis. Aparat penegak hukum tidak
tetap diakui sebagai sebuah norma dan
menggali hukum yang hidup dalam masyarakat.
mempunyai daya ikat dan sanksi.
Namun, sesungguhnya penegakan
Pada pasal 18 ayat 2 Undang-Undang
hukum berbeda dengan penegakan undang-
Dasar 1945 menyebutkan bahwa “Indonesia
undang. Menegakkan undang-undang selalu
mengakui eksistensi hukum adat dan hak
berdasarkan kepada aturan tertulis, sedangkan
– hak tradisionalnya“.2 Hakim dan hakim
menegakkan hukum berdasarkan kepada
konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan
hukum tidak tertulis. Oleh sebab itu dalam
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan
menegakkan hukum memang seharusnya
yang hidup dalam masyarakat.3 Selain itu,
diartikan menegakkan hukum yang hidup dalam
putusan pengadilan di samping harus memuat
masyarakat yang meliputi kearifan lokal (local
alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal
wisdom).
tertentu dari peraturan perundang-undangan
Penegakan hukum yang dilakukan
yang bersangkutan atau sumber hukum tak
seharusnya dilakukan dengan menggunakan
tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili4.

1
Mochtar Kusumaatmaatmadja, Konsep-konsep hukum dalam Pembangunan (Pusat Studi Wawasan Nusantara:
Alumni Bandung, 2002) hlm. 13-14.
2
Pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945.
3
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
4
Pasal 50 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
5
Pasal 8 ayat 4 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
6
Faisal, Menerobos Positivisme Hukum (Yogyakarta:Rangkang Education, 2010), hlm. 84.

2 Jurnal RechtsVinding, Vol. 8 No. 1, April 2019, hlm. 1–17


Volume , Nomor 1, April 2019

pendekatan kearifan lokal (local wisdom) demi berdasarkan strata sosialnya. Masyarakat
mendapat keadilan yang substansi. Dalam arti yang memiliki kedudukan atau jabatan tinggi
bahwa penegakan hukum tidak hanya melihat cenderung diperlakukan istimewa, sedangkan
pada aspek formal suatu perbuatan saja tetapi masyarakat biasa cenderung diperlakukan
juga harus melihat bagaimana hukum yang tidak adil. Fenomena ketidakadilan penegakan
hidup di lingkungan masyarakat sekitar. Apabila hukum yang demikian hampir terjadi di setiap
suatu perbuatan hanya melihat pada masalah penjuru tanah air Indonesia.8 Selain itu, harapan
hitam putih pasal saja di mana tersangka dapat masyarakat adat untuk meminta pengakuan
diproses secara hukum karena perbuatan dan perlindungan hak sebagai masyarakat
yang dilakukan melanggar undang-undang hukum adat sampai saat ini belum ada. Hal
tertulis secara formal saja, maka keadilan yang ini dikarenakan Rancangan Undang-Undang
kemudian didapat adalah keadilan yang formal Masyarakat Adat masih dalam program legislasi
prosedural.7 nasional.
Keadilan yang substansial dapat diperoleh Presiden Joko Widodo telah berkomitmen
jika aparat penegak hukum mampu dan mau untuk menghadirkan Komisi Nasional
melakukan reparadigma dan reinterpretasi Masyarakat Adat dalam fungsi pendataan,
terhadap arti dan makna dari penegakan pengkajian, pendidikan, maupun penyelesaian
hukum serta mencari keadilan yang betul- konflik dalam masyarakat adat sebagai
betul tidak melukai rasa keadilan, misalnya manifestasi Nawa Cita. Namun belum ada
dengan melakukan perdamaian jika kerugian realisasi sampai sekarang, oleh sebab itu
yang ditimbulkan tidaklah begitu besar perlu ditindaklanjuti sebagai bukti keseriusan
jika dibandingkan dengan vonis yang akan pemerintah dalam menghormati keberadaan
dijatuhkan, mediasi di tingkat penyidikan, Masyarakat Adat.9
permaafan, mengingat bangsa kita adalah Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat
bangsa yang mengedepankan musyawarah. sangatlah penting karena mengingat ketiadaan
Masyarakat yang masih berpegang pada hukum tentu akan menimbulkan masalah bagi
hukum tidak tertulis seperti halnya pada aturan- pemerintah dan rakyat. Harapannya Undang-
aturan adat, penyelesaian permasalahan dengan Undang Masyarakat Adat dapat menjadi dasar
hukum adat akan dirasakan lebih memberikan ketika menyelesaikan setiap konflik yang terjadi
manfaat keadilan dibandingkan dengan hukum dalam masyarakat.
nasional yang kadang kala penegakannya Berdasarkan uraian tersebut, keberadaan
tajam ke bawah tumpul ke atas. Hukum yang hukum tidak tertulis sebagai hukum yang hidup
berlaku dalam masyarakat terkesan berbeda dalam masyarakat masih terus dipertahankan

7
Chandra Lumban Toruan dalam artikel Kearifan Lokal Sebagai Asas Penegakan Hukum Untuk Keadilan Yang
Substansi http://www.academia.edu /23515607/KEARIFAN_LOKAL _SEBAGAI_ ASPEK PENEGAKAN_HUKUM_
UNTUK_KEADILAN_YANG_SUBSTANSI (diakses pada 22 Januari 2019)
8
Alfan Biroli dalam artikel Problematika Penegakan Hukum Di Indonesia (Kajian Dengan Perspektif Sosiologi
Hukum ), Universitas Trunojoyo Madura.
9
https://news.detik.com/kolom/3975715/penantian-panjang-ruu-masyarakat-adat (diakses pada 27 Januari
2019).

Politik Legislasi Hukum Tidak Tertulis dalam Pembangunan Hukum Nasional Erlina Maria C. Sinaga dkk.) 3
Volume 8, Nomor 1, April 2019

dalam menegakkan hukum dan keadilan. Oleh Indonesia. Selain itu juga dilakukan pengkajian
sebab itu penulis ingin mengkaji mengenai terhadap putusan Mahkamah Konstitusi
bagaimana keberlakuan hukum tidak tertulis Nomor 35/PUU-X/2012 mengenai hutan
dalam penegakan hukum saat ini dan bagaimana adat. Penelitian hukum ini dilakukan untuk
politik legislasi hukum tidak tertulis dalam memecahkan isu hukum yang diajukan. Hasil
pembangunan hukum nasional. yang hendak dicapai adalah deskripsi mengenai
apa yang seyogianya.11
B. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian C. Pembahasan
hukum normatif dengan fokus kajian terhadap 1. Keberlakuan Hukum Tidak Tertulis
keberlakuan hukum tidak tertulis dalam dalam Penegakan Hukum Saat Ini
penegakan hukum dan politik legislasi hukum Hukum adat diartikan sebagai hukum
tidak tertulis dalam sistem hukum nasional. Indonesia asli yang tidak tertulis dalam bentuk
Normatif dalam hal ini mengenai asas-asas, perundang-undangan Republik Indonesia yang
norma, kaidah dari peraturan perundangan, mengandung unsur agama.12 Jauh sebelum
perjanjian serta doktrin (ajaran).10 Dalam hal Indonesia merdeka bahkan sebelum kedatangan
ini yang diteliti hanya bahan pustaka atau bangsa Eropa ke bumi nusantara, masyarakat
data sekunder yang mencakup bahan hukum hukum adat sudah mempunyai sistem hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan sendiri yang dijadikan pedoman dalam
hukum tersier. Bahan hukum primer yakni pergaulan hidup masyarakat. Wujud hukum
bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari adat berupa hukum yang tidak tertulis, hukum
norma dan peraturan perundang-undangan. yang tertulis (bagian terkecil ditemui dalam
Kemudian bahan hukum sekunder, bahan yang lingkungan masyarakat adat seperti peraturan
dapat membantu menganalisis bahan hukum perundang-undangan yang dikeluarkan oleh
primer seperti hasil karya ilmiah para ahli/ raja-raja atau sultan-sultan dahulu), dan uraian-
sarjana, jurnal maupun putusan pengadilan. uraian hukum secara tertulis.13
Selanjutnya, bahan hukum tersier yaitu bahan Von Savigny mengemukakan, hukum
hukum yang memberikan penjelasan terhadap mengikuti Volkgeist masyarakat berdasarkan
bahan hukum primer dan sekunder seperti tempat berlakunya hukum karena masing-
bahan- bahan internet. masing Volkgeist masyarakat berbeda-beda.
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian Demikian juga dengan hukum adat Indonesia,
ini adalah pendekatan historis (historical tumbuh dan dipertahankan oleh masyarakat
approach) dengan cara meneliti keberlakuan adat sebagai sumber kebudayaan masyarakat
hukum adat di beberapa daerah hukum adat di hukum adat masing-masing itu berasal. Oleh

10
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010), hlm. 34.
11
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 89.
12
Menurut Kesimpulan Hasil Seminar Hukum Adat dan Pembangunan Hukum Nasional, dalam buku Rosdalina,
Hukum Adat (Yogyakarta: Penerbit Deepublish, 2017), hlm 39.
13
Rosdalina, Ibid, hlm. 45.

4 Jurnal RechtsVinding, Vol. 8 No. 1, April 2019, hlm. 1–17


Volume , Nomor 1, April 2019

sebab itu keberlakuan hukum adat tergantung


kepada masing-masing wilayah. Ada 2 hal yang Sebagai hukum yang tidak tertulis dan berlaku
menjadi batasan wilayah berlakunya hukum pada semua bidang kehidupan masyarakat.
adat, antara lain:14 Dalam penegakan hukum seyogianya memang
a. Kebudayaan dalam masyarakat, karena pada harus memperhatikan suatu sistem hukum
dasarnya pelanggaran adat adalah aspek yang tidak mengacu pada peraturan tertulis
dari kebudayaan; dalam undang-undang. Undang-undang yang
b. Masyarakat, tempat lahir, tumbuh, berlaku digali dari nilai-nilai yang hidup dalam
berkembang, dan lenyapnya pelanggaran masyarakat sebagai hukum tidak tertulis
adat. Hubungannya bahwa pelanggaran yang meliputi kebiasaan, hukum adat dan
adat dipandang sebagai pelanggaran dinilai kearifan lokal. Hukum tidak tertulis diakui
berdasarkan struktur masyarakatnya. keberlakuannya sebagai hukum yang hidup dan
memiliki daya ikat beserta sanksi.
Dalam sistem hukum Indonesia, hukum
Sebagai negara hukum, Indonesia
adat sebagai hukum tidak tertulis (unstatuta
menghormati kesatuan masyarakat hukum
law) berbeda dengan hukum continental
adat beserta hak-hak tradisional.16 Pasal ini
sebagai hukum tertulis (statute law). Koesno
memberikan pengakuan dan penghormatan
berpandangan bahwa nilai-nilai yang menjadi
bagi kesatuan masyarakat hukum adat beserta
dasar hukum adat antara lain:15
hak tradisionalnya harus memenuhi syarat
a. Individu adalah bagian dari masyarakat yang
sebagai berikut:
mempunyai fungsi masing-masing demi
a. Sepanjang masih hidup;
untuk melangsungkan dan kelangsungan
b. Sesuai dengan perkembangan masyarakat;
masyarakat (sebagai lingkungan kesatuan);
c. Sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan
b. Setiap individu dalam lingkungan kesatuan
Republik Indonesia;
itu bergerak berusaha sebagai pengabdian
d. Diatur dalam Undang-Undang.
kepada keseluruhan kesatuan;
c. Dalam pandangan adat yang demikian Hukum adat adalah aturan tidak tertulis yang
mengenai kepentingan individu, maka sulit hidup di dalam masyarakat adat suatu daerah
untuk mengemukakan setiap kepentingan dan akan tetap hidup selama masyarakatnya
para individu. Dalam adat, ketertiban ada masih memenuhi hukum adat yang telah
dalam alam semesta. diwariskan kepada mereka dari para nenek
d. Dalam pandangan adat, ketentuan adat moyang sebelum mereka. Oleh karena itu,
tidak harus disertai dengan syarat menjamin keberadaan hukum adat dan kedudukannya
berlakunya dengan jalan mempergunakan dalam tata hukum nasional tidak dapat
paksaan. dipungkiri walaupun hukum adat tidak tertulis

14
Anto Soemaman, Hukum Adat Perspektif Sekarang dan Mendatang (Yogyakarta: Mitra Gama Widya, 2003), hlm
11.
15
Laurensius Arliman, Hukum dan Kesadaran Masyarakat (Yogyakarta: Penerbit Deepublish, 2015), hlm 66-67.
16
Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang.

Politik Legislasi Hukum Tidak Tertulis dalam Pembangunan Hukum Nasional Erlina Maria C. Sinaga dkk.) 5
Volume 8, Nomor 1, April 2019

dan berdasarkan asas legalitas adalah hukum adat dikenal dengan yang namanya sanksi
yang tidak sah. Hukum adat akan selalu ada adat. Sanksi adat adalah sebagai usaha dalam
dan hidup di dalam masyarakat. Hukum Adat mengatasi setiap permasalahan yang terjadi
adalah hukum yang benar-benar hidup dalam karena pelanggaran adat. Sanksi adat bertindak
kesadaran hati nurani warga masyarakat yang dalam menyeimbangkan antara dunia lahir
tercermin dalam pola-pola tindakan mereka dan dunia gaib. Wujud sanksi adat berdasar
sesuai dengan adat-istiadatnya dan pola sosial pada nilai-nilai dan keadilan masyarakat yang
budayanya yang tidak bertentangan dengan bersangkutan.
kepentingan nasional. Setiap masyarakat membutuhkan cara
Untuk mengetahui kedudukan hukum adat untuk menyelesaikan permasalahan ataupun
bila dihubungkan dengan aliran Sociological sengketa dalam menegakkan aturan yang
Jurisprudence yang dikemukakan oleh Eugen hidup dalam masyarakat. Ketika menerapkan
Ehrlich tentang konsepsi pemikirannya dengan aturan dalam situasi baru ataupun mengubah
living law. Sebagai hukum positif yang efektif, aturan, tentunya masyarakat membutuhkan
maka penegakan hukumnya harus sesuai proses dalam pelaksanaanya. Pada praktiknya,
dengan living law dari masyarakat sekaligus setiap masalah dapat diatasi sehingga tercipta
mencerminkan nilai-nilai yang hidup di masyarakat yang aman dan sejahtera. Untuk
dalamnya.17 mencapai tujuan tersebut, maka dalam setiap
Masalah penegakan hukum sesungguhnya konflik yang terjadi dalam masyarakat harus
masalah yang dihadapi oleh setiap masyarakat diselesaikan sampai tuntas sehingga tidak
yang karakteristiknya memberikan persoalan menimbulkan persoalan di kemudian hari.18
tersendiri dalam penegakan hukumnya. Tetapi Dalam menyelesaikan setiap pelanggaran,
setiap masyarakat pasti mempunyai tujuan keberadaan hukum adat sebagai hukum
yang sama supaya tercipta kedamaian dalam yang tumbuh dalam masyarakat tidak dapat
penegakan hukum tersebut. dipisahkan dari masyarakat.19 Musyawarah
Dalam penelitian ini, penulis mengkaji dan kekeluargaan selalu ditempuh oleh
bagaimana dinamika dari keberlakuan hukum masyarakat hukum adat ketika terjadi
adat dalam penegakan hukum di Indonesia permasalahan. Biasanya masyarakat selalu
mengingat hukum adat tidak mengenal sistem menempuh jalan damai dengan kesepakatan
pelanggaran hukum seperti halnya yang yang menguntungkan kedua belah pihak. Pola
terdapat dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP bahwa ini diterapkan dalam sengketa perdata ataupun
suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali sengketa pidana. Pada praktik sosialnya, telah
berdasarkan kekuatan ketentuan perundang- ada lembaga mediasi penal atau cara perdamaian
undangan yang telah ada. Namun dalam hukum

17
Mochtar Kusumaatmaatmadja, Konsep-konsep hukum dalam Pembangunan (Pusat studi Wawasan Nusantara:
Alumni Bandung, 2002), hlm. 13.
18
Mohammad Koesno, Hukum Adat Sebagai Suatu Model Hukum, Bagian I (Historis) (Bandung: Mandar Maju,
1992), hlm 11.
19
Ali Abubakar, Urgensi Penyelesaian Kasus Pidana Dengan Hukum Adat, dalam jurnal online http://www.academia.
edu/19807132/URGENSI_PENYELESAIAN_KASUS_PIDANA_DENGAN_HUKUM_ADAT (diakses pada 26 Januari
2019).

6 Jurnal RechtsVinding, Vol. 8 No. 1, April 2019, hlm. 1–17


Volume , Nomor 1, April 2019

dalam hukum adat yang telah menjadi tradisi, orang yang tinggal di Pulau Nias karena
seperti halnya pada: setiap peraturan yang telah ditetapkan tidak
a. Masyarakat Aceh boleh dilanggar karena akan mendapat
Lembaga adat di Aceh sudah eksis sebelum kutukan Fondrako. Mekanisme penetapan
masuk dalam wilayah kesatuan NKRI. Fondrako melibatkan binatang dan benda
Masyarakat Aceh memiliki lembaga adat yang dijadikan siksaan atau kutuk bagi
yang berwenang membentuk sejenis si pelanggar. Hal ini terkesan mistis,
peradilan di wilayahnya masing-masing. oleh sebab itu masyarakat Nias sangat
Jadi setiap konflik yang terjadi diselesaikan berpedoman kepada hukum adat dalam
berdasarkan akar munculnya permasalahan setiap berperilaku.23
tersebut.20 Ketika terjadi permasalahan c. Masyarakat Minangkabau
seperti kejahatan, utang piutang di antara Dalam penanganan tindak pidana yang
kelompok masyarakat selalu diselesaikan terjadi di masyarakat Minangkabau
oleh keuchik dan teungku meunasah yang dilaksanakan oleh Badan Peradilan Nagari
dibantu oleh tuha peut. Mereka bertindak yang dikenal dengan sebutan Kerapatan
layaknya hakim dalam memutuskan setiap Adat Nagari terdiri dari niniak mamak.
para pihak yang bermasalah.21 Aturan hukum Ketika mengadili perkara harus berdasarkan
yang berlaku di Iembaga pengadilan adat undang nan duo puluah serta peraturan tiap-
berdasarkan syariah Islam, adat Meukuta tiap nagari di Minangkabau. Hukuman yang
alam, Sarakata Sultan Syamsul Alam serta dijatuhkan seperti kerja sosial kepada nagari
kebiasaan adat yang berlaku. Namun pada berjangka waktu, membayar berupa denda,
kenyataannya hukum yang berlaku lebih atau memberikan hukuman yang memenuhi
berpegangan kepada hukum adat ketimbang rasa keadilan masyarakat setempat yang
hukum syariah.22 sekaligus memberikan efek jera kepada
b. Masyarakat Kepulauan Nias pelaku kejahatan.24
Masyarakat Nias sangat menghormati d. Masyarakat Megow Pak Tulang Bawang
hukum adat yang berlaku yang dikenal Masyarakat ini memiliki nilai kearifan lokal
dengan Fondrako sebagai hukum dan tata dalam menyelesaikan masalah. Hingga saat
cara adat. Oleh sebab itu, mereka sangat ini mereka tetap patuh dan menjalankan adat
patuh terhadap sanksi hukum adat Nias istiadat yang berlaku. Setiap penyelesaian
yang tergolong berat. Fondrako menjadi hal perkara tindak pidana selalu dengan
yang ditakuti dan mengerikan bagi setiap mediasi yang mengacu kepada ketentuan

20
T. M. Djuned, “Adat dalam Perspektif Perdebatan dan Praktek Hukum” dalam Lukman Munir, (ed.), Bunga Rampai
Menuju Revitalisasi Hukum dan Adat Aceh (Banda Aceh: Yayasan Rumpun Bambu dan CSSP Jakarta, 2003), hlm
36.
21
M. Isa Sulaiman dan H.T. Syamsuddin, (ed.), Pedoman Umum Adat Aceh: Peradilan dan Hukum Adat (Banda Aceh:
MAA Provinsi NAD, 2007-2008), hlm 2.
22
M. Isa Sulaiman, Ibid, hlm 3.
23
Artikel dalam Jurnal Ilmiah Pendidikan, Humaniora, Sains, dan Pembelajarannya, Amstrong Harefa, Eksistensi
“Fondrako” Dalam Hukum Adat Nias.
24
H. Suardi Mahyuddin, Hukum Adat Minangkabau dalam Sejarah Perkembangan Nagari Rao-Rao (Citatama
Mandiri, 2002), hlm 27.

Politik Legislasi Hukum Tidak Tertulis dalam Pembangunan Hukum Nasional Erlina Maria C. Sinaga dkk.) 7
Volume 8, Nomor 1, April 2019

hukum adat Lampung. Hukum Adat Megow Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951,
Pak Tulang Bawang adalah aturan yang yang menyebutkan bahwa hukum materil
bertujuan mempertahankan ketertiban sipil dan hukum materil pidana sipil untuk
masyarakat yang dalam penyelesaiannya sementara waktu berlaku sampai kini bagi
secara mediasi serta sanksi denda seperti kaula-kaula daerah swaparaja dan orang-orang
yang diatur dalam Pasal 42 ayat (11) Kitab yang dahulu diadili oleh Pengadilan Adat.27
Pelatoeran Sepandjang Hadat Lampung.25 Tetapi pidana adat belum diatur secara formil
Hukum adat diakui juga keberadaannya dalam peraturan hukum positif Indonesia dan
berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 yang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.28
Hukum pidana adat, sebagai hukum
menyebutkan, Negara kesatuan masyarakat
yang hidup dan berlaku dalam masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
dirasakan sebagai hukum yang adil dalam
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
menyeimbangkan apabila terjadi suatu
perkembangan masyarakat dan prinsip negara
pelanggaran ataupun kejahatan. Pelanggaran
Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
adat menurut Barend Ter Haar B.Zn berupa
undang-undang.26 Dari ketentuan tersebut
berarti konstitusi menjamin penghormatan gangguan dari pihak tertentu terhadap
kepada hukum adat dengan syarat: keseimbangan dari sekelompok orang yang
a. Hukum adat masih hidup dan sesuai menimbulkan reaksi adat dan pemulihannya
perkembangan masyarakat; harus berupa uang atau barang.29
Hukum pidana adat memiliki 3 pengertian
b. Sesuai dengan prinsip negara kesatuan
pokok yaitu:30
Republik Indonesia, dan keberlakuan diatur
a. Seperangkat peraturan yang dibuat oleh
dalam undang-undang.
masyarakat adat yang bersangkutan untuk
Dalam penegakan hukum pidana, sistem ditaati;
hukum pidana adat telah pernah diberlakukan b. Perbuatan melanggar aturan dikenal
dan masih dipertahankan sampai sekarang. dengan delik adat yang dapat menimbulan
Sistem hukum pidana adat berdasarkan kepada ketidakseimbangan karena adanya
hukum adat di masing-masing wilayah yang pelangggaran adat;
pengaturannya sesuai dengan kebiasaan atau c. Pelaku yang melakukan pelanggaran akan
adat setempat. Hukum pidana adat secara dikenakan sanksi oleh masyarakat yang
materil telah dituangkan secara tertulis dalam bersangkutan.

25
Artikel dalam Jurnal, Hendri Pratama, Penyelesaian Perkara Pidana Anak Secara Adat Lampung Megow Pak
Tulang Bawang Dalam Rangka Restorative Justice, Fiat Justisia Journal of Law, Volume 10 Issue,1, January-March
2016.
26
Pasal 18D ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945.
27
Dalam ketentuan Pasal 5 ayat (3) sub b Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 tentang Tindakan-
Tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadilan-Pengadilan
Sipil (LN 1951 Nomor 9).
28
Artikel dalam Jurnal: Stevania Bella Kalengkongan, Kajian Hukum Pidana Adat Dalam Sistem Hukum Pidana
Indonesia, Jurnal Lex Crimen Vol. VI/No.2/Mar-Apr/2017.
29
Tolib Setiadi, Intisari Hukum Adat Indonesia dalam Kajian Kepustakaan (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm 345.
30
I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat (Bandung: Eresco, 1993), hlm 3.

8 Jurnal RechtsVinding, Vol. 8 No. 1, April 2019, hlm. 1–17


Volume , Nomor 1, April 2019

Dalam menegakkan hukum, selalu erat perundang-undangan yang sudah tidak sesuai
kaitannya dengan sistem peradilan pidana. Oleh dan tidak mampu menampung dinamika
sebab itu, kepolisian sebagai unsur yang utama perubahan dalam masyarakat yang semakin
dalam sistem peradilan pidana tentunya harus kompleks. Upaya untuk mengisi kekosongan
dapat efektif dalam menyelesaikan konflik peraturan perundang-undangan telah dilakukan
di luar peradilan dengan mengikutsertakan melalui optimalisasi fungsi dan peran dari
korban, pelaku, masyarakat dan lembaga adat. yurisprudensi, pelaksanaannya belum optimal.
Dengan demikian, cara seperti ini memberikan Pada masa sekarang ini memang diperlukan
perlindungan kepada masyarakat.31 Dengan pembangunan sistem hukum nasional untuk
demikian, sebagai upaya untuk menurunkan menjamin tegaknya supremasi hukum dan hak
tingkat kejahatan, sistem peradilan pidana asasi manusia, mendukung proses tercapainya
tentunya tidak cukup untuk mengakomodir. penegakan hukum, serta mendukung proses
Perlu adanya dukungan dari hukum adat dengan peningkatan nilai-nilai budaya hukum.
cara-cara yang tradisional. Masyarakat hukum Hukum tidak tertulis sudah seharusnya
adat di samping menggunakan penyelesaian diwujudkan ke dalam hukum positif yang
setiap konflik secara kekeluargaan juga dapat walaupun tidak dapat merangkum semua
menggunakan jalan mediasi di luar pengadilan hukum tidak tertulis antar daerah setidaknya
sebagai proses untuk menyelesaikan konflik dapat menjadi alat untuk mengakomodir sistem
secara damai. Setiap konsensus atau mufakat hukum tidak tertulis dalam hukum nasional.
dalam proses mediasi yang dihasilkan harus Sehingga nantinya hukum positif ini dapat
sesuai dengan kesepakatan para pihak dan saling disebutkan akan efektif apabila sesuai dengan
menerima setiap persetujuan yang dihasilkan.32 hukum yang hidup dalam masyarakat.
Dari beberapa daerah yang coba penulis
uraikan mengenai keberlakuan hukum tidak 2. Politik Legislasi Hukum Tidak Tertulis
tertulis di masing-masing daerah, terdapat dalam Pembangunan Hukum Nasional
perbedaan antar daerah yang satu dengan Salah satu Nawa Cita 9 (sembilan) Agenda
daerah yang lainnya. Hal ini dikarenakan Prioritas Jokowi-JK pada tahun 2014 lalu, adalah
hukum yang hidup dalam masyarakat di suatu Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat
daerah berbeda, namun tujuan yang ingin restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan
dicapai sama, yaitu terciptanya kedamaian dan memperkuat pendidikan kebhinekaan dan
keteraturan hidup dalam bermasyarakat. Hal ini menciptakan ruang-ruang dialog antar warga.
juga otomatis akan mendorong keteraturan dan Nawa cita tersebut merupakan prioritas kerja
ketertiban dalam skala nasional. yang telah dilakukan oleh Jokowi-JK sejak
Namun, pada kenyataannya untuk terpilih di Pemilihan Presiden yang lalu demi
mewujudkan sistem hukum nasional berjalannya pembangunan hukum nasional
masih dihambat oleh banyaknya peraturan di Indonesia. Bentuk konkret dari hal tersebut

31
Artikel dalam Jurnal: Pendekatan Hukum Adat Dalam Menyelesaikan Konflik Masyarakat Pada Daerah Otonom,
Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 2 Nomor I Januari 2002.
32
Syukur Fatahillah, Mediasi Yudisial di Indonesia (Bandung: Mandar Maju, 2002), hlm 1.

Politik Legislasi Hukum Tidak Tertulis dalam Pembangunan Hukum Nasional Erlina Maria C. Sinaga dkk.) 9
Volume 8, Nomor 1, April 2019

adalah tersusunnya Rancangan Undang-Undang UUD 1945 merupakan hukum dasar


(RUU) Masyarakat Adat yang memiliki semangat dalam peraturan perundang-undangan36 dan
kebhinekaan sesuai dengan semboyan bangsa menduduki posisi tertinggi dalam hierarki
dan negara Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal peraturan perundang-undangan di Indonesia.37
Ika. Pengakuan tersebut tentu memerlukan
Semangat Bhinneka Tunggal Ika tercermin penjabaran dan pengaturan lebih lanjut dalam
secara legal konstitusional dalam beberapa peraturan perundang-undangan di bawahnya,
Pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik yaitu dalam bentuk undang-undang.
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), yaitu sebagai Secara singkat, proses pembentukan
berikut : peraturan perundang-undangan mencakup
“Negara mengakui dan menghormati tahap perencanaan, penyusunan,
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan pengundangan.38 Salah satu output dari tahapan
perkembangan masyarakat dan prinsip tersebut adalah suatu produk Rancangan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang Undang-Undang (RUU) yang kemudian akan
diatur dalam undang-undang”.33
dibahas bersama oleh DPR dan Presiden untuk
“Identitas budaya dan hak masyarakat mendapatkan persetujuan bersama.39
tradisional dihormati selaras dengan
Proses panjang pembentukan undang-
perkembangan zaman dan peradaban”.34
undang juga terjadi saat munculnya RUU
Rumusan dalam UUD 1945 tersebut Masyarakat Adat yang sampai dengan saat ini
merupakan suatu bentuk pengakuan belum juga disahkan menjadi undang-undang.
(acknowledgment) Indonesia terhadap Terkait hal ini, menjadi suatu hal yang menarik
keberadaan Masyarakat Hukum Adat yang bahwa hukum adat dan hukum positif di
ada di Indonesia. Mahkamah Konstitusi pun Indonesia memiliki kaitan yang erat dan menjadi
sudah menentukan kriteria atau tolak ukur 2 (dua) hal yang tidak bisa dipisahkan, karena
terpenuhinya ketentuan Pasal 18B ayat (2) sesungguhnya hukum positif di Indonesia
UUD 1945 tersebut, yaitu kesatuan masyarakat merupakan hukum yang bersumber dari
hukum adat tersebut :35 hukum adat. Khususnya, ketentuan di bidang
1. masih hidup; agraria (pertanahan). Hukum pertanahan
2. sesuai dengan perkembangan masyarakat; nasional didasarkan pada hukum adat, sehingga
3. sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan penentuan hak-hak atas tanah dan subjek hukum
Republik Indonesia; dan yang berhak memiliki dan/atau menguasai hak
4. ada pengaturan berdasarkan undang- atas tanah bersumber pada hukum adat. Hal ini
undang.

33
Indonesia (1), Undang-undang Dasar Negara Repubik Indonesia Tahun 1945, UUD 1945, Ps.18B ayat (2).
34
Ibid, Ps. 28I ayat (3).
35
Mahkamah Konstitusi RI, Putusan MKRI No. 31/PUU-V/2007, Pertimbangan Mahkamah paragraf [3.15.2].
36
Indonesia (2), Undang-undang Tentang Pembentukan Peratruan Perundang-undangan, UU No. 12 Tahun 2011,
LN no. 82, TLN No.5234, Ps. 3 ayat (1).
37
Indonesia (2), op. cit., Ps. 7 ayat (1).
38
Indonesia (2), op. cit., Ps. 1 angka 1.
39
Indonesia (1), op. cit., Ps.20 ayat (2).

10 Jurnal RechtsVinding, Vol. 8 No. 1, April 2019, hlm. 1–17


Volume , Nomor 1, April 2019

menunjukkan hukum adat merupakan suatu hal hal yang sudah familiar yang dikemukakan
yang esensial dalam hukum positif di Indonesia. oleh beberapa ahli dalam berbagai literatur
Keadaan demikian memunculkan upaya tarik terkait hukum adat. Terkait penggunaan istilah
ulur kepentingan dalam proses legislasi undang- tersebut, Tabel 1 di bawah ini merupakan Tabel
undang (UU) yang nantinya mengakomodir Perbandingan Definisi Masyarakat Hukum Adat
Masyarakat Hukum Adat. dan Masyarakat Adat.
Ketentuan norma yang mengatur eksistensi Ter Haar dan Hazairin menggunakan istilah
Masyarakat Hukum Adat dalam suatu undang- Masyarakat Hukum Adat yang sudah tidak
undang ini nantinya tidak boleh kemudian asing digunakan dalam berbagai literatur
ditafsirkan lain, disimpangi, apalagi diabaikan hukum adat di Indonesia. Definisi yang mereka
dalam rumusan norma dalam peraturan berikan pun menggambarkan eksistensi dari
perundang-undangan di bawah UUD 1945 Masyarakat Hukum Adat yang merupakan
yang secara jelas dan tegas mengakui adanya bagian dari Masyarakat Adat.40 Berdasarkan
hak dari Masyarakat Hukum Adat di Indonesia. Draft Laporan Pengkajian Hukum Tentang
Keberadaan RUU Masyarakat Adat ini cukup Mekanisme Pengakuan Masyarakat Hukum
menarik perhatian di kalangan masyarakat Adat yang dikeluarkan oleh Puslitbang Sistem
karena berbagai rumusan norma yang justru Hukum Nasional Kementerian Hukum dan
dianggap merugikan eksistensi dari Masyarakat HAM RI pada tahun 2015, disebutkan bahwa
Hukum Adat itu sendiri. masyarakat adat merupakan pengertian untuk
Pertama, RUU ini berjudul Masyarakat Adat, menyebut masyarakat tertentu dengan ciri-
bukan Masyarakat Hukum Adat. Penggunaan ciri tertentu. Sedangkan masyarakat hukum
istilah Masyarakat Hukum Adat menjadi suatu adat merupakan pengertian teknis yuridis

Tabel 1.
Definisi Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat Adat

Ter Haar Hazairin RUU Masyarakat Adat

Masyarakat Hukum adat Masyarakat Hukum adat adalah ”… Masyarakat Hukum Adat yang selanjutnya
sebagai (Bter Haar Bzn kesatuan-kesatuan kemasyarakatan disebut Masyarakat Adat adalah
1950:16) ”…kelompok- yang mempunyai kelengkapan- sekelompok orang yang hidup secara turun
kelompok teratur yang kelengkapan untuk sanggup temurun di wilayah geografis tertentu,
sifatnya ajek dengan berdiri sendiri yaitu mempunyai memiliki asal usul leluhur dan/atau
pemerintahan sendiri kesatuan hukum, kesatuan kesamaan tempat tinggal, identitas budaya,
yang memiliki benda- penguasa dan kesatuan lingkungan hukum adat, hubungan yang kuat dengan
benda materil maupun hidup berdasarkan hak bersama tanah dan lingkungan hidup, serta sistem
immaterial.” atas tanah dan air bagi semua nilai yang menentukan pranata ekonomi,
anggotanya…”. politik, sosial, budaya, dan hukum.
Sumber : Diolah dari Soerjono Soekanto “Hukum Adat Indonesia”

40
Masyarakat Hukum Adat merupakan bagian dari Masyarakat Adat, sehingga eksistensinya adalah irisan dari
Masyarakat itu sendiri yang kemudian berkembang membentuk pola hubungan hukum diantara para anggota di
dalamnya.

Politik Legislasi Hukum Tidak Tertulis dalam Pembangunan Hukum Nasional Erlina Maria C. Sinaga dkk.) 11
Volume 8, Nomor 1, April 2019

yang merujuk sekelompok orang yang hidup masyarakat adat sebagai masyarakat hukum
dalam suatu wilayah (ulayat) tempat tinggal adat lebih dikarenakan pada penekanan
kekuasaan untuk melakukan pengaturan dan
dan lingkungan kehidupan tertentu, memiliki pengurusan terhadap warga Masyarakat
kekayaan dan pemimpin yang bertugas menjaga Hukum Adat…”.
kepentingan kelompok (ke luar dan ke dalam),
Ketentuan tersebut menegaskan bahwa
dan memiliki tata aturan (sistem) hukum dan
terdapat pergantian, perubahan istilah yang
pemerintahan41.
sudah dikenal sebagai Masyarakat Hukum Adat
Dari Tabel tersebut, terdapat perubahan
(MHA) berubah menjadi Masyarakat Adat.
penggunaan istilah Masyarakat Hukum Adat
Perubahan ini menjadi suatu hal yang menarik,
menjadi Masyarakat Adat. Pembuat RUU
karena menghilangkan kata “Hukum”. Hal ini
Masyarakat Adat jelas menginginkan adanya
menyiratkan bahwa “hukum” menjadi suatu
perubahan penggunaan istilah “Masyarakat
hal yang sudah melekat pada Masyarakat
Hukum Adat yang selanjutnya disebut
Adat itu sendiri, tanpa harus secara letterlijk
Masyarakat Adat..” Rumusan norma tersebut
disebutkan dalam suatu istilah Masyarakat
menjadi ganjil karena masih berbunyi
Hukum Adat. Meskipun demikian, penggunaan
Masyarakat Hukum Adat yang kemudian diubah
istilah Masyarakat Adat masih bisa menjadi hal
menjadi Masyarakat Adat. Jika pembuat undang-
yang menarik untuk dikaji lebih dalam oleh para
undang menginginkan adanya pergantian istilah,
pakar hukum adat.
seharusnya bunyi norma langsung memberikan
Kedua, pengakuan terhadap Masyarakat
definisi yang jelas dan tegas “Masyarakat Adat
Adat harus memenuhi berbagai persyaratan dan
adalah…”. Perubahan penggunaan istilah ini
tahapan yang ditentukan dalam rumusan RUU
juga terdapat dalam Ketentuan Penutup RUU
Masyarakat Adat. Pemerintah akan melakukan
Masyarakat Adat yang menyebutkan bahwa :
pendataan terhadap Masyarakat Adat yang
“Pada saat Undang-Undang ini berlaku :
memenuhi berbagai persyaratan yang telah
a. semua istilah Masyarakat Hukum Adat
ditentukan dalam RUU Masyarakat Adat yang
yang sudah diatur dalam peraturan
perundang-undangan sebelum Undang- kemudian dijadikan dasar untuk pengakuan
Undang ini diundangkan, harus dimaknai terhadap Masyarakat Adat. Setelah dilakukan
sebagai Masyarakat Adat sepanjang pendataan, masih terdapat 4 (empat) tahapan
tidak bertentangan dengan Undang-
Undang ini. yang harus dilalui oleh Masyarakat Adat untuk
b. semua peraturan perundang-undangan memperoleh pengakuan, yaitu identifikasi,
yang mengatur mengenai atau berkaitan verifikasi, validasi, dan penetapan.
dengan masyarakat hukum adat sebelum
Pada bagian Penjelasan Umum paragraf
diundangkannya Undang-Undang ini
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak ke-4 RUU Masyarakat Adat, disebutkan bahwa
bertentangan dengan ketentuan dalam sebelum mendapatkan perlindungan dan
Undang-Undang ini”. pemberdayaan serta hak-haknya terlebih dahulu
Kemudian, pada Bagian Penjelasan dilakukan proses pengakuan yang merupakan
Umum disebutkan bahwa “…Penyebutan

41
Puslitbang Sistem Hukum Nasional, Kemenkumham RI, Draft Laporan Pengkajian Hukum Tentang Mekanisme
Pengakuan Masyarakat Hukum Adat (Jakarta,2015), hlm. 1.

12 Jurnal RechtsVinding, Vol. 8 No. 1, April 2019, hlm. 1–17


Volume , Nomor 1, April 2019

bentuk legalitas formal. Menurut hemat dan karakteristik Masyarakat Adat di Indonesia
penulis, hal ini merupakan suatu fallacy42 dalam yang tradisional dan cenderung konservatif. Hal
peraturan perundang-undangan. Konstitusi ini jelas akan membawa dampak negatif bagi
Indonesia, UUD 1945 secara jelas telah Masyarakat Adat nantinya, karena rumitnya
memberikan pengakuan kepada Masyarakat prosedur yang harus mereka tempuh demi
Adat di Indonesia. Pengakuan dari UUD 1945 mendapatkan pengakuan dari Pemerintah.
merupakan bentuk legalitas konstitusional Ketentuan demikian jelas bertentangan
yang merupakan bentuk dari legalitas formal dengan UUD 1945, yang jelas memberikan
itu sendiri. Sehingga, di sini terdapat fallacy dari dasar hukum bagi pengakuan terhadap
logika hukum dalam RUU Masyarakat Adat. eksistensi Masyarakat Adat yang telah
Masyarakat Adat adalah subjek hukum ada, hidup, dan berkembang jauh sebelum
alamiah. Beberapa Masyarakat Adat bahkan Indonesia merdeka secara de facto pada 17
hadir sebelum negara ini merdeka. Masyarakat Agustus 1945. Perumusan norma dalam RUU
Adat bukan dibentuk oleh pemerintah atau Masyarakat Adat tersebut akan memberikan
negara, melainkan terbentuk secara alamiah ketidakpastian hukum bagi Masyarakat
karena eksistensinya hadir bukan sebagai suatu Adat yang membutuhkan perlindungan dan
lembaga. Posisi Negara melalui pemerintah pemberdayaan dari Pemerintah sebagai
hanya cukup mengakui dan menghormati pelaksana jalannya pemerintahan.
keberadaan hak Masyarakat Adat sebagai Ketiga, terdapat ketentuan yang
manifestasi kehadiran negara di tengah setiap menimbulkan kekosongan hukum bagi subjek
elemen masyarakat sesuai dengan amanat hukum tertentu yang melanggar ketentuan
konstitusi. Sehingga, terlebih dahulu perlu dalam RUU Masyarakat Adat. “Setiap Orang
adanya pengakuan terhadap subjeknya dilarang menghalang-halangi Masyarakat Adat
(Masyarakat Adat), kemudian objeknya dalam mengelola dan memanfaatkan sumber
(wilayah adat, tanah adat). Jika gagasan ini daya alam di Wilayah Adat sebagaimana
dibalik menjadi pengakuan terhadap objek dimaksud dalam Pasal 23. Pelanggaran
terlebih dahulu, maka pemerintah sedang terhadapnya dipidana dengan pidana penjara
melahirkan RUU yang berpotensi mandul untuk paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
diimplementasikan. Hal ini karena persoalannya paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar
adalah mengidentifikasi subjek yang mengelola rupiah).”
objek hak yang telah diakui.43 Sekilas tidak terlihat ada yang kurang dalam
Di samping itu, berbagai prosedur tersebut bunyi rumusan dalam RUU Masyarakat Adat
jelas memberikan kerugian bagi Masyarakat tersebut. Namun, apabila dicermati lebih lanjut,
Adat yang telah ada, hidup, dan berkembang bunyi rumusan tersebut hanya memberikan
sejak lama di berbagai daerah di Indonesia. Sifat sanksi pidana bagi pelanggar Pasal 23, yang subjek

42
Fallacy can refer either (a) a kind of error in an argument, (b) a kind of error in reasoning, (c) a false belief, or (d)
the cause of any of the previous errors including what are normally referred to as “rhetorical techniques”. Lihat
“Fallacies”, https://www.iep.utm.edu/fallacy/ (diakses pada 26 Januari 2019).
43
“Penantian Panjang RUU Masyarakat Adat”, https://news.detik.com/kolom/d-3975715/penantian-panjang-
ruu-masyarakat-adat (diakses pada 22 Januari 2019).

Politik Legislasi Hukum Tidak Tertulis dalam Pembangunan Hukum Nasional Erlina Maria C. Sinaga dkk.) 13
Volume 8, Nomor 1, April 2019

hukumnya adalah “Setiap Orang”. Sebagaimana Pasal 22 Rio Declaration on Environment and
kita ketahui, dalam perkembangannya, subjek Development menyatakan bahwa masyarakat
hukum pidana bisa berupa Badan Hukum.44 hukum adat mempunyai peranan penting dalam
Ketentuan dalam rumusan tersebut menjadi pengelolaan dan pembangunan lingkungan
kurang karena belum mengakomodir subjek hidup karena pengetahuan dan praktik
hukum pidana lainnya, yaitu Badan Hukum. Hal tradisional. Oleh karenanya negara harus
ini mengingat eksistensi Masyarakat Adat yang mengenal dan mendukung entitas, kebudayaan,
memiliki tanah bersama, yaitu tanah ulayat45 dan kepentingan mereka serta memberikan
yang rentan diambil alih penguasaan dan/atau kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam
kepemilikannya oleh berbagai pihak. pencapaian pembangunan yang berkelanjutan
Terkait sumber daya alam di wilayah adat, (sustainable development).”
menjadi suatu hal yang menarik adanya Putusan Dari berbagai uraian tersebut, aspek
Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 terpenting dari pengaturan terhadap Masyarakat
yang telah diucapkan pada tanggal 16 Mei Hukum Adat adalah terkait pengakuan dari
2013 dalam sidang terbuka untuk umum terkait eksistensi mereka. Dalam pertimbangan
hutan adat46. Mahkamah berpendapat bahwa Mahkamah dalam Putusan Nomor 35/
ketentuan konstitusional dalam Pasal 18B ayat PUU-X/2012, Mahkamah berpendapat
(2) UUD 1945 mengandung hal penting dan bahwa syarat pengakuan dan penghormatan
fundamental, yaitu Masyarakat Hukum Adat masyarakat hukum adat dalam frasa
secara konstitusional diakui dan dihormati “sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui
sebagai “penyandang hak” yang demikian keberadaannya”, harus dimaknai sepanjang
tentunya dapat pula dibebani kewajiban, yang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
telah ditentukan dasar-dasar konstitusionalnya masyarakat, karena hukum adat pada umumnya
dalam Pasal 33 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) merupakan hukum yang tidak tertulis dan
UUD 1945. merupakan living law, artinya merupakan
“[3.12.4] … Masyarakat hukum adat hukum yang diterima (accepted) dan dijalankan
berada dalam posisi yang lemah karena tidak (observed) serta ditaati oleh masyarakat yang
diakuinya hak-hak mereka secara jelas dan bersangkutan karena memenuhi rasa keadilan
tegas ketika berhadapan dengan negara dengan bagi mereka dan sesuai serta diakui oleh
hak menguasai yang sangat kuat. Berdasarkan konstitusi.47

44
Pertanggungjawaban korporasi sebagai subjek hukum pidana pertama kali diperkenalkan dalam UU No. 23
Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana telah diubah dengan UU No. 32 Tahun 2009
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
45
Tanah ulayat diartikan sebagai tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Sedangkan
hak penguasaan atas tanah masyarakat hukum adat itu dikenal dengan hak ulayat. Lihat “Perbedaan Tanah
Ulayat dengan Tanah Desa”, https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt59409b28e703e/perbedaan-
tanah-ulayat-dengan-tanah-desa/ (diakses pada 28 Januari 2019)
46
Putusan MK ini memberikan pengaturan hubungan antara hak menguasai negara dengan hutan negara dan hak
menguasai negara dengan hutan adat. Terhadap hutan negara, negara memiliki kewenangan penuh mengatur
peruntukan, pemanfaatan, dan hubungan hukum yang terjadi di wilayah hutan negara. Sedangkan terhadap
hutan adat, wewenang negara dibatasi.
47
Mahkamah Konstitusi RI, op. cit., Paragraf [3.13.2].

14 Jurnal RechtsVinding, Vol. 8 No. 1, April 2019, hlm. 1–17


Volume , Nomor 1, April 2019

Masyarakat Hukum Adat harus diakui, pembangunan hukum nasional yang


dihargai, dan diakomodir oleh Pemerintah berkesinambungan.
dalam bentuk pengaturan konkret dalam suatu
penormaan undang-undang, juga peraturan D. Penutup
pelaksana yang bersifat teknis dan tidak Undang-Undang Dasar 1945 mengakui
mempersulit serta memberikan kerugian bagi keberlakuan hukum adat sebagai hukum yang
Masyarakat Hukum Adat itu sendiri. Keberadaan tertulis dan tidak tertulis. Hukum adat tumbuh,
RUU Masyarakat Adat bagaikan 2 (dua) sisi berkembang dan terus dipertahankan dalam
koin yang saling berlawanan. Sisi positif masyarakat adat berdasarkan wilayah adat
yang dapat diambil adalah terlihatnya upaya masing-masing. Penegakan hukum adat di
positif pemerintah untuk mengakomodir dan Indonesia mengacu kepada hukum yang hidup
mengatur eksistensi Masyarakat Adat yang telah dan masyarakat setiap daerah memilik cara
ada, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. penyelesaian sendiri mengacu kepada hukum
Perumusan norma di dalamnya pun tak lepas adat. Hingga sekarang keberlakuan Hukum
dari keluarnya Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 adat masih terus dipertahankan walaupun
terkait hutan adat. Namun, berbagai rumusan pengaturan hukum adat belum jelas dalam
norma dalam RUU tersebut justru akan sistem hukum nasional. Oleh sebab itu, hukum
menimbulkan berbagai permasalahan dan tidak tertulis sudah seharusnya diwujudkan ke
mengancam eksistensi dari Masyarakat Hukum dalam hukum positif yang walaupun tidak dapat
Adat itu sendiri. merangkum semua hukum tidak tertulis antar
Jika kemudian RUU Masyarakat Adat daerah setidaknya dapat menjadi alat untuk
ini disahkan tanpa adanya koreksi, maka ada mengakomodir sistem hukum tidak tertulis
kemungkinan besar akan diajukan pengujian dalam hukum nasional.
undang-undang di Mahkamah Konstitusi. Politik legislasi hukum tidak tertulis, dalam
Mengingat bahwa berbagai rumusan norma hal ini terkait Masyarakat Hukum Adat dalam
di dalamnya bertentangan dan tidak sesuai pembangunan hukum nasional dapat ditinjau
dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika dalam dari keluarnya Rancangan Undang-Undang
UUD 1945. Masyarakat Adat. Berbagai rumusan dalam
Eksistensi Masyarakat Hukum Adat harus RUU tersebut justru menunjukkan adanya
mampu diakomodir dalam undang-undang kepentingan politik dalam proses legislasi, salah
yang mengatur hal terkait. Ketentuan yang ada satunya adalah adanya prosedur pengakuan
harus berdasarkan pada ketentuan dalam UUD Masyarakat Adat melalui berbagai tahapan
1945 yang secara legal konstitusional sudah yang rumit dan akan mengancam eksistensi
mengakui adanya Masyarakat Hukum Adat itu dari Masyarakat Hukum Adat itu sendiri. Hal
sendiri. Peraturan perundang-undangan yang ini menunjukkan bahwa RUU Masyarakat
ada sudah seharusnya membawa semangat Adat tidak memiliki semangat kebhinekaan
kebhinekaan demi tercapainya integrasi bangsa sebagaimana terdapat dalam UUD 1945 demi
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, terwujudnya hukum pembangunan nasional
dan bernegara dalam upaya mewujudkan yang berkesinambungan.

Politik Legislasi Hukum Tidak Tertulis dalam Pembangunan Hukum Nasional Erlina Maria C. Sinaga dkk.) 15
Volume 8, Nomor 1, April 2019

Hukum adat seharusnya tetap dipertahankan Setiadi, Tolib, Intisari Hukum Adat Indonesia dalam
dalam sistem hukum Indonesia. Sebagai hukum Kajian Kepustakaan (Bandung: Alfabeta, 2008).
Sulaiman, M. Isa dan H.T. Syamsuddin, (ed.),
yang hidup dan bagian dari kebudayaan yang Pedoman Umum Adat Aceh: Peradilan dan
mencerminkan sikap dan perilaku dalam Hukum Adat (Banda Aceh: MAA Provinsi NAD,
kehidupan masyarakat hukum adat. Keberlakuan 2007-2008).
Tilaar, H.A.R, Pendidikan Multikultural Dan
penegakan hukum adat berdasarkan wilayah
Revitalisasi Hukum Adat Dalam Perspektif
masing-masing hukum adat yang berbeda-beda Sejarah (Departemen Kebudayaan dan
setiap daerah masyarakat hukum adat. Pariwisata, 2005).
Politik legislasi dalam RUU Masyarakat Widnyana, I Made, Kapita Selekta Hukum Pidana
Adat (Bandung: Eresco, 1993).
Adat harus mampu mencerminkan semangat
kebhinekaan sebagaimana terdapat dalam Makalah/Artikel/Prosiding/Hasil Penelitian
konstitusi Indonesia, Undang-Undang Dasar Abubakar, Ali, “Urgensi Penyelesaian Kasus Pidana
1945. Koreksi terhadap Rancangan Undang- Dengan Hukum Adat”, http: //www.academia.
Undang Masyarakat Adat yang ada saat ini edu /19807132/ URGENSI_ PENYELESAIAN_
KASUS PIDANA_DENGAN_HUKUM_ADAT
menjadi suatu hal yang wajib dilakukan oleh
(diakses pada 26 Januari 2019).
DPR demi terciptanya pembangunan hukum Draft Laporan Pengkajian Hukum Tentang
nasional yang berkesinambungan. Mekanisme Pengakuan Masyarakat Hukum Adat
(Jakarta: Puslitbang Sistem Hukum Nasional
Kemenkumham RI, 2015).
Daftar Pustaka Hasil Seminar Hukum Adat dan Pembangunan
Buku Hukum Nasional, dalam buku Rosdalina, Hukum
Adat (Yogyakarta: Penerbit Deepublish, 2017).
Arliman, Laurensius, Hukum dan Kesadaran Kalengkongan, Stevania Bella, “Kajian Hukum Pidana
Masyarakat (Yogyakarta: Penerbit Deepublish, Adat Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia”,
2015). Jurnal Lex Crimen Vol. VI/No.2/Mar-Apr/2017.
Faisal, Menerobos Positivisme Hukum (Yogyakarta: “Pendekatan Hukum Adat Dalam Menyelesaikan
Rangkang Education, 2010). Konflik Masyarakat Pada Daerah Otonom”,
Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, Dualisme Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 2 Nomor I
Penelitian Hukum Normatif dan Empiris Januari 2002.
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010). Pratama, Hendri, “Penyelesaian Perkara Pidana
Fatahillah, Syukur, Mediasi Yudisial di Indonesia Anak Secara Adat Lampung Megow Pak Tulang
(Bandung: Mandar Maju, 2002). Bawang Dalam Rangka Restorative Justice”,
Koesno, Mohammad, Hukum Adat Sebagai Suatu Fiat Justisia Journal of Law, Volume 10 Issue,1,
Model Hukum, Bagian I (Historis) (Bandung: January-March 2016.
Mandar Maju, 1992). Toruan, Chandra Lumban, “Kearifan Lokal Sebagai
Kusumaatmaatmadja, Mochtar, Konsep-konsep Asas Penegakan Hukum Untuk Keadilan
hukum dalam Pembangunan (Pusat studi Yang Substansi”, http://www.academia.edu
Wawasan Nusantara: Alumni Bandung, 2002). /23515607/KEARIFAN_LOKAL _SEBAGAI_ ASPEK
Mahyuddin, H. Suardi, Hukum Adat Minangkabau PENEGAKAN _HUKUM _UNTUK _KEADILAN
dalam Sejarah Perkembangan Nagari Rao-Rao YANG_SUBSTANSI (diakses pada 22 Januari
(Citatama Mandiri, 2002). 2019).
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum (Jakarta:
Kencana, 2011).
Peraturan Perundang-Undangan
Munir, Lukman, (ed.), Bunga Rampai Menuju
Revitalisasi Hukum dan Adat Aceh (Banda Aceh: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Yayasan Rumpun Bambu dan CSSP Jakarta, 1945.
2003).

16 Jurnal RechtsVinding, Vol. 8 No. 1, April 2019, hlm. 1–17


Volume , Nomor 1, April 2019

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Internet


Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
“Fallacies”, https://www.iep.utm.edu/fallacy/
Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951
(diakses pada 26 Januari 2019).
tentang Tindakan-Tindakan Sementara
“Penantian Panjang RUU Masyarakat Adat”, https://
Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan
news.detik.com/kolom/d-3975715/penantian-
Kekuasaan dan Acara Pengadilan-Pengadilan
panjang-ruu-masyarakat-adat diakses pada 22
Sipil (LN 1951 Nomor 9).
Januari 2019).
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Perbedaan Tanah Ulayat dengan Tanah Desa”,
Kekuasaan Kehakiman.
https://www.hukumonline.com/klinik/
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
detail/lt59409b28e703e/perbedaan-tanah-
Kejaksaan Republik Indonesia.
ulayat-dengan-tanah-desa/ (diakses pada 28
Januari 2019).
Putusan Pengadilan
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/
PUU-X/2012.

Politik Legislasi Hukum Tidak Tertulis dalam Pembangunan Hukum Nasional Erlina Maria C. Sinaga dkk.) 17
Volume 8, Nomor 1, April 2019

”Halaman ini dikosongkan”

18 Jurnal RechtsVinding, Vol. 4 No. 2, Agustus 2015, hlm. 21-41

Anda mungkin juga menyukai